View
220
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dibangun dengan penuh perjuangan dari generasi ke generasi.
Sejarah mencatat di wilayah Indonesia tepatnya di Jawa Timur, terdapat kerajaan
Majapahit yang kekuasaannya pernah meliputi wilayah Nusantara dan
semenanjung Malaka. Sejarah juga mencatat, Indonesia pernah dijajah oleh
bangsa lain seperti Spanyol, Portugis, Inggris, Belanda, dan Jepang. Hingga
akhirnya Indonesia memasuki masa kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
Kemerdekaan Indonesia ditandai dengan pembacaan teks proklamasi
kemerdekaan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta. Indonesia secara resmi
memproklamirkan diri sebagai negara yang merdeka pada 17 Agustus 1945,
bertempat di rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56.1
Beragam bentuk peristiwa bersejarah dilalui oleh bangsa yang berumur 69
tahun ini. Jumlah umur ini relatif singkat jika harus dibandingkan dengan tempo
bangsa Indonesia terjajah oleh bangsa asing—lebih dari 350 tahun. Pasca-
kemerdekaan, Indonesia memasuki babak sejarah baru. Sebagai bangsa yang telah
berdaulat, Indonesia harus mempertahankan kemerdekaan dari ancaman internal
maupun eksternal negara. Tantangan lain bagi bangsa Indonesia adalah menyusun
dan menentukan ideologi negara yang sesuai dengan kondisi sosial dan budaya
masyarakat Indonesia.
1 G. Moedjanto, Indonesia Abad Ke-20 Dari Kebangkitan Nasional Sampai Linggarjati (Yogyakarta, 1988), hal. 27.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Indonesia memiliki posisi geografis yang strategis, terletak diantara dua
benua dan dua samudera. Dalam sejarahnya, Indonesia juga diperebutkan oleh dua
negara adidaya di dunia saat perang dingin berlangsung pada tahun 1947-1991,
yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet. Jumlah penduduk yang besar serta luasnya
wilayah Indonesia menjadi sasaran strategis perebutan ideologi.
Salah satu ideologi yang masuk di Indonesia adalah komunisme.
Komunisme menjejakkan sejarahnya di Indonesia dengan torehan rapor merah.
Tercatat dalam sejarah Indonesia, komunisme—terutama kelompok radikal—dua
kali melakukan coup atau pemberontakan yang didalangi oleh Partai Komunis
Indonesia (PKI). Pemberontakan pertama terjadi di Madiun pada 1948 dan
pemberontakan kedua terjadi di Jakarta pada 30 September 1965. Tahun 1948,
PKI melakukan pemberontakan yang pertama terhadap pemerintahan Soekarno-
Hatta. Sekalipun nampak bayangan tentang tujuan-tujuan komunis ini, partai itu
mendapatkan 13 dari 232 kursi dalam parlemen pertama Republik Kesatuan tahun
1950.2
Dengan membangun kekuatan di kalangan serikat-serikat buruh, bekerja
mendukung “demokrasi terpimpin” ciptaan Soekarno, PKI berhasil mendapat dua
kedudukan menteri pada 1962, menyertai ke-30 kursinya di antara 281 kursi
parlemen. Gerakan komunis, baik di dalam maupun di luar negeri, bakal
memainkan peranan yang semakin luas dalam politik Indonesia sampai pada saat
percobaan kup pada 1965.3
2 Edward C. Smith, Sejarah Pembredelan Pers di Indonesia, terj. Atmakusumah, dkk (Jakarta, 1983), hal. 97. 3 Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Nugroho Notosusanto (1984) dalam bukunya berjudul Pejuang dan
Prajurit mendeskripsikan bahwa pergolakan sosial dan politik sudah terjadi
sebelum kemerdekaan. Nugroho menekankan pentingnya memiliki kekuatan yang
mampu menjaga persatuan dan kesatuan NKRI.
Kalau diingat bahwa sudah sejak Perang Kemerdekaan belum
selesai kita sudah dihantam oleh pergolakan-pergolakan dalam negeri yang
seolah-olah tidak ada henti-hentinya dan yang kemudian berpuncak pada
pemberontakan G30S/PKI, maka dapatlah dimengerti mengapa masalah
persatuan, kesatuan dan stabilitas nasional menempati posisi yang sangat
penting sekali dalam kehidupan politik di negara kita. Pengalaman selama
sejarah Indonesia merdeka menunjukkan bahwa tanpa stabilitas maka
pembangunan tidak mungkin berjalan. Dan tanpa pembangunan,
kesejahteraan rakyat tidak akan menjadi kenyataan. Dan jika kesejahteraan
tidak terwujud, maka kemerdekaan yang kita miliki tidak akan ada
artinya.4
Menanggapi pergolakan yang sering muncul di Indonesia, Ahmad Safii
Ma’arif, seorang sejarawan dan guru besar sejarah di Universitas Negeri
Yogyakarta, memberikan penjelasannya pada buku Orang-Orang di
Persimpangan Kiri Jalan karya Soe Hok Gie, sebagai berikut:
Sejarah Indonesia pascaproklamasi memang tidak luput dari
benturan ideologi. Benturan itu telah banyak menumpahkan darah, darah
anak bangsa ini. Akankah drama ini berulang dan berulang? Tidak seorang
pun yang dapat menjawabnya. Paling-paling kita hanya dapat berdoa agar
tragedi-tragedi itu tidak lagi mengunjungi kita untuk selama-lamanya.5
Saat kelompok-kelompok radikal melancarkan aksi-aksi pemberontakan,
selalu terjadi pertumpahan darah. Indonesia di awal masa kelahirannya selalu
dirundung pergulatan ideologi hingga nyawa saudara sebangsa menjadi taruhan.
4 Nugroho Notosusanto, Ed. Pejuang dan Prajurit (Jakarta, 1984), hal. 158. 5 Ahmad Syafii Ma’arif dalam Soe Hok Gie, Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan (Yogyakarta, 2005), hal. xiii-xiv.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Puncaknya terjadi saat munculnya pembantaian besar-besaran orang-orang PKI
maupun orang-orang yang dituduh PKI.
Pembantaian PKI itu dilakukan secara sistematis dengan pola bervariasi
dari suatu daerah ke daerah lain serta di dukung beberapa faktor. Pertama, budaya
amuk yang dipercayai, paling tidak oleh pengamat barat, sebagai unsur penopang
kekerasan. Kedua, konflik di daerah-daerah antara golongan komunis dan
nonkomunis terutama para kiai sudah mulai tampak sejak tahun 1960-an. Ketiga,
militer diduga berperan dalam menggerakkan massa. Keempat, faktor provokasi
oleh media massa yang menyebabkan masyarakat geram.6 Jutaan nyawa akhirnya
menjadi korban dari gejolak politik Indonesia di tahun 1965.
Militer menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam sejarah pembunuhan
besar-besaran tahun 1965 tersebut. Sebagai salah satu kelompok sosial yang ada
di masyarakat, militer dianggap turut menggerakkan massa untuk melakukan
penumpasan. Jejak sejarahnya tercatat dengan dibentuknya Komando Operasi
Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) oleh Soeharto. Kopkamtib
mendapat pijakan hukum setelah Soekarno meneken Surat Keputusan
Presiden/Panglima Tertinggi/Komando Operasi Tertinggi ABRI pada 1 November
1965 yang isinya tentang pemulihan keamanan dan ketertiban pasca-30
September.7
Pada edisi khusus 30 September 2012, Tempo menerbitkan majalah yang
berjudul Pengakuan Algojo 1965. Tempo menghadirkan sisi pemberitaan (angle)
yang menarik, sensitif, dan belum pernah ada berita yang ditulis dengan angle ini.
6 Asvi Warman Adam, Membongkar Manipulasi Sejarah, Kontroversi Pelaku dan Peristiwa (Jakarta, 2009),
hal. 169. 7 Majalah Tempo edisi 1-7 Oktober 2012, hal. 94.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Tempo menghadirkan informasi dengan narasumber utama para algojo
pembunuhan peristiwa Gerakan 30 September (G30S) yang dikupas dari beberapa
sudut pemberitaan.
Dalam pemberitaan tersebut muncul aspek komunikasi diantaranya adalah
media dan pesan. Media sebagai alat untuk menyebarkan informasi berperan
penting dalam menciptakan wacana di masyarakat melalui pesan-pesan yang
disampaikan. Pesan yang diproduksi oleh media tersebut kemudian diserap oleh
komunikan dan memunculkan wacana.
Fenomena tersebut, seperti ditulis John Fiske dalam bukunya berjudul
Cultural and Communication Studies (2011) seperti menggambarkan dua mahzab
utama dalam kajian komunikasi, yakni mahzab proses dan mahzab semiotika.
Proses komunikasi dapat terjadi dari terbitnya pemberitaan majalah Tempo
tersebut. Dari terbitnya pemberitaan tersebut dapat dilihat bagaimana komunikasi
itu didefinisikan sebagai sebuah proses penyampaian pesan, selain itu, komunikasi
juga dapat didefinisikan sebagai cara untuk menumbuhkan makna melalui wacana
pemberitaan.
Aspek yang ditekankan dalam penelitian ini adalah kajian mahzab
semiotika yang mengukur sejauh mana pesan-pesan yang diproduksi mampu
menumbuhkan makna baru. Melalui metode analisis teks, peneliti
mendeskripsikan citra militer yang hadir dalam pemberitaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan tinjauan latar belakang masalah di atas, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana citra militer di level teks, dengan analisis Teun A. Van Dijk,
itu dihadirkan dalam pemberitaan Majalah Tempo liputan khusus Pengakuan
Algojo 1965 edisi 1-7 Oktober 2012?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
Mendeskripsikan bagaimana citra militer di level teks, dengan analisis
Teun A. Van Dijk, itu dihadirkan dalam pemberitaan Majalah Tempo liputan
khusus Pengakuan Algojo 1965 edisi 1-7 Oktober 2012.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis-akademis, penelitian ini diharapkan dapat menyajikan
gambaran citra militer Indonesia yang dihadirkan dalam pemberitaan Majalah
Tempo melalui unsur-unsur berita, seperti angle pemberitaan, pilihan kata
(diksi), dan latar belakang sejarah.
2. Secara praktis, penelitian ini memberikan wawasan baru kepada masyarakat
tentang peran dan citra militer yang digambarkan melalui pemberitaan.
Sehingga masyarakat mampu menilai suatu fenomena sejarah bangsa secara
lebih kritis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
E. Kajian Teori
1. Definisi Komunikasi
John Fiske dalam bukunya berjudul Cultural and Communication Studies
(2011) membagi studi komunikasi menjadi dua mazhab utama. Mazhab pertama
melihat komunikasi sebagai transmisi pesan. Mazhab ini tertarik dengan
bagaimana pengirim dan penerima mengkonstruksi pesan (encode) dan
menerjemahkannya (decode), dan dengan bagaimana transmiter menggunakan
saluran dan media komunikasi. Mazhab ini melihat komunikasi sebagai suatu
proses yang dengannya seorang pribadi mempengaruhi perilaku atau state of mind
pribadi yang lain.8
Mazhab kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran
makna. Mazhab ini berkenaan dengan bagaimana pesan atau teks berinteraksi
dengan orang-orang dalam rangka menghasilkan makna; yakni, ia berkenaan
dengan peran teks dalam kebudayaan. Bagi mazhab ini, studi komunikasi adalah
studi tentang teks dan kebudayaan.9 Mahzab kedua ini digunakan oleh peneliti
dalam mengkaji pertumbuhan makna yang terjadi dari objek penelitian.
Mazhab proses cenderung mempergunakan ilmu-ilmu sosial, terutama
psikologi dan sosiologi, dan cenderung memusatkan dirinya pada tindakan
komunikasi. Sedangkan mazhab semiotika (mahzab kedua) cenderung
mempergunakan linguistik dan subjek seni serta cenderung memusatkan dirinya
pada karya komunikasi.10
8 John Fiske, Cultural and Communication Studies (Yogyakarta, 2011), hal. 8. 9 Ibid. hal. 9.
10 Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Masing-masing mazhab menafsirkan definisi komunikasi sebagai interaksi
sosial melalui pesan dengan caranya sendiri. Mazhab pertama mendefinisikan
interaksi sosial sebagai proses yang dengannya seorang pribadi berhubungan
dengan yang lain, atau mempengaruhi perilaku, state of mind atau respons
emosional yang lain, dan demikian pula sebaliknya. Sementara mazhab semiotika
(mazhab kedua) mendefinisikan interaksi sosial sebagai yang membentuk individu
sebagai anggota dari suatu budaya atau masyarakat tertentu.11
Kedua mahzab tersebut juga berbeda dalam pemahaman atas apa yang
membentuk pesan. Pada satu sisi, mazhab proses melihat pesan sebagai sesuatu
yang ditansmisikan melalui proses komunikasi. Kebanyakan pengikutnya percaya
bahwa tujuan (intention) merupakan suatu faktor yang krusial dalam memutuskan
apa yang membentuk sebuah pesan.12
Bagi semiotika, pesan merupakan suatu konstruksi tanda yang melalui
interaksinya dengan penerima, menghasilkan makna. Penekanan bergeser pada
teks dan bagaimana teks itu “dibaca.” Dan, membaca adalah proses menemukan
makna yang terjadi ketika pembaca berinteraksi atau bernegosiasi dengan teks.
Negosiasi ini terjadi karena pembaca membawa aspek-aspek pengalaman
budayanya untuk berhubungan dengan kode dan tanda yang menyusun teks.
Pembaca dengan pengalaman sosial berbeda atau dari budaya berbeda mungkin
menemukan makna yang berbeda pada teks yang sama.13
Pesan bukanlah sesuatu yang di kirim dari A ke B, melainkan suatu
elemen dalam sebuah hubungan terstruktur yang elemen-elemen lainnya termasuk 11 Ibid. 12 Ibid. hal. 10 13 Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
realitas eksternal dan produser/pembaca. Memproduksi dan membaca teks
dipandang sebagai proses yang pararel, jika tidak identik, karena mereka
menduduki tempat yang sama dalam hubungan terstruktur ini. Ilustrasi tersebut
dapat digambarkan melalui model struktur sebagai sebuah segitiga dengan anak
panah yang menunjukkan interaksi konstan; struktur tersebut tidaklah statis,
melainkan suatu praktik yang dinamis.14
Bagan 1. Pesan dan Makna15
Kedua mazhab tersebut juga terdapat dalam praktik komunikasi massa.
Pesan-pesan yang diproduksi merupakan sebuah proses komunikasi, yakni untuk
menyampaikan pesan. Di samping itu, produksi pesan tersebut juga dapat
menumbuhkan makna bagi komunikan yang mengolah pesan tersebut.
Dari beragam sumber, Jalaluddin Rakhmat merangkum definisi
komunikasi massa dalam pengertian sebagai jenis komunikasi yang ditujukkan
kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media
14 Ibid. hal. 11 15 Ibid.
Pesan
Teks
Makna
Produser Pembaca Referent
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
cetak maupun elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak
dan sesaat.16
Gerbner (1967) dalam Mass Media and Human Communication Theory
mendefinisikan komunikasi massa sebagai suatu proses memproduksi pesan dan
mendistribusikannya melalui lembaga dan menggunakan teknologi dari arus pesan
yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri.
“Mass communication is the technologically and institutionally based
production and distribution of the most broadly shared continuos flow of
messages in industrial societies”17
Media merupakan instrumen yang mampu menyampaikan informasi/pesan
secara cepat, serentak dan menjangkau khalayak luas. Akibat perkembangan
kebudayaan manusia, kebutuhan berkomunikasi dan informasi tidak lagi tercukupi
tanpa bantuan media massa. Media dibutuhkan manusia untuk dapat
menghubungkan dirinya dengan berbagai informasi, dengan dunia luar jangkauan
panca indra secara langsung. Maka yang dimaksud dengan komunikasi massa
(mass communication) adalah komunikasi melalui media.18
Menurut Mc. Luhan pers dan media massa merupakan the extension of
man, tangan panjang manusia. Melalui perangkat media massa itulah masyarakat
manusia dapat melanjutkan berkomunikasi.19
16 Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi (Bandung, 2009), hal. 189. 17 G. Gerbner, “Mass Media and Human Communication Theory”, Human Communication Theory, F.E.X. Dancer, ed. (New York, 1967) dikutip oleh Ibid. 18 Winarni, Komunikasi Massa Suatu Pengantar (Malang, 2003), hal. 20 di kutip oleh Nugrahati Dwi Sulistyowati, Ibid. hal. 26. 19 Jakob Utama, Pers Indonesia Berkomunikasi Dalam Masyarakat Tidak Tulus (Jakarta, 2001), hal. 4 dikutip oleh Nugrahati Dwi Sulistyowati, Ibid. hal. 26.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Sumber komunikasi massa bukanlah satu orang, melainkan suatu
organisasi formal, dan sang pengirimnya seringkali merupakan komunikator
profesional. Pesannya tidak unik dan beraneka ragam, serta dapat diperkirakan. Di
samping itu, pesan tersebut seringkali diproses, distandarisasi, dan selalu
diperbanyak. Pesan itu juga merupakan suatu produk dan komoditi yang
mempunyai nilai tukar, serta acuan simbolik yang mengandung nilai kegunaan.
Hubungan antara pengirim dan penerima bersifat satu arah dan jarang sekali
bersifat interaktif. Hubungan tersebut juga bersifat impersonal, bahkan mungkin
seringkali bersifat non-moral dan kalkulatif, dalam pengertian bahwa sang
pengirim biasanya tidak bertanggungjawab atas konsekuensi yang terjadi pada
para individu dan pesan yang dijualbelikan dengan uang atau ditukar dengan
perhatian tertentu.20
Bagan 2. Proses Komunikasi dalam Masyarakat21
Sedikit terjadi
Banyak terjadi
20 Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa, Suatu Pengantar (Jakarta, 1996), hal. 33-34. 21 Ibid. hal 6.
Masyarakat luas (mis.
Komunikasi massa)
Institusi/organisasi (mis.
Sistem politik atau badan
usaha)
Antarkelompok atau asosiasi
(mis. Komunitas setempat)
Dalam kelompok (intragroup)
(mis. keluarga)
Antarpribadi (interpersonal)
(mis. Dua orang, pasangan)
Dalam pribadi (intrapersonal)
(mis. Proses informasi)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Menurut Charles R. Wright, dalam komunikasi massa khalayak relatif
lebih besar, heterogen, dan anonim bagi sumber. Pengalaman bersifat publik dan
cepat. Sumber bekerja lewat suatu organisasi yang rumit alih-alih dalam isolasi,
dan pesan mungkin mewakili usaha banyak orang yang berbeda.22
Komunikasi massa hanya merupakan salah satu proses komunikasi yang
berlangsung pada peringkat masyarakat luas, yang identifikasinya ditentukan oleh
ciri khas institusionalnya (gabungan antara tujuan, organisasi, dan kegiatan yang
sebenarnya). Proses lain yang berkedudukan hampir sama dalam pengertian ruang
lingkup dan keberadaannya yang muncul dimana-mana adalah pemerintah,
pendidikan, dan agama. Masing-masing memiliki jaringan institusional tersendiri
yang kadangkala sangat banyak berkaitan dalam proses transmisi atau tukar-
menukar informasi dan gagasan. Terlepas dari hal itu, komunikasi massa lebih
banyak melibatkan orang untuk waktu yang lebih banyak pula meskipun
intesitasnya lebih rendah.23
2. Pengantar Jurnalistik
a. Pengertian Jurnalistik
Bermula dari kebiasaan orang-orang menceritakan kisah atau kabar
tentang subjek, orang, dan kejadian. Cara hidup ini mengawali bentuk jurnalisme
komunal dan tribal.24
Kini jurnalisme lahir dan berkembang dalam konsepsi
pemikiran baru namun sekilas sering kali kita dikecohkan oleh penggunaan istilah
22 Charles R. Wright. Mass Communication: A Sociological Perspective, edisi ketiga (New York, 1986) dikutip oleh Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss. Human Communication, Konteks-konteks komunikasi (Bandung, 2005), hal. 199. 23 Ibid. hal. 7. 24 Christopher K. Passante, The Complete Ideal’s Guide: Journalism (Jakarta, 2008), hal. 236.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
jurnalistik dan jurnalisme. Sejatinya jurnalistik itu sendiri adalah penulisan atau
pelaporan yang ditandai dengan penyajian fakta langsung dan objektif atau
deskripsi kejadian tanpa penafsiran dan opini pribadi. Pelaporan ini untuk
memberikan informasi akurat, lengkap, jelas, aktual, dan terpercaya yang
dibutuhkan masyarakat agar berfungsi ditengah kehidupan. Sedangkan jurnalisme
adalah idealisme yang dimiliki dalam penyajian proses pelaporan jurnalistik di
tengah-tengah masyarakat agar berfungsi dalam berkehidupan.25
Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa
Perancis, journ berarti catatan atau laporan harian. Secara sederhana jurnalistik
diartikan sebagai kegiatan pencatatan atau pelaporan setiap hari. Dengan demikian
jurnalistik bukanlah pers, bukan pula media massa. Jurnalistik adalah kegiatan
yang memungkinkan pers atau media massa bekerja dan diakui eksistensinya.
Curtis D. MacDougall menyebutkan bahwa journalisme adalah kegiatan
menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa. Jurnalisme sangat
penting di mana pun dan kapan pun, jurnalisme sangat diperlukan dalam suatu
negara demokratis. Tak peduli apa pun perubahan-perubahan yang terjadi di masa
depan—baik sosial, ekonomi, politik maupun yang lain-lainnya. Tak dapat
dibayangkan, akan pernah ada saatnya ketika tiada seorang pun yang fungsinya
mencari berita tentang peristiwa dan menyampaikan berita tersebut kepada
khalayak ramai, dibarengi dengan penjelasan tentang peristiwa itu.26
25 Drs. Mohammad Shoelhi, M.B.A., M.M., Komunikasi Internasional Perspektif Jurnalistik (Bandung, 2009), hal. 118. 26 Curtis D. MacDougall dikutip oleh Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktik (Bandung, 2006), hal. 15.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Menurut Haris Sumadiria, jurnalistik adalah kegiatan menyiapkan,
mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui
media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dan secepat-cepatnya.27
Terdapat kriteria nilai umum yang menjadi acuan jurnalis untuk
memutuskan fakta yang pantas dijadikan berita dan memilih mana yang lebih
baik, diantaranya: keluarbiasaan (unusualness), kebaruan (newness), akibat
(impact), aktual (timeliness), kedekatan (proximity), informasi (information),
konflik (conflict), orang penting (prominence), ketertarikan manusiawi (human
interest), kejutan (surprising), dan seks (sex).
Dalam menjalankan proses jurnalistik ada beberapa prinsip yang perlu
dipahami oleh wartawan. Bill Kovach dan Tom Rosentiel memperkenalkannya
sebagai sembilan elemen jurnalisme, yaitu:28
1) Kewajiban jurnalisme pada kebenaran;
2) Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada masyarakat;
3) Intisari jurnalisme adalah disiplin verifikasi;
4) Praktisinya harus menjaga independensi terhadap sumber berita;
5) Jurnalisme harus berlaku sebagai pemantau kekuasaan;
6) Jurnalisme harus menyediakan forum publik untuk kritik dan
dukungan masyarakat;
7) Jurnalisme harus berupaya buat hal-hal penting, menarik, dan relevan;
8) Jurnalisme harus menjaga agar berita komprehensif dan proporsional;
9) Para praktisinya harus diperbolehkan mengikuti nurani mereka.
27 AS Haris Sumadiria. Jurnalistik Indonesia: menulis berita dan feature panduan praktis jurnalis dan
profesional. (Bandung: 2006), hal. 80. 28 Dirangkum dari Bill Kovach dan Tom Rosentiel, Sembilan Elemen Jurnalisme. (Jakarta: 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Ninok Leksono menyebutkan ada empat sudut yang menjadi faktor
pendorong dan pemberi pengaruh yang amat besar dalam dinamisme terjadi dalam
dunia media dan jurnalistik. Keempat faktor tersebut adalah kemajuan teknologi,
perubahan gaya hidup masyarakat khususnya dalam memperoleh informasi,
respons industri media, dan yang terakhir, perkembangan dunia jurnalistik di
tengah berkembangnya dinamika baru tersebut.29
b. Definisi Majalah
Majalah adalah salah satu bentuk produk media cetak yang diterbitkan
dalam periodisasi tertentu. Biasanya didominasi oleh desain yang ciri khas sesuai
dengan jenis majalah yang diangkat. Selain tulisan, majalah juga dapat dilengkapi
dengan gambar, grafik, foto, dan lain sebagainya.
Berdasarkan Ensyclopedia Britannica, ada sejumlah kategori majalah,
antara lain: majalah umum, majalah berkualitas, majalah penerbangan, majalah
berita, divisi majalah dalam koran, majalah kota, majalah religious, majalah pria,
majalah wanita, shelter magazine, majalah pertanian, majalah olahraga, jurnal
perdagangan, majalah perusahaan, majalah fraternal-organisasi persaudaraan,
majalah opini, publikasi alternatif, majalah khusus lainnya.30
c. Definisi Feature News
Berita-berita atau tulisan-tulisan feature bisa mengenai kejadian-kejadian
apa saja yang kurang penting tetapi menarik. Cara penulisan yang dilakukan
dalam feature news ini ditekankan pada maksud untuk menghibur, menimbulkan
rasa heran, geli, takjub, cemas, terharu, kasihan, jengkel, atau untuk mendidik,
29 Ninok Leksono, “Surat Kabar di Tengah Era Baru Media dan Jurnalistik,” Kompas, Menulis Dari Dalam,
ed. St Sularto (Jakarta: 2007), hal. 261. 30 Septiawan Santana K., Jurnalisme Kontemporer (Jakarta: 2005), hal. 93-97.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
menambah pengetahuan, menimbulkan rasa keindahan, dan sebagainya.
Pendeknya, gaya kepenulisannya ditekankan pada emosi, pada sentuhan perasaan
manusia, pada human touch.
Tidak seperti menulis biasa, menulis feature memungkinkan reporter
“menciptakan” sebuah cerita. Memang, ia masih diikat etika bahwa tulisan harus
akurat, dan seterusnya, sebab feature, dengan segala “kebebasan”-nya, tetaplah
merupakan ragam tulisan jurnalistik—bukan fiksi.31
Beberapa feature ditulis dalam bentuk “aku”, sehingga memungkinkan
wartawan melibatkan emosi dan pikirannya sendiri. Keterlibatan emosi inilah
yang memberikan pada feature aspek “menyentuh” hati pembaca, yang sangat
jarang bisa dicapai oleh sebuah tulisan berita biasa. Keterlibatan emosional itu
pula yang memberikan kemungkinan pada feature untuk “enak dibaca.”32
Feature bisa berupa berita, bisa juga berupa karangan—tetapi dengan
syarat-syarat tertentu. Jika berupa berita, ia bukanlah berita dalam arti yang biasa,
bukan sekadar berita faktual, matter of fact news, melainkan berita yang dibuat
menarik dengan dibubuhi unsur human-touch, sentuhan perasaan manusia. Ini
artinya berita tersebut diolah sedemikian rupa, sehingga letak kelaikannya untuk
dimuat dalam media bukan karena berita itu penting, melainkan karena berita itu
ditulis secara menarik, atau memang beritanya itu sendiri menarik.33
31 Goenawan Mohamad, Seandainya Saya Wartawan Tempo (Jakarta: 2007), hal. 3. 32 Ibid, hal. 4. 33 Hikmat, Op.Cit,. hal. 219.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
3. Teori Citra
Citra adalah dunia menurut persepsi kita, atau pictures in our head (Water
Lippman, 1965), yang merupakan gambaran tentang realitas, mungkin saja—tidak
sesuai dengan realitas. Citra terbentuk berdasarkan informasi yang diterima
melalui berbagai media, utamanya media massa cetak dan elektronik, yang
bekerja membentuk, mempertahankan, atau meredefinisikan citra. Dari sudut
pandang ilmu sosial, salah satu pendekatan teoritik tentang penciptaan citra adalah
impression management -manajemen kesan- dimana citra dipandang sebagai
kesan seseorang atau suatu organisasi terhadap orang atau organisasi lain.34
Menurut Nimmo (1978), citra adalah segala hal yang berkaitan dengan
situasi keseharian seseorang; menyangkut pengetahuan, perasaan dan
kecenderungannya terhadap sesuatu. Sehingga citra dapat berubah seiring dengan
perjalanan waktu. Teori image building menyebutkan bahwa, citra akan terlihat
atau terbentuk melalui proses penerimaan secara fisik (panca indra), masuk ke
saringan perhatian (attention filter), dan dari situ menghasilkan pesan yang dapat
dilihat dan dimengerti (perseived message), yang kemudian berubah menjadi
persepsi dan akhirnya membentuk citra.35
4. Sejarah Partai Komunis Indonesia (PKI)
Perang dingin yang berlangsung pada 1947-1991 adalah sebutan bagi
munculnya ketegangan politik dan militer antara dunia barat yang dipimpin
Amerika Serikat dan sekutu NATO-nya dengan dunia komunis yang dipimpin Uni
34 Kamaruddin Hasan. “Komunikasi Politik dan Pencitraan: Analsis Teoritis Pencitraan Politik di Indonesia”
(Jurnal, Universitas Malikussaleh Lhokseumawe NAD, Indonesia, 2009), hal. 7. 35 Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Soviet beserta negara-negara satelitnya.36
Perbedaan ideologi terlihat sangat
mencolok diantara kedua negara tersebut. Atas segala kepentingan yang dimiliki,
mereka ingin menyebarkan pengaruh pada negara-negara sekitar.
Benih-benih paham komunisme datang dari luar negeri dan mulai
ditanamkan di bumi Indonesia pada masa sebelum Perang Dunia I yaitu dengan
datangnya seorang Pemimpin Buruh Negeri Belanda bernama H.J.F.M. Sneevliet.
Ia adalah seorang anggota Sociaal Democratische Arbeiderspartij (SDAP) atau
Partai Buruh Sosial Demokrat.37
Seiring berjalannya waktu, pemikiran Sneevliet mulai memengaruhi
tokoh-tokoh pergerakkan yang ada di Indonesia, diantaranya adalah Muso dan
Semaoen. Tokoh-tokoh ini kemudian bergerak secara radikal hingga akhirnya
lahir Partai Komunisme Indonesia pada 1914, dengan nama awal Indische
Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) (atau Persatuan Sosial Demokrat
Hindia Belanda) yang merupakan cikal bakal dari Partai Komunisme Indonesia
(PKI).
PKI merupakan partai yang berbasis pada nilai-nilai komunisme.
Perjuangan yang diusung PKI kerap melibatkan masyarakat kelas bawah, dalam
hal ini adalah para buruh dan petani, maka dengan waktu yang realtif singkat PKI
memperoleh dukungan massa yang banyak dari kalangan rakyat kelas menengah
ke bawah. Hal ini karena cita-cita komunisme menyangkut kepentingan buruh dan
rakyat kecil.
36 Dalam website http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_dingin yang diakses pada 24 Desember 2013 pukul 14.34 WIB. 37 Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V (Jakarta: 1993), hal. 198.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Kedudukan PKI di Indonesia semakin diperhitungkan. PKI menjadi salah
satu kekuatan besar yang ada di Indonesia. Hal ini diperkuat oleh kebijakan
Soekarno yang mengenalkan ideologi Nasakom (Nasionalis, Agama, dan
Komunis). Upaya ini dilakukan oleh Soekarno sebagai wujud untuk menyatukan
kekuatan yang ada di Indonesia pada waktu itu.
Soekarno pun mulai memosisikan PKI sebagai bagian penting dalam
menopang pemerintahannya. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Soekarno dalam
mempertahankan PKI di Indonesia salah satunya dengan pembentukan ideologi
Nasakom.
“….PKI mencoba menyakinkan Soekarno bahwa tanpa PKI kedudukannya
akan berada pada posisi yang lemah, baik terhadap ancaman dalam negeri
maupun gejolak politik internasional.
Upaya PKI boleh dikatakan berhasil dengan baik. Sukarno menjadi
lengket dengannya. Mulai diperkenalkan slogan-slogan baru yang secara
halus dan akrab dalam berbagai kesempatan baik dalam pidato dan media
lainnya. Manipol dengan tema-tema utama “menemukan kembali revolusi
kita”, “revolusi belum selesai” dan bahkan dalam berbagai kesempatan
ucapan Sukarno “jangan komunistofobi” dijadikan basis perlindungan
PKI. Hembusan slogan-slogan baru itu adalah suatu langkah maju dari
PKI untuk selanjutnya menyelibkan ideologinya dan seterusnya
memasukkan personalnya ke dalam berbagai kegiatan di lapangan politik,
ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan. Dengan demikian, gerakannya
menjadi sangat leluasa, dan dalam kenyataannya hampir seluruh kekuatan
politik tidak lagi mampu menghadapi PKI.”38
Pada 30 September 1965 bangsa Indonesia mengalami duka yang
mendalam saat terdengar kabar terbunuhnya tujuh jenderal. Beragam spekulasi
bermunculan terkait siapa dalang dibalik pembunuhan tersebut. Salah satu isu
yang terkenal hingga kini, pembunuhan tersebut didalangi oleh orang-orang
38 J.R. Chaniago, dkk. Di Tugaskan Sejarah, Perjuangan Merdeka 1945-1985 (Jakarta: 1987), hal. 81.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
komunis sebagai bentuk pemberontakan terhadap pemerintahan Indonesia dan
sebagai upaya mengganti ideologi negara dengan ideologi komunisme.
Ketika menjadi jelas siapa dalang Gestapu (Gerakan 30 September), maka
dengan serentak partai-partai politik dan organisasi-organisasi massa (ormas)
yang pancasilais menggabungkan diri dalam front yang dinamakan Front
Pancasila yang bertujuan menuntut pembubaran PKI.39
Hal itu menjadi gejolak politik yang dahsyat bagi pemerintahan Sukarno.
Sejak peristiwa itu, PKI dianggap sebagai organisasi terlarang, dan anggota-
anggota yang tergabung dalam wadah PKI ditumpas sampai akar-akarnya.
Peristiwa ini pun ditandai dengan pembunuhan besar-besaran terhadap orang-
orang PKI maupun orang-orang yang dianggap PKI di hampir seluruh wilayah
Indonesia
5. Sejarah Militer Indonesia
Negara Indonesia pada awal berdirinya sama sekali tidak mempunyai
kesatuan tentara. Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang dibentuk dalam sidang
PPKI tanggal 22 Agustus 1945 dan diumumkan oleh Presiden pada tanggal 23
Agustus 1945 bukanlah tentara sebagai suatu organisasi kemiliteran yang resmi.
BKR baik di pusat maupun di daerah berada di bawah wewenang Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan KNI Daerah tidak berada di bawah perintah
presiden sebagai panglima tertinggi angkatan perang. BKR juga tidak berada di
bawah koordinasi Menteri Pertahanan. BKR hanya disiapkan untuk memelihara
39 C.S.T. Kansil, S.H. dan Drs. Julianto, M.A. Sejarah Perjuangan Pergerakkan Kebangsaan Indonesia (Jakarta: 1985), hal. 82.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
keamanan setempat agar tidak menimbulkan kesan bahwa Indonesia menyiapkan
diri untuk memulai peperangan menghadapi sekutu.
Akhirnya, melalui Maklumat Pemerintah tanggal 5 Oktober 1945 (hingga
saat ini diperingati sebagai hari kelahiran TNI), BKR diubah menjadi Tentara
Keamanan Rakyat (TKR). Pada tanggal 7 Januari 1946, Tentara Keamanan
Rakyat berganti nama menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian pada 24
Januari 1946, diubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Saat itu di
Indonesia terdapat barisan-barisan bersenjata lainnya di samping Tentara
Republik Indonesia, maka pada tanggal 5 Mei 1947, Presiden Sukarno
mengeluarkan keputusan untuk mempersatukan Tentara Republik Indonesia
dengan barisan-barisan bersenjata tersebut menjadi Tentara Nasional Indonesia
(TNI). Penyatuan itu terjadi dan diresmikan pada tanggal 3 Juni 1947.
Pada masa Orde Baru, militer di Indonesia lebih sering disebut dengan
ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). ABRI adalah sebuah lembaga
yang terdiri dari unsur angkatan perang dan kepolisian negara (Polri). Pada masa
awal Orde Baru unsur angkatan perang disebut dengan ADRI (Angkatan Darat
Republik Indonesia), ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) dan AURI
(Angkatan Udara Republik Indonesia). Namun sejak Oktober 1971 sebutan resmi
angkatan perang dikembalikan lagi menjadi Tentara Nasional Indonesia, sehingga
setiap angkatan disebut dengan TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut dan TNI
Angkatan Udara.
Pada masa Orde Baru ketika Presiden Soeharto berkuasa, TNI ikut serta
dalam dunia politik di Indonesia. Keterlibatan militer dalam politik Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
adalah bagian dari penerapan konsep Dwifungsi ABRI yang kelewat menyimpang
dari konsep awalnya. Pada masa ini banyak sekali orang-orang militer
ditempatkan di berbagai perusahaan dan instansi pemerintahan. Di lembaga
legislatif, ABRI mempunyai fraksi sendiri di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Anggota-anggota tersebut diangkat
tanpa melalui proses pemilu. Mereka sering disebut dengan Fraksi ABRI atau
biasa disingkat FABRI.
Setelah jatuhnya Soeharto pada tahun 1998, gerakan demokratis dan sipil
tumbuh mengganti peran militer dalam keterlibatan politik di Indonesia. Sebagai
hasilnya, TNI dimasa ini telah mengalami reformasi tertentu, seperti penghapusan
Dwifungsi ABRI. Reformasi ini juga melibatkan penegak hukum dalam
masyarakat sipil umum, yang mempertanyakan posisi polisi Indonesia di bawah
payung angkatan bersenjata. Pada tahun 2000, Kepolisian Negara Republik
Indonesia secara resmi kembali berdiri sendiri dan merupakan sebuah entitas yang
terpisah dari militer. Nama resmi militer Indonesia juga berubah dari Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia kembali menjadi Tentara Nasional Indonesia.
6. Definisi Analisis Wacana
Wacana muncul dari penggunaan bahasa sehari-hari. Bahasa tersebut telah
terpengaruhi oleh konteks sosial yang ada.
“Discourse is a form of language use, and Discourse Analysis
(DA) is the analytical framework which was created for studying actual
text and talk in the communicative context. Fitch (2005) believes that the
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
early DA focused on the internal structure of texts. With the emergence of
Systemic-Functional Linguistics (Hallliday, 1978)”40
Menurut Littlejohn, analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan
dalam komunikasi, lebih tepatnya telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik)
bahasa. Analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat
dalam komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian kalimat,
fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih kompleks dan
inheren yang disebut wacana.41
Menurut Alex Sobur, pengertian wacana sebagai rangkaian ujar atau
rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan
secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur
segmental maupun nonsegmental bahasa.42
Berdasarkan level konseptual teoritis, wacana diartikan sebagai domain
umum dari semua pernyataan, yaitu semua ujaran atau teks yang mempunyai
makna dan mempunyai efek dalam dunia nyata. Sementara, dalam konteks
penggunaannya, wacana berarti sekumpulan pernyataan yang dapat
dikelompokkan ke dalam kategori konseptual tertentu. Pengertian ini menekankan
pada upaya untuk mengidentifikasi struktur tertentu dalam wacana, yaitu
kelompok ujaran yang diatur dengan suatu cara tertentu, misalnya wacana
imperialisme dan wacana feminisme. Sedangkan dilihat dari metode
40
Forough Rahimi and Mohammad Javad Riasati. “Critical Discourse Analysis: Scrutinizing Ideologically-
Driven Discourse” (Jurnal, Shiraz Branch, Islamic Azad University, Iran, 2011), hal. 1. 41Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis
Framing (Bandung: 2009), hal. 48. 42 Ibid. hal. 11.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
penjelasannya, wacana merupakan suatu praktik yang diatur untuk menjelaskan
sejumlah pertanyaan.43
Analisis wacana merupakan bentuk analisis yang relatif baru dan
berkembang terutama sejak tahun 1970-an, seiring dengan studi mengenai
struktur, fungsi, dan proses dari suatu teks. Analisis wacana merupakan salah satu
alternatif dari analisis isi kuantitatif yang paling sentral, paling luas, dan
dipraktikkan secara luas. Karakteristik analisis isi kuantitatif, mengikuti Barelson,
adalah teknik penelitian untuk menguraikan secara objektif, sistematik, dan
kuantitatif isi komunikasi.44
Dalam teori analisis wacana terdapat beberapa ahli yang mencetuskan
pemikirannya dengan beragam model. Meskipun model-model tersebut memiliki
pola yang berbeda, ada beberapa persamaan diantara model-model tersebut.45
Pertama, ideologi menjadi bagian yang sentral bahkan terpenting dalam analisis
semua model. Kedua, semua model berpandangan kekuasaan (power) menjadi
bagian yang sentral dalam setiap analisis. Ketiga, semua model berpandangan
bahwa wacana dapat dimanipulasi oleh kelompok dominan atau kelas yang
berkuasa dalam masyarakat untuk memperbesar kekuasaannya. Keempat, semua
model menggunakan unit bahasa sebagai alat untuk mendeteksi ideologi dalam
teks. Berikut ini adalah perbandingan model-model dalam analisis wacana, yang
dibedakan melalui tingkat analisis:46
43 Ibid. 44 Denis Mc Quail, Mass Communication Theory: An Introduction, Third Edition, London, Sage Publication, 1995, hlm. 276-277, dikutip oleh Eriyanto Op.Cit. 45 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: 2012), hal. 342-343. 46 Ibid. hal. 344.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Tabel 1. Tingkat Analisis Model Teori Analisis Wacana Dari Pendapat Ahli
Model Tingkat Analisis
Mikro (teks) Meso Makro (Sosial)
Roger Fowler,
Robert Hudge,
Gunther Kress, dan
Tony Trew
§ §
Theo Van Leeuwen § §
Sara Mils § §
Teun A. Van Dijk § § §
Norman Fairclough § § §
Secara umum ada tiga tingkatan analisis dalam analisis wacana. Pertama,
analisis mikro, yakni analisis pada teks semata, yang dipelajari terutama unsur
bahasa yang dipakai. Kedua, analisis makro, yakni analisis struktur sosial,
ekonomi, politik, dan budaya masyarakat. Analisis ini pada dasarnya ingin
menggambarkan bagaimana kekuatan-kekuatan dominan yang ada dalam
masyarakat menentukan wacana yang dikembangkan dan disebarkan kepada
khalayak. Termasuk juga dalam analisis makro ini adalah institusi media itu
sendiri, baik ekonomi maupun politik media itu di tengah masyarakatnya. Ketiga,
analisis messo, yakni analisis pada diri individu sebagai penghasil atau
pemroduksi teks, termasuk juga analisis pada khalayak sebagai konsumen teks.47
Guy Cook menyebut ada tiga hal sentral dalam pengertian wacana, yakni
teks, konteks, dan wacana. Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-
kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi,
ucapan, musik, gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Konteks memasukkan
semua situasi dan hal yang berbeda di luar teks dan memengaruhi pemakaian
47 Ibid. hal. 344-345.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi dimana teks tersebut diproduksi,
fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya. Wacana dimaknai sebagai teks dan
konteks secara bersama-sama. Titik perhatian dari analisis wacana adalah
menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses
komunikasi.48
Norman Fairclough dalam Media Discourse (1995) juga menjelaskan
bahwa dalam analisis teks tidak bisa memisahkan teks dengan kondisi sosial. Ada
korelasi diantara keduanya yang akhirnya bisa saling memengaruhi.
“Analysis of text is concerned with both their meanings and their forms.
Although it may be useful analytically to contrast these two aspects of text, it is in
reality difficult to separate them.”49
Wacana tidak dianggap sebagai wilayah yang konstan namun terjadi di
mana saja, dan kapan saja, dalam situasi apa saja. Wacana dibentuk sehingga
harus ditafsirkan dalam kondisi dan situasi yang khusus. Ada beberapa konteks
yang penting karena berpengaruh terhadap produksi wacana. Pertama, partisipan
wacana, latar siapa yang memproduksi wacana. Jenis kelamin, umur, pendidikan,
kelas sosial, etnis, agama, dan masih banyak hal relevan dalam menggambarkan
wacana. Kedua, setting sosial tertentu, seperti tempat, waktu, posisi pembicara,
dan pendengar atau lingkungan fisik.50
a. Teori Analisis Wacana
Penelitian ini menggunakan pendekatan kognisi sosial yang dikembangkan
oleh pengajar di Universitas Amsterdam, Belanda, Teun A. Van Dijk, sebagai
48 Ibid. hal. 9. 49 Norman Fairclough, Media Discourse (London: 1995), hal. 57. 50 Eriyanto, Op.Cit., hal. 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
pisau analisisnya. Model Teun A. Van Dijk mengelaborasi elemen-elemen wacana
sehingga mudah diaplikasikan,51
model ini dianggap cocok diterapkan dalam
tujuan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
Jika menggunakan model analisis wacana yang dikembangkan oleh Roger
Fowler, Robert Hodge, Gunther Kress, Tony Trew mengatakan bahwa ideologi
dan kekuasaan itu tercermin dan terekspresikan lewat teks. Dari teks tersebut
dapat diketahui ideologi apa yang menjadi panutan dari pembuat teks.
Model analisis wacana Theo Van Leeuwen juga menganggap bahasa
sebagai cerminan ideologi, sehingga dengan mempelajari bahasa yang tercermin
dalam teks, ideologi yang muncul dapat dibongkar. Theo Van Leeweun secara
lebih luas melihat teks itu sebagai suatu strategi wacana, bagaimana penafsiran
atas realitas, penggambaran seseorang atau kelompok dalam masyarakat itu bukan
hanya terjadi pada pemakaian kosakata atau kalimat tetapi juga pada elemen
wacana lain.52
Model analisis wacana Sara Mills, menitikberatkan perhatiannya pada
wacana feminisme: bagaimana wanita ditampilkan dalam teks, baik novel,
gambar, foto, ataupun dalam berita. Sehingga model-model analisis wacana
tersebut kurang cocok untuk diterapkan dalam penelitian ini.
b. Model Analisis Teun A. Van Dijk
Teun A. Van Dijk mengenalkan model analisis wacana yang dikenal
sering disebut sebagai kognisi sosial. Menurut Teun A. Van Dijk, penelitian atas
wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks
51 Alex Sobur dikutip oleh Ibid. hal. 21 52 Eriyanto, Op.Cit., hal. 346-348.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus diamati. Namun juga perlu
melihat bagaimana suatu teks diproduksi, struktur sosial, dominasi, dan
kelompok/pikiran dan kesadaran yang membentuk serta berpengaruh terhadap
suatu teks tertentu sehingga memeroleh pengetahuan mengapa suatu teks dapat
diproduksi demikian.53
Kognisi sosial memiliki dua arti. Pertama, menunjukkan bagaimana proses
teks tersebut diproduksi wartawan/media, kedua, menggambarkan nilai-nilai yang
ada di masyarakat itu diserap oleh wartawan dan akhirnya digunakannya untuk
membuat teks berita.54
Model dari analisis Teun A. Van Dijk dapat digambarkan
mempunyai tiga dimensi bangunan: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.
Gambar 1. Model Analisis Wacana Teun A. Van Dijk
Inti dari analisis Teun A. Van Dijk adalah menggambarkan ketiga dimensi
wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang diteliti
adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk
menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses
53 Ibid. hal. 221-224. 54 Ibid. hal. 222.
Konteks
Kognisi Sosial
Teks
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan
aspek ketiga mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat
akan suatu masalah. Analisis Teun A. Van Dijk menghubungkan analisis
tekstual—ke arah analisis yang komprehensif bagaimana teks berita itu
diproduksi, baik dalam hubungannya dengan individu wartawan maupun dari
masyarakat.55
Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada struktur teks,
tetapi juga bagaimana suatu teks diproduksi. Dalam kerangka analisis wacana
Teun A. Van Dijk perlu ada penelitian mengenai kognisi sosial; kesadaran mental
wartawan yang membentuk teks tersebut.56
Proses studi wacana memiliki struktur yang lebih kompleks dibandingkan
dengan studi bahasa. Hal tersebut dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi
makna pada proses sosial yang terjadi, sebagaimana diungkapkan Van Dijk dan
Fairclough dalam kutipan sebagai berikut:
“‘Discourse’ had some decisive advantages over ‘language’ when it was
first proposed because of different meanings it covered, contradictions it allowed.
Compared with ‘language’ it included studies of processes and structures,
language and thought, social processes and meanings in circulation.”57
Menurut Littlejohn, antara bagian teks dalam model Teun A. Van Dijk
dilihat saling mendukung arti yang koheren satu sama lain.58
Hal ini karena semua
teks dipandang Teun A. Van Dijk mempunyai suatu aturan yang dapat dilihat
55 Ibid. hal. 224. 56 Ibid. hal. 259-260. 57 Bob Hodge. “Ideology, Identity, Interaction: Contradictions and Challenges for Critical Discourse
Analysis” (Jurnal, University of Western Sydney, Australia, 2012), hal. 3. 58 Stephen P. Littlejohn, Theories of Human Communication, Fourt Edition, Belmont, California, Wadsworth Publishing Company, 1992, hal. 93-94 dikutip oleh Eriyanto dalam Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
sebagai suatu piramida. Makna global dari suatu teks didukung oleh kata, kalimat,
dan proposisi yang dipakai. Pernyataan/tema pada level umum didukung oleh
pilihan kata, kalimat, atau retorika tertentu. Prinsip ini membantu peneliti untuk
mengamati bagaimana suatu teks terbangun lewat elemen-elemen yang lebih
kecil. Skema ini juga memberikan peta untuk memelajari suatu teks sehingga
tidak hanya mengerti apa isi dari suatu teks berita, tetapi juga elemen yang
membentuk teks berita, kata, kalimat, paragraf, dan proposisi. Struktur teks
tersebut digambarkan sebagai berikut (Tabel 2):
Tabel 2. Struktur Teks Teun A. Van Dijk59
Stuktur Makro
Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari
topik/tema yang diangkat oleh suatu teks
Superstruktur Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi
penutup dan kesimpulan
Struktur Mikro
Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan
kata, kalimat dan gaya yang dipakai oleh suatu teks
Pemakaian kata, kalimat, proposisi, dan retorika tertentu oleh media
dipahami Teun A. Van Dijk sebagai bagian dari strategi wartawan. Pemakaian
kata-kata tertentu, kalimat, gaya tertentu bukan semata-mata dipandang sebagai
cara berkomunikasi, tetapi dipandang sebagai politik berkomunikasi—suatu cara
untuk mempengaruhi pendapat umum, menciptakan dukungan, memperkuat
legitimasi, dan menyingkirkan lawan atau penentang. Struktur wacana adalah cara
yang efektif untuk melihat proses retorika dan persuasi yang dijalankan ketika
59Eriyanto, Op.Cit., hlm 227.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
seseorang menyampaikan pesan. Kata-kata tertentu mungkin dipilih untuk
mempertegas pilihan dan sikap, membentuk kesadaran politik, dan sebagainya.
Berikut akan diuraikan satu per satu elemen wacana Teun A. Van Dijk tersebut.60
Tabel 3. Elemen Wacana Teun A. Van Dijk
Struktur
Wacana
Hal yang diamati Elemen
Struktur Makro Tematik
Tema/topik yang dikedepankan dalam
suatu berita.
Topik
Superstruktur Skematik
Bagaimana bagian dan urutan berita
diskemakan dalam teks berita yang utuh.
Skema
Struktur Mikro Semantik
Makna yang ingin ditekankan dalam teks
berita. Misal dengan memberi detil pada
satu sisi atau memuat eksplisit satu sisi dan
mengurangi sisi lain
Latar, Detil,
Maksud,
Praanggapan,
Nominalisasi
Struktur Mikro Sintaksis
Bagaimana kalimat (bentuk, susunan) yang
dipilih.
Bentuk
Kalimat,
Koherensi,
Kata Ganti
Struktur Mikro Stilistik
Bagaimana pilihan kata yang dipakai
dalam teks berita
Leksikon
Struktur Mikro Retoris
Bagaimana dan dengan cara apa penekanan
dilakukan
Grafis,
Metafora,
Ekspresi
1) Definisi Elemen Tematik
Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga
disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Topik
menggambarkan apa yang ingin diungkapkan oleh wartawan dalam
pemberitaannya. Topik menunjukkan konsep dominan, sentral, dan paling penting
dari sisi suatu berita. Oleh karena itu, ia sering disebut sebagai tema atau topik.
60 Ibid. 227-228.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Topik menggambarkan gagasan apa yang dikedepankan atau gagasan inti dari
wartawan ketika melihat atau memandang suatu peristiwa.61
Teks tidak hanya didefinisikan mencerminkan suatu pandangan tertentu
atau topik tertentu, tetapi suatu pandangan umum yang koheren. Van Dijk
menyebut ini sebagai koherensi global (global coherence), yakni bagian-bagian
dalam teks kalau dirunut menunjuk pada suatu titik gagasan umum, dan bagian-
bagian itu saling mendukung satu sama lain untuk menggambarkan topik umum
tersebut. Topik menggambarkan tema umum dari suatu teks berita, topik ini akan
didukung oleh subtopik satu dan subtopik lain yang saling mendukung
terbentuknya topik umum. Subtopik ini juga didukung oleh serangkaian fakta
yang ditampilkan dan menunjuk serta menggambarkan subtopik, sehingga dengan
subbagian yang saling mendukung antara satu bagian dengan bagian yang lain,
teks secara keseluruhan membentuk teks yang koheren dan utuh.62
Gagasan Van Dijk ini didasarkan pada pandangan ketika wartawan
meliput suatu peristiwa dan memandang suatu masalah didasarkan pada suatu
mental atau pikiran tertentu. Kognisi atau mental ini secara jelas dapat dilihat dari
topik yang dimunculkan dalam berita, maka semua elemen dalam berita mengacu
dan mendukung topik dalam berita. Elemen lain dipandang sebagai bagian dari
strategi yang dipakai oleh wartawan untuk mendukung topik yang ingin
ditekankan dalam pemberitaan.63
61 Ibid. hal. 229-230. 62 Ibid. hal. 230. 63 Ibid. hal. 230-231.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
2) Definisi Elemen Skematik
Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan
sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks
disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Meskipun mempunyai
bentuk dan skema yang beragam, berita umumnya secara hipotetik mempunyai
dua kategori skema besar. Pertama, summary yang umumnya ditandai dengan dua
elemen yakni judul dan lead. Elemen skema ini merupakan elemen yang
dipandang paling penting. Judul dan lead umumnya menunjukkan tema yang
ingin ditampilkan oleh wartawan dalam pemberitaannya. Lead ini umumnya
sebagai pengantar ringkasan apa yang ingin dikatakan sebelum masuk dalam isi
berita secara lengkap. Kedua, story yakni isi berita secara keseluruhan. Isi berita
secara hipotetik juga mempunyai dua subkategori. Pertama, berupa situasi yakni
proses atau jalannya peristiwa, kedua, komentar yang ditampilkan dalam teks.64
Menurut Van Dijk, arti penting dari skematik adalah strategi wartawan
untuk mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan menyusun
bagian-bagian dengan urutan tertentu. Skematik memberikan tekanan mana yang
didahulukan, dan bagian mana yang kemudian bisa digunakan sebagai strategi
untuk menyembunyikan informasi penting.65
3) Definisi Elemen Semantik
a) Latar
Latar merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi semantik (arti)
yang ingin ditampilkan. Seorang wartawan ketika menulis berita biasanya
64 Ibid. hal. 231-232. 65 Ibid. hal. 234.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
mengemukakan latar belakang atas peristiwa yang ditulis. Latar yang dipilih
menentukan ke arah mana pandangan khalayak hendak dibawa. Latar umumnya
ditampilkan di awal sebelum pendapat wartawan yang sebenarnya muncul dengan
maksud mempengaruhi dan memberi kesan bahwa pendapat wartawan sangat
beralasan. Oleh karena itu, latar membantu menyelidiki bagaimana seseorang
memberi pemaknaan atas suatu peristiwa.66
Latar dapat menjadi alasan pembenar gagasan yang diajukan dalam suatu
teks. Oleh karena itu, latar teks merupakan elemen yang berguna karena dapat
membongkar maksud yang ingin disampaikan oleh wartawan. Biasanya maksud
atau isi utama tidak diuraikan dalam teks, tetapi dengan melihat latar apa yang
ditampilkan dan bagaimana latar tersebut disajikan, kita bisa menganalisis apa
maksud tersembunyi yang ingin dikemukakan oleh wartawan sesungguhnya. 67
Latar peristiwa itu dipakai untuk menyediakan dasar hendak ke mana
makna teks dibawa. Ini merupakan cerminan ideologis, di mana wartawan dapat
menyajikan latar belakang dapat juga tidak, tergantung kepada kepentingan
mereka.68
b) Detil
Elemen wacana detil berhubungan dengan kontrol informasi yang
ditampilkan seseorang. Komunikator akan menampilkan secara berlebihan
informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan
66 Ibid. hal. 235. 67 Ibid. hal. 235-236. 68 Ibid. hal. 236.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
menampilkan informasi dalam jumlah sedikit, jika hal tersebut merugikan
kedudukannya.69
Informasi yang menguntungkan komunikator, bukan hanya ditampilkan
secara berlebih tetapi juga dengan detil yang lengkap kalau perlu dengan data-
data. Detil yang lengkap dan panjang lebar merupakan penonjolan yang dilakukan
secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu kepada khalayak. Detil yang
lengkap itu akan dihilangkan kalau berhubungan dengan sesuatu yang
menyangkut kelemahan atau kegagalan dirinya.70
Elemen detil merupakan strategi bagaimana wartawan mengekspresikan
sikapnya dengan cara yang implisit. Sikap atau wacana yang dikembangkan oleh
wartawan kadangkala tidak perlu disampaikan secara terbuka, tetapi dari detil
bagian mana yang dikembangkan dan mana yang diberitakan dengan detil besar,
akan menggambarkan bagaimana wacana yang dikembangkan oleh media.71
c) Maksud
Elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan komunikator
akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya, informasi yang merugikan
akan diuraikan secara tersamar, implisit, dan tersembunyi. Tujuan akhirnya adalah
publik hanya disajikan informasi yang menguntungkan komunikator. Informasi
yang menguntungkan disajikan secara jelas, dengan kata-kata yang tegas, dan
menunjuk langsung pada fakta. Sementara itu, informasi yang merugikan
disajikan dengan kata tersamar, eufismistik, dan berbelit-belit.72
69 Ibid. hal. 238. 70 Ibid. hal. 227-228. 71 Ibid. 72 Ibid. hal. 240.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Dalam konteks media, elemen maksud menunjukkan bagaimana secara
implisit dan tersembunyi wartawan menggunakan praktik bahasa tertentu untuk
menonjolkan basis kebenarannya dan secara implisit pula menyingkirkan versi
kebenaran lain.73
d) Pranggapan
Elemen wacana praanggapan (presupposition) merupakan pernyataan
yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks. Praanggapan adalah upaya
mendukung pendapat dengan memberikan premis yang dipercaya kebenarannya.
Praanggapan hadir dengan pernyataan yang dipandang terpercaya sehingga tidak
perlu dipertanyakan.74
4) Definisi Elemen Sintaksis
a) Koherensi
Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, atau kalimat dalam teks.
Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta berbeda dapat dihubungkan
sehingga tampak koheren. Fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi
berhubungan ketika seseorang menghubungkannya.75
Koherensi merupakan elemen wacana untuk melihat bagaimana seseorang
secara strategis menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau
peristiwa. Apakah peristiwa itu dipandang saling terpisah, berhubungan, atau
malah sebab akibat. Pilihan-pilihan mana yang diambil ditentukan oleh sejauh
mana kepentingan komunikator terhadap peristiwa tersebut.76
73 Ibid. hal. 241. 74 Ibid. hal. 256. 75 Ibid. hal. 242. 76 Ibid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Koherensi mudah diamati diantaranya dari kata hubung (konjungsi) yang
dipakai untuk menghubungkan fakta. Apakah dua kalimat dipandang sebagai
hubungan kausal (sebab-akibat), hubungan keadaan, waktu, kondisi, dan
sebagainya. Koherensi merupakan elemen yang menggambarkan bagaimana
peristiwa dihubungkan atau dipandang saling terpisah oleh wartawan.77
b) Koherensi Kondisional
Koherensi kondisional diantaranya ditandai dengan pemakaian anak
kalimat sebagai penjelas. Di sini ada dua kalimat, di mana kalimat kedua adalah
penjelas atau keterangan dari proposisi pertama, yang dihubungkan dengan kata
hubung (konjungsi) seperti “yang”, atau “di mana”. Kalimat kedua fungsinya
dalam kalimat semata hanya penjelas (anak kalimat), sehingga ada atau tidak ada
kalimat itu menjadi cermin kepentingan komunikator karena didapat memberi
keterangan baik atau buruk terhadap suatu pernyataan.78
c) Koherensi Pembeda
Koherensi pembeda berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua
peristiwa dihubungkan/dijelaskan, maka koherensi pembeda berhubungan dengan
pertanyaan bagaimana dua peristiwa atau fakta itu hendak dibedakan. Dua buah
peristiwa dapat dibuat seolah-olah saling bertentangan dan berseberangan
(contrast) dengan menggunakan koherensi ini.79
d) Pengingkaran
Elemen wacana pengingkaran adalah bentuk praktik wacana yang
menggambarkan bagaimana wartawan menyembunyikan apa yang ingin
77 Ibid. hal. 243. 78 Ibid. hal. 244. 79 Ibid. hal. 247.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
diekspresikan secara implisit. Dalam arti yang umum, pengingkaran menunjukkan
seolah wartawan menyetujui sesuatu, padahal ia tidak setuju dengan memberikan
argumentasi atau fakta yang menyangkal persetujuannya tersebut. Dengan kata
lain, pengingkaran merupakan bentuk strategi wacana di mana wartawan tidak
secara tegas dan eksplisit menyampaikan pendapat dan gagasannya kepada
khalayak.80
Pengingkaran adalah sebuah elemen di mana kita bisa membongkar sikap
atau ekspresi wartawan yang disampaikan secara tersembunyi. Hal yang
tersembunyi itu dilakukan oleh wartawan seolah ia menyetujui suatu pendapat,
padahal yang dia inginkan adalah sebaliknya.81
e) Bentuk Kalimat
Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara
berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas. Bentuk kalimat ini bukan hanya bentuk
kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan
kalimat. 82
Bentuk kalimat menentukan apakah kalimat subjek diekpresikan secara
eksplisit atau implisit dalam teks. Kalimat aktif umumnya digunakan agar
seseorang menjadi subjek dari tanggapannya, sebaliknya kalimat pasif
menempatkan seseorang sebagai objek. 83
80 Ibid. hal. 249. 81 Ibid. hal. 250. 82 Ibid. hal. 250. 83 Ibid. hal. 251.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
f) Kata Ganti
Elemen kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan
menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai
oleh komunikator untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana.84
5) Definisi Elemen Stilistik (Leksikon)
Elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata
atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Suatu fakta umumnya terdiri atas
beberapa kata yang merujuk pada fakta. Pemilihan kata yang dipakai tidak semata
hanya karena kebetulan, tetapi juga secara ideologis menunjukkan bagaimana
pemaknaan seseorang terhadap fakta/realitas. Pilihan kata-kata yang dipakai
menunjukkan sikap dan ideologi tertentu. Peristiwa sama dapat digambarkan
dengan pilihan kata yang berbeda-beda.85
6) Definisi Elemen Retoris
a) Grafis
Elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau
ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang dapat diamati
dari teks. Dalam wacana berita, grafis ini biasanya muncul lewat bagian tulisan
yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain misalnya dengan pemakaian huruf
tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, dan huruf yang dibuat dengan ukuran
lebih besar. Termasuk di dalamnya adalah pemakaian caption, raster, grafik,
gambar, atau tabel untuk mendukung arti penting suatu pesan. Bagian–bagian
84 Ibid. hal. 253. 85 Ibid. hal. 255.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
yang ditonjolkan ini menekankan kepada khalayak pentingnya bagian tersebut.
Bagian yang dicetak berbeda adalah bagian yang dipandang penting oleh
komunikator, di mana ia menginginkan khalayak menaruh perhatian lebih pada
bagian tersebut. 86
Elemen grafik memberikan efek kognitif, dalam arti ia mengontrol
perhatian dan ketertarikan secara intensif dan menunjukkan apakah suatu
informasi itu dianggap penting dan menarik sehingga harus dipusatkan/
difokuskan. Melalui citra, foto, tabel, penempatan teks, tipe huruf, dan elemen
grafis lain yang dapat memanipulasi secara tidak langsung pendapat ideologis
yang muncul.87
b) Metafora
Seorang wartawan tidak hanya menyampaikan pesan pokok lewat teks,
tetapi juga kiasan, ungkapan, metafora yang dimaksudkan sebagai ornamen atau
bumbu dari suatu berita. Akan tetapi, pemakaian metafora tertentu bisa menjadi
petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks. Metafora tertentu dipakai oleh
wartawan secara strategis sebagai landasan berpikir, alasan pembenar atas
pendapat atau gagasan tertentu kepada publik. Wartawan menggunakan
kepercayaan masyarakat, ungkapan sehari-hari, peribahasa, pepatah, petuah
leluhur, kata-kata kuno, bahkan mungkin ungkapan yang diambil dari ayat-ayat
suci—yang semuanya dipakai untuk memperkuat pesan utama.88
86 Ibid. hal. 257-258. 87 Ibid. hal. 258. 88 Ibid. hal. 259.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
F. Kerangka Berpikir
Berdasarkan uraian di atas, kerangka berpikir dalam penelitian ini
digambarkan seperti bagan di bawah ini:
Bagan 3. Kerangka Berpikir dalam Penelitian
.
Bagan 3 di atas adalah kerangka berpikir dalam penelitian ini yang dimulai
dari munculnya beberapa latar belakang masalah. Isu dalam latar belakang
masalah tersebut diberitakan oleh majalah Tempo lewat liputan khusus
Pengakuan Algojo 1965 pada edisi 1-7 Oktober 2012.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model analisis wacana Teun
A. Van Dijk untuk menganalisis wacana citra militer yang muncul dalam
pemberitaan tersebut. Dengan menggunakan tiga pilar analisis, yakni analisis teks,
analisis kognisi sosial, dan analisis konteks sosial, penelitian ini bertujuan untuk
menemukan wacana citra militer apa saja yang muncul dalam teks berita.
Latar Belakang:
Tragedi pembantaian
pada tahun 1965 yang
menjadi bagian dari
sejarah Indonesia
Wacana tragedi
tersebut dalam
kehidupan
bermasyarakat saat ini.
Keterlibatan militer
dan peran militer
selama tragedi tersebut
dan pemberitaannya
kini di media massa.
Media
Massa
Nasional:
Majalah
Mingguan
TEMPO
Citra militer yang
dihadirkan dalam
pemberitaan
tersebut.
Analisis Wacana (Model
Teun A. Van Dijk):
Analisis Teks,
Analisis Kognisi Sosial,
Analisis Konteks Sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan
wacana representasi (discourse of representation). Pawito (2007) menjelaskan
wacana representasi bersifat positivistik modernisme. Peneliti terpisah dari
objek yang diteliti dan mempersepsi objek serta membuat representasi realitas
dalam bentuk pengungkapan bahasa.89
Data yang digunakan merupakan data
kualitatif (data yang tidak terdiri atas angka-angka) dan lebih ditekankan pada
penggalian informasi dengan menggunakan sumber, rujukan, acuan, dan
referensi-referensi secara ilmiah. Lokasi penelitian ini berada di Surakarta,
Jawa Tengah dan Jakarta.
2. Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah Majalah Mingguan Tempo yang
memuat edisi khusus tentang pengakuan algojo dalam peristiwa pembantaian
pada tahun 1965 di Indonesia. Edisi khusus tersebut diterbitkan pada edisi
tanggal 1-7 Oktober 2012. Selain itu, salah satu wartawan Tempo yakni kepala
proyek edisi liputan khusus Pengakuan Algojo 1965, Kurniawan menjadi
objek wawancara oleh peneliti.
3. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti melakukan pengumpulan data dengan memilih berita mana
saja yang mengandung informasi peristiwa pembantaian PKI di tahun 1965.
Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara mendalam kepada Kepala
89 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta, 2007), hal. 174.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Proyek Liputan Khusus Pengakuan Algojo 1965, Kurniawan di Kantor
Redaksi, Kebayoran Centre Blok A11-A15, Jalan Kebayoran Baru, Mayestik,
Jakarta pada 19 September 2014.
Peneliti melengkapi data-data tersebut dengan melakukan
penelusuruan literatur yang berkaitan dengan peristiwa pembantaian PKI
tahun 1965. Literatur pendukung itu antara lain seperti gambaran aktivitas
militer serta kebijakan sosial-politik pada waktu peristiwa pembantaian terjadi.
4. Analisis Data
Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan model analisis Teun
A. Van Dijk untuk level teks. Model yang diperkenalkan oleh Teun A. Van
Dijk ini sering disebut sebagai kognisi sosial. Pendekatan ini tidak hanya
didasarkan atas teks semata, namun juga perlu melihat bagaimana suatu teks
itu diproduksi sehingga dapat memperoleh pengetahuan mengapa teks bisa di
produksi demikian.90
Terdapat tiga pilar utama dalam analisis Teun A. Van Dijk ini,
diantaranya analisis teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Peneliti
menganalisis berita pada tataran mikro dengan menggunakan analisis teks
yang terdiri dari enam elemen, yakni elemen tematik, skematik, semantik,
sintaksis, stilistik, dan retoris. Selanjutnya peneliti melengkapi dengan analisis
kognisi sosial dan analisis konteks sosial.
90 Ibid. hal. 221.
Recommended