View
7
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
LAPORAN TEKNIS
LEMPUNG TERAKTIFKAN TERPILAR SEBAGAI “GREEN CATALYST”
UNTUK SINTESIS BIODIESEL
Disusun oleh:
Irna Rosmayanti, ST.
Ir. Hernawan, MT
Kristanto Wahyudi, MT
Ferry Arifiadi, S.Si
Herlina Damayanti, ST
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI
BALAI BESAR KERAMIK
Jl. Jend. A. Yani No. 392 Bandung 40272. Telp (022) 7206221 7207115
Fax (022) 7205322 Email : keramik@bbk.go.id
2019
i
KATA PENGANTAR
Buku ini disusun sebagai laporan pertanggung jawaban pelaksanaan kegiatan penelitian
“LEMPUNG TERAKTIFKAN TERPILAR SEBAGAI “GREEN CATALYST” UNTUK
SINTESIS BIODIESEL” yang dibiayai dari DIPA tahun 2019.
Laporan ini terdiri dari 6 (enam) bab. Bab I Pendahuluan menguraikan tentang latar
belakang, tujuan, sasaran, lingkup kegiatan, keluaran dan hasil; Bab II Tinjauan Pustaka; Bab III
Metodologi menguraikan secara rinci tentang bahan, peralatan dan prosedur yang digunakan dalam
penelitian; Bab IV Hasil dan Pembahasan yang memuat data-data hasil penelitian dan evaluasinya;
Bab V Kesimpulan dan Saran; serta BAB VI. Prakiraan Dampak Hasil Kegiatan.
Besar harapan kami semoga buku laporan ini selain menjadi pedoman perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan BBK pada tahun-tahun yang akan datang, juga dapat berguna sebagai bahan
masukan bagi Kementerian Perindustrian dalam merumuskan kebijakan pengembangan industri
keramik di Indonesia.
Bandung, Desember 2019
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
RINGKASAN (EXECUTIVE SUMMARY) vi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 1
1.3 Keluaran yang diharapkan 2
1.4 Perkiraan Manfaat dan Dampak Kegiatan Yang dirancang 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Lempung 3
2.2 Bentonit 4
2.3 Lempung Terpilar 5
2.4 Lempung Terpilar sebagai Katalis pada Sintesis Biodiesel 7
BAB III METODOLOGI 10
3.1 Pendekatan dan Kerangka Teoritis 10
3.2 Ruang Lingkup dan Lokasi Kegiatan 11
3.3 Bahan dan Alat 13
3.4 Analisis Risiko Pelaksanaan Kegiatan 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17
4.1 Hasil 19
4.2 Pembahasan 21
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 22
BAB VI PRAKIRAAN DAMPAK HASIL KEGIATAN 23
DAFTAR PUSTAKA 24
LAMPIRAN 26
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Komposisi Bentonit 4
Tabel 3.1 Identifikasi Hazard Material 13
Tabel 3.2 Identifikasi peralatan yang digunakan dan kondisi operasi 14
Tabel 3.3 Identifikasi Bahaya Lingkungan 14
Tabel 3.4 Identifikasi Bahaya Ergonomi 15
Tabel 3.5 Identifikasi Hazard Pelaku Kerja Laboratorium 15
Tabel 3.1 Analisis Risiko 16
Tabel 4.1 Komposisi kimia bentonit dibandingkan dengan komposisi kimia Na-bentonit dan Ca-bentonit
17
Tabel 4.2 Luas permukaan bentonit teraktivasi Na dan bentonit hasil pilarisasi 20
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Struktur Lempung Montmorilonite 3
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 11
Gambar 4.1 Difraktogram XRD dari Bentonite teraktivasi Na dan Bentonite Hasil
Interkalasi
18
Gambar 4.2 Difraktogram XRD dari Bentonite teraktivasi Na dan Bentonite Hasil
Pilarisasi
20
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Road Map 26
Lampiran 2 Evaluasi Capaian TRL 27
Lampiran 3 SK Tim 30
Lampiran 4 Realisasi Fisik dan Anggaran 35
Lampiran 5 Foto-foto 36
vi
RINGKASAN (EXECUTIVE SUMMARY)
Pemanfaatan bahan bakar fosil didalam kegiatan manusia sehari telah mencapai tahapan kritis
dimana cadangan yang tersedia semakin menipis sementara permintaan cenderung meningkat dari
waktu ke waktu . Oleh karena itu, diperlukan sumber bahan bakar aternatif, diantaranya dengan
memanfaatkan sumber bahan bakar dari tumbuhan atau limbah proses pengolahan tanaman menjadi
minyak untuk memproduksi biodiesel/biofuel. Indonesia memiliki potensi sumber bahan baku untuk
pembuatan biodiesel/biofuel seperti kelapa sawit. Minyak dari tumbuhan dapat dikonversi menjadi
biodiesel melalui pemecahan dan tranesterifikasi. Katalis lempung dapat digunakan untuk
membantu proses transesterifikasi, setelah melalui interkalasi dan pilarisasi. Pada penelitian ini,
akan dilakukan interkalasi dengan penambahan surfaktan yang diikuti pilarisasi menggunakan
senyawa kompleks dari Al.
Kata kunci: energi, katalis, tranesterifikasi, surfaktan, interkalasi, pilarisasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemanfaatan bahan bakar fosil didalam kegiatan manusia sehari telah mencapai tahapan kritis
dimana cadangan yang tersedia semakin menipis sementara permintaan cenderung meningkat dari
waktu ke waktu dan diramalkan habis dalam jangka 40-60 tahun kedepan apabila laju penggunaan
sama seperti saat ini (Selaimiia, 2015; Hattab, 2013). Hal ini dirasakan oleh negara kita dimana
sumur – sumur minyak yang ada mulai ditinggalkan karena tidak lagi ekonomis untuk diekspoitasi
sedangkan sumur – sumur minyak baru ditemukan dan telah ada belum sepenuhnya dapat
berproduksi dan permintaan bahan bakar fosil meningkat seiring dengan meningkatnya kegiatan
industri dan mobilitas individu, hal ini tentunya tak dapat dihindarkan untuk impor minyak
mentah.
Bahan bakar fosil merupakan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable
resources) sehingga perlu didorong untuk bahan bakar alternatif yang bersifat dapat diperbaharui
diantaranya dengan pengembangan biodiesel dari tumbuhan seperti kelapa sawit. Indonesia adalah
salah satu pemilik perkebunan terluas kelapa sawit di dunia dan ini menjadi potensi untuk
produksi biodiesel.
Penggunaan lempung sebagai katalis dalam pengubahan minyak dari tumbuhan menjadi biodiesel
merupakan pilihan sebagai proses yang ramah lingkungan dan aman. Deposit lempung tersebar
diseluruh Indonesia sehingga memberi peluang bagi peningkatan nilai tambah lempung itu sendiri
dan diharapkan pada penggunaannya akan mendorong kemadirian dalam penyediaan energi
pengembangan sumberdaya energi terbarukan.
Pemanfaatan lempung untuk industri sangat luas, tidak hanya di industri keramik tetapi juga
industri kimia, pengolahan limbah air, penyerapan gas, dll (Baloyi, 2017). Balai Besar Keramik
telah beberapa kali melaksanakan penelitian berkaitan dengan pemurnian dan
pengaktifan/modifikasi lempung, bahkan peneliti BBK pernah terlibat dalam kerjasama
internasional dalam interkalasi lempung. Penelitian dan pengembangan lebih lanjut pemanfaatan
lempung sebagai katalis atau penyangga katalis diharapkan dapat mendorong program
pengembangan bahan bakar terbarukan disamping penggunaan “green catalyst”.
1.2 Tujuan
2
Mendapatkan teknik dan teknologi proses pengaktifan lempung dan pilarisasi untuk katalisis
sintesis biodiesel.
1.3 Keluaran yang diharapkan
Lempung aktif untuk digunakan industri sintesis dengan karakteristik sesuai untuk proses sintesis
biodiesel.
1.4 Perkiraan Manfaat dan Dampak Kegiatan Yang dirancang
Penelitian dan pengembangan ini berkaitan dengan rekayasa material lempung untuk konversi
minyak nabati terutama dari kelapa sawit menjadi biodiesel/biofuel melalui transesterifikasi.
Perkiraan manfaat dan dampak dari kegiatan ini sebagai berikut:
Memberi peluang tumbuhnya industri pengolahan/pengaktifan lempung.
Memberi peluang industri sintesis biodiesel dari tumbuhan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lempung
Lempung merupakan material yang bersifat plastis pada keadaan basah dengan ukuran butir
yang sangat halus (< 0,002 mm). Berdasarkan struktur dan komposisinya, lempung dibagi
menjadi tiga kelompok utama, yaitu kaolinite, smektit dan illite. Lempung yang umum
digunakan untuk pembuatan lempung terpilar adalah kelompok lempung smektit, yang memiliki
tingkat pengembangan yang tinggi daripada kelompok kaolinite dan illite.
Lempung jenis smektit memiliki kemampuan mengabsorbsi molekul H2O di antara
lembarannya, sehingga volume mineral meningkat ketika terjadi kontak dengan air. Hal inilah
yang menyebabkan lempung jenis smektit memiliki sifat expanded clay. Contoh umum dari
lempung jenis smektit adalah montmorillonite, yang merupakan komponen utama dari bentonit.
Susunan lapisan dari montmorilonite dapat bervariasi dengan satu lembaran tetrahedral dan satu
lembaran oktahedral (1 : 1) atau satu lembaran oktatrahedral diapit oleh dua lembaran
tetrahedral (1:2) sebagaimana Gambar 1. Diantara lapisan terdapat ruang antar lapisan yang diisi
oleh kation yang dapat dipertukarkan. Jarak antar lapis dapat diperbesar dengan menggantikan
kation berukuran kecil dengan kation dari molekul besar dari senyawa organik.
Gambar 2.1 Struktur Lempung Montmorilonite
Lempung memiliki struktur dari susunan berlapis dari lembaran tetradral (T) dan lembaran
oktahedral (O). Diantara lapisan lempung ada ruang antarlapisan yang diisi oleh kation dan
digantikan dengan kation lain secara reversible. Dalam mineralogi, kapasitas pertukaran ion
bermuatan positif (kation) yang terkandung dalam tanah dengan kation lain diukur melalui
4
penentuan nilai kapasitas tukar kation (KTK). Nilai kapasitas tukar kation dipengaruhi oleh
tekstur tanah dan kandungan material organik di dalamnya. Tipe lempung yang berbeda
memiliki nilai kapasitas tukar kation yang beragam. Smektit memiliki nilai kapasitas tukar
kation yang paling tinggi yaitu 80 – 100 meq/ 100 mg, kemudian illite berkisar antara 15 – 40
meq/ 100 mg, dan kaolinite memiliki nilai kapasitas tukar kation antara 3 – 15 meq/ 100 mg.
Bentonit di Indonesia memiliki daya penukar kation dengan ukuran kapasitas tukar kation
(KTK) yang berbeda-beda untuk masing-masing daerah, yaitu berkisar antara 50 – 100 meq/ 100
mg.
2.2. Bentonit
Bentonit merupakan istilah dagang yang digunakan untuk mineral yang mengandung lebih dari
85 % montmorilonit, sisanya antara lain kaolin, illite, gipsum, feldspar, abu vulkanik, pasir
kuarsa. Bentonit mempunyai rumus kimia Al2O3.4SiO2. XHO, yang merupakan senyawa silikat
dan alumina yang mengandung air terikat secara kimia.
Dalam keadaaan kering, bentonit mempunyai sifat fisik berupa partikel butiran yang halus
berbentuk serpihan yang khas seperti tekstur pecah kaca, kilap lilin, lunak, plastis, terasa seperti
sabun, mudah menyerap air dan dapat melakukan pertukaran ion, berwarna kuning muda hingga
abu-abu, bila lapuk berwarna coklat kekuningan kuning merah atau coklat kehijauan tergantung
dari jenis dan jumlah fragmen mineralnya.
Sifat fisik lainnya yaitu memiliki massa jenis 2,2 – 2,8 kg/m3; indeks bias 1,547 – 1,557; massa
molekul relatif 549,07 g/mol dan titik lebur 1330 – 1430 oC. Ukuran partikel koloid bentonit
sangat kecil dan mempunyai kapasitas penukar ion yang tinggi dengan pertukaran ion terutama
diduduki oleh ion-ion Ca2+ dan Mg2+.
Unsur-unsur kimia yang terkandung dalam bentonit sebagai berikut:
Tabel 2.1. Komposisi Bentonit
Komposisi kimia Na-bentonit (%) Ca-bentonit (%)
SiO2 61,3 – 61,4 62,12
Al2O3 19,8 17,33
Fe2O3 3,9 5,30
CaO 0,6 3,68
5
MgO 1,3 3,30
Na2O 2,2 0,50
K2O 0,4 0,55
H2O 7,2 7,22
Bentonit yang telah diaktivasi dan diolah dapat digunakan dalam berbagai aplikasi seperti:
1. Adsorben atau bahan pemucat pada industri minyak kelapa sawit
2. Katalis pada industri kimia
3. Bahan penukar ion
4. Bentonit sebagai lumpur bir
5. Bentonit sebagai tambahan makanan ternak
6. Bahan baku kosmetik
2.3. Lempung Terpilar
Lempung terpilar merupakan material berpori yang mempunyai luas permukaan tinggi dan
merupakan material dua dimensi yang banyak digunakan untuk berbagai macam aplikasi, di
antaranya sebagai katalis dan adsorben.
Pembuatan lempung terpilar didasarkan pada fenomena mengembang yang merupakan sifat
khusus dari lempung jenis smektit. Pengembangan ini terjadi karena lapisan paralel pada struktur
ini terikat antara satu dengan yang lainnya oleh gaya elektrostatik sehingga dapat diperbesar
dengan pemasukan spesies polar di antara lapisan.
Karakter keasaman dari lempung terpilar diperoleh dari asam Bronsted (donor proton) atau asam
Lewis (akseptor pasangan elektron). Sifat asam Bronsted nampak ketika bergabung dengan
proton
bebas selama proses dehidroksilasi dari agen pemilar dan lembaran-lembaran lempung,
sementara sifat asam Lewis dihubungkan dengan oksida logam pemilar. Jumlah dan kekuatan
kedua sifat asam ini berhubungan erat dengan tipe lempung dan agen pemilar (Zhao et al., dalam
Gyftopoulou et al., 2005). Berdasarkan sifat asam yang dimilikinya sehingga lempung terpilar
digunakan dalam reaksi-reaksi yang dikatalisis asam, seperti: perengkahan (cracking),
hidroisomerisasi, dehidrogenasi, hidrogenasi, aromatisasi, disproporsionasi, esterifikasi, alkilasi,
dan reduksi katalis
6
selektif.
Sebagai katalis untuk mengkondisikan suasana reaksi dan mempercepat reaksi, lempung perlu
mengalami aktivasi dan atau modifikasi. Lempung dapat diaktifkan dengan basa atau asam,
sementara modifikasi dilakukan terutama pada lapisan antarlapisan/basat dengan mengganti
kation melalui pertukaran ion.
Tujuan aktivasi lempung adalah salah satunya meningkatkan kemampuan adsorpsi dan dapat
dilakukan dengan secara pemanasan ataupun kimia. Umumnya aktivasi dilakukan dengan
mereaksikan dengan sodium karbonat atau asam kuat.
Modifikasi jarak antarlapisan (interlayer) atau interkalasi adalah proses memperlebar jarak antar
basalt (ruang antarlapis). Interkalasi dilakukan untuk mengubah sifat hidrofilik dari lempung
menjadi organofilik (organoclay), umumnya dengan mengikatkan rantai hidrokarbon berupa
surfaktan pada permukaan lempung sehingga memungkinkan lempung bercampur dengan
larutan organik. Penambahan surfaktan sebagai bahan interkalasi berfungsi juga untuk
menurunkan tegangan antarmuka lempung. Penetrasi surfaktan diantara lapisan-lapisan
penyusun lempung dengan disertai dengan pertukaran ion akan memperlebar jarak antar lapisan
lempung. Semakin panjang rantai surfaktan semakin besar rapat muatan dan jarak antar lapisan.
Interkalasi melalui pertukaran ion lempung dengan surfaktan yang mengandung kation organik
seperti alkil-ammonium (R-NH3) akan menghasilkan reaksi antara gugus fungsi lempung dengan
rantai aliphatiknya membentuk nanokomposit lempung yang bersifat organofilik (organoclay).
Pelebaran jarak yang terjadi setelah proses interkalasi ini memungkinkan untuk menyisipkan
katalis. Sementara pengaturan jarak antar lapisan memungkinkan sifat selektif terhadap bahan
yang ingin dikonversi sehingga dapat menghindarkan katalis dari keracunan oleh material lain
yang dapat memperpendek keaktifannya.
Pilarisasi lempung yang telah dimodifikasi dilakukan dengan penyisipan ion bermuatan positif
sebagai agen pemilar. Pilarisasi dapat dilakukan dengan penyisipan senyawa kompleks kation
logam polihidroksi (Al-, Cr-, Zr-, Ti- dan Fepolihidroksi) ke dalam antarlapis silikat lempung
(Baksh dkk, 1992), selanjutnya dikalsinasi untuk membentuk pilar-pilar oksida logam (Al2O3,
Cr2O3, ZrO2, TiO2 dan Fe2O3) (Yang dkk, 1992).
7
Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa lempung terpilar Al memperlihatkan ukuran pori yang
relatif seragam, hidrolisisnya mudah dikendalikan, dan ukuran pilarnya tidak terlalu peka oleh
perubahan keadaan hidrolisis. Lempung terpilar Al mempunyai stabilitas termal yang cukup
tinggi mencapai suhu 700°C. Jarak antar lapis yang dihasilkan berkisar antara 12-18 Å yang
dipengaruhi oleh kondisi sintesisnya. Rausch dan Bale menggunakan agen pemilar senyawa
kompleks polioksokasi dari Al dengan rumus molekul [AlO4Al12(OH)24H2O)17]7+. Larutan
polikation Al13 dibuat dengan cara hidrolisis baik dengan penambahan basa, seperti hidroksida
dan karbonat, ke dalam AlCl3 atau Al(NO3)3 dengan rasio molar OH/Al sampai dengan 2,5,
maupun dengan penambahan langsung bubuk Al ke dalam larutan AlCl3. Al kompleks (ion
Keggin) tersebut bersifat stabil sehingga menyebabkan proses penyisipan logam-logam pemilar
ke dalam ruang antar lembaran alumina-silikat semakin mudah. Penyisipan Al kompleks sebagai
agen pemilar ukuran besar dapat membentuk saluran yang lebih luas dibanding zeolit (5 – 20 Å
dibanding 3 – 11 Å) sehingga mampu menjalankan pemecahan hidrokarbon rantai panjang dan
mendorong berlangsung reaksi transesterifikasi minyak dari tumbuhan menjadi bahan bakar
biodiesel.
Kalsinasi pada temperatur 573 – 773 oK mengubah kation polioksida Al menjadi pilar-pilar
Aluminium oksida. Proses pemanasan sangat diperlukan untuk memperoleh lempung terpilar
yang stabil dengan mikroporositas yang permanen. Selama proses kalsinasi, berlangsung reaksi
dehidrasi dan dehidroksidasi terhadap prekursor pemilar bermuatan yang akan menghasilkan
partikel-partikel oksida yang netral. Persamaan reaksi dalam kesetimbangan elektrik diperoleh
dengan melepaskan proton selama konversi pada proses pemanasan:
[Al13O4(OH)24(H2O)12]7+ 6,5 Al2O3 + 20,5 H2O + 7 H+
Perubahan jarak antar lapis silikat akibat masuknya agen pemilar polihidroksi kation akan
menyebabkan perubahan karakteristik seperti basal spacing, luas permukaan spesifik, distribusi
ukuran pori dan morfologi struktur permukaan.
2.3. Lempung Terpilar Sebagai Katalis pada Sintesis Biodiesel
Katalis merupakan zat yang memegang peranan penting dalam industri kimia dimana katalis
digunakan untuk meningkatkan laju reaksi dalam proses kimia (Peter et al., 2012). Penelitian
katalis saat ini dititikberatkan pada pemilihan katalis dengan aktifitas, selektivitas serta stabilitas
termal yang tinggi. Hal ini dikarenakan tiga karakter utama tersebut sangat diperlukan selama
proses katalitik berlangsung. Katalis yang baik adalah katalis yang memiliki kemampuan
optimal
8
dalam beberapa proses katalisis antara lain sifat sorpsi umpan dan produk, kecepatan transport
molekul dari dan ke sisi aktif oleh difusi dan aktifitas intrinsik dari beberapa reaksi. Untuk itu,
preparasi katalis dengan luas permukaan spesifik yang tinggi sangat diperlukan agar reaktan
mencapai sisi aktif secara maksimal.
Katalis homogen seperti HF, H2SO4, HCl, AlCl3, ZnCl2, BF3, PTSA, dan SbF5 sangat efektif
digunakan dalam reaksi tetapi memiliki beberapa kelemahan yaitu kesulitan dalam proses
penanganan, pembuangan sifat toksik dan korosif dari katalis sehingga katalis tersebut sangat
berbahaya untuk digunakan dalam proses kimia. Hal ini mendorong berkembangnya katalis
heterogen sebagai katalis alternatif pengganti katalis homogen. Katalis heterogen memiliki
beberapa kelebihan di antaranya stabil, selektivitas tinggi, dapat digunakan kembali, proses
penanganan dan pemurnian lebih sederhana, aman digunakan serta lebih ramah lingkungan
(Peter et al., 2012; Khire et al., 2012; Toor et al., 2010).
Sintesis biodiesel dari minyak dari nabati dapat berlangsung melalui reaksi esterifikasi,
transesterifikasi atau pirolisis. Reaksi esterifikasi akan mengubah asam lemak dalam minyak
nabati menjadi ester dengan bantuan alkohol dalam suasana asam melalui reaksi berikut:
Sementara dalam basa asam lemak akan mengalami reaksi saponifikasi yang memberikan
produk yang tidak dikehendaki sebagaimana ditunjukan oleh reaksi berikut:
Reaksi transesterifikasi merupakan pengubahan minyak nabati dengan bantuan alkohol menjadi
ester yang berbeda dan perubahan berlangsung lebih efektif dalam suasana basa dibandingkan
dalam asam. Reaksi transesterifikasi dari trigleserida (TAG) menjadi ester yang merupakan
komponen utama biodiesel digambarkan dalam persamaan reaksi berikut:
9
Karakter lempung terpilar sebagai katalis heterogen mencakup peranan situs aktif katalis dan
peranan stabilitas termal (Tyagi et al., 2006; Carlvalho et al., 2003). Selain itu, performa
lempung terpilar sebagai katalis dipengaruhi oleh sifat pori dari lempung terpilar yang
berhubungan dengan tipe reaktan organik yang digunakan.
Pemanfaatan lempung yang teraktifkan dan termodifikasi (terpilar) dilakukan untuk
memfasilitasi reaksi transesterifikasi dan esterifikasi sementara menekan reaksi lainnya untuk
menghindarkan senyawa yang tidak dikehendaki dalam biodiesel. Lempung adalah senyawa
aluminosilikat dengan struktur unik yang tersusun dari lembaran tetrahedron dan octahedron.
Penggunaan lempung menjadikan proses kimia, pengolahan limbah, penyerapan emisi dan juga
proses konversi minyak nabati biodiesel menjadi lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan
metoda penambahan reaktan kimia.
10
BAB III
METODOLOGI
3.1 Pendekatan dan Kerangka Teoritis
Dalam pembuatan lempung terpilar, pelebaran jarak antar lapis (interkalasi) memegang peranan
penting untuk mengubah sifat hidrofilik dari lempung menjadi organofilik (organoclay).
Interkalasi umumnya dengan mengikatkan rantai hidrokarbon berupa surfaktan pada permukaan
lempung sehingga memungkinkan lempung bercampur dengan larutan organik. Penetrasi
surfaktan diantara lapisan-lapisan penyusun lempung dengan disertai dengan pertukaran ion
akan memperlebar jarak antar lapisan lempung. Interkalasi melalui pertukaran ion lempung
dengan surfaktan yang mengandung kation organik seperti alkil-ammonium (R-NH3) akan
menghasilkan reaksi antara gugus fungsi lempung dengan rantai aliphatiknya membentuk
nanokomposit lempung yang bersifat organofilik (organoclay). Pelebaran jarak yang terjadi
setelah proses interkalasi ini memungkinkan untuk menyisipkan agen pemilar.
Cetylpiridinium Chloride (CPC) merupakan garam organik yang terdiri dari kation kuartener
dari amonium dan anion klor yang dapat digunakan untuk memperlebar jarak antar lapisan
lempung. Hasil penelitian Banik, et al (2015) menunjukkan bahwa lebar jarak antar lapis
dipengaruhi oleh jumlah berat CPC yang ditambahkan terhadap bentonite, yang ditunjukkan
dengan perubahan intensitas hasil refleksi basal pada difraktogram setelah dilakukan interkalasi.
Bentonite yang digunakan pada penelitian tersebut berasal dari India dengan nilai kapasitas
tukar kation (KTK) 110 meq/ 100 gram.
Efektifitas proses interkalasi tergantung pada sifat-sifat lempung yang digunakan. Bentonit di
Indonesia memiliki daya penukar kation dengan ukuran kapasitas tukar kation (KTK) yang
berbeda-beda untuk masing-masing daerah, yaitu berkisar antara 50 – 100 meq/ 100 mg.
Hasil penelitian Bertella et al (2017) menunjukkan bahwa pilarisasi lempung dengan KTK 155
meq/100 mg pada suhu 60 oC dilanjutkan dengan aging selama 24 jam menghasilkan lempung
terpilar dengan jarak antarlapis 17,6 A dan luas permukaan 233 m2/g.
Perubahan jarak antar lapis silikat akan menyebabkan perubahan karakteristik seperti basal
spacing, luas permukaan spesifik, distribusi ukuran pori dan morfologi struktur permukaan yang
berpengaruh terhadap daya adsorpsinya.
11
3.2 Ruang Lingkup dan Lokasi Kegiatan
3.2.1 Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan dari penelitian ini terdiri dari:
1. Pembuatan Na-bentonit
2. Pelebaran jarak antar lapis (interkalasi)
3. Pembuatan agen pemilar
4. Penyisipan polikation (pilarisasi) dan kalsinasi
Gambar 3.1. Diagram alir penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan sesuai alur penelitian pada Gambar 3.1. Lempung memiliki
karakteristik yang seringkali bervariasi tergantung sumber dan cara pengolahan sehingga perlu
dilakukan preparasi melalui pencucian dan penyaringan 400 mesh untuk menghilangkan
kandungan pengotor.
Pembuatan Na-bentonit diawali dengan pengaktifan lempung dengan Na2CO3 yang diatur
terhadap perbandingan lempung/Na2CO3, waktu aktivasi dan suhu. Lempung yang telah
Penyaringan
Lempung Bentonite
Pencucian Aqua DM
Aktivasi Na2CO3
Pencucian
Pengeringan
Interkalasi
Garam Cetyl Pyridinium
Pilarisasi Polikation Al13
Uji XRD
Uji Performans
Uji XRD, XRF, SEM
BET Minyak kelapa sawit
Reaktor
NaOH AlCl3
Kalsinasi
12
teraktifkan lalu diinterkalasi. Interkalasi dilakukan melalui penambahan surfaktan Cetyl
pridinium chloride (CPC) dengan variasi rasio berat surfaktan terhadap bentonit 2 %, 10 % dan
36 % masing-masing dilakukan pada temperatur 80 oC selama 4 jam (Banik, 2015). Na-
bentonite yang terbentuk kemudian disaring dan dicuci dengan air hangat (temperatur 55 ± 5 oC) sampai pH netral lalu dikeringkan.
Pembuatan ion Keggin polioksokation Al13 dilakukan dengan pembuatan AlCl3 rasio molar OH/
Al = 2,5. Agen pemilar ini disiapkan melalui pembuatan 500 mL larutan NaOH dan 250 mL
AlCl3.6H2O masing-masing 1,2 M pada temperatur 60 oC dengan pengadukan kemudian
diperam selama 24 jam (Bertella, 2017).
Pilarisasi dilakukan dengan pencampuran 20 gram Na-bentonit, yang telah diaduk selama 48
jam dengan aqua dm (1 gram Na-bentonite dalam 100 mL air), dengan agen pemilar kemudian
dilanjutkan dengan pemeraman selama 48 jam dengan pengadukan. Campuran disaring, dicuci
dengan aqua dm lalu dikeringkan. Selanjutnya, dilakukan kalsinasi pada temperatur 450 oC
selama 3 jam (Bertella, 2017).
Karakterisasi yang dilakukan meliputi uji analisis mineral menggunakan XRD, XRF, BET,
EDX, uji mikrostruktur dengan SEM.
Uji performansi dilakukan dengan mengaplikasikan lempung terpilar sebagai katalis untuk
reaksi transesterifikasi minyak kelapa sawit.
3.2.2 Lokasi Kegiatan
Kegiatan penelitian dilakukan di Balai Besar Keramik yang berlokasi di Jl. Jend. A. Yani
No. 392 Bandung. Pengujian untuk mengetahui karakteristik dari bahan baku bentonit, lempung
hasil interkalasi dan lempung terpilar, dilakukan di sejumlah tempat berikut:
Pengujian EDX dilakukan di Balai Besar Keramik Bandung
Pengujian X-Ray Diffraction (XRD), X-Ray Fluoresence (XRF) dan di PSG Bandung
Pengujian X-Ray Diffraction (XRD) dan Scanning Electron Microscopy (SEM)
dilaksanakan di Pusat Penelitian Nanosains dan Nanoteknologi ITB
Pengujian kapasitas tukar kation dan BET dilakukan di Tekmira
Pengujian FTIR dilakukan di Kimia Unpad Jatinangor
13
3.3 Bahan dan Alat
Bahan
1. NaOH
2. KOH
3. Cetyl pyridin chloride
4. AlCl3.6H2O
5. Na2CO3
6. AgCl3
7. Metanol
8. Aqua DM
9. Bentonit Sukabumi
10. Minyak kelapa sawit
Alat
1. Mixer 1 unit
2. Molecular sieve 400 mesh 3 unit
3. Magnetic stirer 3 unit
4. Alat refluks dan heating mantle 1 unit
5. Tungku Listrik 1 unit
6. XRD 1 unit
7. XRF 1 unit
8. BET 1 unit
9. FTIR 1 unit
3.4 Analisis Risiko Pelaksanaan Kegiatan
Analisis risiko pelaksanaan kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melalui
pengisian form analisis risiko penelitian yang terdiri dari:
1. Identifikasi hazard dari material atau bahan yang digunakan atau dihasilkan
Tabel 3.1 Identifikasi Hazard Material
Note :
NFPA rating : Health, Fire, Reactivity (diamond hazard rating)
No Bahan Kimia Hazard* NFPA Rating MSDS
(Ada/tidak)
Expired
Date H F R
1 Bentonit Irritant 1 0 0 Ada -
2 AlCl3.6H2O Irritant, Toxic 2 0 0 Ada -
3 NaOH Irritant, Toxic 3 0 1 Ada -
3 Na2CO3 Irritant, Corrosive 1 0 0 Ada -
4 AgCl3 Irritant 1 0 0 Ada -
5 Cethyl piridine chloride
Irritant, Toxic, 4 1 0 Ada -
6 Metanol High Flammable, Toxic, Irritant, Corrosive
2 3 0 Ada -
7 KOH Irritant, Toxic 3 0 1 Ada -
14
Jika dilihat dari bahan-bahan kimia yang digunakan selama percobaan, maka tingkatan hazard bahan
termasuk dalam kategori :
Sangat Hazardous
Hazardous
Moderate
Tidak Hazardous
2. Identifikasi hazard peralatan yang digunakan dan kondisi operasi
Tabel 3.2 Identifikasi peralatan yang digunakan dan kondisi operasi
No Identifikasi peralatan dan kondisi operasi Ya/ Tidak
1 Apakah menggunakan peralatan bertekanan tinggi?
Jika Ya, tuliskan tekanan maksimum
Tidak
2 Apakah menggunakan peralatan dengan suhu yang tinggi?
Jika Ya, tuliskan suhu maksimum : 450°C
Ya
3 Apakah percobaan menggunakan nyala api? Ya
4 Apakah menggunakan peralatan berputar? Ya
5 Apakah menggunakan peralatan listrik bertegangan tinggi? Ya
6 Apakah menggunakan peralatan yang menimbulkan bahaya radiasi? Tidak
Jika dilihat dari kondisi operasi dan peralatan yang digunakan, maka secara rata-rata tingkat
hazard peralatan yang digunakan dalam percobaan termasuk kategori :
Sangat Hazardous
Hazardous
Moderate
Tidak Hazardous
3. Identifikasi bahaya lingkungan
Tabel 3.3 Identifikasi Bahaya Lingkungan
No Identifikasi Bahaya Lingkungan Ya/ Tidak
1 Apakah percobaan dilakukan di tempat yang terkena paparan sinar matahari
berlebihan
Tidak
2 Apakah percobaan dilakukan pada kondisi lingkungan yang ekstrem? Tidak
3 Apakah percobaan dilakukan di tempat dengan banyak kontaminan/virus/bakteri? Tidak
15
4. Identifikasi potensi bahaya ergonomi
Tabel 3.4 Identifikasi Bahaya Ergonomi
No Identifikasi Bahaya Ergonomi Ya/ Tidak
1 Apakah percobaan memerlukan langkah yang berulang/terus-menerus? Tidak
2 Apakah percobaan dilakukan di dalam ruangan khusus? Tidak
3 Apakah percobaan dilakukan di tempat dengan ketinggian/elevasi tertentu? Tidak
5. Identifikasi hazard pelaku kerja laboratorium
Tabel 3.5 Identifikasi Hazard Pelaku Kerja Laboratorium
No Identifikasi Hazard Pelaku Kerja Laboratorium Ya/ Tidak
1 Apakah Anda menyadari bahwa faktor manusia mempunyai andil
yang besar terhadap terjadinya suatu kecelakaan kerja?
Ya
2 Apakah Anda memahami bahwa bahaya yang ditimbulkan dari
bahan yang anda pergunakan dalam percobaan terhadap diri Anda sendiri?
Ya
3 Apakah Anda memahami bahaya yang dapat diimbulkan dari bahan yang
Anda pergunakan dalam percobaan dengan orang lain?
Ya
4 Apakah Anda memahami bahaya bahan yang ditimbulkan dari bahan yang
Anda pergunakan terhadap lingkungan?
Ya
5 Apakah Anda memahami bahaya apa saja yang dapat ditimbulkan dari peralatan
yang Anda pergunakan dalam percobaan Anda?
Ya
6 Apakah Anda tahu tindakan yang harus dilakukan jika terjadi kecelakaan yang
disebabkan oleh percobaan yang Anda lakukan?
Ya
Jika Anda diminta melakukan penilaian diri sendiri tentang keterampilan Anda dalam bekerja,
Anda termasuk kategori :
Ceroboh
Kurang Terampil
Cukup Terampil
Sangat Terampil
16
6. Analisis risiko, evaluasi dan pengendaliannya.
Tabel 3.6 Analisis Risiko
No Area/Akti-
vitas
Potensi
Bahaya Risiko
Evaluasi
(Dampak)
Analisis Risiko
Pengendalian Freku-
ensi
Konse-
kuensi Kategori
1. Membuat campuran bahan interkalasi dan pilarisasi
Bahan kimia (Toxic)
Bahaya terhirup, terkena kulit dan tertelan
Keracunan pada jangka panjang
Moderate Moderate Moderate Penggunaan APD Material knowledge
2. Operasional Stirrer dan heater
Temperatur tinggi, arus listrik
Terkena tangan, terjadi konsleting
Luka bakar, sengatan listrik dan kerugian finansial jika sampai terjadi kerusakan alat
Minor Moderate Moderate Pengecekan alat secara berkala Pemasangan sekring Penggunaan APD
3. Operasional tungku listrik
Temperatur tinggi, arus listrik
Terkena tangan, terjadi konsleting
Luka bakar, sengatan listrik dan kerugian finansial jika sampai terjadi kerusakan alat
Minor Moderate Moderate Pengecekan alat secara berkala Pemasangan sekring Penggunaan APD
4 Operasional Peralatan Refluks dan Heating Mantle
Temperatur tinggi, arus listrik
Terkena tangan, terjadi konsleting
Luka bakar, sengatan listrik dan kerugian finansial jika sampai terjadi kerusakan alat
Minor Moderate Moderate Pengecekan alat secara berkala
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.2.1. Karakteristik Bahan Baku Bentonit
Komposisi kimia bentonit yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut :
Tabel 4.1. Komposisi kimia bentonit dibandingkan dengan komposisi kimia Na-bentonit dan Ca-bentonit
Komposisi kimia Bentonit Sukabumi (%) (Hasil analisis XRF)
Na-bentonit (%)
Ca-bentonit (%)
SiO2 61,06 61,3 – 61,4 62,12 Al2O3 13,33 19,8 17,33 Fe2O3 1,66 3,9 5,30 CaO 5,81 0,6 3,68
MgO 3,67 1,3 3,30
Na2O 0,33 2,2 0,50 K2O 0,97 0,4 0,55 H2O 11,79 7,2 7,22
4.2.2. Karakteristik Mineral dan Luas Permukaan Bentonit Hasil Interkalasi
Hasil karakterisasi XRD bentonit teraktivasi Na dan hasil interkalasi sebagai berikut:
Keterangan: CPC-2: Bentonite interkalasi
dengan CPC 2 %
CPC-36: Bentonite interkalasi
dengan CPC 36 %
Na-Be: Bentonite
teraktivasi Na
CPC-10: Bentonite interkalasi
dengan CPC 10 %
CPC-50: Bentonite interkalasi
dengan CPC 50 %
Gambar 4.1. Difraktogram XRD dari Bentonite teraktivasi Na dan Bentonite Hasil Interkalasi
18
4.2.3. Karakteristik Mineral dan Luas Permukaan Lempung Terpilar
Hasil karakterisasi XRD bentonit teraktivasi Na dan hasil pilarisasi ditunjukkan pada Gambar
4.2.
Keterangan: CPC-2: Bentonite interkalasi
dengan CPC 2 %
CPC-36: Bentonite interkalasi
dengan CPC 36 %
CPC-10: Bentonite interkalasi
dengan CPC 10 %
Na-Be: Bentonite teraktivasi Na
Gambar 4.2. Difraktogram XRD dari Bentonite teraktivasi Na dan Bentonite Hasil Pilarisasi
Untuk mengetahui komposisi kimia lempung hasil pilarisasi ini dilakukan karakterisasi XRF
(dalam proses uji), komposisi senyawa melalui pengamatan gugus fungsi dengan metode
spektrofotometri menggunakan FTIR (dalam proses uji) dan karakterisasi luas permukaan
dengan menggunakan alat karakterisasi BET, yang ditunjukkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Luas permukaan bentonit teraktivasi Na dan bentonit hasil pilarisasi
Material Luas permukaan (m2/g)
Bentonit Sukabumi (bahan baku) 18,023
Bentonit teraktivasi Na 39,368
Bentonit pilarisasi CPC 2 % Belum tersedia (dalam proses uji)
Bentonit pilarisasi CPC 10 % 114,628
Bentonit pilarisasi CPC 36 % 76,711
19
4.2 Pembahasan
4.2.1. Karakteristik Bahan Baku Bentonit
Bentonit merupakan senyawa silikat dan alumina yang mengandung air terikat secara kimia
yang mempunyai rumus kimia Al2O3.4SiO2. XHO yang mengandung 85 % montmorilonite.
Bentonit yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bentonit alam yang berasal dari
Sukabumi. Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa bentonit yang digunakan termasuk dalam
kelompok Ca-bentonit yang mengandung Mg dan Ca yang lebih tinggi daripada Na. Hal ini
mengindikasikan bahwa bentonit yang digunakan bersifat non-swelling, yakni kurang
mengembang ketika dicelupkan dalam air. Untuk itu, perlu dilakukan aktivasi terlebih dahulu
agar bentonit dapat terdispersi dengan baik.
Pada penelitian ini, aktivasi lempung dilakukan dengan penambahan Na2CO3 sejumlah 12 %-
berat bentonit agar terjadi pertukaran ion Na dengan Ca dan Mg yang terkandung dalam
bentonit yang digunakan. Aktivasi bentonit ini mampu meningkatkan nilai kapasitas tukar
kation bentonit sebanyak 25 % menjadi 68,85 meq/ 100 gram bentonite. Kapasitas tukar kation
menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan kation-kation dan mempertukarkan kation-
kation tersebut. Peningkatan kapasitas tukar kation ini akan meningkatkan kemampuan bentonit
untuk mengikat kation agen pemilar dalam tahapan pilarisasi.
4.2.2. Karakteristik Mineral dan Luas Permukaan Bentonit Hasil Interkalasi
Pada tahap interkalasi, digunakan surfaktan Cetylpiridinium Chloride (CPC) yang merupakan
garam organik yang terdiri dari kation kuartener dari amonium dan anion klor yang dapat
digunakan untuk memperlebar jarak antar lapisan lempung. Hasil penelitian Banik, et al (2015)
menunjukkan bahwa lebar jarak antar lapis dipengaruhi oleh jumlah berat CPC yang
ditambahkan terhadap bentonite, yang ditunjukkan dengan perubahan intensitas hasil refleksi
basal pada difraktogram setelah dilakukan interkalasi.
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa komponen mineral utama pada bentonite teraktivasi dan hasil
interkalasi adalah montmorilonit, piropilit, kristobalit dan kalsit. Hal ini sesuai dengan
komponen utama penyusun bentonit alam. Kandungan mineral kalsit menunjukkan bahwa
masih terdapat kation Ca yang belum ditukar dengan Na melalui aktivasi dengan penambahan
Na2CO3.
20
Hasil difraksi sinar X pada rentang 2 theta 4 – 70o dari bentonit hasil interkalasi dan bentonit
teraktivasi Na (Gambar 4.1) menunjukkan terjadi pergeseran puncak 2 theta dari mineral
montmorilonite, utamanya pada rentang 2 theta 4 – 6o sedangkan pada rentang lain pergeseran
tidak tampak secara signifikan. Perubahan ini berkaitan dengan pelebaran jarak basal. Untuk
mengetahui perubahan jarak basal ini dapat dilakukan pendekatan melalui Persamaan Brag.
Persamaan Brag: 𝑑 = 𝜆2 sin 𝜃 = 𝜆2 𝜃
Keterangan:
d : jarak antar bidang kisi 𝜆 : sudut difraksi (radian) 𝜃 : panjang gelombang
Sesuai dengan Persamaan Brag di atas, penambahan sudut 𝜃 mengindikasikan pertambahan
(pelebaran) jarak antar bidang kisi. Pelebaran jarak antar bidang kisi ini disebabkan oleh
penambahan surfaktan Cetyl Pyridine Chloride pada tahap interkalasi. Pelebaran jarak yang
terjadi setelah proses interkalasi ini memungkinkan untuk menyisipkan agen pemilar.
Efek proses interkalasi ini diamati lebih lanjut melalui komposisi kimia (dalam proses uji) dan
pengamatan gugus fungsi dengan metode spektrofotometri menggunakan FTIR (dalam proses
uji).
4.2.3. Karakteristik Mineral dan Luas Permukaan Lempung Terpilar
Pada penelitian ini dilakukan pilarisasi dengan agen pemilar senyawa kompleks polioksokation
Al dengan rumus molekul [AlO4Al12(OH)24H2O)17]7+. Al kompleks (ion Keggin) tersebut
bersifat stabil sehingga menyebabkan proses penyisipan logam-logam pemilar ke dalam ruang
antar lembaran alumina-silikat semakin mudah.
Hasil difraksi sinar X pada rentang 2 theta 4 – 70o dari bentonit teraktivasi Na dan bentonit hasil
pilarisasi (Gambar 4.2) tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Untuk mengetahui
pergeseran lebar jarak antar bidang kisi lempung hasil pilarisasi, perlu dilakukan karakterisasi
melalui difraksi sinar X pada rentang 2 theta kurang dari 4o.
21
Untuk mengetahui komposisi kimia lempung hasil pilarisasi ini dilakukan karakterisasi XRF
(dalam proses uji), komposisi senyawa melalui pengamatan gugus fungsi dengan metode
spektrofotometri menggunakan FTIR (dalam proses uji) dan karakterisasi luas permukaan
dengan menggunakan alat karakterisasi BET, yang ditunjukkan pada Tabel 4.2.
Hasil uji karakterisasi luas permukaan (Tabel 4.2) menunjukkan bahwa bentonit hasil pilarisasi
yang diinterkalasi dengan CPC 10 % menghasilkan luas permukaan yang meningkat sebanyak
6x lipat dibandingkan dengan bentonit alam.
Nilai luas permukaan lempung CPC 10 % lebih besar dibandingkan dengan CPC 36 %. Hal ini
disebabkan oleh jenuhnya ikatan kation pada lempung yang mengakibatkan berkurangnya
adsorpsi lempung terhadap agen pemilar polikation Al13
22
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Lempung terpilar telah berhasil dihasilkan dengan kenaikan luas permukaan enam kali lipat
dibandingkan dengan bentonit alam, yakni 114,628 m2/ gram dengan penggunaan Cetyl piridine
chloride sejumlah 10 %.
5.2 Saran
Untuk mengetahui pergeseran lebar jarak antar bidang kisi lempung hasil pilarisasi, perlu
dilakukan karakterisasi mineral XRD pada rentang 2 theta di bawah 4o.
23
BAB VI
PRAKIRAAN DAMPAK HASIL KEGIATAN
Dari hasil kegiatan ini, dapat dilihat prakiraan dampak keberhasilan yang diperoleh serta
manfaat dari hasil kegiatan tersebut adalah:
Dapat meningkatkan nilai tambah dari bahan baku lokal khususnya bentonit
Rekayasa material lempung untuk konversi minyak nabati terutama dari kelapa sawit
menjadi biodiesel/biofuel melalui transesterifikasi.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Radia Selaimiaa, Abdelsalem Beghiela, Rabah Oumeddourb, the synthesis of biodiesel
from vegetable oil, Procedia - Social and Behavioral Sciences 195 ( 2015 ) 1633 –
1638.
2. Hattab A, Bagane M and Chlendi M, Characterization of Tataouine’s Raw and Activated
Clay, J Chem Eng Process Technol ISSN: 2157-7048 JCEPT, an open access journal,
Volume 4 • Issue 4 • 1000155, J Chem Eng Process Technol 2013, 4:4
3. Jeffrey Baloyi, Thabang Nthob and John Moma, Synthesis and application of pillared
clay heterogeneous catalysts for wastewater treatment: a review, This journal is © The
Royal Society of Chemistry 2018, RSC Adv., 2018, 8, 5197–5211 | 5197
4. Jin-Ho Choy, Hyun Jung, Yang-Su Han, Joo-Byoung Yoon, Yong-Gun Shul, and Hyun-
Jong Kim, New CoO−SiO2-Sol Pillared Clays as Catalysts for NOx Conversion, Chem.
Mater., 2002, 14 (9), pp 3823–3828
5. Alexsandra Rodrigues do Nascimentoa, José Antônio Barros Leal Reis Alvesb , Marcus
Antônio de Freitas Meloa,c, Dulce Maria de Araújo Melob,c, Marcelo José Barros de
Souzad, Anne Michelle Garrido Pedrosa, Effect of the Acid Treatment of
Montmorillonite Clay in the Oleic Acid Esterification Reaction
6. J. Theo Kloprogge, Loc V. Duong and Ray L. Frost, A Review of the synthesis and
characterization of pillared clays and related porous materials for cracking of vegetables
oils to produce biofuels, Enviromental Geology, March 3, 2005
7. Helir-Joseph Muñoz 1 , Carolina Blanco 2 , Antonio Gil 3 ID , Miguel-Ángel Vicente 4
ID and Luis-Alejandro Galeano , Preparation of Al/Fe-Pillared Clays: Effect of the
Starting Mineral,Materials 2017, 10, 1364
8. Francine Bertella and Sibele B. C. Pergher, Scale up Pillaring: A Study of the
Parameters that Influence the Process, Materials 2017, 10, 712
9. Yahaya Muhammad Sani, Wan Mohd Ashri Wan Dauda, A.R. Abdul Aziz, Activity of
solid acid catalysts for biodiesel production: A critical review, Applied Catalysis A:
General 470, 2014, 140–161
10. N. Banik, S. A. Jahan, S. Mostofa, H. Kabir, N. Sharmin, M. Rahman and S. Ahmed,
Synthesis and Characterization of organoclay modified with cetylpiridinium chloride.
Bangladesh J. Sci. Ind. Res. 50(1), 2015, 65-70
25
11. Shilpa Khire, Priya Bhagwat, Vikram Fernandes, Martina Gangundi, Prakash Babu,
Hitesh Vadalia. Esterification of lower aliphatic alcohols with acetic acid in presence of
different acid catalysts. IJCT Vol.19(5), 2012
12. Maria E. Gyftopoulou, Marcos Millan, Anthony V. Bridgwater, Denis R. Dugwell,
Rafael Kandiyoti, Joseph A. Hriljac. Pillared clays as catalysts for hydrocracking of
heavy liquid fuels. Applied Catalysis A: General. Volume 282, Issues 1–2, 30 March
2005, 205-214
13. Leandro Zatta, Luiz Pereira Ramos and Fernando Wypych, Acid Activated
Montmorillonite as Catalysts in Methyl Esterification Reactions of Lauric Acid, Journal
of Oleo Science Copyright ©2012 by Japan Oil Chemists’ Society J. Oleo Sci. 61, 2012
(9), 497-504
26
LAMPIRAN I
ROADMAP
2019
•Mendapatkan karakter lempung aktif yang sesuai untuk sintesis biodiesel
•Mendapatkan teknologi dan teknik pemisahan lempung dari bahan mineral lain
•Mendapatkan kondisi-kondisi proses pengaktifan lempung untuk katalisis sintesis biodiesel
•Mendapatkan kondisi-kondisi proses pilarisasi lempung untuk katalisis sintesis biodiesel
2020
•Rancangan Scale up proses
•Scale up alat unit operasi
2021 •Scale up unit
27
LAMPIRAN 2
Evaluasi Capaian TRL
No:
:
9 9
8 8
7 7
6 6
5 5
4 4
3 3
2 2
1 1
= 5
TKT yang dicapai
:
Tanggal Pengukuran TRL
Alamat / Kontak Telp/ Fax/ email: 022 - 720 6221 / 022 - 720 5322 /
keramik@bbk.go.id
5( dari 9 level
)% Komplit Indikator
=80%
10/11/2019
Tekno-Meter
TKT
RINGKASAN HASIL
Pimpinan Program / Kegiatan
Nama/Judul Teknologi
20191110 -001
Bidang Teknologi
: Lempung Teraktifkan Terpilar Sebagai ''Green Catalyst'' untuk
Sintesis Biodiesel
: Kristanto Wahyudi
Lembaga / Unit Pelaksana : Balai Besar Keramik
: Jalan Jend. Ahmad Yani No. 392 Bandung
: Material Maju
PENGUKURAN TINGKAT KESIAPAN TEKNOLOGI (TKT)
28
80,0%
100,0%
Indikator TKT 1 [ beri tanda cross ( X ) pada kolom yang sesuai ]
No 0 1 2 3 4 5
1 x
2 x
3 x
S 0 0 0 0 0 3
S
Indikator TKT 2 [ beri tanda cross ( X ) pada kolom yang sesuai ]
X
No 0 1 2 3 4 5
1 x
2 x
3 x
4 x
5 x
6 x
7 x
8 x
9 x
10 x
11 x
12 x
S 0 0 0 0 0 12
S
( T
KT
QU
ICK
)
Sistem teknologi / hasil litbang berhasil (teruji dan terbukti) dalam penggunaan yang dituju (aplikasi sebenarnya).
Model atau prototipe sistem/ subsistem telah didemonstrasikan/ diuji dalam suatu lingkungan yang relevan.
Validasi kode, komponen (breadboard validation) teknologi / hasil litbang dalam lingkungan simulasi.
UK
UR
CE
PA
T
Tidak ada pilihan yang diatas.
Prinsip dasar teknologi / hasil litbang telah dipelajari (diteliti dan dilaporkan).
Sistem telah lengkap dan memenuhi syarat (qualified ) melalui pengujian dalam lingkungan (aplikasi) sebenarnya.
Model atau prototipe sistem/ subsistem telah didemonstrasikan/ diuji dalam lingkungan (aplikasi) sebenarnya.
Validasi kode, komponen (breadboard validation) teknologi / hasil litbang dalam lingkungan laboratorium (terkontrol).
100,0%
Tekno-Meter
Atur % komplit indikator terpenuhi
( Nilai default dalam % = …. )
Formulasi Konsep atau aplikasi teknologi / hasil litbang telah dilakukan.
Telah dilakukan pengujian analitis dan ekperimen untuk membuktikan konsep (proof-of-concept ) teknologi / hasil litbang.
( 0=tidak terpenuhi; 1=20%; 2=40%; 3=60%; 4=80%; 5=100% atau terpenuhi )
T
K
T
1
S atau % terpenuhinya ►
Asumsi dan hukum dasar (ex.fisika/kimia) yg akan digunakan pd teknologi (baru) telah ditentukan
Studi literatur (teori/empiris -penelitian terdahulu) ttg prinsip dasar teknologi yg akan dikembangkan
Formulasi hipotesis penelitian (bila ada)
TKT QUICK = 6
Indikator TKT 1 dianggap sudah terpenuhi
[ beri tanda ( ) pada pilihan dibawah ini yang sesuai ]
Perkiraan TKT (TKT Quick)
( 0=tidak terpenuhi; 1=20%; 2=40%; 3=60%; 4=80%; 5=100% atau terpenuhi )
T
K
T
2
Peralatan dan sistem yang akan digunakan, telah teridentifikasi
Studi literatur (teoritis/empiris) teknologi yang akan dikembangkan memungkinkan untuk diterapkan
S atau % terpenuhinya ►
Desain secara teoritis dan empiris telah teridentifikasi
Elemen-elemen dasar dari teknologi yang akan dikembangkan telah diketahui
Diketahui tahapan eksperimen yang akan dilakukan
Karakterisasi komponen teknologi yang akan dikembangkan telah dikuasai dan dipahami dengan baik
Kinerja dari masing-masing elemen penyusun teknologi yang akan dikembangkan telah diprediksi
Analisis awal menunjukkan bahwa fungsi utama yang dibutuhkan dapat bekerja dengan baik
Model dan simulasi untuk menguji kebenaran prinsip dasar
Komponen-komponen teknologi yang akan dikembangkan, secara terpisah dapat bekerja dengan baik
Peralatan yang digunakan harus valid dan reliable
Kajian analitik untuk menguji kebenaran prinsip dasarnya
Indikator TKT 1 =
Indikator TKT 2 dianggap sudah terpenuhi
TERPENUHI
Indikator TKT 2 =
100,0%
TERPENUHI
PENGUKURAN TINGKAT KESIAPAN TEKNOLOGI (TKT)
29
Indikator TKT 3 [ beri tanda cross ( X ) pada kolom yang sesuai ]
X
No 0 1 2 3 4 5
1 x
2 x
3 x
4 x
5 x
6 x
7 x
8 x
9 x
S 1 0 0 0 0 8
S
Indikator TKT 4
No 0 1 2 3 4 5
1 x
2 x
3 x
4 x
5 x
6 x
7 x
8 x
S 0 0 0 0 0 8
S
Indikator TKT 5
No 0 1 2 3 4 5
1 x
2 x
3 x
4 x
5 x
6 x
7 x
8 x
S 0 0 0 1 2 5
S
( 0=tidak terpenuhi; 1=20%; 2=40%; 3=60%; 4=80%; 5=100% atau terpenuhi )
T
K
T
3
Studi analitik mendukung prediksi kinerja elemen-elemen teknologi
Karakteristik/sifat dan kapasitas unjuk kerja sistem dasar telah diidentifikasi dan diprediksi
88,9%
Indikator TKT 3 dianggap sudah terpenuhi
S atau % terpenuhinya ►
Telah dilakukan percobaan laboratorium untuk menguji kelayakan penerapan teknologi tersebut
Secara teoritis, empiris dan eksperimen telah diketahui komponen2 sistem teknologi tsb dpt bekerja dgn baik
Telah dilakukan penelitian di laboratorium dengan menggunakan data dummy
Model dan simulasi mendukung prediksi kemampuan elemen-elemen teknologi
Indikator TKT 3 = TERPENUHI
Proses ‘kunci’ untuk manufakturnya telah diidentifikasi dan dikaji di lab.
Test laboratorium komponen-komponen secara terpisah telah dilakukan
Integrasi sistem teknologi dan rancang bangun skala lab telah selesai (low fidelity)
Hasil percobaan laboratorium terhadap komponen2 menunjukkan bahwa komponen tsb dpt beroperasi
Penelitian integrasi komponen telah dimulai
Teknologi layak secara ilmiah (studi analitik, model / simulasi, eksperimen)
Pengembangan teknologi tsb dgn langkah awal menggunakan model matematik sangat dimungkinkan dan dapat disimulasikan
Penelitian laboratorium untuk memprediksi kinerja tiap elemen teknologi
( 0=tidak terpenuhi; 1=20%; 2=40%; 3=60%; 4=80%; 5=100% atau terpenuhi )
[ beri tanda cross ( X ) pada kolom yang sesuai ]T
K
T
4
S atau % terpenuhinya ►
100,0%
Indikator TKT 4 = TERPENUHI
S atau % terpenuhinya ►
Persyaratan sistem untuk aplikasi menurut pengguna telah diketahui (keinginan adopter).
Prototipe teknologi skala lab telah dibuat.
Percobaan fungsi utama teknologi dalam lingkungan yang relevan.
( 0=tidak terpenuhi; 1=20%; 2=40%; 3=60%; 4=80%; 5=100% atau terpenuhi )
[ beri tanda cross ( X ) pada kolom yang sesuai ]T
K
T
5
Persiapan produksi perangkat keras telah dilakukan
Penelitian pasar (marketing research ) dan penelitian laboratorium utk memilih proses fabrikasi
Prototipe telah dibuat
Proses produksi telah direview oleh bagian manufaktur.
Peralatan dan mesin pendukung telah diujicoba dalam laboratorium
Integrasi sistem selesai dgn akurasi tinggi (high fidelity ), siap diuji pd lingkungan nyata/simulasi.
Akurasi/ fidelity sistem prototipe meningkat.
Kondisi laboratorium di modifikasi sehingga mirip dengan lingkungan yang sesungguhnya
90,0%
Indikator TKT 5 = TERPENUHI
30
LAMPIRAN 3
SK TIM
31
32
33
34
35
LAMPIRAN 4
Realisasi Fisik dan Anggaran
1. Realisasi Fisik
2. Realisasi Anggaran
36
LAMPIRAN 5
FOTO-FOTO
1. Serbuk awal Bentonit
2. Pelarutan dan pencucian Bentonit dengan akuades
37
3. Penyaringan Bentonit dengan Saringan 400 Mesh
4. Bentonit yang lolos saringan 400 Mesh
5. Pengeringan Bentonit Dengan Menggunakan Oven Listrik
38
6. Bentonit Hasil Pencucian
7. Interkalasi Bentonit dengan CPC
39
8. Penyaringan Bentonit yang telah diinterkalasi CPC
9. Bentonit yang telah di interkalasi
10. Pelarutan Bentonit yang telah diinterkalsi dengan akuades
40
11. Pembuatan Larutan Aluminium Poliokso
12. Pencampuran Bentonit dengan larutan pemilar aluminium poliokso
41
13. Kalsinasi Bentonit yang telah dicampur larutan Pemilar
14. Bentonit terpilar yang telah dikalsinasi (Kiri ke Kanan : Pilarisasi hasil interkalasi
36%. 10% dan 2%)
Sebelum Kalsinasi
Setelah Kalsinasi
42
15. Uji Performansi katalis (Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit)
Recommended