View
100
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
Rutur diafragma
Citation preview
Ruptur diafragma menyebabkan muntah berulang dalam
kombinasi cidera kepala dan abdomen pada pasien
Dimitrios Symeonidis , Michail Spyridakis, Georgios Koukoulis, Grigorios
Christodoulidis, Ioannis Mamaloudis dan Konstantinos Tepetes
Penulis : Dimitrios Symeonidis simeonid@hotmail.com
Department of General Surgery, University Hospital of Larissa, Mezourlo, 41110,
Larissa, Greece
World Journal of Emergency Surgery 2012, 7:20 doi:10.1186/1749-7922-7-20
Versi elektrik dari artikel ini dapat di lengkapi dan dapat ditemukan di :
http://www.wjes.org/content/7/1/20
Received : 19 Maret 2012
Accepted : 2 Juli 2012
Published : 2 Juli 2012
© 2012 Symeonidis et al.; licensee BioMed Central Ltd.
Ini adalah artikel umum yang didistribusikan pada tim kreatif umum
(http://creativecommons.org/licenses/by/2.0), yang tidak dibatasi dan diperbolehkan
menggunaan, mendistribusi, dan memproduksi kembali di dalam media apapun,
disediakan dalam bentuk asli yang dapat dikutip.
1
Abstrak
Latar Belakang
Ruptur diafragma akibat trauma tumpul adalah kondisi yang jarang ditemui. Penundaan
diagnosa tidak jarang ditemui khususnya di Instalasi Gawat Darurat. Kelompok trauma
yang terkait biasanya memprioritaskan diagnosa dan penatalaksanaanya pada prioritas
awal untuk kondisi yang lebih mengancam nyawa.
Presentasi Kasus
Kita mempresentasikan kasus yang menarik dari seorang laki-laki muda dengan trauma
pada kepala dan abdomen. Muntah berulang merupakan gambaran klinis utama yang
menunjukkan adanya laserasi scalp yang dalam dan adanya memar pada wajah
menandakan diagnosa banding utamanya adalah traumatic brain injury. Namun dari
computed tomography scan otak dapat memperlihatkan patologi dari intracranial.
Akhirnya, dari penelitian yang lebih mendalam dengan tambahan pemeriksaan berupa
radiografi dapat di konfirmasi bahwa ruptur diafragma merupakan gejala klinis.
Kesimpulan
Kombinasi dari ruptur diafragma dengan cedera kepala menyebabkan cerita tentang
trauma. Peningkatan kecurigaan sangat penting untuk secepatnya mendiagnosa ruptur
diafragma pada pasien dengan multiple trauma.
Kata Kunci :
trauma abdomen, ruptur diafragma, multiple trauma , kecelakaan kendaraan bermotor,
emergency surgery
Latar Belakang
Ruptur diafragma setelah trauma tumpul abdomen adalah kondisi yang jarang terjadi,
biasanya disebabkan karena kumpulan dari beberapa cidera [1,2]. Secara umum peristiwa
ruptur diafragma sekitar 2,5 – 5 % pada trauma tumpul abdomen dan 1,5 % pada trauma
thorax [1]. Cidera pada bagian kiri lebih sering terjadi [1,2]. Namun cidera pada kedua
2
sisi juga telah dilaporkan [2]. Penundaan diagnosa tidak jarang terjadi, terutama di
emergency room (ER). Meskipun ada perubahan pada teknik investigasi, jumlah yang
signifikan dari beberapa cidera dapat terlihat. Kelompok cidera yang terkait biasanya
memprioritaskan diagnosa dan penatalaksanaanya pada prioritas awal untuk beberapa
kondisi yang lebih mengancam nyawa.
Namun pengawasan klinis yang stabil dan evaluasi berulang dari pasien adalah parameter
yang penting untuk meminimalkan kemungkinan cidera yang terlewatkan dengan
gambaran klinik yang tidak khas seperti ruptur diafragma. Tanda yang tidak khas berasal
dari sistem pernafasan contohnya dipsnea, sering hanya ada satu tanda untuk
mendiagnosis [3]. Disisi lain, stranggulasi dan perforasi menunjukkan akibat akhir dari
hernia yang lama ditangani dari organ abdomen ke dalam rongga dada [3]. Kadang-
kadang ketidak tepatan dari selang nasogastrik pada hemithorax kiri, merupakan tanda
diagnostik x-ray thorax, yang dapat menggambarkan diagnosa dari ruptur diafragma
pada pasien trauma tanpa gejala [3,4]. Di presentasi yang dilaporkan, kita akan
menjelaskan tentang kasus menarik yaitu kombinasi pasien dengan trauma kepala dan
trauma abdomen. Episode muntahan berulang yang mendominasi pada gambaran klinik
itu, merupakan ketiadaan dari tanda lain yang bergeser dari diagnosa banding utama
adalah traumatic brain injury. Namun ruptur difragma adalah diagnosa akhir yang
ditegakkan sesuai dengan gejala klinik.
Presentasi Kasus
Seseorang berusia 32 tahun pengendara sepeda motor terlibat secara langsung tabrakan
kendaraan bermotor yang dikendarai dengan kecepatan tinggi. Evaluasi awal dilakukan di
tempat kejadian dan dilaporkan bahwa sistem hemodinamiknya stabil. Dalam perjalanan
GCSnya 15, tekanan darahnya 110/75 mmHg, nadi 100x/menit, dan frekuensi nafasnya
17x/menit. Pasien mengalami laserasi sclap yang dalam , perdarahan hidung yang akut
dan memar pada wajah akibat trauma kepala yang keras, sementara dia juga mengeluh
sedikit nyeri pada pertengahan daerah epigastrium.
Pada saat di periksa pasien dalam keadaan sadar dan berorientasi. Dinding dadanya saat
dipalpasi tidak nyeri. Auskultasi dinding dada tidak menunjukkan adanya kelainan.
Perutnya tidak kembung, teraba lembut dengan tekanan ringan pada palpasi di abdomen
3
bagian atas ( pertengahan epigastrium). Fungsi sistem sensorik dan motorik dari semua
alat gerak masih baik. Urin yang keluar jernih. Pada penelitian radiografi termasuk foto
dada dengan posisi supinasi, terlihat pelebaran mediastinum yang secara umum
meyakinkan. Ultrasonografi pada trauma tidak dapat menunjukkan adanya kumpulan
cairan yang abnormal. Pada pemeriksaan awal, nilai hematokrit 39,5%, analisa gas darah
7,37 dengan kekurangan mendasar 3,8. Sementara itu, keluhan pasien dimulai dengan
mual muntah, dan pada saat muntah terdapat beberapa percikan darah, ini yang perlu
diperhatikan. Sebuah penelitian ke arah traumatic brain injury telah dilakukan dengan
standar protokol Computed Tomography (CT) scan kepala. Tidak ada bukti yang
menunjukkan pergeseran garis tengah yang perlu diamati. Adanya kemungkinan
intracranial hematom atau cranial bone fraktur perlu dikesampingkan. Pembengkak
jaringan lunak pada wajah namun tanpa ditemukan fraktur akan membutuhkan
pemeriksaan tambahan. Kira-kira enam jam setelah evaluasi awal dari radiografi, gejala
menetap dari pasien seperti muntah sejalan dengan penjalaran nyeri ke dada bagian
bawah dan diperlukan pemeriksaan tambahan. Foto x-ray dada untuk kedua kalinya harus
diperoleh. (Gambar 1. Elevasi dari hemi-diafragma kiri dengan perut disebelah kiri dada
telah diobservasi. CT scan perut menegaskan adanya robekan dari diafragma sebelah kiri
dengan herniasi dari perut pada hemi-thorax kiri.
(Gambar 1. x-ray polos dada dengan hemi-
diafragma kiri pada perut )
4
(Gambar 2. Gambar Computed tomography
scan menunjukkan herniasi dari perut ke
dada )
(Gambar 2. Pasien yang menjalani kedaruratan laparotomi melalui insisi garis tengah,
yang mana dekat dengan herniasi total dari perut ke dalam hemithorax kiri perlu diamati.
Tidak diperlukan reseksi karena tidak ada perubahan iskemik atau tanda perforasi dari
organ yang terlibat. Bagian tersebut berhasil direduksi ke dalam abdomen yang
ditunjukkan dengan dibukanya hernia sepanjang 5cm . (Gambar 3. Perbaikan utama
karena adanya gangguan jahitan non-absorbable, pengeluaranya tanpa menggunakan
prosthetic mesh. (Gambar 4. Ukuran yang relative kecil dari hernia yang terbuka adalah
tantangan utama untuk masalah ini. Chest tube tidak diperlukan selama tidak ada robekan
pada pleura dan tidak terdapat pneumothorak. Waktu operasinya 45 menit. Tidak ada
kejadian penting setelah operasi dan pasien dapat pulang dari rumah sakit pada hari ke5.
(Gambar 3. Foto pada saat operasi,
menunjukkan adanya defect pada diafragma
setelah reduksi dari bagian hernia )
(Gambar 4. Foto pada saat operasi,
menunjukkan hasil akhir dari perbaikan
yang dilakukan )
5
Diskusi
Ruptur diafragma setelah trauma tumpul abdomen adalah kondisi yang jarang terjadi.
Diagnosis yang tepat seringkali sulit dan biasanya terlambat muncul untuk ditegakkan
secara signifikan yang mana berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas. Foto polos
dada yang tunggal maupun berangkai dengan index kecurigaan tertinggi adalah diagnosa
dalam banyak kasus dari ruptur diafragma [1,4,5]. Namun, kasus yang terlewati pada
herniasi dari organ abdomen ke dalam dada, yang akhirnya akan memperbesar robekan
diafragma. Nyeri yang terus-menerus dari abdomen atau dada, konstipasi, stranggulasi
dan perforasi dari involved abdominal viscera adalah gejala dan konsekuensi terkait
dengan progresivitas herniasi dari organ abdomen ke dalam dada. Paru sisi yang terkena
ditekan, nafas menjadi pendek, dyspnea dan terlihat adanya infeksi pernafasan. Robekan
diaphragm biasanya berasal dari musculotendineus jungction terutama dari aspek
posterolateral dari hemidiafragms. Mayoritas dari robekan itu terletak dibagian kiri. Baik
kelemahan yang relatif dari hemidiafragma kiri atau efek perlindungan dari liver di sisi
kanan, adalah alasan yang mungkin. Terlepas dari penyebabnya, ruptur disisi kanan
berhubungan dengan peningkatan keparahan dari cidera dan, karenanya, terjadi
peningkatan rasio mortalitas dan mobiditas [6]. Sekitar 80-90% dari cidera diafragma
terkait dengan kecelakaan mobil. Jatuh atau suatu cidera yang dapat memecah diafragma
adalah mekanisme cidera yang jarang terjadi. Efek samping dari kecelakaan mobil adalah
tiga kali lebih mungkin menyebabkan ruptur diafragma dari pada yang lainya [7,8].
Skenarionya biasanya adalah kombinasi dari ruptur diafragma dengan cidera jenis
lainnya. Robekan diaphragm, rib fracture, splenic injuriers, pelvic fracture dan hepatic
injuries adalah cidera yang sering menyertai [9]. Walaupun lebih tampak sebagai sebuah
pengamatan dengan responsif terbatas di praktek klinik, serta identitas pasien yang di
dapatkan secara kolektif, dengan resiko ruptur diafragma karena trauma tumpul, saat
pola cidera tersebut benar muncul. Dengan pengamatan secara berlebih dan menyeluruh
kearah yang benar, contohnya ditegakkan trauma diafragma adalah keuntungan minimal
pada pasien dengan multiple trauma [9]. Disisi lain, terlepas dari tingkat keparahan,
cedera kepala tidak biasanya berhubungan dengan ruptur diafragma. Variasi yang luas
pada insiden dari cidera kombinasi adalah aturan dalam literatur ini. Tabel 1. Suatu
6
lembaga penelitian tunggal dengan berbagai macam variasi diagnosa dan taktik
pengobatan yang terekspresikan dalam serangkaian kasus yang relatif kecil mewakili
sebagian besar dari kasus yang dilaporkan. Namun, meskipun hubungan yang relatif
terbatas antara dua kondisi yaitu ruptur diafragma dan cidera kepala, komplikasi akibat
cidera kepala menyumbang sebagian besar kematian pada enam puluh pasien dengan
trauma tumpul abdomen dan ruptur diafragma [10].
Tabel 1. Perwakilan dari serangkaian kasus gabungan antara ruptur diafragma dan cedera
kepala.
Segera setelah diagnosa ruptur diafragma ditegakkan, dilakukanlah perbaikan bedah
untuk mencegah kemungkinan komplikasi. Laparotomi dianjurkan untuk perbaikan acute
diaphragmatic trauma seperti ini karena dapat memberikan kemungkinan untuk
mendiagnosa dan perbaikan yang lain yang berhubungan dengan cidera intra-abdomen.
Namun thoracoscopy atau laparoskopy pada pasien dengan hemodinamik stabil adalah
alternatif yang teruji untuk diagnosa dan perbaikan dari cidera diafragma yang sering
terlewatkan terutama dalam kasus trauma abdomen – luka tembus di thorax kiri.
Umumnya, perbaikan dengan jahitan simpel non-absorbable adalah adequate di banyak
kasus [16]. Penggunaan mesh harus disediakan untuk kasus kronik dan kasus dengan
defek yang besar [16,17].
Dalam kasus ini kombinasi dari cidera kepala dan abdomen akan membingungkan dalam
mendiagnosis. Cidera maksilofasial sama dalamnya dengan laserasi scalp pada pasien
dengan episode muntah yang berulang, ditentukan traumatic brain injury sebagai
diagnosa yang paling mungkin. Namun, pemeriksaan radiologi mengesampingkan lesi
dari sistem saraf pusat sebagai penyebab timbulnya gejala pasien seperti muntah. Gejala
berupa perubahan karakteristik nyeri selama fase awal mengamati pasien dapat menjadi
usulan utama untuk tambahan pemeriksaan radiologi [18]. Gejala patognomonik dalam x-
ray dengan adanya bagian perut atau selang nasogastrik pada hemithorak tidak terlihat
dalam radiografi thorax yang mana dilakukan pada unit trauma resusitasi. Namun,
penempatan selang nasogastrik merupakan kontraindikasi pada pasien kita karena untuk
7
cidera maksilofasial dan dengan tambahan x-ray thorax kualitas tinggi, tidak dapat
dicapai sampai dilakukan pemeriksaan lanjut dapat menyingkirkan cervical spine injury.
Dalam kerangka penyelidikan yang lebih teliti, untuk menggambarkan patologi okultisme
serta membenarkan gejala klinis, pemeriksaan x-ray thorax yang kedua dibawah kondisi
yang lebih sesuai dapat diperoleh dalam radiologi . Gambaran abdomen dalam
hemithorak kiri dapat diamati. CT scan abdomen dapat mengkonfirmasi herniasi dari
abdomen ke dalam thorax dan juga intraabdominal injuries yang terkait. Laparotomi
yang mendesak sebagai dasar dari ruptur diafragma dapat segera dilakukan. Mengenai
teknik perbaikan, kami menggunakan jahitan non absorbable berkelanjutan untuk
memperkirakan tepi dari diaphragmatic defect. Kita mengasumsikan bahwa, jika
penggunaan prosthetic mesh diberikan pada kasus dengan diaphragma defect yang relatif
kecil akan meningkatkan resiko infeksi dan biaya prosedural tanpa manfaat yang sesuai
untuk jangka panjang.
Kesimpulan
Peningkatan tingkat kecurigaan sangat penting untuk mendiagnosa secara tepat waktu
untuk ruptur diafragma pada pasien multiple trauma. Diagnosis awal dapat menyebabkan
manjemen bedah yang benar dan mengurangi kejadian komplikasi terkait hernia.
Persetujuan
Penulisan inform consent diperoleh dari pasien untuk publikasi dari case report ini dan
setiap gambar yang menyertainya. Salinan persetujuan tertulis tersedia untuk ditinjau
oleh kepala editor jurnal ini.
Penulis yang berkontribusi
Diperoleh data dari SD, CG, KG dan MI dan disusun artikelnya. Dianalisis dan
ditafsirkan oleh SD, SM dan TK. SD dan TK merevisi artikel dengan kritis. SM, CG, SD
dan KG melakukan tindakan opersi bedah. Semua penulis membaca dan menyetujui
naskah akhir.
8
Referensi
1. Matsevych OY: Blunt diaphragmatic rupture: four years’ experience. Hernia
2008, 12(1):73-78.
2. Shah R, Sabanathan S, Mearns AJ, Choudhury AK: Traumatic rupture of
diaphragm. Ann Thorac Surg 1995, 60(5):1444-1449.
3. Turhan K, Makay O, Cakan A, Samancilar O, Firat O, Icoz G: Traumatic
diaphragmatic rupture: look to see. Eur J Cardiothorac Surg 2008, 33:1082-1085.
4. Nau T, Seitz H, Mousavi M, Vecsei V: The diagnostic dilemma of traumatic
rupture of the diaphragm. Surg Endosc 2001, 15(9):992-996.
5. Guth AA, Pachter HL, Kim U: Pitfalls in the diagnosis of blunt diaphragmatic
injury. Am J Surg 1995, 170(1):5-9.
6. Boulanger BR, Milzman DP, Rosati C, Rodriguez A: A comparison of right and left
blunt traumatic diaphragmatic rupture. J Trauma 1993, 35(2):255-260.
7. Lee WC, Chen RJ, Fang JF, Wang CC, Chen HY, Chen SC, et al.: Rupture of the
diaphragm after blunt trauma. Eur J Surg 1994, 160(9):479-483.
8. Sharma OP: Traumatic diaphragmatic rupture: not an uncommon entity–personal
experience with collective review of the 1980's. J Trauma 1989, 29(5):678-682.
9. Reiff DA, McGwin G, Metzger J, Windham ST, Doss M, Rue LW: Identifying
injuries and motor vehicle collision characteristics that together are suggestive ofdiaphragmatic rupture. J Trauma 2002, 53(6):1139-1145.
10. Chughtai T, Ali S, Sharkey P, Lins M, Rizoli S: Update on managing
diaphragmatic rupture in blunt trauma: a review of 208 consecutive cases. Can J Surg 2009, 52(3):177-181.
11. Simpson J, Lobo DN, Shah AB, Rowlands BJ: Traumatic diaphragmatic rupture:
9
associated injuries and outcome. Ann R Coll Surg Engl 2000, 82(2):97-100.
12. Chen JC, Wilson SE: Diaphragmatic injuries: recognition and management in
sixty-two patients. Am Surg 1991, 57(12):810-815.
13. Pfannschmidt J, Seiler H, Böttcher H, Karadiakos N, Heisterkamp B: Diaphragmatic
ruptures: diagnosis–therapy–results, experiences with 64 patients. Aktuelle Traumatol 1994, 24(2):48-51.
14. Balci AE, Kazez A, Eren S, Ayan E, Ozalp K, Eren MN: Blunt thoracic trauma in
children: review of 137 cases. Eur J Cardiothorac Surg 2004, 26(2):387-392.
15. Ilgenfritz FM, Stewart DE: Blunt trauma of the diaphragm: a 15-county, private
hospital experience. Am Surg 1992, 58(6):334-338.
16. Hanna WC, Ferri LE: Acute traumatic diaphragmatic injury. Thorac Surg Clin
2009, 19(4):485-489.
17. Kuhn R, Schubert D, Wolff S, Marusch F, Lippert H, Pross M: Repair of
diaphragmatic rupture by laparoscopic implantation of a polytetrafluoroethylene patch. Surg Endosc 2002, 16(10):1495.
18. Patselas TN, Gallagher EG: The diagnostic dilemma of diaphragm injury.
Am Surg 2002, 68(7):633-639.
10
Recommended