View
97
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit yang banyak diderita oleh
masyarakat di negara berkembang, ditandai dengan kadar glukosa darah yang
tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara
adekuat. Diabetes melitus terbagi atas DM tipe I jika pankreas hanya
menghasilkan sedikit atau sama sekali tidak menghasilkan insulin sehingga
penderita selamanya tergantung insulin dari luar, biasanya terjadi pada usia
kurang dari 30 tahun, sedangkan DM tipe II adalah keadaan pankreas tetap
menghasilkan insulin, kadang lebih tinggi dari normal tetapi tubuh membentuk
kekebalan terhadap efeknya, biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun karena
kadar gula darah cenderung meningkat secara ringan tapi progresif setelah usia
50 tahun terutama pada orang yang tidak aktif dan mengalami obesitas. Penyebab
diabetes lainnya adalah kadar kortikosteroid yang tinggi, kehamilan (diabetes
gestasional), dan obat-obatan (Losen, 2006).
Berdasarkan data Puslitabang Depkes RI tahun 2008 didapat bahwa ada
20 juta Diabetes Melitus (DM) di Indonesia (http://www.depkes.go.id). Angka
kesakitan penyakit DM meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data statistik
tahun 2008 dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terdapat 135 juta penderita
diabetes melitus di seluruh dunia. Tahun 2025 jumlah DM diperkirakan akan
melonjok lagi mencapai sekitar 230 juta. Angka mengejutkan dilansir oleh
2
beberapa Perhimpunan Diabetes Internasional memprediksi jumlah penderita DM
lebih dari 220 juta penderita di tahun 2010 dan lebih 300 juta di tahun 2025
(WHO, 1999).
Menurut Sudoyo peneliti dari Lembaga Eijkman (2002) dalam Suyono
(2004), prevalensi diabetes terhitung tinggi pada penduduk daerah tropis seperti
di Indonesia. Pernyataan tersebut selaras dengan data yang menunjukan bahwa
prevalensi diabetes di Indonesia tiap tahun semakin meningkat. Tahun 2000
jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 4 juta orang dan
tahun 2010 diperkirakan mencapai minimal 5 juta orang, dimana baru 50 % yang
sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30 % yang datang berobat
teratur.
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu pada
bulan September 2009 sebanyak 55 penderita diabetes melitus yang pernah
berobat maupun menjalani rawat inap di ruang perawatan. Dari hasil pendataan
pada tanggal 30 September 2009 terhadap 10 pasien diabetes melitus yang
dirawat di ruang penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu,
diketahui bahwa 10 pasien tersebut tidak mengetahui tentang cara menangani dan
mencegah komplikasi yang diakibatkan oleh diabetes melitus yaitu bagaimana
menanganinya bahkan mereka menganggap bahwa penyakit diabetes melitus
tidak dapat disembuhkan.
Data hasil studi pendahuluan mengenai jumlah penderita diabetes melitus
pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2009 dapat dilihat pada tabel 1.1
berikut ini:
3
Tabel 1.1Jumlah Pasien Diabetes Melitus Di Rumah Sakit Umum
Daerah Indramayu Kabupaten IndramayuPeriode Bulan Oktober – Desember 2009
No. Bulan Jumlah Penderita yang dirawat inap
Jumlah penderita yang menjalani
rawat jalan1. Oktober 15 252. November 10 293. Desember 15 26
Jumlah 40 80
Berdasarakan data Tabel 1.1 di atas, menunjukkan bahwa jumlah pasien
diabetes melitus yang dirawat inap sebanyak 40 pasien dan 80 pasien diabetes
menjalani rawat jalan. Dari 40 pasien yang dirawat inap seluruhnya dikarenakan
mengalami komplikasi seperti gangren diabetes melitus. Seiring meningkatnya
pengidap diabetes, meningkat pula kejadian komplikasi, terutama luka kaki
diabetik sehingga peningkatan pengetahuan bagi pasien diabetes melitus sangat
dibutuhkan guna pencegahan komplikasi diabetes melitus.
Komplikasi ini merupakan penyebab utama penderita harus dirawat
dengan waktu perawatan yang lama. Akibatnya, biaya perawatan pengidap
diabetes menjadi sangat tinggi. Bahkan, 70 % di antaranya memerlukan tindakan
pembedahan dan lebih dari 40 % di antaranya berakhir dengan amputasi. Setelah
pengidap diabetes melitus menjalani amputasi, tiga tahun berikutnya, sekitar 30
% di antaranya akan menjalani amputasi lagi pada bagian tubuh lainnya. Bahkan,
2/3 dari penderita yang menjalani amputasi akan meninggal lima tahun kemudian
(Waspadji, 2004).
4
Sampai saat ini, masalah kaki diabetes masih kurang mendapat perhatian
sehingga masih muncul konsep dasar yang kurang tepat pada pengelolaan
penyakit ini. Akibatnya, banyak penderita yang penyakitnya berkembang menjadi
penderita osteomyelitis dan teramputasi kakinya. Kompleksitas permasalahan
kaki diabetes memerlukan pendekatan terpadu dari beberapa bidang spesialis
terkait (Basuki E, 2004.).
Upaya pencegahan dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:
peningkatan kesehatan, menjaga status gizi yang baik, pemeriksaan berkala DM,
pemeriksaan berkala kaki penderita, pencegahan atau perlindungan terhadap
trauma dengan sepatu khusus, higiene personal termasuk kaki, menghilangkan
faktor biomekanis yang mungkin menyebabkan ulkus (PERKENI, 2002.).
Salah satu cara peningkatan kesehatan adalah dengan menambah
pengetahuan kesehatan bagi penyandang diabetes dan keluarganya. Peningkatan
pengetahuan kesehatan harus sering dilakukan oleh dokter atau perawat dan dapat
diberikan langsung baik secara perseorangan atau kelompok, atau melalui poster
dan selebaran.
Peningkatan pengetahuan tersebut meliputi beberapa hal, antara lain:
tentang DM, pengetahuan mengenai perlunya diet secara ketat, latihan fisik atau
senam kaki, minum obat dan juga pengetahuan tentang komplikasi, pencegahan
maupun perawatannya. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan
salah satu domain yang dapat mengarah pada pembentukan perilaku hidup sehat
seseorang yang teraktualisasi pada perilaku pencegahan terhadap penyakit
5
diabetes melitus, dengan perilaku yang baik dalam upaya mencegah komplikasi
diabetes dapat mengurangi angka kematian akibat diabetes melitus.
Masalah kurangnya pengetahuan tentang diabetes melitus, pada
hakekatnya disebabkan pada masalah perilaku, khusunya pengetahuan tentang
diabetes melitus, sedangkan pengetahuan itu sendiri berkorelasi positif dengan
perilaku kesehatan. Dengan demikian, upaya untuk mengatasi masalah ini
dilakukan dengan pemberian informasi tentang diabetes melitus yang baik dan
benar.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka permasalahan
dalam penelitian ini adalah mengenai pengetahuan pasien diabetes mellitus
tentang penyakit yang dideritanya antara lain pengetahuan tentang pengertian,
penyebab, komplikasi, pencegahan dan perawatan diabetes mellitus. Dengan
demikian, penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai
pengetahuan pasien DM tentang penanganan penyakit yang dideritanya di Ruang
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu tahun 2010.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya
adalah : " Bagaimanakah pengetahuan pasien DM tentang penanganan penyakit
yang dideritanya di Ruang Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah
Indramayu tahun 2010?".
6
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan pasien DM
tentang penanganan penyakit yang dideritanya di Ruang Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya pengetahuan pasien DM tentang pengertian diabetes
melitus.
b. Diketahuinya pengetahuan pasien DM tentang penyebab diabetes
mellitus.
c. Diketahuinya pengetahuan pasien DM tentang komplikasi diabetes
melitus
d. Diketahuinya pengetahuan pasien DM tentang pencegahan komplikasi
diabetes melitus.
e. Diketahuinya pengetahuan pasien DM tentang perawatan diabetes
melitus.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian yaitu:
1. Bagi Ilmu Institusi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dijadikan sebagai salah satu referensi dalam
kegiatan proses belajar mengajar khususnya pada mata kuliah penyakit dalam
tentang diabetes melitus.
7
2. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian menjadi bahan pertimbangan tentang pentingnya
pengetahuan pasien diabetes melitus tentang penyakit yang dideritanya
sebagai upaya pencegahan komplikasi bagi klien diabetes melitus.
3. Bagi Klien Diabetes Melitus
Memberi masukan dan menambah wawasan pada klien diabetes melitus
mengenai pentingnya pengetahuan tentang pencegahan komplikasi diabetes.
4. Bagi Peneliti lainnya
Dijadikan sebagai data dasar atau referensi untuk penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan pengetahuan tentang diabetes melitus.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada penelitian deskriptif
yang menggambarkan pengetahuan pasien DM tentang penanganan penyakit
yang dideritanya dengan subvariabel pengetahuan tentang pengertian DM,
penyebab DM, komplikasi DM, pencegahan komplikasi DM, dan perawatan DM
di Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap obyek tertentu. Penginderaan
terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia, yakni: penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita
ketahui tentang suatu obyek tertentu termasuk ilmu, jadi ilmu merupakan
bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia (Suriasumantri, 1999).
Pengetahuan dikumpulkan dengan tujuan untuk menjawab semua
permasalahan kehidupan sehari-hari yang dialami oleh manusia dan untuk
digunakan dalam menawarkan berbagai kemudahan padanya.
Pengetahuan itu sendiri banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain: adalah pendidikan formal. Jadi pengetahuan sangat erat
hubungannya dengan pendidikan, di mana diharapkan bahwa dengan
pendidikan yang tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang
berpendidikan rendah, mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat
bahwa, peningkatan pengetahuan tidak mutlak di peroleh dari pendidikan
9
formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu obyek mengandung dua aspek
yaitu positif dan negatif. Kedua aspek ilmiah yang pada akhirnya akan
menentukan sikap seseorang tentang suatu obyek tertentu. Semakin banyak
aspek positif dan obyek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin
positif terhadap obyek tertentu.
2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam
domain kognitive mempunyai 6 tingkatan.
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (Recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima (Notoatmodjo, 2003).
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek
yang dipelajari (Notoatmodjo, 2003).
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada suatu situasi atau kondisi sebenarnya (real).
10
Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-
hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau
situasi yang lain. Misalnya penggunaan rumus static dalam perhitungan
hasil penelitian (Notoatmodjo, 2003).
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu metode kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam
struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti
dapat menggambarkan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2003).
e. Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjukkan kepada sesuatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi
yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, menyesuaikan, dan
sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada
(Notoatmodjo, 2003).
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justification atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-
penilaian tersebut didasarkan pada suatu kriteria-kriteria yang telah ada.
11
Misalnya: dapat menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu tidak tahu
cara menangani penyakit diabetes melitus (Notoatmodjo, 2003).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan.
Menurut Notoatmodjo (2003), beberapa faktor yang mempengaruhi
tingkat pengetahuan seseorang yaitu umur, pendidikan, pekerjaa, sosial
ekonomi dan paritas.
a. Umur
Menurut Hurlock (1993) dalam Notoatmodjo (2003), mengatakan
bahwa umur berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan karena
kemampuan mental yang diperlukan untuk mempelajari dan menyusun
diri pada situasi-situasi baru, seperti mengingat hal-hal yang dulu yang
pernah dipelajari, penalaran analogi, dan berpikir kreatif dan bisa
mencapai puncaknya.
b. Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor lain yang mempengaruhi
pengetahuan seperti sumber informasi, dan pengalaman. Menurut
Notoatmodjo (2003) bahwa pendidikan memberikan suatu nilai-nilai
tertentu bagi manusia, terutama dalam membukakan pikirannya serta
menerima hal-hal baru. Pengetahuan juga diperoleh melalui kenyataan
(fakta) dengan melihat dan mendengar radio, melihat telivisi. Selain itu
pengetahuan diperoleh sebagai akibat pengaruh dari hubungan orang tua,
kakak-adik, tetangga, kawan-kawan dan lain-lain.
12
c. Pekerjaan
Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa pekerjaan mempengaruhi
tingkat pengetahuan. Pekerjaan yang memungkinkan seseorang
mempunyai waktu luang lebih banyak dan digunakan untuk mengikuti
kegiatan-kegiatan yang ada di lingkungan sekitar atau pendidikan non
formal akan dapat meningkatkan pengetahuan.
d. Sosial ekonomi
Sosial ekonomi mempengaruhi tingkat pengetahuan dan perilaku
seseorang di bidang kesehatan, sehubungan dengan kesempatan
memperoleh informasi karena adanya fasilitas atau media informasi.
Banyak wanita menengah dan golongan atas yang walaupun menjadi ibu
dan pengatur rumah tangga tetapi tidak mau pasif, tergantung, dan tidak
berkorban diri secara tradisional (Notoatmodjo, 2003).
B. Diabetes Melitus
Pada orang yang sehat karbohidrat dalam makanan yang dimakan akan
diubah menjadi glukosa yang akan didistribusikan ke seluruh sel tubuh untuk
dijadikan energi dengan bantuan insulin. Pada orang yang menderita kencing
manis, glukosa sulit masuk ke dalam sel karena sedikit atau tidak adanya zat
insulin dalam tubuh. Akibatnya kadar glukosa dalam darah menjadi tinggi yang
nantinya dapat memberikan efek samping yang bersifat negatif atau merugikan
(Tjokroprawiro A, 1998).
13
1. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan
atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kurangnya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme
lemak dan protein (Waspadji, 2004).
Komplikasi Diebetes Militus (DM) yang paling berbahaya adalah
komplikasi pada pembuluh darah. Pembuluh darah besar maupun kecil
ataupun kapiler penderita DM menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah
(aniopati diabetik) jika sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang atau besar
ditungkai (makroangopati diabetik) tungkai akan mudah mengalami gangren
diabetik, yaitu luka pada kaki yang merah dan kehitam-hitaman dan berbau
busuk. Bila sumbatan terjadi pada pembuluh darah lebih besar, penderita DM
akan merasa tungkainya sakit sesudah berjalan pada jarak tertentu, karena
aliran darah ke tungkai tersebut berkurang dan disebut claudicatio intermitten
(Soegondo,2004).
2. Etiologi dan Patofisiologi
a. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes tipe 1 merupakan diabetes yang jarang atau sedikit
populasinya, diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi
penderita diabetes. Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya
terjadi karena kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh
14
reaksi otoimun. Namun ada pula yang disebabkan oleh bermacam-macam
virus, diantaranya virus Cocksakie, Rubella, CMVirus, Herpes, dan lain
sebagainya. Ada beberapa tipe otoantibodi yang dihubungkan dengan DM
Tipe 1, antara lain ICCA (Islet Cell Cytoplasmic Antibodies), ICSA (Islet
cell surface antibodies), dan antibodi terhadap GAD (glutamic acid
decarboxylase) (Suyono, 2004).
ICCA merupakan otoantibodi utama yang ditemukan pada
penderita DM Tipe 1. Hampir 90% penderita DM Tipe 1 memiliki ICCA
di dalam darahnya. Di dalam tubuh non-diabetik, frekuensi ICCA hanya
0,5 – 4 %. Oleh sebab itu, keberadaan ICCA merupakan prediktor yang
cukup akurat untuk DM Tipe 1 (Suyono, 2004). ICCA tidak spesifik
untuk sel-sel β pulau Langerhans saja, tetapi juga dapat dikenali oleh
sel-sel lain yang terdapat di pulau Langerhans.
Beberapa penderita DM Tipe 2 ditemukan positif ICSA.
Otoantibodi terhadap enzim glutamat dekarboksilase (GAD) ditemukan
pada hampir 80% pasien yang baru didiagnosis sebagai positif menderita
DM Tipe 1. Sebagaimana halnya ICCA dan ICSA, titer antibodi anti-
GAD juga makin lama makin menurun sejalan dengan perjalanan
penyakit. Keberadaan antibodi anti-GAD merupakan prediktor kuat untuk
DM Tipe 1, terutama pada populasi risiko tinggi (Suyono, 2004).
Disamping ketiga otoantibodi yang sudah dijelaskan di atas, ada
beberapa otoantibodi lain yang sudah diidentifikasikan, antara lain IAA
(Anti-Insulin Antibody). IAA ditemukan pada sekitar 40% anak-anak
15
yang menderita DM Tipe 1. IAA bahkan sudah dapat dideteksi dalam
darah pasien sebelum onset terapi insulin (Suyono,2004).
Defisiensi sekresi insulin merupakan masalah utama pada DM
Tipe 1, namun pada penderita yang tidak dikontrol dengan baik, dapat
terjadi penurunan kemampuan sel-sel sasaran untuk merespons terapi
insulin yang diberikan. Ada beberapa mekanisme biokimia yang dapat
menjelaskan hal ini, salah satu diantaranya adalah defisiensi insulin
menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas di dalam darah sebagai
akibat dari lipolisis yang tak terkendali di jaringan adiposa. Asam lemak
bebas di dalam darah akan menekan metabolisme glukosa di jaringan-
jaringan perifer seperti misalnya di jaringan otot rangka, dengan
perkataan lain akan menurunkan penggunaan glukosa oleh tubuh.
Defisiensi insulin juga akan menurunkan ekskresi dari beberapa gen yang
diperlukan sel-sel sasaran untuk merespons insulin secara normal,
misalnya gen glukokinase di hati dan gen GLUT4 (protein transporter
yang membantu transpor glukosa di sebagian besar jaringan tubuh) di
jaringan adiposa (Suyono,2004)
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih
banyak penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM
Tipe 2 mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes,
umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM
Tipe 2 di kalangan remaja dan anak-anak populasinya meningkat
16
(Suyono, 2004).
Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum
sepenuhnya terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh
lingkungan cukup besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara
lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan
(Suyono, 2004).
Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor pradisposisi
utama. Penelitian terhadap mencit dan tikus menunjukkan bahwa ada
hubungan antara gen-gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas
dengan gen-gen yang merupakan faktor pradisposisi untuk DM Tipe 2
(Suyono, 2004).
Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2, terutama
yang berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin
yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi.
Patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi
insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu
merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai
“Resistensi Insulin”(Suyono, 2004).
Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju seperti
Amerika Serikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas, gaya hidup
kurang gerak (sedentary), dan penuaan. Di samping resistensi insulin,
pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan
produksi glukosa hepatik yang berlebihan (Suyono, 2004).
17
Berdasarkan uji toleransi glukosa oral, penderita DM Tipe 2 dapat
dibagi menjadi 4 kelompok:
1) Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya normal.
2) Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal, disebut juga
Diabetes Kimia (Chemical Diabetes)
3) Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa minimal (kadar
glukosa plasma puasa < 140 mg/dl).
4) Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa tinggi (kadar
glukosa plasma puasa > 140 mg/dl) (Suyono, 2004).
3. Klasifikasi Diabetes Melitus
Menurut Soegondo S (2004), diabetes melitus diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. Diabetes Mellitus Tipe 1:
Diabetes melitus tipe 1 merupakan jenis diabetes yang bergantung
pada insulin, sehingga dikenal juga dengan istilah insulin-dependent
diabetes mellitus (IDDM). Penyebab DMT1 adalah terjadinya kerusakan
sel-sel beta di dalam kelenjar pancreas yang bertugas menghasilkan
hormon insulin. Kerusakan tersebut menyebabkan terjadinya penurunan
sekresi hormon insulin (defisiensi insulin).
b. Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 merupakan gangguan metabolisme glukosa
yang dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu tidak adekuatnya sekresi
insulin secara kuantitatif (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya
18
jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Berdasarkan beberapa
studi epidemiologi, DMT2 merupakan tipe diabetes yang paling sering
dijumpai yaitu sekitar 90% sampai 95% dari seluruh kasus DM. Berbeda
dengan DMT1, DMT2 merupakan jenis diabetes yang tidak bergantung
pada insulin, sehingga dikenal juga dengan istilah non-insulin-dependent
diabetes melitus (NIDDM).
c. Diabetes Mellitus Tipe Lain
Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan munculnya DM
tipe lain, seperti kelainan pada fungsi sel beta dan kerja insulin akibat
gangguan genetik, penyakit pada kelenjar eksokrin pankreas, obat atau zat
kimia, infeksi, kelainan imunologi (jarang), dan sindrom genetik lain yang
berhubungan dengan DM.
d. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya
bersifat sementara, tetapi merupakan faktor risiko untuk DM Tipe 2
4. Gejala Klinis
Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada
beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes.
Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria
(sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak
makan/mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan
kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan
atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat mengganggu (pruritus),
19
dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas (Soegondo, 2004).
Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria,
polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue),
iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit) (Soegondo, 2004).
Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada.
DM Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai
beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi
sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi,
sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya
menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada
pembuluh darah dan syaraf (Soegondo, 2004).
5. Diagnosis
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan apabila ada keluhan
khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin
disampaikan penderita antara lain badan terasa lemah, sering kesemutan,
gatal-gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada
wanita. Apabila ada keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga dapat digunakan
sebagai patokan diagnosis DM (Soegondo, 2004).
Untuk kelompok tanpa keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah abnormal tinggi (hiperglikemia) satu kali saja tidak cukup kuat untuk
20
menegakkan diagnosis DM. Diperlukan konfirmasi atau pemastian lebih
lanjut dengan mendapatkan paling tidak satu kali lagi kadar gula darah
sewaktu yang abnormal tinggi (>200 mg/dL) pada hari lain, kadar glukosa
darah puasa yang abnormal tinggi (>126 mg/dL), atau dari hasil uji toleransi
glukosa oral didapatkan kadar glukosa darah setelah pembebanan
>200 mg/dL (Soegondo, 2004).
6. Komplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan
komplikasi akut dan kronis. Berikut ini akan diuraikan beberapa komplikasi
yang sering terjadi dan harus diwaspadai.
a. Hipoglikemia
Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita
merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam
(pandangan menjadi gelap), keluar keringat dingin, detak jantung
meningkat, sampai hilang kesadaran. Apabila tidak segera ditolong dapat
terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian (Soegondo, 2004).
Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita kurang dari
50 mg/dl, walaupun ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan
gejala hipoglikemia pada kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar
glukosa darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak
mendapat pasokan energi sehingga tidak dapat berfungsi bahkan dapat
rusak (Soegondo, 2004).
21
Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita diabetes tipe 1,
yang dapat dialami 1 – 2 kali perminggu. Dari hasil survei yang pernah
dilakukan di Inggris diperkirakan 2 – 4% kematian pada penderita
diabetes tipe 1 disebabkan oleh serangan hipoglikemia. Pada penderita
diabetes tipe 2, serangan hipoglikemia lebih jarang terjadi, meskipun
penderita tersebut mendapat terapi insulin (Soegondo, 2004).
Serangan hipoglikemia pada penderita diabetes umumnya terjadi
apabila penderita: lupa atau sengaja meninggalkan makan (pagi, siang
atau malam), makan terlalu sedikit, lebih sedikit dari yang disarankan
oleh dokter atau ahli gizi, berolah raga terlalu berat, mengkonsumsi obat
antidiabetes dalam dosis lebih besar dari pada seharusnya (Soegondo,
2004).
Minum alkohol, stress, dan mengkonsumsi obat-obatan lain yang
dapat meningkatkan risiko hipoglikemia. Di samping penyebab di atas
pada penderita DM perlu diperhatikan apabila penderita mengalami
hipoglikemik, kemungkinan penyebabnya adalah dosis insulin yang
berlebihan, saat pemberian yang tidak tepat, penggunaan glukosa yang
berlebihan misalnya olahraga anaerobik berlebihan, dan faktor-faktor lain
yang dapat meningkatkan kepekaan individu terhadap insulin, misalnya
gangguan fungsi adrenal atau hipofisis (Soegondo, 2004).
b. Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah keadaan di mana kadar gula darah melonjak
secara tiba-tiba. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress,
22
infeksi, dan konsumsi obat-obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai
dengan poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah (fatigue),
dan pandangan kabur (Soegondo, 2004).
Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi
keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik
(Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan (HHS), yang keduanya dapat
berakibat fatal dan membawa kematian. Hiperglikemia dapat dicegah
dengan kontrol kadar gula darah yang ketat (Soegondo, 2004).
c. Komplikasi Makrovaskular
Ada 3 jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang
pada penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart
disease = CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh
darah perifer (peripheral vascular disease = PVD). Walaupun komplikasi
makrovaskular dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih
sering merasakan komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe
2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan.
Kombinasi dari penyakit-penyakit komplikasi makrovaskular dikenal
dengan berbagai nama, antara lain Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic
Syndrome, Hyperinsulinemic Syndrome, atau Insulin Resistance
Syndrome. Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar resikonya pada
penderita diabetes, maka pencegahan komplikasi terhadap jantung harus
dilakukan sangat penting dilakukan, termasuk pengendalian tekanan
darah, kadar kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes sebaiknya
23
selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari 130/80 mm Hg. Untuk
itu penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidupnya, termasuk
mengupayakan berat badan ideal, diet dengan gizi seimbang, berolah raga
secara teratur, tidak merokok, mengurangi stress dan lain sebagainya.
(Soegondo, 2004).
d. Komplikasi Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita
diabetes tipe 1. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein
yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah
menjadi makin lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-
pembuluh darah kecil. Hal inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-
komplikasi mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan
neuropati. Disamping karena kondisi hiperglikemia, ketiga komplikasi ini
juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Oleh sebab itu dapat terjadi dua
orang yang memiliki kondisi hiperglikemia yang sama, berbeda resiko
komplikasi mikrovaskularnya.(Soegondo S 2004 )
Namun demikian prediktor terkuat untuk perkembangan
komplikasi mikrovaskular tetap lama (durasi) dan tingkat keparahan
diabetes. Satu-satunya cara yang signifikan untuk mencegah atau
memperlambat jalan perkembangan komplikasi mikrovaskular adalah
dengan pengendalian kadar gula darah yang ketat. Pengendalian intensif
dengan menggunakan suntikan insulin multi-dosis atau dengan pompa
insulin yang disertai dengan monitoring kadar gula darah mandiri dapat
24
menurunkan risiko timbulnya komplikasi mikrovaskular sampai 60%
(Soegondo, 2004 ).
C. Penanganan Diabetes Mellitus
Menurut Waspadji (2004), Penangana Diabetes Melitus dapat dilakukan
tindakan sebagai berikut
1. Perencanaan Makan
a. Capai dan pertahankan Berat Badan (BB) yang normal
b. Pilih makanan yang mengandung karbohidrat kompleks dan kaya serat,
seperti : padi-padian , umbi-umbian.
c. Hindari makanan yang mengandung karbohidrat sederhana seperti : gula,
madu, sirup, selai.
d. Gula, maksimal 3 sendok/hari. Sebaiknya gunakan gula alternatif yang
tidak mengandung kalori seperti : sakarin, aspartam.
e. Serat, akan memperlambat penyerapan glukosa dan menurunkan kadar
lemak darah : buah, sayuran, padi-padian, dan sereal.
f. Batasi konsumsi lemak, minyak ataupun santan maksimal 25% dari
kebutuhan energi : 2 bagian dari sumber lemak nabati dan 1 bagian dari
sumber lemak hewani.
g. Asupan garam : 1 sdt/hari (6 g/hari ). Hati-hati dengan makanan jadi yang
mengandung natrium : vetsin, soda.
2. Latihan Jasmani
a. Sebanyak 3 – 5 kali /minggu, selama 30 – 60 menit.
b. Intensitas : ringan dan sedang
25
c. Target : 60 – 70 % dari Maximum Heart Rate (MHR)
d. Perhitungan MHR : 220 – umur, misalnya umur 40 tahun jadi MHR
180x/menit.
e. Tipe olahraga yang dianjurkan : Jalan, bersepeda, jogging, dan berenang
yang disesuaikan dengan umur dan kemampuan jasmani.
f. Sifat olahraga : Continous, Rhytmic, Interval, Progressive, Endurance
Kiat memulai olah raga
a. Langkah 1 ; memikirkan olah raga yang akan dilakukan, membuat daftar
olah raga yang menarik misalnya senam, jalan kaki, dan berenang.
b. Langkah 2 ; melihat kapan punya kesempatan untuk melakukan olahraga,
pertimbangkan jenis olah raga yang masih sempat dilakukan
c. Langkah 3 ; membuat jadwal kegiatan olahraga, dimana akan melakukan
(dirumah atau diluar rumah), dan bersama dengan siapa (anak, istri,
teman) (PERKENI, 2002 ).
3. Obat
a. Obat hipoglikemia/hiperglikemia oral ;oktrapid
1) Meningkatkan sekresia insulin dipankreas ; sulfonilurea, nateglinide
2) Meningkatkan pengambilan gula dijaringan lemak dan otot ;
metformin, glitazone
3) Meningkatkan penyerapan gula di usus ; alpha-glucoside inhibitor
4) Menurunkan produksi gula di hati ; metformin, glitazone
b. Obat hipoglikemia/hiperglikemia suntikan ; insulin (Depkes RI, 2000).
26
4. Pencegahan Komplikasi Pada Pasien Diabetes Melitus
a. Tekanan darah diturunkan secara agresif < 130/80 mmHg
b. Kadar trigliserida < 150 mg/dl
c. Kadar kolestreol LDL ( Kolesterol buruk ) < 100 mg/dl
d. Kadar kolesterol HDL ( Kolesterol baik ) > 40 mg/dl (Basuki E, 2004).
5. Perawatan Kaki
a. Periksa kaki setiap hari, gunakan cermin
b. Bersihkan kaki waktu mandi, dengan air bersih dan sabun
c. Gosok kaki dengan sikat lunak dan keringkan dengan handuk
d. Berikan pelembab didaerah kaki yang kering, jangan disela-sela jari
e. Gunting kuku mengikuti bentuk normal jari kaki, jangan terlalu dekat
dengan kulit, kikir agar tidak tajam Bila kuku keras dan sulit dipotong,
rendam dengan air hangat selama 5 menit Memakai alas kaki, juga
didalam rumah
f. Gunakan sepatu atau sandal sesuai dengan ukuran dan enak dipakai ;
5) Panjang ½ inchi lebih panjang dari jari kaki terpanjang, saat berdiri.
6) Ujung tidak runcing
7) Tinggi tumit kurang dari 2 inchi
8) Bagian dalam tidak kasar dan licin, tebal 10-12 mm
9) Ruang dalam sepatu longgar (Basuki E,2004)
6. Yang Tidak Boleh Dilakukan oleh Pasien Diabetes Melitus
a. Merendam kaki
b. Menggunakan botol panas atau peralatan listrik untuk memanaskan kaki
27
c. Menggunakan pisau untuk menghilangkan kapalan
d. Merokok
e. Memakai sepatu atau kaos kaki sempit
f. Membiarkan luka kecil dikaki (Waspadji,2004)
7. Senam Kaki Diabetik
a. Fungsi :
1) Memperbaiki sirkulasi darah
2) Memperkuat otot-otot kecil
3) Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki
4) Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha (gastrocnemius,
hamstring, quadriceps).
5) Mengatasi keterbatasan gerak sendi
b. Cara :
1) Dilakukan dalam posisi berdiri, duduk dan tidur
2) Menggerakkan kaki dan sendi kaki
3) Berdiri dengan kedua tumit diangkat
4) Mengangkat dan menurunkan kaki
5) Gerakan menekuk, meluruskan, mengangkat, memutar keluar atau ke
dalam dan mencengkram pada jari-jari kaki
8. Penyuluhan Diabetes Melitus
Penyuluhan merupakan salah satu pilar penanganan penyakit diabetes
melitus. Penyuluhan ditujukan tidak hanya pada penderita, tetapi juga kepada
keluarga dan masyarakat. Penyuluhan yang menyuluruh mengenai penyakit
28
diabetes melitus penting mengingat diabetes merupakan penyakit seumur
hidup di mana pasien sendiri harus ikut berperan dalam penanganan
penyakitnya (Basuki, 2004).
Penanganan diabetes melitus sebenarnya merupakan suatu proses
yang berlangsung selama 24 jam dan seringkali berhubungan dengan gaya
hidup, sehingga makin baik pengetahuan penderita mengenai diabetes
melitus, makin mengerti perlunya mengubah perilaku dan mengapa hal itu
harus dilakukan. Selain itu, pasien diabetes melitus sebaiknya harus dapat
menjadi dokter bagi dirinya sendiri, diantaranya dengan mengandalikan
obesitas, mengatur diet yang baik, dan meningkatkan aktivitas fisik (Basuki,
2004).
29
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian merupakan konsep dalam penelitian yang
digambarkan sebagai landasan berpikir dalam kegiatan penelitian (Nursalam,
2003).
Menurut Notoatmodjo (2003) untuk memudahkan alur penelitian maka
harus dibuat kerangka konsep penelitian. Adapun skema kerangka konsep dalam
penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
Gambar. 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
Berdasarkan Gambar 3.1. kerangka konsep penelitian di atas bahwa
variabel yang akan diteliti adalah variabel tunggal yaitu pengetahuan pasien
diabetes melitus tentang penanganan penyakit yang dideritanya dengan sub
variabel meliputi pengetahuan tentang pengertian, penyebab, komplikasi,
Pasien Diabetes Mellitus
Pengetahuan tentang Penanganan penyakit yang dideritanya meliputi:Pengertian DMPenyebab DMKomplikasi DMPencegahan DMPerawatan DM
Baik
Cukup baik
Kurang baik
30
pencegahan dan perawatan diabetes melitus. Sedangkan karakteristik pasien
diabetes melitus yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan tidak
diteliti, namun karakteristik tersebut dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang yang hanya dijadikan sebagai data penunjang. Pengetahuan pasien
diabetes melitus tentang penanganan penyakit yang dideritanya dari masing-
masing sub variabel diukur dengan menggunakan instrumen penelitian berupa
kuesioner.
Pengetahuan pasien diabetes melitus tentang penanganan penyakit yang
dideritanya yang telah diteliti dapat diperoleh hasil apakah termasuk dalam
kategori baik, cukup baik atau kurang baik. Pengetahuan yang baik diharapkan
dapat membentuk suatu sikap dan tindakan yang mengarah pada perilaku pasien
diabetes dalam merawat diabetes melitus.
31
B. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang
diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2003).
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
Variabel/ Subvariabel
Definisi operasional Alat ukur Cara Ukur Hasil Ukur SkalaPengukuran
Pengetahuan
pasien DM
tentang
penanganan
penyakit yang
dideritanya
Segala sesuatu yang
diketahui oleh pasien DM
tentang pengertian,
penyebab, komplikasi,
pencegahan dan perawatan
DM
Kuesioner Melihat hasil
jawaban
responden
1. Baik, jika 76 – 100%.
2. Cukup baik, jika 56%- 75%
3. Kurang baik, jika ≤ 55 %
Ordinal
Pengertian
DM
Segala sesuatu yang
diketahui oleh pasien DM
tentang pengertian DM
Kuesioner Melihat hasil
jawaban
responden
1. Baik, jika 76 – 100%.
2. Cukup baik, jika 56%- 75%
3. Kurang baik, jika ≤ 55 %
Ordinal
Penyebab DM Segala sesuatu yang
diketahui oleh pasien DM
tentang penyebab DM.
Kuesioner Melihat hasil
jawaban
responden
1. Baik, jika 76 – 100%.
2. Cukup baik, jika 56%- 75%
3. Kurang baik, jika ≤ 55 %
Ordinal
Komplikasi
DM
Segala sesuatu yang
diketahui oleh pasien DM
tentang komplikasi DM.
Kuesioner Melihat hasil
jawaban
responden
1. Baik, jika 76 – 100%.
2. Cukup baik, jika 56%- 75%
3. Kurang baik, jika ≤ 55 %
Ordinal
Pencegahan
komplikasi
Dm
Segala sesuatu yang
diketahui oleh pasien DM
tentang pencegahan
komplikasi DM.
Kuesioner Melihat hasil
jawaban
responden
1. Baik, jika 76 – 100%.
2. Cukup baik, jika 56%- 75%
3. Kurang baik, jika ≤ 55 %
Ordinal
Perawatan
DM
Segala sesuatu yang
diketahui oleh pasien DM
tentang perawatan DM.
Kuesioner Melihat hasil
jawaban
responden
1. Baik, jika 76 – 100%.
2. Cukup baik, jika 56%- 75%
3. Kurang baik, jika ≤ 55 %
Ordinal
32
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam hal ini adalah penelitian deskriptif dengan tujuan
utama membuat gambaran tentang suatu keadaan secara obyektif yang digunakan
untuk memecahkan atau menjawab permasalahan dan situasi yang sedang
dihadapi sekarang (Notoatmodjo, 2003).
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan
yang memungkinkan dilakukan pencatatan dan analisis data hasil penelitian
secara eksak dan menganalisis datanya menggunakan perhitungan statistik
(Arikunto, 2006).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari subyek penelitian (Arikunto, 2006).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes melitus yang
dirawat di Ruang Penyakit Dalam, Ruang VIP A, Ruang VIP B, Ruang Kelas
1 maupun yang menjalani rawat jalan di Ruang Poli Dalam Rumah Sakit
Umum Daerah Indramayu pada bulan Pebruari 2010 sebanyak 33 pasien
diabetes melitus.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2003). Sampel
33
dalam penelitian ini diambil secara accidental sampling yang berjumlah 33
responden. Adapun rincian jumlah sampel di tiap ruangan sebagai berikut:
Tabel 4.1 Jumlah Sampel Penelitian
No Nama Ruangan Jumlah sampel1 R. Penyakit Dalam 42 R. VIP A 33 R.VIP B 54 R. Kelas 1 65 R. Poli Dalam 15
Jumlah 33
Kriteria sampel penelitian sebagai berikut:
a. Kriteria sampel inklusi
1) Pasien rawat jalan maupun rawat inap yang tercatat di buku register
rawat jalan Poli Dalam
2) Mempunyai alamat yang lengkap dan tercatat di buku register rawat
jalan dan rawat inap.
3) Bersedia menjadi responden.
4) Responden berada di tempat pada saat pengumpulan data..
b. Kriteria Eksklusi
1) Pasien yang menderita penyakit diabetes melitus.
2) Tidak menderita penyakit psikosis.
C. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau unsur
yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang konsep penelitian
tertentu (Notoatmodjo, 2003). Variabel dalam penelitian ini adalah variabel
34
tunggal yaitu pengetahuan pasien diabetes melitus tentang penanganan penyakit
yang dideritanya dengan subvariabel: pengetahuan tentang pengertian DM,
penyebab DM, komplikasi DM, pencegahan komplikasi DM, dan perawatan DM
di Ruang Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu.
D. Instrumen Penelitian
Alat pengumpul data yang digunakan yaitu berupa angket/kuesioner yang
disusun dan dikembangkan sendiri oleh peneliti. Alat pengumpul data berupa
kuesioner dengan memilih salah satu jawaban yang dianggap paling benar. Jika
responden menjawab benar diberi skor 1 dan jika jawaban salah diberi skor 0.
E. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Pelaksanaan uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian dilakukan
di Rumah Sakit Umum Daerah Patrol Indramayu pada tanggal 9 Pebruari 2010
terhadap 10 pasien yang bukan merupakan sampel penelitian. Hasil uji validitas
instrumen penelitian direkap dan dimasukkan di dalam komputer menggunakan
program komputer lalu untuk mengetahui hasil uji validitas dan reliabilitas
instrumen penelitian. Adapun hasil Uji validitas instrumen penelitian
pengetahuan ibu hamil dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini:
35
Tabel 4.2
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
No. r hitung r tabel Ket. Cronbach’s Alpha
Ket.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
0,845
0,845
0,816
0,816
0,845
0,816
0,845
0,816
0,816
0,845
0,816
0,845
0,816
0,816
0,845
0,845
0,845
0,816
0,845
0,845
0,845
0,816
0,845
0,816
0,816
0,632
0,632
0,632
0,632
0,632
0,632
0,632
0,632
0,632
0,632
0,632
0,632
0,632
0,632
0,632
0,632
0,632
0,632
0,632
0,632
0,632
0,632
0,632
0,632
0,632
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
0,983
0,983
0,983
0,983
0,983
0,983
0,983
0,983
0,983
0,983
0,983
0,983
0,983
0,983
0,983
0,983
0,983
0,983
0,983
0,983
0,983
0,983
0,983
0,983
0,983
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Dalam menentukan uji validitas Instrumen penelitian dilakukan dengan
36
membandingkan nilai r tabel dengan nilai r hitung. Menentukan nilai r tabel;
nilai r tabel dilihat dengan r tabel. Pada jumlah responden 10 dengan tingkat
kesalahan 5%, didapatkan angka r tabel :0,632. Nilai r hasil perhitungan; nilai r
hasil didapat pada kolom "Corrected item-Total Correlation" Keputusan :
masing-masing pernyataan dibandingkan dengan nilai r hasil dengan nilai r tabel,
didapat bahwa : r hitung > r tabel (0,632), maka 25pertanyaan tersebut dikatakan
valid.
Menentukan reliablitas instrumen peneilitian adalah dengan
membandingkan nilai r hasil dengan r tabel. jika nilai r hitung > 0,60 maka
dikatakan reliabiel. Dalam uji reliabilitas sebagai nilai r hitung didapat dari nilai
'Cronbach's Alpha', dari hasil uji di atas ternyata nilai r Alpha > 0,60 lebih
besar dibandingkan dengan nilai r tabel, maka ke 25 pertanyaan di atas
dinyatakan reliabel.
F. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan di Ruang Penyakit Dalam, Ruang VIP A,
Ruang VIP B, Ruang Kelas 1 dan Poli Dalam Rumah Sakit Umum Daerah
Indramayu. Proses penelitian selama kurang lebih 1 minggu pada
tanggal 10 – 16 Pebruari 2010.
G. Prosedur Pengumpulan Data
1. Perizinan Penelitian
Sebagai salah satu persyaratan untuk penelitian ini adalah
diperlakukannya perizinan baik dari tingkat lembaga-lembaga terkait dalam
hal ini adalah instansi dimana peneliti melakukan penelitian.
37
2. Pelaksanaan Pengumpulan Data
Pelaksanaan pengumpulan data ini dilakukan setelah seminar proposal
skripsi. Prosedur yang ditempuh dalam pelaksanaan pengumpulan data ini
adalah sebagai berikut :
a. Memberikan informed concent kepada responden sebagai bentuk
kesediaan responden dijadikan sampel penelitian.
b. Memberikan informasi berkaitan dengan kepentingan penelitian dan
memberikan petunjuk pengisian alat pengumpul data.
c. Membagikan alat pengumpul data kepada responden yang menjadi sampel
penelitian.
d. Mengumpulkan lembar jawaban sebagai hasil pengumpulan data primer
dari responden dan melakukan cek ulang untuk memeriksa kelengkapan
identitas dan jawaban responden pada setiap lembar kuesioner.
e. Menghitung hasil jawaban responden dan memberikan skor.
H. Prosedur Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan data
Setelah data terkumpul dilakukan pengolahan data dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
a. Verifikasi Data
Verifikasi data bertujuan untuk menyeleksi atau memilih data yang
memadai untuk diolah.
b. Penyekoran
38
Data yang ditetapkan untuk diolah kemudian diberi skor untuk
setiap jawaban sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan.
2. Analisa Data
Menurut Arikunto (2006), teknik analisis data yang digunakan pada aspek
pengetahuan menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan:
P : Presentase
X : Nilai jawaban benar
N : Jumlah item pertanyaan/soal.
Menurut Arikunto (2006) hasil presentase diinterpretasikan dengan
menggunakan standar kriteria kualitatif sebagai berikut :
1) Kategori baik, jika didapatkan hasil: 76 % - 100%.
2) Kategori cukup baik, jika didapatkan hasil: 56 % - 75 %.
3) Kategori kurang baik, jika didapatkan hasil : ≤ 55 %
BAB V
39
HASIL PENELITIAN
Pada bab V disajikan data hasil penelitian mengenai gambaran pengetahuan
pasien diabetes melitus tentang penyakit yang dideritanya di Ruang Penyakit Dalam,
Ruang VIP A, Ruang VIP B, Ruang Kelas 1 dan Poli Dalam Rumah Sakit Umum
Daerah Indramayu yang terdiri dari sub variabel pengetahuan tentang pengertian
DM, penyebab DM, komplikasi DM, pencegahan DM, dan perawatan DM akan
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi disertai interpretasinya.
A. Karakteristik Pasien Diabetes Melitus
Karakteristik pasien diabetes melitus berdasarkan umur didapatkan
responden termuda berumur 39 tahun dan tertua berumur 62 tahun. Hasil
penelitian yang didapat dari data pasien diabetes melitus berdasarkan
karakteristik umur disajikan dalam bentuk Tabel 5.1 berikut ini:
Tabel 5.1Distribusi Pasien Diabetes Melitus Menurut Umur
Di Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu
No. Umur Frekuensi %
1 30 – 50 tahun 24 72,73
2 > 50 tahun 9 27,27
Jumlah 33 100
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa pasien diabetes melitus
yang berumur 30 – 50 tahun sebanyak 24 responden (72,737%).
Hasil penelitian yang didapat dari data pasien diabetes melitus
40
berdasarkan karakteristik pendidikan disajikan dalam bentuk Tabel 5.2 berikut
ini:
Tabel 5.2Distribusi Pasien Diabetes Melitus Menurut Pendidikan
Di Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu
No. Pendidikan Frekuensi %
1 SD 3 9,09
2 SMP 7 21,21
3 SMA 23 69,70
Jumlah 33 100
Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui bahwa sebagian besar pendidikan pasien
diabetes melitus (69,7 %) adalah SMA.
Hasil penelitian yang didapat dari data pasien diabestes melitus
berdasarkan karakteristik pekerjaan disajikan dalam bentuk Tabel 5.3 berikut ini:
Tabel 5.3Distribusi Pasien Diabetes Melitus Menurut Pekerjaan
Di Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu
No. Pekerjaan Frekuensi %
1 Bekerja 12 36,36
2 Tidak bekerja 21 63,64
Jumlah 33 100
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa sebagian besar (63,64%)
pasien diabetes melitus adalah tidak bekerja.
Hasil penelitian yang didapat dari data pasien diabestes melitus
41
berdasarkan karakteristik jenis kelamin disajikan dalam bentuk Tabel 5.4 berikut
ini:
Tabel 5.4Distribusi Pasien Diabetes Melitus Menurut Jenis Kelamin
Di Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu
No. Pekerjaan Frekuensi %
1 Laki-laki 13 39,39
2 Perempuan 20 60,61
Jumlah 33 100
Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar (60,61%) pasien
diabetes melitus adalah perempuan.
B. Pengetahuan Pasien Diabetes Melitus
Hasil penelitian pada variabel pengetahuan pasien diabetes melitus yang
meliputi pengetahuan tentang pengertian, penyebab, komplikasi, pencegahan dan
perawatan diabetes melitus disajikan pada Tabel 5.5 berikut ini:
Tabel 5.5Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Diabetes
Melitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu
No Kategori Pengetahuan Frekuensi %
1 Baik 23 69,70
2 Cukup baik 6 18,18
3 Kurang baik 4 12,12
Jumlah 33 100
Berdasarkan Tabel 5.5 diketahui bahwa pengetahuan pasien diabetes
melitus tentang penyakit yang dideritanya antara lain pengertian DM, penyebab
DM, komplikasi DM, pencegahan DM, dan perawatan DM, sebagian besar
42
(69,70%) termasuk kategori baik.
1. Pengetahuan Pasien tentang Pengertian Diabetes Melitus
Hasil penelitian pada subvariabel pengetahuan pasien DM tentang
pengertian DM yang meliputi definisi penyakit DM, penyakit DM bukan
penyakit jantung, penyakit DM dapat disembuhkan, DM juga disebut
penyakit gula darah disajikan pada Tabel 5.6 berikut ini:
Tabel 5.6Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Pengertian
Diabetes Melitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu
No Kategori Pengetahuan Frekuensi %
1 Baik 33 100
2 Cukup baik 0 0
3 Kurang baik 0 0
Jumlah 33 100
Berdasarkan Tabel 5.6 diketahui bahwa pengetahuan pasien diabetes
melitus tentang pengertian DM, seluruhnya (100%) termasuk kategori baik
2. Pengetahuan Pasien Tentang Penyebab Diabetes Melitus
Hasil penelitian pada variabel pengetahuan pasien diabetes melitus
tentang penyebab diabetes melitus yang meliputi: diabetes melitus dapat
disebabkan karena faktor keturunan, faktor makanan/gaya hidup, kegemukan,
kurang berolahraga, dan peningkatan kadar gula di dalam darah yang
disajikan pada Tabel 5.7 berikut ini:
Tabel 5.7
43
Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang PenyebabDiabetes Melitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu
No Kategori Pengetahuan Frekuensi %
1 Baik 20 60,61
2 Cukup baik 6 18,18
3 Kurang baik 7 21,21
Jumlah 33 100
Berdasarkan Tabel 5.7 diketahui bahwa pengetahuan pasien diabetes
melitus tentang penyebab diabetes melitus, sebagian besar (60,61%) termasuk
kategori baik.
3. Pengetahuan Pasien Tentang Komplikasi Diabetes Melitus
Hasil penelitian pada variabel pengetahuan pasien diabetes melitus
tentang komplikasi diabetes melitus antara lain mengakibatkan kepala merasa
pusing, lemas, gemetar, dan keluar keringat dingin. Mengakibatkan hilangnya
kesadaran, kelelahan yang parah, dan pandangan kabur, dapat berakibat pada
penyakit jantung koroner, dan dapat berakibat pada penyakit pembuluh darah
otak/stroke yang disajikan pada Tabel 5.8 berikut ini:
Tabel 5.8Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Komplikasi
Diabetes Melitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu
No Kategori Pengetahuan Frekuensi %
1 Baik 26 78,79
2 Cukup baik 3 9,09
3 Kurang baik 4 12,12
Jumlah 33 100
Berdasarkan Tabel 5.8 diketahui bahwa pengetahuan pasien diabetes
44
melitus tentang komplikasi diabetes melitus adalah sebagian besar (78,79%)
termasuk kategori baik.
4. Pengetahuan Pasien Tentang Pencegahan Diabetes Melitus
Hasil penelitian pada variabel pengetahuan pasien diabetes melitus
tentang pencegahan komplikasi diabetes melitus antara lain dengan cara
menjaga tekanan darah normal 120/80 mmHg, menjaga kadar
kolesterol/kandungan lemak dalam batas normal, cara menjaga kadar gula
darah dalam batas normal, cara mempertahankan berat badan normal.
mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat sederhana seperti
gula, madu, sirup, dan selai yang disajikan pada Tabel 5.9 berikut ini:
Tabel 5.9Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Pencegahan
Diabetes Melitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu
No Kategori Pengetahuan Frekuensi %
1 Baik 23 69,70
2 Cukup baik 7 21,21
3 Kurang baik 3 9,09
Jumlah 33 100
Berdasarkan Tabel 5.9 diketahui bahwa pengetahuan pasien diabetes
melitus tentang pencegahan komplikasi diabetes melitus adalah sebagian
besar (69,70%) termasuk kategori baik.
5. Pengetahuan Pasien Tentang Perawatan Diabetes Melitus
45
Hasil penelitian pada variabel pengetahuan pasien diabetes melitus
tentang perawatan diabetes melitus antara lain dengan cara kegiatan olahraga,
menggunting kuku mengikuti bentuk normal jari kaki, tidak diperbolehkan
untuk merokok setiap harinya, tidak dibenarkan menggunakan pisau untuk
menghilangkan kapalan, dan senam kaki yang disajikan pada Tabel 5.10
berikut ini:
Tabel 5.10Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Perawatan
Diabetes Melitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Indramayu
No Kategori Pengetahuan Frekuensi %
1 Baik 15 45,45
2 Cukup baik 13 39,39
3 Kurang baik 5 15,15
Jumlah 33 100
Berdasarkan Tabel 5.10 diketahui bahwa pengetahuan pasien diabetes
melitus tentang perawatan diabetes melitus adalah kurang dari setengah
(45,45%) termasuk kategori baik.
BAB VI
46
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas hasil penelitian dari setiap subvariabel penelitian
sebagai berikut:
A. Karakteristik Pasien Diabetes Melitus Berdasarkan Umur, Pendidikan, Pekerjaan, dan Jenis Kelamin
Berdasarkan Tabel 5.1 didapat jumlah responden yang berumur 30 – 50
tahun sebanyak 24 responden (72,737%), hal ini sesuai dengan pendapat Suyono
(2004) yang menyatakan bahwa penderita DM Tipe 2 mencapai 90 – 95%
dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45 tahun,
tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 terjadi di kalangan remaja dan anak-
anak populasinya meningkat.
Hasil penelitian yang didapat pada dan pada tabel 5.4 didapat bahwa
sebagian besar (60,61%) pasien diabetes melitus adalah laki-laki, dan pada Tabel
5.3 menunjukkan bahwa pasien diabetes melitus sebagian besar (63,64%) tidak
bekerja. Hal ini diperkuat dengan pendapat Soegondo (2004), yang menyatakan
bahwa banyaknya penderita DM pada orang-orang dewasa disebabkan oleh gaya
hidupnya, kurang mengupayakan berat badan ideal, diet dengan gizi tidak
seimbang, berolah raga secara teratur, kebiasaan merokok, sering stress karena
tidak memiliki pekerjaan. Hal ini ada kemungkinan bahwa pasien diabetes
melitus yang sebagian besar laki-laki memiliki kebiasaan merokok dan
mengalami stres karena tidak memiliki pekerjaan.
47
Selanjutnya pada Tabel 5.2 didapat sebagian besar pendidikan pasien
diabetes melitus (69,7 %) adalah SMA, ini berarti sebagian besar penderita
diabetes melitus berpendidikan SMA. Hal ini menunjukkan bahwa responden
dengan latar belakang pendidikan lanjutan (menengah atas) mempunyai
pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan responden yang mempunyai
latar belakang pendidikan lebih rendah (Soekanto, 2002) sehingga pengetahuan
responden tentang diabetes melitus dari tingkat pendidikan menengah ke atas
adalah baik. Meskipun pengetahuan responden tentang diabetes melitus dapat
diperoleh dari berbagai macam sumber, misalnya media baik cetak maupun
elektronik, dari petugas kesehatan, atau dari kerabat dekat, akan tetapi
pengetahuan sangat berhubungan erat dengan pendidikan. Pendidikan merupakan
salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk pengembangan
diri, semakin tinggi pendidikan maka semakin mudah menerima serta
mengembangkan pengetahuan.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan
seseorang merupakan salah satu dipengaruhi domian pembentuk perilaku
kesehatan dipengaruhi oleh ciri-ciri individu itu sendiri yang dapat digolongkan
ke dalam tiga kelompok yaitu ciri-ciri demografi (seperti jenis kelamin, umur),
struktur sosial (seperti pendidikan, pekerjaan), dan manfaat kesehatan (seperti
keyakinan pribadi) dan setiap individu mempunyai perbedaan-perbedaan
karakteristik atau ciri-ciri tersendiri yang akan mempengaruhi perilakunya.
48
B. Pengetahuan Pasien Diabetes tentang Penyakit Yang Didieritanya
Pembahasan hasil penelitian dari masing-masing subvariabel antara lain
pengetahuan tentang pengertian DM, penyebab DM, komplikasi DM, pencegahan
DM, dan perawatan DM diuraikan sebagai berikut:
1. Pengetahuan Pasien tentang Pengertian DM
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada Tabel 5.6 bahwa
pengetahuan pasein diabetes melitus tentang pengertian DM, seluruhnya
(100%) termasuk kategori baik. Hal ini ada kemungkinan rata-rata penderita
diabetes melitus tersebut pernah mendapatkan informasi dari dokter atau
perawat tentang pengertian diabetes melitus. Selain itu juga ada kemungkinan
bahwa pengetahuan tentang pengertian DM ini merupakan pengetahuan pada
tingkatan tahu yang hanya mengingat definisi-definisi atau pengertian-
pengertian diabetes melitus yang sifatnya sekedar hafalan.
Dengan demikian, perawat dari rumah sakit harus lebih intensif dalam
memberikan pendidikan kesehatan terutama pada penderita diabetes mellitus
yang memiliki pengetahuan kurang tentang pengertian diabetes mellitus, bila
memungkinkan maka pendidikan kesehatan diberikan dalam bentuk
penyuluhan dengan mendatangi tempat kerja atau rumah penderita diabetes
mellitus sehingga pengetahuannya menjadi lebih baik.
2. Pengetahuan Pasien Tentang Penyebab Diabetes Melitus
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada Tabel 5.7 bahwa
pengetahuan responden tentang penyebab diabetes melitus, sebagian besar
(60,61%) termasuk kategori baik. Hal ini ada kemungkinan faktor pendidikan
49
menengah atas yang mendukung pengetahuan pasien diabetes melitus dalam
memahami penyebab diabetes melitus.
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar
pasien diabetes melitus mengetahui dengan baik tentang penyebab diabetes
melitus jika dihubungkan dengan pendapat Notoatmodjo (2003) dalam
tingkatan tahu dan memahami yaitu kemampuan menjelaskan dan
menyebutkan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menafsirkan materi tersebut secara benar mengenai penyebab diabetes
melitus antara lain bukan hanya disebabkan oleh faktor keturunan, Diabetes
melitus disebabkan karena faktor makanan/gaya hidup, kegemukan, kurang
berolahraga, dan peningkatan kadar gula di dalam darah (Suyono, 2004).
Demikian jika penderita diabetes melitus yang kurang pengetahuannya
tentang penyebab diabetes melitus, maka ada kemungkinan akan kurang
memperhatikan kesehatannya terutama bagaimana mencegah beberapa
penyebab terjadinya komplikasi diabetes melitus. Ketakutan akan terjadinya
komplikasi akibat diabetes melitus dapat juga memunculkan dorongan untuk
menjaga kesehatannya dengan cara mencari informasi yang berhubungan
dengan penyebab diabetes melitus. Tujuannya adalah untuk menjaga agar
penyakit diabetes melitus yang dideritanya tidak menimbulkan komplikasi.
3. Pengetahuan Pasien Tentang Komplikasi Diabetes Melitus
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada Tabel 5.8 bahwa
pengetahuan responden tentang komplikasi diabetes melitus, sebagian besar
(78, 79%) termasuk kategori baik. Hal ini ada kemungkinan karena faktor
50
pekerjaan dimana sebagian besar pasien diabetes melitus tidak bekerja
sehingga memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengetahui tentang
berbagai komplikasi diabetes melitus.
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar
pasien diabetes melitus mengetahui dengan baik tentang komplikasi diabetes
melitus jika dihubungkan dengan pendapat Notoatmodjo (2003) dalam
tingkatan tahu dan memahami yaitu kemampuan menjelaskan dan
menyebutkan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menafsirkan materi tersebut secara benar mengenai komplikasi diabetes
melitus antara lain akan mengakibatkan kepala merasa pusing, lemas,
gemetar, dan keluar keringat dingin, hilangnya kesadaran, kelelahan yang
parah, dan pandangan kabur, penyakit jantung koroner, dan penyakit
pembuluh darah otak/stroke (Suyono, 2004).
Demikian bagi penderita diabetes melitus yang memiliki pengetahuan
rendah tentang komplikasi diabetes melitus perlu mendapatkan penyuluhan
yang lebih intensif lagi dengan cara mendatangi rumah-rumah mereka
sehingga pengetahuannya menjadi lebih baik yang diharapkan berdampak
pada pembentukan perilaku yang baik dalam mengontrol kadar gulanya.
Secara umum, penderita diabetes melitus akan terdorong ketika diberi suatu
tanggungjawab untuk menjaga kesehatannya sehingga membetuk suatu
perubahan perilaku yang cenderung akan memiliki keinginan untuk menjaga
kesehatan dirinya.
51
4. Pengetahuan Pasien Tentang Pencegahan Diabetes Melitus
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada Tabel 5.9 bahwa
pengetahuan responden tentang pencegahan komplikasi diabetes melitus,
sebagian besar (69,70%) termasuk kategori baik. Hal ini ada kemungkinan
karena faktor pendidikan yang baik sehingga lebih mudah untuk mengetahui
cara mencegah diabetes melitus.
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar
pasien diabetes melitus mengetahui dengan baik tentang pencegahan
komplikasi diabetes melitus jika dihubungkan dengan pendapat Notoatmodjo
(2003) dalam tingkatan tahu dan memahami yaitu kemampuan menjelaskan
dan menyebutkan dan mengaplikasikan secara benar tentang pencegahan
komplikasi diabetes melitus yaitu dengan cara menjaga tekanan darah normal
120/80 mmHg, menjaga kadar kolesterol/kandungan lemak dalam batas
normal, menjaga kadar gula darah dalam batas normal, mempertahankan
berat badan normal, dan mengkonsumsi makanan yang mengandung
karbohidrat sederhana seperti gula, madu, sirup, dan selai (Suyono, 2004).
Menurut Basuki (2004), pencegahan komplikasi diabetes melitus
merupakan salah satu aspek yang penting dalam menangani penyakit diabetes
melitus. Dengan penyuluhan sebagai upaya meningkatkan pengetahuan
penderita diabetes melitus tentang pencegahan komplikasi diabetes tidak
hanya pada penderita, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat.
52
5. Pengetahuan Pasien Tentang Perawatan Diabetes Melitus
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada Tabel 5.10 bahwa
pengetahuan responden tentang perawatan diabetes melitus, sebagian besar
(45,45%) termasuk kategori baik. Hal ini ada kemungkinan karena faktor
pendidikan dan umur sehingga memiliki pengalaman yang baik dalam
merawat diabetes melitus sebagai upaya menghindari komplikasi yang lebih
buruk lagi
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar
pasien diabetes melitus mengetahui dengan baik tentang perawatan diabetes
melitus jika dihubungkan dengan pendapat Notoatmodjo (2003) dalam
tingkatan tahu dan memahami yaitu kemampuan menjelaskan dan
menyebutkan dan mengaplikasikan secara benar mengenai perawatan
diabetes melitus yaitu dengan melakukan kegiatan olah raga bagi penderita
diabetes melitus/penyakit gula darah harus disesuaikan dengan umur dan
kemampuan jasmani, menggunting kuku mengikuti bentuk normal jari kaki,
jangan terlalu dekat dengan kulit, kikir agar tidak tajam, berhenti merokok
setiap harinya, tidak menggunakan pisau untuk menghilangkan kapalan, dan
melakukan senam kaki untuk meningkatkan kekuatan otot betis dan paha
(Suyono, 2004).
Pengetahuan pasien diabetes melitus secara umum, sebagian besar
sudah baik sehingga diharapkan semakin baiknya tingkat pengetahuan
penderita diabetes melitus dapat membentuk perilaku kesehatan yang
mengarah pada upaya mencegah terjadinya komplikasi diabetes melitus
53
sehinggga akan semakin kecil penderita diabetes melitus yang menderita
stroke atau penyakit jantung. Selanjutnya pengetahuan pasien diabetes
melitus yang termasuk kategori kurang baik disebabkan oleh minimnya akses
informasi kesehatan yang ditunjang oleh pendidikan rendah sehingga ada
kemungkinan sulit untuk mendapatkan informasi diabetes melitus dari
berbagai media baik cetak dan elektronik.
Pengetahuan sebagai parameter keadaan sosial sangat menentukan
kesehatan penderita diabetes melitus. Penderita diabetes melitus dapat
terhindar dari berbagai komplikasi akibat diabetes melitus asalkan
pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga perilaku
kesehatan dapat terbentuk (Notoatmodjo, 2003). Jadi untuk menangani
diabetes melitus diperlukan upaya-upaya peningkatan pengetahuan penderita
diabetes melitus secara lebih berkala oleh dokter atau peran dalam
menjalankan perannya sebagai pendidik.
Proses perawatan diabetes melitus yang dapat dilakukan oleh perawat
selama 24 jam dan seringkali berhubungan dengan gaya hidup. Peran perawat
sebagai pendidik memiliki tanggung jawab dalam memberikan pengetahuan
tentang perawatan diabetes melitus karena dengan semakin baik pengetahuan
penderita mengenai perawatan diabetes melitus, makin mengerti perlunya
mengubah perilaku dan mengapa hal itu harus dilakukan. Selain itu, pasien
diabetes melitus sebaiknya harus dapat menjadi dokter bagi dirinya sendiri,
diantaranya dengan mengandalikan obesitas, mengatur diet yang baik, dan
meningkatkan aktivitas fisik.
54
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan penderita diabetes
tentang penyakit yang dideritanya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
A. Simpulan
1. Pengetahuan pasien diabetes melitus, sebagian besar sudah termasuk kategori
baik yaitu telah mengetahui dengan baik tentang pengertian diabetes melitus.
2. Pengetahuan pasien diabetes melitus, sebagian besar sudah termasuk kategori
baik yaitu telah memahami dengan baik tentang penyebab diabetes melitus.
3. Pengetahuan pasien diabetes melitus, sebagian besar sudah termasuk kategori
baik yaitu telah memahami dengan baik tentang komplikasi diabetes melitus.
4. Pengetahuan pasien diabetes melitus, sebagian besar sudah termasuk kategori
baik yaitu telah mengaplikasikan dalam mencegah komplikasi diabetes
melitus.
5. Pengetahuan pasien diabetes melitus, sebagian besar sudah termasuk kategori
baik yaitu telah mengaplikasikan dalam perawatan diabetes melitus.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka beberapa saran dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1. Bagi Ilmu Institusi Pendidikan Keperawatan
55
Kepada pihak pendidikan keperawatan, menjalankan tri dharma perguruan
tinggi dengan menerjunkan mahasiswa keperawatan ke pusat-pusat pelayanan
kesehatan untuk memberika penyuluhan dengan metode kelompok kepada
penderita diabetes melitus khususnya dan anggota keluarga serta masyarakat
umumnya sebagai upaya mencegah meningkatnya penderita diabetes melitus.
2. Bagi Rumah Sakit
Kepada pihak rumah sakit, agar dapat menambah fasilitas dan alat-alat
kesehatan/kedokteran guna memberikan pelayanan optimal kepada pasien
diabetes melitus sebagai upaya mencegah berbagai komplikasi akibat diabetes
melitus.
3. Bagi Klien Diabetes Melitus
Kepada penderita diabetes melitus sebaiknya mengubah gaya hidup meliputi
pola makan, olahraga dan mengkonsumsi obat dengan cara sering membaca
buku-buku atau majalah-majalah yang berhubungan dengan perawatan
diabetes melitus.
4. Bagi Peneliti lainnya
Kepada peneliti lainnya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penderita diabetes melitus
dalam merawat penyakitnya.
Recommended