View
67
Download
4
Category
Preview:
DESCRIPTION
kritik arsitektur normatif
Citation preview
KRITIK NORMATIF
Latar belakang munculnya kritik normatif :
Adanya keyakinan bahwa di lingkungan manapun,
bangunan dan wilayah perkotaan selalu dibangun melalui
suatu norma yang berupa model, pola, standard atau
sandaran sebagai sebuah prinsip. Dan melalui norma ini
kualitas dan kesuksesan sebuah lingk. binaan dapat dinilai.
Norma bisa berupa standar yang bersifat fisik (kuantitas),
tetapi adakalanya juga bersifat kualitatif. Sebagai salah satu
contoh adalah adanya slogan yang berkembang pada
beberapa negara dan berperan kuat terhadap perkembangan
arsitektur seperti form follows function.
Kritik normatif terbagi kedalam beberapa macam metode
sebagai berikut :
a. Doktrin (suatu norma yang berupa paham / “isme’)
b. Sistem (suatu norma penyusunan elemen-elemen yang
saling berkaitan untuk satu tujuan)
c. Tipe (suatu norma yang didasarkan pada model yang
digeneralisasi untuk satu kategori bangunan spesifik)
d. Ukuran (sekumpulan dugaan yang mampu
mendefinisikan bangunan dengan baik secara kuantitatif)
1. K R I T I K D O K T R I N A L
P e n g e r t i a n
Doktrin sebagai dasar dalam pengambilan keputusan
desain arsitektur yang berangkat dari keterpesonaan dalam
sejarah arsitektur.
Sejarah arsitektur dapat meliputi : nilai estetika, etika,
ideologi dan seluruh aspek budaya yang melekat dalam
pandangan masyarakat.
Melalui sejarah, kita mengenal terjadinya bentuk dalam
arsitektur melalui norma yang berkembang seperti :
o Form Follows Function
o Function Follows Form
o Form Follows Culture
o Less is More
o Less is Bore
o Big is beauty
o Ornament is Crime
Doktrin bersifat tunggal dalam titik pandangnya dan
biasanya mengacu pada satu ‘ISME’ yang dianggap paling
baik untuk mengukur kualifikasi arsitektur yang diharapkan.
K e u n t u n g a n K r i t i k D o k t r i n a l
Dapat menjadi guideline tunggal sehingga terlepas dari
pemahaman yang samar dalam arsitektur dengan demikian
arsitek dapat mempunyai landasan yang tidak meragukan
lagi dalam desain
Dengan doktrin tertentu yang diyakini, arsitek dapat
mempunyai arah yang lebih jelas dalam pengambilan
keputusan
Dapat memberikan daya yang kuat dalam menginterpretasi
ruang.
Memperkaya penafsiran
K e l e m a h a n K r i t i k D o k t r i n a l
Mendorong segala sesuatunya tampak mudah dan
mengarahkan penilaian menjadi lebih sederhana di tengah-
tengah kompleksitas arsitektur.
Menganggap kebenaran dalam lingkup yang tunggal dan
menganggap kesalahan pada prinsip lain yang tidak
sepaham.
Terdapat kecenderungan untuk memandang arsitektur
secara partial dan tidak bersifat holistik
Memungkinkan tumbuhnya pemikiran dengan kebenaran
yang “absolut”
Memperlebar konflik dalam tingkat teoritik dalam
arsitektur
K e s i m p u l a n K r i t i k D o k t r i n a l
Tidak etis menggunakan keberhasilan arsitektur masa lalu
untuk bangunan fungsi mutakhir
Tidak etis memperlakukan teknologi secara berbeda dari
yang dilakukan sebelumnya
Jika akan mereproduce objek yang muncul pada masa lalu
untuk masa kini harus dipandang secara total dan dengan
cara pandang yang tepat
2. K R I T I K S I S T E M A T I K
L a t a r B e l a k a n g :
Bagi kritikus & desainer bergantung pd hanya satu doktrin
sangat riskan utk mendukung satu keputusan desain
Menggantungkan pada hanya satu prinsip akan mudah
diserang sebagai : menyederhanakan (simplistic), tidak
mencukupi (inadequate) atau kadaluarsa (out of dated )
Alternatifnya adalah bahwa ada jalinan prinsip dan faktor
yang dapat dibangun sebagai satu sistem untuk dapat
menegaskan rona bangunan dan kota.
Systematic Criticsm dipandang lebih baik daripada doktrin
yang tunggal untuk dihadapkan pada kompleksitas
kebutuhan dan pengalaman manusia
B e b e r a p a V a r i a s i S i s t e m
Albert Bush-Brown, 1959 :
Sistem untuk mengevaluasi lingkungan fisik adalah
commodity (komoditas), firmness (kekokohan) dan delight
(kesenangan).
oAsumsinya bahwa arsitektur yang baik tidak sekadar
kokoh. Kekokohan (firmness) akan bermakna jika
dihubungkan dengan kelayakan fungsinya
(commodiousness) dan kapasitasnya untuk meningkatkan
kualitas aktifitas dan penglaaman manusia (delight)
Viruvius, The Ten Books of Architecture, 1900
o Sistem Bangunan :
- Firmitas ( Kekokohan) - Utilitas (Kegunaan )
- Venustas ( Keindahan )
Hillier, Musgrove, O’Sullivan (1972)
Berbeda dgn Vitruvius, bahwa bangunan harus bertindak :
o Climate Modifier (Pengatur Iklim)
o Container of Activities (Pewadah aktifitas)
o Symbolic and Cultural Object (Objek Simbol dan Budaya)
o Addition of Value to Raw Materials (Memberi nilai
terhadap material yang kasar)
Christian Norberg Schulz (1965)
Mengembangkan Tripartiete system :
o Building Task ( Tugas Bangunan)
o Form (Bentuk )
o Technics (Teknik Membangun)
3. K R I T I K T E R U K U R
Kritik terukur menyatakan satu penggunaan bilangan atau
angka hasil berbagai macam observasi sebagai cara
menganalisa bangunan melalui hukum-hukum matematika
tertentu. Norma yang terukur digunakan untuk memberi arah
yang lebih kuantitatif. Hal ini merupakan satu bentuk analogi
dari ilmu pengetahuan alam yang diformulasikan untuk tujuan
kendali rancangan arsitektural.
Pengolahan melalui statistik atau teknik lain secara
matematis dapat mengungkapkan informasi baru tentang
objek yang terukur dan wawasan tertentu dalam studi
arsitektur.
Perbedaan dari kritik normatif yang lain adalah terletak pada
metode yang digunakan yang berupa standardisasi desain
yang sangat kuantitatif dan terukur secara matematis.
Standardisasi pengukuran dalam desain bangunan dapat
berupa :
a. Ukuran batas minimum atau maksimum
b. Ukuran batas rata-rata (avarage)
c.Kondisi-kondisi yang dikehendaki
Contoh :
Bagaimana Pemerintah daerah melalui Peraturan Tata
Bangunan menjelaskan beberapa sandard normatif :
- Batas maksimal ketinggian bangunan
- Batas sempadan bangunan dan luas terbangun
- Batas ketinggian pagar yang diijinkan
- Standardisasi : Pencegahan kebakaran, batas
maksmal toleransi reflektor curtainwall logam atau
kaca, penangkal petir, penggunaan air bersih dsb.
Norma atau standard yang digunakan dalam kritik terukur
bergantung pada ukuran minimum/maksimum, rata-rata
atau kondisi yang dikehendaki yang selalu merefleksikan
berbagai tujuan dari bangunan itu sendiri.
Tujuan dari bangunan biasanya diuraikan dalam tiga ragam
petunjuk sebagai berikut:
1. Tujuan Teknis ( Technical Goals)
2. Tujuan Fungsi ( Functional Goals)
3. Tujuan Perilaku ( Behavioural Goals)
T u j u a n T e k n i s
Kesuksesan bangunan dipandang dari segi standardisasi
ukurannya secara teknis
Contoh :
Sekolah, dievaluasi dari segi pemilihan dinding interiornya.
Pertimbangan yang perlu dilakukan adalah :
a. Stabilitas Struktur
- Daya tahan terhadap beban struktur
- Daya tahan terhadap benturan
- Daya dukung terhadap beban yang melekat terhadap
bahan
- Ketepatan instalasi elemen-elemen yang di luar sistem
b.Ketahanan Permukaan Secara Fisik
- Ketahanan permukaan
- Daya tahan terhadap gores dan coretan
- Daya serap dan penyempurnaan air
c. Kepuasan Penampilan dan Pemeliharaan
- Kebersihan dan ketahanan terhadap noda
- Timbunan debu yang mungkin menempel
- Kemudahan dalam penggantian terhadap elemen-elemen
yang rusak
- Kemudahan dalam pemeliharaan baik terhadap noda
atau kerusakan teknis dan alami.
T u j u a n F u n g s i o n a l
Berkait pada penampilan bangunan sebagai lingkungan
aktifitas yang khusus maka ruang harus dipenuhi melalui
penyediaan suatu area yang dapat digunakan untuk aktifitas
tersebut
Pertimbangan yang diperlukan :
- Keberlangsungan fungsi dengan baik
- Aktifitas khusus yang perlu dipenuhi
- Kondisi-kondisi khusus yang harus diciptakan
- Kemudahan-kemudahan penggunaan,
- Pencapaian dan sebagainya.
Tujuan Perilaku
Bangunan tidak saja bertujuan untuk menghasilkan
lingkungan yang dapat berfungsi dengan baik tetapi juga lebih
kepada dampak bangunan terhadap individu. Kognisi mental
yang diterima oleh setiap orang terhadap kualitas bentuk fisik
bangunan. Behaviour Follow Form
Lozar (1974), Measurement Techniques Towards a
Measurement Technology in Carson, Daniel,(ed) “Man-
Environment Interaction-5” Environmental Design Research
Association, menganjurkan sistem klasifikasi ragam elemen
perilaku dalam tiga kategori yang relevan untuk dapat
memandang kritik sebagai respon yang dituju :
1. Persepsi Visual Lingkungan Fisik
Menunjuk pada persepsi visual aspek-aspek bentuk
bangunan. Bahwa bentuk-bentuk visual tertentu akan
berimplikasi pada kategori-kategori penggunaan tertentu.
2. Sikap umum terhadap aspek lingkungan fisik
Hal ini mengarah pada persetujuan atau penolakan rasa
seseorang terhadap berbagai ragam objek atau situasi
Hal ini dapat dipandang sebagai dasar untuk
mengevaluasi variasi penerimaan atau penolakan
lingkungan lain terhadap keberadaan bangunan yg baru.
3. Perilaku yang secara jelas dapat diobservasi secara
langsung dari perilaku manusia.
Dalam skala luas definisi ini berdampak pada
terbentuknya pola-pola tertentu (pattern) seperti : Pola
pergerakan, jalur-jalur sirkulasi, kelompok-kelompok
sosial dsb.
Dalam skala kecil menunjuk pada faktor-faktor manusia
terhadap keberadaan furniture, mesin atau penutup
permukaan.
Teknik pengukuran dalam evaluasi perilaku melalui
survey instrumen-instrumen tentang sikap, mekanisme
simulasi, teknik interview, observasi instrumen, observasi
langsung, observasi rangsangan sensor.
4. K R I T I K T I P I K A L
Studi tipe bangunan saat ini telah menjadi pusat
perhatian para sejarawan arsitektur. Hal ini dapat
dipahami karena desain akan menjadi lebih mudah
dengan mendasarkannya pada type yang telah standard,
Studi tipe bangunan lebih didasarkan pada kualitas,
utilitas dan ekonomi dalam lingkungan yang telah
terstandarisasi dan kesemuanya dapat terangkum dalam
satu typologi.
Kritik Tipikal diasumsikan bahwa ada konsistensi dalam
pola kebutuhan dan kegiatan manusia yang secara tetap
dibutuhkan untuk menyelesaikan pembangunan
lingkungan fisik
E l e m e n K r i t i k T i p i k a l
Typical Criticsm didasarkan atas :
1. Struktural (Struktur)
Tipe ini didasarkan atas penilaian terhadap lingkungan
dikaitkan dengan lingkungan yang dibuat dengan material
yang sama dan pola yang sama pula.
- Jenis bahan - Sistem struktur - Pemipaan -Duckting dsb.
2. Function (Fungsi)
Hal ini didasarkan pada pembandingan lingkungan yang
didesain untuk aktifitas yang sama. Misalnya sekolah akan
dievaluasi dengan keberadaan sekolah lain yang sama.
- Kebutuhan pada ruang kelas
- Kebutuhan auditorium
- Kebutuhan ruang terbuka dsb.
3. Form (Bentuk)
- Diasumsikan bahwa ada tipe bentuk-bentuk yang
eksistensial dan memungkinkan untuk dapat dianggap
memadai bagi fungsi yang sama pada bangunan lain.
- Penilaian secara kritis dpt difocuskan pd cara bagaimana
bentuk itu dimodifikasi dan dikembangkan variasinya.
K e u n t u n g a n K r i t i k T i p i k a l
1. Desain dapat lebih efisien dan dapat menggantung-
kan pada tipe tertentu.
2. Tidak perlu mencari lagi panduan setiap mendesain
3. Tidak perlu menentukan pilihan-pilihan visi baru lagi.
4. Dpt mengidentifikasi scr spesifik setiap kasus yg sama
K e l e m a h a n K r i t i k T i p i k a l
1. Desain hanya didasarkan pada solusi yang minimal
2. Sangat bergantung pada tipe yang sangat standard
3. Memiliki ketergantungan yang kuat pada satu type
4. Tidak memiliki pemikiran yang segar
5. Sekadar memproduksi ulang satu pemecahan
A k i b a t K r i t i k T i p i k a l
1. Munculnya Semiotica dalam arsitektur, satu bentuk ilmu
sistem tanda (Science of sign systems) yang mengadopsi
dari tipe ilmu bahasa. Walaupun kemudian banyak pakar
menyangsikan kesahihan tipe ini. Dan menyebut Semiotica
dalam arsitektur sebagai bentuk pseudo theoritic
2. Munculnya Pattern Language sebagaimana telah disusun
oleh Christoper Alexander
3. Banyak penelitian yg mengarah pd penampilan bentukbang
4. Lahirnya arsitektur yang tidak memiliki keunikan dan
bangunan secara individual.
Recommended