View
261
Download
16
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh manusia sepanjang
masa, baik langsung maupun tidak langsung. Keberadaan air di muka bumi diketahui
menempati lebih kurang ¾ bagian luas permukaan bumi. Dari keseluruhan sumber di
bumi, ternyata 97% lautan dan 3% sisanya merupakan air hujan, salju, es dan air
didalam tanah maupun di atas tanah. Dari jumlah air yang sangat besar di alam ini,
hanya sebagian kecil saja yang dipergunakan untuk kebutuhan manuasia dan terbatas
pada proporsi tersedianya maupun diperolehnya air (Waryati,2007)
Sumber air yang banyak digunakan oleh masyarakat adalah air permukaan (sungai,
waduk, rawa) air tanah dan air hujan. Sumber air yang memenuhi syarat sebagai air
baku air minum jumlahnya semakin hari semakin berkurang, yang diakibatkan oleh ulah
manusia itu sendiri, baik di sengaja maupun tidak disengaja.
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum setelah masak (Permenkes RI
No.82/2001). Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses
pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum (Permenkes
RI No.492/Menkes/Per/IV/2010).
Air bersih yang dibutuhkan manusia sebagai kebutuhan hidupnya harus memenuhi
berbagai persyaratan, terutama kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Namun tidak semua
daerah memiliki sumber air baku yang dekat dengan pemukiman penduduk dan
langsung dapat digunakan untuk kebutuhan air minum atau sumber air bersih.
Air sumur atau air tanah merupakan sebagian air atmosfer yang mengalami perkolasi
melalui lapisan permukaan tanah menuju formasi batuan akuifer yang menampung air
hingga volume tertentu. Adapun akuitard dan akifug yang tidak terkontaminasi oleh
resapan air dari luar disebabkan oleh formasi batuan yang kedap air. Dalam
penggunaannya terkadang air sumur sering ditemukan dalam kondisi yang tidak layak
sebagai air bersih ataupun air baku untuk air minum. Hal ini dapat disebabkan karena
formasi batuan yang terbuka ataupun tergantung pada proses awal eksploitasi air tanah
yang tidak memperhatikan lingkungan air tanah tersebut. Namun, pemenuhan
kebutuhan air bersih ataupun air minum harus tetap berkelanjutan sehingga sebagian
masyarakat menggunakan sumber air yang ada di sekitar lingkungannya.
Air bersih ataupun minum yang cukup secara kuantitas, kualitas, dan kontinuitas
merupakan kebutuhan utama untuk kelangsungan hidup manusia. Untuk itu diperlukan
suatu instalasi pengolahan air (IPA) guna menunjang kelancaran distribusi air pada
masyarakat. Pemilihan unit operasi dan proses pada IPA harus disesuaikan dengan
kondisi air baku yang yang menjadi sumber utama. Air baku sendiri adalah air yang
belum mengalami proses pengolahan, artinya air tersebut memiliki kualitas yang sudah
mendekati air bersih. Namun masih diatas nilai ambang batas sehingga diperlukan
pengolahan terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan sebagai air bersih ataupun air
minum.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan air baku sungai/sumur untuk meminimalisir
kandungan pencemar agar air minum dapat terpenuhi. Metode pengolahan dengan
sistem flokulasi, koagulasi dan filtrasi dipilih dalam pengolahan air baku guna
meningkatkan sanitasi dan higienitas masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah treatment yang digunakan mampu mengolah air sumur bor menjadi air
minum sesuai dengan standar baku mutu air minum?
2. Seberapa besar efektivitas treatment yang dilakukan dapat menurunkan kekeruhan,
kandungan Besi dan Mangan, serta E. Coli air sumur bor menjadi air minum?
1.3 Tujuan Program
1. Mengidentifikasi sumber air baku sumur bor sebelum dilakukan treatment
pengolahan air.
2. Membuat desain pengolahan air sumur bor menjadi air minum dengan sistem
flokulasi, koagulasi dan filtrasi.
3. Mengevaluasi desain alat yang dirancang setelah dilakukan pengolahan air sumur
bor menjadi air minum terhadap penurunan kekeruhan, Besi, Mangan dan E.Coli.
1.4 Batasan Masalah
1. Air baku yang digunakan adalah air sumur bor di kawasan jalan suwandi dengan
pengolahan skala rumah tangga.
2. Parameter yang akan diturunkan adalah kekeruhan, besi dan mangan, serta bakteri
E. Coli dengan proses flokulasi, koagulasi dan filtrasi.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya mengenai instalasi pengolahan air
minum.
2. Memberikan gambaran perancangan desain pengolahan air minum yang sederhana bagi
masyarakat guna membantu memenuhi kebutuhan air minum terutama untuk daerah yang
belum terjangkau oleh air PDAM.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air Baku
Dalam memilih sumber air baku untuk air minum, maka harus diperhatikan persyaratan
utama yang meliputi kualitas, kuantitas, kontinuitas dan biaya yang murah dalam proses
pengambilan sampai pada proses pengolahannya (Sutrisno, 2004)
Beberapa sumber air baku yang dapat digunakan untuk penyediaan air bersih
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Air hujan
Air hujan disebut juga dengan air angkasa. Beberapa sifat kualitas air hujan adalah
sebagai berikut:
Bersifat lunak karena tidak mengandung larutan garam dan zat-zat mineral.
Air hujan pada umumnya bersifat lebih bersih.
Dapat bersifat korosif karena mengandung zat-zat yang terdapat diudara seperti
NH3, CO2 Agresif ataupun SO2. Adanya konsentrasi SO2 yang tinggi diudara
yang bercampur dengan air hujan akan menyebabkan terjadinya hujan asam
(Acid rain)
Dari segi kuantitas, air hujan terantung pada besar kecilnya curah hujan.
Sehingga air hujan tidak mencampuri untuk persediaan umum karena jumlah
berfluktuasi. Begitu pula bila dilihat dari segi kontinuitasnya, air hujan tidak
dapat diambil secara terus menerus karena tergantung pada musim.
b. Air permukaan
Air permukaan yang biasanya dimanfaatkan sebagai sumber atau bahan baku air
bersih adalah
1. Air waduk (berasal dari air hujan)
2. Air Sungai (berasal dari air hujan dan mata air)
3. Air danau (berasal dari air hujan, mata air dan air sungai)
Pada umumnya air permukaan telah terkontaminasi dengan berbagai zat-zat
yang berbahaya bagi kesehatan, sehingga memerlukan pengolahan terlebih
dahulu sebelum dikonsumsi oleh masyarakat. Kontaminan atau zat pencemar ini
berasal dari buangan domestik, buangan industri dan limbah pertanian.
c. Air Tanah
Air tanah banyak mengandung garam dan mineral yang terlarut pada waktu air
melalui lapisan-lapisan tanah. Secara praktis air tanah adalah bebas dari polutan
karena berada dibawah permukaan tanah. Tetapi tidak menutup kemungkinan
bahwa air tanah dapat tercemar oleh zat-zat yang mengganggu kesehatan seperti
kandungan Fe, Mn, Kesadahan yang terbawa aliran permukaan tanah. Bila
ditinjau dari kedalaman air tanah, maka air tanah dibedakan menjadi air tanah
dangkal dan air tanah dalam. Hal ini disebabkan air tanah dangkal lebih mudah
mendapatkan kontaminasi dari luar dan fungsi tanah sebagai penyaring lebih
sedikit.
Dari segi kuantitas apabila air tanah dipakai sebagai sumber air baku air bersih
adalah relatif cukup. Tetapi dilihat dari segi kuantitasnya maka pengambilah air
tanah harus dibatasi, karena dikhawatirkan dengan pengambilan yang secara
terus menerus akan menyebabkan penurunan muka air tanah. Karena air dialam
merupakan rantai yang panjang menurut siklus hidrologi maka bila terjadi
penurunan muka air tanah kemudian kekosongannya akan diisi oleh air laut.
Peristiwa ini biasanya disebut intrusi air laut.
d. Mata Air
Dari segi kualitas, mata air adalah sangat baik bila dipakai sebagai air baku,
karena berasal dari dalam tanah yang muncul ke permukaan tanah akibat
tekanan, sehingga belum terkontaminasi oleh zat-zat pencemar. Biasanya lokasi
mata air merupakan daerah terbuka, sehingga mudah terkontaminasi oleh
lingkungan sekitar. Contohnya banyak ditemukan bakteri E.Coli pada mata air.
Tabel Sumber Air Baku
Sumber Kualitas Kuantitas Kontinuitas Harga
Air Hujan Sedikit
terpolusi oleh
polutan
pencemar
udara
Tidak
memenuhi
untuk
persediaan
umum
Tidak dapat
terus-menerus
diambil
Murah
Air
permukaan
Tidak baik
karena
tercemar
Mencukupi Dapat diambil
terus-menerus
Relatif
mahal
Air tanah
dangkal
(<10m)
Air tanah
dalam (>60m)
Terpolusi
Relatif baik
Relatif cukup Pengambilan
dibatasi
berakibat
intrusi air laut
Relatif
murah
Relatif
mahal
Mata air Relatif baik Sedikit Tidak dapat
diambil secara
terus-menerus
Murah
Dilihat dari segi kuantitasnya, jumlah dan kapasitas mata air sangat terbatas
sehingga hanya mampu memenuhi kebutuhan sejumlah penduduk tertentu.
Begitu pula bila mata air tersebut terus-menerus kita ambil semakin lama akan
habis dan terpaksa penduduk mencari sumber mata air yang baru.
2.2. Persyaratan Kualitas Air Minum
Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses
pengolahan yang mempunyai syarat kesehatan dan dapat langsung diminum
(Peraturan Menteri Kesehatan No.492/Menkes/PER/IV/2010).
Standar kualitas air yaitu ketentuan-ketentuan yang biasanya dituangkan dalam
bentuk pernyataan/angka yang menunjukkan persyaratan yang harus dipenuhi
sehingga airnya tidak menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit, gangguan
teknis dan gangguan dalam segi estetika (Waryati, 2007).
Berdasarkan SK Menkes RI No.907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat
dan pengawasan kualitas air minum adalah sebagai berikut:
a. Persyaratan Bakteriologis
Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri
patogen. Cara untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri patogen
adalah dengan memeriksa sampel (contoh) air tersebut. Dan bila dari pemeriksaan 100
ml air terdapat 0 bakteri E. coli atau fecal coli dan total bakteri coliform maka air
tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan. Persyaratan tersebut harus dipenuhi oleh air
minum, air yang masuk sistem distribusi dan air pada sistem distribusi.
b. Persyaratan Kimiawi
Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu di dalam jumlah yang tertentu
pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia didalam air akan menyebabkan
gangguan fisiologis pada manusia. Dalam hal ini yaitu tidak adanya kandungan unsur
atau zat kimia yang berbahaya bagi manusia. Keberadaan zat kimia berbahaya harus
ditekan seminimal mungkin. Sedangkan zat-zat tertentu yang membantu terciptanya
kondisi air yang aman dari mikroorganisme harus tetap dipertahankan keberadaannya
dalam kadar tertentu. Bahan-bahan kimia yang termasuk di dalam parameter ini adalah
bahan-bahan organik, anorganik, pestisida serta desinfektan dan hasil sampingannya.
c. Persyaratan Radioaktivitas
Persyaratan radioaktivitas membatasi kadar maksimum aktivitas alfa dan beta yang
diperbolehkan terdapat dalam air minum. Efek dari adanya radioaktivitas ini adalah
rusaknya sel-sel tubuh manusia.
d. Persyaratan Fisik
Parameter dalam persyaratan fisik untuk air minum yaitu warna, rasa dan bau,
temperatur serta kekeruhan. Air yang diperuntukkan air minum dipersyaratkan tidak
berbau. Bau tersebut disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme di dalam air. Dampak
dari air yang berbau adalah mengganggu dari segi estetikan sehingga masyarakat tidak
ingin mengkonsumsinya. Bau dan rasa biasanya terjadi secara bersama-sama yaitu
akibat adanya dekomposisi bahan organik dalam air.
Warna perairan biasanya dikelompokkan menjadi dua, yaitu warna sesungguhnya (true
color) dan warna tampak (apparent color). Warna sesungguhnya adalah warna yang
hanya disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut. Pada penentuan sesungguhnya,
bahan-bahan tersuspensi dapat menyebabkan kekeruhan dipisahkan terlebih dahulu.
Warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi
juga bahan tersuspensi.
Temperatur air berdasarkan standar adalah + 3 C dari suhu udara. Penyimpangan dari
standar dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme, mempercepat terjadinya
reaksi kimia dalam air serta mengganggu dari segi estetika.
Kekeruhan didalam air dapat disebabkan oleh adanya zat tersuspensi dan dinyatakan
dalam satuan NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Kekeruhan menggambarkan sifat
optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan
oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan
organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus),
maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain
(Effendi,2003).
Air minum harus steril, yang artinya tidak mengandung hama penyakit apapun. Sumber-
sumber air minum pada umumnya dan di daerah pedesaan khususnya tidak terlindung
sehingga air tersebut tidak atau kurang memenuhi persyaratan kesehatan. Untuk itu
perlu pengolahan terlebih dahulu.
2.2 Air Sumur
2.2.1 Air Sumur Dangkal
Air sumur dangkal adalah air yang keluar dari dalam tanah, sehingga disebut
sebagai air tanah. Air berasal dari lapisan air di dalam tanah yang dangkal. Dalamnya
lapisan air ini dari permukaan tanah dari tempat yang satu ke yang lain berbeda-beda.
Biasanya berkisar antara 5 sampai dengan 15 meter dari permukaan tanah. Air sumur
pompa dangkal ini belum begitu sehat karena kontaminasi kotoran dari permukaan
tanah masih ada. Oleh karena itu perlu direbus dahulu sebelum diminum.
2.2.2 Air Sumur Dalam
Air sumur dalam yaitu air yang berasal dari lapisan air kedua di dalam tanah.
Dalamnya dari permukaan tanah biasanya lebih dari 15 meter. Oleh karena itu,
sebagaian besar air sumur dalam ini sudah cukup sehat untuk dijadikan air minum yang
langsung (tanpa melalui proses pengolahan).
2.1.3 Parameter Kualitas Air Minum
2.1.3.1 Kekeruhan
Air dikatakan keruh, apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan
yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor. Bahan-
bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah liat, lumpur, bahan bahan
organik yang tersebar dan partikel-partikel kecil lain yang tersuspensi. Kekeruhan yang
terjadi pada perairan tergenang seperti danau lebih banyak disebabkan oleh bahan
tersuspensi berupa koloid dan parikel-partikel halus. Kekeruhan yang tinggi dapat
mengakibatkan terganggunnya sistem osmeregulasi seperti pernafasan dan daya lihat
organisme akuatik serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Menurut
Koesoebiono (1979), pengaruh kekeruhan yang utama adalah penurunan penetrasi
cahaya secara mencolok, sehingga aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga menurun,
akibatnya produktivitas perairan menjadi turun. Di samping itu Effendi (2003),
menyatakan bahwa tingginya nilai kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha
penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.
2.1.3.2 Besi (Fe)
Besi (Fe) adalah unsur kimia yang dapat ditemui hampir di setiap tempat di muka bumi
ini pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Keberadaan besi pada kerak bumi
menempati posisi keempat terbesar, pada umumnya besi yang terdapat dalam air
sebagai Fe2+ (ferro) atau Fe3+ (ferri). Tersuspensi sebagai butir koloidal atau lenih besar
seperti Fe2O3, FeO, Fe(OH)3.
Besi termasuk unsur esensial bagi makhluk hidup pada tumbuhan alga, dan besi
berperan sebagai penyusun sitokrom dan klorofil. Kadar besi yang berlebihan selain
dapat mengakibatkan timbulnya warna merah pada perairan juga mengakibatkan karat
pada peralatan yang terbuat dari logam, serta dapat memudarkan bahan tekstil. Bagi
makhluk hidup, besi dapat terakumulasi di tubuh dan mengganggu hingga susunan yang
esensial.
2.1.3.3 Mangan (Mn)
Mangan (Mn) adalah kation logam yang memiliki karakteristik kimia serupa dengan
besi. Mangan berada dalam bentuk manganous (Mn2+) dan manganik (Mn4+). Di dalam
tanah, Mn4+ berada dalam bentuk senyawa mangan dioksida.
Meskipun bersifat tidak toksik, jika dibiarkan di udara terbuka dan mendapat cukup
oksigen, air dengan kadar mangan (Mn2+) tinggi (lebih dari 0,01 mg/liter) akan
membentuk koloid karena terjadinya proses oksidasi Mn2+ menjadi Mn4+. Koloid ini
mengalami prestipitasi membentuk warna coklat gelap sehingga air menjadi keruh dan
memberi noda pada bahan yang berwarna putih, selain itu adanya unsur tersebut dapat
menyebabkan bau dan rasa tidak enak pada air minum.
2.1.3.4 Bakteri Coliform
Bakteri coliform total merupakan semua jenis bakteri aerobik, anaerobic fakultatif, dan
rod-shape (bakteri batang) yang dapat memfermentasi laktosa dan menghasilkan gas
dalam waktu 48 jam pada suhu 35oC. Bakteri coliform total terdiri dari Escherichia coli,
Citrobacter, Klebsiella, dan Enterobacter. Fecal coliform adalah anggota dari coliform
yang mampu memfermentasi laktosa pada suhu 44,5oC dan merupakan bagian yang
paling dominan (97%) pada tinja manusia dan hewan (Effendi, 2003).
Fecal coliform merupakan bakteri petunjuk adanya pencemaran tinja yang paling
efisien, karena Fecal coliform hanya dan selalu terdapat dalam tinja manusia.
Keberadaan bakteri ini dapat digunakan sebagai indikator dalam menilai tingkat
higienitas suatu perairan.
2.1.4 Teknik Pengolahan Air Minum
2.1.4.1 Pengolahan Fisika
A. Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan partikel dari air dengan memanfaatkan gaya gravitasi.
Proses ini terutama bertujuan untuk memperoleh air buangan yang jernih dan
mempermudah proses penanganan lumpur. Dalam proses sedimentasi hanya partikel-
partikel yang lebih berat dari air yang dapat terpisah. Misalnya kerikil dan pasir,
padatan pada tangki pengendapan primer, biofloc pada tangki pengendapan sekunder,
floc hasil pengolahan secara kimia dan lumpur (pada pengendapan lumpur) (Sakti,
2009).
Pada perencanaan unit sedimentasi terdapat beberapa komponen yang penting untuk
diatur pengelolaannya, yaitu kecepatan pengendapan yang berpengaruh terhadap fraksi
kekeruhan. Kecepatan pengendapan dipengaruhi oleh ukuran partikel padatan, densitas
cairan, viskositas cairan dan temperatur.
Klasifikasi sedimentasi didasarkan pada konsentrasi partikel dan kemampuan partikel
untuk berinteraksi. Klasifikasi ini dapat dibagi ke dalam empat tipe, yaitu:
a. Settling tipe I, Pengendapan partikel diskrit, partikel mengendap secara individual
dan tidak ada interaksi antar partikel.
b. Settling tipe II, pengendapan partikel flokulen, terjadi interaksi antar partikel
sehingga ukuran meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah.
c. Settling tipe III, Pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antar partikel
saling menahan partikel lainnya untuk mengendap.
d. Settling tipe IV, terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang terjadi
karena berat partikel.
Kriteria perencanaan unit sedimentasi (pengendapan) adalah sebagai berikut.
Tabel 2.1 Kriteria Unit Sedimentasi
Kriteria UmumBak Persegi (aliran
horizontal)Beban permukaan (m3/m2/jam) 0.8 – 2.5Kedalaman (m) 3 – 6Waktu retensi (jam) 1.5 – 3Lebar / panjang >1/5Beban pelimpah(m3/m/jam)
<11
BilanganReynold <2000Kecepatan pada pelat/tabung pengendap (m/menit)
-
Bilangan Froude >10-5
Kecepatan vertikal (cm/menit) -Sirkulasi Lumpur -Kemiringan dasar bak (tanpa scrapper) 45o – 60o
Periode antar pengurasan lumpur (jam) 12 – 24Kemiringan tube/plate 30o / 60o
Sumber: Revisi SNI 19-6774-2002
B. Filtrasi
Filtrasi adalah suatu proses pemisahan zat padat dari fluida (cair maupun gas) yang
membawanya menggunakan suatu medium berpori untuk menghilangkan sebanyak
mungkin zat padat halus yang tersuspensi dan stabil (koloid). Pada pengolahan air
minum, Filtrasi digunakan untuk menyaring air hasil dari proses koagulasi – flokulasi –
sedimentasi sehingga dihasilkan air minum dengan kualitas tinggi. Di samping
mereduksi kandungan zat padat, filtrasi dapat pula mereduksi kandungan bakteri,
menghilangkan warna, rasa, bau, besi dan mangan.
Kriteria perencanaan untuk unit filtrasi (saringan cepat) dapat dilihat pada tabel 2.2
berikut.
Tabel 2.2 Kriteria Unit Filtrasi (Saringan Cepat)
No Unit Jenis SaringanSaringan Biasa Saringan dengan Saringan
(Gravitasi)Pencucian Antar
SaringanBertekanan
1 Jumlah bak saringan N = 12 Q0.5*) minimum 5 bak -2 Kecepatan Penyaringan
(m/jam)6 – 11 6 – 11 12 – 33
3 Pencucian: Sistem pencucian
Kecepatan (m/jam) Lama pencucian
(menit) Periode antara dua
pencucian (jam) Ekspansi (%)
Tanpa/dengan blower & atau surface wash
36 – 5010 – 15
18-24
30 – 50
Tanpa/dengan blower & atau surface wash
36 – 5010 – 15
18 – 24
30 – 50
Tanpa/dengan blower & atau surface wash
72 – 198-
-
30 – 504 Media pasir:
Tebal (mm) Single media Media ganda Ukuran efektif, ES
(mm) Koefisien
keseragaman , UC Berat jenis (kg/dm3) Porositas Kadar SiO2
300 – 700600 – 700300 – 6000.3 – 0.7
1.2 – 1.4
2.5 – 2.650.4
>95%
300 – 700600 – 700300 – 6000.3 – 0.7
1.2 – 1.4
2.5 – 2.650.4
>95%
300 – 700600 – 700300 – 600
-
1.2 – 1.4
2.5 – 2.650.4
>95%
Tabel 2.2 Lanjutan
No Unit
Jenis Saringan
Saringan Biasa (Gravitasi)
Saringan dengan Pencucian Antar
Saringan
Saringan Bertekanan
5 Media antrasit: Tebal (mm) ES (mm) UC Berat jenis (kg/dm3) Porositas
400 – 5001.2 – 1.8
1.51.35
>95%
400 – 5001.2 – 1.8
1.51.35
>95%
400 – 5001.2 – 1.8
1.51.35
>95%6 Filter bottom/dasar
saringan:1) Lapisan penyangga dari atas ke bawah Kedalaman (mm)
Ukuran Butir (mm) Kedalaman (mm)
80 – 1002 – 5
80 – 100
80 – 1002 – 5
80 – 100
---
Ukuran Butir (mm) Kedalaman (mm)
Ukuran Butir (mm) Kedalaman (mm)
Ukuran Butir (mm)
5 – 1080 – 10010 – 1580 – 15015 – 30
5 – 1080 – 10010 – 1580 – 15015 – 30
-----
2) Filter Nozel Lebar slot nozel (mm) Prosentase luas slot
nozel terhadap luas filter (%)
<0.5>4%
<0.5>4%
<0.5>4%
Catatan: *) untuk saringan dengan jenis kecepatan menurun **) untuk saringan dengan jenis kecepatan konstan (contant filtration rate), harus
dilengkapi dengan pengatur aliran (flow controller) otomatis.Sumber: Revisi SNI 19-6774-2002
2.1.4.2 Pengolahan Kimia
A. Koagulasi
Partikel tersuspensi sangat sulit untuk mengendap langsung secara alami. Hal ini karena
adanya stabilitas suspensi koloid akibat gaya yang bekerja antar partikel.
a. Gaya van der Waals merupakan gaya tarik-menarik antara dua massa, yang besarnya
tergantung pada jarak antar keduanya.
b. Gaya Elektrostatik adalah gaya utama yang menjaga suspensi koloid pada keadaan
yang stabil. Sebagian besar koloid mempunyai muatan listrik. Oksida metalik
umumnya bermuatan positif, sedangkan oksida nonmetalik dan sulfida metalik
umumnya bermuatan negatif. Kestabilan koloid terjadi karena adanya gaya tolak
antar koloid yang mempunyai muatan yang sama. Gaya ini dikenal sebagai zeta
potensial.
c. Gerak Brown adalah gerak acak dari suatu partikel koloid yang disebabkan oleh
kecilnya massa partikel.
Koagulasi-flokulasi merupakan dua proses yang terangkai menjadi kesatuan proses tak
terpisahkan. Pada proses koagulasi terjadi destabilisasi koloid dan partikel dalam air
sebagai akibat dari pengadukan cepat dan pembubuhan bahan kimia (disebut koagulan).
Akibat pengadukan cepat, koloid dan partikel yang stabil berubah menjadi tidak stabil
karena terurai menjadi partikel yang bermuatan positif dan negatif. Pembentukan ion
positif dan negatif juga dihasilkan dari proses penguraian koagulan. Proses ini berlanjut
dengan pembentukan ikatan antara ion positif dari koagulan (misal Al3+) dengan ion
negatif dari partikel (misal OH-) dan antara ion positif dari partikel (misal Ca2+) dengan
ion negatif dari koagulan (misal SO42-) yang menyebabkan pembentukan inti flok
(presipitat).
Tabel 2.3 Kriteria Unit Koagulasi (Pengadukan Cepat)
Unit KriteriaPengaduk cepat Tipe Hidrolis :
- Terjunan- Saluran bersekat- Dalam pipa bersekat- Perubahan phasa engaliran
Mekanis- Bilah (Blade), Pedal (Padle) kipas- Flotasi
Waktu pengadukan (detik)
Nilai G/detik
30 – 120
>750Sumber: revisi SNI 19-6774-2002
B. Flokulasi
Selanjutnya air masuk ke unit flokulasi, yaitu penggabungan inti flok menjadi flok
berukuran lebih besar yang memungkinkan partikel dapat mengendap. Penggabungan
flok kecil menjadi flok besar terjadi karena adanya tumbukan antar flok. Tumbukan ini
terjadi akibat adanya pengadukan lambat.
Berdasarkan metodenya, pengadukan dibedakan menjadi pengadukan mekanis,
pengadukan hidrolis, dan pengadukan pneumatis.
a. Pengadukan mekanis adalah metoda pengadukan menggunakan alat pengaduk
berupa impeller yang digerakkan dengan motor bertenaga listrik. Umumnya
pengadukan mekanis terdiri dari motor, poros pengaduk, dan gayung pengaduk
(impeller).
b. Pengadukan hidrolis adalah pengadukan yang memanfaatkan gerakan air sebagai
tenaga pengadukan. Sistem pengadukan ini menggunakan energi hidrolik yang
dihasilkan dari suatu aliran hidrolik. Energi hidrolik dapat berupa energi gesek,
energi potensial (jatuhan) atau adanya lompatan hidrolik dalam suatu aliran.
Beberapa contoh pengadukan hidrolis adalah terjunan, loncatan hidrolis, parshall
flume, baffle basin (baffle channel), perforated wall, gravel bed dan sebagainya.
c. Pengadukan pneumatis adalah pengadukan yang menggunakan udara (gas)
berbentuk gelembung yang dimasukkan ke dalam air sehingga menimbulkan
gerakan pengadukan pada air. Injeksi udara bertekanan ke dalam suatu badan air
akan menimbulkan turbulensi, akibat lepasnya gelembung udara ke permukaan air.
Makin besar tekanan udara, kecepatan gelembung udara yang dihasilkan makin
besar dan diperoleh turbulensi yang makin besar pula.
Kriteria perencanaan untuk unit flokulasi (pengadukan lambat) dapat dilihat pada tabel
2.4 berikut.
Tabel 2.4 Kriteria Unit Flokulasi (Pengadukan Lambat)
Kriteria Umum Flokulator
Hidrolis
Flokulator Mekanis Flokulator
ClarifierSumbu
Horizontal
Sumbu
Vertikal
dengan Pedal dengan Bilah
G (gradien kecepatan) 1/detik60 (menurun)
– 5
60 (menurun)
– 10
70 (menurun)
– 10100 – 10
Waktu kontak (menit) 30 – 45 30 – 40 20 -40 20 – 100
Tahap flokulasi (buah) 6 – 10 3 – 6 2 – 4 1
Pengendali energiBukaan
pintu/sekat
Kecepatan
putaran
Kecepatan
putaran
Kecepatan
aliran air
Kecepatan aliran max.(m/det) 0.9 0.9 1.8 – 2.7 1.5 – 0.5
Luas bilah/pedal
dibandingkan luas bak (%)- 5 – 20 0.1 – 0.2 -
Kecepatan perputaran sumbu
(rpm)- 1 – 5 8 – 25 -
Tinggi (m) 2 – 4*
Keterangan: * termasuk ruang sludge blanket
Sumber: revisi SNI 19-6774-2002
C. Desinfeksi
Desinfeksi air minum bertujuan membunuh bakteri patogen yang ada dalam air.
Desinfektan air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan pembubuhan
copper dan silver, asam atau basa, senyawa-senyawa kimia, dan klorinasi. Adapun
desinfeksi yang dilakukan secara fisik yaitu pemanasan, penyinaran antara lain dengan
sinar UV, Thermal, dan gelombang mikro (Didik, 2011).
Proses desinfeksi dengan klorinasi diawali dengan penyiapan larutan desinfektan
misalnya kaporit dengan konsentrasi tertentu serta penetapan dosis klor yang tepat.
Dosis klor ditentukan berdasarkan DPC yaitu jumlah klir yang dikonsumsi air besarnya
tergantung dari kualitas air bersih yang diproduksi serta ditentukan dari sisa klor di
instalasi (0.25 – 0.35) mg/l. Metode pembubuhan dengan kaporit yang dapat diterapkan
sederhana dan tidak membutuhkan tenaga listrik tetapi cukup tepat pembubuhannya
secara kontinu adalah metode gravitasi dan metode dosing proporsional (Didik, 2011).
2.2 Hipotesis Penelitian
1. Sistem pengolahan yang efektif dalam menurunkan parameter kekeruhan, Besi dan
Mangan, serta E. Coli air sumur adalah sistem koagulasi-flokulasi-sedimentasi-
filtrasi dan desinfeksi.
2. Sistem pengolahan air minum koagulasi-flokulasi-sedimentasi-filtrasi dan desinfeksi
efektif menurunkan kekeruhan, Besi dan Mangan, serta E. Coli air sumur
3. Sistem pengolahan air minum koagulasi-flokulasi-sedimentasi-filtrasi dan desinfeksi
berskala rumah tangga dengan karakter parameter tertentu.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian sistem pengolahan koagulasi-flokulasi-sedimentasi dan filtrasi serta
desinfeksi dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Lingkungan Fakultas Teknik
Universitas Mulawarman.
3.2 Objek Penelitian
Objek yang akan diidentifikasi adalah parameter kualitas air baku dan sistem
pengolahannya. Parameter kualitas air yang diukur yaitu kekeruhan, besi, mangan, dan
bakteri E. coli. Sistem pengolahan air baku akan disusun berdasarkan kriteria per unit
koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi.
3.3 Waktu Penelitian
Penelitian sistem pengolahan koagulasi-flokulasi-sedimentasi dan filtrasi serta
desinfeksi akan dilaksanakan pada bulan September – Desember.
3.4 Alat dan Bahan
3.4.1 Alat
1. Pipa PVC 1,5”
2. Sambungan Pipa 1,5”
3. Pipa PVC 1”
4. Pipa PVC 8”
5. Valve PVC 1,5”
6. Kran PVC 2”
7. Bak Plastik kapasitas 150 liter
8. Arang aktif
9. Pasir silika
10. Jerigen
11. Selang
3.4.2 Bahan
1. Air sumur bor
2. Tawas
3. Kaporit
4. Kapur
5. Lem pipa
3.4.3 Gambar Desain Alat
3.5 Variabel Penelitan
3.5.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian adalah unit-unit pengolahan air sumur, yaitu:
1. Koagulasi (pengadukan cepat) menggunakan prinsip hidrolis dengan tawas (Al2SO4)
sebagai koagulan dan kapur (CaO) sebagai penyeimbang nilai pH
2. Flokulasi (pengadukan lambat) menggunakan prinsip folkulator pipa circular
3. Sedimentasi
4. Filtrasi menggunakan media filter pasir silika dan karbon aktif
5. Desinfeksi menggunakan kaporit (CaOCl) sebagai desinfektan
3.5.2 Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah parameter kualitas air yang akan diturunkan
nilai kandungannya dalam air sumur, yaitu:
1. Kekeruhan
2. Besi (Fe) dan Mangan (Mn)
3. Bakteri Coliform (E. coli)
3.6 Tahapan Penelitian
3.6.1 Tahap Persiapan
Tahapan persiapan penelitian sistem pengolahan air sumur adalah sebagai berikut.
1. Penyusunan proposal pengolahan air sumur
2. Pengambilan sampel air pada sumur bor di kawasan Suwandi
3. Analisis sampel air untuk parameter kekeruhan, besi, mangan dan bakteri E. coli.
4. Desain alat pengolahan air yang sesuai dengan kebutuhan penelitian
5. Percobaan alat untuk mengetahui keberhasilan sistem pengolahan
3.6.2 Tahap Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaan penelitian sistem pengolahan air sumur adalah sebagai berikut.
1. Penggunaan alat untuk mengolah air sumur bor
2. Pengumpulan data hasil pengolahan air sumur
3. Analisis data hasil pengolahan air sumur
4. Evaluasi data hasil pengolahan air sumur
Ide studi(Pengolahan Air Sumur menjadi Air minum)
Identifikasi masalah
Pengumpulan data primer
Studi Pustaka
Mengambil sampel air dan uji parameter di laboratorium
Pengumpulan data sekunder
Kesimpulan dan saran
Persiapan alat, bahan, dan pelaksanaan penelitian
Hasil analisa laboratorium
Analisis efisiensi penurunan parameter dengan unit flokulasi-
koagulasi-filtrasi
Perencanaan desain Instalasi sederhana
Tahap Persiapan
Tahap Penelitian
Tahap Persiapan
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
KegiatanJadwal Penelitaian
September Oktober Nopember Desember
Penyusunan proposal
Sampling
Analisis sampel
Desain alat
Percobaan
Treatment
Pengumpulan data
Analisis data
Evaluasi data
Gambar 1. Sketsa sistem pengolahan air sumur
Recommended