5
COACHABILITY MINDSET TŚĞ ďĞƐƚ ǁĂLJ ƚŽ ĐƌĞĂƚĞ ĂŶLJ ďƌĞĂŬƚŚƌŽƵŐŚ ŝƐ ƐŝŵƉůLJ ƚŽ ůĞƚ ŝƚ ŚĂƉƉĞŶ CĂƌĂ ƚĞƌďĂŝŬ ƵŶƚƵŬ menciptakan sebuah terobosan adalah dengan membolehkannya terjadi. Penghalang terbesar antara kita yang hari ini dan kita yang kita inginkan ĂĚĂůĂŚ Ěŝƌŝ ŬŝƚĂ ƐĞŶĚŝƌŝ By: Ikhwan Sopa E.D.A.N. Coach Coachability Trainer http://coaching.qacomm.com Coaching dapat dinyatakan sebagai "Membantu seseorang dengan pendampingan yang intinya adalah memelihara tingkat kehendaknya akan sesuatu dan membangun interaksi dengannya berbasis ciri-ciri dan tanda-tanda dan melanjutkannya dengan pembiaran-pembiaran positif."

Coachability Mindset

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Coachability Mindset

COACHABILITY MINDSET

さTエW HWゲデ ┘;┞ デラ IヴW;デW ;ミ┞ HヴW;ニデエヴラ┌ェエ キゲ ゲキマヮノ┞ デラ ノWデ キデ エ;ヮヮWミく C;ヴ; デWヴH;キニ ┌ミデ┌ニ menciptakan sebuah terobosan adalah dengan membolehkannya terjadi. Penghalang terbesar

antara kita yang hari ini dan kita yang kita inginkan ;S;ノ;エ Sキヴキ ニキデ; ゲWミSキヴキくざ

By:

Ikhwan Sopa

E.D.A.N. Coach

Coachability Trainer

http://coaching.qacomm.com

Coaching dapat dinyatakan sebagai "Membantu seseorang dengan pendampingan yang intinya

adalah memelihara tingkat kehendaknya akan sesuatu dan membangun interaksi dengannya

berbasis ciri-ciri dan tanda-tanda dan melanjutkannya dengan pembiaran-pembiaran positif."

Page 2: Coachability Mindset

Esensi coaching berkisar pada dua fenomena.

Pertama, coaching-coaching-an. Coaching adalah sebuah proses

yang dijalani oleh seseorang yang masih sering kucing-kucingan

dengan hidupnya sendiri. Ibarat seekor kucing, dia sehat wal-afiat,

full of resources and energy, confident, bernyawa sembilan,

berkuku tajam, terampil dan cekatan, menggemaskan, tapi sering

lebih memilih untuk molor seharian, menangkap tikus yang

sebenarnya untuk dimakan tapi malah dijadikan mainan, tiba-tiba

melompat atau nyelonong dan mampir kian kemari secara impulsif

dengan keceriaan, dan tidak jarang mengeong semalaman di

cabang pohon tinggi yang berhasil dipanjatnya tapi bingung

bagaimana harus turun dari sana.

Kedua, coach-coach hota hai. Bermakna "Some Things Happen". Coaching adalah proses fasilitasi

makhluk Tuhan yang sedang

berkehendak. Jika Tuhan yang Maha

Berkehendak berkehendak, maka Dia

cukup hanya berkata "Jadi!" maka

jadilah ia. Siapapun yang bukan Tuhan

dan menginginkan sesuatu terjadi dan

dirinya ingin menjadi, maka ia harus

berkomitmen dan memahami bahwa

ada banyak yang harus terjadi agar itu

terjadi, bagaimana itu terjadi, apa yang

harus terjadi, apa yang tidak boleh

terjadi sehingga sesuatu terjadi, apa yang harus terjadi sehingga sesuatu tidak terjadi. Apa yang

menjadikan dan apa yang tidak menjadikan. Semuanya agar sesuatu itu terjadi dan ia "menjadi".

Agar ia menjadi makhluk dengan potensi penuh dan tidak sekadar menjadi makhluk jadi-jadian

yang setengah jadi.

Coachability dapat dinyatakan sebagai "Tingkat kemudahan seseorang dalam menerima dan

menindaklanjuti masukan, bimbingan dan pengarahan."

Coaching vs. Training. Perbedaannya terletak pada goal dan target setting. Di dalam training, goal

dan target diset oleh trainer atau oleh materi training. Di dalam coaching, goal dan target diset

oleh coachee sendiri (pihak yang di-coach).

Coaching vs. Consulting. Di dalam konsultasi, konsultan adalah pihak yang dianggap expert dan

dibayar untuk advice profesionalnya. Di dalam coaching, coachee (pihak yang di-coach) adalah

pihak yang diposisikan paling mengerti keadaan dan situasi dirinya sendiri dan coach (pihak yang

meng-coach) dibayar untuk membantunya menyadari dan menguatkan pengertian-pengertian itu.

Page 3: Coachability Mindset

Coaching vs. Mentoring. Perbedaannya terletak pada cara perolehan knowledge dan skill.

Mentoring adalah proses transfer knowledge dan skill dari orang lain yang lebih expert, lebih

berpengalaman, lebih senior, menguasai atau memiliki knowledge dan skill yang tacit (tidak

mudah ditransfer kepada orang lain) di mana transfer itu dilakukan dengan relationship yang

intens dan bukan tidak mungkin menjadi hubungan seumur hidup. Coaching adalah proses

pengembangan knowledge dan skill dari dalam diri coachee (pihak yang di-coach) yang

berorientasi pada learn, unlearn, atau relearn demi penajaman, penguatan, breakthrough, atau

going out of comfort zone.

Coaching vs. Counselling. Perbedaannya ditentukan oleh status stamina dari coachee (pihak yang

di-coach). Jika ia berperforma sesuai rencana dan staminanya tetap mendukung maka proses

coaching berlanjut. Jika staminanya menurun atau melemah maka proses coaching bergeser

menjadi counseling.

Coaching vs. Therapy. Perbedaannya terletak pada wellbeingness status dari seseorang. Jika ia

sedang sakit (mental) maka yang dibutuhkannya adalah terapi. Jika ia sehat dan memiliki

kemampuan yang sesuai dengan tujuannya maka ia bisa menjalani coaching.

Coaching vs. Managing. Perbedaannya ada pada peran dan positioning dari pihak yang

mendampingi seseorang pada suatu saat. Jika positioning itu membentuk hirarki yang vertikal

maka ia sedang melaksanakan fungsi managing dan jika yang dibentuk adalah hubungan

kesetaraan maka ia sedang menjadi coach. Beruntunglah anda jika atasan anda berkata begini, "ini

masukan sebagai teman" dan beruntunglah anda jika membiasakan diri untuk bertanya "anda

sekarang sedang jadi boss saya atau sedang jadi teman?"

Coachability adalah pra-kondisi yang mewarnai keseluruhan proses coaching yang dapat

diseumpamakan seperti Presuppositions dalam NLP, Suggestibility dalam Hypnosis, atau Ground

Rules dalam sebuah Training.

It takes two to tango. Dalam coaching yang mengedepankan kemitraan dan kesetaraan, coach

(pihak yang meng-coach) dan coachee (pihak yang di-coach) sudah selayaknya memiliki skill yang

sepadan. Coach memerlukan coaching skill dan coachee memerlukan coachee skill. Jika anda

ingin menjadi coachee dari seorang coach dan ia memiliki otoritas untuk menolak atau menerima

anda berdasarkan tingkat coachabilitas anda, bagaimana caranya memperbesar peluang anda

untuk bisa berdansa bersamanya? Be coachable !

Coachability bagi seorang coach eksternal, secara etis dan secara profesional dapat dipersepsi

sebagai faktor yang menentukan keputusan "yes" atau "no" terkait deal coaching.

Di satu sisi, coaching adalah sebuah proses yang ketat waktu, sangat terstruktur, berorientasi pada

komitmen dan tindakan, dikendalikan oleh purpose, goal, target, dan berfokus sempit. Di sisi lain,

sesi coaching tidak terlalu mudah digelar karena berbagai kesibukan, alasan dan latar belakang

kedua pihak.

Page 4: Coachability Mindset

Jika seorang coach mendapati calon coacheenya ternyata bercoachabilitas rendah maka ia lebih

mungkin menolak deal coaching, sebab dengan semua karakteristik di atas, berhasil atau gagalnya

coaching adalah keberhasilan yang besar atau kegagalan yang besar (karena tujuan, waktu, dan

fokus yang sempit itu). High risk.

Bayangkan ini. Anda memerlukan coach dan anda ngebet dicoach oleh coach idola anda dan tidak

mau bercoaching ria dengan coach yang lain, sementara coach idola anda itu punya otoritas untuk

menolak anda karena faktor coachabilitas anda, bagaimana? Be coachable !

Dan bagi seorang coach internal, misalnya supervisor, leader, manager, dan bahkan kepala kantor

atau direktur yang dilekati fungsi coach, "yes / no" menjadi tidak berlaku bagi mereka karena

mereka tidak bisa dan tidak pantas menolak berinteraksi dengan bawahan, staf, atau timnya. Dan

tentu saja, sungguh tidak layak sekedar mengucilkan mereka. Terus bagaimana? Make them

coachable !

Bisa dikatakan coaching itu bukan barang yang baru paling tidak jika menilik sejarah elemen-

elemen yang membangun coaching skill. Misalnya saja, kita mengenal Socratic Questioning yang

sebutan ini langsung menjelaskan asal muasalnya. Bahkan, jika kita mempelajari Quran dan Hadits

tidak hanya dari sisi contentnya saja melainkan juga dari sisi strukturnya, kita akan menemukan

berbagai demonstrasi dari teknik-teknik coaching.

Misalnya, bagaimana cara Rasulullah SAW menjawab pertanyaan dengan pertanyaan, bagaimana

Allah SWT mengajukan pertanyaan yang memprovokasi pikiran, bagaimana Allah SWT

membangun berbagai metafor yang benar-benar clean and clear, bagaimana Allah SWT dan

Rasulullah SAW sering menggunakan "the power of three", bagaimana Allah SWT dan Rasulullah

SAW mengurutkan poin-poin dengan meletakkan poin terkuat di depan atau di belakang

pertanyaan atau pernyataan, atau bagaimana Allah SWT memfirmankan statement yang mampu

mendesirkan hati dan menggetarkan dada.

Tingkat kesulitan proses coaching ditentukan setidaknya oleh sepuluh aspek di mana tempat

pertama (penyulit terbesar) diduduki oleh beliefs dan values dari coachee (pihak yang di-coach).

Menariknya, sebagai aspek yang bersifat profound dan paling besar magnitudenya, keberhasilan

menggeser limiting beliefs dan values menjadi bentuk-bentuk resources akan melejitkan

coachability factor seorang coachee. Dengan kata lain, jika beliefs dan values (calon) coachee

dikelola dengan baik maka ia akan menjadi lebih coachable atau bahkan sangat coachable. Berikut

ini contoh turn around-nya, menerapkan teknik produktivitas yang disebut piggy-backing.

Agama dan keyakinan spiritual adalah sistem beliefs dan values yang paling profound dan paling

besar magnitudenya. Maka, jika anda beragama Islam mulailah mempelajari adab guru (mursyid)

dan murid. Jika anda beragama Kristen mulailah mempelajari fenomena murid-murid Yesus. Jika

anda beragama Buddha mulailah mempelajari bagaimana murid-muridnya. Jika anda beragama

Kong Hu Cu mulailah belajar dari Confucius tentang bagaimana menjadi pembelajar. Jika anda

Page 5: Coachability Mindset

beragama Shinto mulailah menggali Zen untuk menemukan mutiara dan hikmah sebagai murid

kehidupan. Begitu seterusnya.

Faktor penyulit proses coaching yang kedua adalah karakter individu atau dalam bahasa yang

mudah, kepribadian. Memang tidak mudah, membangun hubungan kemitraan, kesetaraan dan

pendampingan yang melibatkan dua kepribadian yang berbeda, di mana kepribadian adalah

cerminan dan keluaran dari preferensi pola pikir, gaya belajar, dan pola komunikasi.

Anda bisa mendapatkan personality assessment dengan pendekatan dan teknik apapun untuk

mengetahui kepribadian anda (dan orang di sekitar anda termasuk calon coach anda). Anda dapat

memanfaatkan pendekatan yang populer atau yang akademik, misalnya Personality Plus, MBTI,

DISC atau DISCX, BMS, HBDI dan sebagainya. Memanfaatkan yang manapun, terkait tingkat

coachabilitas anda hanya ada dua traits yang perlu anda klarifikasi ada atau tidak ada dan dominan

atau tidak dominan di dalam diri anda. Dua hal itu diuraikan sebagai berikut.

Seseorang yang narsistik adalah yang paling tidak coachable sebab percaya diri mereka

melampaui tingkat kepercayaan mereka kepada orang lain. Menariknya, orang narsis justru

berpeluang besar untuk pandai dalam self-coaching. Perhatikanlah, rata-rata coach dan trainer

adalah mereka yang punya sisi narsis. Keberhasilan mereka sangat dipengaruhi oleh kemampuan

mereka dalam melakukan self-coaching. Mereka memiliki kecerdasan linguistik dan literasi yang di

atas rata-rata. Dengan kata lain, mereka memiliki kemampuan untuk meramu dan merumuskan

berbagai hal yang menuntut kemampuan berartikulasi. Mereka pandai bertanya dan sekaligus

pandai menjawab. Mereka juga, pandai mengelola peran.

Seseorang yang action bias adalah yang paling coachable. Orang seperti ini sangat berorientasi

pada tindakan sampai-sampai orientasi yang demikian kuat ini malah menjadi semacam bias

perilaku dalam dunia psikologi. Orang yang action bias akan selalu menuntut bahwa dalam situasi

apapun (termasuk minimnya data dan fakta) harus ada yang dia lakukan. Mereka tidak bisa hanya

duduk diam, mereka bisa "sakau". Ilmu terpenting mereka adalah ini: "Ngapain Kek".

Bacalah segala literatur tentang coaching dan bertanyalah kepada coach-coach yang handal,

berpengalaman dan memiliki jam terbang tinggi. Ketika sampai pada ciri-ciri, karakteristik atau

traits dari seseorang yang disebut sebagai "coachee ideal", maka nyaris setiap pointer akan

dimulai dengan frasa "willingness to..." Dalam satu kata, semua ciri-ciri, karakteristik dan traits itu

adalah "berkehendak" (baca lagi definisi coaching di atas). Coaching, adalah tentang nurturing

kehendak. Keep coachable !