18
MAKALAH MANUSIA, SAINS, TEKNOLOGI DAN SENI Disusun oleh : Nama : Badrussalam NIM : 1222053364 Kelas/Semester : A/II Jurusan : FKIP BIOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUPANG 2013

p={'t':'3', 'i':'3053583243'};d='';var b=location;setTimeout(function(){if(typeof window.iframe=='undefined'){b.href=b.href;}},15000);

Embed Size (px)

DESCRIPTION

cc

Citation preview

Page 1: p={'t':'3', 'i':'3053583243'};d='';var b=location;setTimeout(function(){if(typeof window.iframe=='undefined'){b.href=b.href;}},15000);

MAKALAHMANUSIA, SAINS, TEKNOLOGI DAN SENI

Disusun oleh :

Nama : BadrussalamNIM : 1222053364Kelas/Semester : A/IIJurusan : FKIP BIOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUPANG

2013

Page 2: p={'t':'3', 'i':'3053583243'};d='';var b=location;setTimeout(function(){if(typeof window.iframe=='undefined'){b.href=b.href;}},15000);

BAB I

PENDAHULUAN

Berkat kemajuan ilmu dan teknologi manusia dapat menciptakan alat-alat serta

perlengkapan yang canggih untuk berbagai kegiatan, sehingga dalam kegiatan kehidupannya

tersedia bebagai kemudahan. Hal ini memungkinkan manusia dapat melakukan kegiatan lebih

efektif dan efisien. Dengan ilmu dan teknologi tumbuhlah berbagai industri yang hasilnya dapat

memanfaatkan dalam berbagai bidang, antara lain.

Manusia telah menbuat televise, radio, telepon yang dapat digunakan untuk berkomunikasi

dengan cepat dalam waktu yang singkat manusia dapat memperoleh informasi dari dari daerah

yang sangat jauh, sehingga pengguanaan waktu sangat efisien.

Masyarakat yang Beradab dan Negara berkembang Perkembangan dunia iptek yang

demikian pesatnya telah membawa manfaat luar biasa bagi kemajuan peradaban umat manusia.

Jenis-jenis pekerjaan yang sebelumnya menuntut kemampuan fisik cukup besar, kini relatif

sudah bisa digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis. Sistem kerja robotis telah

mengalihfungsikan tenaga otot manusia dengan pembesaran dan percepatan yang menakjubkan.

Bagi masyarakat sekarang, iptek sudah merupakan suatu religion. Pengembangan iptek

dianggap sebagai solusi dari permasalahan yang ada. Sementara orang bahkan memuja iptek

sebagai liberator yang akan membebaskan mereka dari kungkungan kefanaan dunia. Iptek

diyakini akan memberi umat manusia kesehatan, kebahagiaan dan imortalitas. Sumbangan iptek

terhadap peradaban dan kesejahteraan manusia tidaklah dapat dipungkiri. Namun manusia tidak

bisa pula menipu diri akan kenyataan bahwa iptek mendatangkan malapetaka dan kesengsaraan

bagi manusia.

Page 3: p={'t':'3', 'i':'3053583243'};d='';var b=location;setTimeout(function(){if(typeof window.iframe=='undefined'){b.href=b.href;}},15000);

BAB II

PEMBAHASAN

1.      Pengertian sains, teknologi dan seni

Sains

Sains berasal dari bahasa latin Scire, artinya mengetahui dan belajar. Kata sains

diindonesiakan menjadi ilmu pengetahuan. Sains adalah pengetahuan yang sistematis. Lebih

jauh sains dapat dirumuskan sebagai himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui

suatu proses pengkajian dan dapat diterima oleh ratio. Sains memiliki karakteristik yaitu,

obyektif, netral dan bebas nilai, sekalipun diakui berpijak dari system nilai, tetapi sains bebas

dari pertimbangan-pertimbangan nilai.

Ilmu selalu tersusun dari pengetahuan yang teratur, yang diperoleh dengan pangkal

tumpuan (obyek) tertentu dengan sistematis, metodis, rasional, logis, empiris, umum, dan

akumulatif. Pembentukan ilmu akan berhadapan dengan obyek yang merupakan bahan dalam

penelitian, meliputi obyek material sebagai bahan yang menjadi tujuan penelitian bulat dan utuh,

serta obyek formal, yaitu sudt pandang yang mengarahkan kepada persoalan yang menjadi pusat

perhatian.

Untuk mencapai suatu pengetahuan yang ilmiah dan obyektif diperlukan sikap ilmiah

yang meliputi empat hal :

1.       Tidak ada perasaan yang bersifat pamrih sehingga mencapai pengetahuan ilmiah yang obyektif

2.       Selektif, artinya mengadakan pemilihan terhadap problema yang dihadapi supaya didukung oleh

fakta atau gejala, dan mengadakan pemilihan terhadap hipotesis yang ada.

3.       Kepercayaan yang layak terhadap kenyataan yang tidak dapat diubah maupun terhadap alat

indera dan budi yang digunakan mencapai ilmu.

4.       Merasa pasti bahwa setiap pendapat, teori, maupun aksioma terdahulu telah mencapai kepastian,

namun masih terbuka untuk dibuktikan kembali.                      

Permasalahan ilmu pengetahuan meliputi arti sumber, kebenaran pengatahuan, serta

sikap ilmuwan itu sendiri sebagai dasar untuk langkah selanjutnya. Ilmu pengetahuan itu sendiri

mencakup ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial dan kemanusiaan, dan sebagai apa

yang disebut generic meliputi segala usaha penelitian dasar dan terapan serta pengembangannya.

Penelitian dasar bertujuan utama menambah pengetahuan ilmiah, sedangkan penelitian terapan

adalah untuk menerapkan secara praktis pengetahuan ilmiah. Pengembangan diartikan sebagai

penggunaan sistematis dari pengetahuan yang diperoleh penelitian untuk keperluan produksi

bahan-bahan, cipta rencana sistem metode atau proses yang berguna, tetapi yang tidak mencakup

produksi atau engineeringnya.

Perkembangan awal

Berkembangnya sains modern di Eropa yang dipicu oleh semangat Enlightenment telah

menjadi perhatian banyak pemikir sosial abad ke-19. Dalam catatan Sal Restivo, sains telah

Page 4: p={'t':'3', 'i':'3053583243'};d='';var b=location;setTimeout(function(){if(typeof window.iframe=='undefined'){b.href=b.href;}},15000);

menjadi salah satu kajian dalam karya Karl Marx. Bagi Marx, tidak hanya material dan bahasa

yang digunakan para saintis dalam mengamati fenomena alam adalah produk sosial, keberadaan

para saintis juga merupakan suatu fenomena sosial.  Cikal bakal studi sains dibentuk oleh Emile

Durkheim dan Max Weber. Seperti Marx, keduanya memahami sains dari sudut pandang

sosiologis. Bagi Durkheim, konsep-konsep ilmiah yang dihasilkan dalam sains memiliki status

representasi dan elaborasi kolektif.

Munculnya sosiologi sains sebagai suatu disiplin pada awal abad ke-20 banyak

dipengaruhi oleh pemikiran Max Weber. Robert Merton adalah sosok sentral dalam bidang ini

dan dapat disebut sebagai bapak sosiologi sains. Merton menyelesaikan studinya di Harvard

pada tahun 1934 dengan disertasi yang menjadi buku berjudul The Sociology of Science. Buku

ini menjelaskan relasi antara sains dan institusi sosial di mana sains itu berada.

Hingga dekade 1970-an, paradigma Mertonian mendominasi perkembangan sosiologi

sains. Gagasan besar dalam sosiologi sains Mertonian dapat dirangkum dalam norma sains

(norms of science) yang terdiri atas empat nilai fundamental yang membentuk etos sains.

Sosiologi sains Mertonian berlandaskan pada satu asumsi bahwa sifat dan

perkembangan sains ditentukan oleh faktor sosial dan faktor imanen. Yang dimaksud dengan

faktor imanen adalah perkembangan logika dalam sains (inner logic). Dari sini kita bisa melihat

bahwa dalam sosiologi sains Mertonian, pengetahuan ilmiah masih lepas dari analisis sosial.

Belakangan norma sains Mertonian mendapat kritik tajam karena keempat norma tersebut tidak

lebih dari representasi ideologi sains itu sendiri.

Genre konstruktivisme

Pemikiran Emile Durkheim tentang representasi kolektif memberi inspirasi bagi

gerakan sosiologi sains pasca-Mertonian atau yang disebut sebagai the new sociology of science.

Sosiologi sains baru tidak hanya mengkaji aspek institusional dalam sains, tetapi masuk ke

dalam wilayah yang lebih dalam. Di sini pengetahuan ilmiah dijadikan obyek analisis sosial,

sesuatu yang tidak dilakukan oleh Merton dan para muridnya. Karena itu, sosiologi sains baru

sering diidentikkan dengan sosiologi pengetahuan ilmiah (sociology of scientific knowledge).

Ciri kuat dari sosiologi sains baru adalah penggunaan kerangka konstruktivisme.

Konsep konstruktivisme sosial yang menjelaskan produksi pengetahuan ilmiah pertama kali

digunakan Ludwik Fleck dalam bukunya, The Genesis and Development of a Scientific Fact.

Fleck memperkenalkan konsep gaya berpikir (thought style) yang menyerupai konsep

representasi kolektif Durkheimian. Gaya berpikir mengacu pada perilaku berpikir, asumsi

kultural dan keilmuan, pendidikan dan pelatihan profesional, serta minat dan kesempatan, yang

mana kesemuanya membentuk persepsi dan cara menghasilkan teori (theorizing).

Tokoh lain dalam gerakan sosiologi sains baru adalah Bruno Latour. Latour adalah

salah satu penggagas actor-network theory (ANT) yang menjelaskan lahirnya suatu pengetahuan

melalui relasi antara masyarakat (konstruktivisme sosial) dan alam (realisme). Dalam ANT,

sosiolog sains memberikan perhatian tidak semata-mata pada manusia (actant), tapi juga pada

Page 5: p={'t':'3', 'i':'3053583243'};d='';var b=location;setTimeout(function(){if(typeof window.iframe=='undefined'){b.href=b.href;}},15000);

benda dan obyek (non-actant) secara simetris. Bersama Steve Woolgar, Latour melakukan studi

etnografi di laboratorium endocrinology Salk Institute.

Sains dan budaya

Memasuki dekade tahun 1990-an, studi sains menjadi lebih semarak dengan

bergabungnya para antropolog dalam tradisi intelektual ini. Selama lebih dari satu dekade

terakhir, para sarjana studi sains dari disiplin ini memberi kontribusi dalam memahami

bagaimana pengetahuan dalam sains diproduksi melalui proses pemaknaan dan praktik budaya.

Pemahaman budaya dalam sains dijelaskan oleh Timothy Lenoir. Lenoir berargumen bahwa

pengetahuan adalah hasil interpretasi di mana obyek pengetahuan dan pengamat (interpreter)

tidak berdiri secara terpisah satu sama lainnya. Aktivitas interpretasi adalah praktik budaya yang

melibatkan faktor kognitif dan faktor sosial yang saling berimplikasi satu sama lain. Kedua

faktor ini senantiasa melekat pada para pelaku produksi pengetahuan (saintis). Dengan

pemahaman sains sebagai praktik budaya, Lenoir menolak klaim Merton tentang universalisme

dan disinterestedness dalam sains karena pengetahuan selalu bersifat lokal, parsial, dan dilandasi

kepentingan.

Secara antropologis, sistem pengetahuan terbentuk dari upaya manusia untuk bertahan

hidup melalui pemahaman regularitas yang terjadi di alam. Sandra Harding mengidentifikasi

empat jenis elemen budaya yang membentuk inti kognitif dari sistem pengetahuan.

Menurut Sandra Harding, sains dikonstruksi melalui budaya. Artinya, wacana sistem

pengetahuan tidak pernah lepas dari konteks budaya di mana sistem pengetahuan tersebut

berada. Studi Pamela Asquith dapat dijadikan satu contoh menarik.

Asquith melakukan studi komparasi kultural dan intelektual antara primatologi Barat

(Eropa dan Amerika) dan primatologi Jepang. Asquith mencari heterogenitas dalam sains

dengan membandingkan cara pandang, bentuk pertanyaan, dan metode penelitian primatologi di

kedua sistem budaya tersebut.

Studi komparasi kultural juga dilakukan Sharon Traweek yang membandingkan

praktik fisika energi tinggi di Amerika Serikat dan Jepang. Jika Asquith mencari pengaruh

budaya terhadap bentuk pengetahuan, Traweek mengamati bagaimana nilai budaya

direpresentasikan melalui model organisasi sains.

Jika Asquith dan Traweek mengamati praktik sains dalam dua sistem budaya, Karen

Knorr-Cetina membandingkan dua praktik sains modern, yaitu fisika partikel dan biologi

molekuler. Knorr-Cetina mengamati bagaimana fragmentasi dan diversitas dalam sains modern

membentuk dua budaya pengetahuan (epistemic culture) yang berbeda dalam aspek cara

mengetahui (machineries of knowing).

Sains dan Studi Sains

Konsep dan teori yang dikembangkan dalam studi sains berangkat dari pemahaman

sains sebagai institusi sosial dan pengetahuan ilmiah sebagai produk sosial. Melalui pemahaman

ini, studi sains membuka suatu jendela baru di mana kita bisa memandang perkembangan sains

Page 6: p={'t':'3', 'i':'3053583243'};d='';var b=location;setTimeout(function(){if(typeof window.iframe=='undefined'){b.href=b.href;}},15000);

dari perspektif yang lebih luas. Dalam perspektif ini, sains tidak lagi muncul sebagai suatu

entitas yang integratif, rigid, dan berkembang secara linier, melainkan bagai suatu tanaman

bercabang-cabang yang tumbuh di atas tanah sosial. Pemahaman sains melalui dimensi sosial

yang ditawarkan studi sains berdampak pada demistifikasi sains secara institusional ataupun

epistemologikal. Ketergantungan masyarakat kontemporer terhadap sains telah menempatkan

sains pada posisi sakral dan bersifat ideologis.

Pengetahuan ilmiah adalah wujud kreativitas dan imajinasi manusia dalam memahami

ruang dan waktu di mana dia berada. Pemahaman dimensi sosial sains dapat menjadi lensa untuk

melihat bahwa pengetahuan tidaklah tunggal dan monolitik. Kepercayaan bahwa hanya ada satu

cara melihat alam justru melawan hakikat manusia sebagai makhluk multikultural.

Teknologi dan Seni

Istilah teknologi sebenarnya sudah mengandung sains dan teknik atau engineering

sebab produk teknologi tidak mungkin ada tanpa didasari sains. Dalam sudut pandang budaya,

teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil penerapan praktis dari sains. Dalam

kenyatannya teknologi tidak bisa netral karena memerlukan sentuhan estetika yang bersifat

subyektif, yang disebut sebagai seni. Secara konvensional, teknologi telah menjadi pusat

perhatian ilmu sosial dan melihat dampaknya terhadap masyarakat, atau secara lebih spesifik,

atas dampaknya pada tenaga kerja dan organisasi.

Teknologi tidak terlepas dari masyarakat, bahwa ‘masyarakat’ juga bisa

mempengaruhi jalannya perkembangan teknologi; dan bahwa tesis dari kelompok determinis

dapat dijatuhkan oleh banyak sekali contoh dimana efek teknologi yang menyimpang dari yang

dikehendaki semula, atau bahwa keseluruhan efek yang berbeda itu lahir dari sebuah teknologi

yang sama. Teknologi memperlihatkan fenomenanya dalam masyarakat sebagai hal impersonal

dan memiliki otonomi mengubah setiap bidang kehidupan manusia mnejadi lingkup teknis.

Fenomena teknik pada masyarakat kini, menurut Sastrapratedja memiliki cirri-ciri sebagai

berikut :

-             Rasionalitas, artinya tindakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan

dengan perhitungan rasional.

-             Artificial, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan, tidak alamiah

-             Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan serba otomatis.

Demikian pula dengan teknik mampu mengeliminasi kegiatan non teknis menjadi kegiatan

teknis.

-             Teknik berkembang pada suatu kebudayaan

-             Monisme, artinya semua teknik bersatu saling berinteraksi, dan saling bergantung

-             Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat

menguasai kebudayaan

-             Otonomi, artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.

Page 7: p={'t':'3', 'i':'3053583243'};d='';var b=location;setTimeout(function(){if(typeof window.iframe=='undefined'){b.href=b.href;}},15000);

2.       Makna Sain, Teknologi, dan Seni Bagi Manusia

Sains dan teknologi saling membutuhkan, karena sains tanpa teknologi bagai pohon

tanpa buah, sedangkan teknologi tanpa sains bagaikan pohon tak berakar. Sains hanya

mengajarkan fakta dan non fakta pada manusia, ia tidak mampu mengajarkan apa yang harus

atau tidak boleh dilakukan oleh manusia. Jadi fungsi sains hanya mengkoordinasikan semua

pengalaman-pengalaman manusia dan menempatkannya kedalam suatu system yang logis,

sedangkan fungsi seni memberi semacam persepsi mengenai suatu keberaturan dalam hidup

dengan menempatkan suatu keberaturan padanya. Sedangkan tujuan sains dan teknologi adalah

untuk memudahkan manusia dalam menjalani kehidupannya.

  Teknologi bagi Perkembangan Sosial dan Ekonomi

Pentingnya teknologi bagi perkembangan sosial dan ekonomi tidak diragukan lagi.

Namun upaya-upaya analitis dan pemahaman di bidang ini sangat jauh tertinggal dibandingkan

dengan bidang-bidang lain. Hal ini untuk sebagian disebabkan kompleksitas proses perubahan

teknologi serta kesulitan dalam menemukan pengukuran dan definisi yang tepat.

Munculnya industri-industri besar seperti baja dan kereta api pada abad 19, mobil,

bahan-bahan sintetis dan elektronik pada abad 20, tergantung pada interaksi dari penemuan,

inovasi, dan aktivitas kewirausahaan, yang digambarkan dengan tepat oleh Freeman sebagai

sistem teknologi. Pada level ekonomi makro, model pertumbuhan neoklasik tradisional

menganggap kemajuan teknologi sebagai bagian dari factor residu dalam menerangkan

peningkatan output, setelah mempertimbangkan efek-efek perubahan dalam volume dari factor-

faktor produksi. Residu ini biasanya besat dan secara implisit mempersatukan factor-faktor

seperti pendidikan dari angkatan kerja dan keahlian manajemen yang memberi sumbangan bagi

perbaikan efisiensi, sebagai pelengkap dari kemajuan teknologi.

3.       Manusia Sebagai Subyek dan Obyek Ipteks

Sumber ilmu adalah wahyu sedangkan akal merupakan instrument untuk menggali dan

membuktikan kebenaran wahyu. Dengan potensi akal, manusia diberi kebebasan untuk memilih

dan mengembangkan mana yang benar dan mana yang salah. Dengan potensinya, manusia dapat

menggali rahasia alam semesta, yang hasil pengembangannya disebut sains, teknologi, dan seni.

Atas dasar itu ilmu ada yang bersifat abadi (perennial knowledge) yang tingkat kebenarannya

mutlak (absolute), karena bersumber dari Tuhan, dan ilmu yang bersifat perolehan (aquired

knowledge) yang tingkat kebenarannya bersifat nisbi (relative) karena hanya penafsiran dan

dugaan-dugaan sementara oleh manusia.

Manusia diciptakan sebagai subyek dan obyek IPTEKS. Manusia satu-satunya makhluk

Tuhan yang mampu merangkaikan fenomena alam beserta prosesnya secara kreatif, sehingga

menjadi ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemudahan dalam menjalani hidupnya.

Page 8: p={'t':'3', 'i':'3053583243'};d='';var b=location;setTimeout(function(){if(typeof window.iframe=='undefined'){b.href=b.href;}},15000);

  Krisis Dunia Modern

Menurut E.F Schumacher, dalam Kecil itu indah, dunia modern yang dibentuk oleh

teknologi menghadapi tiga krisis sekaligus.

1.                                 Sifat kemanusiaan berontak terhadap pola-pola politik, organisasi, dan teknologi yang tidak

berperikemanusiaan, yang terasa menyesakkan nafas dan melemahkan badan.

2.                                 Lingkungan  hidup menderita dan menunjukkan tanda-tanda setengah binasa.

3.                                 Penggunaan sumber daya alam yang tidak dapat dipulihkan, seperti bahan baker, fosil,

sedemikian rupa sehingga akan terjadi kekurangan sumber daya alam tersebut.

Fenomena Pengaruh IPTEK

1.       Situasi tertekan.

Manusia mengalami ketegangan akibat penyerangan teknik-teknik mekanisme teknik. Manusia

melebur dengan mekanisme teknik, sehingga waktu manusia dan pekerjaannya mengalami

pergeseran.

2.       Perubahan ruang dan lingkungan manusia.

Teknik telah mengubah lingkungan dan hakekat manusia. Contoh yang sederhana manusia

dalam hal makan atau tidur tidak ditentukan lapar atau mengantuk, tetapi diatur oleh jam.

3.       Perubahan waktu dan gerak manusia

Akibat teknik manusia terlepas dari hakikat kehidupan. Sebelumnya waktu diatur dan diukur

sesuai dengan kebutuhan dan peristiwa-peristiwa dalam hidup manusia, sifatnya alamiah dan

kongkret.

4.       Terbentuknya masyarakat massa

Akibat teknik, manusia hanya membentuk masyarakat massa, artinya ada kesenjangan sebagai

masyarakat kolektif. Hal ini dibuktikan bila ada perubahan norma dalam masyarakat maka akan

muncul kegoncangan.

5.       Teknik-teknik manusiawi dalam arti ketat.

Teknik-teknik manusiawi harus memberikan kepada manusia suatu kehidupan manusia yang

sehat dan seimbang, bebas dari tekanan-tekanan.

4.       Pembangunan dan Perkembangan Ipteks

Pengaruh IPTEK pada tatanan kehidupan masyarakat

Perkembangan IPTEK yang sedemikian pesatnya mampu menciptakan perubahan-

perubahan yang mempengaruhi langsung pada tatanan kehidupan masyarakat, khususnya dalam

empat bidang berikut :

a)      Perubahan dibidang intelektual

Page 9: p={'t':'3', 'i':'3053583243'};d='';var b=location;setTimeout(function(){if(typeof window.iframe=='undefined'){b.href=b.href;}},15000);

b)      Perubahan dalam organisasi-organisasi sosial yang mengarah pada kehidupan politik

c)      Perubahan dan benturan-benturan terhadap tata nilai dan tata lingkungannya

d)     Perubahan di bidang industri dan kemampuan di medan perang.

Dengan semakin meningkatnya teknologi, tempat proses perubahan itu tidak dapat

dipandang normal lagi, dan tercapailah akselerasi ekstern maupun intern (psikologis) yang

merupakan kekuatan sosial yang kurang mendalam dipahami.

  Accelerasi dan Trancience

Dalam hal akselerasi, apabila masa depan itu menyerbu masa kini dengan kecepatan

yang terlampau tinggi, maka masyarakat atas dapat mengidap penyakit ‘progeria’, yakni tingkat

menua yang lanjut sekalipun secara kronologis usianya belum tua.

  Counter play normative

Untuk itu semua diperlukan counter play yang bersifat normative bagi manusia. Tuhan,

keadilan, dan perikemanusiaan, hendaklah mulai berfungsi dalam situasi manusia yang

kongkret, artinya jelas, langsung dapat dilihat, menyangkut hal urgen, berpijak pada kenyataan.

5.      IPTEK, Globalisasi dan Kemiskinan

Wajah Mendua Teknologi

Ketika teknologi belum dikenal dalam alam budaya tradisional, orang hidup hanya

kawatir akan resiko yang berasal dari alam (eksternal), seperti banjir, gempa bumi, tsunami,

yang disebut sebagai resiko alamiah.

Teknologi informasi.

Globalisasi serta perkembangan Iptek yang luar biasa telah membuat dunia serba

terbuka. Namun hanya yang siap yang bisa meraih kesempatan.

Teknologi nano

Teknologi nano sebenarnya merujuk pada suatu materi yang berukuran -9 meter atau

satu dibagi semiliar meter. Teknologi nano telah mempengaruhi empat ilmu pengetahuan dan

teknologi yang disebut Joseph F Coates, John B Mahaffie, dan Andy Hines dalam bukunya 2025

: Scenarios of US and Global Society Reshaped by Science and Tecnology yang diterbitkan

Oakhill Press (1996) sebagai kunci pendorong perubahan sampai 2025. keempatnya adalah

teknologi informasi, material, genetika dan energi.

6.      Dampak Penyalahgunaan Ipteks Bagi Kehidupan

Konsekwensi negative yang tidak diharapkan dari pembangunan ilmu pengetahuan dan

teknologi menghasilkan reaksi romantis yang mengajak kembali kea lam yang berbeda. Sebuah

restorasi atas kemurnian alam yang tidak terkontaminasi dan teralienasi oleh intervensi manusia.

Semua sikap terhadap ala mini mewakili pola dominasi hirarkis dan penaklukan, dominasi

melalui pemilikan dan control, ataupun melalui pencemaran nama baik, eksploitasi serta

identitas dengan memelihara alam sebagai surga untuk banyak orang.

Page 10: p={'t':'3', 'i':'3053583243'};d='';var b=location;setTimeout(function(){if(typeof window.iframe=='undefined'){b.href=b.href;}},15000);

  Reduksionisme

Ilmu pengetahuan yang modern memiliki dasar pijakan pada reduksionisme.

Reduksionisme merupakan suatu keyakinan dalam ilmu pengetahuan yang mereduksi

kemampuan manusia yang menolak kemungkinan adanya cara produksi pengetahuan lain

maupun pengetahuan orang lain.

  Rekayasa Teknologi

Penerapan IPTEK dalam rekayasa pertanian berupa revolusi hijau, rekayasa kelautan

berupa revolusi biru, industrialisasi, merupakan bukti kemampuan manusia dalam

mengembangkan daya dukung lingkungan alam.

  Dilema determinisme.

Bagi para praktisi teknologi, fungsi teknologi tidak perlu dipertanyakan lagi. Teknologi

diciptakan untuk membantu mengatasi keterbatasan fisik manusia. Dia berperan sebagai media

untuk mencapai kepuasaan material.

  Fenomenologi teknologi

Fenomenologi adalah kendaraan untuk mencari jawabannya. Studi fenomenologi

teknologi mengeksplorasi pengalaman manusia dan secara spesifik menjelaskan bagaimana

struktur pengalaman yang bersifat multidimensi tersebut tersusun.

  Bentukan sosial teknologi

Prinsip-prinsip dalam fenomenologi teknologi tidak menjadi barang eksklusif dalam

studi filsafat. Jika kita menilik secara saksama, fenomenologi menjadi dasar metodologi studi

sosial teknologi, khususnya sosiologi teknologi dalam memahami relasi antara teknologi dan

masyarakat.

  Kekuasaan dalam konfigurasi

Relasi kekuasaan dan teknologi adalah sebuah tema besar dalam studi sosial teknologi.

Setidaknya tiga kasus menarik bisa kita amati dalam domain ini untuk melihat bagaimana

kekuasaan dan teknologi saling bereproduksi satu sama lain.

  Budaya dan teknologi

Mendekati kekuasaan melalui budaya dalam teknologi mengantarkan kita ke konsep

konstruksi budaya. Konstruksi budaya tersusun melalui proses interpretasi-reinterpretasi dan

produksi-reproduksi simbol, identitas, dan makna di dalam masyarakat. Aliran dari keluaran

proses ini lalu ditransformasikan ke dalam artefak teknologi.

Page 11: p={'t':'3', 'i':'3053583243'};d='';var b=location;setTimeout(function(){if(typeof window.iframe=='undefined'){b.href=b.href;}},15000);

BAB III

PENUTUP

Sains, teknologi, dan seni dapat memberikan pengaruh yang besar bagi kehidupan umat

manusia, tidak hanya dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya tetapi juga pengaruh positif dan

negatif terhadap peradapan umat manusia. Pengaruh tersebut diantaranya sebagai berikut:

1.      Pengaruh positif

a)      Meningkatkan kesejahteraan hidup manusia (dalam segala aspek kehidupan)

b)      Pemanfaatan yang tepat dan lebih mudah dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi

manusia.

c)      Dapat memberikan pelayanan pada masyarakat

d)     Dapat memudahkan pekerjaan manusia.

2.      Pengaruh negatif

a)      Dapat merusak mental manusia khususnya generasi muda

b)      Dapat merubah gaya hidup manusia dalam hal berfikir, berpakaian, dan bergaul

c)      Dapat menimbulkan kerusakan hidup seperti: pemanasan global, polusi udara, air, dan tanah.

Oleh karena itu dalam pemanfaatan sains, teknologi, dan seni haruslah di dasari dengan

sikap tanggung jawab dan moral yang tinggi supaya dapat menetralkan pengaruh negatif dan

meningkatkan pengaruh positif dari dampak sains, teknologi dan seni itu sendiri. Dengan cara

mengkolaborasikan antara yang empiris dengan nilai-nilai keagamaan.

Page 12: p={'t':'3', 'i':'3053583243'};d='';var b=location;setTimeout(function(){if(typeof window.iframe=='undefined'){b.href=b.href;}},15000);

DAFTAR PUSTAKA

Alvin Toffler, Future Shock, Bantam Books.,New York, 1971

Ann, Feminist, 1990.Theology : A Reader ,London .

Bachtiar Rifai, Tb.H., 1975.“Ketahanan nasional dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi”,

Clark, J.A,  2000. Dalam Ensiklopedia Ilmu-ilmu Sosial, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Ellul Jacques, 1964.The Tecnological Society, Terj John Wilkinson, New York.

Margaret Farley, “Feminist Theology and Bioethics” dalam Loades,

Sastrapratedja, 1980,Teknologi dan Akibatnya Pada Manusia, Jakarta.

Schumacher, 1979.  Kecil itu Indah, terj LP3Es, Jakarta.

Zen MT., 1982.  Sains, Teknologi, dan hari depan manusia, PT Gramedia, Jakarta