View
156
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes ( dari bahasa yunani ) berarti Siphon yaitu botol yang dilengkapi suara untuk menyemprot air keluar, dalam hal ini berarti banyak buang air kecil (Kencing). Mellitus berarti madu/manis, sehingga Diabetes Melitus sering dikenal sebagai penyakit “ Kencing Manis “ yang berarti sering kencing yang mempunyai rasa manis seperti madu. Bahkan terkenal air seni orang menderita diabetes melitus sering dikerumuni semut karena manis. Hal ini terjadi karena gula dibuang bersama air seni (glukosauria) karena kadar gula dalam darahmelebihi batas ambang ginjal (Karyadi, 2002 : 17).
Menurut Setia Budi, (2008 : 20) Diabetes adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu mengendalikan jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini menyebabkan hiperglikemia, suatu keadaan gula darah yang tingginya sudah membahayakan.
Faktor utama pada diabetes adalah insulin, suatu hormon yang dihasilkan oleh kelompok sel beta di pankreas. Insulin memberi sinyal kepada sel tubuh agar menyerap glukosa. Insulin, bekerja dengan hormon pankreas lain yang disebut glukagon, juga mengendalikan jumlah glukosa dalam darah. Apabila tubuh menghasilkan terlampau sedikit insulin atau jika sel tubuh tidak menanggapi insulin dengan tepat terjadilah diabetes (Setiabudi, 2008 : 20).
Menurut data terkini dari international Diabetes Federation (IDF), sebanyak 285 juta orang di seluruh dunia mengidap diabetes. Termasuk di asia tenggara sebanyak 59 juta orang mengidap diabetes. Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan kasus diabetes yang paling tinggi yaitu seramai 7 juta orang (International Diabetes Federation, 2008 : 21). Maka sangat berbahaya dan mengancam kelangsungan hidup masyarakat.
Tingginya Diabetes Melitus bila tidak ditangani dengan baik dapat
mengakibatkan komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal,
2
jantung, pembuluh darah kaki, saraf dan lain – lain (Iwan S, 2010 : 51).
Serta dapat mengakibatkan terjadinya luka diabetes.
Luka diabetes terjadi karena kadar gula dalam tubuh meningkat. Zat gula dalam tubuh meliputi polisakarida, oligosakarida, disakarida dan monosakarida. Adapun sumber zat gula dalam tubuh berasal dari karbohidrat yang biasa kita makan sehari – hari. Peningkatkan kadar gula diakibatkan menurunnya produksi hormon insulin oleh kelenjar pankreas. Penurunan jumlah hormon insulin mengakibatkan zat gula sulit diproses menjadi energi. Zat gula merupakan sumber energi bagi tubuh untuk melakukan aktivitas. Zat gula dirubah menjadi energi bagi sel- sel jaringan tubuh berkat hormon insulin. (I.Hastomi dan Engga Sujayana, 2011 :54).
Pada suatu tahap luka akan mengalami suatu rangkaian proses penyembuhan. Penyembuhan luka adalah suatu proses yang kompleks dengan melibatkan banyak sel. Setiap proses penyembuhan luka akan terjadi melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait dan berkesinambungan serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka. Penyembuhan luka yang dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan penyudahan yang merupakan perupaan kembali ( remodeling ) jaringan (sjamsuhidajat, 2005 : 67).
Dalam proses penyembuhan luka, terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi proses kesembuhan luka. Satu diantara faktor yang mempengaruhi kesembuhan luka tersebut ialah nutrisi. Nutrisi, merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel terutama karena kandungan gizi yang terdapat di dalamnya. Sebagai contoh vitamin A diperlukan untuk membantu proses epitelisasi atau penutupan luka dan sintesis kolagen; vitamin B kompleks sebagai kofaktor pada sistem enzim yang mengatur metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak; vitamin c dapat berfungsi sebagai fibroblast, dan mencegah adanya infeksi, serta membentuk kapiler-kapiler darah; dan vitamin k yang membantu sintesis protombin dan berfungsi sebagai zat pembekuan darah (Hidayat & Aziz, 2008 : 62).
Pada keadaan yang demikian gejala Diabetes Melitus dapat di atasi dengan pengaturan kembali keseimbangan metabolisme zat gizi dalam tubuh dengan masukan zat gizi melalui makanan dengan jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidup sehat (Hiswani, 2010 : 30). Serta dilakukan dengan pengobatan rutin dan olahraga yang teratur.
Pada era sekarang ini pelayanan kesehatan terutama pada perawatan luka mengalami kemajuan yang sangat pesat. Telah kita ketahui metode penyembuhan luka telah berkembang dengan pesat bisa dengan menggunakan tumbuh – tumbuhan alami contohnya daun sirsak.
3
Seperti yang diketahui dalam penelitian, bahwa daun sirsak memiliki peran penting dalam proses penyembuhan luka diabetes. (Fayed et.al, 1998. Dalam, Zuhud Ervizal, 2011 : 73). Senyawa bioaktif yang ada didalam ektrak daun sirsak memiliki sifat antihiperglikemia atau anti peningkatan kadar gula darah melalui beberapa mekanisme, yaitu menurunkan konsentrasi glukosa darah, meningkatkan konsentrasi serum insulin, meningkatkan perbaikan atau proliferasi sel beta pankreas, serta meningkatkan efek hormon insulin dan adrenalin.
Melihat kandungan dari ektrak daun sirsak, hal ini lah yang
membuat penulis menjadi tertantang untuk mengetahui apakah efektif
penggunaan ektrak daun sirsak terhadap percepatan proses
penyembuhan luka diabetes melitus pada tikus putih.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah dalam penulisan ini adalah “Apakah ekstrak daun sirsak
efektif dalam proses penyembuhan luka diabetes melitus pada tikus putih?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan manfaat pemberian
ekstrak daun sirsak dalam proses penyembuhan luka diabetes mellitus
pada tikus putih.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi berapa lama (waktu) proses penyembuhan luka
diabetes mellitus.
2. Mengidentifikasi perubahan ukuran luka diabetes mellitus setelah
diberi ekstrak daun sirsak.
4
3. Mengidentifikasi efektifitas ekstrak daun sirsak terhadap penurunan
gulah darah.
1.4 Manfaat Penelitian
Dalam penelitian yang akan di lakukan semoga dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak yang terkait, antara lain:
1.4.1 Pelayanan Keperawatan
Memberikan masukan bagi instansi kesehatan mengenai
penggunaan ekstrak daun sirsak dalam proses penyembuhan luka
diabetes melitus, sehingga informasi ini di jadikan pedoman bagi
perawatan luka diabetes melitus pada pasien.
1.4.2. Institusi Pendidikan
Masukan bagi institusi pendidikan untuk mengetahui teknik
perawatan luka diabetes melitus yang baik sehinggamempercepat
prosespenyembuhan luka.
1.4.3. Keilmuan
Hasil penelitian ini dapat untuk memperkuat informasi dan refrensi
dalam meningkatkan kualitas perawatan luka sesuai dengan teknik yang
tepat serta menambah pemahaman dan pengetahuan tentang
penggunaan ektrak daun sirsak dalam proses penyembuhan luka diabetes
melitus pada tikus putih.
5
1.4.4. Penelitian
Penulis mendapatkan pengalaman dan ilmu pengetahuan baru
dalam melakukan penelitian sehingga hasil penelitian ini dapat di jadikan
dasar untuk penelitian selanjutnya.
6
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Ekstrak Daun Sirsak
Dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dapat diketahui bahwa tumbuhan daun sirsak dapat mengobati berbagai macam penyakit. Mengkonsumsi sirsak diyakini dapat mengobati penyakit diabetes melitus. Sebuah penelitian memperlihatkan zat – zat yang terkandung didalam buah dan daun sirsak mampu menurunkan kadar gula dalam penderita diabetes melitus dengan cara memperbaiki produksi insulin. (I.Hastomi dan Engga Sujayana, 2011 : 55).
Buah dan daun sirsak memiliki kandungan seperti Energi 65 Kcal,
Protein 1 gram, Lemak 0,3 gram, Karbohidrat 16,3 gram, Kalsium 14 mg,
Fosfor 27 mg, Serat 2 gr, Besi 0,6 mg, Vitamin A, 1 RE, Vitamin B1 0,07
mg, Vitamin B2 0,04 mg, Vitamin C 20 mg, Niasin 0,7 mg. Selain kaya
akan zat gizi penting daging buah sirsak juga mengandung senyawa
sitotoksik yang cukup kuat.
Selain itu buah dan daun sirsak memiliki senyawa yang disebut acetogenins, senyawa acetogenins adalah senyawa bioaktif yang berfungsi sebagai sitotoksik di dalam tubuh manusia. Daging buah sirsak dipercaya dapat mengobati dan mencegah penyakit batu empedu,asam urat, disentri, batu ginjal, dan osteoporosis. Serta dapat digunakan antisembelit, meningkatkan nafsu makan, dan merangsang produksi ASI pada kelenjar mamae. Tidak hanya itu, buah sirsak sering digunakan untuk meredahkan demam ( di Haiti ) dan mengobati penyakit diabetes melitus ( di Peru ). (Zuhud Ervizal, 2011 : 46).
7
2.2 Diabetes Melitus
2.2.1 Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes ( dari bahasa yunani ) berarti Siphon yaitu botol yang dilengkapi suara untuk menyemprot air keluar, dalam hal ini berarti banyak buang air kecil (Kencing). Mellitus berarti madu/manis, sehingga Diabetes Melitus sering dikenal sebagai penyakit “ Kencing Manis “ yang berarti sering kencing yang mempunyai rasa manis seperti madu. Bahkan terkenal air seni orang menderita diabetes melitus sering dikerumuni semut karena manis. Hal ini terjadi karena gula dibuang bersama air seni (glukosauria) karena kadar gula dalam darah melebihi batas ambang ginjal (Karyadi, 2002 : 17).
Diabetes Melitus adalah sekeompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia atau peninggian kadar gula darah akibat gangguan pada pengeluaran (sekresi) insulin, kerja insulin, atau keduanya. Hiperglikimia nantinya dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang dan gangguan fungsi organ – organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (Karyadi, 2002 : 17).
2.2.2 Penyebab Diabetes Melitus
Penyebab diabetes melitus sampai sekarang belum diketahui
dengan pasti tetapi umumnya diketahui karena kekurangan insulin
penyebab utama dan faktor herediter memegang peranan penting.
a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut
juvenille Diabetes, yang gangguan ini ditandai dengan adanya
hiperglikemia (meningkatnya kadar gula darah) (Bare&Suzanne, 2002 :
20). Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM.
Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari
lingkungan) misalnya coxsackievirus B dan streptococcus sehingga
8
pengaruh lingkungan dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya
DM (Bare&Suzanne, 2002 : 21).
b. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
Virus dan Kuman leukosit antigent tidak nampak memainkan peran
terjadinya NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar.
Riset melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya
NIDDM sekitar 80 % klien NIDDM adalah kegemukan .Overwight
membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme. Terjadinya
hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan insulin sesuai
kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau
mengalami gangguan. Faktor resikodapat dijumpai pada klien dengan
riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang besar.
2.3 Proses Penyembuhan Luka Diabetes Melitus
Penyembuhan luka adalah suatu proses yang kompleks dengan melibatkan banyak sel. Setiap proses penyembuhan luka akan terjadi melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait dan berkesinambungan serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka. Penyembuhan luka yang dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan penyudahan yang merupakan perupaan kembali ( remodeling ) jaringan (sjamsuhidajat, 2004 : 67).
1. Fase Inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira
hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan
perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan
vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan
rekasi hemostatis. Heostatis terjadi karena trombosit yang keluar dari
9
pembuluh darah saling melengket, dan bersama jalan fibrin yang
terbentuk, membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah setelah
itu terjadi reaksi inflamasi.
Sel mast dalam jaringan ikan menghasilkan serotonin dan histamin
yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi,
penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang
menyebabkan udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinis reaksi
radang menjadi jelas yang berupa warna kemerahan karena kapiler
melebar (rubor), rasa hangat (kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan
(tumor). Aktivitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit
menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena
daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu
mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian
muncul ikut menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri
(fagositosis). Fase ini juga disebut fase lamban karena reakasi
pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin
yang amat lemah.
2. Fase Proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol
adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase
inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasa dari sel
mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida,
10
asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat
yang akan mempertautkan tepi luka.
Pada fase ini, serat-serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk
penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut.
Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan
tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini, kekuatan regangan luka
mencapai 25% jaringan normal. Nantinya dalam proses penyudahan,
kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan intramolekul dan
antarmolekul.
Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan
kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan
yang berbenjol halus yang disebut granulasi. Epitel tepi luka yang
terdiriatas sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi
permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk
dari proses mitosis. Proses migrasi hanya terjadi ke arah yang lebih
rendah atau datar. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling
menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya
permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan
granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase
penyudahan.
3. Fase penyudahan
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas
penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan
11
gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru
terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan
berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha
menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses
penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, sel mudah menjadi matang,
kapiler baru menutup, dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap
dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada.
Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan
lemas, serta mudah digerakan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal
pada luka. Pada akhir fase ini, perupaa luka kulit mampu menahan
regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-kira
3-6 bulan setelah penyembuhan.Luka dikatakan sembuh jika terjadi
kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit mampu atau tidak
mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses
penyembuhan luka tidak sama bagi setiap penderita, namun outcome
atau hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik masing-
masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat
akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi,
disertai dengan penyakit sistemik (diabetes melitus).
Dalam proses penyembuhan luka, terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi proses kesembuhan luka. Satu diantara faktor yang mempengaruhi kesembuhan luka tersebut ialah nutrisi. Nutrisi, merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel terutama karena kandungan gizi yang terdapat di dalamnya. Sebagai contoh vitamin A diperlukan untuk membantu proses epitelisasi atau penutupan luka dan sintesis kolagen; vitamin B kompleks sebagai kofaktor pada sistem enzim yang mengatur metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak; vitamin c dapat
12
berfungsi sebagai fibroblast, dan mencegah adanya infeksi, serta membentuk kapiler-kapiler darah; dan vitamin k yang membantu sintesis protombin dan berfungsi sebagai zat pembekuan darah (Hidayat & Aziz, 2008 : 62).
2.3.1 Peran Ektrak Daun Sirsak Dalam Proses Penyembuhan Luka
Diabetes Melitus
Dalam proses penyembuhan luka ektrak daun sirsak dapat berpengaruh terhadap penyembuhan luka diabetes melitus dikarenakan kandungan yang ada di dalam daun sirsak kaya akan zat gizi seperti protein yang diperlukan untuk proses inflamasi pada awal penyembuhan luka dan memiliki sifat antihiperglikemia atau anti peningkatan kadar gula darah melalui beberapa mekanisme, yaitu menurunkan konsentrasi glukosa darah, meningkatkan konsentrasi serum insulin, meningkatkan perbaikan atau proliferasi sel beta pankreas, serta meningkatkan efek hormon insulin dan adrenalin.( Fayed et.al, 1998. Dalam, Zuhud Ervizal, 2011 : 73).
2.4 Kerangka Teori
Peneliti akan melihat efektifitas penggunaan ektrak daun sirsak
dalam proses penyembuhan luka diabetes melitus. Dengan kerangka
sebagai berikut :
(Sumber, Zuhud Ervizal, 2011 : 73).
Skema 2.1
Kerangka Teori
Penyembuhan Luka
Diabetes Melitus
13
Kandungan Buah dan daun sirsak memiliki kandungan seperti
Energi 65 Kcal, Protein 1 gram, Lemak 0,3 gram, Karbohidrat 16,3 gram,
Kalsium 14 mg, Fosfor 27 mg, Serat 2 gr, Besi 0,6 mg, Vitamin A, 1 RE,
Vitamin B1 0,07 mg, Vitamin B2 0,04 mg, Vitamin C 20 mg, Niasin 0,7 mg.
Selain kaya akan zat gizi penting daging buah sirsak juga mengandung
senyawa sitotoksik yang cukup kuat.
Senyawa bioaktif yang ada didalam ektrak daun sirsak memiliki
sifat antihiperglikemia atau anti peningkatan kadar gula darah melalui
beberapa mekanisme, yaitu menurunkan konsentrasi glukosa darah,
meningkatkan konsentrasi serum insulin, meningkatkan perbaikan atau
proliferasi sel beta pankreas, serta meningkatkan efek hormon insulin dan
adrenalin.
Kandungan dan sifat antihiperglikemia dalam daun sirsak ini akan
bekerja dalam suatu tahapan proses penyembuhan luka yaitu fase
inflamasi, proliferasi, dan penyudahan yang merupakan perupaan kembali
( remodeling ) jaringan. Setelah melalui fase terjadilah penyembuhan luka.
2.5 Hipotesis Penelitian
Dari teori yang telah dipaparkan diatas dapat disimpulkan bahwa:
Ha : Adanya peranan penggunaan ekstrak daun sirsak dalam proses
penyembuhan luka diabetes millitus pada tikus putih.
Ho : Tidak adanya pengaruh pemberian ekstrak daun sirsak dalam proses
penyembuhan luka diabetes millitus pada tikus putih.
14
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan
antara konsep satu dengan konsep lainnya dari masalah apa yang ingin di
teliti.
Skema 3.1
Kerangka Konsep
Kaitan antara ekstrak daun sirsak dengan proses penyembuhan
luka diabetes militus ini terdapat dari kandungan dan sifat daun sirsak
yang berproses melalui tiga tahapan untuk suatu penyembuhan luka
diabetes dengan subjek tikus putih.
3.2 Variabel Penelitian
Adapun variabel penelitian ini terdiri dari dua yaitu variabel bebas
(independen ) dan variabel terikat ( dependen ) :
Ektrak Daun
Sirsak
Penyembuhan
Luka Diabetes Melitus
15
3.2.1 Variabel bebas ( variabel independen ) yaitu variabel yang dapat
mempengaruhi atau merubah variabel lain. Dalam penelitian ini
variabel bebasnya adalah Efektifitas Ektrak Daun Sirsak.
3.2.2 Variabel terikat ( dependen ) yaitu variabel yang berubah karena
pengaruh variabel independen. Dalam penelitian ini variabel
terikatnya adalah proses penyembuhan luka Diabetes Melitus.
3.3 Defenisi Oprasional
Defenisi oprasional variabel independen dan dependen dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1
Defenis Oprasional
No VariabelDefeinisi Oprasional
Hasil ukur Cara ukur Skala
1. a.Variabel
Independen:
Ektrak Daun
Sirsak
Ekstrak daun
sirsak di peroleh
dari daun sirsak
yang sudah tua
sebanyak 2 kg
kemudian
dihaluskan.
campurkan
larutkan metanol
96% sebanyak 5
liter selama 24
jam. Ekstrak hasil
destilasi
Hasil ukur
berupa :
Ada
Peranan
atau Tidak
Ada
Peranan
Cara ukur
berupa
hasil
intervensi
dan uji
klinis
Nominal
16
sebanyak 400 ml,
diuapkan selama
6-8 jam, jadilah
ekstrak murni
100% dioleskan
pada daerah
yang di buat
perlukaan, dan di
tutup dengan
kassa steril
sehingga luka
diabetes melitus
tertutup.
2. b.Variabel
Dependen :
Proses
Penyembuhan
Luka Diabetes
Melitus
Di mulai dari
permukaan luka
yang luas sampai
permukaan luka
mengecil,
sehingga
permukaan luka
tertutup dan
jaringan pada
kulit menyatu
kembali.
Hasil ukur
berupa nilai
(mempunyai
nilai
decimal)
dalam
bentuk cm
(sentimeter)
Cara ukur
berupa
format
penyemb
uhan luka
Kontinue
BAB 4
Lanjutan
17
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
eksperimental atau sering pula disebut studi intervensional, yakni dengan
jenis uji klinis. Adapun rancangan penelitian yang digunakan ialah desain
paralel.
Suatu penelitian eksperimental yang membandingkan antara
kelompok, dapat bersifat perbandingan kelompok independen ataupun
kelompok pasangan serasi (Budiman, 2011 : 144). Alur penelitian ini
berbentuk seperti skema dibawah ini :
Skema 4.1Penelitian eksperimental Uji Klinis Desain Paralel
Subjek yang memenuhi kriteria
Kelompok Kontrol
Kelompok Perlakuan
Efek -
Efek +
Efek +
Efek -
18
Hewan percobaan pada penelitian ini adalah Tikus Putih yang akan
diberi perlakuan dengan ekstrak Daun Sirsak secara topical pada luka.
Dalam rancangan ini dilakukan intervensi pada kelompok perlakuan
dengan memberikan perawatan menggunakan ekstrak daun sirsak,
sedangkan kelompok control tidak diberikan intervensi, yakni hanya
perawatan standar tanpa adanya pelakuan apapun.
4.2 Tempat Dan Lokasi penelitian
Penelitian ini di lakukan dilaboratorium sekolah tinggi ilmu
keperawatan muhammadiyah pontianak. Peneliti memilih tempat ini
karena peneliti merasa adanya fasilitas keperawatan yang memadai,
mudah di jangkau dan suhu ruangan 36,5 – 37,5o celcius yang
mendukung dalam proses penyembuhan luka, sehingga penelitian ini
dapat berjalan dengan lancar dan memperoleh hasil yang akurat.
4.3 Populasi Dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Jadi populasi dalam
penelitian ini adalah tikus jantan (Rattus Norvegicus Strin Wistar) yang
berasal dari laboratorium penelitian Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan
Muhammadiyah Pontianak.
4.3.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti. Oleh karena itu, sampel harus dilihat sebagai suatu pendugaan terhadap populasi itu sendiri. Pengambilan sampel secara kuota di lakukan dengan
19
cara menetapkan sejumlah anggota sampel secara quontum atau jatah. Tehnik sampling ini diberi nama demikian karena di dalam pengambilan sampelnya, peneliti ” mencampur” subjek-subjek didalam populasi sehingga semua subjek dianggap sama. Dengan demikian maka peneliti memberi hak yang sama kepada setiap subjek untuk memperoleh kesempatan (chance) dipilih menjadi sampel. (Arikunto, 2010 : 177).
Maka yang di jadikan sampel dalam penelitian ini adalah dengan
jumlah 6 ekor tikus dengan berat badan minimal ±200 gram, dengan
masing-masing tikus dibuat perlukaan pada kelompok perlakuan
sebanyak 3 ekor tikus dan kelompok kontrol sebanyak 3 ekor tikus.
4.4Prosedur Pembuatan Ektrak
Ekstrak daun sirsak diperoleh dari daun sirsak yang sudah tua ditimbang sebanyak 2 kg, lalu dicuci bersih dan diangin-anginkan tanpa sinar matahari langsung sampai kering selama satu minggu. Setelah kering kemudian ditimbang berat daun menjadi 710 kg. Selanjutnya dipisahkan dari tulang daun kemudian dihaluskan. Setelah halus dan telah menjadi tepung, daun sirsak direndam dengan larutkan metanol 96% sebanyak 5 liter selama 24 jam. Sediaan tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring sampai terpisah dari ampasnya, kemudian larutan tersebut didestilasi. Ekstrak hasil destilasi sebanyak 400 ml, diuapkan selama 6-8 jam, sehinggah ekstrak yang diperoleh dari proses destilasi adalah sediaan ekstrak murni 100% (Tenrirawe & Pabbage, 2007 : 291).
4.5Proses Pembuatan Diabetes Militus Pada Tikus
Induksi diabetes dilakukan pada hewan percobaan yang diberi suntikan streptozotocin secara intraperitonial. tikus penelitian yang digunakan berumur 2 bulan, maka dosis yang digunakan yaitu 30 mg/kg BB, diinjeksikan 1 kali sehari selama 5 hari, jika dalam waktu 5 hari belum mengalami diabetes maka disuntik kembali dengan dosis tunggal 30mg/kg (Lee etal, 2009 dalam Nadzifa, 2010 : 53).
Untuk mengetahui kadar glukosa darah tikus dilakukan pengecekkan menggunakan GDS.Tikus dinyatakan DM jika kadar glukosa darah lebih dari 300 mg/dl (Hussain, 2002 dalam Lukiati et al, 2012 : 2).
20
4.6Prosedur Pembuatan Luka
1. Tikus diambil dari kandang dengan cara memegang ekor tikus. Jari
telunjuk dan jari tengah melingkari daerah kuduk. Jari manis dan ibu
jari melingkar didaerah dada.
2. Tikus dipegang dengan benar dan diletakkan diatas meja.
3. Membersihkan dan mencukur rambut di daerah punggung sebelah
kanan dan kiri dengan menggunakan gunting dan alat cukur.
4. Mempersiapkan obat anestesi dengan jenis eter secukupnya
5. Selanjutnya tikus percobaan di bius dengan menggunakan eter secara
inhalasi atau melalui hidung
6. Menunggu reaksi obat anestesi sekitar 1-5 menit (hingga obat
anestesi sudah berfungsi)
7. Setelah tikus mulai lemah, di lanjutkan dengan melakukan perlukaan
yakni jenis luka diabetes secara streril dengan menggunakan bisturi
atau pisau bedah
8. Mengukur luas luka dengan menggunakan penggaris, kertas
transparan, perhitungan, dengan panjang luka 1 cm dan lebar 1 cm,
dokumentasi (format pengkajian luka).
9. Melakukan pembersihan luka
10.Memberikan luka pertama dengan ekstrak daun sirsak dan luka kedua
tanpa diberi perlakuan.
11.Luka dibalut dengan kasa steril.
21
12.Melakukan perawatan luka setiap hari dengan penggantian balutan 1
kali sehari dan GDS di pantau setiap sebelum perawatan luka.
13.Dilakukan pendokumentasian setelah luka baru selesai dibersihkan
dan pendokumentasian dilaksanakan setiap hari.
4. 7 Prosedur Penelitian
Langkah-langkah prosedur penelitian sebagai berikut :
1. Mempersiapkan dan melengkapi alat serta bahan untuk penelitian
2. Memastikan hewan percobaan layak atau sesuai standar dalam
penelitian yang akan dilakukan
3. Mempersiapkan tempat yang layak untuk menempatkan hewan
percobaan yakni suhu ruangan ber-AC serta lantai dari kandang
diberi sekam
4. Makanan yang diberikan berupa pellet dan minuman berupa air
aqua dengan komposisi yang sama pada setiap hewan percobaan
5. Hewan percobaan berjumlah 6 ekor dengan 3 ekor sebagai kontrol
dan 3 ekor sebagai perlakuan.
4. 8 Rencana Analisa Data dan Pengolahan Data
Jenis data dan uji hipotesis yang akan digunakan dalan penelitian
ini ialah Uji-t, yang digunakan untuk menguji beda mean 2 kelompok
independent (2 kelompok yang berbeda) (Dharma, 2011 : 201).
Pengolahan data statistic menggunakan SPSS. Signifikasi jika P value <
0,05.
22
4. 9 Alat Penelitian
Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah intervensi eksperimental. Alat yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain: tabel skor perkembangan luka, kamera, penggaris, gunting,
pinset, timbangan, alat cukur, kandang tikus. Analisis luka dilakukan
setiap penggantian balutan, agar dapat mengevaluasi luka yang telah
dibuat, balutan diganti setiap hari sampai minimal 14 hari, karena secara
teori penyembuhan luka mencapai sekitar waktu tersebut. Adapun bahan
habis pakai berupa alat - alat dressing : kasa steril, handscoon, Ekstrak
Daun Sirsak, eter, NaCl, dan kertas transparan.
4.10 Rencana Kegiatan
Tabel 4.1
Waktu dan Tahap Pelaksanaan Penelitian
No Kegiatan Semester VI 2012
Semester VII Semester VIII 2013
april Mei Juni - sept
Okt –des
Jan Feb-apr
Mei-juni
juli
1 Pengajuan judul
2 Pengumuman judul
3 Perbaikan judul
4 Review literatur
5 Bimbingan proposal
6 Ujian proposal
7 Perbaikan proposal
23
8 Penelitian
9 Ujian hasil penelitian
10 Perbaikan hasil penelitian
11 Pengumpulan hasil
4.11 Etika Penelitian
Penelitian yang melibatkan binatang harus memperhatikan akibat
negatif yang mungkin dialami binatang, seperti indra melemah,
menyendiri, kelaparan dan penggunaan bahan ektrim ( listrik dan bahan
kimia). Cara perlakuan terhadap hewan laboratorium yang sesuai dengan
ketetapan standar etik penelitian keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Keperawatan Muhammadiyah Pontianak adalah aturan–aturan, prosedur-
prosedur dan praktek di laboratorium yang cukup untuk menjamin mutu
dan intensitas data analitik yang dikeluarkan oleh laboratorium tersebut.
Hewan percobaan akan mengalami berbagai keadaan luar biasa
yang menyebabkan penderitaan, seperti rasa nyeri, ketidaknyamanan,
ketidaksenangan dan akhirnya kematian. Sebagai bangsa yang beradab
hewan percobaan yang menderita untuk kebaikan manusia, wajib
dihormati hak azasinya dan diperlakukan secara manusiawi.
(Hanafiah,2008: 191). Hewan percobaan yang digunakan harus
memenuhi beberapa persyaratan, antara lain :
1. Sedapat mungkin hewan percobaan yang akan digunakan
bebas dari kuman patogen, karena dengan adanya kuman patogen
24
pada tubuh hewan sangat mengganggu jalannya reaksi pada
pemeriksaan, dan dari segi ilmiah hasilnya kurang dapat
dipertanggung jawabkan.
2. Mempunyai kemampuan dalam memberikan reaksi imunitas
yang baik. Hal ini ada hubungannya dengan persyaratan pertama.
3. Kepekaan terhadap suatu penyakit.
4. Performan atau prestasi hewan percobaan yang dikaitkan
dengan sifat genetiknya.
5. Perlakuan yang dilakukan pada hewan percobaan (tikus putih)
meliputi:
a. Lantai dari kandang ditaburi serbuk kayu.
b. Makanan yang diberikan adalah jenis makanan hamster,
dengan air minum adalah air aqua.
Recommended