27
PENYAJIAN KASUS 1.ANAMNESIS Identitas Nama : Bp. Y Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 54 Tahun Alamat : Blawong, Bantul Pekerjaan : Swasta Nomor RM : - Tanggal Masuk RS : 22 April 2015 Anamnesis dilakukan pada tanggal 22 april 2015 Keluhan Utama Keluar darah dari hidung yang tidak berhenti. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan keluar darah dari hidung sejak jam 9 malam, yang keluar secara tiba- tiba. Darah yang keluar dirasakan tidak berhenti dan keluar terus menerus. Pasien menyangkal ada nya riwayat trauma ringan dan berat sebelumnya, pasien juga menyangkal adanya benda asing yang masuk ke dalam hidung. Pasien mengatakan pernah mengalami keluhan serupa sekitar 4 tahun yang lalu dan sempat di rawat dirumah sakit 1

49862667-EPISTAKSIS.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 49862667-EPISTAKSIS.docx

PENYAJIAN KASUS

1.ANAMNESIS

Identitas

Nama : Bp. Y

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 54 Tahun

Alamat : Blawong, Bantul

Pekerjaan : Swasta

Nomor RM : -

Tanggal Masuk RS : 22 April 2015

Anamnesis dilakukan pada tanggal 22 april 2015

Keluhan Utama

Keluar darah dari hidung yang tidak berhenti.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan keluar darah dari hidung sejak jam 9

malam, yang keluar secara tiba-tiba. Darah yang keluar dirasakan tidak berhenti dan

keluar terus menerus. Pasien menyangkal ada nya riwayat trauma ringan dan berat

sebelumnya, pasien juga menyangkal adanya benda asing yang masuk ke dalam

hidung. Pasien mengatakan pernah mengalami keluhan serupa sekitar 4 tahun yang

lalu dan sempat di rawat dirumah sakit selama 3 hari akibat keluhan tersebut. Pasien

mempunyai riwayat hipertensi tetapi tidak mengkonsumsi obat untuk hipertensi.

Pasien mempunyai riwayat alergi makanan seperti udang. Pasien mengatakan jika

luka dan keluar darah, darah cepat berhenti. Pasien mempunyai riwayat penyakit

hipertensi.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengalami keluhan serupa sekitar 4 tahun tang lalu.

1

Page 2: 49862667-EPISTAKSIS.docx

Pasein mengaku mempunyai riwayat penyakit Hipertensi.

Riwayat Penyakit Keluarga

Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa.

2.PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : baik

Kesadaran : Compos mentis

Vital sign :

-TD : 200/100

-Nadi : 90 kali/menit

-Respirasi : 20 kali/menit

Status Lokalis

Telinga

Inspeksi, Palpasi :

Inspeksi, Palpasi :

Telinga kanan Telinga kiri

Aurikula Edema (-), hiperemis (-),

massa (-).

Edema (-), hiperemis (-),

massa (-).

Retroaurikula Edema (-), hiperemis (-),

massa (-)

Edema (-), hiperemis (-),

massa (-)

Palpasi Nyeri pergerakan aurikula (-),

nyeri tekan tragus (-).

Nyeri pergerakan aurikula (-),

nyeri tekan tragus (-).

Otoskopi :

Telinga kanan Telinga kiri

MAE Edema (-), hiperemis (-),

serumen (-), furunkel (-).

Edema (-), hiperemis (-),

serumen (-), furunkel (-).

Membran Intak, berwarna putih, refleks

cahaya (-).

Intak, berwarna putih, refleks

2

Page 3: 49862667-EPISTAKSIS.docx

timpani cahaya (-).

Hidung dan Sinus Paranasal

Inspeksi, Palpasi :

- Deviasi tulang hidung (-), bengkak daerah hidung dan sinus paranasal (-)

- Krepitasi tulang hidung (-), nyeri tekan hidung dan sinus paranasal (-)

Rinoskopi Anterior :

Rinoskopi anterior Cavum nasi dextra Cavum nasi sinistra

Mukosa hidung Edema (-), berwarna pucat.

darah(+).

Edema (-), berwarna

pucat. Darah (+).

Septum Deviasi (-), dislokasi (-). Deviasi (-), dislokasi (-).

Konka inferior Membesar (hipertrofi).

Berwarna pucat.

Membesar (hipertrofi).

Berwarna pucat.

Meatus inferior dan

media

Sekret (-), polip (-). Sekret (-), polip (-).

Rinoskopi Posterior : tidak dilakukan pemeriksaan.

Tenggorokan

Inspeksi, Palpasi :

- Mukosa : hiperemis (-), edema (-)

- Tonsil : T1-T1

- Pembesaran kelenjar limfe : (-)

Laringoskopi Indirek : tidak dilakukan pemeriksaan.

4.DIAGNOSIS

Diagnosis kerja : Epistaksis Anterior ec Hipertensi

Diagnosis banding : Rinitis vasomotor

3

Page 4: 49862667-EPISTAKSIS.docx

Sinusitis

5.TATALAKSANA

Non Medikamentosa :

Menghindari kontak dengan alergen penyebabnya dan eliminasi.

Menghindari makanan yang dapat merangsang kambuhnya penyakit

Rutin Berolahraga

Medikamentosa :

- Antihistamin: interhistin 2 x sehari dengan dosis 50 mg

- Kortikosteroid oral : budesonid

- Antibiotik : ampisilin, amoksisilin

- Kontrol ulang.

6.PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad sanactionam : malam

4

Page 5: 49862667-EPISTAKSIS.docx

BAB II

PENDAHULUAN

Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung merupakan suatu keluhan atau

tanda, bukan penyakit. Perdarahan yang terjadi di hidung adalah akibat kelainan

setempat atau penyakit umum. Penting sekali mencari asal perdarahan dan

menghentikannya, di samping perlu juga menemukan dan mengobati sebabnya.

Epistaksis sering ditemukan sehari-hari dan mungkin hampir 90% dapat berhenti

dengan sendirinya (spontan) atau dengan tindakan sederhana yang dilakukan oleh

pasien sendiri dengan jalan menekan hidungnya. Epistaksis berat, walaupun jarang

dijumpai, dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal,

bila tidak segera ditolong.

Epistaksis yaitu perdarahan dari hidung yang dapat berupa perdarahan anterior

dan perdarahan posterior. Perdarahan anterior merupakan perdarahan yang berasal

dari septum bagian depan (pleksus kiesselbach atau arteri etmoidalis anterior).

Prevalensi yang sesungguhnya dari epistaksis tidak diketahui, karena pada beberapa

kasus epistaksis sembuh spontan dan hal ini tidak dilaporkan.

Epistaksis anterior dapat terjadi karena berbagai macam penyebab.Secara

umum penyebab epistaksis anterior dapat dibagi atas penyebab lokal dan penyebab

sistemik.Penyebab lokal yaitu trauma, benda asing, infeksi, iatrogenik, neoplasma

dan zat kimia.Penyebab sistemik antara lain yaitu penyakit kardiovaskular, gangguan

endokrin, infeksi sistemik, teleangiektasis hemoragik herediter, kelainan hematologi,

obat- obatan dan defisiensi vitamin C dan K. Untuk menegakkan diagnosis dari

epistaksis anterior dapat dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Sumber perdarahan dapat ditentukan dengan pemasangan tampon yang

telah dibasahi dengan larutan pantokain 2% dan beberapat tetes adrenalin 1/10.000.

5

Page 6: 49862667-EPISTAKSIS.docx

Penatalaksanaan pada epistaksis anterior seharusnya mengikuti tiga prinsip

utama yaitu menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah

berulangnya epistaksis.

6

Page 7: 49862667-EPISTAKSIS.docx

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal

atau sebab umum (kelainan sistemik). Secara patofisiologis, bisa dibedakan menjadi

epistaxis anterior dan posterior.

B. Anatomi Fisiologi

Penting kiranya mengetahui anatomi suplai darah di hidung, karena dari struktur

inilah awal epistaksis. Pemeriksa harus memperhatikan apakah sumber perdarahan

berasal dari lubang kanan atau kiri, perdarahan dari depan atau belakang,dan diatas

atau dibawah meatus media, yang secara garis besar membagi suplai darah atas dua

kontributor utama, arteri karotis eksterna dan interna.

7

Page 8: 49862667-EPISTAKSIS.docx

Arteri oftalmika ( cabang dari arteri karotis interna ) mencabangkan dirinya

menjadi arteri etmoidalis anterior dan posterior, dan keduanya menyuplai darah pada

superior hidung. Arteri sfenopalatina menyuplai darah untuk separuh bagian bawah

dinding hidung lateral dan bagian posterior septum. Suplai  darah lainnya berasal dari

arteri karotis eksterna dan cabang-cabang utamanya.

Semua pembuluh darah hidung saling berhubungan melalui beberapa

anastomosis. Suatu pleksus vaskular di sepanjang bagian anterior septum

kartilaginosa menggabungkan sebagian anstomosis ini (sebagian besar dari arteri

etmoidalis anterior) dan dikenal sebagai Little area atau pleksus Kiesselbach (lihat

gambar). Karena ciri vaskularnya dan sering menjadi lokasi trauma dari luar, maka

daerah ini menjadi sumber perdarahan tersering (pada anak-anak) dan biasanya

berhenti spontan, dikenal dengan epistaksis atau perdarahan anterior.

C. Etiologi

Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui penyebabnya, kadang-

kadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan

local pada hidung atau kelainan sistemik.

8

Page 9: 49862667-EPISTAKSIS.docx

Lokal

Trauma

Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya mengeluarkan secret

dengan kuat, bersin, mengorek hidung, trauma seperti terpukul, jatuh dan sebagainya.

Selain itu iritasi oleh gas yang merangsang dan trauma pada pembedahan dapat juga

menyebabkan epistaksis.

Infeksi

Infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma spesifik, seperti

lupus, sifilis dan lepra dapat menye-babkan epistaksis.

Neoplasma

Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan intermiten,

kadang-kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah, Hemongioma,

karsinoma, serta angiofibroma dapat menyebabkan epistaksis berat.

Kelainan kongenital

Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan

telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's disease). Pasien

ini juga menderita telangiektasis di wajah, tangan atau bahkan di traktus

gastrointestinal dan/atau pembuluh darah paru.

Sebab-sebab lain termasuk benda asing dan perforasi septum.

Perforasi septum nasi atau abnormalitas septum dapat menjadi predisposisi

perdarahan hidung. Bagian anterior septum nasi, bila mengalami deviasi atau

perforasi, akan terpapar aliran udara pernafasan yang cenderung mengeringkan

sekresi hidung. Pembentukan krusta yang keras dan usaha melepaskan dengan jari

9

Page 10: 49862667-EPISTAKSIS.docx

menimbulkan trauma digital. Pengeluaran krusta berulang menyebabkan erosi

membrana mukosa septum dan kemudian perdarahan.

Pengaruh lingkungan

Misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah atau lingkungan

udaranya sangat kering.

Sistemik

Kelainan darah misalnya trombositopenia, hemofilia dan leukemia.

Penyakit kardiovaskuler

Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis, nefritis

kronik, sirosis hepatis, sifilis, diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis.

Epistaksis akibat hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak

baik.

Biasanya infeksi akut pada demam berdarah, influenza, morbili, demam tifoid.

Gangguan endokrin

Pada wanita hamil, menarche dan menopause sering terjadi epistaksis, kadang-

kadang beberapa wanita mengalami perdarahan persisten dari hidung menyertai fase

menstruasi

D. Patofisiologi

Hidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari arteri karotis interna dan arteri

karotis eksterna. Arteri karotis eksterna menyuplai darah ke hidung melalui

percabangannya arteri fasialis dan arteri maksilaris. Arteri labialis superior

merupakan salah satu cabang terminal dari arteri fasialis. Arteri ini memberikan

vaskularisasi ke nasal arterior dan septum anterior sampai ke percabangan septum.

Arteri maksilaris interna masuk ke dalam fossa pterigomaksilaris dan memberikan

enam percabangan : a.alveolaris posterior superior, a.palatina desenden ,

a.infraorbitalis, a.sfenopalatina, pterygoid canal dan a. pharyngeal. Arteri palatina

desenden turun melalui kanalis palatinus mayor dan menyuplai dinding nasal lateral,

10

Page 11: 49862667-EPISTAKSIS.docx

kemudian kembali ke dalam hidung melalui percabangan di foramen incisivus untuk

menyuplai darah ke septum anterior.

Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi ke hidung. Arteri ini masuk ke

dalam tulang orbita melalui fisura orbitalis superior dan memberikan beberapa

percabangan. Arteri etmoidalis anterior meninggalkan orbita melalui foramen

etmoidalis anterior. Arteri etmoidalis posterior keluar dari rongga orbita, masuk ke

foramen etmoidalis posterior, pada lokasi 2-9 mm anterior dari kanalis optikus.

Kedua arteri ini menyilang os ethmoid dan memasuki fossa kranial anterior, lalu

turun ke cavum nasi melalui lamina cribriformis, masuk ke percabangan lateral dan

untuk menyuplai darah ke dinding nasal lateral dan septum.

Pleksus kiesselbach yang dikenal dengan “little area” berada diseptum

kartilagenous anterior dan merupakan lokasi yang paling sering terjadi epistaksis

anterior. Sebagian besar arteri yang memperdarahi septum beranastomosis di area ini.

Sebagian besar epistaksis (95%) terjadi di “little area”. Bagian septum nasi anterior

inferior merupakan area yang berhubungan langsung dengan udara, hal ini

menyebabkan mudah terbentuknya krusta, fisura dan retak karena trauma pada

pembuluh darah tersebut. Walaupun hanya sebuah aktifitas normal dilakukan seperti

menggosok-gosok hidung dengan keras, tetapi hal ini dapat menyebabkan terjadinya

trauma ringan pada pembuluh darah sehingga terjadi ruptur dan perdarahan. Hal ini

terutama terjadi pada membran mukosa yang sudah terlebih dahulu mengalami

inflamasi akibat dari infeksi saluran pernafasan atas, alergi atau sinusitis.

E. Lokasi Epistaksis

Menurunkan sumber perdarahan amat penting, meskipun kadang-kadang sukar

ditanggulangi. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan, yaitu dari bagian

anterior dan posterior.

1) Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach, merupakan sumber

perdarahan paling sering dijumpai anak-anak. Perdarahan dapat berhenti sendiri

(spontan) dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana.

11

Page 12: 49862667-EPISTAKSIS.docx

.

2) Epistaksis posterior, berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior.

Perdarahan cenderung lebih berat dan jarang berhenti sendiri, sehingga dapat

menyebabkan anemia, hipovolemi dan syok. Sering ditemukan pada pasien dengan

penyakit kardiovaskular.

F. Gambaran klinis dan pemeriksaan

Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan

belakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya

perdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.

Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi dan

ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja. Harus cukup sesuai untuk

mengobservasi atau mengeksplorasi sisi dalam hidung. Dengan spekulum hidung

dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik

cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku; sesudah dibersihkan semua

lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-faktor penyebab

perdarahan.

Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang dibasahi dengan larutan

anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau larutan lidokain 2% yang ditetesi

larutan adrenalin 1/1000 ke dalam hidung untuk menghilangkan rasa sakit dan

membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga perdarahan dapat berhenti untuk

sementara. Sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam hidung dikeluarkan dan

dilakukan evaluasi. Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah

dari hidung yang bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan

pasien dengan perdarahan hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan

perdarahan.

Pemeriksaan yang diperlukan berupa:

a) Rinoskopi anterior

12

Page 13: 49862667-EPISTAKSIS.docx

Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.

Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan

konkhainferior harus diperiksa dengan cermat.

b) Rinoskopi posterior

Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma.

c) Pengukuran tekanan darah

Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena

hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.

d) Rontgen sinus

Rontgen sinus penting mengenali neoplasma atau infeksi.

e) Skrining terhadap koagulopati

Tes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu tromboplastin parsial,

jumlah platelet dan waktu perdarahan.

f) Riwayat penyakit

Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan yang

mendasari epistaksis.

G. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan epistaksis ialah perbaiki keadaan umum, cari sumber

perdarahan, hentikan perdarahan, cari factor penyebab untuk mencegah berulangnya

perdarahan.

Bila pasien datang dengan epistaksis, perhatikan keadaan umumnya, nadi,

pernafanasan serta tekanan darahnya. Bila ada kelainan, atasi terlebih dulu misalnya

dengan memasang infuse. Jalan napas dapat tersumbat oleh darah atau bekuan darah,

perlu dibersihkan atau diisap.

Untuk dapat menghentikan perdarahan perlu dicari sumbernya, setidaknya dilihat

apakah perdarahan dari anterior atau posterior. Alat-alat yang diperlukan untuk

pemeriksaan ialah lampu kepala, speculum hidung dan alat pengisap. Anamnesis

yang lengkap sangat membantu dalam menentukan sebab perdarahan.

13

Page 14: 49862667-EPISTAKSIS.docx

Pasien dengan epistaksis diperiksa dalam posisi duduk, biarkan darah mengalir

keluar hidung sehingga bias dimonitor. Kalau keadaannya lemah sebaiknya setengah

duduk atau berbaring dengan kepala ditinggikan. Harus diperhatikan jangan sampai

darah mengalir ke saluran napas bawah. Pasien anak duduk dipangku, badan dan

tangan dipeluk , kepala dipegangi agar tegak dan tidak bergerak-gerak.

Sumber perdarahan dicari untuk membersihkan hidung dari darah dan bekuan

darah dengan bantuan alat pengisap. Kemudian pasang tampon sementara yaitu kapas

yang telah dibasahi dengan adrenalin 1/5000-1/10000 dan pantocain 2% dimasukkan

kedalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan mengurangi rasa nyeri pada

saat dilakukan tindakan selanjutnya. Tampon itu dibiarkan selama 10-15 menit.

Setelah terjadi vasokonstriksi biasanya dapat dilihat apakah perdarahan berasal dari

bagian anterior atau posterior hidung.

H. Menghentikan Perdarahan

Perdarahan Anterior

Perdarahan anterior seringkali berasal dari pleksus kisselbach di septum

bagian depan. Apabila tidak berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior,

terutama pada anak, dapat dicoba di hentikan dnegan menekan hidung dari luar

selama 10-15 menit, seringkali berhasil.

Bila sumber perdarahan dapat terlihat, tempat asal perdarahan dikaustik

dengan larutan Nitras Argenti (AgNO3) 25-30%. Sesudahnya area tersebut diberi

krim antibiotic. Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka perlu

dilakukan pemasangan tampon anterior yang dibuat dari kapas atau kasa yang diberi

pelumas vaselin atau salep antibiotic. Pemakaian pelumas ini agar tampon mudah

dimasukkan dan tidak menimbulkan perdarahan baru saat dimasukkan atau dicabut.

Tampon dimasukkan sebanyak 2-4 buah, disusun dengan teratur dan harus dapat

menekan asal perdarahan. Tampon dipertahankan selama 2x24 jam, harus

dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung. Selama 2 hari ini dilakukan pemeriksaan

penunjang untuk mencari factor penyebab epistaksis. Bila perdarahan masih belum

berhenti, dipasang tampon baru.

14

Page 15: 49862667-EPISTAKSIS.docx

Perdarahan Posterior

Perdarahan dari bagian posterior lebih sulit diatasi, sebab biasanya perdarahan

hebat dan sulit dicari sumbernya dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior. Untuk

menanggulangi perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior, yang

disebut tampon bellocq. Tampon ini dibuat dari kasa padat dibentuk kubus atau bulat

dengan diameter 3 cm. pada tampon ini terikat 3 utas benang, 2 buah disatu sisi dan

sebuah disisi berlawanan.

Untuk memasang tampon posterior pada perdarahan satu sisi, digunakan

bantuan kateter karet yang dimasukkan dari lubang hidung sampai tampak di

orofaring, lalu ditarik keluar dari mulut. Pada ujung kateter ini diikatkan 2 benang

tampon bellocq tadi, kemudian kateter ditarik kembali melalui hidung sampai benang

keluar dan dapat ditarik. Tampon perlu didorong dengan bantuan jari telunjuk untuk

dapat melewati palatum molle masuk ke nasofaring. Bila masih ada perdarahan, maka

dapat ditambah tampon anterior kedalam kavum nasi. Kedua benang yang keluar

melalui hidung diikat pada sebuah gulungan kain kasa didepan nares anterior, supaya

tampon yang terletak di nasofaringtetap ditempatnya. Benang lain yang keluar dari

mulut diikatkan secara longgar pada pipi pasien. gunanya ialah untuk menarik

tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari. Hati-hati mencabut tampon karena

dapat menyebabkan laserasi mukosa.

15

Page 16: 49862667-EPISTAKSIS.docx

Bila perdarahan berat dari kedua sisi, misalnya pada kasus angiofibroma,

digunakan bantuan dua kateter masing-masing melalui kavum nasi kanan dan kiri,

dan tampon posterior terpasang ditengah-tengah nasofaring. Sebagai pengganti

tampon bellocq, dapat digunakan kateter folley dengan balon. Akhir-akhir ini juga

banyak tersedia tampon buatan pabrik dengan balon yang khusus untuk hidung atau

tampon dari bahan gel hemostatik. Dengan semakin meningkatnya pemakaian

endoskop, akhir-akhir ini juga dikembangkan teknik kauterisasi atau ligasi

a.sfenopalatina dengan panduan endoskop.

I. Komplikasi dan Pencegahannya

Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari epistaksisnya sendiri atau sebagai

akibat dari usaha penanggulangan epistaksis. Akibat perdarahan yang hebat dapar

terjadi aspirasi darah kedalam saluran napas bawah, juga dapat menyebabkan syok,

anemia, dan gagal ginjal. Turunnya tekanan darah secara mendadak dapat

menimbulkan hipotensi, hipoksia, iskemia serebri, insufisiensi koroner sampai infark

miokard sehingga dapat menyebabkan kematian. Dalam hal ini pemberian infuse atau

16

Page 17: 49862667-EPISTAKSIS.docx

transfuse darah harus dilakukan secepatnya. Akibat pembuluh darah yang terbuka

dapat terjadi infeksi, sehingga perlu diberikan antibiotic.

Pemasangan tampon dapat menyebabkan rinosinusitis, otitis media,

septicemia, atau toxic shock syndrome. Oleh karena itu, harus selalu diberikan

antibiotic pada setiap pemasangan tampon hidung, dan setelah 2-3 hari tampon harus

dicabut. Bila perdarahan masih berlanjut dipasang tampon baru. Selain itu dapat

terjadi hemotimpanum sebagai akibat mengalirnya darah melalui tuba eustachius, dan

airmata berdarah akibat mengalirnya darah secara retrograde melalui duktus

nasolacrimalis.

Pemasangan tampon posterior (tampon bellocq) dapat menyebabkan laserasi

palatum molle atau sudut bibir, jika benang yang keluar dari mulut terlalu ketat

dilekatkan pada pipi. Kateter balon atau tampon balon tidak boleh dipompa terlalu

keras karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa hidung atau septum.

J. Mencegah Perdarahan Berulang

Setelah perdarahan untuk sementara dapat diatasi dengan pemasangan tampon,

selanjutnya perlu dicari penyebabnya. Perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium

darah lengkap, pemeriksaan fungsi hepar dan ginjal, gula darah, hemostasis.

Pemeriksaan foto polos atau CT scan sinus bila dicurigai ada sinusitis. Konsul ke

penyakiyt dalam atau kesehatan anak bila dicurigai ada kelainan sistemik.

17

Page 18: 49862667-EPISTAKSIS.docx

BAB IV

SIMPULAN

Epistaksis atau perdarahan hidung sering ditemukan sehari-hari dan bukan

merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari suatu kelainan. Epistaksis

dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik. Sebab local antara lain : idiopati,

trauma, infeksi hidung dan sinus paranasal, tumor, pengaruh lingkungan, benda asing

dan rinolit. Sebab sistemik yaitu penyakit kardiovaskular, kelainan darah, infeksi

sistemik, gangguan endokrin, kelainan congenital.

Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach (yang

paling sering terjadi dan biasanya pada anak-anak). Pada epistaksis posterior,

perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri ethmoidalis posterior, sering

terjadi pada pasien usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosclerosis, atau

penyakit kardiovaskuler dan perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.

Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis, yaitu menghentikan

perdarahan secara aktif seperti dengan cara kaustik dan pemasangan tampon,

mencegah komplikasi baik sebagai akibat langsung epistaksis atau akibat usaha

penanggulangan epistaksis dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalau ada syok,

perbaiki dulu keadaan umum pasien.

18

Page 19: 49862667-EPISTAKSIS.docx

TINJAUAN PUSTAKA

1. Soepardi AE, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti DR. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidumg Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam.

Fakultas Kedokteran Indonesia. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2008. Hal 155-

159.

2. Ichsan Mohammad. Penatalaksanaan Epistaksis. Laboratorium/SMF Bagian

Telinga, Hidung dan Tenggorokan Fakultas Kedokteran Universitas Syah

Kuala/ Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin, Darussalam Banda Aceh, Aceh.

Diunduh dari : http/www.cermin dunia kedokteran.com. No 132, thn 2001,

hal 43-46.

19