View
59
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
Makalah mobilitas
Citation preview
OLEH:
MUSFIRAYANTI MUSTAMIN (0910041)
RUSDAN (0910058)
STIK TAMALATEA
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penduduk merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional. Sebagai modal dasar
atau aset pembangunan, penduduk tidak hanya sebagai sasaran pembangunan, tetapi juga
merupakan pelaku pembangunan. Sementara itu jumlah penduduk yang besar bukan jaminan
keberhasilan suatu pembangunan. Peningkatan jumlah penduduk yang besar tanpa adanya
peningkatan kesejahteraan justru bisa menjadi bencana, yang pada gilirannya dapat
menimbulkan gangguan terhadap program-program pembangunan yang sedang dilaksanakan.
Selain itu juga akan dapat menimbulkan berbagai kesulitan bagi generasi yang akan datang.
Pemenuhan kebutuhan merupakan salah satu indikator pencapaian kesejahteraan
penduduk, namun di dalam perjalanan pemenuhan kebutuhan ini penduduk mengalami kesulitan
karena pada daerah-daerah tertentu, peningkatan jumlah penduduk yang tinggi tidak diiringi
dengan peningkatan sumber daya manusia sehingga menimbulkan peningkatan angka
pengangguran, atau dengan kata lain di tempat yang jumlah penduduknya tinggi akan lebih sulit
untuk mendapatkan pekerjaan. Maka dari itu pencapaian kesejahteraan harus diikuti dengan
pemerataan persebaran penduduk, karena dengan pemerataan persebaran penduduk dapat
mempermudah seseorang untuk memperoleh peluang kerja yang lebih memadai.
Maka dari itu peningkatan jumlah penduduk harus diimbangi dengan pemerataan jumlah
penduduk di daerah-daerah. Salah itu program yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah
tersebut adalah transmigrasi. Transmigrasi adalah bagian dari migrasi. ”Migrasi merupakan salah
satu dari 3 faktor determinan Geogtafi (Sutomo, 2010:1)”. Konsep dasar dari migrasi adalah
mobilitas penduduk. Menurut Yulianto menyatakan bahwa ”migarsi merupakan salah satu dari
ketiga faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk, sedangkan faktor lain adalah
kelahiran dan kematian”. Migrasi adalah ”perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap
dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas
politik/negara (migrasi internasional)”
1
Maka dari itu makalah dibuat dengan maksud untuk membahas lebih dalam bagaimanakah
pengaruh mobilitas penduduk yang dalam hal ini adalah transmigrasi pada transisi demografi
dalam makalah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian dan Ruang lingkup mobilitas penduduk?
2. Bentuk-Bentuk Mobilitas Penduduk?
3. Bagaimanakah sejarah mobilitas penduduk di Indonesia?
4. Bagaimanakah perubahan mobilitas penduduk pada masa transisi demografi?
5. Apakah faktor yang mempengaruhi mobilitas penduduk selama transisi demografi?
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang mobilitas penduduk di Indonesia terutama selama
transisi Demografi di Indonesia.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini, adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dan ruang lingkup mobilitas penduduk.
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk mobilitas penduduk.
3. Untuk mengetahui sejarah mobilitas penduduk di Indonesia.
4. Untuk mengetahui perubahan mobilitas penduduk pada masa transisi demografi.
5. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi mobilitas penduduk selama transisi
demografi.
D. MANFAAT
Dari pembuatan makalah ini,dapat bermanfaat kepada semua pembaca makalah ini,
karena dengan membacanya maka kita dapat mengetahui tentang seluruh ruang lingkup
daripada mobilitas penduduk yang berada di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP MOBILITAS PENDUDUK
Mobilitas penduduk mempunyai pengertian pergerakan penduduk dari satu daerah ke
daerah lain. Baik untuk sementara maupun untuk jangka waktu yang lama atau menetap seperti
mobilitas ulang-alik (komunitas) dan migrasi. Mobilitas penduduk adalah perpindahan
penduduk dari suatu tempat ke tempat yang lain atau dari suatu daerah ke daerah lain.
Mobilitas penduduk dapat dibedakan antara mobilitas penduduk vertikal dan mobilitas
penduduk horinzontal. Mobilitas penduduk vertikal sering disebut dengan perubahan status,
atau perpindahan dari cara-cara hidup tradisional ke cara-cara hidup yang lebih modern. Dan
salah satu contohnya adalah perubahan status pekerjaan. Seseorang mula-mula bekerja dalam
sektor pertanian sekarang bekerja dalam sektor non pertanian. Mobilitas penduduk horizontal
atau sering pula disebut dengan mobilitas penduduk geografis adalah gerak (movement)
penduduk yang melintas batas wilayah menuju ke wilayah yang lain dalam periode waktu
tertentu (Mantra, 1987). Penggunaan batas wilayah dan waktu untuk indikator mobilitas
penduduk horizontal ini mengikuti paradigma ilmu geografi yang berdasarkan konsepnya atas
wilayah dan waktu (space and time concept).
Mobilitas dibedakan 2 yaitu :
a. Mobilitas non permanen (tidak tetap/sirkuler)
Yaitu gerak penduduk dari suatu wilayah menuju ke wilayah lain dengan tidak ada niatan
menetap di daerah tujuan. Sebagai contoh, di Indonesia (menurut batasan sensus penduduk)
mobilitas penduduk sirkuler dapat didefinisikan sebagai gerak penduduk yang melintas batas
propinsi menuju ke propinsi lain dalam jangka waktu kurang enam bulan. Hal ini sesuai dengan
paradigma geografis yang didasarkan atas konsep ruang (space) dan waktu (time). Data mobilitas
penduduk sirkuler sukar didapat. Hal ini disebabkan para pelaku mobilitas sirkuler tidak
3
memberitahu kepergian mereka kepada kantor desa di daerah asal, begitu juga dengan
kedatangan mereka di daerah tujuan. Meskipun deminian, dengan segala keterbatasan data,
mobilitas penduduk Indonesia, baik permanent maupun nonpermanent (sirkuler) diduga
frekuensinya akan terus meningkat dan semakin lama semakin cepat. Menurut Ananta (1995),
suatu revolusi mobilitas tampaknya juga telah terjadi di Indonesia. Hal ini dipengaruhi oleh
tersedianya prasarana transport dan komunikasi yang mewadai dan modern.
b. Mobilitas permanen (tetap)
Jenis-jenis mobilitas permanen :
1. Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota dengan maksud untuk mencari
nafkah.
- Faktor-faktor urbanisasi:
1. Kehidupan di kota serba dinamis.
2. Memiliki fasilitas yang baik untuk kehidupan.
a). Dampak urbanisasi bagi perkotaan:
1. Meningkatnya jumlah penganguran di perkotaan.
2. Timbulnya berbagai gubuk liar.
3. Meningkatnya kriminalitas.
b). Dampak urbanisasi bagi desa:
1. Desa tidak berkembang.
2. Tanah yang mereka tinggalkan tidak dipergunakan secara baik.
3. Hasil pertanian dan kekayaan dijual untuk bekal ke kota..
4
4. Hilangngnya tenaga kerja muda di desa.
2. Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain untuk menetap
Migrasi penduduk terbagi menjadi 2 jenis yaitu:
a). Migrasi internasional. Migrasi internasional adalah perpindahan penduduk yang
melewati batas suatu negara.
b). Migrasi interen adalah migrasi yang terjadi dalam batas wilayah suatu negara.
Terdiri dari:
- Migrasi sirkuler. Ya itu perpindahan penduduk sementara karena mendekati tempat
pekerjaan.
- Komuter atau ngelaju. Ya itu pergi ketempat atau kota lain dipagi hari dan pulang
disore hari ataupun malam hari.
Macam-macam migrasi:
1. Evakuasi. Ialah perpindahan penduduk atau pengungsian penduduk dari tempat tinggalnya ke daerah lain karena bencana alam dan perang.
2. Imigrasi. Ialah datangnya WNA ke Indonesia untuk sementara/menetap.
3. Emigrasi. Ialah Keluarnya WNI ke negara lain dalam waktu yang lama atau di antara mereka ada yang menetap menjadi warga negara yang ia tempati.
4. Forensen. Ialah orang yang tinggal di pedesaan atau luar kota tetapi mempunyai mata pencaharian di kota.
5. Turis. Ialah orang-orang yang melakukan perjalanan untuk rekreasi atau wisata baik di dalam negeri maupun ke luar negeri.
6. Week end. Ialah aktifitas orang-orang yang bepergian keluar kota untuk menghirup udara yang segar pada akhir minggu.
5
Sebab-sebab timbulnya migrasi penduduk:
a. Adanya alasan ekonomis.
b. Adanya alasan politis.
c. Adanya alasan wabah penyakit yang timbul disuatu daerah tertentu.
d. Adanya alasan pendidikan.
3. Transmigrasi.
Yaitu perpindahan penduduk dari pulau yang padat penduduknya ke pulau yang jarang
penduduknya dalam satu negara.
Penyelenggaraan transmigrasi dikatakan berhasil bila memenuhi syarat:
- Jumlah penduduk yang transmigrasikan tiap tahun lebih banyak dari pada pertambahan
penduduk dari daerah yang ditinggalkan.
- Antara transmigran dengan penduduk yang didatangi dapat hidup berdampingan.
Tujuan diadakannya transmigrasi:
1. Membuka daerah baru di luar pulau jawa, dan meningkatkan potensi daerah
2. Meningkatkan produksi dan export hasil pertanian dengan jalan memperluas lahan
pertanian.
3. Secara sosial budaya meningkatkan integrasi masyarakat.
4. Memindahkan penduduk dari daerah yang padat penduduknya, ke daerah yang jarang
penduduknya sehingga terjadi pemerataan penyebaran penduduk.
5. Memperkuat pertahanan dan keamanan nasional.
6
Macam-macam transmigrasi di Indonesia adalah:
a. Transmigrasi umum Ialah transmigrasi yang disebabkan oleh tekanan penduduk di daerah
asal, biaya ditanggung oleh pemerintah.
b. Transmigrasi keluarga. Ialah transmigrasi yang pembiayaannya ditanggung oleh keluarga yang
telah berada di daerah transmigrasi.
c. Transmigrasi lokal. Ialah transmigrasi dari suatu propinsi ke propinsi lain, dan biaya
ditanggung oleh departemen transmigrasi.
d. Transmigrasi suakarya. Ialah transmigrasi yang diselenggarakan oleh departemen transmigrasi
dengan jaminan hidup beberapa tahun, selanjutnya diberikan tanah kepada transmigran untuk
dikerjakan.
e. Transmigrasi sektoral. Ialah transmigrasi yang pembiayaannya diurus bersama-sama.
f. Transmigrasi suakarsa (Spontan). Ialah transmigrasi yang dislenggarakan atas biaya sendiri
dengan bimbingan dan fasilitas dari pemerintah.
g. Transmigrasi bedol desa. Ialah transmigrasi seluruh penduduk dari sebuah desa atau beberapa
desa beserta seluruh aparatur pemerintahnya, karena desa tersebut terkena rencana proyek
pemerintah.
memungkinkan untuk berpindah daerah tetapi masih dalam kawasan yang sama guna
menghindari persoalan tersebut.
Analisis Migrasi dari Data Badan Pusat Statistik Tahun 2000
ProvinsiProvince
Migrasi Masuk (In Migration)
1971 1980 1990 2000
11. Nanggroe Aceh Darussalam 60,982 143,365 193,285 100,166
12. Sumatera Utara 530,012 547,715 452,918 447,897
13. Sumatera Barat
87,901 131,438 216,014 245,000
14. Riau 20,606 343,024 681,627 1,534,849
15. Jambi 155,924 293,245 470,848 566,153
16. Sumatera Selatan 327,312 608,497 932,032 987,157
17. Bengkulu 36,038 121,274 251,232 355,048
18. Lampung 1,001,103 1,782,703 1,726,969 1,485,218
19. Kep. Bangka Belitung na na na 94,334
31. DKI Jakarta 1,791,635 2,565,158 3,141,214 3,541,972
32. Jawa Barat 371,448 963,870 2,391,890 3,271,882
33. Jawa Tengah 253,477 336,611 509,401 708,308
34. DI Yogyakarta 99,782 175,789 264,842 385,117
35. Jawa Timur 273,228 433,451 564,401 781,590
36. Banten na na na 1,758,408
51. Bali 22,010 63,365 122,899 221,722
52. Nusa Tenggara Barat 33,575 51,493 67,023 107,605
53. Nusa Tenggara Timur 10,218 38,735 46,310 106,053
61. Kalimantan Barat 20,805 104,856 196,876 269,722
62. Kalimantan Tengah 50,078 140,042 240,374 423,014
63. Kalimantan Selatan 66,119 142,619 272,797 360,324
64. Kalimantan Timur 39,548 292,028 600,201 856,251
71. Sulawesi Utara 48,668 88,266 87,715 147,091
72. Sulawesi Tengah 50,937 184,526 286,142 369,634
73. Sulawesi Selatan 66,984 108,038 219,666 273,875
ProvinsiProvince
Migrasi Masuk (In Migration)
1971 1980 1990 2000
74. Sulawesi Tenggara 25,906 104,793 236,848 366,817
75. Gorontalo na na Na 26,888
81. Maluku 42,228 124,894 184,892 75,540
82. Maluku Utara na na Na 60,834
94. Papua 33,513 93,030 261,308
7
2. BENTUK-BENTUK MOBILITAS INDONESIA
a. Mobilitas tradisional, dimana penduduk melakukan mobilitas atas dasar untuk
memenuhi kebutuhan primer terutama pangan. Aktivitas mobilitas tradisional merupakan
arus desa ke kota yang termasuk dalam pengertina urbanisasi.
b. Mobilitas pra-modern, yang merupakan transisi drai mobilitas tradisional menuju
mobilitas modern. Dalam hal ini penduduk mulai melakukan mobilitas dengan tujuan
yang lebih luas bukan hanya sekedar untuk cukuppangan.
c. Aktivitas dari desa ke kota sangat meningkat disertai dengan mobilitas antar kota dan juga
mobilitas dari kota ke luar kota (pedesaan). Sehingga terjadi dengan apa yang disebut
urbanisasi modern. Penduduk mobilitas atau migrasi dengan tujuan yang lebih luas
termasuk kesenangan dan kenyamanan.
d. Mobilitas modern, dimana mobiolitas penduduk telah mmelampaui batas-batas Negara
dengan berbgai macam-macam tujuan baik kegiatan perdagangan maupun berwiraswasta.
e. Mobilitas canggih atau super-modern, dimana mobilitas dilakukan telah melampaui
pengertian berwiraswasta secara wajar yang dapat dimasukkan dalam kategori berfoya-
foya dengan konsumsi yang berlebihan.
Bentuk mobilitas penduduk dapat dipahami berkaitan dengan keberhasilan dalam aktivitas
ekonomi yang meliputi 2 komponen yaitu kesempatan kerja (produktifitas) dan pendapatan (atau
dana). Komponen mobilitas tersebut dapat di pandang sebagai indikator kualitas kehidupan
masyarakat.
3. SEJARAH MOBILITAS PENDUDUK DI INDONESIA
Dalam perjalanan sejarah mobilitas yang diwarnai dengan transmigrasi di Indonesia yang
sudah mencapai satu abad, sejak mulai dilaksanakan pada jaman pemerintahan kolonial Belanda
tahun 1905 hingga saat ini, telah melalui berbagai masa pemerintahan dan kekuasaan yang
berbeda. Walaupun secara demografis pengertian umum dari transmigrasi ini tetap sama dari
masa ke masa,
8
yaitu memindahkan penduduk dari wilayah yang padat ke wilayah yang kurang atau jarang
penduduknya, tetapi dalam pelaksanaanya didasarkan pada latar belakang, tujuan, dan kebijakan
yang berbeda-beda, baik yang tertulis secara resmi maupun terselubung (Nugraha, 2009).
1. Masa Percobaan Kolonisasi
Sejarah transmigrasi di Indonesia dimulai sejak dilaksanakannya kolonisasi oleh
pemerintah kolonial Belanda tahun 1905. Kebijakan kolonisasi penduduk dari pulau Jawa ke luar
Jawa dilatarbelakangi oleh:
1) Pelaksanaan salah satu program politik etis, yaitu emigrasi untuk mengurangi jumlah
penduduk pulau Jawa dan memperbaiki taraf kehidupan yang masih rendah.
2) Pemilikan tanah yang makin sempit di pulau Jawa akibat pertambahan penduduk yang
cepat telah menyebabkan taraf hidup masyarakat di pulau Jawa semakin menurun.
3) Adanya kebutuhan pemerintah kolonial Belanda dan perusahaan swasta akan tenaga kerja
di daerah-daerah perkebunan dan pertambangan di luar pulau Jawa.
2. Periode Lampongsche Volksbanks
Catatan akurat mengenai berapa banyak jumlah penduduk yang dipindahkan pada periode
ini masih perlu dicari. Data yang berasal dari beberapa dokumen antara lain memperlihatkan
antara tahun 1912-1922 jumlah penduduk yang diberangkatkan ke daerah kolonisasi sebanyak
16.838 orang. Kemudian pada tahun 1922 dibuka lagi pemukiman kolonisasi baru yang lebih
besar yang diberi nama Wonosobo di dekat Kota Agung Lampung Selatan serta pemukiman
kolonisasi dekat Sukadana di Lampung Tengah. Pemukiman yang lebih kecil dibuka di Sumatera
Selatan, Bengkulu, Kalimantan, dan Sulawesi.
Data yang lain menunjukkan sampai akhir tahun 1921 jumlah penduduk asal Jawa di
desa-desa kolonisasi Gedongtataan telah mencapai jumlah 19.572 orang. Ada juga yang menulis,
antara tahun 1905-1929 jumlah orang Jawa yang dipindahkan ke luar Jawa sudah mencapai
angka 24.300 orang. Dengan demikian jika dihitung berdasarkan jumlah orang yang
diberangkatkan antara tahun 1905-1911 sebanyak 4.800 orang,
9
berarti antara tahun 1911-1929 pemerintah kolonial Belanda telah memindahkan
penduduk melalui program kolonisasi sekitar 19.500 orang.
Pada periode Lampongsche volksbank, pelaksanaan kolonisasi belum dapat dikatakan
berhasil, penyebabnya adalah perencanaan yang kurang matang dan implementasi yang banyak
menyimpang. Kesehatan pemukim baru pun menjadi terabaikan, berdampak pada tingkat
mortalitas penduduk di pemukiman kolonisasi menjadi tinggi. Walaupun pemerintah kolonial
Belanda memiliki konsep, bahwa daerah tujuan kolonisasi harus memiliki suasana sosial budaya
dan system pertanian yang hampir sama dengan daerah asal. Namun faktanya daerah yang telah
dipersiapkan tersebut tidak memenuhi kriteria. Sistem irigasi yang dibuat tidak memadai,
demikian juga prasarana transportasi, sehingga banyak pemukim baru yang tidak betah, dan
kembali ke Jawa. Dalam perekrutan calon peserta kolonisasi, pemerintah member instruksi
kepada lurah-lurah yang diberi target untuk mengirimkansejumlah orang ke daerah kolonisasi.
Sistem seleksi yang diatur oleh lurah menjadikan mereka mudah mengatur untuk menyingkirkan
orangorang tidak disukai karena dianggap saingan atau lawan politik lurah. Cara rekruitmen
demikian menyebabkan orang tidak siap untuk memulai kehidupan di daerah tujuan kolonisasi.
Sejalan dengan pencanangan kolonisasi, perkebunan-perkebunan di Sumatera Timur
mengalami kemajuan. Hal ini berdampak pada pelaksanaan kolonisasi, karena ada persaingan
antara calo tenaga kerja dengan petugas kolonisasi yang diberi target untuk mencari orang
sebagai peserta kolonisasi. Isu yang dikembangkan oleh calo tenaga kerja adalah hal-hal negatif
tentang kolonisasi, agar penduduk Jawa lebih tertarik untuk menjadi kuli kontrak di perkebunan
Sumatera. Pada akhirnya orang-orang di pulau Jawa sendiri lebih tertarik menjadi kuli kontrak
ketimbang ikut kolonisasi, sebab dianggap lebih menguntungkan secara ekonomi. Ada dugaan
pemerintah kolonial Belanda menjadi tidak terlalu serius menangani kolonisasi, setelah melihat
fenomena banyaknya orang Jawa yang tertarik untuk menjadi kuli kontrak pada
perkebunanperkebunan di Sumatera Timur. Hal ini disebabkan pemerintah kolonial Belanda
sendiri, dalam melaksanakan kolonisasi ini memiliki tujuan yang terselubung yaitu untuk
mendukung penyediaan tenaga kerja murah bagi perkebunan-perkebunan tanaman eksport dalam
rangka mendukung perkembangan ekonominya.
10
Artinya program kolonisasi ini dianggap menjadi tidak penting, manakala sudah banyak
penduduk Jawa yang tertarik untuk menjadi kuli kontrak di Sumatera (Nugraha, 2009).
3. Jaman Depresi Ekonomi Dunia
Terjadinya arus migrasi penduduk yang deras dari pulau Jawa untuk menjadi kuli kontrak
di Sumatera berlangsung menjelang terjadinya depresi ekonomi dunia. Himpitan kesulitan hidup
di Jawa telah mendorong mereka secara mandiri dan sukarela bermigrasi ke Sumatera. Hal ini,
pada akhirnya menyebabkan pemerintah kolonial Belanda mengubah kebijakan kolonisasi.
Pada masa peralihan antara tahun 1927- 1930 pemerintah hanya menyediakan biaya
transportasi untuk mereka yang mengikuti program kolonisasi. Depresi ekonomi yang terus
berlanjut telah berpengaruh terhadap perekonomian pemerintah kolonial Belanda. Permintaan
tenaga kerja dari perkebunan-perkebunan di Sumatera menjadi kurang, bahkan sebagian
mengurangi tenaga kerjanya, sehingga banyak kuli kontrak yang kembali ke pulau Jawa.
Pemerintah Belanda mulai merasa perlu mengintensifkan kembali kolonisasi. Pemerintah
memperketat persyaratan untuk mengikuti kolonisasi yaitu:
a. Peserta harus benar-benar petani, sebab jika bukan dapat menyebabkan ketidakberhasilan di
lokasi kolonisasi
b. Fisik harus kuat agar bisa bekerja keras
c. Harus muda untuk menurunkan fertilitas di pulau Jawa
d. Sudah berkeluarga untuk menjamin ketertiban di lokasi baru
e. Tidak memiliki anak kecil dan banyak anak karena akan menjadi beban
f. Bukan bekas kuli kontrak karena dianggap sebagai propokator yang akan menimbulkan
keresahan di pemukiman baru
g. Harus waspada terhadap “perkawinan koloniasai” sebagai sumber keributan
h. Jika wanita tidak sedang hamil karena diperlukan tenaganya pada tahun-tahun pertama
bermukim di tempat baru
i. Jika bujangan harus menikah terlebih dahulu di Jawa karena dikhawatirkan mengganggu
istri orang lain.
j. Peraturan tersebut tidak berlaku jika seluruh masyarakat desa ikut kolonisasi.
11
Sejalan dengan kesulitan ekonomi yang dialami oleh pemerintah kolonial Belanda
sebagai dampak depresi ekonomi dunia sementara minat masyarakat Jawa untuk ikut kolonisasi
cukup tinggi, pemerintah akhirnya merubah pola kolonisasi untuk menekan biaya dengan system
bawon. Pemukim kolonisasi terdahulu diharapkan memakai tenaga kerja pemukim baru dengan
prinsip tolong-menolong dan gotong-royong. Pemekaran daerah kolonisasi baru dibuat tidak jauh
dari kolonisasi lama. Penempatan pemukim baru dilakukan pada bulan Februari-Maret saat
menjelang musim panen padi di pemukiman lama, sehingga mereka bisa ikut bawon. Bagian
hasil bawon pemukim baru di Lampung dibuat lebih besar dengan perbandingan 1:7 atau 1:5,
artinya buruh mendapatkan satu bagian setiap tujuh atau lima bagian pemilik. Pada saat itu
sistem bawon di pulau Jawa umumnya menggunakan perbandingan 1:10. Peserta kolonisasi
mandiri pada periode ini boleh dikatakan lebih berhasil dibandingkan dengan peserta
sebelumnya, walaupun masih ada beberapa yang kembali ke pulau Jawa. Kondisi demikian,
memberikan daya tarik pada masyarakat Jawa untuk ikut kolonisasi. Akhirnya dikembangkan
daerah kolonisasi baru di Palembang, Bengkulu, Jambi, Sumatera Utara, Sulawesi, dan
Kalimantan.
Walaupun pada pelaksanaan kolonisasi periode ini jumlah penduduk yang dipindahkan
dari pulau Jawa ke daerah kolonisasi cukup banyak dibandingkan dengan periode sebelumnya,
namun kalau dilihat dari aspek pengendalian penduduk pulau Jawa belum bisa disebut berhasil.
Pendapat ahli kependudukan Belanda pada saat itu, jika ingin mengendalikan penduduk Jawa,
penduduk yang dipindahlan harus mencapai 80.000 keluarga per tahun. Pemerintah kolonial
Belanda sampai menjelang akhir masa kekuasaannya, hanya mampu memindahkan penduduk
pulau Jawa kurang dari seperlima dari target yang diharapkan per tahunnya. Data lain
menunjukkan antara tahun 1905-1941 penduduk yang berhasil dipindahkan hanya berjumlah
189.938 orang. Akan tetapi jika dilihat dari aspek peningkatan kesejahteraan peserta kolonisasi,
mereka mungkin dapat disebut lebih baik tingkat kehidupannya dibandingkan pada saat berada di
daerah asalnya (Nugraha, 2009).
4. Transmigrasi Masa Pendudukan Jepang
Sejak tahun 1942 susunan pemerintahan di Lampung mengalami perubahan dengan
12
perginya pejabat-pejabat kolonial Belanda dari Binnenlands Bestuur. Ketika tentara
Jepang masuk ke Indonesia, kegiatan transmigrasi tetap dilaksanakan. Akan tetapi karena sibuk
dengan peperangan, rupanya penguasa Jepang tidak sempat melakukan pengadministrasian
kegiatan transmigrasi seperti halnya pada jaman pemerintah kolonial Belanda, sehingga sangat
sedikit dokumentasi mengenai transmigrasi yang bisa ditemukan. Diperkirakan selama
kekuasaan Jepang, penduduk pulau Jawa yang berhasil dipindahkan ke luar Jawa melalui
transmigrasi sekitar 2.000 orang. Tidak hanya di bidang transmigrasi, kondisi kependudukan
yang parah dimulai ketika tentara Jepang mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan Belanda.
Pada periode ini kondisi perekonomian di Indonesia sangat buruk. Beberapa komoditi seperti
tekstil, alat-alat pertanian, bahan pangan menghilang dari pasaran. Terjadi pula mobilisasi tenaga
kerja (romusha) untuk dipekerjakan di perkebunanperkebunan dan proyek-proyek pertahanan
Jepang, baik di dalam maupun di luar negeri.
5. Transmigrasi Setelah Kemerdekaan
Sudrajat (2006) mengungkapkan ada 3 masa setelah kemerdekaan, yaitu: masa orde lama,
masa orde baru, dan masa reformasi.
a. Masa Orde Lama
Ketika baru merdeka dari penjajahan Jepang, di Indonesia masih terjadi gejolak politik,
sehingga permasalahan kepadatan penduduk masih terabaikan. Baru tahun 1948 pemerintah
Republik Indonesia membentuk panitia untuk mempelajari program serta pelaksanaan
transmigrasi yang diketuai oleh A. H. D. Tambunan. Walaupun telah terbentuk kepanitiaan,
keputusan yang menyangkut masalah transmigrasi baru diambil pada tahun 1950. Bulan
Desember 1950 merupakan awal mula pemberangkatan transmigran di jaman kemerdekaan ke
Sumatera Selatan. Pelaksananya ditangani oleh Jawatan Transmigrasi yang berada di bawah
Kementrian Sosial. Pada tahun 1960 Jawatan Transmigrasi menjadi departemen yang digabung
dengan urusan perkoperasian dengan nama Depertemen Transmigrasi dan Koperasi.
Pada masa ini, selain tujuan demografis, tujuan lainnya tidak jelas. Namun Presiden
Soekarno sendiri tidak fokus pada kelebihan penduduk Jawa, tetapi hanya melihat adanya
ketimpangan kepadatan penduduk pulau Jawa dan luar Jawa.
13
Akan tetapi di kemudian hari yaitu seperti tercantum pada Undang-undang No. 20/1960
jelas terbaca, bahwa tujuan transmigrasi adalah untuk meningkatkan keamanan, kemakmuran,
dan kesejahteraan rakyat, serta mempererat rasa persatuan dan kesatuan bangsa. Target
pemindahan penduduk pada jaman orde lama dinilai sangat ambisius dan tidak realistis, dimana
sasaran “Rencana 35 Tahun Tambunan” adalah mengurangi penduduk pulau Jawa agar mencapai
angka 31 juta jiwa pada tahun 1987 dari jumlah penduduk sebanyak 54 juta jiwa pada tahun
1952. Pada kenyataannya antara tahun 1950-1959 pemerintah hanya berhasil memindahkan
transmigran sebanyak 227.360 orang.31 Revisi target transmigran sebenarnya telah dilakukan
dengan yang lebih realistis. Selama lima tahun, antara tahun 1956-1960 direncanakan
pemindahan penduduk Jawa sebanyak 2 juta orang, atau rata-rata 400 ribu orang per tahun. Pada
rencana delapan tahun selanjutnya, yaitu antara tahun 1961-1968, Jawatan Transmigrasi
menurunkan lagi tergetnya menjadi 1,56 juta orang, atau rata-rata 195 ribu orang per tahun.
Pada periode rencana delapan tahun, muncul kebijakan Transmigrasi Gaya Baru pada
musyawarah nasional gerakan transmigrasi yang diselenggarakan pada bulan Desember 1964.
Konsepnya memindahkan kelebihan fertilitas total yang diperkirakan mencapai angka 1,5 juta
orang per tahun. Pada kebijakan ini, muncul pula ide untuk melaksanakan transmigrasi
swakarya, artinya transmigran baru ditampung oleh transmigran lama seperti yang pernah
dilakukan pada jaman Belanda dengan sistem bawon, kemudian membuka hutan, membangun
rumah, dan membuat jalan sendiri, sehingga tanggungan pemerintah tidak terlampau besar.
Minat penduduk pulau Jawa untuk ikut transmigrasi pada periode ini cukup tinggi. Bahkan
mereka mau berangkat ke daerah transmigran atas biaya sendiri tanpa bantuan pemerintah. Di
tempat tujuan mereka cukup melapor untuk memperoleh sebidang lahan dan bantuan material
lainnya. Pada jaman orde lama, ada pengkategorian transmigrasi, sehingga dikenal istilah
transmigrasi umum, transmigrasi keluarga, transmigrasi biaya sendiri, dan transmigrasi spontan.
Dalam sistem transmigrasi umum segala keperluan transmigran, sejak pendaftaran sampai di
lokasi menjadi tanggungan pemerintah. Pemerintah juga menanggung biaya hidup selama
delapan bulan pertama, bibit tanaman, serta alat-alat pertanian. Transmigrasi keluarga
merupakan merupakan sistem transmigrasi beruntun, artinya jika ada keluarga transmigran ingin
14
mengajak keluarganya yang masih tinggal di pulau Jawa untuk tinggal di daerah transmigrasi,
maka transmigran lama harus menanggung biaya hidup dan perumahan transmigran baru. Sistem
ini tidak jalan, karena terlalumemberatkan peserta transmigrasi, sehingga tidak dilaksanakan lagi
sejak 1959. Transmigrasi biaya sendiri, mengharuskan calon transmigran mendaftar di tempat
asal, kemudian berangkat ke lokasi dengan ongkos sendiri, setelah sampai di lokasi mereka
mendapatkan lahan dan subsidi seperti transmigran umum. Sedangkan transmigrasi spontan
selain menanggung sendiri ongkos ke lokasi, mereka pun harus mengurus sendiri
keberangkatannya. Di tempat tujuan baru mereka lapor untuk mendapatkan lahan di daerah yang
telah ditentukan.
b. Masa Orde Baru
Pada jaman orde baru, tujuan utama transmigrasi tidak sematamata memindahkan
penduduk dari pulau Jawa ke luar Jawa, namun ada penekanan pada tujuan memproduksi beras
dalam kaitan pencapaian swasembada pangan. Pembukaan daerah transmigrasi diperluas ke
wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi, bahkan sampai ke Papua. Tahun 1965-
1969, belum ditentukan target jumlah transmigran yang harus dipindahkan. Bahkan terkesan
belum begitu perhatian terhadap progran transmigrasi. Daerah transmigran seperti Lampung,
Jambi, Sumatera Selatan yang pada awalnya banyak sekali menerima transmigran, pada periode
ini hanya menerima sekitar 52 persen dari total transmigran yang diberangkatkan. Jumlah yang
dikirim ke Sulawesi sekitar 25 persen, sisanya ke pulau-pulau lain seperti Kalimantan dan Papua.
Jika pada masa orde lama dikenal empat katagori transmigrasi, pada periode ini hanya dikenal
dua kategori yaitu transmigrasi umum dan transmigrasi spontan.
Pada transmigrasi spontan pemerintah hanya mengorganisir perjalanan dari daerah asal
ke tempat tujuan, ongkos ongkos semua ditanggung peserta. Sementara transmigrasi spontan,
semua ongkos ditanggung pemerintah, dan di lokasi memperoleh lahan seluah dua hektar,
rumah, dan alat-alat pertanian, serta biaya selama 12 bulan pertama untuk di daerah tegalan, dan
8 bulan pertama di daerah pesawahan menjadi tanggungan pemerintah. Jumlah seluruh
transmigran yang berhasil dipindahkan pada periode ini sebanyak 182.414 orang atau sekitar
52.421 keluarga. Masih pada jaman orde baru,
15
tepatnya tahun 1974 ketika Gunung Merapi meletus, ada kejadian seluruh warga desa
diikutsertakan dalam program transmigrasi, di lokasi baru mereka menempati daerah yang sama.
Dari kejadian inilah kemudian muncul istilah transmigrasi bedol desa.
Pada periode rencana pembangunan lima tahun (repelita) ke-2 antara tahunn 1974-1979,
konsep transmigrasi diintegrasikan ke dalam pembangunan nasional. Dalam kerangka
pembangunan nasional tersebut, transmigrasi diharapapkan dapat meningkatkan ketahanan
nasional, baik di bidang ekonomi, sosial, maupun budaya, serta meningkatkan produksi pangan
dan komoditi eksport. Produksi pertanian diharapkan dapat mendukung sektor industri sebagai
cita-cita pembangunan.35 Selain itu mulai tercetus pemikiran untuk mengembangkan daerah
tujuan semenarik mungkin, sehingga akan banyak penduduk yang tertarik untuk pindah dari
pulau Jawa dengan biaya mandiri tanpa tergantung pada pemerintah. Target transmigrasi pada
repelita ke-2 adalah memberangkatkan 50 ribu keluarga atau 250 ribu orang per tahun, atau jika
dihitung selama selama lima tahun, transmigran yang harus diberangkatan sebanyak 1,25 juta
orang. Target yang tidak realistis tersebut pada tahun 1976 dikurangi menjadi 108 ribu keluarga
selama lima tahun, sedangkan realisasinya pemerintah hanya mampu memberangkatkan
sebanyak 204 ribu orang atau sekitar 16 persen dari target yang dicanangkan.
Masa selanjutnya, pada repelita ke-3 (1979-1983) ada penekanan yang lebih mendalam
terhadap kepentingan pertahanan dan keamanan. Pelaksanaan transmigrasi spontan lebih
didorong lagi dengan mengembangkan kegiatan ekonomi di luar pulau Jawa guna menarik minat
calon transmigran. Target pemindahan transmigran sebanyak 250 ribu keluarga dapat dicapai,
bahkan terlampaui sebanyak dua kali lipat. Pemerintah berhasil memberangkatkan sebanyak 500
ribu keluarga. Mengingat keberhasilan pada repelita ke-3, maka pada repelita ke-4 target
transmigran ditingkatkan lagi menjadi 750 ribu keluarga atau 3,75 juta orang. Pada akhir bulan
Oktober 1985 telah berhasil diberangkatkan sebanyak 350.606 keluarga atau 1.163.771 orang.
Pada periode ini diintroduksi konsep tentang pelestarian lingkungan, sehingga transmigrasi juga
diberi misi agar bisa memulihkan sumber daya alam yang sudah tereksploitasi dan memelihara
lingkungan hidup.
16
c. Masa Reformasi
Jumlah penduduk yang berhasil dipindahkan dalam program transmigrasi, terus
meningkat dari tahun ke tahun. Walaupun demikian tetap tidak bisa mengejar bertambahnya
jumlah penduduk di pulau Jawa. Sebab fertilitas di pulau Jawa jauh melebihi angka penduduk
yang dapat dipindahkan ke luar pulau Jawa. Dengan demikian, jika dilihat dari aspek demografis
yang dikaitkan dengan pengurangan penduduk di pulau Jawa, program transmigrasi ini tidak
mencapai sasarannya. Diakui pula oleh Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah
Hutan, bahwa pelaksanaan transmigrasi yang telah dilaksanakan hingga jaman orde baru belum
memberikan pengaruh yang merata, baik ditinjau dari sisi mikro yaitu tingkat perkembangan
UPT/Desa, maupun makro yaitu pada percepatan pertumbuhan wilayah. Pembangunan
transmigrasi pun belum berhasil menjadi pendorong pembangunan, karena belum dapat
memberikan kontribusi yang optimal dalam pembangunan wilayah. Mengingat kondisi seperti di
atas, perlu dicari paradigma baru dalam pembangunan transmigrasi. Paradigma baru yang sudah
jauh berbeda dengan paradigma lama, terjadi dengan dikeluarkannya Undangundang No. 5/1997.
Pelaksanaan transmigrasi tidak lagi difokuskan pada pemecahan masalah persebaran penduduk,
yang selama 90 tahun terakhir memang tidak berhasil dipecahkan, namun bergeser pada
pengembangan ekonomi dan pembangunan daerah. Dalam Undang-undang tersebut dinyatakan,
bahwa tujuan transmigrasi adalah:
(1) untuk meingkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitar,
(2) meningkatkan pemerataan pembangunan daerah, dan
(3) memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Melalui tujuannya itu diharapkan rakyat Indonesia yang berada di luar the circular flow
of income dalam sistem ekonomi nasional bisa lebih cepat mencapai tingkat kesejahteraannya.
Terjadinya ketimpangan akibat strategi industrialisasi yang terlalu bertumpu di pulau Jawa yang
telah menyebabkan ketimpangan antar daerah dapat dikurangi.
17
Gejala disintegrasi dan separatis memerlukan strategi dan kebijakan yang tepat termasuk dari
pihak Departemen Transmigrasi dan PPH. Penyempurnaan pelaksanaan transmigrasi yang
diperlukan antara lain, agar transmigrasi diupayakan secara merata di wilayah tanah air, dan
pemukiman transmigran tidak merupakan enclave serta memiliki keterkaitan fungsional dengan
kawasan di sekitarnya. Berbagai kelompok etnis harus berbaur dalam kebhinekaan, penduduk
setempat juga harus mendapat perhatian yang sama, dengan tujuan untuk meredam potensi
konflik antara pendatang dan penduduk asli. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka
pemerintah daerah akan memiliki tanggung jawab dan wewenang yang lebih besar dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya masing-masing. Sehingga,
pembangunan transmigrasi harus adiletakan pada kerangka pembangunan daerah yang
selanjutnya harus dapat dijabarkan dalam program-program transmigrasi.
Berdasarkan pada penjelasan di atas visi transmigrasi ke depan adalah “mewujudkan
komunitas baru yang merupakan hasil integrasi harmonis antara penduduk setempat dan
masyarakat pendatang, yang sejahtera serta dapat tumbuh dan berkembang secara mandiri dan
berkelanjutan”. Adapun misinya adalah “engisi pembangunan di daerah sesuai dengan kebutuhan
masyarakat setempat dan pendatang, serta sesuai dengan rencana pembangunan daerah dan
rencana pembangunan nasional”. Misi di atas dilakukan melalui konsep pengembangan wilayah
dan pengembangan masyarakat, antara lain dengan upaya peningkatan pembangunan daerah
dalam rangka mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang ada, dan mewujudkan
agropolitan baru sebagi pusat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, dilakukan pendekatan kultural
dengan memperhatikan sistem nilai dan perilaku serta adatistiadat masyarakat setempat,
sehingga pembangunan transmigrasi tidak lagi bersifat eksklusif dalam kehidupan siklis,
melainkan melalui berbagai teknik pembauran. Konsep manajemen pembangunan transmigrasi
yang dijalankan antara lain, pembangunan transmigrasi yang reformis tidak lagi menekankan
pada target pemindahan transmigran, melainkan pada pencapaian pertumbuhan kesejahteraan
transmigran yang dikaitkan dengan kemampuan daya beli dari transmigran yang paling miskin
dengan ukuran keberhasilan minimal transmigran terhadap kebutuhan dasarnya. Selain itu,
menjadikan transmigrasi sebagai suatu kebutuhan yang diminta oleh masyarakat setempat, dunia
usaha, dan pemerintah daerah.
18
4. PERUBAHAN MOBILIITAS PENDUDUK PADA MASA TRANSISI
DEMOGRAFI
Pada masa pretransisi, menurut Sutomo (2010:7) merupakan ”fase yang memiliki ciri-ciri
adanya tingkat kelahiran yang tinggi, tetapi diikuti pula dengan tingkat kematian yang tinggi.
Dengan demikian, tidak terjadi perrtumbuhan penduduk”. Pada fase ini sumber daya manusia
masih sangat rendah. pendidikan yang diteriama oleh setiap orang sangat terbatas. Hal ini
menyebabkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang pada saat itu sangat rendah.
Pengetahuan yang rendah ini sangat berdampak pada cara hidup mereka. Dalam memenuhi
kebutuhannya orang-orang pada masa itu sangat bergantung pada alam. Terutama masalah
kebutuhan pokok yaitu pangan, orang-orang pada masa itu melakukan kegiatan ”hunting and
gathering” yaitu berburu dan mengumpulkan makanan. Demikian pula dengan kebutuhan-
kebutuhan yang lainnya, mereka memenuhinya dengan cara yang paling sederhana. Karena
ketersediaan sumber daya alam di suatu daerah terbatas jika di pakai terus-menerus suatu saat
pasti akan habis juga. Jika hal ini terjadi maka terjadilah perpidahan penduduk. Mereka mencari
tempat baru yang menurut mereka memiliki sumber daya alam yang melimpah yang bisa dipakai
dalam beberapa waktu yang lama. Perpidahan ini relatif sering dilakukan oleh masyarakat pada
saat itu sehingga mobilitasnya sangat tinggi.
Fase transisi dibagi menjadi 3 yaitu ”awal transisi, pertengahan transisi, dan akhir transisi”
(Sutomo, 2010:7).
a. Awal transisi memiliki ciri-ciri tingkat kematian mulai menurun, tetapi tidak
diikuti oleh penurunan tingkat kematian.
b. Pertengahan transisi ditandai menurunnya tingkat kelahihan, sementara tingkat
kematian juga terus menurun.
c. Sedangkan akhir transisi dicirikan menurunnya tingkat kematian dengan cepat,
sementara laju penurunan tingkat kematian sudah melambat.
- Sedangkan pada masa transisi, pendidikan sudah mulai berkembang. Masyarakat pada
masa ini sudah memiliki cukup pengetahuan untuk memenuhi kebutuhannya dan tidak
terlalu bergantung dengan alam.
19
Penemuan-penemuan mulai bermunculan, baik dalam bidang kesehatan maupun yang
lainnya. Hal ini berdampak besar bagi kualitas kehidupan manusia pada saat itu. Suatu
perubahan yang paling besar adalah masyarakat pada saat itu sudah dapat menernakkan
dan membudidayakan tanaman(domestikasi). Dengan berubahnya sistem hidup mereka
dari hunting and gathering menjadi system yang lebih efisien yaitu domestikasi maka
masyarakat pada saat itu mulai tingal menetap di suatu daerah. kebutuhan-kebutuhan
mereka mulai dapat dipenuhi sendiri, ketergantungan pada alam pun mulai berkurang.
Maka mobilitas masyarakat pun berkurang.
- Fase terakhir yaitu fase posttransisi, menurut Sutomo (2010:7) mempunyai ciri-ciri
”baik tingkat kelahiran maupun tingkat kematian keduanya berada pada tingkat yang
rendah. Dengan demikian, laju pertumbuhan penduduk menjadi sangat kecil, bahkan
dapat terjadi tidak ada lagi pertumbuhan penduduk”.
Pada fase terakhir yaitu fase posttransisi, dimana pendidikan yang didapatkan oleh
setiap masyarakat sudah sangat tinggi, pengetahuan yang dimiliki pun bertambah
dengan pesat. Banyak penemuan –penemuan baru di segala bidang. Kualitas
kesehatan dan bidang-bidang lainnya sangat meningkat. Peningkatan teknologi
menyebabkan semua kebutuhan yang diperlukan tersedia dalam suau tempat. Orang-
orang idak perlu lagi bepergian ke tempat-tempat yang jauh untuk memenuhi
kebutuhannya. Hal ini menyebabkan mobilitas penduduk pada masa itu sangat
rendah.
5.FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILITAS PENDUDUK SELAMA
TRANSISI DEMOGRAFI
Mobilitas penduduk mempunyai pengertian pergerakan penduduk dari satu daerah ke
daerah lain. Baik untuk sementara maupun untuk jangka waktu yang lama atau menetap seperti
mobilitas ulang-alik (komunitas) dan migrasi.
Penduduk yang melakukan mobilisasi tidaklah semata mata untuk berpindah tempat saja, tetapi
hal itu dilakukan oleh karena dorongan dari tiga faktor yaitu:
20
1. Penarik.
2. Pendorong.
3. Kendala.
Pada tahun 1885 E.G. Ravenstin ( Bogue, 1969: 755, dalam Suhardi, 2007)
mempublikasikan yang dia sebut sebagai 7 hukum-hukum perpindahan penduduk (migrasi),
yang terdiri dari:
1. Migrasi dan jarak, kebanyakan migran melakukan perpindahan dalam jarak dekat. Bila
jaraknya bertambah maka jumlah migrant yang berpindah menurun.
2. Migrasi bertahap, penduduk semula pindah dari daerah pedesaan ke tepi kota besar sebelum
masuk ke dalam kota besar tersebut.
3. Arus dan arus balik, tiap adanya arus migrasi akan terjadi juga migrasi arus balik.
4. Daerah urban (perkotaan) dan rural (pedesaan), penduduk perkotaan kurang melakukan
migrasi dibandingkan dengan penduduk daerah pedesaan.
5. Dominasi wanita pindah jarak dekat, dalam jarak dekat wanita pindah lebih banyak daripada
laki-laki.
6. Teknologi dan migrasi, perkembangan teknologi cenderung meningkatkan migrasi.
7. Dominasi motif ekonomi, walaupun berbagai jenis faktor dapat mendorong terjadinya
perpindahan akan tetapi keinginan untuk meningkatkan keadaan ekonomi merupakan
kekuatan yang paling potensial.
a. Faktor dari sejarah asal yang disebut faktor pendorong seperti :
- adanya bencana alam,
- panen gagal,
- lapangan kerja terbatas
- keamanan terganggu
- kurangnya sarana pendidikan.
21
b. Faktor yang ada di daerah tujuan yang disebut faktor penarik seperti:
- tersedianya lapangan kerja,- upah tinggi, - tersedia sarana pendidikan kesehatan dan hiburan.
c. Faktor yang terletak diantara daerah asal dan daerah tujuan yang disebut
penghalang/kendala menurut Everet S.Lee (1996) yang termasuk faktor ini
misalnya :
- jarak jenis alat transport dan biaya transport jarak yang tidak jauh.- mudahnya transportasi mendorog mobilitas penduduk. Yang terdapat pada diri seseorang
disebut faktor individu. Faktor ini sangat mempengaruhi keinginan seseorang untuk melakukan mobilitas atau tidak. Contoh faktor individu ini antara lain: umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.
Faktor pendorong dan penarik perpindahan penduduk ada yang negatif dan ada
yang positif :
a. Faktor pendorong yang positif
yaitu para migran ingin mencari atau menambah pengalaman di daerah lain.
b. faktor pendorong yang negatif
yaitu fasilitas untuk memenuhi kebutuhan hidup terbatas dan lapangan
pekerjaan terbatas pada pertanian.
c. Faktor penarik yang positif
yaitu daerah tujuan mempunyai sarana pendidikan yang memadai dan lebih
lengkap.
d. Faktor penarik yang negatif adalah adanya lapangan pekerjaan yang lebih bervariasi,
kehidupan yang lebih mewah, sehingga apa saja yang diperlukan akan mudah didapat
dikota.
23
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sejarah transmigrasi di Indonesia telah berjalan selama lebih dari 100 tahun. Hal ini
dimulai sejak diberlakukannya kolonisasi oleh pemerintah Belanda. Pada awal pelaksanaannya
transmigasi di Indonesia dilatarbelakangi oleh pelaksanaan salah satu program politik etis,
pemilikan tanah yang makin sempit di pulau Jawa akibat pertambahan penduduk yang cepat,
adanya kebutuhan pemerintah kolonial Belanda dan perusahaan swasta akan tenaga kerja di
daerah-daerah perkebunan dan pertambangan. Perjalanan transmigrasi yang pada awalnya sulit
untuk dilaksanakan berangsur-angsur menjadi mudah untuk dilaksanakan. Masyarakat secara
sukarela pindah ke daerah-daerah yang lebih terpencil. Seiring dengan hal tersebut maka tujuan-
tujuan transmigrasi pun semakin bertambah banyak, yaitu untuk meningkatkan keamanan,
kemakmuran, dan kesejahteraan rakyat, serta mempererat rasa persatuan dan kesatuan bangsa.
Perubahan orde atau jaman juga sangat berpengaruh pada penambahan tujuan transmigrasi.
Secara umum dari awal dilaksanakannya transmigrasi di Indonesia, jumah penduduk yang
berhasil dipindahkan semakin meningkat walaupun pada jaman penjajahan Jepang sempat
mengalami penurunan karena terjadi perang dunia.
Dilihat dari sisi transisi demografi maka mobilitas penduduk dari jaman pretransisi,
transisi dan posttransisi secara umum mengalami penurunan. Peningkatan kulitas pendidikan,
kemajuan teknologi membuat kesejahteraan penduduk dapat dicapai tanpa melalui mobilitas.
Seperti pada saat ini, dimana segala kebutuhan yang diperlukan sudah tersedia di satu tempat
sehingga tidak perlu melakukan perpindahan.
B. Saran
Mobilitas penduduk akan selalu ada dalam kehidupan manusia, apakah mobilitas itu
berdampak positif atau negatif terhadap pembangunan, tergantung dari bagaimana proses
mobilitas itu sendiri. Masyarakat sebagai pelaku beserta pemerintah sebagai fasilitator harus
berusaha agar mobilitas penduduk mengarah pada masa posttransisi sehingga kesejahteraan
masyarakat dapat meningkat.
24
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhana Wata’ala karena berkat dan rahmatnyalah sehingga
makala ini dapat terselesaikan tepat waktu.Makala yang berjudul “Mobilitas Penduduk” telah
banyak menerapkan referensi-referensi yang tentunya dapat kita pelajari untuk pengetahuan kita
kedepannya.Semoga makala ini dapat bermanfaat buat teman-teman yang membacanya.
Penulis menyadari, penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna penyempurnaan
makalah berikutnya.
Makassar, 11 Juni 2012
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................i
Daftar Isi..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG........................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................................2
C. TUJUAN............................................................................................................2
1. Tujuan Umum..............................................................................................2
2. Tujuan Khusus.............................................................................................2
D. MANFAAT........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian dan Ruang lingkup mobilitas penduduk……………………….3
2. Bentuk-Bentuk Mobilitas Penduduk……………………………………….7
3. Sejarah mobilitas penduduk di Indonesia………………………………….8
4. Perubahan mobilitas penduduk pada masa transisi demografi……………18
5. Faktor yang mempengaruhi mobilitas penduduk selama transisi demografi
…………………………………………………………………………….20
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN……………………………………………………………….22
B. SARAN……………………………………………………………………….22
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Muhamad Zainal. 2010. Makalah Mobilitas Penduduk. Online diakses di http://meetabied.wordpress.com/2010/01/14/makalah-mobilitas-penduduk/ pada tanggal 7 Juni 2012.
Ardy. 2008. Faktor Pendorong dan penarik Migrasi. Online dikases di http://www.docstoc.com/docs/downloadDoc.aspx?doc_id=22706636 pada tanggal 7 Juni 2012.
Chotib. _____. Mobilitas Penduduk: Kajian Kependudukan dan Ketenagakerjaan. Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Online diakses http://www.docstoc.com/docs/downloadDoc.aspx?doc_id=26770454 pada tanggal 7 Juni 2012.
Setiawan,Nugraha. 2009. Sejarah Transmigrasi. Online diakses di http://nugraha.-suarakita.com/2009/sejarah-tranmigrasi/ pada tanggal 8 Juni 2012
Sudrajat, Indra. 2006. Transmigrasi di era kemerdekaan: Suatu Pandangan. Online diakses di http://www.docstoc.com/docs/downloadDoc.aspx?doc_id-=22698340 pada tanggal 10 Juni 2012.
Biro Pusat Statistik,Estimasi Fertilitas, Mortalitas dan Migrasi, Hasil Survei Penduduk Antara
Sensus (SUPAS) 1995
F a t u r o c h m a n , “ W h y P e o p l e M o v e : A P s y c h o l o g i c a l A n a l y s i s o f U r b a n
M i g r a t i o n ” , Populasi1 (3), 1992
Recommended