View
32
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
Studi Kasus Gizi Pasien Rumah Sakit
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah gizi klinis adalah masalah gizi yang ditinjau secara individu
mengenai apa yang terjadi dalam tubuh seseorang, yang seharusnya ditanggulangi
secara individu. Demikian juga halnya dengan masalah gizi pada berbagai keadaan
sakit yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi proses
penyembuhan, harus diperhatikan secara individual. Adanya kecenderungan
peningkatan kasus penyakit yang terkait dengan gizi pada semua kelompok rentan,
semakin dirasakan perlu adanya penanganan khusus. Semua ini memerlukan
pelayanan gizi yang bermutu untuk mempertahankan status gizi optimal, sehingga
tidak terjadi kurang gizi untuk mempercepat penyembuhan (Depkes, 2005 : 2).
Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan
keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme
tubuhnya. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan
penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan
gizi pasien.
Terapi gizi medis merupakan salah satu faktor penunjang utama
penyembuhan penyakit dan sangat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien
sehingga harus diperhatikan agar pemberian tidak melebihi kemampuan organ tubuh
untuk melaksanakan metabolisme (Depkes RI, 2005 : 7).
Salah satu penyakit yang memerlukan terapi gizi medis adalah Sirosis
Hepatis Stadium Dekompensata. Sirosis Hepatis Stadium Dekompensata (stadium
1
lanjut) merupakan konsekuensi dari penyakit kronis hati yang ditandai dengan
adanya penggantian jaringan normal dengan jaringan fibrous sehingga sel-sel hati
akan kehilangan fungsinya (Purnomo, 2010). Penyakit ini merupakan penyakit
dengan gejala yang baru terlihat jelas jika telah memasuki stadium serius. Apabila
penyakit ini dibiarkan tidak terkendali atau penderita tidak menyadari penyakitnya
maka akan timbul berbagai komplikasi kronis yang berakibat fatal, termasuk asites
dan edema.
Berdasarkan hal diatas, dan sehubungan dengan upaya menciptakan ahli
madya gizi yang mampu mengkaji status gizi pasien dan dapat melaksanakan asuhan
gizi pasien, serta menyusun perencanaan diet sesuai dengan keadaan penyakit, baik
dengan komplikasi maupun non komplikasi, maka mahasiswa diharapkan dapat
bekerja sama dengan tim asuhan klinik dan menerapkan ilmu yang didapatkan
dibangku kuliah. Sesuai dengan kurikulum pendidikan gizi Praktek Kerja Lapangan
(PKL) manajemen asuhan gizi klinik lanjut, masing-masing mahasiswa diharapkan
mampu melaksanakan terapi diit pada berbagai macam penyakit. Berdasarkan hal
tersebut, maka dilakukan studi kasus mengenai “Penatalaksanaan Terapi Diet
Pada Penderita Sirosis Hepatis Stadium Dekompensata Dengan Asites Di
Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam Pria RSUP Dr.M. Djamil Padang“
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu melaksanakan kegiatan pelayanan gizi dan penatalaksanaan diet pada
pasien Sirosis Hati Stadium Dekompensata Di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam
Pria RSUP Dr. M. Djamil Padang.
2
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Mampu melaksanakan anamnesa gizi pasien.
1.2.2.2 Mampu menentukan status gizi pasien.
1.2.2.3 Mampu menghitung kebutuhan energi dan zat gizi pasien.
1.2.2.4 Mampu menghitung asupan energi dan zat gizi pasien.
1.2.2.5 Mampu menilai perkembangan penyakit dan status gizi pasien.
1.2.2.6 Mampu memberikan penerangan dan konsultasi gizi pada pasien.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Menambah pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi diet pasien ruang
rawat inap serta dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan.
1.3.2 Bagi Instalasi Gizi
Dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Instalasi mengenai
penatalaksanaan diet Sirosis Hati Stadium Dekompensata.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sirosis adalah kondisi fibrosis dan pembentukan jaringan parut yang difus di
hati. Jaringan hati normal digantikan oleh nodus-nodus fibrosa serta pita-pita fibrosa
yang mengerut dan mengelilingi hepatosit. Arsitektur dan fungsi hati normal
terganggu (Corwin, 2001: 573).
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur
hati yang normal oleh lembaran-lembaran jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi
jaringan hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. Nodul-nodul
regenerasi ini dapat berukuran kecil (mikronodular) atau besar (makronodular).
Sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah intrahepatik dan pada kasus yang sangat
lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertahap (Price, 2006 : 493).
Sirosis hati merupakan konsekuensi dari penyakit kronis hati yang ditandai
dengan adanya penggantian jaringan normal dengan jaringan fibrous sehingga sel-sel
hati akan kehilangan fungsinya.
Menurut Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare (2001), sirosis hepatis
adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan
ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel
hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi
arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi
tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Purnomo, 2010).
4
2.2 Etiologi, Patologi, dan Patogenesis
Meskipun etiologi berbagai bentuk sirosis masih kurang dimengerti, terdapat
tiga pola khas yang ditemukan pada kebanyakan kasus, yakni Sirosis Laënnec,
Sirosis Pascanekrotik dan Sirosis Biliaris.
2.2.1 Sirosis Laënnec
Sirosis Laënnec (disebut juga sirosis alkoholik, portal dan sirosis gizi)
merupakan suatu pola khas sirosis terkait penggunaan alkohol kronis yang jumlahnya
terjadi sekitar 75% atau lebih dari kasus sirosis. Sejumlah 10 hingga 15% peminum
alkohol mengalami sirosis.
Hubungan pasti antara penyalahgunaan alkohol dengan sirosis Laënnec
tidaklah diketahui, walaupun terdapat hubungan yang jelas dan pasti antara
keduanya. Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi
lemak secara bertahap di dalam se-sel hati. Para pakar umumnya setuju bahwa
minuman beralkohol menimbulkan efek toksik langsung terhadap hati. Akumulasi
lemak mencerminkan adanya gangguan metabolik yang mencakup pembentukan
trigliserida secara berlebihan, menurunnya jumlah keluaran trigliserida dari hati, dan
menurunnya oksidasi asam lemak. Individu yang mengkonsumsi alkohol dalam
jumlah berlebihan juga mungkin tidak makan selayaknya. Penyebab utama
kerusakan hati tampaknya merupakan efek langsung alkohol pada sel hati, yang
meningkat pada saat malnutrisi.
Degenerasi lemak tak berkomplikasi pada hati seperti yang terlihat pada
alkoholisme dini bersifat reversibel bila berhenti minum alkohol, beberapa kasus dari
kondisi yang relatif jinak ini akan berkembang menjadi sirosis. Secara makroskopis
5
hati membesar, rapuh, tampak berlemak, dan mengalami gangguan fungsional akibat
akumulasi lemak dalam jumlah banyak.
Bila kebiasaan minum alkohol diteruskan, terutama apabila semakin berat,
dapat terjadi suatu hal (belum diketahui penyebabnya) yang akan memacu seluruh
proses sehingga akan terbentuk jaringan parut yang luas. Sebagian pakar yakin
bahwa lesi kritis dalam perkembangan sirosis hati mungkin adalah hepatitis
alkoholik. Hepatitis alkoholik ditandai secara histologis oleh nekrosis hepatoseluler,
sel-sel balon, dan infiltrasi leukosit poli-morfonuklear (PMN) di hati. Akan tetapi,
tidak semua penderita lesi hepatitis alkoholik akan berkembang menjadi sirosis hati
yang lengkap.
Pada kasus sirosis Laënnec sangat lanjut, lembaran-lembaran jaringan ikat
yang sangat tebal terbentuk pada tepian lobulus, membagi parenkim menjadi nodul-
nodul halus. Nodul-nodul ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai
upaya hati untuk mengganti sel-sel yang rusak. Hati tampak terdiri dari sarang-
sarang sel-sel degenerasi dan regenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa
yang tebal. Pada keadaan ini, sirosis sering disebut sebagai Sirosis Nodular Halus.
Hati akan menciut, keras dan hampir tidak memiliki parenkim normal pada stadium
akhir sirosis, yang menyebabkan terjadinya hipertensi portal dan gagal hati.
Penderita sirosis Laënnec lebih beresiko menderita karsinoma sel hati primer
(hepatoseluler) (Price, 2006 : 494).
2.2.2 Sirosis Pascanekrotik
Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati.
Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak
sel hati dan diselingi dengan parenkim hati normal. Sekitar 75% kasus cenderung
6
berkembang dan berakhir dengan kematian dalam 1 hingga 5 tahun. Kasus sirosis
pascanekrotik berjumlah sekitar 10% dari kasus sirosis. Sekitar 25 hingga 75% kasus
memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya. Banyak pasien yang memiliki hasil uji
HBsAg-positif, sehingga menunjukkan bahwa hepatitis kronis aktif merupakan
peristiwa penting.
Ciri khas kasus sirosis pascanekrotik adalah bahwa tampaknya sirosis ini
adalah faktor predisposisi timbulnya neoplasma hati primer (karsinoma
hepatoseluler). Resiko ini meningkat hampir sepuluh kali lipat pada pasien karier
dibandingkan pada pasien bukan karier (Hildt, 1998) (dalam Price, 2006 : 494).
2.2.3 Sirosis Biliaris
Kerusakan sel hati yang dimulai disekitar duktus biliaris akan menimbulkan
pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Tipe ini merupakan 2% penyebab
kematian akibat sirosis.
Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pascahepatik.
Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan
kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, namun
jarang memotong lobulus seperti pada sirosis Laënnec. Hati membesar, keras,
bergranula halus dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan
utama dari sindrom ini, demikian pula pruritus, malabsorpsi dan steatorea.
Sirosis biliaris primer menampilkan pola yang mirip dengan sirosis biliaris
sekunder (penjelasan di atas), namun lebih jarang ditemukan. Sirosis biliaris primer
lebih sering terjadi pada perempuan usia 30 hingga 65 tahun dan disertai dengan
berbagai gangguan autoimun (misal, tiroiditis autoimun atau arthritis reumatoid)
(Price, 2006 : 494-495).
7
2.3 Gambaran Klinis
Gambaran klinis sirosis hati umumnya sama untuk semua tipe tanpa
memandang penyebabnya, meskipun beberapa tipe sirosis yang tersendiri mungkin
memiliki gambaran klinis dan biokimia yang berbeda. Masa ketika sirosis
bermanifestasi sebagai masalah klinis hanyalah sepenggal waktu dari perjalanan
klinis selengkapnya. Sirosis berifat laten selama bertahun-tahun, dan perubahan
patologis yang terjadi berkembang lambat hingga akhirnya gejala yang timbul
menyadarkan akan adanya kondisi ini. Selama masa laten yang panjang, terjadi
kemunduran fungsi hati secara bertahap.
Gejala dini bersifat samar dan tidak spesifik yang meliputi kelelahan,
anoreksia, dyspepsia, flatulen, perubahan kebiasaan defekasi (konstipasi atau diare),
dan berat badan sedikit berkurang. Mual dan muntah lazim terjadi (terutama pada
pagi hari). Nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau kuadran kanan
atas terdapat pada sekitar separuh penderita. Pada sebagian besar kasus, hati keras
dan mudah teraba tanpa memandang apakah hati membesar atau mengalami atrofi.
Menifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan
fisiologis, yakni gagal sel hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal hepatoseluler
adalah ikterus, edema perifer, kecendrungan perdarahan, eritema Palmaris (telapak
tangan merah), angioma laba-laba, fetor hepatikum dan ensefalopati hepatik.
Gambaran klinis yang terutama berkaitan dengan hipertensi portal adalah
splenomegali, varises esofagus dan lambung, serta manifestasi sirkulasi kolateral
lain. Asites (cairan dalam rongga peritoneum) dapat dianggap sebagai manifestasi
kegagalan hepatoseluler dan hipertensi portal (Price, 2006 : 495).
8
2.4 Diagnosis
Perubahan patologis penyakit hati dibagi dalam tiga jenis yaitu peradangan,
fibrosis dan neoplasma. Perubahan fibrosis terjadi pada sirosis hati dan pada
peradangan kronis. Destruksi sel parenkim yang luas akibat peradangan, fibrosis,
neoplasma atau obstruksi mengganggu fungsi sekresi dan eksresi. Ikterus (jaringan
tubuh berwarna kuning) merupakan gejala yang sering ditemukan dan timbul akibat
gangguan eksresi bilirubin. Hipertensi portal, asites, varises esofagus dan
ensefalopati hepatik adalah komplikasi sirosis dan gagal hati lanjut yang sering
terjadi (Price, 2006 : 477).
Untuk menegakkan diagnosis penyakit hati dilakukan beberapa rangkaian
pemeriksaan, seperti pada tabel berikut :
Tabel 2.1Uji Fungsi Hati
Uji Nilai Normal Makna KlinisEksresi Empedu Mengukur kemampuan hati untuk
mengonjugasi dan mengeksresi pigmen empedu.
Bilirubin serum direk (terkonjugasi)
0,1 – 0,3mg/dl Meningkat bila terjadi gangguan eksresi bilirubin terkonjugasi.
Bilirubin serum indirek (tidak terkonjugasi)
0,2 – 0,7mg/dl Meningkat pada keadaan hemolitik dan Sindrom Gilbert.
Bilirubin serum total 0,3 – 1,0mg/dl Bilirubin serum direk dan total meningkat pada penyakit hepatoseluler.
Bilirubin urine 0 Bilirubin terkonjugasi dieksresi dalam urine bila kadarnya meningkat dalam serum, mengesankan adanya obstruksi pada sel hati. Urine berwarna coklat, bila dikocok timbul busa berwarna kuning (pemeriksaan sederhana di bangsal).
Urobilinogen urine 1,0 – 3,5mg/24 jam
Berkurang pada gangguan hati. Meningkat bila jumlah yang dihasilkan melampaui kemampuan hati untuk mengeksresi kembali, seperti pada ikterus hemolitik.
9
Metabolisme ProteinProtein serum total
Albumin serumGlobulin serum
6 – 8g/dl 3,2 – 5,5g/dl2,0 – 3,5g/dl
Sebagian besar protein serum dan protein pembekuan disintesis oleh hati, sehingga kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati.
Masa Protrombin 11 – 15 detik Meningkat pada penurunan sintesis protrombin akibat kerusakan sel hati.
Amonia (NH3) darah 80 – 100µg/dl Hati mengubah NH3 menjadi urea. Kadarnya meningkat pada gagal hati atau pada pintas portal sistemik yang besar.
Enzim SerumAST (SGOT)
ALT (SGPT)
LDH
5 – 35 unit/ml (Frankel)
5 – 35 unit/ml (Frankel)
200 – 450 unit/ml (Wrobleski)
Aspartate Aminotransferase (AST) atau Serum Glutamic Oxaloasetic Transaminase (SGOT)Alanine Aminotransferase (ALT) atau Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT)Lactic Dehydrogenase (LDH), semuanya adalah enzim intrasel yang terutama berada di jantung, hati dan jaringan skelet, yang dilepaskan dari jaringan yang rusak (seperti nekrosis), meningkat pada kerusakan sel hati.
Fosfatase Alkali 30 – 120 IU/L atau 2 – 4unit/dl (Bodansky)
Dibentuk dalam tulang, hati, ginjal, usus halus, dan dieksresikan kedalam empedu. Kadarnya meningkat pada metastasis hati.
Uji Imunologik Uji diagnostik yang penting untuk hepatitis virus
(dalam Price, 2006 : 478)
Tabel 2.2Metode Radiologis untuk Menegakkan Diagnosis Penyakit Hati
Uji Keterangan Foto polos abdomen Dapat memperlihatkan cabang-cabang saluran hati dan dapat
memperlihatkan adanya splenomegali atau asites nyata. Ultrasonografi Untuk mendeteksi massa padat atau kistik di dalam hatiCT Scan Pencitraan beresolusi tinggi pada hati, menunjukkan adanya
batu, massa padat, kista, abses dan kelainan struktur.Barium Meal Dapat menunjukkan varises esofagus pada lebih 70% kasus,
tumor sering menyebabkan pergeseran duodenumScan Hati radioisotop dengan sel darah berlabel radioaktif
Menunjukkan perubahan anatomi pada jaringan hati, lesi nampak sebagai efek pengisian (tumor, kista, abses)
Angiografi aksis Menunjukkan kerusakan pada sirosis.
10
seliak selektifPengukuran tekanan portal
Tekanan portal meningkat pada sirosis.
(dalam Price, 2006 : 479)
2.5 Komplikasi
2.5.1 Perdarahan Saluran Cerna
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan paling berbahaya
pada sirosis adalah perdarahan dari varises esofagus yang merupakan penyebab dari
sepertiga kematian. Penyebab lain perdarahan adalah tukak lambung dan duodedum
(pada sirosis, insidensi gangguan ini meningkat), erosi lambung akut dan
kecendrungan perdarahan (akibat massa protrombin yang memanjang dan
trombositopenia).
Penderita datang dengan melena atau hematemesis. Tanda perdarahan
kadang-kadang adalah ensefalopati hepatik. Hipotensi dapat terjadi bergantung pada
jumlah dan kecepatan kehilangan darah.
Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu faktor penting yang
mempercepat terjadinya ensefalopati hepatik. Ensefalopati hepatik terjadi bila
ammonia dan zat-zat toksik lain masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Sumber
ammonia adalah pemecahan protein oleh bakteri pada saluran cerna. Ensefalopati
akan terjadi bila darah tidak dikeluarkan melalui aspirasi lambung dan bila
pemecahan protein darah oleh bakteri tidak dicegah.
2.5.2 Asites
Asites adalah penimbunan cairan serosa dalam rongga peritoneum. Asites
adalah manifestasi kardinal sirosis dan bentuk berat lain dari penyakit hati. Beberapa
faktor yang turut terlibat dalam patogenesis asites pada sirosis hati :
11
1) Hipertensi porta
Mekanisme primer penginduksi hipertensi porta adalah resistensi terhadap
aliran darah melalui hati. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik
dalam jaringan pembuluh darah intestinal.
2) Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia terjadi karena menurunnya sintesis yang dihasilkan oleh
sel-sel hati yang terganggu. Hipoalbuminemia menyebabkan menurunnya tekanan
osmotik koloid.
3) Meningkatnya pembentukan dan aliran limfe hati
Kombinasi antara tekanan hidrostatik yang meningkat dengan tekanan
osmotik yang menurun dalam jaringan pembuluh darah intestinal menyebabkan
terjadinya transudasi cairan dari ruang intravaskular ke ruang interstisial sesuai
dengan hukum gaya Starling (ruang peritoneum dalam kasus Asites). Hipertensi
porta kemudian meningkatkan pembentukan limfe hepatik, yang menyeka dari hati
ke dalam rongga peritoneum. Mekanisme ini dapat turut menyebabkan tingginya
kandungan protein dalam cairan asites, sehingga meningkatkan tekanan osmotik
koloid dalam cairan rongga peritoneum dan memicu terjadinya transudasi cairan dari
rongga intravaskular ke ruang peritoneum.
4) Retensi natrium dan Gangguan eksresi air
Merupakan faktor penting dalam berlanjutnya asites. Retensi air dan natrium
disebabkan oleh hiperaldosteronisme sekunder (penurunan volume efektif dalam
sirkulasi mengaktifkan mekanisme rennin-angiotensin-aldosteron). Penurunan
inaktivasi aldosteron sirkulasi oleh hati juga dapat terjadi akibat kegagalan
hepatoseluler.
12
Suatu tanda asites adalah meningkatnya lingkar abdomen. Penimbunan cairan
yang sangat nyata dapat menyebabkan nafas pendek karena diafragma meningkat.
Dengan semakin banyaknya penimbunan cairan peritoneum, dapat dijumpai cairan
lebih dari 500 ml pada saat pemeriksaan fisik dengan gelombang cairan, dan perut
yang membengkak. Jumlah yang lebih sedikit dapat dijumpai dari pemeriksaan USG.
2.5.3 Ensefalopati Hepatik
Ensefalopati Hepatik (koma hepatikum) merupakan sindrom neuropsikiatri
pada penerita penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai oleh kekacauan mental,
tremor otot, dan flepping tremor yang disebut sebagai asteriksis. Perubahan mental
diawali dengan perubahan kepribadian, hilang ingatan, dan iritabilitas yang dapat
berlanjut hingga kematian akibat koma dalam. Ensefalopati hepatik yang berakhir
dengan koma adalah mekanisme kematian yang terjadi pada sepertiga kasus sirosis
yang fatal (Price, 2006 : 498-499).
2.6 Pengobatan
Pengobatan sirosis biasanya tidak memuaskan. Tidak ada agen farmakologik
yang dapat menghentikan atau memperbaiki proses fibrosis. Terapi terutama
ditujukan pada penyebabnya (seperti penyalahgunaan alkohol dan obstruksi saluran
empedu) lalu mengatasi berbagai komplikasi (perdarahan saluran cerna, asites dan
ensefalopati hepatikum).
Berbagai tindakan telah digunakan untuk segera mengatasi perdarahan.
Tamponade dengan alat seperti pipa Sengstaken-Blakemore (triple-lumen) dan
Minnesota (quadruple-lumen) dapat menghentikan perdarahan untuk sementara
waktu. Vasopressin (Pitressin) telah digunakan untuk mengatasi perdarahan. Obat ini
menurunkan tekanan porta dengan mengurangi aliran darah splangnik, walaupun
13
efeknya hanya bersifat sementara. Kendati telah dilakukan tindakan darurat, sekitar
35% penderita akan meninggal akibat gagal hati dan komplikasi.
Metode utama pengobatan asites adalah pembatasan garam. Obat diuretik
juga dapat digabungkan dengan diet rendah garam. Kehilangan cairan dianjurkan
tidak lebih dari 1,0 kg/hari bila terjadi edema perifer dan asites. Ketidakseimbangan
elektrolit harus dihindari, sebab obat diuretik dapat mencetuskan ensefalopati
hepatikum.
Langkah pengobatan ensefalopati hepatik dipusatkan pada mekanisme
penyebabnya. Yang paling penting adalah mencari faktor pencetus, seperti
perdarahan saluran pencernaan atau terapi diuretik yang berlebihan dan pemberian
pengobatan korektif. Pengobatan awal adalah menyingkirkan semua protein dari diet
dan menghambat kerja bakteri dari protein usus, karena pemecahan protein dalam
usus adalah sumber NH3 zat nitrogen lain. Neomisin (suatu antibiotik yang tidak
diabsorpsi) biasanya merupakan obat terpilih untuk penghambatan bakteri usus.
Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit perlu dilakukan, terutama
hipokalemia, yang mencetuskan ensefalopati.
Beberapa tindakan dapat dilakukan untuk mencegah ensefalopati pada pasien
yang memiliki pirau portakaval, atau yang sembuh dari ensefalopati. Tindakan ini
mencakup diet dengan protein dalam jumlah sedang, dosis rumatan neomisin, tidak
memberikan obat diuretik pendeplesi kalium dan yang mengandung NH3, tidak
memberikan obat sedatif dan narkotika, menghindari konstipasi dan membatasi
semua makanan mengandung protein bila gejala muncul kembali (Price, 2006).
14
2.7 Pelaksanaan Diit
2.7.1 Perhitungan Kebutuhan
2.7.1.1 Penentuan Berat Badan Kering
Pasien menderita Sirosis Hati dengan komplikasi Asites dan edema. Untuk
mendapatkan berat badan kering, perlu dilakukan pengurangan sesuai dengan luas
asites dan edema.
2.7.1.2 Penentuan Status Gizi
Penentuan status gizi pasien dilakukan dengan cara menghitung Indeks Massa
Tubuh (IMT) berdasarkan berat badan kering. Penentuan status gizi berdasarkan IMT
menggunakan batas ambang seperti pada tabel berikut :
Tabel 2.3Kategori Batas Ambang IMT
Kategori Batas Ambang
KurusKekurangan berat badan tingkat berat <17,0
Kekurangan berta badan tingkat ringan 17,0 – 18,5
Normal >18,5 – 25,0
GemukKelebihan berat badan tingkat ringan >25,0 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0
(dalam Almatsier,2005 : 22)
2.7.2 Tujuan, Prinsip dan Syarat Diet
2.7.2.1 Tujuan Diet
Adapun tujuan dari Diet Hati adalah untuk mempertahankan status gizi
optimal tanpa memberatkan fungsi hati dengan cara :
15
1) Meningkatkan regenerasi jaringan hati dan mencegah kerusakan lebih lanjut
serta meningkatkan fungsi jaringan hati yang tersisa
2) Mencegah katabolisme protein
3) Mempertahankan berat badan normal
4) Mengurangi serta mencegah edema dan asites
5) Mencegah koma hepatik
2.7.2.2 Prinsip Diet
1) Energi tinggi, untuk mencegah pemecahan protein, yaitu 35 kkal/kg BB
2) Protein agak tinggi, agar terjadi anabolisme protein, yaitu 1 g/kg BB/hr
3) Lemak cukup, yaitu 16% dari kebutuhan energi total
4) Karbohidrat sisa dari kebutuhan energi total
5) Vitamin dan mineral diberikan sesuai dengan tingkat defisiensi
2.7.2.3 Syarat Diet
1) Makanan mudah cerna, dan tidak mengandung bumbu yang tajam
2) Makanan diberikan dalam bentuk lunak, sesuai dengan keadaan penyakit dan
kemampuan pasien
16
BAB III
GAMBARAN PASIEN
3.1 Identitas Pasien
Nama Penderita : Tn. N
Nomor MR : 69 24 44
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Seorang tenaga pendidik (guru)
Alamat : Jl. Pelita IV Koto Lolo, Kerinci
Tanggal Masuk : 11 Mei 2010
Ruang Rawat : Penyakit Dalam Pria, Ruang 11, Kelas I
3.2 Data Subyektif
3.2.1 Riwayat Nutrisi
3.2.1.1 Dahulu
Berdasarkan hasil anamnesa yang dilakukan, dapat diketahui bahwa sebelum
masuk rumah sakit selera makan pasien baik. Pasien biasanya makan tiga kali sehari,
dengan porsi yang tidak terlalu banyak, lebih kurang 200 gram nasi, 50 gram protein
hewani dan 50 gram sayur setiap kali makan. Pasien jarang mengkonsumsi protein
nabati, seperti tahu dan tempe. Pasien menyukai semua makanan yang biasa
disediakan di rumah dan pasien tidak memiliki pantangan terhadap bahan makanan
tertentu (untuk bahan makanan yang umum dikonsumsi).
17
3.2.1.2 Sekarang
Berdasarkan hasil anamnesa, selera makan pasien sekarang masih baik, hanya
saja pasien tidak menghabiskan makanan dari rumah sakit. Pasien beralasan jika
dihabiskan semua, perutnya akan terasa sesak / penuh dan sakit.
3.2.2 Riwayat Penyakit
3.2.2.1 Dahulu
Diketahui bahwa pasien pernah menderita Hepatitis sebelumnya.
3.2.2.2 Sekarang
Pasien mengalami asites, buang air kecil (BAK) terlihat seperti teh pekat, dan
pasien mengalami ikterik, serta edema pada kedua tungkai.
3.2.2.3 Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit Sirosis Hepatis.
3.2.3 Keluhan
Berdasarkan hasil anamnesa, pasien merasakan sakit di bagian perut, perut
terasa cepat penuh bila diisi makanan, serta pasien merasakan sakit di bagian
pinggang.
3.3 Data Obyektif
3.3.1 Antropometri
Berat badan aktual = 70 kg
Tinggi badan = 165 cm
18
3.3.2 Pemeriksaan Fisik dan Klinis
Berdasarkan rekam medik pasien, dapat diketahui bahwa pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan klinis pasien pada tanggal 11 Mei 2010 (hari pertama dirawat)
adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1Hasil Pemeriksaan Fisik Pasien
Pemeriksaan Fisik Nilai Nilai NormalAsites + -Ikterik + -
Edema kedua tungkai + -BAK seperti teh pekat + -
Kesadaran CMC CMC*+ (positif)* − (negatif)
Tabel 3.2Hasil Pemeriksaan Klinis Pasien
Pemeriksaan Klinis Nilai Nilai NormalTekanan Darah 100/70 mmHg 120/80 mmHg
Suhu 36,30 C 36,8 – 370CNadi 78 kali/menit 60 – 80 kali/menit
Pernapasan 20 kali/menit 20 – 22 kali/menit
3.3.3 Hasil Laboratorium
Berdasarkan rekam medik pasien, dapat diketahui bahwa pemeriksaan
laboratorium pasien pada tanggal 11 Mei 2010 (hari pertama dirawat) adalah sebagai
berikut :
Tabel 3.3Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien
Hasil Laboratorium Nilai Nilai NormalHb 9,6 g/dl 13 – 16
Leukosit 8900/ml 5.000 – 10.000 Trombosit 100.000/ml 150.000 – 400.000
Total Kolesterol 96 mg/dl <220HDL 51 g/dl > 65LDL 28 mg/dl <150
19
Trigliserida 86 mg/dl <150Ureum Darah 79 mg/dl 10,0 – 50,0
Kreatinin Darah 1,7 mg/dl 0,6 – 1,1 Natrium 133 mg/dl 139 – 145 Kalium 4,2 mg/dl 4,4 – 4,8
Clorida Serum 103 mg/dl 76 – 102Total Protein 5,9 g/dl 6,6 – 8,7
Albumin 2,0 g/dl 3,8 – 5,0Globulin 3,9 g/dl 1,3 – 2,7
Bilirubin Total 4,8 mg/dl 0,3 – 1,0Bibirubin Direk 3,3 mg/dl <0,80Bilirubin Indirek 1,5 mg/dl <0,20
SGOT 82 u/I <38SGPT 45 u/I <41
Alkali Fosfatase 258 u/I <270
3.3.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang
3.3.4.1 USG Abdomen
Laporan USG :
Asites
Permukaan hati tidak rata
Vena porta melebar
Diagnosa USG : Sirosis Hepatis dengan Splenomegali + Asites
3.3.4.2 Pemeriksaan Cairan Tubuh ( Cairan Asites )
Makroskopis : - Volume 10 cc
- Kekeruhan Jernih
- Warna Kuning
Mikroskopis : - Jumlah Sel 25/mm3
Kimia : - Protein 1,2 g/dl
- Glukosa 155 mg/dl
3.3.5 Terapi Medis20
Selain dianjurkan istirahat, pasien juga diberikan obat-obatan yaitu :
1) IVFD Aminofusin Hepar : Triofusin (1 : 2), berfungsi untuk pengganti
cairan tubuh (terdiri dari nutrisi, elektrolit)
2) Curcuma 3x1, berfungsi sebagai vitamin dan meningkatkan nafsu makan.
3) Lasix 2x1, berfungsi untuk mengikat cairan/mengurangi asites (obat diuretik)
3.4 Assesment
3.4.1 Assesment Medis
Berdasarkan data pemeriksaan fisik, klinis dan laboratorium pasien, maka
dokter menegakkan diagnosa bahwa pasien menderita Sirosis Hepatis Stadium
Dekompensata ( Stadium Lanjut ) dengan Asites.
3.4.2 Assessment Gizi
Berat Badan Kering = 15% x 70 = 10,5
= 70 – 10,5 = 59,5 kg
Tinggi Badan = 165 cm
IMT = = = = 21,87 kg/m2 Normal
Berdasarkan data antropometri, status gizi pasien adalah baik.
3.5 Planning
3.5.1 Diet yang diberikan : Diet Hati / Rendah Garam
Bentuk makanan : Makanan Lunak
Cara pemberian : Oral
Frekuensi pemberian : 3 x makanan pokok dan 2 x makanan selingan
Cara pemesanan : ML DH / RG
21
3.5.2 Tujuan Diet
Adapun tujuan dari Diet Hati adalah untuk mempertahankan status gizi
optimal tanpa memberatkan fungsi hati dengan cara :
1) Meningkatkan regenerasi jaringan hati dan mencegah kerusakan lebih lanjut
serta meningkatkan fungsi jaringan hati yang tersisa
2) Mencegah katabolisme protein
3) Mempertahankan berat badan normal
4) Mengurangi serta mencegah edema dan asites
5) Mencegah koma hepatik
3.5.3 Prinsip dan Syarat Diet
3.5.3.1 Prinsip Diet
1) Energi tinggi, untuk mencegah pemecahan protein, yaitu 35 kkal/kg BB
2) Protein agak tinggi, agar terjadi anabolisme protein, yaitu 1 g/kg BB/hr
3) Lemak cukup, 16% dari kebutuhan energi total
4) Karbohidrat sisa dari kebutuhan energi total
5) Vitamin dan mineral diberikan sesuai dengan tingkat defisiensi
3.5.3.2 Syarat Diet
1) Makanan mudah cerna, dan tidak mengandung bumbu yang tajam
2) Makanan diberikan dalam bentuk lunak, sesuai dengan keadaan penyakit dan
kemampuan pasien
3.5.4 Perhitungan Kebutuhan
22
Berat badan kering = 59,5 kg
Energi = 35 kkal x 59,5 = 2082,5 kkal
Protein = 1 x 59,5 = 59,5 gram
Lemak = 16% x 2082,5 = = 37 gram
Karbohidrat = 2082,5 – ( 238 + 333,2 )
= 2082,5 – 571,2
= = 377,8 gram
Berdasarkan jumlah energi dan zat gizi yang diperoleh dari hasil perhitungan,
maka pasien diberikan Diet Hati III / Rendah Garam II (600 – 800 mg Na).
3.6 Perencanaan Menu
Menu yang akan diolah direncanakan sesuai dengan perhitungan kebutuhan
pasien, prinsip dan syarat diet, jenis penyakit, serta perencanaan bahan disesuaikan
dengan bahan makanan yang tersedia di Instalasi Gizi. Pola menu yang disusun
terdiri dari 3 x makanan pokok dan 2 x makan selingan, dan setiap kali makanan
pokok terdiri dari nasi lunak, lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan buah. Menu yang
disajikan pada hari pengolahan dapat dilihat pada tabel 3.4, sedangkan analisis
perencanaan menu dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 3.4Perencanaan Menu untuk Pasien
Waktu Menu Pagi Nasi lunak
Sup bola-bola daging Tumis kangkung Buah pisang
Snack siang Puding hunkweSiang Nasi lunak
23
Ikan laut bumbu tomat Tempe bumbu kuning Bening bayam Buah apel
Snack sore Agar-agarSore Nasi lunak
Ikan air tawar bakar Pepes tahu Sayur wortel + Kc. Panjang Buah jeruk manis
3.7 Pengolahan, Penyajian dan Pendistribusian
Pengolahan dilaksanakan pada hari ketiga pengamatan di Instalasi Gizi.
Pengolahan untuk makanan pagi dimulai pukul 05.30 WIB, pengolahan untuk snack
siang dan makanan siang dimulai pukul 09.30 WIB serta pengolahan untuk snack
sore dan makanan sore dimulai pukul 13.30 WIB.
Makanan yang telah diolah, disajikan dengan menggunakan plato dan diberi
garnish seperti ketimun, tomat dan seledri (makanan lunak tidak boleh memakai
cabe).
Pendistribusian dilakukan secara sentralisasi, namun karena pasien adalah
pasien kelas I, maka makanan yang telah disajikan di plato dipindahkan ke alat
makan pasien setelah sampai di ruangan. Pendistribusian dilakukan sesuai dengan
jadwal pendistribusian di Instalasi Gizi, yaitu untuk makanan pagi pukul 07.00 WIB,
untuk snack siang dan makanan siang pukul 11.00 WIB dan untuk snack sore dan
makanan sore pukul 15.00 WIB. Makanan dibawa oleh pegawai rumah tangga ke
ruang rawat inap penyakit dalam pria.
3.8 Monitoring dan Evaluasi
24
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk melihat
perkembangan pasien selama studi kasus berlangsung. Monitoring dan evaluasi
dilakukan dengan cara mengamati perkembangan pasien selama 3 hari berturut-turut,
baik monitoring asupan, monitoring status gizi, monitoring pemeriksaan fisik dan
klinis, dan monitoring hasil laboratorium.
3.8.1 Asupan Energi dan Zat Gizi
Selama 3 hari pengamatan, dilakukan monitoring dan evaluasi untuk menilai
asupan makanan pasien, dan daya terima pasien terhadap makanan yang diberikan
rumah sakit maupun makanan tambahan dari luar serta melihat kepatuhan pasien
terhadap diet yang diberikan. Jenis dan jumlah makanan yang bisa dihabiskan pasien
di analisa, untuk mendapatkan nilai asupan energi dan zat gizi pasien dalam sehari.
Nilai yang diperoleh dibandingkan dengan perhitungan kebutuhan pasien selama
sakit dan dikategorikan berdasarkan besarnya nilai, sesuai dengan klasifikasi tingkat
konsumsi.
Berdasarkan Buku Pedoman Petugas Gizi Puskesmas, Depkes RI (1990)
(dalam Supariasa, 2002 : 114), klasifikasi tingkat konsumsi dibagi menjadi empat
dengan cut of points masing-masing sebagai berikut :
1) Baik : ≥100%
2) Sedang : 80 – 99%
3) Kurang : 70 – 80%
4) Defisit : <70%
3.8.2 Status Gizi
25
Status gizi dilihat berdasarkan data antropometri untuk menilai baik, kurang
atau lebihnya status gizi pasien, yaitu dengan cara mengukur tinggi badan dan
menimbang berat badan pasien, kemudian menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT)
dan dikategorikan. Monitoring dan evaluasi dilakukan pada awal dan akhir studi
kasus.
3.8.3 Pemeriksaan Fisik dan Klinis
Monitoring dan evaluasi terhadap pemeriksaan fisik dan klinis dilakukan
selama studi kasus untuk, melihat perkembangan penyakit pasien dari awal sampai
akhir studi kasus.
3.8.4 Hasil Laboratorium
Monitoring dan evaluasi terhadap hasil pemeriksaan laboratorium (jika ada
pemeriksaan laboratorium selama studi kasus) dilakukan untuk melihat
perkembangan penyakit pasien dari awal sampai akhir studi kasus.
3.9 Penerangan dan Konsultasi Diet
Penerangan dan konsultasi diet diperlukan untuk mengubah persepsi,
membuka pikiran, dan membangkitkan semangat pasien untuk melaksanakan diet
agar tercapai kehidupan yang optimal bagi pasien. Penerangan dan konsultasi diet
akan dilakukan pada akhir studi kasus.
Topik : Diet Hati III dan Rendah Garam II
Tujuan : Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang
diet yang harus dijalankan serta memotivasi pasien dalam
menjalankan diet.
Sasaran : Pasien dan keluarga
26
Metode : Diskusi dan tanya jawab
Media : Leaflet mengenai Sirosis Hati dan leaflet Diet Rendah Garam
serta daftar bahan makanan penukar
Materi : - Menjelaskan tujuan diet
- Menjelaskan prinsip dan syarat diet
- Menjelaskan bahan makanan yang boleh dan tidak boleh
dikonsumsi
- Menjelaskan cara penggunaan daftar bahan makanan
penukar
Indikator : Pasien menjalankan prinsip dan syarat diet yang diberikan
BAB IV
27
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Anamnesa
Berdasarkan hasil anamnesa, diketahui bahwa pasien biasanya makan tiga
kali sehari, dengan porsi yang tidak terlalu banyak, 200 gram nasi setiap kali
makan. Untuk protein hewani, pasien suka mengkonsumsi ikan air laut/ikan air tawar
satu potong sedang (50 gram) 4 x seminggu. Pasien jarang mengkonsumsi protein
nabati seperti tahu dan tempe, 2 x seminggu dengan porsi 50 gram setiap kali
makan. Untuk sayuran pasien suka mengonsumsi sayuran hijau seperti daun
singkong, kangkung dan bayam ½ gelas (50 gram) setiap kali makan. Pasien
menyukai semua makanan yang biasa disediakan di rumah dan pasien tidak memiliki
pantangan terhadap bahan makanan tertentu (untuk bahan makanan yang umum
dikonsumsi).
Pasien menyukai semua jenis pengolahan makanan, baik dengan cara
digoreng, ditumis ataupun berkuah santan. Gambaran makanan pasien (jenis dan
jumlah bahan makanan yang biasa dikonsumsi) dalam 1 hari dapat dilihat pada
Lampiran 2, dan perhitungan kebutuhan energi dan zat gizi pasien sebelum sakit
dapat dilihat pada Lampiran 3. Perbandingan antara asupan makanan pasien dengan
kebutuhan pasien sebelum masuk rumah sakit dapat dilihat pada tabel :
Tabel 4.1Hasil Anamnesa Asupan Energi dan Zat Gizi
Dibandingkan dengan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi PasienSebelum Dirawat
Zat gizi Hasil anamnesa Kebutuhan %Energi (kkal) 1509,08 1930,5 78,17
Protein (gram) 54,31 58,5 92,83Lemak (gram) 29 32,1 90,34
Karbohidrat (gram) 250,67 337,83 74,20Natrium (mg) 99,4 135 – 147 mmol/l -
28
Dari data diatas dapat diketahui bahwa sebelum masuk rumah sakit, asupan
energi dan karbohidrat pasien dikategorikan kurang (78,17% dan 74,20%) dan
asupan lemak serta protein pasien dikategorikan sedang (90,34% dan 92,83% ). Hal
ini disebabkan karena porsi makan pasien tidak terlalu banyak dan pasien jarang
mengkonsumsi makanan porsi atau makanan selingan. Asupan natrium pasien dari
bahan makanan saja adalah 99,4% .
4.2 Monitoring Data Fisik dan Klinis
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 3 hari, diketahui
pemeriksaan fisik pasien sebagai berikut :
Tabel 4.2Hasil Pemeriksaan Fisik Pasien Selama Pengamatan Studi Kasus
Pemeriksaan Fisik 19 Mei 2010 20 Mei 2010 21 Mei 2010 Nilai NormalAsites + + + -Ikterik + + + -
Edema kedua tungkai + + + -BAK seperti teh pekat - - - -
Kesadaran CMC CMC CMC CMC*CMC = Sadar penuh*+ (positif)*− (negatif)
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 3 hari, diketahui
pemeriksaan klinis pasien sebagai berikut :
Tabel 4.3Hasil Pemeriksaan Klinis Pasien Selama Pengamatan Studi Kasus
Pemeriksaan Klinis
19 Mei 2010 20 Mei 2010 21 Mei 2010 Nilai Normal
Tekanan Darah 130/80 mmHg 110/60 mmHg 100/60 mmHg 120/80 mmHgSuhu 36,50C 37,80C 37,50C 36,8 – 370CNadi 62 kali/menit 72 kali/menit 92 kali/menit 60 – 80 kali/menit
Pernapasan 20 kali/menit 22 kali/menit 26 kali/menit 20 – 22 kali/menit
29
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa selama 3 hari pengamatan,
hasil pemeriksaan fisik pasien untuk asites, ikterik serta edema kedua tungkai tidak
mengalami perubahan. Mulai dari hari pertama hingga hari ketiga pengamatan
pemeriksaan klinis terus meningkat (tinggi), namun untuk tekanan darah menurun
mulai dari hari pertama hingga hari ketiga pengamatan.
4.3 Monitoring Data Laboratorium
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 3 hari, diperoleh data hasil
pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :
Tabel 4.4Hasil Pemeriksaan Laboratorium Selama Pengamatan Studi Kasus
Hasil Laboratorium
Awal Masuk Rumah Sakit
19 Mei 2010
20 Mei 2010
21 Mei 2010
Nilai Normal
Hb 9,6 g/dl - - - 13 – 16 Leukosit 8900/ml - - - 5.000 – 10.000
Trombosit 100.000/ml - - - 150.000 – 400.000Total Kolesterol 96 mg/dl - - - <220
HDL 51g/dl - - - > 65LDL 28 mg/dl - - - <150
Trigliserida 86 mg/dl - - - <150Ureum Darah 79 mg/dl - - - 10,0 – 50,0
Kreatinin Darah 1,7 mg/dl - - - 0,6 – 1,1 Natrium 133 mg/dl - - - 139 – 145 Kalium 4,2 mg/dl - - - 4,4 – 4,8
Clorida Serum 103 mg/dl - - - 76 – 102Total Protein 5,9 g/dl - - - 6,6 – 8,7
Albumin 2,0 g/dl - - - 3,8 – 5,0Globulin 3,9 g/dl - - - 1,3 – 2,7
Bilirubin Total 4,8 mg/dl - - - 0,3 – 1,0Bibirubin Direk 3,3 mg/dl - - - <0,80Bilirubin Indirek 1,5 mg/dl - - - <0,20
SGOT 82 u/I - - - <38SGPT 45 u/I - - - <41
Alkali Fosfatase 258 u/I - - - <270
30
Selama 3 hari pengamatan yang berlangsung, pengamatan terhadap hasil
laboratorium tidak dapat dilakukan, karena belum ada pemeriksaan laboratorium
lanjutan.
4.4 Monitoring Asupan Energi dan Zat Gizi Pasien
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama tiga hari, diketahui rata-rata
asupan energi dan zat gizi pasien pada tabel 4.5 berikut, sedangkan analisis untuk
pengamatan ini dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 4.5Perbandingan Rata-Rata Asupan Energi dan Zat Gizi dengan Kebutuhan Sakit
Keb. DietEnergi Protein Lemak Karbohidrat
Na2082,5 % 59,5 % 37 % 377,8 %
I L DH III/II 1012,52 48,62 30,71 51,61 15,2 41,08 183,29 48,51 62,8II L DH III/II 831,25 39,9 28,25 47,47 20 54,04 127,75 33,81 70,75
III L DH III/II 934,32 44,86 25,51 42,87 20,05 54,18 157,04 41,56 45,6Jumlah 2778,09 133,40 84,47 141,95 55,25 149,3 468,08 123,88 179,15
Rata-rata 926,03 44,46 28,15 47,31 18,41 49,76 156,02 41,29 59,71
Dari data diatas dapat diketahui bahwa asupan energi dan zat gizi pasien
dapat disesuaikan dengan kategori tingkat konsumsi yaitu asupan energi (44,46%),
asupan karbohidrat (41,29%) dan asupan protein (47,31%) serta asupan lemak
(49,76%) dikategorikan defisit. Hal ini disebabkan karena pasien tidak mau
menghabiskan makanan, dengan alasan perut yang terasa sesak dan penuh jika diisi
makanan. Rata-rata asupan natrium pasien yang berasal dari makanan sudah cukup
rendah, yaitu 59,71%.
31
4.5 Perkembangan Penyakit dan Status Gizi Pasien
4.5.1 Perkembangan Penyakit Pasien
Perkembangan penyakit pasien dapat dilihat dari data pemeriksaan fisik dan
klinis. Dari pemeriksaan fisik, dapat diketahui bahwa asites dan edema kedua tungkai
pasien meningkat, serta ikterik tidak berkurang. Pasien terlihat sesak dengan keadaan
perut yang semakin membesar. Dari pemeriksaan klinis, diketahui bahwa suhu,
pernafasan, dan nadi pasien terus meningkat, sedangkan tekanan darah menurun
sampai hari ketiga. Untuk pemeriksaan laboratorium tidak dapat dimonitoring karena
pada saat pengamatan belum ada pemeriksaan ulang atau lanjut.
4.5.2 Perkembangan Status Gizi Pasien
Perkembangan status gizi pasien dilihat pada awal mendapatkan pasien dan
akhir pengamatan, yakni sebagai berikut :
Tabel 4.6Perkembangan Status Gizi Pasien
Antropometri 17 Mei 2010 21 Mei 2010TB (cm) 165 165
BBA (kg) 70,0 70,5BB Kering (kg) 59,5 56,4
BBI (kg) 58,5 58,5IMT (kg/m2) 21,87 20,73Status gizi Baik Baik
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa, pada awal studi kasus dilakukan
penimbangan, diketahui berat badan pasien 70,0 kg, status gizi pasien masih dalam
kondisi status gizi baik. Pada hari terakhir dilakukan penimbangan kembali, berat
badan pasien menjadi 70,5 kg. Ada peningkatan berat badan pasien sebanyak 0,5 kg
dan dengan IMT yang masih normal dengan status gizi baik. Peningkatan berat
badan disebabkan karena asites dan edema yang meningkat. Pada awal penimbangan,
32
pengurangan asites dan edema untuk berat badan kering pasien dipakai 15%, tetapi
karena asites dan edema meningkat, pengurangan untuk berat badan kering pasien
dipakai 20%.
4.6 Penerangan dan Konsultasi Diet
Waktu pelaksanaan : Tanggal 24 Mei 2010.
Topik : Diet Hati III dan Rendah Garam II
Tujuan : Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga
tentang diet yang harus dijalankan serta memotivasi
pasien dalam menjalankan diet.
Waktu pelaksanaan : Tanggal 24 Mei 2010.
Tempat : Ruang 11 Penyakit Dalam Pria
Sasaran : Pasien dan keluarga
Metode : Diskusi dan tanya jawab
Media : Leaflet mengenai Sirosis Hati dan leaflet Diet Rendah Garam
serta daftar bahan makanan penukar
Materi : - Menjelaskan tujuan diet
- Menjelaskan prinsip dan syarat diet
- Menjelaskan bahan makanan yang boleh dan tidak boleh
dikonsumsi
- Menjelaskan cara penggunaan daftar bahan makanan
penukar
Indikator : Pasien menjalankan prinsip dan syarat diet yang diberikan
33
Hasil : Pasien dan keluarga pasien bersedia mendengarkan
penjelasan dan termotivasi untuk menjalankan serta mematuhi
prinsip dan syarat diet yang diberikan, dengan alasan mereka
ingin melihat pasien sembuh.
34
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Berdasarkan anamnesa yang dilakukan, diketahui bahwa asupan energi
dan karbohidrat pasien dikategorikan kurang (78,17% dan 74,20%),
sedangkan asupan protein dan lemak dikategorikan sedang (92,83% dan
90,34%). Rata-rata asupan natrium pasien yang berasal dari bahan
makanan adalah 99,4 mg
5.1.2 Berdasarkan nilai IMT, status gizi pasien adalah gizi baik dengan hasil
perhitungan 21,87 kg/m2.
5.1.3 Berdasarkan perhitungan kebutuhan zat gizi didapatkan hasil kebutuhan
energi pasien sebesar 2082,5 kkal; protein 59,5 gram; lemak 37 gram
dan karbohidrat 377,8 gram.
5.1.4 Rata-rata asupan energi dan zat gizi pasien dikategorikan defisit (energi
44,46%, karbohidrat 41,29%, dan protein 47,31% serta lemak 49,76%),
yang disebabkan karena pasien tidak mau menghabiskan makanan,
dengan alasan perut yang terasa sesak dan penuh jika diisi makanan.
Sedangkan rata-rata asupan natrium pasien yang berasal dari bahan
makanan sudah cukup rendah (59,71%). Pasien diberikan diet Hati III
Rendah Garam II dari awal sampai akhir studi kasus.
5.1.5 Perkembangan penyakit pasien pada akhir pengamatan studi kasus
belum membaik. Hasil monitoring fisik (asites,edema,ikterik) tidak
35
menunjukkan perubahan dan monitoring klinis semakin meningkat.
Perkembangan status gizi pasien tetap, yaitu status gizi baik.
5.1.6 Penerangan dan konsultasi gizi dilakukan pada akhir studi kasus
(tanggal 24 Mei 2010) menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang
diet hati/rendah garam dan jenis makanan yang boleh dan tidak boleh
dikonsumsi, serta cara pengggunaan bahan makanan penukar.
5.2 Saran
Sebaiknya pasien lebih dimotivasi dan diberi penerangan diet, agar pasien
berusaha menghabiskan makanannya dengan perlahan. Namun jika tidak bisa,
anjurkan keluarga untuk menambah konsumsi dengan susu (susu khusus untuk
penyakit hati) agar asupan energi dan zat gizi dapat terpenuhi.
36
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita.2005Penuntun DIET edisi baru. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Corwin, Elizabeth J. 2001Patofisiologi. Jakarta : EGC
Depkes RI. 2005Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta
Price, Silvia A.,dkk. 2006Patofisiologi Volume 1. Jakarta : EGC
Purnomo, Dian. 2010“Sirosis Hepatis”.(http://www.dianxneox6.co.cc/2010/04/sirosis-hepatis.html). Diakses 18 Mei 2010
Sirosis Hati.(http://id.wikipedia.org/wiki/Sirosis_hati) Diakses 18 Mei 2010
Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2002Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC
37
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Laporan Studi Kasus yang berjudul “Penatalaksanaan Terapi Diet Pada
Penderita Sirosis Hepatis Stadium Dekompensata Dengan Asites Di Ruang Rawat
Inap Penyakit Dalam Pria RSUP Dr.M. Djamil Padang” ini telah diperiksa dan
disetujui.
Plh Ka. Instalasi Gizi, Pembimbing,
DESRIHARNI, SST DESRIHARNI, SST NIP.196812131992032001 NIP.196812131992032001
38
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan studi kasus dengan judul “Penatalaksanaan Terapi Diet Pada Penderita
Sirosis Hepatis Dengan Asites di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam Pria RSUP
DR. M. Djamil Padang”.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Yanuar Hamid, Sp.PD, MARS; Direktur Utama RSUP
DR. M. Djamil Padang
2. Bapak Gusnedi, STP, MPH selaku Ka. Jurusan Gizi Poltekkes
Depkes RI Padang
3. Ibu Desriharni, SST selaku Plh Ka. Instalasi Gizi, yang telah
memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk melaksanakan praktek
kerja lapangan di Instalasi Gizi RSUP DR. M. Djamil Padang, sekaligus
sebagai pembimbing Studi Kasus, yang telah memberikan arahan dan
bimbingan dalam penyelesaian laporan studi kasus ini.
4. Ibu Delfrida Sagala, AMG selaku koordinator pembimbing
mahasiswa praktek kerja lapangan di Instalasi Gizi RSUP DR. M. Djamil
Padang, yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam
pelaksanaan praktek kerja lapangan ini.
5. Seluruh Pembimbing dan staf Instalasi Gizi RSUP DR. M. Djamil
Padang yang memberikan bantuan, arahan dan bimbingan selama
pelaksanaan praktek.
6. Teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan motivasi dan
masukan.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu penulis mengharapkan tanggapan, kritikan dan saran yang bersifat membangun
demi kelengkapan laporan ini.
39
i
Semoga laporan ini bermanfaat dalam menambah ilmu serta wawasan bagi
kita, khususnya di bidang gizi.
Padang, Mei 2010
Penulis
40ii
DAFTAR ISI
LEMBARAN PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................. 2
1.4 Manfaat................................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi................................................................................................ 4
2.2 Etiologi, Patologi, Patogenesis ........................................................... 5
2.3 Gambaran Klinis.................................................................................. 8
2.4 Diagnosis............................................................................................. 9
2.5 Komplikasi........................................................................................... 11
2.6 Pengobatan........................................................................................... 13
2.7 Pelaksanaan Diit.................................................................................. 15
BAB III GAMBARAN PASIEN
3.1 Identitas Pasien.................................................................................... 17
3.2 Data Subyektif ................................................................................ 17
3.3 Data Obyektif ................................................................................ 18
3.4 Assesment............................................................................................ 21
41iii
3.5 Planning............................................................................................... 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Anamnesa............................................................................................ 28
4.2 Monitoring Data Fisik dan Klinis........................................................ 29
4.3 Monitoring Data Laboratorium........................................................... 30
4.4 Monitoring Asupan Energi dan Zat Gizi Pasien.................................. 31
4.5 Perkembangan Penyakit dan Status Gizi Pasien.................................. 32
4.6 Penerangan dan Konsultasi Diet.......................................................... 33
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 35
5.2 Saran.................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
42iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Uji Fungsi Hati
Tabel 2.2 Metode Radiologis untuk Menegakkan Diagnosis Penyakit Hati
Tabel 2.3 Kategori Batas Ambang IMT
Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Fisik Pasien
Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Klinis Pasien
Tabel 3.3 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien
Tabel 3.4 Perencanaan Menu untuk Pasien
Tabel 4.1 Hasil Anamnesa Asupan Energi dan Zat Gizi Dibandingkan dengan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Pasien Sebelum Dirawat
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Fisik Pasien Selama Pengamatan Studi Kasus
Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Klinis Pasien Selama Pengamatan Studi Kasus
Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien Selama Pengamatan Studi Kasus
Tabel 4.5 Perbandingan Rata-Rata Asupan Energi dan Zat Gizi dengan Kebutuhan Sakit
Tabel 4.6 Perkembangan Status Gizi Pasien
43v
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Analisis Perencanaan Menu untuk Pasien
Lampiran 2 Analisis Hasil Anamnesa Kebiasaan Makan Pasien Sebelum Masuk
Rumah Sakit
Lampiran 3 Perhitungan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Pasien Sebelum Sakit
Lampiran 4 Analisis Hasil Pengamatan Hari Pertama
Analisis Hasil Pengamatan Hari Kedua
Analisis Hasil Pengamatan Hari Ketiga
44vi
LAPORAN STUDI KASUS
PENATALAKSANAAN DIET DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS PEDIS DEXTRA
DI RUANG RAWAT INAP PENYAKIT DALAM PRIARSUP DR. M. DJAMIL PADANG
Oleh :LISMIL META SARI
092113924
Pembimbing :RITA ARNI, SST
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI PADANGJURUSAN GIZI
2012
45
Lampiran 3
Perhitungan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Pasien
Sebelum Sakit
Berat badan Ideal = (TB – 100 ) – 10%
= (165 – 100) – 10%
= 65 – 6,5
= 58,5 kg
BMR = 1 x 58,5 kg x 24 jam = 1404
Koreksi Umur = 5% x 1404 = 70,2______ -1333,8
Aktivitas = 30% x 1404 = 421,2______+1755
SDA = 10% x 1755 = 175,5______+1930,5 kkal
Energi = 1930,5 kkal
Protein = 1 x 58,5 = 58,5 gram
Lemak = 15% x 1930,5
= 289,575 : 9 = 32,17 gram
Karbohidrat = 70% x 1930,5
=1351,35 : 4 = 337,83 gram
46
Recommended