520883111

Embed Size (px)

Citation preview

  • 5/16/2018 520883111

    1/29

    Implikasi Hukum Penolakan Tindakan Medik

    IMPLlKASI HUKUM PENOLAKAN TINDAKAN MEDIK

    Oleh:ZULHASMAR. ERIC

    Fakultas Hukum Universitas Indonesia, JakartaFakultas Hukum Universitas INDONUSA Esa Unggul, JakartaJI. Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510

    [email protected]

    ABSTRAKDalam mengambil suatu tindakan medik seringkali dokter maupun institusi kesehatan memintapasien untuk menandatangani surat pemyataan yang dikenal sebagai "Informed Concent" atau"Persetujuan Tindakan Medik". Surat persetujuan tindakan medik ini juga dapat dikatakan sebagaisalah satu bentuk komunikasi antara dokter dan pasien ataupun keluarga pasien. Namun selainsurat persetujuan tindakan medik, dikenal juga dengan surat pemyataan "Penolakan TindakanMedik" atau "Informed Refusal". Penolakan Tindakan Medik ini merupakan hak pasien yangberarti suatu penolakan yang dilakukan pasien sesudah diberi informasi oleh dokter. PenolakanTindakan Medik ini pada dasamya adalah hak asasi dari seseorang untuk menentukan apa yanghendak dilakukan terhadap dirinya sendiri. Masih banyaknya berbagai pihak baik masyarakatumum terutama pasien dan keluarga pasien dan bahkan dokter ataupun institusi kesehatan yangkurang memahami arti dari Penolakan Tindakan Medik, sehingga seringkali menjadi suatu halyang tidak diinginkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Dokter maupun pasien hendaknyamemahami akan hak dan kewajiban masing-masing serta mengetahui implikasi hukum yangtimbul akibat persetujuan ataupun penolakan tindakan medik terutama terhadap hukum yangberlaku di Indonesia. Pada penelitian ini digunakan data sekunder dan bahan hukum primer,sekunder dan tertier dengan sifat penelitian deskriptif analitik. Penelitian ini menggunakanpengertian yang terdapat dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Permenkes No. 585 tahun 1989 tentangPersetujuan Tindakan Medik, SK DirJen Pe!ayanan Medik No. HK.OO.06.3 .5.1866 tahun 1999tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Medik, Pemyataan !DJ tentang "Informed Concent"(Lampiran SKB !Dl No.3 I 9/P/BAJ88) Kode Etik Kedokteran, Kitab Undang-Undang HukumPidana, serta Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sebagai saran yang diusulkan oleh penulisadalah perlunya mensosialisasikan hak-hak pasien termasuk hak untuk memberikan penolakantindakan medik serta akibat hukum yang timbu! karenanya.Kata Kunci: lmplikasi Hukum, Penolakan, Tindakan Medik

    PendahuluanDalam mengambil suatu tindakan medik

    seringkali dokter maupun institusi kesehatan me-minta pasein untuk menandatangani surat pernya-taan yang dikenal sebagai "Informed Concent" atau"Persetujuan Tindakan Medik". Persetujuan tinda-kan medik ini sangatlah penting bagi dokter maupunsuatu institusi kesehatan untuk membuktikan bahwatindakan medik yang diambil te.lah diketahui, dime-ngerti oleh pasien ataupun keluarganya dengan baik

    mengenai segala keuntungan/kerugian dan resikodari tindakan tersebut serta disetujui oleh diri pasiensendiri/istri/suami/anaklayah/ibu/lainnya. Surat per-setujuan tindakan medik ini juga dapat dikatakansebagai salah satu bentuk komunikasi antara dokterdan pasien ataupun keluarga pasien. Dokter tidakberhak melakukan tindakan medis yang berteuta-ngan dengan kemauan pasien, walaupun tindakan ituuntuk kepentingan pasien itu sendiri. Semua tinda-kan medik baik tindakan diagnostik, terapeutik mau-

    Lex Jurnalica Vol.5 No.2, April 2008 83

    mailto:[email protected]:[email protected]
  • 5/16/2018 520883111

    2/29

    Implikasi Hukum Penolakan Tindakan Medikpun paliatif memerlukan persetujuan tindakanmedik secara lisan maupun tertulis. Setiap tindakanmedik yang mengandung resiko cukup besar, meng-haruskan adanya persetujuan tertulis yang ditan-datangani oleh pasien, setelah sebelumnya pasienitu memperoleh informasi yang adekuat tentangperlunya tindakan medik yang bersangkutan sertaresiko yang berkaitan dengannya. Namun seringkalipersetujuan tindakan medik ini oleh dokter hanyadipandang sebagai suatu prosedur untuk mernper-oleh ijin atau tanda tangan atau persetujuan pengo-batan maupun tindakan medis dan penelitian saja.

    Dokter terkadang tidak menyadari bahwapersetujuan tindakan medik memiliki nilai etik danhukum kedokteran. Hal ini terjadi karena kurangsadarnya bahkan yang Iebih parah lagi dikarenakansikap tidak acuh dokter terhadap persetujuan tin-dakan medik. Terkadang sikap ini diakibatkan kare-na tidak ada ataupun kurangnya waktu untuk ber-komunikasi antara dokter dan pasiennya, padahaldengan adanya kornunikasi yang baik an tara dokterdengan pasiennya maka salah pengertian bahkangugat medis dari pasien dapat dihindarkan.

    Oleh karena itu sudah selayaknyaJah per-setujuan tindakan medik ini mendapat perhatianyang utarna bagi dokter dalam mengambil suatu tin-dakan medik, karena persetujuan tindakan medikmerupakan salah satu bagian yang penting daJamsuatu kontrak terapeutik antara dokter dan pasien,karena persetujuan tindakan medik mempunyaibanyak korelasi atau hubungan dengan masalah-masalah malpraktek medik (medical malpractice)baik dari segi hukum maupun etika. Dari suduthukum, informed consent dapat dilihat dari aspekhukum perdata, hukum pidana, hukum administrasimaupun hukum disiplin tenaga kesehatan.

    Selain persetujuan tindakan medik yangtelah diuraikan di atas, dikenal juga dengan suratpemyataan "Penolakan Tindakan Medik" atau"Informed Refusal". Penolakan tindakan medik inimerupakan hak pasien yang berarti suatu penolakanyang dilakukan pasien sesudah diberi informasi olehdokter. Penolakan Tindakan Medik ini pada da-samya adalah hak asasi dari seseorang untuk menen-tukan apa yang hendak dilakukan terhadap dirinyasendiri. Penolakan dari pasien untuk dilakukantindakan medik tertentu diputuskan sesudah pasiendiberikan informasi oleh doktemya yang menyang-kut segala sesuatu yang berkenaan dengan tindakanmedik yang akan diambil. Dalam hal ini pasiendianggap sudah memahami segal a konsekuensi yangmungkin timbul sebagai akibat dari penolakantersebut.

    PermasalahanAdapun pokok permasalahan yang akan

    penulis coba gambarkan adalah berkaitan dengan"Implikasi Hukum Penolakan Tindakan Medik"yaitu:1 . Apakah pasien ataupun keluarganya mempunyai

    hak untuk melakukan Penolakan Tindakan Me-dik?

    2. Bagaimana akibat hukum dari Penolakan Tin-dakan Medik bagi pasien, dokter maupuninstitusi kesehatan?

    Tujuan PenulisanAdapun tujuan yang hendak dicapai penulis

    melalui penelitian ini adalah:1. Secara umum tujuan penulisan adalah:

    84 Lex Jurna/ica Val.5 No.2, April 2008

  • 5/16/2018 520883111

    3/29

    Implikasl Hukum Penolakan Tindakan MedikUntuk memberikan gambaran mengenai hakpas len ataupun keluarganya untuk melakukanPenolakan Tindakan Medik.

    2. Sedangkan secara khusus penulisan in i ber-tujuan untuk menjelaskan mengenai implikasihukum dari surat penolakan tindakan medik ba-gi pasien, dokter maupun bagi institusi kese-hatan.

    Tinjauan TeoriDokter

    Dalam pengertian formal, dokter adalahorang yang telah menyelesaikan pendidikan padafakultas kedokteran (Iulus dan berijazah), kemudianmempunyai surat izin bekerja sebagai dokter daripemerintah. Makna lain dari pengertian "dokter"adalah orang yang memiliki pengetahuan kedok-teran (klinik) dan memiliki hak serta kewajibanuntuk mengamalkan (mempraktikkan) ilmu danketerampilannya. Mengamalkan ilmu dan keteram-pilan kedokteran pada pasien sering dirumuskan se-bagai memberikan pertolongan medik. (Daldiyono,2006).

    Profesi kedokteran memiliki ciri yangkhusus, Berbagai faktor yang menimbulkan kekhu-susan adalah:I . Bahwa profesi kedokteran bersangkutan dengan

    manusia.2. Bahwa manusia yang berhubungan dengan

    dokter tentunya yang sedang sakit atau datanguntuk pencegahan penyakit atau sekedar kon-sultasi.

    3. Bahwa manusia yang sakit sangat mengharapkesembuhan dengan segal a kekhawatirannya.

    4. Bahwa keputusan dan perkataan dokter sangat

    5. Bahwa terdapat perbedaan yang sangat besardalam hal pengetahuan antara dokter denganpasien. (Daldiyono, 2006).

    Pasien Pasien adalah orang yang datang ke dokterdengan maksud meminta pertolongan medik. Orangyang datang pada dokter dengan sendirinya memi-liki problema medis. Problema medis dapat bersifatpsikologis, misalnya atas dasar kekhawatiran (pro-blem psikologik) atau sekadar konsultasi ingin tahukeadaan kesehatannya, atau karena problem fung-sional, dapat pula karena problem gangguan orga-nik. (Daldiyono, 2006).

    Pasien adalah orang sakit dengan segala ke-butuhannya. Pembahasan tentang aspek khusus ten-tang pasien dapat dimulai dad suatu datil awal bah-wa pasien adalah manusia biasa (yang semulasebat), Sebagaimana seorang manusia, ia mernilikikebutuhan-kebutuhan dasar. Tentang kebutuhandasar ini ada baiknya bila kita arnbil saja rumusanatau teori yang diluncurkan oleh Abraham Maslow,seorang pelopor psikologi humanistik. (Daldiyono,2006).

    HakDokterHak-hak yang dimiliki oleh dokter beberapadi antaranya, adalah:

    I) Memperoleh perlindungan hukum sepanjangmelaksanakan tugas sesuai dengan standarprofesi dan standar prosedur operasional. Stan-dar profesi adalah batasan kemampuan (know-ledge, skill and professional attitude) minimalyang harus dikuasai oleh seorang individu untukdapat melakukan kegiatan profesionalnya pada

    menentukan dalam proses penyembuhan. masyarakat secara mandiri yang dibuat olehLex Jurnalica Vol.5 No.2, April 2008 85

  • 5/16/2018 520883111

    4/29

    Implikasi Hukum Penolakan Tindakan Medikorganisasi profesi. Sedang yang dimaksuddengan "stan dar prosedur operasional" adalahsuatu perangkat instruksi atau langkah-langkahyang dibakukan untuk menyelesaikan suatu pro-ses kerja rutin tertentu. Standar prosedur opera-sional memberikan langkah yang benar dan ter-baik berdasarkan konsensus bersama untukmelaksanakan berbagai kegiatan dan fungsipelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanankesehatan berdasarkan standar profesi.

    2) Memberikan pelayanan medis menurut standarprofesi dan standar prosedur operasional;

    3) Memperoieh informasi yang lengkap dan jujurdari pasien atau keluarganya; dan

    4) Menerima imbalan jasa5) Hak menolak memberi kesaksian tentang pa-

    siennya (Verschoningsrecht van de Arts) ber-dasarkan pasal 170 KUHAP:a) Mereka yang karen a pekerjaan, harkat mar-

    tabat atau jabatannya diwajibkan menyim-pan rahasia, dapat minta dibebaskan darikewajiban untuk memberi keterangan seba-gai saksi, yaitu tentang hal yang diperca-yakan kepada mereka.

    b) Hakim menentukan sah atau tidaknyasegala alasan untuk permintaan tersebut."(KUHP, pasal 170)

    Hak yang terpenting dari dokter adalah hakuntuk bekerja menurut standar profesinya. Doktermempunyai suatu kebebasan profesional akan tetapitidak mempunyai kebebasan terapeutik. Memangdokter mempunyai kebebasan daiam memilihmetoda-metoda kedokteran tertentu dan mem-pertimbangkan kemungkinan-kemungkinan alterna-

    tersebut berada di tangan pasien. Jadi kebebasanterapeutik ada di pihak pasien dan ada kebebasandari pasien dan dokter untuk membicarakan secarabersama-sama segala sesuatu mengenai hubungankerja sarna atau perjanjian medis tersebut.Dokter dapat menolak melakukan pera-watan atau pengobatan atau tindakan medis tertentuapabiJa ia tidak dapat mempertanggung-jawabkan-nya secara profesional. Misalnya ia dapat menolakmemberikan resep obat tertentu hanya dengan men-dengar keterangan dari pihak ketiga tanpa langsungmemeriksa pasiennya sendiri,

    Demikian pula hainya apabila tindakanmedis yang diinginkan pasien bertentangan denganhati nuraninya, dokter berhak menolak melaku-kannya, misalnya melakukan tindakan penggugurankandungan. Kewajiban untuk memberikan pertolo-ngan dapat ditinjau dari pengertian sudah adanyasuatu perjanjian medis, tetapi dapat juga dilihat ter-lepas dari adanya suatu perjanjian. Dalam hal yangterakhir ada suatu kekecualian di mana dokter harusmemberikan pertolongan, misalnya pada suatu kea-daan darurat dan di daerah tersebut tidak ada dokterlain yang dapat dimintakan bantuannya.

    Dokter juga berhak menuntut agar pasiendengan sesungguhnya menceritakan hal-hal pentingyang berkaitan dengan diagnosis dan rencana terapiyang akan dilakukan dokter serta mematuhi saran-saran yang diperlukan agar kesembuhan yang diikh-tiarkan segera tercapai.

    Apabila ada keluhan-keluhan pasien yangberhubungan dengan tindakan yang dilakukan dok-ter, seharusnya hal itu dibicarakan terlebih dahuludengan dokter tersebut, sebelum beralih menjadipengadukan kepada pihak lain seperti organisasi

    tif. Akan tetapi keputusan menggunakan metoda86 Lex Jurnalica Vol.5 No.2, April 2008

    profesi atau tindakan yang bersifat yuridis.

  • 5/16/2018 520883111

    5/29

    lmplikasi Hukum Penolakan Tindakan MedikDokter, seperti halnya setiap warga masyarakatlainnya mempunyai hak untuk membela diri terha-dap sangkaan atau gugatan pasien (Pasal 18 UU No.39 tahun 1999 tentang HAM).

    Kewajiban Dokter Menurut KodekiKodeki yang merupakan pedoman berting-

    kah laku bagi dokter terutama saat melaksanakantugas pengabdiannya memuat beberapa butir kewa-jiban yang harus dipatuhi. Kodekiyang merupakanhasil kerja dan musyawarah kerja dokter di Jakarta,telah dikukuhkan keberlakuannya untuk seluruhdokter di Indonesia dengan Keputusan MenteriKesehatan No. 434IMen.Kes/SKJXI1983.

    Secara garis besar, kewajiban dokter dalamKodeki ini dikelompokan atas empat, yakni:I. Kewajiban umum

    a. Setiap dokter harus menJunJung tinggi,menghayati, dan mengamalkan SumpahDokter.

    b. Seorang dokter hams senantiasa melakukanprofesinya menurut ukuran yang tertinggi.

    c. Dalam melakukan pekerjaan kedokterannyaseorang dokter tidak boleh dipengaruhi olehpertimbangan keuntungan pribadi.

    d. Perbuatan berikut dipandang bertentangandengan etik:(1) Setiap perbuatan yang bersifat memuji

    diri.(2) Secara sendiri atau bersama-sama

    menerapkan pengetahuan dan keteram-pilan kedokteran dalam segala bentuktanpa kebebasan profesi.

    (3) Menerima imbalan selain daripada yanglayak sesuai dengan jasanya, kecuali

    dengan keikhlasan, sepengetahuan, danatau kehendak penderita.

    e. Tiap perbuatan atau nasihat yang mung-kinmelemahkan daya tahan makhluk insani,baik jasrnani maupun rohani, hanya diberi-kan untuk kepentingan pasien.

    f. Setiap dokter hams senantiasa berhati-hatidalam mengumumkan dan menerapkansetiap penemuan teknik atau pengo-batanbaru yang belum diuji kebena-rannya.

    g. Seorang dokter hanya mernberikan kete-rangan atau pendapat yang dapat dibuk-tikan kebenarannya.

    h. Seorang dokter hendaklah berusaha jugamenjadi pendidik dan pengabdi rakyat yangsebenamya.

    I. Dalam kerjasama dengan para pejabat dibidang kesehatan lainnya, hendaklahdipelihara pegertian sebaik-baiknya,

    2. Kewajiban dokter terhadap pasiena. Seorang dokter hams senantiasa mengingat

    akan kewajibannya melindungi hidup rnakh-luk insani.

    b. Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas danmempergunakan segala ilmu dan keterampi-lannya untuk kepentingan pasien. Dalam halini apabila tidak mampu melakukan suatupemeriksaan atau pengobatan, rnaka ia wajibmemjuk penderita kepada dokter lain yangmernpunyat keahlian dalam penyakit/bidangtersebut.

    c. Setiap dokter wajib memberikan kesempatankepada pasien agar senantiasa dapat berhubu-ngan dengan keluarga dan penasihatnya dalamberibadat atau dalam masalah lainnya.

    Lex Jurnalica Vol.5No.2, April 2008 87

  • 5/16/2018 520883111

    6/29

    Implikasi Hukum Penolakan Tindakan Medikd. Setiap dokter wajib merahasiakan segala se-

    suatu yang diketahuinya tentang pasien,bahkanjuga setelah pasien itu meninggal.

    e. Setiap dokter wajib melakukan pertolongandarurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,kecuali bila ia yakin ada orang lain bersediadan mampu untuk memberikannya.

    3. Kewajiban dokter terhadap ternan sejawata. Setiap dokter memperiakukan ternan sejawat-

    nya sebagaimana ia sendiri ingin diperlaku-kan.

    b.Setiap dokter tidak boleh mengambil alihpasien dari ternan sejawat, tanpa persetujuan-nya.

    4. Kewajiban dokter terhadap diri sendiria. Setiap dokter harus memelihara kesehatan-

    nya, supaya dapat bekerja dengan baik.b.Seorang dokter hendaklah senantiasa rnengi-

    kuti perkembangan ilmu pengetahuan dantetap setia kepada cita-citanya yang luhur.

    Hak PasienDalam Undang-Undang Nomor 29 tahun

    2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 52 menye-butkan bahwa pasien, dalam menerima pelayananpada praktik kedokteran, mempunyai hak:1) Mendapatkan penjelasan secara lengkap ten-

    tang tindakan medis sebagaimana dimaksuddalam Pasal 45 ayat (3), yaitu: diagnosis dantata cara tindakan medis; tujuan tindakan medisyang dilakukan; altematif tindakan lain danresikonya; resiko dan komplikasi yang mungkinterjadi; dan prognosis terhadap tin-dakan yangdilakukan.

    2} Meminta pendapat dokter lain.

    3) Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebu-tuhan medis.

    4) Menolak tindakan rnedis.5) Mendapatkan isi rekarn rnedis.

    Menurut Alfred A. Arneln bahwa di dalambeberapa literatur hukum kesehatan disebutkan be-berapa hak pasien, yaitu:1) Hak atas informasi2) Hak memberikan persetujuan.

    (a dan b sering disebut informed consent)3) Hak memilih dokter4) Hak memilih rumah sakit5) Hak atas rahasia kedokteran (Hussein Kerbala,

    1993).Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ada-lah; segala rahasia yang oleh pasien secara disa-dari atau tidak disadari disampaikan kepadadokter dan segala sesuatu yang oleh dokter telahdiketahuinya sewaktu rnengobati dan merawatpasien. Mengenai rahasia kedokteran diatur da-lam pasal 48 UU No. 29 tahun 2004 tentangPraktik Kedokteran. (Undang-Undang No. 29Tahun 2004)

    6) Hak menolak pengobatanBerdasarkan hak untuk menentukan diri sendiri,maka seorang pasien mempunyai hak untukmenentukan apakah ia akan menerima pengo-batan atau menolak pengobatan.

    7) Hak untuk menghentikan pengobatanAda dua faktor yaitu faktor psikologis dan eko-nom is. Alasan psikologis dimaksud adalah bah-wa pasien telah tidak percaya lagi akan manfaatdari pengobatan tertentu bagi kesembuhanpenyakitnya. Pasien telah mengarnbil kesimpu-Ian bahwa diobati atau tidak diobati maka

    88 Lex Jurnalica Vol.5No.2, April 2008

  • 5/16/2018 520883111

    7/29

    lmplikasi Hukum Penolakan Tindakan Medikhasilnya sarna saja, oleh karen a itu rnenolakpengobatan adalah lebih baik. Alasan ekonomisdimaksudkan bahwa pasien sebenarnya inginmendapatkan pengobatan atas dirinya, tapi kare-na ketiadaan keuangan yang mencukupi untukmembiayai pengobatan itu maka ia menghen-tikan pengobatan tersebut. Dalam praktik se-hari-hari, apabila pasien itu sedang menjalaniopname di suatu rumah sakit haruslah mengisisuatu formulir tertentu yang menyatakan bahwapenghentian pengobatan itu atas dasar kemauanpasien sendiri dan bukan karen a dipaksa keluaroleh pihak rumah sakit.

    8) Hak atas second opinionApabila pasien ingin mendapatkan perban-dingan terhadap keterangan dokter yang mengo-batinya atau sekedar mendapatkan penjelasandari dokter lain, maka ia dapat menghubungidokter lain itu dengan atau tanpa sepengetahuandokter yang mengobatinya untuk mendapatkansecond opinion.

    9) Hak melihat rekam medik (inzage rekam medik)Rekam medik atau rekam kesehatan yang meru-pakan terjemahan dari medical record adalahsuatu lembaran yang berisi atau memuat ketera-ngan tentang riwayat penyakit, laporan pemerik-saan fisik, catatan pengamatan terhadap penya-kit dan lain lain dari seorang pasien. Pasienmempunyai hak untuk mengetahui tentang kea-daan dirinya dan penyakitnya melalui rekammedik. Pada dasarnya lembaran rekam medikitu adalah milik rumah sakit sedangkan isinyamerupakan milik pasien, sehingga pasien dapatmemberikan kuasa kepada orang lain yang iakuasakan dengan surat kuasa khusus untuk

    melihat rekam mediknya apabiJa ia memerlu-kannya. (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor749a Tahun 1989)

    Kewajiban pasienBerbarengan dengan hak terse but paslen

    juga mempunyai kewajiban, baik kewajiban secaramoral maupun secara yuridis. Secara moral pasienberkewajiban memelihara kesehatannya dan menja-lankan aturan-aturan perawatan sesuai dengan nasi-hat dokter yang merawatnya. Beberapa kewajibanpasien yang harus dipenuhinya dalam pelayanankesehatan termuat dalam pasal 53 Undang-UndangNomor 29 tahun 2004, adalah sebagai berikut:I) Pasien wajib memberikan keterangan informasi

    sebanyak mungkin tentang penyakitnya. Kewa-jiban ini dapat dikaitkan dengan "itikad baik"pasien. Bila pada bab tentang hak pasien telahkita temui adanya hak pasien atas informasimaka pada bagian ini kita pahami bahwa pasienpun mempunyai kewajiban untuk rnenyarn-paikan informasi tentang tindakan-tindakan apasaja yang telah ia lakukan dalam menanganipenyakitnya itu. lnformasi pasien merupakansalah satu sumber yang dapat digunakan olehdokter untuk menegakkan diagnosa terhadappenyakit pasien dan diagnosa ini pula yang wa-jib disampaikan oleh dokter kepada pasienbeserta terapi terbaik yang akan diterapkan.

    2) Pasien wajib menaati nasihat dan petunjukdokter. Dalam upaya menerapkan terapi padapenyakit pasien maka selain peran dokter, makapasien tersebut telah menunjukkan pula keingi-nannya untuk segera sembuh. Petunjuk daridokter kepada pasien ini dapat berupa perintah,misalnya, pasien harus minum obat tiga kali

    Lex Jurnalica Vol.5 No.2, April 2008 89

  • 5/16/2018 520883111

    8/29

    Implikasi Hukum Penolakan Tindakan Mediksehari, pasien harus istirahat yang cukup danlain-lain atau berupa larangan, misalnya: pasiendilarang rnerokok, dilarang untuk makan atauminum tertentu, dan lain-lain. Tidak jarangpelanggaran terhadap instruksi atau nasihatdokter ini menimbulkan keadaan penyakit pa-sien yang lebih parah lagi. Dalam hal ini makapasien tidak dapat menyalahkan dokter bahkandi sini dianggap adanya "kontribusi kesalahanpasien". Dalam hukum kedokteran hal ini dise-but dengan contributory negligence.

    3) Pasien wajib menaati aturan yang berlaku disarana pelayanan kesehatan. Hal ini berlakujuga bagi keluarga pasien dan sarana pemberipelayanan kesehatan itu sendiri. Dalam rangkamemberi saran a perawatan, untuk kesembuhanpasien maka sarana pelayanan kesehatan seperticontohnya rumah sakit memberi aturan atauperaturan. Peraturan tata tertib yang dibuat ituharus dipahami dan ditaati oleh pasien dankeluarga pasien. Aturan tentang jadwal besukbagi pasien yang sedang diopname tidak lainuntuk menunjang upaya penyembuhan pasien,karena pasien itu membutuhkan istirahat yangcukup.

    4) Pasien wajib memberikan imbalan jasa kepadadokter atau wajib melunasi biaya rumah sakit.Saat pasien dirawat di rumah sakit maka rumahsakit mengeluarkan sejumlah biaya yang jum-lahnya tidak sedikit. Pengeluaran tersebut harussegera ditutupi dengan biaya yang dibebankankepada pasien yang bersangkutan atau yangmenanggungnya. Hal ini merupakan hal yangwajar karena rumah sakitpun harus mem-persiapkan pengeluaran lain untuk berikutnya.

    PembahasanPada artikel 3 dari Declaration of Human

    Right 1948 dicamtumkan bahwa "Everyone has theright to life, liberty and security of person ". Disinisecara tegas dikatakan bahwa semua orang berhakuntuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi. Ber-dasarkan artikel 3 dari deklarasi ini maka seseorangjuga berhak untuk menolak dilakukannya suatutindakan medik demi terpenuhinya makna dari per-nyataan internasional tersebut.

    Hal yang harus diperhatikan dalam kontekskontrak terapeutik ialah bahwa negara kita ber-dasarkan atas hukum menurut Konstitusi UUD1945. Dimana pada pasal 28-A dikatakan bahwa"Setiap orang berhak untuk hidup serta berhakrnempertahankan hidup dan kehidupannya". Jugapada pasal 28-H butir 1 dikatakan bahwa, "Setiaporang berhk hidup sejahtera lahir dan batin, ber-tempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidupyang baik dan sehat serta berhak memperoleh pela-yanan kesehatan.

    Konsekuensinya, adanya jaminan hukumbagi hak hidup dan hak mendapat pelayanan kese-hatan sehingga tidak ada perbuatan atau tindakandapat dilakukan secara melanggar atau bertentangandengan hukum yang berlaku. Hubungan profesionaldalam bentuk kontrak terapeutik pun tetap beradadalarn cakupan pengertian dasar ini. Jelasnya, didepan hukum semua profesi adalah sarna karenayang dilihat adalah "isi" dari perbuatannya, bukansiapa yang melakukannya. Inilah prinsip Equalitybefore the law.

    Tidak ada perbuatan atau tindakan dapatdilakukan secara melanggar atau bertentangandengan hukum yang berlaku, ini berarti pula bahwaseorang dokter dalam rnengintervensi pasien harus

    Lex Jurnalica Vol.5 No.2, April 20080

  • 5/16/2018 520883111

    9/29

    Implikasi Hukum Penolakan Tindakan Medikmendapatkan ijin dari pasien sebagai pemilik tubuh,jika ijin tidak diperolehnya maka dapat dikatakanmelanggar atau bertentangan dengan hukum yangberlaku. Masalah hak asasi manusia (HAM) saat inisudah mendunia dan diakui keberadaannya olehnegara-negara di dunia. Dalam pemberian pelaya-nan kesehatan kepada masyarakat, terdapat hal yangberkaitan dengan HAM di dalam doktrin informedconsent.

    Di dalam Universal Declaration of HumanRights (Article 19) dan di dalam Undang-Undang RINo. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; BabII Pasal 14 disebutkan bahwa setiap orang berhakuntuk memperoleh informasi. Kemudian di dalamThe Declaration of Lisbon dimuat pula tentang hak-hak pasien, diantaranya hak untuk menentukannasibnya sendiri dengan menerima atau menolakpengobatan yang akan diberikan setelah mendapat-kan informasi yang cukup dan dapat dimengerti. (1.Guwandi, 2003).

    Informed consent merupakan syarat terja-dinya suatu transaksi terapeutik, karena transaksiterapeutik itu bertumpu pada dua macam hak asasiyang merupakan hak dasar manusia, yaitu hak untukmenentukan nasibnya sendiri (the right to self-determination) dan hak atas informasi (the right toinformation). (Wila Chandrawila, 2001).

    Dengan kedua hak dasar tersebut, dokterdan pasien bersama-sama menemukan terapi yangpaling tepat yang akan digunakan. Cordozo, seo-rang hakim agung Amerika Serikat mengemukakan,bahwa:"... every human being of adult years and soundmind has a right to determine what shall be donewith his own body. "

    Pasien berkepentingan untuk menentukanapa yang akan dilakukan terhadap tubuhnya. Hak iniberarti suatu kewenangan untuk berbuat atau tidakberbuat, sehingga pasien mempunyai kebebasanuntuk menggunakan atau tidak menggunakannya.Otonomi adalah prinsip yang mengakui hak setiappribadi untuk memutuskan sendiri mengenai masa-lah kesehatan, kehidupan serta kematiannya.

    Pasien memiliki hak atas informed consent,memberikan suatu persetujuan terhadap tindakandiagnostiklterapeutik yang akan dilakukan terhadapdirinya setelah mendapatkan informasi, memilikihak untuk memilih tindakan diagnostiklterapeutikbagi dirinya setelah mendapat informasi dan memi-liki hak untuk menolak suatu tindakan terapeutik.

    Oalam menjalankan profesi kedokteranperlu ditetapkan landasan hukum untuk menjadipedoman bagi para dokter, baik yang bekerja dirumah sakit, puskesmas, klinik maupun padapraktek perorangan atau bersama. Bahwa penga-turan tentang persetujuan tindakan medik atauInformed Consent merupakan suatu hal yang ber-kaitan erat dengan tindakan medik yang dilakukanoleh dokter dan oleh karenanya perlu diatur dalamsuatu Peraturan Menteri Kesehatan.

    Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor585/ MENKES 1 PERJIXIl989 Tentang PersetujuanTindakan Medik dengan pedoman pelaksanaannyadiatur dalam Keputusan Direktur 1enderal PelayananMedik Nomor: HK.OO.063.5.1866 Tentang Pedo-man Persetujuan Tindakan Medik (InformedConsent) tanggal21 April 1999.

    8eberapa hal yang perlu diperhatikansehubungan dengan hak pasien untuk memberikanpersetujuan adalah:

    Lex Jurnallca Vol.5No.2, April 2008 91

  • 5/16/2018 520883111

    10/29

    Implikasi Hukum Penolakan Tindakan Medika. Arti Informed Consent

    Pada Bah I butir Id Keputusan DirekturJenderal Pelayanan Medik Nomor: HK.OO.063.5.1866 Tentang Pedoman Persetujuan TindakanMedik (Informed Consent) tanggal 21 April 1999,Pedoman Persetujuan Tindakan Medik, disebutkanhahwa: Informed Consent terdiri dari kata Informedyang berarti telah mendapat informasi dan Consentberarti persetujuan (ijin). Yang dimaksud denganInformed Consent dalam profesi kedokteran adalahpernyataan setuju (consent) atau ijin dari pasienyang diberikan dengan bebas, rasional, tanpa pak-saan (voluntary) tentang tindakan kedokteran yangakan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkaninformasi cukup tentang tindakan kedokteran yangdimaksud.

    b. Tindakan InvasifTindakan invasif adalah tindakan medik

    yang langsung dapat mempengaruhi keutuhanjaringan tubuh (Bah 1 butir 4.c. Keputusan DirekturJenderal Pelayanan Medik Nomor: HK.OO.063.5.1866 Tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Me-dik (Informed Consent) tanggal 21 April 1999).

    c. Pelaksanaan Informed ConsentPelaksanaan Informed Consent dianggap

    benar jika memenuhi ketentuan Bah II butir 3Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan MedikNomor: HK.OO.063.S.1866 Tentang Pedoman Per-setujuan Tindakan Medik (Informed Consent) tang-gal 21 April 1999:I) Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis

    diberikan untuk tindakan medis yang dinyatakansecara spesifik (the consent must be for whatwill be actually performed);

    2) Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medikdiberikan tanpa paksaan (voluntary);

    3) Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis di-berikan oleh seseorang (pasien) yang sehatmental dan yang memang berhak memberikan-nya dari segi hukum;

    4) Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis di-berikan setelah diberikan cukup (adekuat) infor-masi dan penjelasan yang diperlukan.

    d. lsi Informasi Dan Penjelasan

    Menurut Bah II butir 4 Keputusan DirekturJenderal Pelayanan Medik Nomor: HK.OO.063.5.1866 Tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Me-dik (Informed Consent) tanggal 21 April 1999 infor-masi dan penjelasan dianggap cukup (adekuat) jikapaling sedikit enam hal pokok di bawah ini disam-paikan dalam memberikan informasi dan penjelasan,yaitu:I) Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan

    prospek keberhasilan tindakan medik yang akandilakukan (purpose of medical procedures).

    2) Informasi dan penjelasan tentang tata caratindakan medis yang akan dilakukan (contem-plated medical prosedures).

    3) Informasi dan penjelasan tentang tentang risiko(risk inherent in such medical prosedures) dankomplikasi yang mungkin terjadi.

    4) Informasi dan penjelasan tentang alternatif tin-dakan medis lain yang tersedia dan serta risi-kenya masing-masing (alternative medicalprosedure and risk).

    5) Informasi dan penjelasan tentang prognosispenyakit apabila tindakan medis tersebut dila-

    9 2 Lex Jurnalica Vol.5 No.2. April 2008

  • 5/16/2018 520883111

    11/29

    Implikasi Hukum Penolakan Tindakan Medikkukan (prognosis with and without .medicalprocedure).

    6) Diagnosis.

    e. Kewajiban Memberikan Informasi Dan Pen-jelasan

    Bab II butir 5 Pedoman tersebut menye-butkan bahwa: Dokter yang akan melakukan tinda-kan medik mempunyai tanggung jawab utamamemberikan informasi dan penjelasan yang diper-lukan. ApabiJa berhalangan, informasi dan penjela-san yang harus diberikan dapat diwakilkan kepadadokter lain dengan sepengetahuan dokter yang ber-sangkutan.

    Pasal 6 Permenkes Nomor 585 tahun 1989menyebutkan:a. Dalam hal tindakan bedah (operas i) atau tin-

    dakan invasif lainnya, informasi harus diberikanoleh dokter yang akan melakukan operasi itusendiri.

    b. Dalam keadaan tertentu dimana tidak ada doktersebagaimana dimaksud ayat 6a maka informasiharus diberikan oleh dokter lain dengan sepe-ngetahuan atau petunjuk dokter yang bertang-gungjawab.

    c. Dalam hal tindakan yang bukan bedah (operasi)dan tindakan yang tidak invasif lainnya, infor-masi dapat diberikan oleh dokter lain atau pera-wat dengan sepengetahuan atau petunjuk dokteryang bertanggungjawab.

    f. Cara Memberikan InformasiBab II butir 6 Keputusan Direktur Jenderal

    Pelayanan Medik Nomor: HK.OO.063.S.1866 Ten-tang Pedoman Persetujuan Tindakan Medik

    (Informed Consent) tanggal 21 April 1999 menye-butkan: Infonnasi dan penjelasan disampaikansecara lisan. Informasi dan penjelasan secara tulisandilakukan hanya sebagai pelengkap penjelasan yangtelah disampaikan secara lisan.

    g.Pihak Yang BerhakMenyatakan PersetujuanDalam Keputusan Direktur Jenderal Pelaya-

    nan Medik Nomor: HK.OO.063.S.1866 TentangPedoman Persetujuan Tindakan Medik (InformedConsent) tanggal 21 April 1999 diatur dalam Bab IIbutir 7 yaitu:I) Pasien sendiri, yaitu apabila pasien telah

    berumur 21 tahun atau telah menikah.2) Bagi pasien dibawah umur 21 tahun, Persetu-

    juan (Informed Consent) atau Penolakan Tinda-kan Medik diberikan oleh mereka menurut haksebagai berikut:a) Ayah atau ibu kandung.b) Saudara-saudara kandung,

    3) Bagi yang dibawah urnur 21 tahun dan tidakmempunyai orang tua atau orang tuanya berha-langan hadir, Persetujuan (Informed Consent)atau Penolakan Tindakan Medis diberikan olehmereka menurut urutan hak sebagai berikut :a) Ayah atau ibu adopsi.b) Saudara-saudara kandung.c) Induk semang.

    4) Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental,Persetujuan (Informed Consent) atau PenolakanTindakan Medis diberikan oleh mereka menuruturutan hak sebagai berikut:a) Ayah atau ibu kandung.b) Wali yang sah.

    Lex Jurnalica Vol.5No.2. April 2008 93

  • 5/16/2018 520883111

    12/29

    lmplikasi Hukum Penolakan Tindakan Medikc) Saudara-saudara kandung.

    5) Bagi pasien dewasa yang berada dibawahpengampuan (curatelle), Persetujuan atau Peno-lakan Tindakan Medik di berikan menuruturutan hak sebagai berikut:a) Wali.b) Curator.

    6) Bagi pasien dewasa yang telah menikah atauorang tua, persetuj uan atau penolakan tindakanmedis diberikan oleh mereka menurut urutanhak sebagai berikut :a) Suami atau istri.b) Ayah atau ibu kandung.c) Anak-anak kandung.d) Saudara-saudara kandung.

    Beberapa Pengertian di bawah ini yang dimaksuddalam Bab I butir 4 Pedoman Persetujuan TindakanMedik:l.Ayah:

    Ayah kandung. Termasuk "Ayah" adalah ayahangkat yang ditetapkan berdasarkan penetapanpengadilan atau berdasarkan Hukum Adat.

    2. Jbu:Ibu kandung. Termasuk "Ibu" adalah ibu angkatyang ditetapkan berdasarkan Hukum Adat.

    3. Suami:Seorang laki-laki yang dalam ikatan perkawinandengan seorang perempuan berdasarkan peraturanperundang - undangan yang berlaku.

    4. Isteri:Seorang perempuan yang dalam ikatan perka-

    yang bersangkutan mempunyai lebih dari I (satu)isteri, persetujuan atau penolakan dapat dilakukanoleh salah satu dari mereka.

    5. Wali:adalah yang menurut hukum menggantikan oranglain yang belum dewasa untuk mewakilinya dalammelakukan perbuatan hukum atau yang menuruthukum menggantikan kedudukan orang tua.

    6. Induk semang:adalah orang yang berkewajiban untuk mengawasiserta ikut bertanggung jawab terhadap pribadiorang lain seperti pimpinan asrama dari anakperantauan atau kepala rumah tangga dari seorangpembantu rumah tangga yang belum dewasa.

    h. Cara Memberikan PersetujuanBab ll butir 8 Keputusan Direktur Jenderal

    Pelayanan Medik Nomor: HK.OO.063.5.1866 Ten-tang Pedoman Persetujuan Tindakan Medik (Infor-med Consent) tanggal 21 April 1999 menyebutkanbahwa cara pasien menyatakan persetujuan dapatsecara:1) tertulis (express) maupun,2) Iisan (implied).Persetujuan tertulis mutlak diperlukan pada tindakanmedis yang mengandung risiko tinggi, sedangkanpersetujuan secara lisan diperlukan pada tindakanmedis yang tidak mengandung risiko tinggi.

    i,Format Isian Informed ConsentBab II butir 13 Keputusan Direktur Jenderal

    Pelayanan Medik Nomor: HK.OO.063.5.1866 Ten-tang Pedoman Persetujuan Tindakan Medik (Infor-med Consent) tanggal 21 April 1999 menyatakanformat isian Persetujuan Tindakan Medik (Informedwinan dengan seorang laki-laki berdasarkan pera-

    turan perundang-undangan yang berlaku. Apabila94 Lex Jurnalica Vol.5No.2, April 2008

    Consent), dengan ketentuan sebagai berikut:

  • 5/16/2018 520883111

    13/29

    Implikasi Hukum Penolakan Tindakan Medik1) Diketahui dan ditanda tangani oleh dua orang

    saksi. Perawat bertindak sebagai salah satu sak-

    2) Materai tidak diperlukan;3) Fonnulir asli harus disimpan dalam herkas re-

    kam medis pasien;4) Formulir harus sudah diisi dan ditandatangani

    24 jam sehelum tindakan medis dilakukan.5) Dokter harus ikut membubuhkan tanda tangan

    sebagai bukti bahwa telah diberikan infonnasidan penjelasan secukupnya.

    6) Sebagai ganti tanda tangan, pas ten ataukeluarganya yang buta huruf harus membubuh-kan cap jempol ibujari tangankanan,

    Ibu Jan pas len atau keluarganya yangberhak membubuhkan cap ibu jari tersebut tidakboleh dipegang oleh tenaga kesehatan yang men-dampingi (untuk menghindari tuduhan adanya pak-saan dari pihak rumah sakit dan atau tenagakesehatan). Apabila pasien atau keluarganya yangberhak membubuhkan cap ibu tersebut buta aksaradan tuna netra (tidak dapat melihat sarna sekali)petugas yang mendampingi boleh memegang ibujarinya, tetapi harus disertai berita acara dan ditan-datangani oleh dua orang saksi seperti pada formulirpersetujuan atau penolakan tindakan medik.

    j. Sanksi HukumSarana kesehatan dan tenaga kesehatan

    yang tidak melaksanakan ketentuan yang telah dite-tapkan berdasarkan peraturan-peraturan tersebut diatas dapat dijatuhi sanksi hukum maupun sanksiadministratif apabila pasien dirugikan oleh kelalaiantersebut.

    Pasal 1366 KUHP Perdata berbunyi:"Setiap orang bertanggung jawab tidak saja ataskerugian yang disebabkan karena perbuatannya,tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karenakelalaiannya atau kurang hati-hatinya."

    Gugatan terhadap dokter secara pribadidapat dilakukan apabila: Dokter tersebut melakukankelalaian di tempat praktek pribadi atau sebagaidokter tamu di sebuah rumah sakit yang tidak meng-gaji dia.

    Kewajiban Sarana Kesehatan, apabila pa-sien dirugikan oleh tenaga kesehatan yang bekerjadisebuah sarana kesehatan misalnya sebuah rumahsakit, yang digugat untuk mengganti rugi adalahrumah sakit tersebut, berdasarkan pasal 1367 KUHPPerdata.

    Sedangkan tenaga kesehatan yang kuranghati-hati tersebut dapat dijatuhi sanksi administratif.Pasal 13 Permenkes tentang Informed Consent,mengatur tentang Sanksi Administratif yang ber-bunyi: Terhadap dokter yang melakukan tindakanmedik tanpa persetujuan pasien atau keluarganya,dapat dikenakan sanksi administratif berupa penca-butan ijin praktek.

    k. Hal Dimana Persetujuan Medik Tidak Diper-lukan

    Meskipun persetujuan dari pas len mutlakdiperlukan sebelum dilakukan dan ada sanksinyabila melakukan tindakan medik tanpa seijin pasien,ada tiga hal dimana persetujuan medik tidak samasekali tidak diperlukan. Hal ini diatur da1am 7, pasal11 dan pasal 14 Permenkes Tentang Informedconsent .

    Lex Jurnalica Vol.5 No.2, April 2008 95

  • 5/16/2018 520883111

    14/29

    lmplikasi Hukum Penolakan Tindakan MedikPasal7.(1) Informasi juga harus diberikan jika ada

    kemungkinan perluasan operasi.(2) Perluasan operasi yang tidak diduga sebelum-

    nya, dapat dilakukan untuk menyelamatkan jiwapasien.

    (3) Setelah perluasan operasi sebagaimana dimak-sud ayat (2) dilakukan, dokter harus memberi-kan informasi kepada pasien atau keluarganya.

    Pasal IIDalam hal pasien tidak sadar atau pmgsan sertatidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secaramedik berada dalam keadaan gawat dan atau daruratyang memerIukan tindakan medik segera untukkepentingannya, tidak diperlukan persetujuan darisiapapun.Pasal 14Dalam hal tindakan medik yang harus dilaksanakansesuai dengan program pemerintah dimana tindakanmedik terse but untuk kepentingan masyarakat ba-nyak, maka persetujuan tindakan medik tidak diper-lukan.

    Meskipun pasien atau keluarganya telahmenyetujui tindakan medik yang akan dilakukanterhadap dirinya atau keluarganya, apabila terjadikematian, luka berat atau sakit untuk sementaraakibat kelalaian tenaga kesehatan, tenaga kesehatantetap dapat dituntut atau digugat karena kelalaiantersebut.

    Aspek Hukum PerdataPerjanjian

    Seperti telah diketahui Buku III KUHPerdata mengatur tentang Perikatan. Menurut keten-tuan Pasal 1233 KUH Perdata, dikatakan bahwa

    perikatan dapat timbul baik karena perjanjian mau-pun undang-undang. Perikatan yang timbul karenaundang-undang ini dalam Pasal 1352 KUH Perdatadibagi atas perikatan yang timbul karena undang-undang saja dan perikatan yang timbul dari undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia. Perikatanyang timbul dari undang-undang sebagai akibatperbuatan rnanusia berdasarkan Pasal 1353 KUHPerdata dibagi atas perikatan yang timbul atas per-buatan menurut hukum (halal) dan perikatan yangtimbul dari perbuatan melawan hukum.

    Pengertian perikatan adalah suatu hubunganhukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkanmana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu haldari pihak yang lain, dan pihak yang lain berke-wajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Sesuatu itudinamakan prestasi. (Subekti, 1992).

    Sedangkan suatu perjanjian adalah suatuperistiwa dimana seorang berjanji kepada seoranglain atau dimana dua orang itu saling berjanji untukmelaksanakan sesuatu hal. Suatu perjanjian jugadinarnakan persetujuan, karena dua pihak itu setujuuntuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwadua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu ada-Iah sarna artinya. Perkataan kontrak, lebih sempitkarena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuanyang tertulis. (Subekti, 2005).

    Dati peristiwa perjanjian akan menimbulkansuatu hubungan antara dua orang yang mengadakanperjanjian yang dinamakan perikatan, perjanjian itumenerbitkan suatu perikatan antara dua orang ataudua pihak yang membuatnya. Perjanjian merupakansumber perikatan yang terpenting.

    Perikatan adalah suatu pengertian abstraksedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkritatau suatu peristiwa. Dalam bentuknya, perjanjian

    9 6 Lex Jurnalica Vol.5 No.2. April 2008

  • 5/16/2018 520883111

    15/29

    Implikasi Hukum Penolakan Tindakan Medikitu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengan-dung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkanatau ditulis, Apabila dua orang mengadakan suatuperjanjian maka mereka bermaksud supaya diantaramereka berlaku suatu perikatan hukum. Merekabenar-benar terikat satu sarna lain karena janji yangtelah mereka berikan.

    Berkaitan dengan hapusnya suatu perikatan,undang-undang mengenal sepuluh jenis mengenaicara-cara hapusnya suatu perikatan (Pasal 1381KUH Perdata). Namun dalam hal apabila janji-janjiatau kesanggupan yang telah diucapkan maupunditulis oleh para pihak yang mengadakan perjanjianitu telah dilaksanakan, maka dengan sendirinya taliperikatan itu akan menjadi hapus.

    Syarat Sahnya PerjanjianPerjanjian Terapeutik merniliki sifat dan ciri

    khusus, tidak sarna dengan perjanjian umumnya,karen a obyek perjanjian dalam transaksi terapeutikbukan kesembuhan pasien, melainkan mencari upa-ya yang tepat untuk kesembuhan pasien. Perjanjiandokter dengan pasien terrnasuk pada perjanjiantentang "upaya" (Inspaningsverbintenis).

    Dilihat dari hukum perdata maka informedconsent merupakan syarat dari terjadinya suatuperjanjian terapeutik. Hal ini harus dibedakan de-ngan syarat sahnya kontrak atau perikatan medisyang harus mernenuhi syarat pasal 1320 BW. Na-mun demikian keduanya mempunyai keterkaitan,yaitu:I) Waktu terjadinya suatu perjanjian terapeutik

    maka harus ada persetujuan pasien terhadapdokter yang akan melakukan suatu tindakanmedik terhadap diri pasien. Persetujuan ini hen-

    daklah didasarkan pada informasi yang telahlebih dahulu disampaikan dokter kepada pasien,sehingga pasien dapat berfikir dandapat meng-ambil keputusan untuk memberi persetujuan ituatau tidak;

    2) Apabila persetujuan pasien telah diberikan ke-pada dokter maka untuk sahnya perikatan medismaka harus dipenuhi syarat sahnya suatu peri-katan yang tercantum dalam pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:a) kesepakatan an tara mereka yang mengi-

    katkan diri;b) kecakapan untuk membuat perikatan;c) suatu hal tertentu;d) suatu sebab yang halal.

    Adanya kesepakatan atau persetujuan daripihak-pihak yang membuat perjanj ian. Dalam hal inikesepakatan tersebut disyaratkan berdasarkan ke-mauan bebas, artinya tidak ada unsur paksaan atautipuan. Selanjutnya pasal 1321 KUH Perdata me-nyebutkan bahwa persetujuan tidak mempunyai nilaijika diberikan karena salah pengertian atau dipak-sakan atau diperoleh melalui tipuan.

    Mengenai orang-orang yang dikategorikantidak cakap diatur dalam pasal 1330 KUH Perdata.Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:1) Orang-orang yang belum dewasa;2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;3) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang

    ditetapkan oleh undang-undang, dan padaumumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

    Namun dengan diundangkannya Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 pasal 31 di-

    Lex Jurnalica Vol.5 No.2, April 2008 9 7

  • 5/16/2018 520883111

    16/29

    Implikasi Hukum Penolakan Tindakan Medikmana dinyatakan bahwa suami dan istri mempunyaihak dan kedudukan yang seimbang dalam kehidu-pan rumah tangga dan pergaulan hidup bersamadalam masyarakat serta masing-masing pihak ber-hak untuk melakukan perbuatan hukum, jadi seka-rang wanita yang bersuami telah termasuk dalamorang-orang yang cakap untuk membuat perjanjian.Jadi yang masuk kategori dalam pasal 1330 KUHPerdata adalah orang-orang yang belum dewasa.Pasa1330 KUH Perdata belum dewasa adalah mere-ka yang belum mencapai umur genap 21 tahun, dantidak lebih dahulu telah kawin. Di bawah pengam-puan sebenarnya sudah dewasa tetapi dia menga-lami kondisi tertentu dalam pasal433 KUH Perdata,yaitu selalu berada dalam keadaan dungu, sakitotak, mata gelap, jika kadang-kadang cakap meng-gunakan pikirannya dan boros.

    Adanya obyek tertentu yang diperjanjikan.Pihak-pihak yang membuat perjanjian haruslahmengetahui secara pasti dan jelas hal yang diperjan-jikan dan tujuan perjanjian itu. Dalam KUH Perdatadiatur dalam pasal 1333. Dalam hubungan dengankontrak terapeutik, obyek perjanjiannya adalah usa-ha penyembuhan oleh dokter atas pasiennya.

    Perjanjian tersebut mengenai suatu sebabyang diperbolehkan (halal), yang dibenarkan dantidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan,serta mengenai suatu sebab yang masuk akal untukdipenuhi oleh pihak-pihak yang membuat perjan-jian. Disebutkan dalam pasal 1335 KUH Perdatabahwa suatu perjanjian tanpa sebab atau dibuat de-ngan suatu sebab yang palsu atau sebab yang tidakdiijinkan, tidak mempunyai kekuatan hukum.Kemudian pasal 1337 KUH Perdata menyatakanbahwa suatu sebab tidak diijinkan, apabila dilarang

    oleh Undang-Undang, atau bertentangan dengankesusilaan atau ketertiban umum.

    Ketiadaan salah satu syarat tersebut di atasmaka perikatan itu dapat dibatalkan atau batal demihukum. kesepakatan antara mereka yang meng-ikatkan diri dan kecakapan untuk membuat perika-tan merupakan syarat subyektif, karena berkaitandengan orang-orangnya atau subyek yang menga-dakan perjanjian, yang jika tidak terpenuhi makaperjanjian dapat dimintakan pembatalannya olehsalah satu pihak.

    Suatu hal tertentu dan suatu sebab yanghalal merupakan syarat obyektif, karena berhubu-ngan dengan perjanjiannya sendiri atau obyek dariperbuatan hukum yang dilakukan dalam perjanjiandan jika tidak terpenuhi maka perjanjian tersebutbatal demi hukum, dianggap tidak pemah ada dantidak pemah lahir adanya suatu perjanjian.

    WanprestasiKemudian dalam Pasal 1234 KUH Perdata

    tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesua-tu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuatsesuatu. Jadi informed consent merupakan perikatanan tara dokter dan pasien yang lahir karena perse-tujuan dan obyek perjanjian dalam informed consentadalah apakah dokter sudah berusaha dengan maksi-mal untuk menyembuhkan pasien tersebut (berbuatsesuatu).

    Apabila seseorang yang mempunyai kewa-jiban untuk melakukan sesuatu, tetapi tidak mela-kukan apa yang diperjanjikan maka dapat dikatakania telah rnelakukan wanprestasi. Ia alpa atau lalaiatau ingkar janji, atau dengan kata lain ia melanggarperjanjian apabila ia melakukan atau berbuat yangtidak boleh dilakukan. Perkataan wanprestasi ber-

    Lex Jurnalica Vol.5No.2, April 20088

  • 5/16/2018 520883111

    17/29

    fmplikasi Hukum Penolakan Tindakan Medikasal dari bahasa Belanda, yang berarti prestasiburuk.

    Hukum Perdata menganut prinsip "Barang-siapa merugikan orang lain, harus memberikan gantirugi." Dijelaskan dalam Pasal 1239 tiap-tiap perika-tan untuk berbuat sesuatu, atau tidak berbuatsesuatu, apabiJa si berutang tidak memenuhi kewa-j ibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalamkewajiban memberikan penggantian biaya, rugi danbunga.

    Perbuatan Melawan HukumSuatu pembedahan atau tindakan medis

    lainnya yang dilakukan dokter tanpa persetujuandari pasien sedang pasien dalam keadaan sadar,menurut hukum perdata maka dokter tersebut telahmelakukan perbuatan melanggar hukum atau on"rechtmatige daad (pasal 1365 KUH Perdata). Pasalini menyatakan bahwa tiap perbuatan melanggarhukum, yang membawa kerugian kepada seoranglain, mewajibkan orang yang karena salahnya me-nerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

    Dalam hal pasien menuntut dokter atasdasar tuduhan melakukan perbuatan melawan hu-kum, pasien harus dapat membuktikan perbuatandokter yang dianggap melawan hukum tersebuttelah merugikan dirinya.

    Bila tuntutan pasien didasarkan atas tudu-han wanprestasi, maka pasien harus mempunyaibukti-bukti kerugian akibat tidak dipenuhinyakewajiban dokter sesuai dengan standar profesimedis yang berlaku dalam suatu transaksi tera-peutik.

    Aspek Hukum PidanaPerbedaan mendasar an tara tindak pidana

    biasa dengan tindak pidana medis terletak padafokus tindak pidana tersebut. Fokus tindak pidanabiasa terletak pacta akibat dari tindak pidana,sedangkan pada tindak pidana medis fokusnya padasebab dari tindak pidana. (Triana Ohoiwutun, 2007)

    Dalam tindak pidana medis pertanggung-jawaban pidananya harus dapat dibuktikan tentangadanya kesalahan profesionai, misalnya kesalahandiagnosa sehingga menimbulkan kesalahan dalampemberian terapi atau cara pengobatan atau pera-watan.

    Kesalahan dalam tindak pidana medis padaumumnya terjadi karena kelalaian yang dilakukano1eh dokter. Dalam hal ini dapat terjadi karenadokter melakukan sesuatu yang seharusnya tidakdilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seha-rusnya dilakukan.

    Ukuran kesalahan dalam pelaksanaan tugasprofesi dokter berupa kelalaian dalam hukurn pidanaadalah kelalaian besar (culpa lata). Penentuan ada-nya kelalaian tersebut harus secara normatif dantidak secara fisik atau psikis karena sulit untukmengetahui keadaan batin seseorang sesungguhnya.Oleh karena itu, penentuan tentang ada atautidaknya kelalaian dalam pelaksanaan pelayanahmedis harus dilihat dari luar yakni bagaimana seha-rusnya dokter melakukan tindakan medis denganukuran sikap dan tindakan yang dilakukan olehdokter dalam situasi dan kondisi yang sarna sertadengan kemampuan medis dan kecermatan yangsarna.

    Kelalaian tidak termasuk pelanggaran hu-kum apabila tidak merugikan atau mencederai oranglain dan orang itu dapat menerimanya. Ketentuan

    Lex Jurnalica Vol.5No.2, April 2008 9 9

  • 5/16/2018 520883111

    18/29

    lmplikasi Hukum Penolakan Tindakan Mediktersebut berdasarkan pada doktrin hukum deminimus non curat lex (hukum tidak mencampurihal-hal yang bersifat sepele). Jika kelalaian meng-akibatkan kerugian materi, mencelakakan ataumengakibatkan matinya orang lain, maka perbuatantersebut diklasifikasikan sebagai kelalaian berat(culpa lata).

    Tolak ukur culpa lata menurut JusufHanafiah adalah:a. bertentangan dengan hukum, ..b. akibatnya dibayangkan,c. akibatnya dapat dihindarkan,d. perbuatannya dapat dipersalahkan.

    Sifat melawan hukum dari perbuatan menuruthukum pidana tidak selalu dirumuskan dalamketentuan undang-undang. Tanda sifat melawan hu-kum dapat dilihat dari kelakuan atau keadaantertentu, atau akibat tertentu yang dilarang ataudiharuskan oleh undang-undang. Ada dua macamajaran sifat melawan hukum:a) Sifat melawan hukum formil, artinya perbuatan

    yang dilakukan telah memenuhi semua unsuryang ditentukan dalam ketentuan undang-undang dan diancam dengan sanksi pi dana,sedangkan sifat melawan hukum tersebut dapathapus berdasarkan ketentuan undang-undangjuga.

    b) Sifat melawan hukum materiil artinya perbuatanyang disyaratkan memenuhi rumusan undang-undang dan perbuatan dirasakan tidak patut atautercela oleh masyarakat (yang berbentuk tidaktertulis). (Triana Ohoiwutun, 2007)

    walaupun semua syarat sudah dipenuhi, ini terjadibila hasil yang ada tidak sesuai dengan apa yangdiharapkan. Tidak dapat diharapkan sepenuhnya,bahwa seorang dokter selalu dapat menghindariresiko, apalagi kalau pada penyakit yang dihadapitimbul kemungkinan adanya komplikasi yang ber-ada di luar bidang pengetahuannya.

    Oleh karenanya setiap tindakan dokter baikdiagnostik maupun terapeutik selalu mengandungresiko. Jika tindakan itu telah dilakukan denganhati-hati dan teliti menurut stan dar profesi medis,rnaka dokter tidak dapat dipersalahkan.

    Seorang dokter baru bisa dihadapkan kepengaditan kalau sudah timbul kerugian bagi pasien.Kerugian itu timbul akibat adanya pelanggarankewajiban di mana sebelumnya telah dibuat suatupersetujuan. Sekalipun kewajiban dokter itu tidaksecara rinei dirnuat dalam kontrak terapeutik, namunkewajiban seorang dokter sudah tercakup dalamstandar pelayanan medis. Standar pelayanan medisdibuat berdasarkan hak dan kewajiban dokter, baikyang diatur dalam kode etik maupun yang diaturdalam perundang-undangan.

    Dengan diundangkannya UU No. 23 Tahun1992 tentang Kesehatan dan UU No. 29 Tahun 2004tentang Praktik Kedokteran, maka ancaman pidanaterhadap kesalahan atau kelalaian yang dilakukandokter yang mengakibatkan pasien menderita cacatatau luka-Iuka, tidak lagi semata-mata mengacupada ketentuan Pasal 359, 360 dan 361 KUHP,karena di dalam UU Kesehatan sendiri telahdirumuskan ancaman pidana. Ancaman tersebut di-muat da1am Pasal 80 sampai Pasal 86 UU No. 23Tahun 1992 tentang Kesehatan. Ketentuan pidanayang menyangkut praktik kedokteran terdapat dalamSeorang dokter yang melakukan perawatan

    hampir selalu menghadapi 'resiko. Resiko selalu ada100 Lex Jurnalica Vol.5 No.2, April 2008

  • 5/16/2018 520883111

    19/29

    fmplikasi Hukum Penolakan Tindakan MedikPasal 75 sampai Pasal 80 UU No. 29 Tahun 2004tentang Praktik Kedokteran.

    Aspek Hukum Disiplin Tenaga KesehatanHukum disiplin tenaga kesehatan di

    Indonesia dapat dikatakan relatif masih baru, seiringdengan perkembangan ilmu hukum kesehatan.Kehadiran hukum disiplin tenaga kesehatan diIndonesia saat ini merupakan suatu kebutuhan yangsangat mendasar, apabila tidak ingin dikatakansebagai kebutuhan yang mendesak. Yaitu dalamupaya meningkatkan dan mempertahankan kualitaspemeliharaan dan pelayanan kesehatan yang dibe-rikan oleh tenaga kesehatan dan sekaligus mem-berikan perlindungan dan kepastian hukum baikterhadap tenaga kesehatan dalam menjalankan pro-fesinya maupun terhadap masyarakat pemakai jasapemeliharaan dan pelayanan kesehatan.

    Aturan dari hukum disiplin tenaga kese-hatan ini bukanlah merupakan kaedah hukum yangmenyampingkan batasan-batasan mengenai perbua-tan tenaga kesehatan yang telah diatur dalamketentuan yang berlaku dalam hukum pidana,hukum perdata dan hukum administrasi. Akan tetapimerupakan peraturan yang berisi penegasan atasberlakunya etik profesi yang telah ada dan mengaturprofesi yang bersangkutan.

    Pengaturan disipIin merupakan pengaturansektoral yang menangani perbuatan tenaga kese-hatan yang merugikan anggota masyarakat, akantetapi tidak dirasakan sebagai kejahatan yang harusdipidana menurut peraturan perundang-undanganpidana, dituntut ganti rugi menurut hukum perdataatau dikenakan tindakan hukum yang bersifat admi-nistratif.

    Hukum disiplin tenaga kesehatan ini dite-gakkan oleh sebuah Majelis yang disebut denganMajelis Disiplin Tenaga Kesehatan yang mengatursecara organisatoris dan administratif oleh Departe-men Kesehatan.Apabila hukum disiplin tenaga kesehatan inidihubungkan dengan masalah informed consentmaka secara sederhana tenaga kesehatan (dokter)yang tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan ten-tang informed consent baik itu didasarkan padaetika kedokteran maupun berdasarkan pada hukumpositif misalnya Permenkes No. 585!Men.Kes/Per!IX /1989 maka tenaga kesehatan tersebut dapat dia-dili oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.

    Aspek Hukum AdministrasiSebagaimana diutarakan sebelumnya, jika

    terjadi kesalahan dokter dalam melakukan pera-watan, di mana tindakan itu mengakibatkan tirnbul-nya kerugian bagi pasien, tindakan terse but mengan-dung aspek pertanggungjawaban di bidang hukumadministrasi. Aspek hukum administrasinya disinidinilai dari sudut kewenangan, yaitu: apakah dokteryang bersangkutan berwenang atau tidak melakukanperawatan. Berdasarkan pada hal tersebut di atas,dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk melakukanpekerjaan sebagai dokter diperlukan berbagai per-syaratan, salah satu persyaratan yang paling pentingadalah adanya ijin dari Menteri Kesehatan RJ.

    Pada dasarnya untuk menjalankan pekerjaansebagai dokter dikenal tigajenis surat ijin:I. Surat Ijin Dokter (SID) yang merupakan ijin

    yang dikeluarkan bagi dokter yang menjalankanpekerjaan sesuai dengan bidang profesinya diw ilay ah N egara R I.

    Lex Jurnalica Vol.5 No.2, April 2008 101

  • 5/16/2018 520883111

    20/29

    lmplikasi Hukum Penolakan Tindakan Medik2. Surat Ijin Praktik (SIP), yaitu ijin yang

    dikeluarkan bagi dokter yang menjalankan pe-kerjaan sesuai dengan bidang profesinya seba-gai swasta perseorangan di samping tugas ataufungsi lain pada pemerintahan atau unit pelaya-nan kesehatan swasta.

    3. Surat Ijin Tempat Praktik (SITP) adalah suratijin yang dikeluarkan bagi dokter untuk dokterberpraktik disuatu tempat. Tempat praktik ha-nya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tem-pat.

    Dengan adanya ijin tersebut, barulah dokteryang bersangkutan berwenang melakukan tugassebagai pelayan kesehatan, baik pad a instansipemerintah maupun pada instansi swasta atau mela-kukan praktik secara perseorangan.

    Terhadap tenaga kesehatan yang melakukankesalahan dan atau kelalaian dalam melaksanakanprofesinya dapat dikenakan tindakan disiplin (Pasal54 ayat (1) UU No. 23 tahun 1992 tentang Kese-hatan). Namun semenjak diundangkannya UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dika-takan dalam ketentuan penutup Pasal 85 bahwadengan disahkannya Undang-Undang ini makaPasa! 54 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992tentang Kesehatan yang berkaitan dengan dokterdan dokter gigi, dinyatakan tidak berlaku lagi.

    Salah satu pertimbangan dibentuknya UUNo. 29 tahun 2004 bahwa penyelenggaraan praktikkedokteran yang merupakan inti dari berbagaikegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatanharus dilakukan oleh dokter dan dokter gigi yangmemiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian dankewenangan yang secara terus menerus harusditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan

    pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, lisen-si, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauanagar penyelenggaraan praktik kedokteran sesuaidengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekno-logi dan untuk memberikan perlindungan dan kepas-tian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan,dokter, dan dokter gigi, maka dalam Undang-Undang ini sanksi administrasi yang dapat diberikanpada dokter adalah rekomendasi pencabutan surattanda registrasi atau surat ijin praktik (Pasal 69 ayat(3b). Rekomendasi ditujukan kepada Konsil Kedok-teran Indonesia (KKI).

    AspekEtikEtik kedokteran di Indonesia dilandaskan

    kepada norma-norma yang mengatur hubunganmanusia pada umumnya berasaskan falsafah hidupmasyarakat setempat, yaitu falsafah hidup bangsaIndonesia yaitu Pancasila dan UUD 1945.

    Menurut Permenkes, Etik Kedokteran ialahnorma yang berlaku bagi dokter dan dokter gigidalam menjalankan profesinya sebagai tercantumdalam kode etik masing-masing yang telah ditetap-kan oleh Menteri Kesehatan (Pasal I ayat I). Setiapada pelanggaran Kode Etik oleh dokter ataupundokter gigi, Kepala Kantor Wilayah DepartemenKesehatan Propinsi, dapat mengambil tindakanberupa peringatan atau tindakan administratif terha-dap dokter yang bersangkutan, atas usulan P3EK,setelah P3EK mendapat masukan dari Ikatan DokterIndonesia (fDI) Propinsi atau Persatuan Dokter GigiPropinsi dan cabang-cabangnya (Pasal 20, pasal 22ayat 1 dan 2).

    102 Lex Jurnalica Vol.5 No.2, April 2008

  • 5/16/2018 520883111

    21/29

    Implikasi Hukum Penolakan Tindakan Medik

    Informed consent untuk pelaksanaan tinda-kan medis dan partisipasi dalam penelitianmedis merupakan kebutuhan etik.Informed consent merupakan pernyataanmenghormati pasien sebagai manusia, khu-

    Lex Jurnalica Val.5 No.2, April 2008

    Kodeki hanya bersifat petunjuk perilaku yang berisikewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh seo-rang dokter.

    Informed consent adalah suatu proseskomunikasi antara dokter dengan pasien. Inforrnasisepenuhnya menjadi tanggungjawab dokter yangakan melaksanakan tindakan medis, dokterlah yangbertanggungjawab penuh, bukan rumah sakit atauperawatnya.

    Meskipun informed consent memiliki subs-tansi hukum, namun yang mendasar dan pentingsekali adalah etik. Dimensi etik merupakan landasanpokok dalam penggunaan informed consent.

    Konsep etik dari informed consent terdiridari dua elemen utama yaitu: "Free consent"(persetujuan yang bebas) dan "comprehension atauunderstanding'. Kedua e1emen ini, bersama-samamembentuk bagian yang penting dari hak "menen-tukan diri sendiri" bagi pasien. (Achmad Biben,2005).

    "Free consent" adalah kebebasan berperi-laku, yang memberi kewenangan pada seseoranguntuk memperlakukannya dengan cara tertentu.

    "Free consent" menyatakan pilihan diantaraaltematif, yang berarti pula kemungkinan memilihatau menolak pilihan yang diajukan.

    "Comprehension" (pengertian) termasukkesadaran dan pemahaman informasi dalam satusituasi serta lingkungan tertentu.

    Dimensi etik informed consent lainnya an-tara lain adalah:a.

    b.

    susnya penghargaan pada hak moral dari inte-gritas jasmani, penentuan sendiri atas kemam-puan reproduksi dan pendukung kebebasandalam hubungan dengan perawatan.Informed consent tidak hanya menjamin per-lindungan terhadap tindakan medis yang tidakdikehendaki namun juga memberi kesem-patan kepada pasien untuk berperan sertadalam rencana tindakan medis dan perawatan.Kebebasan yang maksimal dalam hubunganyang ditandai dengan keselarasan dan timbalbalik, berkenaan dengan etika hubungandokter pasien.Dilakukan komunikasi untuk realisasi infor-med consent dan dokter membantu memfasi-litasi komunikasi yang tidak hanya bersifatindividual dengan pasien saja, namun jugahubungannya dengan perawatan medis diinstitusi tempat perawatan.Informed consent harus dipandang suatuproses, yang meliputi kebersamaan berbagiinformasi dan mengembangkan pilihan bila-mana membutuhkan tindakan medis.Kebutuhan informed consent untuk menjagakonflik dari dokter terhadap prinsip etik, ber-buat balk, pada mana setiap upaya harusdimasukkan sebagai kesepakatan dalam infor-med consent .Terhadap keterbatasan kewajiban etik dalaminformed consent, namun suatu keputusantindakan medis yang jelas dan tegas harusdiberikan sebagai suatu persyaratan dalampelaksanaan tindakan medis.

    Kebutuhan etik dan hukum tidak dapat disamakan,

    c.

    d.

    e.

    f.

    g.

    h.

    dokter hams juga menyampaikan informasi menge-

    103

  • 5/16/2018 520883111

    22/29

    Implikasi Hukum Penolakan Tindakan Mediknai hukum kedokteran secara garis besar dalaminformed consent. (Achmad Biben, 2005).

    Adapun pnnsip menghormati sesamamanusia merupakan prinsip etik dalam hal pengo-batan medis yang menjadi keputusan pilihan merekasendiri. Pasien datang ke dokter untuk suatu kepu-tusan medis yang berkaitan dengan penyakitnya,atau keadaannya, tidak terlepas dari ikatan keluargadan atau institusi,

    Aspek HAM Dalam Informed ConsentMasalah hak asasi manusia (HAM) saat inisudah mendunia dan diakuikeberadaannya oleh

    negara-negara di dunia. Dalam pemberian pelaya-nan kesehatan kepada masyarakat, terdapat hal yangberkaitan dengan HAM di dalam doktrin informedconsent .

    Di dalam Universal Declaration of HumanRights (Article 19) dan di dalam Undang-Undang RINo. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; BabI I Pasal 14 disebutkan bahwa setiap orang berhakuntuk memperoleh informasi. Kemudian di dalamThe Declaration of Lisbon dimuat pula tentang hak-hak pasien, diantaranya hak untuk menentukannasibnya sendiri dengan menerima atau menolakpengobatan yang akan diberikan setelah menda-patkan informasi yang cukup dan dapat dimengerti.(Guwandi, 2003).

    Dalam surat keputusan Pengurus BesarIkatan Dokter Indonesia (10]) No. 3 19 /P BI A .4 /8 8tahun 1988 disebutkan pemyataan Ikatan DokterIndonesia tentang informed consent. Di Indonesiadalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentangKesehatan Pasal 53 (2) beserta penjelasannya ter-dapat kewajiban tenaga kesehatan untuk mernatuhi

    standar profesi dan menghormati hak pasien. Infor-med consent atau dalam Peraturan Menteri Kese-hatan RI No. 585/Menkes/Per/lXI1989 tanggal 4September 1989 disebut dengan isti lah PersetujuanTindakan Medik yang dapat didefinisikan sebagai:ijin atau pemyataan setuju dari pasien yang diberi-kan dengan bebas dan rasional, sesudah menda-patkan informasi dari dokter dan dimengertinya(persetujuan berdasarkan informasi),

    Hal ini ditindak lanj uti 10 tahun kemudiandengan Keputusan Direktur Jenderal PelayananMedik Nomor: HK.OO.06.3.5.1866 tanggal 21 April1999 tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Medik(informed consent). Menyangkut hak dan kewajiban,telah terbit Surat Edaran Direktur Jenderal Pela-yanan Medik Nomor: YH.02.04.3.5.2504 tentangPedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter danRumah Sakit tahun 1997.

    Informed consent merupakan syarat terja-dinya suatu transaksi terapeutik, karena transaksiterapeutik itu bertumpu pada dua macam hak asasiyang merupakan hak dasar manusia, yaitu hak untukmenentukan nasibnya sendiri (the right to self-determination) dan hak atas infonnasi (the right toinformation). (Wila Chandrawila Supriadi, 2001)Dengan kedua hak dasar terse but, dokter dan pasienbersama-sama menemukan terapi yang paling tepatyang akan digunakan.

    Pasien berkepentingan untuk menentukanapa yang akan dilakukan terhadap tubuhnya. Hak iniberarti suatu kewenangan untuk berbuat atau tidakberbuat, sehingga pasien mempunyai kebebasanuntuk menggunakan atau tidak menggunakannya.Otonomi adalah prinsip yang mengakui hak setiappribadi untuk memutuskan sendiri mengenai masa-lah kesehatan, kehidupan serta kematiannya,

    104 Lex Jurnalica Vol.5 No.2, April 2008

  • 5/16/2018 520883111

    23/29

    Implikasi Hukum Penolakan Tindakan MedikPasien memiliki hak atas informed consent, mem- Pasien bukan Konsumen, Dokter bukanberikan suatu persetujuan terhadap tindakan diag- Pelaku Usahanostik atau terapeutik yang akan dilakukan terhadap .. Pasal 1 UUPK menyebutkan bahwa konsu-dirinya setelah mendapatkan informasi, memiliki men adalah setiap orang pemakai barang dan atauhak untuk memilih tindakan diagnostik atau tera- jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagipeutik bagi dirinya setelah mendapat informasi dan kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, mau-memiliki hak untuk menolak suatu tindakan tera- pun makhluk hidup lain dan tidak untuk diper-peutik. dagangkan. Bagian lain menyebutkan bahwa pelaku

    usaha adalah setiap orang perseorangan atau badanusaha, baik yang berbentuk badan hukum maupunbukan badan hukum yang didirikan dan berkedu-Aspek Hukum Perlindungan KonsumenBeragam pendapat dan pertanyaan yang

    berkembang dalam masyarakat akhir-akhir inimenanggapt keberadaan Undang-Undang No. 8Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen(UUPK), terutama dalam konteks hubungan dokter-pasien.

    Menurut Pengurus Harian YayasanLembaga Konsumen Indonesia (YLKI),Sudaryatmo, selama ini dokter "resisten" terhadapUUPK karena mereka (dokter) menganggap profesikedokteran bukan barang dagangan, pasien tidaksama dengan konsumen, dan rumah sakit itu bukanpelaku usaha. Ketua Yayasan Konsumen Kesehatantahun 2003, Marius Widjajarta pun berpendapatsama. Menurutnya, berdasarkan UUPK danUndang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentangKesehatan, profesi kesehatan termasuk pelaku usahadan pasien dapat dikategorikan sebagai konsumen.(Ardianingtyas, 2007)

    Seorang pasien dapat atau tidaknya dikate-gorikan sebagai konsumen berdasarkan UUPK,harus mengingat bahwa jasa profesi dokter ber-beda dari jasa-jasa lainnya. Jasa profesi doktersangat erat kaitannya dengan standar etikaprofesi.

    dukan atau melakukan kegiatan dalam wilayahhukum Negara Republik Indonesia, baik sendirimaupun bersama-sama melalui perjanjian menye-lenggarakan kegiatan usaha dalam berbagi ekonomi.

    Salah satu hak konsumen yang diatur dalamUUPK adalah hak untuk mendapatkan kornpensasi,ganti rugi atau penggantian, apabila barang dan jasayang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atautidak sebagaimana mestinya. Sebaliknya, hak kon-sumen tadi menjadi kewaj iban bagi pelaku usaha.Dengan demikian, pelaku usaha wajib memberikansuatu jaminan atas barang atau jasa yang diper-dagangkan kepada konsumen.

    Sejak lama sudah dikenal adanya hubungankepercayaan antara dokter dengan pasien. DalamMukadimah Kodeki, hubungan itu disebut transaksiterapeutik. Seorang dokter terikat pada aturan-aturan Kodeki dan sumpah jabatan. Disamping itu,dalam menjalankan profesinya dokter juga dibebanitiga landasan tanggungjawab, yaitu tanggungjawabetis, pengetahuan dan pengalaman, serta tanggungjawab hukum (perdata maupun pidana).

    Dari sisi pasien, salah satu hak pasien ataukeJuarganya adalah hak atas persetujuan tindakanmedik, Iazim disebut informed consent. Menurut

    Lex Jurnalica Vo1.5No.2, April 2008 105

  • 5/16/2018 520883111

    24/29

    Implikasi Hukum Penolakan Tindakan Medikpasal 1 Perrnenkes No. 585/1989, informed consentadalah hak atas persetujuan yang diberikan pasienatau keluarganya atas dasar penjelasan mengenaitindakan medik yang dilakukan terhadap pasientersebut. Artinya, hak yang dimiliki oleh setiappasien untuk memberikan persetujuan atau meno-lak untuk menjalani prosedur percobaan medikyang dilakukan secara profesional dan didasarkanatas informasi yang diberikan oleh dokter. Sebelumdokter melakukan suatu tindakan medik, pasien ataukeluarga pasien (bila kondisi pasien tidak sadar ataukoma dan masih dibawah umur) harus menanda-tangani informed consent.

    Dengan menandatangani informed consent,menimbulkan kesan seolah-olah pasien atau keluar-ganya telah memberikan persetujuan untuk menye-rahkan 'hidup dan mati'nya ke tangan dokter, tanpaadanya suatu jaminan atau garansi bahwa dia "pastisembuh" dari penyakit yang dideritanya. Namundalam pandangan awam hingga saat ini, tentuapapun bisa terjadi. Bisa saja pada saat pasienmasuk ke kamar operasi dalam keadaan sadar dankondisi baik, saat keluar dari kamar operasi kondisipasien tersebut malah memburuk. Bahkan kemung-kinan meninggal bukan sesuatu yang mustahil.Tentu hal itu didasarkan pada tingkat kepercayaandan kepasrahan yang tinggi dari pihak pasien dankeluarganya.

    Selama ini ada anggapan bahwa denganinformed consent, dokter rnenjadi kebal atas tin-dakan dan ekses yang tirnbul akibat tindakannya.Seringkali keluarga pasien pasrah, seolah kematianpasien rnerupakan kehendak Tuhan. Padahal bukanmustahil dokter melakukan rnalpraktek di ruangoperasi.

    Penelitian yang dilakukan oleh Agency forHealthcare Research and Quality atau AHRQ diAmerika Serikat dapat dijadikan contoh. Hasilpenelitian itu menyimpulkan bahwa dokter sering-kali tidak rnemberikan inforrnasi yang cukup untukpasien sebelurn dokter tersebut melakukan tindakanrnedik. Gambaran yang tidak jauh beda bisa dite-rnukan di Indonesia. Dokter terkadang dinilai tidakrnernberikan inforrnasi yang cukup dan memadaisebelum pasien atau keluarganya menandatanganiinformed consent. Kalau inforrnasi yang diberikansudah cukup, kemungkinan besar keluarga pasienakan menerima apapun yang terjadi.

    ApabiJa pengertian konsumen, pelaku usahadan barang at au jasa dalam ruang Iingkup UUPKdiimplementasikan dalam konteks hubungan dokter-pasien, berarti pasien dapat diposisikan sebagai kon-sumen, sedangkan dokter dapat diposisikan sebagaipelaku usaha. Sebab, pasien adalah pemakai jasadan dokter adalah pelaku usaha yang mernberikanjasa kepada dan demi kesembuhan pasien. Tentusaja ini menimbulkan kesan bahwa hubunganpasien-dokter adalah hubungan kornersil seolah-olahdokter 'menjual jasanya dengan suatu jaminan untuksembuh'.

    Dalarn filosofi kedokteran, apabila ada duapas len yang sarna-sama dalam kondisi kritis danmendapat standar pelayanan yang sarna, akan bisadidapat hasil penyembuhan yang berbeda. Karenapada dasamya setiap manusia adalah individu yangberbeda dan mernpunyai karateristik tubuh yangunik. Sehingga dokter hanya bisa menjelaskan hasilpenyembuhan yang bersifat statistik dari penelitiankedokteran, bukan berdasarkan hasil pemeriksaanklinis dari pasiennya saja. Sangat ironis apabi\aUUPK diimplernentasikan dalam konteks hubungan

    106 Lex Jurnalica Vol.5 No.2, April 2008

  • 5/16/2018 520883111

    25/29

    Implikasi Hukum Penolakan Tindakan Medikdokter-pasien. Jasa yang diberikan dokter kepadapasiennya adalah menyangkut nyawa seseorang,yang pada hakekatnya bukan suatu barang yangdiperdagangkan. Lagipuia, jasa yang diberikan olehdokter menyangkut profesi yang mulia dan tidaksemata-mata mencari keuntungan, melainkan jugabersifat kemanusiaan dan sosial.

    Selain itu, apabiJa pasien atau keluarganyatelah menandatangani informed consent, bukanberarti pasien atau keluarganya mendapatkan suatujaminan 'pasti sembuh'. Perlu diketahui bahwainformed consent bukan merupakan suatu perjan-jian antara dokter dan pasien yang memuat klausulagaransi bahwa pasien pasti sembuh. Malah denganmenandatangani informed consent, pasien ataukeluarganya dianggap telah mengerti resiko daritindakan medik yang dilakukan oleh dokter ber-dasarkan informasi yang diberikan oleh dokter itusendiri. Dalam hal ini, seorang dokter dituntut untukmemberikan informasi yang jelas dan akurat. Infor-masi yang dapat dipahami oleh pasien atau keluar-ganya, termasuk segal a resiko yang dihadapi.

    Pasien sebagai Konsumen, Dokter sebagai Pe-laku Usaha

    Sebagai pihak penerima pelayanan kesehatanpasien dapat dikategorikan sebagai konsumenpengguna jasa yang diberikan oleh tenaga kesehatan(dalam hal ini dokter). Sementara itu, dokter dapatdikategorikan sebagai pelaku usaha di bidang jasa,yaitu jasa dalam pelayanan kesehatan. (TrianaOhoiwutun, 2007)

    Hubungan antara konsumen dan pelakuusaha di Indonesia diatur dalam Undang-UndangNomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsu-

    men (selanjutnya disebut UU Perlindungan Kon-sumen). Hubungan antara dokter dengan pasiendalam perjanjian terapeutik merupakan pemberianjasa pelayanan di bidang kesehatan oleh dokterkepada pasien.Pasal 1 angka 2 UU Perlindungan Konsumenmenyatakan bahwa "konsumen adalah setiap orangpemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalammasyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,keluarga, orang lain, maupun makluk hidup lain dantidak untuk diperdagangkan." Pasal 1 angka 5 UUPerlindungan Konsumen menentukan bahwa "jasaadalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atauprestasi yang disediakan bagi masyarakat untukdimanfaatkan oleh konsumen."

    Jika dihubungkan dengan proses produksi didunia usaha maka hubungan antara dokter denganpasien merupakan hubungan antara produsen de-ngan konsumen. Mengingat sifat khas dalam per~janjian terapeutik yaitu bergerak dalam bidangpemberian jasa pelayanan kesehatan yang tidak pastihasilnya maka sebagai konsumen penerima jasapelayanan kesehatan, pasien berhak untuk menuntutdokter atas kerugian yang ditimbulkan akibat kesa-lahan yang dilakukan oleh dokter berdasarkan UUPerlindungan Konsumen.

    Pasal 19 ayat (1) UU Perlindungan Konsu-men menentukan bahwa "pelaku usaha bertang-gungjawab untuk memberikan ganti rugi ataskerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsu-men akibat mengkonsumsi barang dan atau jasayang dihasilkan atau diperdagangkan." BerdasarkanPasal 19 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen,kerugian yang diderita pasien akibat tindakan medikyang dilakukan oleh dokter dapat dituntut berupasejumlah ganti rugi.

    Lex Jurnalica Vol.5 No.2, April 2008 107

  • 5/16/2018 520883111

    26/29

    lmplikasi Hukum Penolakan Tindakan MedikGanti kerugian yang dapat diminta olen pasienmenurut Pasal 19 ayat (2) UU Perlindungan Kon-sumen dapat berupa pengembalian uang atau peng-gantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setaranilainya, atau perawatan kesehatan dan atau pembe-rian santunan yang senilai dengan ketentuan pera-turan perundang-undangan yang berlaku.

    Tenggang waktu pemberian ganti ruglditentukan dalam Pasal 19 ayat (3) UU Perlindu-ngan Konsumen, yaitu dilaksanakan dalam teng-gang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.Dengan demikian, terlampauinya tenggang waktutujuh hari setelah perjanjian terapeutik dilaksa-nakan, konsumen tidak berhak mengajukan tuntutanganti rugi apabila terjadi kesalahan dalam penye-lenggaraan jasa pelayanan kesehatan. Hal ini dapatmerugikan konsumen jasa pelayanan kesehatan,apabila akibat dari tindakan medik yang dilakukanoleh dokter terjadi setelah tujuh hari sehingga pihakpasien tidak berhak menuntut kerugian yangdideritanya.

    Dari aspek hukum, ketentuan Pasal 19 ayat(2) UU Perlindungan Konsumen, sanksi berupaganti rugi merupakan sanksi di bidang hukum per-data. Dengan demikian, jika diselesaikan menu rutjalur hukum, maka mekanisme penyelesaiannyajuga menurut hukum perdata. Mengingat ada batastenggang waktu pemberian ganti rugi yangditentukan dalam Pasal ]9 ayat (3) UU Perlin-dungan Konsumen (yaitu dalam tempo tujuh harisetelah tanggal transaksi) maka penyelesaian yangdimaksudkan dalam UU Perlindungan Konsumenadalah penyelesaian di luar jalur hukum.

    Pemberian sejumlah ganti rugi akibat kesala-han dalam pelayanan kesehatan seperti ditentukandalam Pasal 19 ayat (4) UU Perlindungan Konsu-

    men, tidak secara langsung dapat menghilangkansifat dapat dituntutnya menurut hukum pidana terha-dap dokter sebagai pelaku usahajasa. Dengan demi-kian, meskipun sejumlah ganti rugi yang dituntutpasien telah dipenuhi oleh dokter, tetapi dokter tetapdapat dituntut secara pidana. Selengkapnya Pasal 19ayat (4) UU Perlindungan Konsumen menyatakanbahwa pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dan (2) tidak menghapuskan kemung-kinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuk-tian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

    Sebagai pelaku usaha jasa, dokter dibebanipembuktian tentang ada atau tidaknya unsur kesa-lahan jika dituntut menurut hukum pidana. Di sam-ping itu, jaksa sebagai penuntut umum juga ber-peluang untuk membuktikan adanya kesalahan yangdilakukan oleh dokter. Hal ini ditentukan dalamPasal 22 UU Perlindungan Konsumen yang menya-takan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknyaunsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimanadimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, danPasal 21 merupakan beban dan tanggungjawab pela-ku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksauntuk melakukan pembuktian. Dalam penjelasanresminya dinyatakan bahwa ketentuan ini dimaksud-kan untuk menerapkan sistem pembuktian terbalik.

    Meskipun demikian, dokter tidak dapat ditun-tut untuk memberikan ganti rugi apabila dokterdapat membuktikan bahwa kerugian yang dideritapasien bukan karen a kesalahannya, melainkan kare-na kesalahan pasien. Hal itu diatur dalam Pasal 19ayat (5) UU Perlindungan Konsumen yang menya-takan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud didalam ayat (1) dan (2) tidak berlaku apabila pelakuusaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebutmerupakan kesalahan konsumen.

    108 Lex Jurnalica Vol.S No.2, April 2008

  • 5/16/2018 520883111

    27/29

    lmplikasi Hukum Penolakan Tindakan Medik

    D i dalam Universal Declaration of HumanRights (Article 1 9) dan di dalam U ndang-U ndang R INo . 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi M anusia; BabII Pasal 14 disebu tkan bahwa setiap orang berhakuntu k m em pero leh info rm asi. K em udian di dalamThe Declaration of Lisbon dim uat pu la tentang h ak-hak pasien, diantaranya hak untuk menentukannasibnya sendiri dengan m enerim a atau m enolakpengobatan yang akan diberikan setelah menda-patkan info rm asi yang cu ku p dan dapat dim engerti.(Guwandi,2003)

    P asien m em iliki h ak atas informed consent,m em berikan su atu persetu juan terhadap tindakandiagnostik atau terapeutik yang akan dilakukanterhadap dirinya setelah m endapatkan info rm asi,m em iliki hak untuk m em ilih tindakan diagnostikatau terapeutik bagi dirinya setelah mendapatinfo rm asi dan m em iliki hak untuk m eno lak suatutindakan terapeutik. O alam U nd ang -U ndang N om or29 tahu n 2004 tentang Praktik K edo kteran pasal 5 2b utir (4) m enyebu tkan bah wa pasien, dalam m ene-rima pelayanan pad a praktik kedokteran, mern-punyai hak m eno lak tindakan m edis dan pada b utir(6) pasien m em punyai h ak m eno lak pengobatan,butir (7) m enyatakan pasien m em pu nyai h ak u ntu kmenghenti kan pengoba tan.

    Berdasarkan hal tersebu t d i atas apab ilapasien mernpergunakan h ak ny a d alam mern be rik an

    LexJurnalica Vol.5 No.2, April 2008

    Akibat hukum penolakan tindakan medikterhadap pasien

    Prinsip mengho rmati sesama manusiam eru pakan prin sip etik dalam h al pen go batan m edisyang m enjadi kepu tu san pasien . D alam pem berianpelayanan keseh atan terdapat hal yang berkaitandengan hak asasi manusia di dalam dokrin informconcent.

    penolakan terh adap suatu tindakan medik dim anapasien telah m endapatkan info rm asi sesu ai denganpro sed ur y an g b erlaku m aka seg ala k on sek uen si ataspenolakan tersebu t telah dimengerti dan segalaakibatnya m enjadi tanggung jaw ab pasien sendiri.Terlepas masalah kesehatan seseorang (pasien)adalah tanggungjawab seseo rang (pasien) itusen diri. D engan d em ik ian sep anjang keadaan kese-hatan tidak sampai mengganggu orang lain , makakeputusan untu k m engob ati atau tidaknya m asalahkesehatan yang dim aksud, sepenuhnya terpu langdan menjadi tanggung jawab yang bersangkutan(paien). Secara tegasnya apab ila pasien m enggu -nakan haknya dalam m enolak suatu tindakan m edikmaka pasien telah melepaskan hak hukumnyaterhadap dokter apab ila terjadi hal-h al yang tidakdiinginkan.

    Akibat hukum penolakan tindakan medikterhadap dokter

    U ndang-U ndang P raktik K edo kteran N o. 29Tahun 2004 pasal 51 mengatu r kewajiban dokter,d iantaranya m em berikan pelayanan m edis sesuaidengan standar pro fesi dan stan d ar prosedu roperasional serta kebu tuhan m edis pasien . K ewa-j iban dokter yang berhubungan dengan hak pasienterdapat dalam ketentu an pasal 5 3 ayat (2) U ndang-Undang No . 23 tahun 1992, bahwa dokter waj ibm engh orm ati h ak yang dim ilik i o leh pasiennya sertam em beri kesem patan pasien u ntuk m elaksanakanh ak ny a itu .

    S eh ing ga apab ila d ok ter telah m en ja1 ank ankew ajibannya dan pasien dalam m enggu nakan hak-nya mem ilih untuk menolak tindakan medik maka

    109

  • 5/16/2018 520883111

    28/29

    lmplikasi Hukum Penolakan Tindakan Medik

    KesimpulanPertama, penolakan tindakan medik meru-

    pakan hak yang dimiliki oleh pasien berdasarkan:a. Declaration of Human rights 1948 article 3 dan

    19. Article 3 "bahwa semua orang berhak untukhidup kebebasan dan keamanan pribadi."Article 19 "sernua orang mempunyai hak ataskebebasan berpikir dan menyatakan pendapat;hak ini menyangkup kebebasan untuk mem-punyai pendapat tanpa mendapat gangguan dankebebasan untuk mencari, memperoleh danmenyebarkan informasi dan gagasan, lewatmedia yang manapun dan tanpa memandangperbatasan negara."

    b. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentangKesehatan, Pasal 53 ayat 2 tentang KewajibanTenaga Kesehatan untuk mematuhi standar Daftar Pus taka

    dokter terlepas dari segala akibat hukum yang tim-bul setelah penolakan tersebut.

    profesi dan menghormati hak pasien.c. Keputusan Direktur lendral Pelayanan Medik

    No. HK.00.063.S.1866 tentang Pedoman Perse-tujuan Tindakan Medik (Informed Consent)tanggal 21 April 1999 bab II butir 3:

    1. Persetujuan atau Penolakan TindakanMedis diberikan untuk tindakan medisyang dinyatakan secara spesifik (the con-sent must be for what will be actuallyperformedy;

    2. Persetujuan atau Penolakan TindakanMedik diberikan tanpa paksaan (volun-tary);

    3. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Me-dis diberikan oleh seseorang (pasien) yang

    sehat mental dan yang memang berhakmemberikannya dad segi hukum;

    4. Persetujuan atau Penolakan TindakanMedis diberikan setelah diberikan cukup(adekuat) informasi dan penjelasan yangdiperlukan.

    Kedua, implikasi hukum penolakan tin-dakan medik terhadap pasien adalah apabila pasienmenggunakan haknya dalam menolak suatu tin-dakan medik maka pasien telah melepaskan hakhukumnya terhadap dokter apabila terjadi hal-halyang tidak diinginkan. Sedangkan akibat hukumpenolakan tindakan medik terhadap dokter apabiladokter telah menjalankan kewajibannya dan pasiendalam menggunakan haknya memilih untuk meno-lak tindakan medik maka dokter terlepas dari segalaakibat hukum yang timbul setelah penolakantersebut.

    Azwar, Azrul, "Latar Belakang PentingnyaInformed Consent bagi Dokter", RSPP &FKUI, Jakarta, 1991.

    Biben, Achmad, "Alternatif: Bentuk InformedConsent Dalam Praktik dan PenelitianKedokteran", FK UNPAD RS dr. HasanSadikin, Bandung, 2005.

    Fuady, Munir, "Sumpah Hippocrates Aspek HukumMalpraktek Dokter", PT. Citra AdityaBakti, Bandung, 2005.

    Guwandi, J, "Informed Consent & InformedRefusal", 41 1 1 edition, FKUI, Jakarta, 2006.

    Isfandyarie, Anny dan Fachrizal Afandi, "TanggungJawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter",Buku ke II, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2006.

    11 0 Lex Jurnalica Vo!.5 No.2, April 2008

  • 5/16/2018 520883111

    29/29

    Implikasi Hukum Penolakan Tindakan MedikKerbala, Husein, "Segi-Segi Etis dan Yuridis

    Informed Consent", Pustaka Sinar Harapan,Jakarta, 1993.

    M. Achadiat, Chrisdiono, "Dinamika Etika &Hukum Kedokteran dalam TantanganZaman", EGC, Jakarta, 2007.

    Ruslan, Rosady, "Metode Penelitian PublicRelations dan Kominikasi", PTRajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003.

    Salim H.S, "Hukum Kontrak Teori & TeknikPenyusunan Kontrak", Sinar Grafika,Jakarta, 2006.

    Soekanto, Soerjono, "Pengantar Penelitian Hukum",UI Press, Jakarta, 1984.dan Sri Marnudji, "Penelitian HukumNormatif suatu Tinjauan Singkat", PTRajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006.

    Subekti, "Hukum Perjanjian", Cet.9, PT Intermasa,Jakarta, 1992.

    Sungguh, As'ad, "25 Etika Profesi", Sinar Grafika,Jakarta, 2004.

    Lex Jurnalica Vol.S No.2, April 2008 III