Upload
tiffany-collins
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
AKTIVITAS KOMUNIKASI UPACARA PERNIKAHAN SUKU SASAK
(Studi Etnografi Komunikasi Dalam Upacara Pernikahan Kawin Culik Di
Desa Rembitan, Lombok Tengah)
I Gusti Ayu Citra Dewi1, Yuliani Rachma Putri, S.Ip.,MM2
Asaas Putra, S.Sos., M.Ikom3
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Universitas
Telkom
Jl. Telkomunikasi Terusan Buah Batu, Bandung Jawa Barat 40257
Email : [email protected]@gmail.com
ABSTRAK
Kawin culik adalah tradisi upacara pernikahan yang diterapkan oleh masyarakat suku sasak
di Desa Rembitan. Ketika seorang laki-laki ingin menikahi seorang gadis, maka harus dilakukan
suatu proses penculikan. Penculikan tersebut dilegalkan dan dilindungi oleh hukum adat.
Selanjutnya dilaksanakan rangkaian upacara pernikahan sesuai dengan tradisi adat pernikahan di
Desa Rembitan. Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan aktivitas komunikasi upacara
pernikahan kawin culik yang dilaksanakan di Desa Rembitan, Lombok Tengah. Pada penelitian ini
menggunakan metode studi etnografi komunikasi dalam penelitian kualitatif, didukung oleh
paradigma konstruktivisme. Data diperoleh dari hasil wawancara secara mendalam dengan
pengelinsir, pengantin pria, dan pengantin wanita. Selain itu, data yang diperoleh didukung dari
hasil observasi partisipan, kemudian data diuji kebenarannya dengan metode triangulasi. Hasil
penelitian yang diperoleh yaitu situasi komunikatif pada pernikahan tersebut sakral, ketat akan
hukum adat, kondusif, keakraban, kegembiraan, dan kental akan adat suku sasak tradisional.
Peristiwa komunikatif memberikan gambaran secara berurutan mengenai proses terjadinya
pernikahan mulai dari awal tahapan upacara hingga akhir. Sedangkan tindakan komunikatif
mendeskripsikan bagaimana tindakan-tindakan atau interaksi yang terjadi memberikan arti
simbolik sebagai pesan komunikasi verbal dan non verbal. Ketiga unsur tersebut yang menjadi
kunci dalam mendeskripsikan proses komunikasi yang terdapat pada pernikahan kawin culik suku
sasak di Desa Rembitan, Lombok Tengah.
Kata Kunci : Penelitian Kualitatif, Studi Etnografi Komunikasi, Kawin Culik, Aktivitas
Komunikasi
ABSTRACT
Kidnap marriage is a tradition of the marriage ceremony applied by the community the tribe
of sasak in Rembitan village. When a man want to marry a girl, then to be done a process of
kidnapping. This abduction is allowed and protected by customs laws. Then carried out a series of
the marriage ceremony in accordance with the tradition of customs marriage in Rembitan village.
This research was intended to explain the activity of communication ceremony of marriage mate
kidnap that have been carried out in the Rembitan village, the middle of Lombok. In this research
study using methods ethnography communication in qualitative research supported by
constructivism paradigm. Data is collected from the results of an in-depth interview with
pengelinsir, groom, and the bride. In addition, the data collected supported from the observation
participants, then the data tested the truth with the triangulation methods. The results obtained at a
2
wedding ceremony is sacred, appropriate customary law, conducive, familiarity, excitement, and
viscous against traditional tribe of sasak. Events communicative gives a picture in a row about the
process of starting from early stage of the marriage ceremony until the end. While the act of
communicative described how acts or interaction that occurs giving the meaning of symbolic as a
verbal communication and non verbal message. The three elements such that be a key in described
processes of communication that was found at a wedding mate kidnap tribe of sasak in the
Rembitan village, the middle of Lombok.
Keyword : Qualitative Research, Etnography Communication, Kidnap Marriage, Activity of
Communication
PENDAHULUAN
Pernikahan adalah suatu upacara daur hidup manusia yang dilakukan secara
turun-temurun untuk melanjutkan roda kehidupan. Prosesi upacara pernikahan
sangat erat kaitannya dengan nilai kebudayaan, karena setiap budaya memiliki
prosesi adat pernikahan yang berbeda-beda. Dalam setiap prosesi adat budaya
pernikahan memiliki bentuk komunikasi baik verbal maupun non verbal.
Indonesia memiliki berbagai macam bentuk kebudayaan, salah satunya adalah
budaya suku sasak. Suku sasak adalah etnis asli penduduk pulau Lombok.
Di tengah modernisasi masyarakat suku sasak di Pulau Lombok terdapat
suatu kumpulan masyarakat di salah satu desa yang masyarakatnya terdiri dari
masyarakat suku sasak asli, dan hingga saat ini masih mempertahankan budaya
serta adat istiadat masyarakat suku sasak. Desa tersebut adalah Desa Rembitan
kecamatan Pujut yang terletak di Lombok Tengah. Seluruh masyarakat Desa
Rembitan menerapkan prosesi adat pernikahan kawin culik. Kawin culik
menggambarkan bahwa ketika seseorang lelaki ingin menikahi seorang gadis
maka lelaki tersebut harus menculik gadis tersebut dari keluarga si gadis.
Tentunya proses penculikan ini dilegalkan karena dilindungi oleh hukum adat di
Desa Rembitan.
Pernikahan di Desa Rembitan dapat dikatakan sebagai pernikahan dini
yaitu pada umur 17-18 tahun. Pada umur tersebut gadis Desa Rembitan sudah siap
untuk diculik setelah melaksanakan proses midang dengan beberapa laki-laki.
Setelah itu gadis tersebut akan memilih salah satu laki-laki yang diinginkan untuk
dinikahi. Selain itu tradisi masyarakat Desa Rembitan yang menikah dengan
sepupu atau saudara sendiri, atau yang biasa disebut pernikahan sedarah (incest).
Setiap tahapan prosesi upacara kawin culik dilaksanakan penuh dengan
suasana sakral, dan setiap tahapan-tahapan prosesinya memiliki makna tersendiri
sehingga hal ini tetap untuk dipertahankan oleh masyarakat suku sasak Desa
Rembitan. Proses upacara pernikahan kawin culik mulai dari tahapan awal
penculikan hingga tahap akhir proses upacara pernikahan suku Sasak di Desa
Rembitan tentunya terdapat proses komunikasi di dalamnya. Komunikasi
merupakan aktivitas penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial.
Dalam penelitian mengenai upacara pernikahan kawin culik suku sasak di
Desa Rembitan, peneliti akan membahas mengenai aktivitas komunikasi yang ada
di dalamnya. Aktivitas komunikasi sama artinya dengan mengidentifikasikan
peristiwa komunikasi dan atau proses komunikasi. Aktivitas komunikasi tersebut
terdiri dari tiga unit diskrit yaitu situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan
tindak komunikatif.
3
KAJIAN LITERATUR
1. Etnografi Komunikasi Etnografi komunikasi merupakan pendekatan terhadap
sosiolinguistik bahasa, yang melihat penggunaan bahasa secara umum
dihubungkan dengan nilai-nilai sosial dan kultural. Sehingga tujuan
deskripsi etnografi adalah untuk memberikan pemahaman global
mengenai pandangan dan nilai-nilai suatu masyarakat sebagai cara untuk
menjelaskan sikap dan perilaku anggota-anggotanya. (Kuswarno, 2008:13)
Secara ilmiah dikatakan etnografi komunikasi sebagai sebuah
metode penelitian yang membahas mengenai bahasa, komunikasi, dan
kebudayaan dalam suatu konteks dan pada satu kelompok masyarakat
tertentu. Etnografi komunikasi juga merupakan sebuah ilmu sekaligus
metode penelitian dalam imu sosial. Etnografi komunikasi mengandung
nilai-nilai antropologis, sekaligus linguistik dan komunikasi.
Pada sebuah metode penelitian etnografi komunikasi yang akan
menjadi fokus penelitian adalah perilaku komunikasi dalam tema
kebudayaan tertentu, jadi bukan keseluruhan perilaku. Perilaku
komunikasi dalam etnografi komunikasi adalah perilaku dalam suatu
konteks sosial kultural. Sehingga dapat dikatakan penelitian etnografi
komunikasi berangkat dari antropologi (Kuswarno, 2008:35).
2. Ilmu Komunikasi Komunikasi merupakan hal yang penting dalam kehidupan sehari-
hari. Manusia adalah makhluk sosial sehingga dalam berhubungan dengan
orang lain pada kehidupan manusia dibutuhkan kegiatan komunikasi guna
mencapai sebuah makna yang sama dan mencapai suatu tujuan
tertentu.Terdapat komponen komunikasi menurut Onong Uchjana Effendy
(2006:17), yang terdiri dari communicator (pengirim pesan), message
(pesan), channel (media), communicate (penerima pesan), dan effect
(efek).
Menurut William I. Gorden dalam Deddy Mulyana (Mulyana,
2007:5-38) terdapat fungsi komunikasi yang terdiri dari :
a. Komunikasi Sosial Komunikasi penting untuk membangun konsep diri kita,
aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, dan memupuk
hubungan dengan orang lain.
b. Komunikasi Ekspresif Komunikasi dapat dilakukan semata-mata untuk menyampaikan
perasaan-perasaan (emosi). Perasaan-perasaan tersebut
dikomunikasikan terutama melalui pesan-pesan nonverbal.
Seperti perasaan sayang, marah, rindu, sedih, takut, prihatin, dan
benci.
c. Komunikasi Ritual Bentuk komunikasi ritual yang melibatkan sebuah upacara atau
ritual tertentu yang diterapkan oleh suatu masyarakat.Kegiatan
ritual memungkinkan para pesertanya berbagi komitmen
4
emosional dan menjadi perekat bagi kepaduan mereka yang
terikat dalam suatu budaya tertentu.
d. Komunikasi Instrumental Bertujuan untuk menginformasikan, mengajar, mendorong,
mengubah sikap dan keyakinan, dan mengubah perilaku atau
menggerakkan tindakan, dan juga menghibur.
3. Aktivitas Komunikasi Menurut Hymes untuk mendeskripsikan dan menganalisis aktivitas
komunikasi dalam etnografi komunikasi, diperlukan pemahaman
menhenai unit-unit diskrit aktivitas komunikasi adalah (Kuswarno,
2008:41) :
a. Situasi komunikatif atau konteks terjadinya komunikasi Contoh: Masjid, tempat umat Muslim melaksanakan ibadah.
Situasi komunikatif yang ditemukan adalah bentuk komunikasi
yang terjadi pada saat beribadah di Masjid.
b. Peristiwa komunikatif atau keseluruhan perangkat komponen yang utuh dengan tujuan umum komunikasi, topik umum yang
sama, dan melibatkan partisipan yang secara umum
menggunakan varietas bahasa yang sama, mempertahankan tone
yang sama, dan kaidah-kaidah yang sama untuk interaksi, dalam
setting yang sama. Peristiwa komunikatif dalam etnografi adalah
peristiwa yang khas dilakukan. Contoh: kegiatan-kegiatan khas
dalam peristiwa pernikahan yaitu Nyongkolan (arak-arakan).
Analisis peristiwa komunikatif dimulai dengan mendeskripsikan
komponen-komponen penting, yaitu :
1. Genre atau tipe peristiwa komunikatif, misalnya lelucon, salam, perkenalan, dongeng, gosip, dll.
2. Topik peristiwa komunikatif. 3. Tujuan dan fungsi peristiwa secara umum dan juga
fungsi dan tujuan partisipan secara individual.
4. Settingtermasuk lokasi, waktu, musim, dan aspek fisik situasi yang lain (misalnya besarnya ruangan tata
letak perabotan).
5. Partisipan, termasuk usianya, jenis kelamin, etnik, status sosial, atau kategori lain yang relevan, dan
hubungan satu sama lainnya.
6. Bentuk pesan, termasuk saluran verbal non vokal, non verbal dan hakikat kode yang digunakan, misalnya
bahasa mana dan varietas yang mana.
7. Isi pesan, mencakup apa yang dikomunikasikan, termasuk level konotatif dan referensi denotatif.
8. Urutan tindakan, atau urutan tindak komunikatif atau tindak tutur termasuk alih giliran atau fenomena
percakapan.
9. Kaidah interaksi.
5
10. Norma-norma interpretasi, termasuk pengetahuan umum, kebiasaan, nilai, norma yang dianut, tabu-tabu
yang harus dihindari, dll. (Kuswarno, 2008:42).
c. Tindak komunikatif yaitu fungsi interaksi tunggal, seperti pernyataan, permohonan, perintah, ataupun perilaku non verbal.
4. Interaksi Simbolik Menurut George Herbert Mead yang dimodifikasi oleh Blumer
(Kuswarno, 2008 : 22) menyebutkan bahwa karakteristik dasar ide dari
interaksi simbolik adalah suatu hubungan yang terjadi secara alami antara
manusia dalam masyarakat dan hubungan masyarakat dengan individu.
Interaksi yang terjadi antar individu berkembang melalui simbol-simbol
yang mereka ciptakan.
Blumer mengungkapkan tiga premis yang mendasari pemikiran
interaksionisme simbolik, yaitu :
a. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka
b. Makna tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain
c. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial berlangsung
5. Konvergensi Simbolik Ernest Bormann dalam (Suryadi, 2010:430-431) menyatakan teori
konvergensi simbolik adalah teori umum yang mengupas fenomena
pertukaran pesan yang memunculkan kesadaran kelompok hingga
berimplikasi pada hadirnya makna, motif, dan perasaan bersama. Teori ini
berusaha menerangkan bagaimana orang-orang secara kolektif
membangun kesadaran simbolik bersama melalui proses pertukaran pesan.
Kesadaran simbolik yang terbangun dalam proses tersebut kemudian
menyediakan semacam makna, emosi, dan motif untuk bertindak bagi
orang-orang atau kumpulan orang yang terlibat di dalamnya. Sekumpulan
individu ini dapat berasal dari kelompok orang yang telah saling mengenal
dan berinteraksi dalam waktu yang relatif lama.
Terdapat dua asumsi pokok yang menjadi dasar teori konvergensi
simbolik (Suryadi, 2010:432) :
1. Realitas diciptakan melalui komunikasi. Komunikasi menciptakan realitas melalui pengaitan antara kata-kata yang
digunakan dengan pengalaman atau pengetahuan yang
diperoleh.
2. Makna individual terhadap simbol dapat mengalami konvergensi (penyatuan), sehingga menjadi realitas bersama.
Realitas ini dipandang sebagai susunan narasi atau cerita-cerita
yang menerangkan bagaimana sesuatu harus dipercayai oleh
orang-orang yang terlibat di dalamnya.
6
METODE
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif
dengan studi etnografi komunikasi. Peneliti memilih metode etnografi komunikasi
karena metode inidapat menggambarkan, menjelaskan dan membangun hubungan
dari kategori-kategori dan data yang ditemukan. Hal ini sesuai dengan tujuan dari
etnografi komunikasi untuk menggambarkan, menganalisis dan menjelaskan
perilaku komunikasi dari suatu kelompok sosial (Kuswarno, 2008:86).Sehingga
melalui pengumpulan data kualitatif yang sedalam-dalamnya bisa digunakan
untuk mencapai tujuan dari penelitian etnografi komunikasi.
Selain itu peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut Dedy
(2003:3), paradigma konstruktivis yaitu paradigma yang hampir merupakan
antitesis dari paham yang meletakkan pengamatan dan objektivitas dalam
menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan. Paradigma ini memandang ilmu
sosial sebagai analisis sistematis melalui pengamatan langsung dan terperinci
terhadap pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara atau
mengelola dunia sosial mereka.
Dengan paradigma konstruktivisme, peneliti ingin mengetahui bagaimana
aktivitas komunikasi pada upacara pernikahan kawin culik suku sasak di Desa
Rembitan melalui subjek penelitian. Subjek pada penelitian ini adalah pasangan
menikah dan orang-orang yang terlibat langsung dalam pernikahan kawin culik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Situasi Komunikatif Situasi komunikatif adalah penggambaran tempat pelaksanaan.
Contohnya gereja, pengadilan, kantor, pasar, stasiun, jalan, atau sekolah.
Situasi bisa tetap sama walaupun lokasinya berubah, seperti dalam kereta,
bus, mobil, atau kelas. Namun situasi juga dapat berubah dalam lokasi
yang sama apabila aktivitas-aktivitas yang berbeda berlangsung di tempat
itu pada saat yang berbeda. Ibrahim memberikan contoh misalnya pada
sudut jalanan yang sibuk di siang hari tidak akan memberikan konteks
komunikasi yang sama seperti sudut jalan di tengah malam. (Ibrahim,
1994:36)
Rangkaian aktivitas upacara pernikahan kawin culik suku sasak di
Desa Rembitan mulai dari tahapan upacara ijab qobul, sorong serah aji
kerama, dan nyongkolanmenciptakan situasi komunikatif yang sakral,
ketat akan hukum adat, kondusif, keakraban, kegembiraan, dan suasana
kental akan adat suku sasak tradisional.
2. Peristiwa Komunikatif Peristiwa komunikatif atau keseluruhan perangkat komponen yang
utuh dimulai dengan tujuan umum komunikasi, topik umum yang sama,
dan melibatkan partisipan yang secara umum menggunakan varietas
bahasa yang sama, mempertahankan tone yang sama, dan kaidah-kaidah
yang sama untuk interaksi, dalam setting yang sama. Sebuah peristiwa
komunikatif dinyatakan berakhir, ketika terjadi perubahan partisipan,
adanya periode hening, atau perubahan posisi tubuh (Kuswarno, 2008:41).
7
Proses pada tahap awal pendekatan atau pacaran dinamakan
midang. Pada saat midang laki-laki mengunjungi perempuan di rumahnya
pada malam hari yang bertujuan agar laki-laki dan perempuan bisa saling
mengenal satu sama lainnya. Selanjutnya jika sudah serius dan ingin
menikah dilakukan proses merariqyaitu laki-laki harus menculik
perempuan yang ingin dinikahinya lalu disembunyikan di rumah laki-laki
atau kerabat, hal ini memiliki simbol sikap kesatria dan bertanggung jawab
serta berani menghadapi segala resiko demi orang yang dicintainya.
Setelah proses merariq berhasil selanjutnya adalah proses selabar yang
dilakukan 3 kali dalam 3 hari berturut-turut yang bertujuan untuk
memberikan informasi kepada orang tua perempuan bahwa anak
perempuannya telah diculik dan harus segera dinikahi.
Seiring dengan dilakukannya proses selabar, proses lainnya yang
dilakukan adalah bait wali serta pisuka dan gantiran. Sebelum memasuki
inti upacara maka dilaksanakan proses bait wali yaitu untuk meminta wali
nikah kepada orang tua perempuan yang biasanya diwakilkan oleh kiyai.
Selain itu dilaksanakan proses pisuka dan gantiran yaitu pihak orang tua
perempuan meminta biaya adat perkawinan dalam bentuk sejumlah kepeng
(uang) kepada pihak keluarga laki-laki yang harus dibayarkan sebagai
syarat dilaksanakannya upacara sorong serah aji kerama dan nyongkolan.
Pada inti upacara pernikahan dilaksanakan upacara ijab qobul yaitu
upacara untuk menikahkan laki-laki dan perempuan dengan mengucapkan
kalimat ijab qobul serta proses pemberian mas kawin dari pengantin laki-
laki kepada pengantin perempuan. Selanjutnya dilaksanakan upacara
sorong serah aji kerama yaitu upacara untuk menyerahkan aji kerama dari
pihak keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan. Selanjutnya menuju
upacara puncak pernikahan yaitu upacara nyongkolan atau arak-arakan
pengantin mengelilingi Desa Rembitan, menuju rumah orang tua
perempuan yang memiliki simbol untuk mengiringi pengantin berkunjung
ke rumah orang tua perempuan, sekaligus untuk memberitahu kepada
masyarakat Desa Rembitan bahwa si A telah menikah dengan si B. Setelah
tiba rombongan nyongkolan tiba di rumah orang tua perempuan
selanjutnya melakukan proses sungkeman yang bertujuan untuk meminta
maaf karena telah menculik anak perempuannya dan memohon doa restu
agar pernikahan pengantin dapat berjalan dengan lancar serta menjadi
keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.
3. Tindak Komunikatif Tindak komunikatif adalah fungsi interaksi tunggal seperti
pernyataan, permohonan, perintah, ataupun perilaku non verbal
(Kuswarno, 2008:41).Pada pernikahan kawin culik suku sasak di Desa
Rembitan bentuk interaksi simboliknya menggambarkan bentuk
komunikasi atau pemujaan kepada leluhur dan nenek moyang suku sasak
yang berperan sebagai saksi jalannya rangkaian upacara pernikahan dari
awal hingga akhir, selain itu simbol-simbol juga digunakan untuk
berinteraksi dengan sesama masyarakat Desa Rembitan yang terlibat
dalam upacara pernikahan sebagai bentuk simbol yang maknanya telah
8
disepakati bersama. Bentuk simbol-simbol yang digunakan pada rangkaian
upacara pernikahan merupakan bentuk pengaplikasian tata cara adat
pernikahan suku sasak tradisional di Desa Rembitan yang telah diatur
dalam hukum adat setempat.
Simbol-simbol pada pernikahan kawin culik suku sasak di Desa
Rembitan terdapat pada peristiwa-peristiwa komunikatif yang terjadi.
Simbol-simbol tersebut memiliki makna tersendiri yang dipahami secara
bersama, simbol-simbol dalam upacara pernikahan kawin culik di Desa
Rembitan meliputi ngumbuq, mereweh, merariq, pisuka dan gantiran,
tipaq nganten, negaq leq rurung, besautan tembang, penginang kuning,
kain putih, olen-olen, kain umbaq, keris, kepeng (uang), sesajen gong,
nyongkolan, payung agung, genggaman tangan, gendang beleq, begibung,
dan sungkeman.
4. Model Aktivitas komunikasi Berikut merupakan model atau konstruk derajat kedua dari hasil penelitian
aktivitas komunikasi upacara pernikahan kawin culik suku sasak di Desa
Rembitan, Lombok Tengah :
9
SIMPULAN
Penelitian ini menganalisis mengenai aktivitas komunikasi upacara
pernikahan kawin culik suku sasak di Desa Rembitan, berikut ini uraian
kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya sebagai
berikut :
1. Situasi komunikatif yang tergambarkan dari keseluruhan rangkaian aktivitas upacara pernikahan kawin culik suku sasak di Desa
Rembitan menciptakan situasi komunikatif yang sakral, ketat akan
hukum adat, kondusif, keakraban, kegembiraan, dan suasana yang
kental akan adat suku sasak tradisional. Gambaran situasi komunikatif
ini didukung oleh lantunan alat musik tradisional suku sasak, dekorasi
janur kuning yang memperindah suasana, dan estetika tata cara
berpakaian orang-orang yang terlibat dalam upacara pernikahan yaitu
menggunakan pakaian adat sasak atau lambung.
2. Peristiwa komunikatif pada pernikahan kawin culik suku sasak di Desa Rembitan mendeskripsikan secara berurutan mulai dari proses
awal hingga akhir pernikahan. Dimulai dari tahap awal midang,
merariq, selabar, bait wali, serta pisuka dan gantiran. Selanjutnya
tahap upacara ijab qobul, upacara sorong serah aji kerama, dan
upacara puncak yaitu nyongkolan..
3. Tindak komunikatif dalam pernikahan kawin culik suku sasak di Desa Rembitan terdiri dari bentuk komunikasi verbal dan non verbal.
Segala bentuk komunikasi verbal dan non verbal tersebut dilakukan
baik secara lisan maupun secara simbolik. Simbol-simbol dalam
upacara pernikahan kawin culik di Desa Rembitan meliputi ngumbuq,
mereweh, merariq, pisuka dan gantiran, tipaq nganten, negaq leq
rurung, besautan tembang, penginang kuning, kain putih, olen-olen,
kain umbaq, keris, kepeng (uang), sesajen gong, nyongkolan, payung
agung, genggaman tangan, gendang beleq, begibung, dan sungkeman.
10
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Effendy, Onong Uchjana. (2006). Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Ibrahim, Syukur. (1994). Panduan Penelitian Etnografi Komunikasi. Surabaya:
Usaha Nasional.
Kuswarno, Engkus. (2008). Metode Penelitian Komunikasi Etnografi
Komunikasi. Bandung: Widya Padjadjaran.
Mulyana, Deddy. (2007). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Jurnal
Suryadi, Israwati. (2010). Teori Konvergensi Simbolik. VOL 2. 426-437.