26
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi listrik Indonesia setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Peningkatan kebutuhan listrik dikemudian hari yang diperkirakan dapat tumbuh rata-rata 6,5% per tahun hingga tahun 2020 (Muchlis, 2003). Sebagai contohnya, kebutuhan listrik di Jawa-Bali hingga 2006 lalu tercatat mencapai 18.658 MW per tahun. Kedepannya diperkirakan akan terus meningkat sebanyak 6,2 persen pertahun. Berarti paling tidak diperlukan daya tambahan sebanyak 1.156,7 MW pertahunnya. Mengingat bahwa rasio elektrifikasi, yaitu perbandingan antara jumlah rakyat Indonesia yang telah mendapatkan pasokan energi listrik terhadap jumlah rakyat seluruh rakyat indonesia baru mencapai angka sekitar 57%, maka masalah pengembangan energi listrik merupakan masalah yang dihadapi bangsa indonesia (Marsudi, 2005). Untuk menutupi kebutuhan listrik nasional yang masih kurang tersebut maka PLN selaku perusahaan nasional yang menyediakan pasokan listrik dalam negeri telah membangun dan juga berencana membangun beberapa pembangkit listrik baik yang menggunakan tenaga uap maupun gas. Fakta terbaru PLN telah meresmikan PLTU di daerah Banten yang berkapasitas ± 150 MW pada akhir tahun 2009 (Jawa Pos, 2009). Sejalan dengan perkembangan pembangunan beberapa pembangkit listrik di Indonesia tentunya aspek keselamatan dan kesehatan kerja tidak boleh dikesampingkan terutama terkait dengan bahaya-bahaya yang ada pada proses operasi pembangkitan listrik itu sendiri. Bahaya sebenarnya bisa dideteksi dengan cara pengidentifikasian pada lokasi-lokasi atau beberapa komponen maupun bagian dari pembangkit misalnya pada bagian turbin, ketel 1

34803523 Journal of HAZOP

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nnnnnnnnnnn

Citation preview

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Konsumsi listrik Indonesia setiap tahunnya terus meningkat

    sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional.

    Peningkatan kebutuhan listrik dikemudian hari yang diperkirakan

    dapat tumbuh rata-rata 6,5% per tahun hingga tahun 2020 (Muchlis,

    2003). Sebagai contohnya, kebutuhan listrik di Jawa-Bali hingga

    2006 lalu tercatat mencapai 18.658 MW per tahun. Kedepannya

    diperkirakan akan terus meningkat sebanyak 6,2 persen pertahun.

    Berarti paling tidak diperlukan daya tambahan sebanyak 1.156,7

    MW pertahunnya. Mengingat bahwa rasio elektrifikasi, yaitu

    perbandingan antara jumlah rakyat Indonesia yang telah

    mendapatkan pasokan energi listrik terhadap jumlah rakyat seluruh

    rakyat indonesia baru mencapai angka sekitar 57%, maka masalah

    pengembangan energi listrik merupakan masalah yang dihadapi

    bangsa indonesia (Marsudi, 2005).

    Untuk menutupi kebutuhan listrik nasional yang masih

    kurang tersebut maka PLN selaku perusahaan nasional yang

    menyediakan pasokan listrik dalam negeri telah membangun dan

    juga berencana membangun beberapa pembangkit listrik baik yang

    menggunakan tenaga uap maupun gas. Fakta terbaru PLN telah

    meresmikan PLTU di daerah Banten yang berkapasitas 150 MW

    pada akhir tahun 2009 (Jawa Pos, 2009).

    Sejalan dengan perkembangan pembangunan beberapa

    pembangkit listrik di Indonesia tentunya aspek keselamatan dan

    kesehatan kerja tidak boleh dikesampingkan terutama terkait

    dengan bahaya-bahaya yang ada pada proses operasi pembangkitan

    listrik itu sendiri. Bahaya sebenarnya bisa dideteksi dengan cara

    pengidentifikasian pada lokasi-lokasi atau beberapa komponen

    maupun bagian dari pembangkit misalnya pada bagian turbin, ketel

    1

  • uap, superhiter, ekonomiser, atau pada generatornya. Banyak

    sekali metode-metode yang sudah tersedia untuk memudahkan

    proses identifikasi bahaya, antara lain HAZOPS (Hazard and

    Operability Study), FMEA (Failure Modes and Effect Analysis), FTA

    (Fault Tree Analysis), ETA (Event Tree Analysis), dan lain-lain,

    masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangan,

    tinggal bagaimana pengidentifikasi mengoptimalkannya.

    HAZOPS merupakan metode identifikasi bahaya yang

    menawarkan keuntungan besar untuk meningkatkan keselamatan,

    keandalan, dan pengoperasian dari suatu industri proses dengan

    mengenali dan mengeliminasi masalah potensial pada tahap desain

    suatu pabrik. Metode ini juga bisa digunakan pada tahap yang lain,

    tidak hanya pada tahap desain saja (Perry, 1999).

    Dengan adanya metode identifikasi bahaya yang sudah

    tersedia terutama metode HAZOPS, diharapkan tiap proses operasi

    pada industri kelistrikan nasional terutama PLTU yang sudah

    dibangun maupun yang akan dibangun dapat berjalan sebagaimana

    mestinya, safe-operated, dan aman bagi lingkungan agar kebutuhan

    listrik nasional dapat terpenuhi sehingga masyarakat Indonesia

    menjadi makmur dan sejahtera.

    1.2. Perumusan Masalah

    Masalah-masalah yang dirumuskan dalam makalah ini antara lain :

    1. Bagaimana menentukan proses identifikasi bahaya pada steam

    turbine menggunakan metode HAZOPS.

    2. Bagaimana menentukan rekomendasi pada steam turbine

    berdasarkan metode HAZOPS.

    2

  • 1.3. Tujuan Makalah

    Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

    1. Menentukan proses identifikasi bahaya pada steam turbine

    dengan metode HAZOPS.

    2. Menentukan rekomendasi berdasarkan metode HAZOPS.

    1.4. Manfaat Makalah

    Manfaat yang didapat dari pembuatan makalah ini, yaitu :

    1. Mengetahui proses operasi PLTU melalui Laboratorium Pesawat

    Uap PPNS-ITS.

    2. Menumbuhkembangkan pengetahuan tentang identifikasi bahaya

    pada proses operasi.

    1.5. Batasan Masalah

    Batasan masalah dalam makalah ini antara lain :

    1. Tidak ada pembahasan mengenai faktor kesalahan manusia.

    3

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)

    PLTU merupakan salah satu dari jenis pembangkit listrik

    yang ada di Indonesia. Pembangkit jenis ini menggunakan bahan

    baku air dalam pengoperasiannya meskipun uap adalah tenaga yang

    memutar turbin yang kemudian dihubungkan dengan generator

    untuk menghasilkan energi listrik.

    Gambar 2.1. Siklus PLTU secara lengkap

    (sumber : http://tapakpakulangit.wordpress.com)

    Secara sederhana bagaimana siklus PLTU itu bisa dilihat

    ketika proses memasak air. Mula-mula air ditampung dalam tempat

    memasak dan kemudian diberi panas dari sumbu api yang menyala

    dibawahnya. Akibat pembakaran menimbulkan air terus mengalami

    kenaikan suhu sampai pada batas titik didihnya. Karena

    pembakaran terus berlanjut maka air yang dimasak melampaui titik

    didihnya sampai timbul uap panas. Uap inilah yang digunakan untuk

    memutar turbin dan generator yang nantinya akan menghasilkan

    energi listrik.

    4

  • Air yang digunakan dalam siklus PLTU ini disebut Air

    Demin (Demineralized), yakni air yang mempunyai kadar

    conductivity (kemampuan untuk menghantarkan listrik) sebesar 0.2

    us (mikro siemen). Sebagai perbandingan air mineral yang kita

    minum sehari-hari mempunyai kadar conductivity sekitar 100200

    us. Untuk mendapatkan air demin ini, setiap unit PLTU biasanya

    dilengkapi dengan Desalination Plant dan Demineralization

    Plant yang berfungsi untuk memproduksi air demin ini.

    2.1.1. Siklus PLTU

    Siklus PLTU ini adalah siklus tertutup (closed cycle)

    yang idealnya tidak memerlukan lagi air jika memang

    kondisinya sudah mencukupi. Tetapi kenyataannya masih

    diperlukan banyak air penambah setiap hari. Hal ini

    mengindikasikan banyak sekali kebocoran di pipa-pipa

    saluran air maupun uap di dalam sebuah PLTU.

    Untuk menjaga siklus tetap berjalan, maka untuk

    menutupi kekurangan air dalam siklus akibat kebocoran,

    hotwell selalu ditambah air sesuai kebutuhannya dari air

    yang berasal dari demineralized tank.

    Secara sederhana siklus PLTU digambarkan sebagai

    berikut :

    Gambar 2.2. Siklus PLTU secara sederhana

    (sumber : http://tapakpakulangit.wordpress.com)

    5

  • Gambar diatas tersebut bisa dijelaskan dalam penjabaran

    dibawah ini :

    1. Pertama-tama air demin ini berada disebuah tempat

    bernama Hotwell.

    2. Dari Hotwell, air mengalir menuju Condensate

    Pump untuk kemudian dipompakan menuju LP Heater

    (Low Pressure Heater) yang pungsinya untuk

    menghangatkan tahap pertama. Lokasi hotwell dan

    condensate pump terletak di lantai paling dasar dari

    pembangkit atau biasa disebut Ground Floor. Selanjutnya

    air mengalir masuk ke Deaerator.

    3. Di deaerator air akan mengalami proses pelepasan ion-

    ion mineral yang masih tersisa di air dan tidak diperlukan

    seperti Oksigen dan lainnya. Bisa pula dikatakan

    deaerator memiliki pungsi untuk menghilangkan

    buble/balon yang biasa terdapat pada permukaan air.

    Agar proses pelepasan ini berlangsung sempurna, suhu air

    harus memenuhi suhu yang disyaratkan. Oleh karena

    itulah selama perjalanan menuju Deaerator, air

    mengalamai beberapa proses pemanasan oleh peralatan

    yang disebut LP Heater. Letak deaerator berada di lantai

    atas (tetapi bukan yang paling atas). Sebagai ilustrasi di

    PLTU Muara Karang unit 4, deaerator terletak di lantai 5

    dari 7 lantai yang ada.

    4. Dari deaerator, air turun kembali ke Ground Floor.

    Sesampainya di Ground Floor, air langsung dipompakan

    oleh Boiler Feed Pump/BFP (Pompa air pengisi) menuju

    Boiler atau tempat memasak air. Bisa dibayangkan

    Boiler ini seperti drum, tetapi drum berukuran raksasa.

    Air yang dipompakan ini adalah air yang bertekanan

    tinggi, karena itu syarat agar uap yang dihasilkan juga

    bertekanan tinggi. Karena itulah konstruksi PLTU

    6

  • membuat deaerator berada di lantai atas dan BFP berada

    di lantai dasar. Karena dengan meluncurnya air dari

    ketinggian membuat air menjadi bertekanan tinggi.

    5. Sebelum masuk ke Boiler untuk direbus, lagi-lagi air

    mengalami beberapa proses pemanasan di HP Heater

    (High Pressure Heater). Setelah itu barulah air masuk

    boiler yang letaknya berada dilantai atas.

    6. Didalam Boiler inilah terjadi proses memasak air untuk

    menghasilkan uap. Proses ini memerlukan api yang pada

    umumnya menggunakan batubara sebagai bahan dasar

    pembakaran dengan dibantu oleh udara dari FD Fan

    (Force Draft Fan) dan pelumas yang berasal dari Fuel Oil

    tank.

    7. Bahan bakar dipompakan kedalam boiler melalui Fuel oil

    Pump. Bahan bakar PLTU bermacam-macam. Ada yang

    menggunakan minyak, minyak dan gas atau istilahnya

    dual firing dan batubara.

    8. Sedangkan udara diproduksi oleh Force Draft Fan (FD

    Fan). FD Fan mengambil udara luar untuk membantu

    proses pembakaran di boiler. Dalam perjalananya

    menuju boiler, udara tersebut dinaikkan suhunya oleh air

    heater (pemanas udara) agar proses pembakaran bisa

    terjadi di boiler.

    9. Kembali ke siklus air. Setelah terjadi pembakaran, air

    mulai berubah wujud menjadi uap. Namun uap hasil

    pembakaran ini belum layak untuk memutar turbin,

    karena masih berupa uap jenuh atau uap yang masih

    mengandung kadar air. Kadar air ini berbahaya bagi

    turbin, karena dengan putaran hingga 3000 rpm, setitik

    air sanggup untuk membuat sudu-sudu turbin menjadi

    terkikis.

    7

  • 10. Untuk menghilangkan kadar air itu, uap jenuh tersebut di

    keringkan di super heater sehingga uap yang dihasilkan

    menjadi uap kering. Uap kering ini yang digunakan untuk

    memutar turbin.

    11. Ketika Turbin berhasil berputar berputar maka secara

    otomastis generator akan berputar, karena antara turbin

    dan generator berada pada satu poros. Generator inilah

    yang menghasilkan energi listrik.

    12. Pada generator terdapat medan magnet raksasa.

    Perputaran generator menghasilkan beda potensial pada

    magnet tersebut. Beda potensial inilah cikal bakal energi

    listrik.

    13. Energi listrik itu dikirimkan ke trafo untuk dirubah

    tegangannya dan kemudian disalurkan melalui saluran

    transmisi PLN.

    14. Uap kering yang digunakan untuk memutar turbin akan

    turun kembali ke lantai dasar. Uap tersebut mengalami

    proses kondensasi didalam kondensor sehingga pada

    akhirnya berubah wujud kembali menjadi air dan masuk

    kedalam hotwell.

    2.1.2. Turbin Uap (Steam Turbine)

    Turbin uap adalah alat mekanik yang mengekstrak

    energi panas dari uap bertekanan, dan mengkonversinya

    menjadi gerakan berputar. Turbin uap hampir mengganti

    keberadaan piston mesin uap reciprocating karena

    mempunyai efisiensi termal lebih besar dan rasio daya-berat

    yang lebih tinggi. Karena turbin menghasilkan gerakan

    berputar, maka cocok untuk menggerakkan generator listrik

    dan sekitar 80% pembangkitan listrik di dunia menggunakan

    turbin uap. Turbin uap adalah bentuk dari mesin panas yang

    menurunkan banyak dari perkembangannya dalam efisiensi

    termodinamika melalui penggunaan tahap berlapis dalam

    8

  • ekspansi uap, yang dihasilkan dalam pendekatan pada proses

    reversible yang ideal.

    Gambar 2.3. Rotor dari sebuah turbin uap yang digunakan

    dalam PLTU

    (sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Steam_turbine)

    2.2. Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko

    2.2.1. Identifikasi Bahaya

    Bahaya terdapat dimana-mana, namun sayangnya

    bahaya tidak selalu bahaya tersebut dapat teridentifikasi

    bahkan sampai kecelakaan terjadi. Sangat menjadi proses

    yang penting untuk mengidentifikasi dan mengurangi risiko

    dengan baik dalam perkembangan sebuah kecelakaan.

    Bahaya dan risiko berkaitan erat dan merupakan hal

    yang akan menyebabkan suatu kecelakaan bisa terjadi. Risiko

    dapat dianalisa atau dievaluasi dengan cara risk assessment

    (penilaian risiko). Penilaian risiko terdiri dari penentuan

    kejadian yang dapat menghasilkan sebuah kecelakaan,

    probabilitas dari kejadian, dan konsekuensi/akibat dari

    kejadian. Konsekuensi disini dapat berupa cedera manusia

    atau hilangnya nyawa manusia, rusaknya lingkungan, atau

    kerugian pada produksi dan peralatan.

    9

  • Identifikasi bahaya dan penilaian risiko biasanya

    digabung dalam suatu ungkapan tertentu yang disebut

    evaluasi bahaya. Penilaian risiko biasanya disebut sebagai

    analisis bahaya. Prosedur penilaian risiko yang menentukan

    probabilitas biasanya sering disebut Probabilistic Risk

    Assesment (PRA), sedangkan prosedur untuk menentukan

    probabilitas dan konsekuensi disebut Quantitative Risk

    Analysis (QRA).

    Gambar 2.4. Prosedur identifikasi bahaya dan Penilaian risiko

    (sumber : Crowl dan Louvar, 2001)

    Pada gambar 2.3. dijelaskan prosedur normal dalam

    penggunaan identifikasi bahaya dan penilaian risiko. Setelah

    tersedia deskripsi proses, bahaya teridentifikasi. Berbagai

    macam scenario yang bisa menyebabkan kecelakaan

    10

  • ditentukan. Hal ini diikuti bersama-sama dengan probabilitas

    dan konsekuensi dari kecelakaan. Informasi ini dikumpulkan

    pada tahap penilaian akhir. Jika risiko diterima, kemudian

    studi selesai dan proses dapat dioperasikan. Namun jika

    risiko tidak diterima, suatu sistem harus

    dimodifikasi/diperbaiki dan prosedur dimulai ulang.

    Studi identifikasi bahaya dan penilaian risiko dapat

    diterapkan pada tiap tahap selama desain awal atau pada

    operasi yang sudah berlangsung dari suatu proses. Jika studi

    diterapkan pada tahap desain awal, maka harus diselesaikan

    secepatnya. Hal ini memudahkan modifikasi dapat

    digabungkan secara mudah ke dalam tahap desain akhir.

    Ada banyak metode yang tersedia dalam identifikasi

    bahaya dan penilaian risiko. Metode yang tepat

    membutuhkan pengalaman untuk menerapkannya. Metode

    identifikasi bahaya antara lain :

    1. Process hazard checklist : metode ini terdiri dari urutan item-item dan masalah yang memungkinkan dalam suatu

    proses yang harus diperiksa.

    2. Hazard surveys : metode ini dapat menjadi inventaris yang sederhana dari bahan-bahan yang berbahaya, atau dapat

    sedetail index-index Dow. Index-index Dow adalah sistem

    rangking, lebih seperti form pajak yang menyediakan

    penalty-penalti untuk bahaya-bahaya dan kredit untuk

    peralatan dan prosedur keselamatan.

    3. Hazard and operability study (HAZOP) : metode ini menggunakan pendekatan membiarkan pikiran bebas

    dalam lingkungan yang terkendali. Berbagai macam

    kejadian dianjurkan pada komponen peralatan khusus

    dengan peserta menentukan bagaimana kejadian dapat

    berlangsung dan dapat menimbulkan risiko.

    11

  • 4. Safety review : metode yang efektif tapi sedikit formal daripada studi HAZOP. Hasil dari metode ini tergantung

    pada pengalaman dan sinergi dari grup yang mereview

    suatu proses.

    Gambar 2.5. Dow Fire and Explosion Index sebagai salah satu

    contoh metode identifikasi bahaya

    (sumber : Crowl & Louvar, 2001)

    2.2.2. Penilaian Risiko

    The Standards Australia/New Zealand (AS/NZS 4360:

    2004) memaparkan bahwa resiko adalah suatu kemungkinan

    dari suatu kejadian yang tidak diinginkan yang akan

    mempengaruhi suatu aktivitas atau obyek.

    12

  • Resiko tersebut akan diukur dalam terminologi

    consequences (konsekuensi) dan likelihood

    (kemungkinan/probabilitas). Dijelaskan juga bahwa resiko

    adalah pemaparan tentang kemungkinan dari suatu hal

    seperti kerugian atau keuntungan secara finansial, kerusakan

    fisik, kecelakaan atau keterlambatan, sebagai konsekuensi

    dari suatu aktivitas. Dibawah ini ada beberapa contoh resiko

    yang dapat terjadi dalam suatu perusahaan :

    Kegagalan dalam meraih kesempatan

    Kerusakan dari peralatan atau mesin-mesin produksi

    Kebakaran dan kecelakaan kerja

    Kerusakan dari peralatan kantor atau sistem komputer

    Pelanggaran terhadap keamanan

    Resiko merupakan kombinasi dari Likelihood dan

    Consequence. Likelihood merupakan kemungkinan dalam

    suatu periode waktu dari suatu resiko tersebut akan muncul.

    Biasanya digunakan data historis untuk menentukan untuk

    mengestimasi kemungkinan tersebut. Perhitungan

    kemungkinan atau peluang yang sering digunakan adalah

    frekuensi.

    Consequence adalah suatu akibat dari suatu kejadian

    yang biasanya diekspresikan sebagai kerugian dari suatu

    kejadian atau suatu resiko. Sehingga Consequence biasanya

    diekspresikan dengan biaya kerugian yang dialami dalam

    suatu periode waktu dari suatu kejadian atau suatu resiko.

    Oleh karena itu perhitungan resiko dilakukan dengan

    mengkalikan nilai Likelihood dengan Consequence.

    Risks = Likelihood x Consequences

    dimana :

    - Consequence = konsekuensi untuk suatu resiko (Contoh:Rp)

    - Likelihood = frekuensi kegagalan untuk

    suatu resiko (Contoh:/th)

    13

  • Sehingga nilai dari suatu resiko berupa kerugian biaya yang

    dialami per tahun.

    Tabel 2.1. Kategori Akibat (Consequences)

    Tingkat

    (Rating)

    Definisi Akibat (Definition of Consequences).

    HH-High High Kematian atau luka berat (Loss of life or serious injury)

    H- High Kehilangan jam kerja, stop produksi (7 hari atau lebih), emisi berlebihan atau kerusakan berat pada peralatan.

    M- Medium Kasus kecelakaan, stop produksi (1-7 hari), emisi yang cukup besar atau kerusakan sedang pada peralatan.

    L- Low Stop produksi (kurang dari 1 hari), tidak ada emisi yang berarti, atau kerusakan ringan pada peralatan.

    Sumber : Pertamina,2003

    Tabel 2.2. Kategori Probabilitas (Probability)

    Tingkat (Rating)

    Definisi Probabilitas (Definition of Probability).

    HH-High High Kasus telah pernah terjadi atau sangat mungkin terjadi sepanjang umur fasilitas / pabrik.

    H- High Kasus sangat mungkin terjadi sepanjang umur fasilitas / pabrik.

    M- Medium Kasus dapat terjadi sepanjang umur fasilitas/pabrik.

    L- Low Kasus hampir tidak mungkin terjadi sepanjang umur fasilitas / pabrik.

    Sumber : Pertamina,2003

    14

  • CON

    SEQ

    UEN

    CES HH 5 6 7 7

    H 4 4 5 6M 1 2 3 3L 1 1 1 2

    L M H HHPROBABILITY

    Gambar 2.6. Matrix Risiko

    (Sumber : Pertamina,2003)

    2.3. HAZOPS (Hazard and Operability Study)

    Studi HAZOP adalah sebuah prosedur formal untuk

    mengidentifikasi bahaya-bahaya pada fasilitas pemrosesan kimia.

    Prosedur ini efektif dalam mengidentifikasi bahaya-bahaya dan

    diterima dengan baik oleh industri kimia.

    Ide dasar dalam studi ini adalah membiarkan pikiran bebas

    (brainstorming) untuk menentukan dan mempertimbangkan hal-hal

    yang memungkinkan kegagalan-kegagalan dalam proses dan operasi

    dapat terjadi.

    Yang dibutuhkan dalam melakukan studi HAZOP antara lain

    informasi detail dalam proses. Informasi-informasi ini termasuk

    Process Flow Diagrams (PFDs), Process and Instrumentation

    Diagrams (P&IDs), spesifikasi peralatan, konstruksi material, serta

    keseimbangan massa dan energi.

    Prosedur HAZOP menggunakan tahap-tahap untuk

    menyelesaikan analisis, sebagai berikut :

    1. Mulai dengan flowsheet yang detail. Pecah flowsheet ke dalam

    beberapa jumlah unit proses, jadi area reaktor mungkin bisa

    satu unit, dan tangki penyimpanan adalah yang lainnya. Pilih

    unit mana yang akan dilakukan studi.

    2. Pilih studi node (vessel, line, operating instruction).

    3. Jelaskan desain dari studi node-nya. Sebagai contoh, vessel V-1

    didesain untuk menyimpan ketersediaan benzene dan

    menyediakannya untuk reaktor.

    15

  • 4. Ambil parameter proses : flow, level, temperature, pressure,

    concentration, pH, viscosity, keadaan (padat, cair, gas),

    agitasi, volume, reaksi, sampel, komponen, start, stop,

    stability, power, inert.

    5. Terapkan guideword ke parameter proses untuk menyarankan

    penyimpangan yang memungkinkan. Daftar dari guideword

    tersedia di tabel 2.1. beberapa guideword dari kombinasi

    parameter proses tidak berarti, seperti tertera pada tabel 2.2.

    dan 2.3 untuk lines dan vessel proses.

    6. Jika penyimpangan dapat dipakai, tentukan kemungkinan

    penyebab-penyebab dan catat sistem pengaman yang ada.

    7. Evaluasi konsekuensi dari penyimpangan (jika ada).

    8. Berikan saran (apa? oleh siapa? kapan?).

    9. Catat semua informasi.

    10. Ulangi tahap 5 ke tahap 9 sampai semua guideword yang

    digunakan diaplikasikan pada parameter yang dipilih.

    11. Ulangi tahap 4 ke tahap 10 sampai semua parameter proses

    dipertimbangkan pada studi node yang diberikan.

    12. Ulangi tahap 2 ke tahap 11 sampai studi node dipertimbangkan

    pada bagian yang diberikan dan lanjutkan pada bagian lain di

    flowsheet.

    Tabel 2.3. Guideword yang digunakan dalam prosedur HAZOP

    16

  • Sumber : Crowl & Louvar, 2001

    Tabel 2.4. Guideword valid dan kombinasi parameter proses untuk

    line proses (tanda x menunjukkan kombinasi valid)

    Sumber : Crowl & Louvar, 2001

    Tabel 2.5. Guideword valid dan kombinasi parameter proses untuk

    vessel proses (tanda x menunjukkan kombinasi valid)

    17

  • Sumber : Crowl & Louvar, 2001

    Bagian penting dari HAZOP adalah organisasi yang

    dibutuhkan untuk mencatat dan menggunakan hasilnya. Banyak

    metode untuk menyelesaikan hal ini dan kebanyakan perusahaan

    memodifikasi pendekatan mereka untuk mencocokkan cara mereka

    dalam melakukan sesuatu.

    Tabel 2.3 menyajikan form HAZOP. Kolom pertama disebut

    Item, digunakan untuk meyediakan pengidentifikasi dalam setiap

    kasus yang dipertimbangkan. Sistem penomoran yang digunakan

    adalah kombinasi nomor-huruf. Jadi tanda 1A akan menunjukkan

    studi node pertama dan guideword pertama. Kolom kedua

    mendaftar studi node yang dipertimbangkan. Kolom ketiga

    mendaftar parameter proses, dan kolom keempat mendaftar

    penyimpangan atau guideword. Tiga kolom selanjutnya adalah

    bagian terpenting dari analisis. Kolom pertama mendaftar

    penyebab yang memungkinkan. Penyebab tersebut ditentukan oleh

    grup dan berdasarkan kombinasi penyimpangan khusus-guideword.

    Kolom selanjutnya mendaftar konsekuensi yang memungkinkan dari

    penyimpangan yang terjadi. Kolom terakhir menunjukkan

    tanggapan yang dibutuhkan untuk mencegah bahaya dari

    kecelakaan yang ada. Catatan bahwa item-item yang terdaftar

    dalam tiga kolom tersebut dinomori secara urut. Beberapa kolom

    18

  • terakhir digunakan untuk melacak tanggung jawab pekerjaan dan

    penyempurnaan pekerjaan.

    Tabel 2.3. form HAZOP untuk pencatatan data

    Sumber : Crowl & Louvar, 2001

    BAB III

    IDENTIFIKASI BAHAYA DAN ANALISA

    19

  • 3.1. Identifikasi Bahaya (HAZOP)

    Gambar 3.1. Proses operasi pada steam turbine PPNS-ITS

    Keterangan :

    P1 = Nozle inlet pressure T1 = Condenser temperature

    P2 = Steam line pressure T2 = Turbin exhaust temperature

    P3 = Condenser pressure T3 = Cooling water outlet temperature

    P4 = Gland shield pressure T4 = Condenser steam inlet temperature

    P5 = Turbine exhaust pressureT5 = Cooling water inlet temperature

    T6 = Nozzle inlet temperature

    T7 = Steam line temperature

    20

  • HAZOP STUDYCompany : PPNS-ITS Made by : Syahrul MubarokFacility : Steam Turbine Checked by : -Session : July 19, 2010 Approved by : -

    Node Parameter Guide word Deviation Causes Consequences Safe Guards S L RR Recomendations

    Feed Pipe

    Temperatur More More temperatur

    Automatic burner control pada superheater gagal

    Merusak feed pipe

    Alarm, operator

    M M 2 - Operator harus cek periodic

    - Install alarm

    Pressure More More Pressure

    Automatic burner control pada superheater gagal

    Merusak feed pipe

    Pressure Safety Valve

    M M 2 Pasang PSV pada superheated steam line

    Composition More More Composition (wet steam)

    Pemanasan pada superheater kurang

    Korosi pada feed pipe

    automatic control burner

    M H 3 Inspeksi, perawatan rutin

    21

  • Blade turbine

    Composition More More Composition (wet steam)

    Pemanasan pada superheater kurang

    Cracking pada blade

    Automatic burner control,maintenance

    M H 3 - Pasang panel set otomatis temperatur & otomatis burner

    - Maintenance periodik

    Pressure More More Pressure

    Pemanasan berlebih pada superheater

    Merusak blade (poros)

    Alarm,PSV L L 1 Pasang panel set otomatis temperatur & otomatis burner

    Nozzle inlet

    Pressure More More Pressure

    - Pemanasan berlebih pada superheater

    - Main steam valve dibuka langsung penuh

    Merusak nozzle inlet

    Alarm,PSV,SOP

    M L 1 - Perbaiki nozzle

    - Bila perlu, ganti nozzle

    - Control burner

    - Operator buka valve sedikit demi sedikit

    22

  • 3.2. Analisa Data

    Dalam identifikasi bahaya diatas yang menggunakan metode

    HAZOP dapat dihasilkan beberapa scenario risiko-risiko atau bahaya

    yang muncul, antara lain :

    1. Jika feed pipe memiliki temperature berlebih dari yang

    ditetapkan maka akan menyebabkan feed pipe rusak/failure,

    temperature berlebih ini bisa disebabkan oleh superheater

    overheating akibat automatic burner control pada komponen ini

    gagal bekerja. Direkomendasikan untuk operator mengecek

    secara periodik ataupun dipasang alarm agar bisa mengingatkan

    bahwa ada masalah pada feed pipe.

    2. Feed pipe yang dimasuki tekanan berlebih akan berbahaya

    karena dapat merusak bagian tersebut. Tekanan berlebih ini

    dihasilkan dari superheater yang terlalu dipanasi sehingga

    overpressure tidak terhindarkan. Overpressure ini kemungkinan

    disebabkan oleh automatic burner control yang gagal bekerja

    ketika overpressure terjadi. Direkomendasikan untuk memasang

    PSV (pressure safety valve) agar overpressure dapat

    diantisipasi.

    3. Komposisi yang kurang juga menjadi penyebab yang berbahaya

    terhadap feed pipe dalam artian uap yang dihasilkan oleh

    superheater masih basah. Uap ini akan menyebabkan korosi

    pada feed pipe dalam proses pengoperasian pesawat uap.

    Safeguard pada bagian ini antara lain adanya automatic burner

    control pada superheater, namun direkomendasikan untuk

    melakukan inspeksi dan perawatan periodik agar keandalan dari

    alat ini tetap terjaga.

    4. Pada bagian blade turbin akan terjadi korosi yang kemudian

    akan menyebabkan cracking yang disebabkan karena uap masih

    basah yang dihasilkan dari pemanasan pada superheater kurang.

    Hal ini bisa ditanggulangi dengan automatic burner control dan

    juga dengan perawatan yang teratur.

    23

  • 5. Poros dari blade turbin bisa saja akan rusak jika tekanan

    berlebih terjadi. Hal ini dihasilkan dari pemanasan berlebih

    pada bagian superheater. Direkomendasikan untuk memasang

    automatic burner control pada superheater dan juga melakukan

    perawatan rutin.

    6. Nozzle inlet juga menjadi perhatian agar sistem pesawat uap

    bisa berjalan lancar. Ini disebabkan karena nozzle inlet

    merupakan jalan masuk uap dari superheater untuk

    menggerakkan turbin uap. Nozzle inlet akan terjadi kerusakan

    jika main steam valve dibuka penuh secara tiba-tiba dan

    tekanan akan langsung masuk sepenuhnya dan sekencangnya.

    Hal ini akan lebih buruk lagi jika superheater mengalami

    pemanasan berlebih yang disebabkan kemungkinan oleh burner

    yang rusak. Hal ini bisa ditangani jika operator membuka pelan-

    pelan uap yang keluar dari main steam valve, memasang

    automatic burner control, dan apabila telah rusak terpaksa

    pesawat uap di-shut down dan penggantian nozzle harus

    dilakukan.

    24

  • BAB IV

    PENUTUP

    4.1. Kesimpulan

    Dari analisa data dan identifikasi yang telah dilakukan pada

    bagian sebelumnya, maka didapat beberapa kesimpulan sebagai

    berikut :

    1. Feed pipe untuk saluran uap ke turbin uap akan rusak jika

    temperature yang masuk didalam saluran ini berlebih, tekanan

    yang berlebih, maupun komposisi kurang yang dalam artian

    uapnya masih basah. Hal ini bisa ditanggulangi dengan

    pemasangan PSV (pressure safety valve), alarm, automatic

    burner control, sampai melakukan inspeksi dan perawatan

    secara periodik.

    2. Blade turbin akan mengalami cracking (retak) jika uap dari

    superheater masih basah. Hal ini masih bisa ditangani dengan

    pemasangan automatic burner control dan juga dengan

    perawatan.

    3. Poros turbin akan rusak jika tekanan yang masuk pada turbin

    berlebihan. Hal ini dapat ditangani dengan instalasi automatic

    burner control dan juga dengan perawatan rutin.

    4. Nozzle inlet akan mengalami kerusakan jika tekanan yang

    masuk besar secara tiba-tiba. Hal ini dapat ditanggulangi

    dengan cara operator membuka pelan-pelan uap yang keluar

    dari main steam valve, memasang automatic burner control,

    dan yang rusak diganti.

    25

  • 4.2. Saran

    Saran yang diberikan agar identifikasi bahaya mendapatkan

    hasil yang baik antara lain :

    1. Melihat sistem lebih kompleks agar hasil yang didapat lebih

    detail lagi.

    2. Penentuan scenario agar lebih komprehensif dengan

    memperhatikan dan juga mengoptimalkan pemakaian

    guidewords yang ada.

    3. Melihat sistem pesawat uap yang dijadikan objek studi secara

    langsung agar mengetahui kondisi lapangan yang sebenarnya

    sehingga hasil yang dicapai sesuai dengan kondisi lapangan.

    26