69
DAFTAR ISI Kata Pengantar i Daftar Isi 1 BAB I Pendahuluan 2 BAB II Anatomi dan Fisiologi 3 BAB III Central Sleep Apnea 16 BAB IV Obstructive Sleep Apnea 24 BAB V Kesimpulan 47 1

122374652 Referat Sleep Apnea

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat sleep apnea

Citation preview

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi 1

BAB I

Pendahuluan 2

BAB II

Anatomi dan Fisiologi 3

BAB III

Central Sleep Apnea 16

BAB IV

Obstructive Sleep Apnea 24

BAB V

Kesimpulan 47

Daftar pustaka 48

1

BAB I

PENDAHULUAN

Tidur merupakan keadaan reversibel yang bermanifestasi berupa penurunan

kesadaran juga reaksi terhadap stimulus eksternal. Manusia dewasa memerlukan tidur

rata-rata 6-8 jam/hari. Tidur dapat terbagi atas 2 fase yaitu NREM (non rapid eye

movement) sleep yang mengisi 75-80% fase tidur dan terbagi atas 4 stage, serta REM

(rapid eye movement) sleep mengisi 20-25% dari fase tidur dan terbagi atas 2 stage.

Pada dewasa normal kedua fase ini muncul dalam siklus yang semireguler yang

berlangsung sekitar 90-120 menut dan muncul sebanyak 3-4 kali setiap malam. 1

gangguan tidur sering terjadi pada fase REM.2

Salah satu dari bentuk gangguan tidur yang paling sering ditemukan adalah sleep

apnea (henti nafas saat tidur) dan gejala yang paling sering timbul yaitu mendengkur. 3

mendengkur merupakan masalah sosial yang mengganggu pasangan tidur, menyebabkan

terganggunya pergaulan, menurunnya produktivitas, peningkatan resiko kecelakaan lalu

lintas dan peningkatan biaya kesehatan pada penderita OSA. Pendengkur berat lebih

mudah menderita hipertensi, sroke dan penyakit jantung dibandingkan orang yang tidak

mendengkur dengan umur dan berat badan yang sama. 3 OSA juga menunjukkan

hubungan dengan kemampuan neurokognitif, khususnya atensi, memori, dan fungsi

eksekutif.4

Central sleep apnea jarang terjadi dan insidensinya kurang dari 10% dari pasien.

Prevalensi dari central sleep apnea kurang dari 1% dari populasi. Sekitar 25-40% pasien

dengan gagal jantung dan 10% pasien dengan riwayat stroke. 6

2

Mendengkur dan OSA umumnya terjadi pada orang dewasa, terutama pria, usia

pertengahan, dan obesitas. Sekitar 50 juta orang Amerika tidur mendengkur, dan 20 juta

orang Amerika menderita sleep apnea syndrome. Hal ini berhubungan terhadap

peningkatan keluhan dari pasangan dan yang lebih penting membawa peningkatan

resiko penyakit kardiovaskular dan kematian dini. 3 Tahun 1993 penelitian OSA

membuktikan sekitar 4% dialami oleh pria dan 2% wanita usia 30 sampai 60 tahun.

Angka ini meningkat seiring dengan peningkatan insidensi obesitas. 4

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik

sekaligus mengetahui definisi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, komplikasi dan

terapi dari obstruktive sleep apnea. Karena pada masyarakat sering ditemukan kasus ini,

oleh karena itu penyusunan referat ini bertujuan agar penyusun lebih memahami

mengenai obstructive sleep apnea.

3

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI

II.1 Anatomi

II.1.1 Lokasi dan Deskripsi

Faring terletak di belakang cavum nasi, mulut dan laring. Bentuknya mirip

corong dengan bagian atasnya yang lebar terletak dibawah cranium dan bagian

bawahnya yang sempit dilanjutkan sebagai oesophagus setinggi vertebra cervicalis

enam. Faring mempunyai dinding musculomembranosa yang tidak sempurna di bagian

depan. Disini, jaringan musculomembranosa diganti oleh aperture nasalis posterior,

isthmus faucium (muara ke dalam rongga mulut), dan aditus larynges. 20

Gambar 2.1 Pharynx.⁴

II.1.2 Histologi Faring

Faring merupakan suatu ruang pipih depan belakang yang dilalui dengan baik

oleh udara maupun makanan. Dapat dibagi menjadi nasofaring, terletak di bawah dasar

4

tengkorak, belakang nares posterior dan di atas palatum molle; orofaring, di belakang

rongga mulut dan permukaan belakang lidah, dan laringofaring, belakang laring.

Dinding bagian samping dan belakang terdiri dari otot, karenanya ruangan dapat

melebar (dilatasi) atau menutup bila otot berkontraksi. Nasofaring tidak dapat tertutup

sama sekali walaupun ukurannya dapat berubah-ubah. Melalui aposisi palatum mole dan

dinding belakang faring, nasofaring dapat dipisahkan secara sempurna dari orofaring,

gerakan ini terjadi sewaktu menelan, sehingga dalam keadaan normal tidak mungkin

bahan makanan masuk ke dalam nasofaring.

Epitel yang membatasi nasofaring dapat merupakan epitel bertingkat silindris

bersilia atau epitel berlapis gepeng yang terdapat pada daerah yang mengalami

pergesekan yaitu tepi belakang palatum mole dan dinding belakang faring tempat kedua

permukaan tersebut mengalami kontak langsung sewaktu menelan. Daerah-daerah

lainnya mempunyai jenis epitel seperti saluran napas disertai dengan sel goblet. Lamina

propria di daerah ini mengandung banyak jaringan elastin, terutama di bagian luar yang

berhubungan dengan otot rangka di faring. Suatu submukosa hanya terdapat di bagian

lateral nasofaring. Di dalam lamina propria terdapat kelenjar, terutama kelenjar mukosa.

Namun dapat pula dijumpai kelenjar serosa dan kelenjar campuran. Jaringan

limfatik banyak dijumpai di seluruh bagian faring dan folikel-folikel limfatik yang

sebenarnya terdapat di bagian belakang nasofaring (adenoid atau tonsila faringea), di

bagian lateral pada masing-masing sisi tempat peralihan rongga mulut dan orofaring

(tonsila palatina) dan pada akar lidah (tonsila lingua). Kumpulan jaringan limfoid di

sebelah lateral bagian nasofaring di sekitar muara saluran faringotimpani (Eustachii)

seringkali cukup besar hingga mendapat sebutan “tonsila tuba”.

5

II.1.3 Otot-otot Faring

Otot-otot pharynx terdiri atas muskulus constrictor pharyngis superior, medius

dan inferior, yang serabut-serabutnya berjalan hampir melingkar, dan muskulus

stylopharyngeus serta muskulus salphingopharyngeus yang serabut-serabutnya berjalan

dengan arah hampir longitudinal.

Kontraksi otot-otot konstrictor secara berturut-turut mendorong bolus ke bawah

masuk dalam oesophagus. Serabut-serabut paling bawah muskulus constrictor pharyngis

inferior kadang-kadang disebut muskulus cricopharyngeus. Otot ini diyakini melakukan

efek sphincter pada ujung bawah faring, yang mencegah masuknya udara ke dalam

oesophagus selama gerakan menelan.

Gambar 2.2 Otot-otot pharynx (tampak lateral).⁸

6

Gambar 2.3 Otot-otot pharynx (tampak belakang).⁶

II.1.4 Struktur dalam Faring

Untuk keperluan klinis faring dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu nasofaring,

orofaring, dan laringofaring atau hipofaring. Sepertiga bagian atas atau nasofaring

adalah bagian pernapasan dari faring dan tidak dapat bergerak, kecuali palatum mole

bagian bawah. Bagian tengah faring, disebut orofaring, meluas dari batas bawah

palatum mole sampai permukaan lingual epiglottis. Pada bagian ini termasuk tonsila

palatine dengan arkusnya dan tonsila lingualis yang terletak pada dasar lidah. Bagian

bawah faring dikenal dengan laringofaring atau hipofaring, menunjukan daerah jalan

napas bagian atas yang terpisah dari saluran pencernaan bagian atas. 21

7

II.1.4.1 Nasofaring

Nasofaring terletak di belakang rongga hidung, di atas palatm molle. Bila

palatum molle diangkat dan dinding posterior faring ditarik ke depan, seperti waktu

menelan, maka nasofaring tertutup dari orofaring. Nasofaring mempunyai atap, dasar,

dinding anterior, dinding posterior, dan dinding lateral.

Atap nasofaring dibentuk oleh corpus ossis sphenoidalis dan pars basilaris ossis

occipitalis. Kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsila pharyngealis, terdapat di

dalam submmucosa daerah ini. Dasar nasofaring dibentuk oleh permukaan atas palatum

molle yang miring. Isthmus pharyngeus adalah lubang di dasar nasopharynx di antara

pinggir bebas palatum molle dan dinding posterior faring. Selama menelan, hubungan

antara naso dan orofaring tertutup oleh naiknya palatum molle dan tertariknya dinding

posterior faring ke depan. Dinding anterior nasopharynx dibentuk oleh apertura nasalis

posterior, dipisahkan oleh pinggir posterior septum. Dinding posterior membentuk

permukaan miring yang berhubungan dengan atap. Dinding ini ditunjang oleh arcus

anterior atlantis.

Dinding lateral pada tiap-tiap sisi mempunyai muara tuba auditiva ke pharynx.

Pinggir posterior tuba membentuk elevasi yang disebut elevasi tuba. Muskulus

salphingopharyngeus yang melekat pada pinggir bawah tuba, membentuk lipatan

vertical pada membranca mucosa yang disebut plica salphingopharyngeus.

Recessus pharyngeus adalah lekukan kecil pada dinding lateral di belakang elevasi tuba.

Kumpulan jaringan limfoid di dalam submucosa di belakang muara tuba auditiva

disebut tonsila tubaria.

8

II.1.4.2 Orofaring

Orofaring terletak di belakang cavum oris dan terbentang dari palatum molle

sampai ke pinggir atas epiglotis. Orofaring mempunyai atap, dasar, dinding anterior,

dinding posterior, dan dinding lateral.

Atap orofaring dibentuk oleh permukaan bawah palatum molle dan isthmus

pharyngeus. Kumpulan kecil jaringan limfoid terdapat di dalam submucosa permukaan

bawah palatum molle.

Dasar orofaring dibentuk oleh sepertiga posterior lidah (yang hampir vertical)

dan celah antara lidah dan permukaan anterior epiglottis. Membrana mucosa yang

meliputi sepertiga posterior lidah berbentuk irregular, yang disebabkan oleh adanya

jaringan limfoid di bawahnya, disebut tonsila linguae. Membrana mucosa melipat dari

lidah menuju epiglottis. Pada garis tengah terdapat elevasi, yang disebut plica

glossoepiglottica mediana, dan dua plica glossoepiglottica lateralis. Lekukan kanan dan

kiri plica glossoepiglottica mediana disebut vallecula.

Dinding anterior terbuka ke dalam rongga mulut melalui isthmus orofaring

(isthmus faucium). Di bawah isthmus ini terdapat pars pharyngeus linguae. Dinding

posterior orofaring disokong oleh corpus vertebra cervicalis kedua dan bagian atas

corpus vertebra cervicalis ketiga.

Pada kedua sisi dinding lateral terdapat arkus palatoglossus dan arcus

palatopharyngeus dengan tonsila palatina di antaranya. Arkus palatoglossus adalah

lipatan membrane mucosa yang menutupi muskulus palatoglossus yang terdapat di

bawahnya. Celah di antara kedua arkus palatoglossus merupakan batas antara rongga

mulut dan orofaring dan disebut isthmus faucium.

9

Arkus palatopharyngeus adalah lipatan membrane mucosa pada dinding lateral

orofaring, di belakang arcus palatoglossus. Lipatan ini muskulus palatopharyngeus yang

ada di bawahnya.

Fossa tonsilaris adalah sebuah recessus berbentuk segitiga pada dinding lateral

orofaring di antara arkus palatoglossus di depan dan arkus palatopharyngeus di

belakang. Fossa ini ditempati oleh tonsila palatina.

Tonsila palatina merupakan dua massa jaringan limfoid yang terletak pada

dinding lateral orofaring di dalam fossa tonsilaris. Setiap tonsil diliputi oleh membrane

mucosa, dan permukaan medialnya yang bebas menonjol ke dalam faring. Pada

permukaannya terdapat banyak lubang kecil, yang membentuk kripta tonsilaris.

Permukaan lateral tonsila palatina ini diliputi oleh selapis jaringan fibrosa yang disebut

kapsula.

Tonsila mencapai ukuran terbesarnya pada masa anak-anak, tetapi sesudah

pubertas akan mengecil dengan jelas.

Batas anterior dari tonsila palatina adalah arcus palatoglossus. Di posterior

terdapat arkus palatopharyngeus. Pada superior terdapat palatum molle, disini tonsila

palatina dilanjutkan oleh jaringan limfoid di permukaan bawah palatum molle. Di

inferior dari tonsila palatina terdapat sepertiga posterior lidah. Di sebelah medial dari

tonsila palatina terdapat orofaring. Dan batas lateral tonsila palatine adalah kapsula

yang dipisahkan dari muskulus konstrictor pharyngis superior oleh jaringan alveolar

jarang.

Pendarahan arteri yang mendarahi tonsila adalah arteri tonsilaris, sebuah cabang

dari arteri facialis. Sedangkan aliran vena-vena menembus muskulus constrictor

10

pharyngis superior dan bergabung dengan vena palatine externa, vena pharyngealis, atau

vena facialis. Pada aliran limfe, pembuluh-pembuluh limfe bergabung dengan nodi

lymphoidei profundi. Nodus yang terpenting dari kelompok ini adalah nodus nodus

jugulodigastricus, yang terletak di bawah dan belakang angulus mandibulae.

II.1.4.3 Laringofaring

Laringofaring terletak di belakang aditus larynges dan permukaan posterior

laring, dan terbentang dari pinggir atas epiglottis sampai dengan pinggir bawah

cartilago cricoidea. Laringofaring mempunyai dinding anterior, posterior, dan lateral.

Dinding anterior laringofaring dibentuk oleh aditus laryngis dan membrane mucosa

yang meliputi permukaan posterior laring. Dan dinding posterior laringofaring disokong

oleh corpus vertebra cervicalis ketiga, keempat, kelima, dan keenam. Sedangkan

dinding lateral laringofaring disokong oleh cartilage thyroidea dan membrane thyroidea.

Sebuah alur kecil tetapi penting pada membrane, disebut fossa piriformis, terletak di

kanan dan kiri aditus laryngis. Fossa ini berjalan miring ke bawah dan belakang dari

dorsum linguae menuju oesophagus. Fossa piriformis dibatasi di medial oleh plica

aryepiglottica dan di lateral oleh lamina cartilago thyroidea dan membrane thyroidea.

11

Gambar 2.4 Nasofaring, orofaring dan hipofaring.⁵

II.1.5 Persarafan faring

Terdiri dari persarafan motorik dan sensorik. Persarafan motorik berasal dari

pars cranialis nervus accessories, yang berjalan melalui cabang nervus vagus menuju ke

plexus pharyngeus, dan mempersarafi semua otot faring, kecuali muskulus

stylopharyngeus yang dipersarafi oleh nervus glossopharyngeus.

Persarafan sensorik membrane mucosa nasofaring terutama berasal dari nervus

maxillaries. Membrana mucosa orofaring terutama dipersarafi oleh nervus

glossopharyngeus. Membrana mucosa di sekitar aditus laryngeus dipersarafi oleh nervus

ramus laryngeus internus nervus vagus.20

12

Gambar 2.5 Persarafan faring.⁴

II.1.6 Pendarahan faring

Suplai arteri faring berasal dari cabang-cabang arteri pharyngea ascendens, arteri

palatine ascendens, arteri facialis, arteri maxillaries, dan arteri lingualis.

Sedangkan aliran vena bermuara ke plexus venosus pharyngeus, yang kemudian

bermuara ke vena jugularis interna.20

13

Gambar 2.6 Arteries of pharyngeal regions.⁷

II.1.7 Aliran Limfatik Faring

Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran yakni superior,media dan

inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan

kelenjar getah bening servikalis profunda superior. Saluran limfa media mengalirkan ke

kelenjar getah bening jugulo-digastrik dan kelenjar servikalis profunda superior,

sedangkan saluran limfa inferior mengalirkan ke kelenjar getah bening servikalis

profunda inferior.20

II.2 FISIOLOGI FARING

14

Fungsi faring yang utama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi

suara dan untuk artikulasi.

II.2.1 Proses Pernafasan

Faring adalah bagian dari sistem pencernaan dan juga bagian dari sistem

pernafasan. Hal ini merupakan jalan dari udara dan makanan. Udara masuk ke dalam

rongga mulut atau hidung melalui faring dan masuk ke dalam laring. Nasofaring terletak

di bagian posterior rongga hidung yang menghubungkannya melalui nares posterior.

Udara masuk ke bagian faring ini turun melewati dasar dari faring dan selanjutnya

memasuki laring. Kontrol membukanya faring, dengan pengecualian dari esofagus dan

membukanya tuba auditiva, semua pasase pembuka masuk ke dalam faring dapat ditutup

secara volunter. Kontrol ini sangat penting dalam pernafasan dan waktu makan, selama

membukanya saluran nafas maka jalannya pencernaan harus ditutup sewaktu makan dan

menelan atau makanan akan masuk ke dalam laring dan rongga hidung posterior.

Gambar 2.7 Sistem Respirasi pada Man

BAB III

15

CENTRAL SLEEP APNEA

III.1. Definisi

Central sleep apnea adalah terjadinya henti napas yang terjadi saat tidur yang

timbul karena otak tidak mengirim sinyal yang sesuai ke otot untuk mengatur

pernapasan.7

III.2. Etiologi

Central sleep apnea timbul saat otak gagal untuk mengirim sinyal ke pusat

pernapasan. Kelainan ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan yang menyebabkan

kelainan pada batang otak.7 Adapun beberapa penyabab central sleep apnea diantaranya:

Idiopatik

Penapasan Cheyne-Stokes. Biasanya berhubungan dengan gagal jantung

kongestif atau stroke dan ditandai dengan peningkatan serta penurunan usaha

dalam bernafas dan aliran udara.

Kondisi medis lain. seperti gagal jantung kongestif, gagal ginjal, Parkinson, dan

stroke yang menyebabkan terganggunya pusat pernapasan.

Obat-obat yang memicu apnoe. Beberapa obat seperti opioid (contoh:

morfin,kodein) yang berakibat ritme napas menjadi ireguler sampai terjadinya

henti napas.

Lingkungan. Khususnya dataran tinggi (lebih dari 4.500 meter diatas permukaan

laut) mengakibatkan perubahan pola pernapasan akibat kadar oksigen yang

menurun menyebabkan hiperventilasi.

16

III.3. Patogenesis

Saat tidur, terjadi peningkatan tekanan CO 2 di arteri (PaCO2) dan peningkatan

ambang apnoe yang mengakibatkan rentan terjadinya penurunan PaCO 2. Jika terjadi

penurunan PaCO2 pada saat pertengahan fase tidur dan sadar, pada keadaan ini sering

menimbulkan gejala henti nafas.

Patofisiologi dari central sleep apnea terbagi atas dua macam:

1) Ketidakstabilan pada ventilasi

Hal ini dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu kemoreseptor yang mengatur respon dari

ventilasi dan akibat dari kelainan tersebut. Sehingga jika terjadi penurunan

tekanan PaCO2 maka akan terjadi hipopnoe kemudian kemoreseptor di pusat

pernapasan akan meningkat sehingga akan merangsang pusat pernapasan yang

menyebabkan terjadinya hiperventilasi/hiperkapnea sebagai kompensasi dari

keadaan ini. Jika terjadi periode henti napas kurang dari satu kali, kompensasi

pernapasan dengan hiperkapnea akan terjadi yang selanjutnya diikuti dengan pola

pernapasan yang kembali normal. Jika terjadi periode henti napas lebih dari satu

kali akan terjadi keadaan hiperkapnea yang menetap tanpa diikuti periode

normal.

17

Gambar 3.1 Penurunan PaCO2 mencapai ambang terjadi keadaan hiperkapnea

2) Depresi pusat pernapasan

Pada pasien dengan kelainan sistem saraf pusat seperti meningitis atau

stoke hemoragik dapat menimbulkan pola pernapasan ataksik atau dikenal

sebagai pernapasan Biot akibat dari gangguan pada pusat pernapasan. Pernapasan

Biot yaitu tipe pernapasan dengan ritme ireguler.

Gambar 3.2 polisomnogram menggambarkan central sleep apnea dan pernapasan

Biot pada pasien yang mengkonsumsi morfin dalam jangka waktu yang lama.

Pola pernapasan Biot tampak ireguler tidak periodik.

Mekanisme central sleep apnea dapat berhubungan dimana pada pasien

dengan central sleep apnea dapat terjadi fase obstruktif. Studi menyebutkan

bahwa penyempitan dari hipofaring dapat terjadi pada keadaan central apnoe.

Inspirasi normal dapat terjadi jika diafragma mendatar dan kontraksi otot saluran

napas atas sehingga faring berdilatasi agar jalan napas tetap terbuka. Namun pada

central sleep apnea terjadi jika otot faring otot-otot faring tidak tereksitasi

sehingga jalan napas menyempit.6

18

III.4. Manifestasi Klinis

Keluhan yang sering timbul pada pasien central sleep apnea diantaranya: 7

Episode henti napas atau pola pernapasan abnormal saat tidur

Terbangun malam akibat bradipnoe

Bradipnoe yang membaik dengan duduk

Insomnia

Hipersomnia

Mengantuk di siang hari sehingga mengganggu aktivitas

Kesulitan konsentrasi

Sakit kepala pagi hari

Mendengkur

Pada pemeriksaan tidak didapatkan kelainan pada pasien. Tetapi pada

pasien gagal jantung, dapat terjadi cardiac nocturnal arrhytmia. 6

19

Gambar 3.3 Diagnosis banding dari central sleep apnea

III.5. Pemeriksaan Penunjang

Alkalosis respiratorik (PaCO2 < 40 mmHg saat sadar) pada pasien dengan central

sleep apnea primer, pernapasan Cheyne Stoke’s, dan pada dataran tinggi. Pasien dengan

gagal jantung dan yang berada di dataran tinggi mempunyai analisa gas darah arteri

yang menunjukkan keadaan hipoksia yang absolut atau relatif. Pemeriksaan

laboratorium tergantung pada penyakit yang mendasari. 6

Tidak ada gambaran yang khas untuk gambaran radiologis, hanya pada central

sleep apnea sekunder didapatkan gambaran sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.

20

Pemeriksaan polisomnogram untuk diagnosis gangguan tidur. Pemeriksaan ini

dilakukan untuk mempelajari rekaman gelombang otak, kadar oksigen dalam darah,

frekuensi jantung dan napas, serta pergerakan mata dan kaki selama tidur. Dapat

digunakan pula untuk evaluasi terapi.

III.6. Penatalaksanaan

Tatalaksana central sleep apnea dilakukan berdasarkan penyakit yang mendasari.

Beberapa terapi yang efektif diantaranya Continous Positive Airway Pressure (CPAP),

Adaptive Servo Ventilation (ASV), oksigen, inhalasi karbon dioksida.

a) Continous Positive Airway Pressure (CPAP) : Metode ini digunakan untuk

meningkatkan fungsi jantung pada pasien gagal jantung dengan gangguan tidur.

Terapi ini dapat mengurangi angka kematian dan transplantasi jantung dengan

cara meningkatkan oksigenasi saat malam hari, menurunkan kadar norepinefrin,

meningkatkan fase ejeksi jantung. Dengan menggunakan sungkup melalui hidung

yang dihubungkan dengan pompa yang mengalirkan tekanan sehingga jalan napas

tetap terbuka. Kekurangan alat ini adalah mengurangi kenyamanan saat tidur

akibat sungkup atau pengaturan tekanan yang tidak tepat.

b) Bilevel Positive Airway Pressure (BiPAP) : Merupakan terapi yang efektif untuk

pasien dengan central sleep apnea dengan hiperkapnea. Alat ini akan membantu

meningkatkan tekanan pada saat inspirasi dan menurunkan tekanan pada saat

ekspirasi sehingga perbedaan tekanan ini akan memicu ventilasi pada fase apnoe.

21

Dalam hal ini elevasi kepala 45-60 o, akan membantu mengurangi tekanan dalam

rongga dada. Terapi ini ditujukan bagi pasien dengan pola pernapasan yang

lemah sehingga dapat meningkatkan pernapasan secara kontinyu. Keuntungan

alat ini adalah akan bekerja secara otomatis jika pasien mengalami henti napas

selama beberapa detik. Kekurangan alat ini adalah tidak nyaman digunakan.

c) Inhalasi karbon dioksida : Menggunakan sungkup dengan kantung berisi karbon

dioksida sehingga saat pasien inspirasi sebagian udara diisi dengan

karbondioksida sehingga merangsang pola pernapasan pasien kembali normal.

Kekurangan terapi ini adalah dapat meperburuk keadaan pasien akibat

hiperkarbia merangsang saraf simpatis jantung sehingga menimbulkan fungsi

jantung juga terganggu.

d) Adaptive servo-ventilation (ASV): Terapi ini terbuktu lebh efektif dibandingkan

CPAP dengan cara memonitor pola pernapasan normal pasien yang kemudian

disimpan dalam program dan menggunakan pola tersebut saat pasien dalam

keadaan tidur sehingga mencegah terjadinya fase apnoe.

e) Oksigen : Untuk mencegah keadaan hipoksia.

22

III.7. Prognosis

Ad vitam : duba ad bonam

Ad functionam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

23

BAB IV

OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA

IV.1. Definisi

Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah keadaan apnea (penghentian aliran udara

selama 10 detik atau lebih sehingga menyebabkan 2-4% penurunan saturasi oksigen)

dan hipopnea (pengurangan aliran udara >30% untuk minimal 10 detik dengan

desaturasi oksihemoglobin >4% atau pengurangan dalam aliran udara >50% untuk 10

detik dengan desaturasi oksihemoglobin >3%) ada sumbatan total atau sebagian jalan

napas atas yang terjadi secara berulang pada saat tidur selama non-REM atau REM

sehingga menyebabkan aliran udara ke paru menjadi terhambat. Sumbatan ini

menyebabkan pasien menjadi terbangun saat tidur atau terjadi peralihan ke tahap tidur

yang lebih awal.2,3

Obstructive Sleep Apnea merupakan bagian dari sindrom henti nafas. Sindrom

henti napas saat tidur dibagi menjadi 3 tipe yaitu tipe sentral, tipe obstruksi dan tipe

campuran. Pada tipe sentral terjadi aliran udara ini disebabkan berhentinya upaya

bernapas selama beberapa saat akibat otak gagal mengirimkan sinyal ke diafragma dan

otot dada untuk mempertahankan siklus pernapasan. Sedangkan pada tipe obstruksi

terjadi hambatan aliran udara ke paru-paru.3,8,9

Mendengkur adalah tanda pernapasan abnormal yang terjadi akibat obstruksi

sebagian sehingga aliran udara yang masuk akan menggetarkan palatum molle dan

jaringan lunak sekitarnya. Keadaan ini dipermudah dengan relaksasi lidah, uvula dan

24

otot di saluran napas bagian atas. Obstruksi dapat terjadi sebagian (hipopnea) atau total

(apnea).2,3

IV.2. Etiologi

Etiologi terjadinya OSA adalah keadaan kompleks yang saling mempengaruhi

berupa neural, hormonal, muskular dan struktur anatomi, contohnya : kegemukan

terutama pada tubuh bagian atas dipertimbangkan sebagai resiko utama terjadinya OSA.

Angka prevalensi OSA pada orang yang sangat gemuka adalah 42-48% pada laki-laki

dan 8-38% pada perempuan. Penambahan berat badan akan meningkatkan gejala OSA 10

Faktor risiko untuk terjadinya OSA :13-16

A. Terdapat tiga faktor risiko yang diketahui :

1. Umur : prevalensi dan derajat OSA meningkat sesuai dengan

bertambahnya umur.

2. Jenis kelamin : Resiko laki-laki untuk menderita OSA adalah 2 kali lebih

tinggi dibandingkan perempuan sampai menopause.

3. Ukuran dan bentuk jalan napas :

a. Struktur kraniofasial (palatum yang bercelah, retroposisi mandibular).

b. Micrognathia (rahang yang kecil).

c. Macroglossia (lidah yang besar), pembesaran adenotonsillar.

d. Trakea yang kecil (jalan napas yang sempit).

B. Faktor risiko penyakit : Kegagalan kontrol pernapasan yang dihubungkan

dengan :

1. Emfisema dan asma.

2. Penyakit neuromuscular (polio, myasthenia gravis, dll).

25

3. Obstruksi nasal.

4. Hypothyroid, akromegali, amyloidosis, paralisis pita suara, sindroma post-

polio, kelainan neuromuskular, Marfan's syndrome dan Down syndrome .

C. Risiko gaya hidup :

1. Merokok

2. Obesiti : 30-60% pasien OSA adalah orang yang berbadan gemuk.

a. Penurunan berat badan akan menurunkan gejala-gejala OSA.

b. Penurunan berat badan akan mempermudah pasien diobati dengan

menggunakan nasal CPAP .

IV.3. Patogenesis

Obstruksi pada OSA adalah akibat dari gangguan aliran udara yang disebabkan

oleh dinding faring yang collapse sewaktu tidur. Etiologi dan mekanisme collapse

multifaktorial tetapi dikaitkan dengan interaksi saluran nafas atas yang sangat mudah

collapse dengan relaksasi otot dilator faring yang terjadi sewaktu tidur. Obesitas,

hipertrofi jaringan lunak, kelainan kraniofasial seperti retrognathia menambah

kecenderungan keruntuhan dengan peningkatan tekanan intraluminal pada jaringan

disekeliling saluran napas atas. Tetapi gangguan structural saja pada saluran napas

tidak cukup memadai untuk menyebabkan OSA. Pasien tanpa kelainan anatomi bisa

menghidap OSA, ini karna kompleks jalan reflek dari saraf pusat ke faring yang

mengawal tindakan otot dilator faring bisa gagal untuk mempertahankan patensi

faring.2,3,17

26

Pada waktu tidur aktivitas otot dilator faring relatif tertekan (relaksasi) sehingga

ada kecenderungan lumen faring menyempit pada saat inspirasi. Mengapa hal ini terjadi

hanya pada sebagian orang, terutama berhubungan dengan ukuran faring dan faktor-

faktor yang mengurangi dimensi statik lumen sehingga menjadi lebih sempit atau

menutup pada waktu tidur. Selain itu obstruksi nasal menyebabkan peningkatan

resistensi aliran udara dan memperburukkan OSA. Obstrusi nasal yang mengakibatkan

usaha pernafasan melalui mulut semasa tidur sehingga terjadi relaksasi otot genioglosus

akibatnya lidah tergeser ke belakang.3

Suara mendengkur timbul akibat turbulensi aliran udara pada saluran nafas atas

akibat sumbatan. Tempat terjadinya sumbatan biasanya di basis lidah atau palatum.

Sumbatan terjadi akibat kegagalan otot-otot dilator saluran nafas atas menstabilkan

jalan nafas pada waktu tidur di mana otot-otot faring berelaksasi, lidah dan palatum

jatuh ke belakang sehingga terjadi obstruksi.3

Gambar 4.1 : Sumbatan parsial dan total saluran nafas atas

Trauma pada jaringan di saluran nafas atas pada waktu mendengkur

mengakibatkan kerusakan pada serat-serat otot dan serabut-serabut saraf perifer.

Akibatnya kemampuan otot untuk menstabilkan saluran nafas terganggu dan

27

meningkatkan kecenderungan saluran nafas untuk mengalami obstruksi. Obstruksi yang

diperberat oleh edema karena vibrasi yang terjadi pada waktu mendengkur dapat

berperan pada progresivitas mendengkur menjadi sleep apnea pada individu tertentu.3

Obstructive Sleep Apnoea (OSA) ditandai dengan kolaps berulang dari saluran

nafas atas baik komplet atau parsial selama tidur. Akibatnya aliran udara pernafasan

berkurang (hipopnea) atau terhenti (apnea) sehingga terjadi desaturasi oksigen

(hipoksemia) dan penderita berkali-kali terjaga (arousal). Kadang-kadang penderita

benar-benar terbangun pada saat apnea di mana mereka merasa tercekik. Lebih sering

penderita tidak sampai terbangun tetapi terjadi partial arousal yang berulang, berakibat

pada berkurangnya tidur dalam atau tidur gelombang lambat. Keadaan ini menyebabkan

penderita mengantuk pada siang hari, kurang perhatian, konsentrasi dan ingatan

terganggu. Kombinasi hipoksemia dan partial arousal yang disertai dengan peningkatan

aktivitas adrenergik menyebabkan takikardi dan hipertensi sistemik. Banyak penderita

OSA tidak merasa mempunyai masalah dengan tidurnya dan datang ke dokter hanya

karena teman tidur mengeluhkan suara mendengkur yang keras (fase preobstruktif)

diselingi oleh keadaan senyap yang lamanya bervariasi (fase apnea obstruktif). 3

Tidur terdiri dari 2 fase yaitu rapid eye movement (REM) atau tidur aktif dan

non rapid eye movement (NREM) atau tidur tenang. Pada individu normal siklus tidur

NREM dan REM akan terjadi secara bergantian dengan interval tidur REM 10-20 menit

setiap 90-120 menit. REM meliputi 25% dari waktu tidur ditandai oleh pergerakan bola

mata yang cepat terutama pada elektrookulogram, hilangnya tonus otot tubuh dan

meningkatnya aktivitas simpatis (meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah).

Selama tidur REM kontrol pernapasan sering irregular, episode apnea singkat selama

28

10-20 detik relatif umum terjadi Pada tahap NREM aktivitas mental minimal atau tidak

ada, sistem kardiovaskular-respirasi sebagian besar diatur oleh faktor metabolik. Tidur

NREM mempengaruhi aktivitas simpatis, penurunan denyut jantung, tekanan darah

secara bertahap dari tingkat I hingga aktivitas simpatis terendah yaitu pada tingkat IV. 2

Prinsip utama pada OSA yaitu terdorongnya lidah dan palatum ke belakang

hingga menempel pada dinding faring posterior menyebabkan oklusi nasofaring dan

orofaring. Tidur berbaring (supine) dapat menyebabkan kolapsnya saluran napas akibat

pergerakan mandibula, palatum mole dan lidah ke arah belakang. Faktor struktural dan

fungsional berperan penting dalam menentukan tekanan kritis kolaps saluran napas.

Penyempitan saluran napas akibat mikrognatia, retrognatia, hipertrofi tonsil,

makroglosia dan akromegali juga dapat meningkatkan risiko terjadinya OSA. Sistem

saraf pusat berperan penting dalam OSA kombinasi aktivitas otot saluran napas atas

yang menurun pada saat tidur disertai struktur faring kecil membentuk tekanan kritis

kolaps saluran napas atas. Aktivasi kemoreseptor oleh hipoksemia dan hiperkapnia

selama apnea mengakibatkan hiperventilasi disertai proses terbangun mendadak yang

tidak disadari.2

Pada pasien obesita terjadi peningkatan deposit lemak disekelilng leher dan ruang

parafaring menyebabkan penyempitan dan kompresi saluran napas atas dan mengganggu

otot dilator yang mempertahankan patensi saluran napas atas. Obesitas bisa mengurangi

volume paru yang menyebabkan pengurangan functional residual capacity. Perubahan

dalam volume paru secara signifikan menurunkan ukuran faring salur an napas atas

melalui efek mekanikal traksi trakea dan toraks yang dikenal ‘tracheal tug’

meningkatkan resiko collapse.17

29Obesity

hypoventilation syndrome

Gambar 4.2 Rangkaian gangguan napas saat tidur dimana jika terjadi peningkatan

UARS (Upper Airway Resistance) dapat memperburuk gejala. 1

IV.4. Manifestasi Klinis

Gejala yang dapat ditemukan pada penderita OSA adalah mendengkur,

mengantuk yang berlebihan pada siang hari, rasa tercekik pada waktu tidur, apnea,

nokturia, sakit kepala pada pagi hari, penurunan libido sampai impotensi dan enuresis,

mudah tersinggung, depresi, kelelahan yang luar biasa dan insomnia. Kebanyakan

penderita mengeluhkan kantuk yang sangat mengganggu pada siang hari sehingga

menimbulkan masalah pada pergaulan, pekerjaan dan meningkatkan risiko terjadinya

kecelakaan lalu lintas.2,8,18

Penderita OSA seringkali juga menderita obesitas. Kesadaran tentang adanya hubungan antara OSA dan obesitas yang sangat tinggi

dapat mengurangi kesadaran akan kemungkinan adanya OSA pada orang yang tidak gemuk ( non-obese). Hanya sekitar 50% penderita yang

didiagnosis OSA juga menderita obesitas.18

Gejala Tanda

Mendengkur

Mengantuk yang berlebihan pada siang

hari

Tersedak

Tidur tidak nyeyak

Letih dan lesu sepanjang hari

Obesitas

Mandibula/maksila hipoplasia

Penyempitan orofaring

Pembesaran tonsil atau lidah

Obstruksi nasal dan

nasofaringeal

30

Snoring UARS Hypopnea Obstructive sleep apnea

Penurunan konsentrasi

Riwayat OSA dalam keluarga

Tabel 4.1. : Gejala dan Tanda OSA

Gambar 4.3 Gejala dan tanda OSA19

IV.5 Diagnosis

31

Banyak penderita OSA tidak merasa mempunyai masalah dengan tidurnya dan

datang ke dokter hanya karena partner tidur mengeluhkan suara mendengkur yang keras

(fase pre-obstruktif) diselingi oleh keadaan senyap yang lamanya bervariasi (fase apnea

obstruktif).1,3,6

Gambar 4.4 Diagnosis OSA

The Epworth sleepiness scale digunakan untuk menilai ngantuk pada siang. OSA disuspek pada pasien dengan skor diatas

10.17,18

Situation Chance of dozing

32

Sitting and reading ____________

Watching TV ____________

Sitting inactive in a public place (e.g a theater or a

meeting) ___________

As a passenger in a car for an hour without a break ____________

Lying down to rest in the afternoon when

circumstances permit ____________

Sitting and talking to someone ____________

Sitting quietly after a lunch without alcohol ____________

In a car, while stopped for a few minutes in traffic______

Penilaian skor Epworth sleepiness scale

0 = no chance of dozing

1 = slight chance of dozing

2 = moderate chance of dozing

3 = high chance of dozing

33

Pengukuran BMI, tekanan darah, dan lingkaran lilit leher adalah parameter yang

penting dalam parameter pemeriksaan OSA. Dari pemeriksaan fisik harus di identifikasi

posisi dan ukuran tulang maksilla dan mandibula dan karakteristik fasial juga harus

diidentifikasikan.17

Pemeriksaan fisik dilakukan pada hidung, orofaring, hipofaring, laring, leher

untuk menentukan adanya obstruksi pada bagian tersebut:

i. Hidung :deviasi septum,hypertrofi adenoid, tumor atau polip nasal,

hipertrofi konka

ii. Orofaring : palatum molle yang besar, hipertrofi tonsil palatine,

makroglosia, penebalan(banding) dinding posterior faring

iii. Hipofaring : Collapse dinding faring lateral, tumor hipofaring, hipertrofi

tonsil lingual, retrognathia dan micrognathia

iv. Laring : paralisis pita suara, tumor laring

34