Presus Ikterik

Preview:

DESCRIPTION

ikterik neonatal

Citation preview

Presentasi Kasus

Oleh :

Dr. Hendra Pamuji Pamukti

• Nama Lengkap : By. A• Umur : 14 Hari• Nama Ayah : Tn. D• Nama Ibu : Ny. J

• Alamat : jl. Delima No 10 Taman Madiun

• Masuk RS. tanggal : 04 mei 2015/Jam 20.10

• Dokter DPJP : dr. Meidi, Sp.A

IDENTITAS

• Keluhan Utama: Bayi Tampak Kuning

SUBJEKTIF

• 1HSMRS : Bayi tampak kuning. Menurut ibu, bayinya kuning secara tiba-tiba saat bangun tidur. Kemudian bayi dijemur oleh ibunya namun kuning pada bayi tidak kunjung hilang. Demam (-), Kepala terangguk-angguk saat mengambil nafas (-), kejang (-), menggigil (-), penurunan kesadaran atau kesan ngantukkan (-), menurut ibunya bayinya masih mau menetek dengan kuat, bayi rewel (-), tampak kehausan (-), MPASI (-), Muntah (-),

Riwayat Perjalanan Penyakit

• 2JSMRS : Karena masih tampak kuning pasien dibawa ibunya ke praktek dokter spesialis anak dan diberi rujukan ke IGD RSI untuk dilakukan fototerapi.

Riwayat Perjalanan Penyakit

• Riwayat sakit kuning sebelumnya (-)• Riwayat mondok (-), kejang/step (-)• Riwayat operasi (-)

• Kesan : Tidak ada penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit sekarang

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

• Ibu/Bapak/Kakek/Nenek: Orang tua pasien tidak mengetahui dengan pasti tentang pola penyakit pada keluarganya, namun alergi/asma/sesak, penyakit jantung/darah tinggi/bengkak-bengkak di tubuh terutama kaki, dan batuk lama/TBC/flek paru,diabetes, hepatitis serta infeksi pada kelamin semua disangkal.

• Kesan: tidak ada riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit sekarang.

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :

Riwayat Pedigree

Riwayat kehamilan dan Persalinan • Riwayat Kehamilan: Pasien adalah anak pertama dari seorang ibu

berusia 28 tahun, usia pernikahan + 1,5 tahun, UK: 39 minggu lebih 3 hari. Kontrol rutin di bidan, dengan kontrol pertama pada UK: 3 bulan. Kontrol pada 3 bulan pertama 1 kali, pada 3 bulan berikutnya sebulan bisa 2 kali, pada 3 bulan terakhir hampir tiap minggu. Kontrol ke dokter kandungan 2 kali untuk USG waktu hampir sembilan bulan dan bayi dinyatakan sehat. Imunisasi TT 2x (+) waktu hamil muda, multivitamin dan tablet besi (+), jumlah tablet besi tidak tahu namun konsumsi sudah mulai sejak UK: + 6 bulanan sehari sekali. Keluhan selama hamil: mual dan muntah waktu hamil muda, pusing-pusing pernah tapi jarang, darah tinggi (-), tekanan darah tertinggi 120, demam waktu hamil (-). Kebiasaan selama hamil: minum jamu/obat-obatan yang tidak diresepkan dokter/bidan (-), konsumsi alkohol (-), merokok (-), kerja berat (-). Kondisi psikologi ibu selama hamil baik dan merasa sangat bahagia. Asupan makanan banyak dan terjamin oleh suami dan keluarga. Kenaikan berat badan selama hamil 10,5 kg (sebelum hamil 51 kg, menjelang lahir 62,5 kg). Kehamilan merupakan kehamilan yang diharapkan.

Riwayat kehamilan dan Persalinan

• Riwayat Persalinan: Persalinan direncanakan akan dilakukan sectio cesaria atas indikasi KPD 12 jam. Namun saat menanti persiapan operasi pembukaan servik lengkap sehingga dilakukan partus pervaginam. Partus berlangsung tanpa penyulit. Bayi tunggal. BBL: 2850 gram, PB: 48 cm, LK: 51 cm, LD: -, LLA: -. Keadaan bayi saat lahir: langsung menangis (+), biru (-). IMD (-). Pemberian injeksi Vitamin K dan salep mata antibiotika pada bayi setelah lahir tidak diketahui.

Riwayat kehamilan dan Persalinan

• Riwayat Paska Persalinan: Keadaan setelah persalinan ibu selamat dan bayi sehat. BAK/BAB bayi < 24 jam setelah lahir, kulit bayi kuning (-). Bayi aktif dan menangis kuat. Apgar score 7 ( menurut bidan VK RSI ). Tali pusat kering. ASI ibu langsung keluar dan lancar setelah hari kedua, bayi menetek dengan baik,

• Kesan: riwayat kehamilan, persalinan dan paska persalinan baik

Riwayat Makanan

• Ibu pasien mengaku selalu menggunakan ASI sejak awal, Pasien tidak pernah diberikan susu formula semenjak lahir sampai dengan sekarang. Bayi disusui lebih dari 8 kali sehari. Jika tidur > 2 jam, bayi dibangunkan untuk disusui.

•  Kesan: kuantitas ASI cukup.

Riwayat Vaksinasi

PEMERIKSAAN FISIK

Kesan Umum : Compos mentis

Pemeriksaan Umum

Px fisik Thorax

Px fisik Thorax

Px fisik Abdomen

Px fisik Kepala

Px Penunjang

• Pemeriksaan billirubun pre Fototerapi : Tidak dilakukan

• Pemeriksan Darah Rutin : tidak dilakukan

• Pemeriksaan billirubun post Fototerapi :

- Billirubin Total : 11,81 mg/dl

- Billirubin Direk : 1,06 mg/dl

Data Dasar

DIAGNOSIS KERJA

• NCB SMK PPS dengan Ikterus Neonatorum susp Breastmilk Jaundice  DD Atresia Kongenital Saluran Empedu .

PLANNINGPemeriksaan 1) Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala.

2) Pemeriksaan darah tepi

3) Pemeriksaan penyaring G-6-PD.

4) Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi.

Terapi 1) Stimulasi proses konjugasi bilirubin dengan menggunakan fenobarbital

2) Memberikan terapi sinar sehingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.

3) Bayi dijemur pada pagi hari

EDUKASI Menurut The American Academy of Pediatrics (AAP) :

- Tidak dianjurkan penghentian ASI dan merekomendasikan pemberian ASI terus menerus (minimal 8-10 kali dalam 24 jam).

- Penggantian ASI dengan pemberian air putih, air gula atau susu formula tidak akan menurunkan kadar bilirubin .

Menurut Gartner dan Auerbach :

- Pada kasus BMJ, dilakukan penghentian ASI sementara. Penghentian ASI akan memberi kesempatan hati mengkonjungasi bilirubin indirek yang berlebihan. Apabila kadar bilirubin tidak turun maka penghentian ASI dilanjutkan sampai 18–24 jam dan dilakukan pengukuran kadar bilirubin setiap 6 jam. Apabila kadar bilirubin tetap meningkat setelah penghentian ASI selama 24 jam, maka penyebabnya bukan karena ASI, ASI boleh diberikan kembali sambil mencari penyebab hiperbilirubinemia yang lain.

TINJAUAN PUSTAKA

IKTERUS NEONATORUM

• EpidemiologiPada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama. Kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada bayi 80% bayi kurang bulan

Di Amerika Serikat sekitar 60% bayi menderita ikterus .Lebih dari 50%. bayi-bayi yang mengalami ikterus itu mencapai kadar bilirubin yang melebihi 10 mg.

Di Jakarta dilaporkan 32,19 % bayi baru lahir menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi bersifat patologik

Pengertian

Ikterus Neonatorum

Yaitu disklorisasi pada kulit atau organ lain karena penumpukan bilirubin.

 

IKTERUS FISIOLOGIS

Timbul 24- 72 jam sesudah lahir

Biasanya ikterus fisiologis, tetapi masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jam.

1)  Polisitemia

2) Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan hepar subkapsuler dan lain-lain).

3) Hipoksia.

4) Sferositosis, eliptositosis

5) Dehidrasi asidosis.

6) Defisiensi enzim eritrosit lainnya.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan, bila keadaan bayi baik dan peningkatan ikterus tidak cepat, dapat dilakukan pemeriksaan daerah tepi, pemeriksaan kadar bilirubin berkala, pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD .

• Ikterus Patologis

1. Ikterus patologis dalam 36 jam pertama kehidupan biasanya disebabkan oleh kelebihan produksi bilirubin.

2. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5 mg/dl atau lebih setiap 24 jam. Kemungkinan akibat eritroblastosis foetalis, sepsis, penyakit inklusi sitomegalik, rubela atau toksoplasmosis kongenital

3. Ikterus yang disertai: Berat lahir < 2.000 gr atau Masa gestasi < 36 minggu

• Ikterus Patologis

4. Ikterus yang baru timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3, biasanya bersifat “fisiologik”, tetapi dapat pula merupakan manifestasi ikterus yang lebih parah yang dinamakan hiperbilirubinemia neonatus

5. Ikterus nonhemolitik familial (sindroma Criggler-Najjar) pada permulaannya juga terlihat pada hari ke-2 atau hari ke-3.

6. Ikterus yang timbul setelah hari ke 3, dan dalam minggu pertama, kemungkinan septikemia sebagai penyebabnya; keadaan ini dapat disebabkan oleh infeksi-infeksi lain terutama sifilis, toksoplasmosis dan penyakit inklusi sitomegalik.

• Ikterus Patologis

7. Ikterus yang ditemukan setelah minggu pertama kehidupan mengindikasikan adanya, septikemia, atresia kongenital saluran empedu, hepatitis serum homolog, rubela, hepatitis herpetika, pelebaran idiopatik duktus koledoskus, galaktosemia, anemia hemolitik kongenital (sferositosis) atau mungkin krisis anemia hemolitik lain, seperti defisiensi enzim piruvat kinase dan enzim glikolitik lain, talasemia, penyakit sel sabit, anemia non-sperosit herediter), atau anemia hemolitik yang disebabkan oleh obat-obatan (seperti pada defisiensi kongenital enzim-enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase, glutation sintetase, glutation reduktase atau glutation peroksidase) atau akibat terpapar oleh bahan-bahan lain.

• Ikterus Patologis

8. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama Biasanya karena infeksi (sepsis), Dehidrasi asidosis, Difisiensi enzim G-6-PD, Pengaruh obat, Sindrom Criggler-Najjar, Sindrom Gilbert.

9. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya karena obstruksi, Hipotiroidisme, “breast milk jaundice”, Infeksi, Neonatal hepatitis, Galaktosemia,

.

• Kernicterus

Suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan bilirubin tak terkonjugasi dalam sel-sel otak.

Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar ventrikel IV.

• Ikterus yang berhubungan dengan pemberian air susu ibu.

1.Breastfeeding jaundice (BFJ)

- Kekurangan asupan ASI.

- Timbul hari ke-2 atau ke-3 pada waktu ASI belum banyak.

- Tidak memerlukan pengobatan

2. Breastmilk jaundice (BMJ)

- Kadar bilirubin indirek masih meningkat setelah 4-7 hari pertama. Dapat berlangsung 3-12 minggu tanpa ditemukan penyebab hiperbilirubinemia lainnya.

- Terhambatnya uridine diphosphoglucoronic acid glucoronyl transferase (UDPGA) oleh hasil metabolisme progesteron yaitu pregnane-3-alpha 20 beta-diol yang ada dalam ASI ibu–ibu tertentu.

- Hambatan terhadap fungsi glukoronid transferase di hati oleh peningkatan konsentrasi asam lemak bebas yang tidak di esterifikasi.

- Peningkatan aktifitas beta-glukoronidase dalam ASI dan juga pada usus bayi yang mendapat ASI.

- Terlambatnya pembentukan flora usus pada bayi yang mendapat ASI serta

- Defek aktivitas uridine diphosphateglucoronyl transferase (UGT1A1) pada bayi yang homozigot atau heterozigot untuk varian sindrom Gilbert.

PATOFISIOLOGI

- Umur eritrosit memendek (Sel darah merah pada neonatus berumur sekitar 70-90 hari, lebih pendek daripada orang dewasa, yaitu 120 hari ).

- Meningkatnya produksi bilirubin (hemolisis)

- Kurangnya albumin sebagai alat pengangkut

- Penurunan uptake oleh hati

- Penurunan konjugasi bilirubin oleh hati

- Penurunan ekskresi bilirubin

- Peningkatan sirkulasi enterohepatik.

- sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik.

PATOFISIOLOGI

Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi.

DIAGNOSIS Anamnesis riwayat obstetri sebelumnya sangat penting

dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Anamnesis riwayat inkompatabilitas darah, riwayat transfusi

tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam

diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko tersebut antara lain kehamilan dengan komplikasi, persalinan dengan tindakan/komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes melitus, gawat janin, malnutrisi intrauterin, infeksi intranatal.

PENATALAKSANAAN

- Stimulasi proses konjugasi bilirubin dengan mempergunakan fenobarbital. Obat ini bekerja lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik.

- Menambahkan bahan yang kurang dalam proses metabolisme bilirubin (misalnya menambahkan glukosa pada keadaan hipoglikemia), atau menambahkan bahan untuk memperbaiki transportasi bilirubin (misalnya albumin).

- Memberikan terapi sinar sehingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air

• Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar.

-

PENATALAKSANAAN

• Fototerapi intensif : adalah radiasi dalam spektrum biru-hijau (panjang gelombang antara 430-490 nm), setidaknya 30 μW/cm2 per nm (diukur pada kulit bayi secara langsung di bawah pertengahan unit fototerapi) dan diarahkan ke permukaan kulit bayi seluas-luasnya. Pengukuran harus dilakukan dengan radiometer spesifik dari manufaktur unit fototerapi.

PENATALAKSANAAN

Terapi sinar dapat dihentikan bila kadar BST sudah berada di bawah nilai cut off point dari setiap kategori. Bayi yang dirawat di rumah sakit pertama kali setelah lahir (umumnya dengan kadar BST > 18 mg/dL (308 μmol/L) maka terapi sinar dapat dihentikan bila BST turun sampai di bawah 13 – 14 mg/dL (239 μmol/L).

KOMPLIKASI

Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris.

KESIMPULAN

1. Pasien ini termasuk ke dalam ikterus neonatorum patologi karena terjadi pada akhir minggu pertama dan selanjutnya.

2. Berdasarkan pemeriksaan, diagnosis pasien ini mengarah kepada Breastmilk Jaundice.

3. Kemungkinan adanya obstruksi belum dapat disingkirkan karena tidak dilakukan USG.

4. Pada pasien ini dilakukan fototerapi agar bilirubin indirek dalam darah tidak mencapai kadar yang menimbulkan neurotoksitas

5. ASI tetap diberikan.

1. Studi ini membuktikan bahwa penggunaan sinar matahari sebagai terapi pada bayi yang beresiko mengalami neonatal jaundice berat terbilang efektif.

DAFTAR PUSTAKA• Arfin Behrman Kligman, Nelson; Dalam Ilmu Kesehatan Anak, volume I, edisi 15, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, 1999, hal 610-617.

• Rusepno Hassan, Husein Alatas (ed), Hepatologi Anak dalam Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Buku 2, edisi 7, Bab 20, Infomedia, Jakarta, 1997, hal : 519-522.

• Shopin Steven M Kern Icterus; Newborn Jaundice on line, Verginia Commonhealth Univercity, http.//www.mcvfoundation.or

• Prawirohartono EP, Sunarto (ed), Ikterus dalam Pedoman Tata Laksana Medik Anak RSUP. Dr. Sardjito, Edisi 2, Cetakan 2, Medika FK UGM, Yogyakarta 2000, hal 37-43.

• Poland R, dan Ostrea E.M.; Hiperbilirubinemia pada Neonatus dalam Klaus M.H, Fanaroff A.A (ed); Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1998, hal 367-389

• Sacharin R.M., Penyakit Saluran Pencernaan, Hepar dan Pankreas dalam Ni Luh Gede Yasmin Asih (ed); Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2, EGC, Jakarta, 1993, hal 475.

• Asil Aminullah; Ikterus dan Hiperbilirubinemia pada Neonatus dalam            A.H. Markum (ed), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, edisi 6, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1999, hal : 313-317.

• Rusepno Hassan, Husein Alatas (ed), Perinatologi dalam Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Buku 3, edisi 7, Bab 32, Infomedia, Jakarta, 1997, hal : 1101-1115.

• Behrman R.E.; Kliegman R.M., Nelson W.E., Vaughan V.C. (ed); Icterus Neonatorum in Nelson Textbooks of Pediatrics, XIVrd Edition; W.B. Saunders Company, Philadelphia, Pennsylvania 19106, 1992; pages 641-647.

• Glaser K.L., Jaundice and Hyperbilirubinemia in the Newborn in Pediatrics, in www.medstudents-pediatrics.htm, 2001; page 1-3.

TERIMAKASIH