28
1 Laporan Kasus KOLESISTOLITIASIS Oleh : Indari 060111224 Pembimbing Dr. P. A. V. Wowiling, SpB BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 2011

54718115-lapkas-kolesistolitiasis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

1

Laporan Kasus

KOLESISTOLITIASIS

Oleh :

Indari

060111224

Pembimbing

Dr. P. A. V. Wowiling, SpB

BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2011

Page 2: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Anatomi

Kandung empedu adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada

permukaan viseral hati. Untuk tujuan pendidikan, kandung empedu dibagi menjadi

fundus, korpus, dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol di bawah

pinggir inferior hati; dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen

setinggi ujung rawan kosta IX kanan. Korpus bersentuhan dengan permukaan viseral

hati dan arahnya ke atas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus

sistikus, yang berjalan di dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan

duktus hepatikus komunis, membentuk duktus koledokus (Gambar 1).

Peritoneum membungkus fundus kandung empedu dengan sempurna dan

menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan viseral hati. Batas-batas

kandung empedu yaitu:

Anterior: dinding anterior abdomen dan permukaan viseral hati.

Posterior: colon transversum dan bagian pertama dan kedua duodenum.1

Pembuluh darah arteri kandung empedu biasanya berasal dari arteri sistikus

yang merupakan cabang dari arteri hepatik dekstra yang berjalan transversal melewati

Triangle Calot, di bagi menjadi dua cabang. Satu cabang berjalan sepanjang

permukaan peritoneal kandung empedu dan cabang lainnya berjalan di antara fossa

vesica fellea dan hati sedangkan vena sistikus berjumlah banyak yang berasal dari

permukaan hati melewati fossa vesika fellea dan masuk ke dalam lobus quadratrus.

Vena yang berada di bawah permukaan peritoneum dapat mencapai kollum kandung

empedu dan masuk ke dalam lobus quadratus secara langsung atau berjalan bersama

pleksus disekeliling duktus biliaris, kemudian vena-vena tersebut bergabung bersama

Page 3: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

3

vena hepatik ,tapi bukan ke vena porta. Vena yang berasal dari bagian bawah duktus

biliaris komunis yang mengalir ke dalam vena porta.

Kandung empedu dipersarafi oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis yang

keduanya melalui pleksus seliakus. Saraf simpatis preganglionik berasal darti level

T8 dan T9 sedangkan saraf parasimpatis postganglionik berada pada pleksus seliakus

dan berjalan sepanjang arteri hepatis dan vena porta menuju kandung empedu. Saraf

parasimpatis berasal dari trunkus vagal, tidak seperti cabang posteriornya yang

melewati pleksus seliakus, cabang anteriornya mencapai kandung empedu melewati

ligamentum gastrohepatis.

Limfe dari kandung empedu melewati nodus hepatikus via nodus sistikus

dekat dengan kollum kandung empedu, alirannya menuju limfonodus seliakus.

Gambar 1. Kandung Empedu dan Duktus Ekstrahepatik

Sumber: Hansen, Lambert (2005) 3

Page 4: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

4

1.2 Fisiologi

Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu.

Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang dihasilkan hati.

Empedu yang dihasilkan hati setiap hari sekitar 500 – 1000 ml, tidak langsung masuk

ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke

duktus sistikus dan disimpan di kandung empedu.4 Di dalam kandung empedu, air,

natrium, klorida, dan kebanyakan elektrolit secara terus-menerus diabsorbsi oleh

mukosa kandung empedu. Selain itu juga terjadi pemekatan zat-zat empedu lainnya,

termasuk garam empedu, kolesterol, lesitin dan bilirubin. Kebanyakan absorbsi ini

disebabkan oleh transpor aktif natrium melalui kandung emped, dan keaadaan ini

diikuti oleh absorbsi sekunder ion klorida, air, dan kebanyakan zat-zat terlarut

lainnya. Empedu secara normal dipekatkan sebanyak 5 kali lipat dengan cara ini,

tetapi dapat dipekatkan sampai maksimal 20 kali lipat.5

Secara berkala kandung empedu akan mengosongkan isinya ke dalam

duodenum melalui kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi

(Gambar 2). Rangsang normal kontraksi dan pengosongan kandung empedu adalah

masuknya kimus asam dalam duodenum. Pengosongan tersebut dipengaruhi oleh

faktor neural, humoral dan rangsang kimiawi. Rangsang vagal meningkatkan sekresi

empadu, sedangkan saraf splennikus menurunkan sekresi empedu. Hormon

kolesistikinin (CCK) juga memperantarai kontraksi, hormon ini disekresi oleh

mukosa usus halus akibat pengaruh makanan berlemak atau produksi lipolitik dapat

merangsang nervus vagus. Asam hidroklorik, sebagai digesti protein dan asam lemak

yang ada di duodenum merangsang peningkatan sekresi empedu.

Page 5: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

5

Gambar 2. Sfingter Oddi

Sumber: Anderson, et al (2005)5

Substansi terbanyak yang disekresi pada empedu adalah garam-garam

empedu, yang merupakan setengah dari total solut empedu, juga disekresi dan

diekskresi dalam konsentrasi besar adalah bilirubin, kolesterol, lesitin dan elektrolit

plasma (Tabel 1).

Tabel 1. Komposisi Empedu di Hepar dan Kandung Empedu

Karakteristik Hepar* Kandung empedu*

Na 160.0 270.0

K 5 10

Cl 90 15

HCO3 45 10

Ca 4 25

Mg 2 —

Bilirubin 1.5 15

Protein 150 —

Page 6: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

6

Asam empedu 50 150

Fosfolipid 8 40

Kolesterol 4 18

Total solid — 125

pH 7.8 7.2

* Semua nilai yang tercantum, kecuali pH, satuannya miliequivalen per liter

Sumber: Beauchamp, et al (2004) 9

Fungsi empedu yang lain adalah membuang limbah tubuh tertentu (terutama

pigmen hasil pemecahan sel darah merah dan kelebihan kolesterol) serta membantu

proses pencernaan dan penyerapan lemak. Garam empedu menyebabkan

meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin larut lemak, sehingga

membantu penyerapan dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel

darah merah dirubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang

ke dalam empedu. Berbagai protein yang memegang peranan penting dalam fungsi

empedu juga disekresi dalam empedu.4

1.3 Definisi

Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary

calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung

empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang

membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.10

Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung

empedu (kolesistolitiasis). Kalau batu kandung empedu ini berpindah ke dalam

saluran empedu ekstrahepatik, disebut batu saluran empedu sekunder atau

koledokolitiasis sekunder.7

Page 7: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

7

1.4 Insidens

Insidens batu empedu di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang

orang dewasa dan lanjut usia. kebanyakan batu empedu tidak bergejala atau bertanda.

Angka kejadian penyakit batu empedu dan penyakit saluran empedu di

Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara

dan sejak tahun 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan

ultrasonografi.

Dikenal 3 jenis batu empedu, yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau batu

bilirubin, dan batu campuran. Di negara barat, 80% batu empedu adalah batu

kolesterol, tatapi angka kejadian batu pigmen meningkat akhir-akhir ini. Sebaliknya

di Asia Timur, lebih banyak batu pigmen dibanding dengan batu kolesterol, tetapi

angka kejadian batu kolesterol sejak 1965 makin meningkat.

Sementara ini di dapat kesan bahwa meskipun batu kolesterol di Indonesia

lebih umum, angka kejadian batu pigmen lebih tinggi dibandingkan angka yang

terdapat di negara Barat, dan sesuai dengan angka di negara tetangga seperti

Singapura, Malaysia, Muangthai, dan Filipina. Hal ini menunjukkan bahwa faktor

infeksi empedu oleh kuman gram negatif E. Coli ikut berperan penting dalam

timbulnya batu pigmen. Di wilayah ini insidens batu primer saluran empedu adalah

40-50% dari penyakit batu empedu, sedangkan di dunia Barat sekitar 5%.

Perbedaan lain dengan negara Barat ialah batu empedu banyak ditemukan

mulai pada usia muda di bawah 30 tahun. meskipun usia rata-rata tersering ialah 40-

50 tahun. Pada usia 60 tahun, insidens batu empedu meningkat. Jumlah penderita

perempuan lebih banyak daripada jumlah penderita laki-laki. Meskipun batu empedu

terbanyak ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi sepertiga dari batu saluran

empedu merupakan batu duktus koledukus. Oleh karena itu, kolangitis di negara

Barat ditemukan pada berbagai usia, dan merupakan sepertiga dari jumlah dari

Page 8: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

8

kolesistitis. Batu intrahepatik dan batu primer saluran empedu juga cukup sering

ditemukan.7

1.5 Patofisiologi

Komponen-komponen organik penting dalam batu empedu antara lain

bilirubin, garam empedu, fosfolipid, dan kolesterol. Batu empedu dikelompokkan

berdasarkan kandungan kolesterolnya, yaitu batu kolesterol dan batu pigmen. Batu

pigmen dapat dikelompokkan lagi menjadi batu hitam dan coklat. Di negara-negara

Barat, sekitar 80% batu empedu adalah batu kolesterol dan sekitar 15-20%

merupakan batu pigmen hitam. Batu pigmen cokelat sendiri persentasenya hanya

sedikit. kedua tipe batu pimen ini lebih umum dijumpai di Asia.

Batu Kolesterol

Batu kolesterol murni tidak sering dijumpai dan hanya sekitar 10% dari total

jumlah batu empedu yang ada. Biasanya batu ini muncul sebagai batu tunggal yang

besar dengan permukanaan yang halus. Sebagian besar batu kolesterol juga

mengandung sejumlah pigmen empedu dan kalsium, tapi jumlah kolesterol

didalamnya selalu lebih dari 70% berat batu. Batu jenis ini biasanya multipel,

memiliki ukuran yang bervariasi, keras, ireguler, faset, berbentuk seperti mulberry,

atau halus. Warna batu bervariasi dari putih kekuning-kuningan, hijau, hingga hitam.

Kebanyakan batu empedu bersifat radioluscent; kurang dari 10% bersifat

radiopaque.6

Proses pembentukan batu kolesterol melalui empat tahap, yaitu penjenuhan

empedu oleh kolesterol, pembentukan nidus, kristalisasi, dan pertumbuhan batu.

Derajat penjenuhan empedu oleh kolesterol dapat dihitung melaui kapasitas daya

larut. penjenuhan ini dapat disebabkan oleh bertambahnya sekresi kolesterol atau

penurunan relatif asam empedu atau fosfolipid.

Page 9: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

9

Penjenuhan kolesterol yang berlebihan tidak dapat membentuk batu, kecuali

bila ada nidus atau ada proses lain yang menimbulkan kristalisasi. Nidus dapat

berasal dari pigmen empedu, mukoprotein, lendir, protein lain, bakteria atau benda

asing lain. Setelah kristalisasi meliputi suatu nidus akan terjadi pembentukan batu.

Pertumbuhan batu terjadi karena pengendapan kristal kolesterol di atas matriks

inorganik.5

Batu empedu baru dapat memberikan gejala jika memiliki ukuran yang cukup

untuk menyebabkan cedera pada kandung empedu atau obstruksi traktus biliaris.

Pertumbuhan batu melewati 2 tahap: 1) pembesaran yg progresif dari satu kristal atau

batu melalui deposisi presipitat insoluble tambahan pada permukaan batu empedu

atau 2) penggabungan beberapa kristal atau batu individual membentuk batu yang

besar. Selain itu, gangguan pada motilitas kandung empedu dapat meningkatkan

lamanya waktu empedu di dalam kandung empedu. Hal ini juga turut berperan dalam

pembentukan batu empedu.8

Batu Pigmen

Batu pigmen mengandung kurang dari 20% kolesterol dan berwarna gelap

oleh karena adanya kalsium bilirubinat. Baik batu berwarna hitam maupun coklat

hanya memiliki sedikit kesamaan.

Batu pigmen hitam biasanya kecil, rapuh, berwarna hitam, dan tidak

beraturan. Batu ini terbentuk dari penjenuhan kalsium bilirubinat, karbonat, dan fosfat

yang biasanya terdapat sekunder pada kelainan hemolitik dan pada sirosis. Seperti

halnya batu kolesterol, batu ini hampir selalu terbentuk di dalam kandung empedu. Di

negera-negara Asia seperti Jepang, batu pigmen hitam memiliki persentase yang lebih

tinggi dibandingkan dunia Barat.

Batu coklat biasanya berdiameter kurang dari 1 cm, berwarna coklat

kekuning-kuningan, lembut, dan sering lunak. Batu jenis ini dapat terbentuk di

Page 10: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

10

kandung empedu atau saluran empedu, biasanya sekunder akibat infeksi bakterial

yang menyebabkan stasis empedu. Presipitat kalsium karbonat dan bakteri-bakteri

membentuk bagian utama batu. Bakteri seperti Escherichia coli mensekresikan beta-

glukoronidase, yaitu suatu enzim yang membantu bilirubin glukoronidase

menghasilkan bilirubin tak terkonjugasi yang tidak larut. Presipitat ini bersama

dengan kalsium dan sel-sel bakteri yang telah mati akan membentuk batu coklat

lembut pada traktus biliaris. Batu coklat biasanya ditemukan pada traktus biliaris

orang Asia dan dihubungkan dengan stasis sekunder akibat infeksi parasit. Pada

populasi Barat, batu coklat muncul sebagai batu duktus biliar primer pada pasien

dengan striktura biliar atau batu di duktus yang lebih umum yang dapat menyebabkan

stasis dan kontaminasi bakteri.6

1.6 Faktor Predisposisi

Batu empedu dapat terjadi dengan atau tanpa faktor predisposisi dibawah.

Namun, semakin banyak faktor predisposisi yang dimiliki seseorang, semakin besar

kemungkinan untuk terjadinya batu empedu.

Batu Kolesterol

1. Faktor demografik/genetik: prevalensi di Eropa Utara dan Amerika Utara lebih

besar dibandingkan dengan di Asia.

2. Obesitas: Sekresi dan simpanan garam empedu normal namun sekresi kolesterol

biliar meningkat.

3. Kehilangan berat badan: perpindahan kolesterol di jaringan yang diikuti

peningkatan sekresi kolesterol biliar sementara sirkulasi enterohepatik asam

empedu menurun.

4. Hormon sex perempuan

a. Estrogen menstimulasi reseptor lipoprotein hepatik, meningkatkan ambilan

kolesterol makanan, dan meningkatkan sekresi kolesterol biliar.

Page 11: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

11

b. Estrogen alami, estrogen lainnya, kontrasepsi oral menyebabkan penurunan

sekresi garam empedu dan menurunkan konversi kolesterol menjadi ester

kolesterol.

5. Peningkatan usia: meningkatkan sekresi kolesterol biliar, menurunkan ukuran

simpanan asam empedu, penurunan sekresi garam empedu.

6. Hipomotilitas kandung empedu yang menyebabkan stasis dan pembentukan.......

a. nutrisi parenteral dalam waktu yang lama

b. Kelaparan/puasa

c. Kehamilan

d. Obat-obat seperti octreotide

7. Terapi clofibrate: meningkatkan sekresi kolesterol biliar.

8. Penurunan sekresi asam empedu

a. Sirosis biliar primer

b. Defek genetik pada gen CYP7A1

9. Penurunan sekresi fosfolipid: defek genetik gen MDR3

10. Lain-Lain

a. Diet tinggi kalori, tinggi lemak

b. Cedera tulang belakang

Batu Pigmen

1. Faktor demografik/genetik: Asia, keadaan rural

2. Hemolisis kronik

3. Anemia pernisiosa

4. Cystic fibrosis

5. Infeksi traktus biliaris kronik, infeksi parasit

6. Peningkatan usia

7. Penyakit usus halus, reseksi usus halus, atau bypass9

Page 12: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

12

1.7 Gejala Klinis

Setengah sampai dua pertiga penderita batu kandung empedu adalah

asimtomatik. Keluhan yang mungkin timbul berupa dispepsia yang kadang disertai

intolerans terhadap makanan berlemak.

Pada yang simtomatik, keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium,

kuadran atas kanan atau prekordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang

mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam

kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus

timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah skapula, atau ke

puncak bahu, disertai mual dan muntah.

Kalau terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu

menarik napas dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh jari tangan sehingga

pasien berhenti menarik napas, yang merupakan tanda rangsangan peritoneum

setempat (tanda Murphy).7

1.8 Pemeriksaan Fisik

Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti

kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung empedu,

empiema kandung empedu, atau pankreatiits.

Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di

daerah letak anatomi kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan

bertambah sewaktu penderita menarik napas panjang karena kandung empedu yang

meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas.7

1.9 Pemeriksaan Laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan

kelainan laboratorik. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.

Page 13: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

13

Apabila ada sindrom Mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat

penekanan duktus koledokus oleh batu, dinding yang udem di daerah kantong

Hartman, dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan tersebut. Kadar bilirubin

serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledokus. Kadar

fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat

sedang setiap kali ada serangan akut.

1.10 Pemeriksaaan Pencitraan

Radiografi Abdomen

Foto polos abdomen nilainya terbatas dalam menilai pasien dengan batu empedu atau

ikterus. Hanya 15-20% pasien akan mempunyai batu opak yang terletak dalam

kuadran kanan atas pada foto polos. Adanya udara di dalam cabang-cabang biliaris

dapat mengindikasikan adanya fistula kolesistoenterik.

Kolesistografi Oral

Kolesistografi oral dikenalkan oleh Graham dan Cole pada tahun 1924. Fungsi yang

dinilai adalah kemampuan absorpsi dari kandung empedu. Pewarna yodium

radioopak dimakan secara oral, diabsorpsi oleh traktus gastrointestinalis, diekstraksi

dalam hati, diekskresikan ke dalam sistem duktus biliaris, dan dipekatkan dalam

kandung empedu. Adanya batu (terlihat sebagai cacat pengisian dalam kandung

empedu yang terlihat opak) atau tidak terlihatnya kandung empedu, memberikan hasil

pemeriksaan yang “positif”. Tak terlihatnya kandung empedu secara positif palsu

dapat terjadi jika pasien tidak dapat menelan tablet atau nonkomplians, tablet tidak

diabsorpsi melalui traktus gastrointestinalisatau zat warna tidak diekskresikan ke

dalam traktus biliaris karena disfungsi hati.

Page 14: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

14

Ultrasonografi abdomen

Tes ini telah menggantikan kolesistogram oral sebagai prosedur terpilih saat

mengevaluasi pasien untuk batu empedu. kemampuan dari ultrasonografi abdomen

dalam mendiagnosa kolesistitis akuttidak sebesar dalam mendiagnosa batu.

Ultrasonografi bermanfaat dalam mengidentifikasi dilatasi biliaris intrahepatik dan

ekstrahepatik.

Tomografi Computer (CT)

Tes ini tidak terlalu sensitif untuk mengidentifikasi kandung empedum tetapi

menyediakan informasi tentang sifat, luas, dan lokasi dilatasi biliaris dan adanya

massa di dalam dan di sekitar traktus biliaris dan pankreas.

Skintigrafi Biliaris

Pemberian intravena salah satu kelompok teknetium-99m yang dilabel dengan

radioisotop asam iminodiasetat, memberikan informasi yang spesifik tentang patensi

dari diktus sistikus dan sensitif dalam mendiagnosa pasien dengan kolesistitis akut.

Tidak seperti ultrasonograf, yang merupakan tes anatomi, skintigrafi biliaris

merupakan tes fungsional.

Kolangiografi Transhepatik Perkutaneus (PTC)

Di bawah kontrol fluoroskopik dan anastesia lokal, dimasukkan jarum kecil melalui

dinding abdomen ke dalam duktus biliaris. Ini menyediakan suatu kolangiogam dan

memungkinkan intervensi terapeutik bila perlu, didasarkan pada situasi klinis.

Bermanfaat bagi pasien dengan masalah biliaris kompleks, mencakup striktura dan

tumor.

Kolangiopankreatografi Retrograd Endoskopik (ERCP)

Menggunakan endoskop pandangan samping, traktus biliaris dan duktus pankreatikus

dapat diintubasi dan dilihat. Keuntungannya adalah visualisasi langsung dari daereh

Page 15: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

15

ampula dan jalur langsung ke duktus biliaris distal. Ini sangat bermanfaat untuk

pasien dengan penyakit duktus koledokus (jinak dan ganas).

Koledoskopi

Bila teknik pencitraan tak langsung merupakan jalur utama bagi evaluasi pasien

dengan penyakit traktus biliaris ekstrahepatik, maka inspeksi langsung dan visualisasi

sistem biliaris merupakan tujuan utama yang hendak dicapai. Koledoskopi intra

operatif agak bermanfaat dalam mengevaluasi pasien dengan striktur duktus biliaris

atau tumor.11

1.11 Penatalaksanaan

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri

yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau

mengurangi makanan berlemak.

Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun

telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani

pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu

tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu

dilakukan pembatasan makanan.

Pilihan penatalaksanaan antara lain :

1. Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan

kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah

cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang

dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk

kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

Page 16: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

16

2. Kolesistektomi laparaskopi

Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan

sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu

empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian

dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi

komplikasi pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat melalui selang yang

dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya

kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah

mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan

batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan

prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya

yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan

kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini,

berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin

dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.

3. Disolusi medis

Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah

angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya

memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif

acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya

batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu

tejadi pada 50% pasien. Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini adalah

sukses. Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non operatif

diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi

kandung empedu baik dan duktus sistik paten.

Page 17: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

17

4. Disolusi kontak

Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten

(Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang

diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-

pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka

kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).

5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

Sangat populer digunakan beberapa tahun belakang ini, analisis biaya-manfaat

pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang

telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

6. Kolesistotomi

Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping

tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk

pasien yang sakitnya kritis.

7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan,

lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran

empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot

sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan

berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90%

kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7%

mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan

perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu

yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat.4

Page 18: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

18

1.12 Komplikasi

1. Obstruksi duktus sistikus

2. Kolik bilier

3. Kolesistitis akut

4. Perikolesistitis

5. Peradangan pankreas (pankreatitis)

6. Perforasi

7. Kolesistitis kronis

8. Hidrop kandung empedu

9. Empiema kandung empedu

10. Fistel kolesistoenterik

11. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu

empedu muncul lagi)

12. Ileus batu empedu (gallstone ileus) 4

1.13 Prognosis

Komplikasi yang serius dan kematian terkait tindakan operasi sendiri sangat

jarang. Tingkat mortalitas operasi sekitar 0,1% pada penderita dibawah usia 50 tahun

dan sekitar 0,5% pada penderita diatas usia 50 tahun. Kebanyakan kematian terjadi

pada penderita dengan risiko tinggi yang telah diketahui sebelum operasi. Tindakan

operasi dapat meringankan gejala pada 95% kasus batu empedu.12

Page 19: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

19

BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. LK

Umur : 65 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Wawalintoan jaga III, Tondano Barat, Minahasa

Agama : Protestan

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Petani

Suku/Bangsa : Minahasa/Indonesia

Tanggal MRS : 7 Maret 2011, pukul 09:17 wita

Keluhan utama: Nyeri perut kanan atas

Riwayat Penyakit Sekarang:

Nyeri perut kanan atas dirasakan penderita sejak + 2 tahun sebelum masuk

Rumah Sakit. Nyeri kemudian dirasakan menghebat sejak + 3 minggu sebelum

masuk Rumah Sakit. Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan menjalar hingga ke punggung

kanan. Nyeri dirasakan bertambah bila penderita makan makanan berlemak. Demam -

, mual dan muntah -. Buang air besar dan kecil biasa.

Riwayat Penyakit Dahulu: tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga: Cuma penderita yang sakit seperti ini.

Riwayat sosial: penderita telah menikah.

Page 20: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

20

Pemeriksaan Fisik

Keadaaan umum : cukup Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi : 76 kali/menit

Respirasi : 20 kali/menit Suhu : 36,8oC

Kepala

conjunctiva anemis (−), sclera icterus (−), pupil bulat isokor 3mm kiri =

kanan, RC +/+.

Leher

Inspeksi : trakea letak di tengah

Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Thoraks

Inspeksi : simetris kiri = kanan, retraksi (−)

Auskultasi : SP vesikuler kiri = kanan

Palpasi : SF kiri = kanan

Perkusi : sonor kiri = kanan

Abdomen

Inspeksi : datar

Auskultasi : BU (+) normal

Palpasi : lemas, nyeri tekan kuadran kanan atas (+), murphy sign (+)

Perkusi : pekak hepar (+)

Tulang belakang : tidak ada kelainan

Ekstremitas : tidak ada kelainan

Neurologis : tidak ada kelainan

Rektum/anal : tidak ada kelainan

Genitalia : laki-laki normal

Page 21: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

21

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium waktu masuk :

Hemoglobin : 16,7 g/dl Ureum : 47 mg/dl

Leukosit : 8.500 /mm3 Creatinine : 1,19 mg/dl

Trombosit : 267.000 /mm3 Uric acid : 7,77 mg/dl

Bilirubin total : 0,75 mg/dl SGOT : 20 U/L

direk : 0,22 mg/dl SGPT : 27 U/L

indirek : 0,53 mg/dl γ GT : 14 U/L

Alkalin fosfatase : 75 U/L

X – Thorax : tidak tampak kelainan

USG abdomen

Hepar : tidak ada kelainan

Ascites (−)

Kantung empedu : - besar dan bentuk normal

Page 22: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

22

- dinding rata dan tidak menebal

- tampak gambaran batu ukuran 3,5x3,5 cm didalam

lumen KE

- CBD tidak melebar

Lien : tidak ada kelainan

Pankreas : tidak ada kelainan

Ginjal kanan dan kiri : - besar dan bentuk normal.

- corticomedullary sonnografi normal.

- central sinus tidak melebar.

- tampak massa kistik anechoic, dinding tipis

ukuran 7,0x6,2 cm pada pole bawah ginjal

kanan.

Buli-buli : tidak ada kelainan

Tidak tampak massa padat maupun kistik didalam cavum intraperitoneal

dan pelvic

Page 23: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

23

Diagnosa : Kolesistolitiasis

Sikap : Pro kolesistektomi

Follow Up :

8 Agustus 2011

Laporan Operasi

Operator : dr. Jimmy Panelewen, SpB-KBD

Ass OP : dr. Sumanti, SpB-KBD

dr. Djonny

Ahli anestesi : dr. Diana Lalenoh, SpAn

Jenis anestesi : General anestesi

Diagnosis pra bedah : Kolesistolitiasis

Diagnosis pasca bedah : Kolesistolitiasis

Jenis operasi : Kolesistektomi laparoskopik

Jam mulai : 09.30 wita

Jam selesai : 11.30 wita

Page 24: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

24

Laporan operasi :

Penderita telentang dengan GA.

A dan antisepsis lapangan operasi.

Insisi infra umbilikal, pasang trocher 10 mm.

Insisi subxyphoid, pasang troce 10 mm.

Insisi subcostal dekstra, pasang trocher 5 mm.

Identifikasi gall blader kemudian traksi pada Hartman pouch.

Identifikasi duktus sistikus dipasang ulir kemudian digunting.

Idntifikasi a. sistikus kemudian dipasang ulir lalu digunting.

Gall blader dibebaskan dari hepatic bed

Kontrol perdarahan.

Ekstraksi gall blader dari rongga abdomen, kemudian dari insisi gall blader

keluar batu 3,5 cm warna kehitaman.

Luka opersi dijahit.

Operasi selesai.

Instruksi post operasi :

Pelastin 2x1 gr IV

Panzo 2x1 vial IV

Chrome 3x1 amp IV

Dolac 3x1 amp IV

Puasa sampai instruksi selanjutnya

Laboratorium post operasi :

Hb : 15,2 g/dl

Leukosit : 12.500 /mm3

Trombosit : 286.000 /mm3

Eritrosit : 5,11x106 /mm

3

Hematokrit : 43,1 %

Page 25: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

25

9 Maret 2011

S : (−)

O : TD: 160/100 N: 70 kali/menit R: 20 kali/ ment S: 36,5oC

Abdomen: luka operasi terawat

A : Post laparoskopik kolesistektomi

P : IVFD RL: 20 gtt/menit

Pelastin 2x1

Panzo 1x1

Dolac 3x1

Diet lunak

10 Maret 2011

S : (−)

O : TD: 160/100 N: 108 kali/menit R: 20 kali/ ment S: 36,5oC

Abdomen: luka operasi terawat

A : Post laparoskopik kolesistektomi + hipertensi

P : Aff infus

Fixacef 2x200 mg

Farpain

Noporton 5 mg 1x1 tab

Rawat luka

Page 26: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

26

BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Pada penderita batu kandung empedu yang simtomatik, keluhan utamanya

berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau prekordium. Pada

anamnesis penderita ini didapatkan penderita mengalami nyeri perut kanan atas

selama kurang lebih 2 tahun terakhir yang hilang timbul, namun baru dirasakan

menghebat dalam 3 minggu sebelum penderita masuk rumah sakit. Nyeri bersifat

tajam yang dirasakan menjalar hingga ke punggung kanan. Intensitas nyeri bertambah

saat penderita mengkonsumsi makanan yang berlemak. Penderita mengaku tidak

pernah mengalami demam atau mual dan muntah.

Berdasarkan kepustakaan, sebagian penderita dengan batu yang asimtomatik

baru merasakan gejalanya membutuhkan intervensi setelah beberapa tahun. Pada

penderita ini, gejala telah dirasakan kurang lebih 2 tahun sebelum akhirnya gejala

bertambah berat dan penderita memutuskan untuk dilakukan intervensi. Nyeri yang

hilang timbul menandakan suatu nyeri kolik bilier yang biasanya timbul jika batu

menyumbat aliran empedu (obstruksi) atau karena batu yang bergerak ke hilir dan

tersangkut di saluran empedu. Nyeri ini terutama timbul setelah konsumsi makanan

berlemak. Nyeri yang bersifat tajam pada kuadran kanan atas dan menjalar hingga ke

punggung kanan menandakan adanya rangsangan peritoneum lokal yang berasal dari

organ yang berada di kuadran tersebut.

Pemeriksaan fisik penderita batu kandung empedu terutama ditemukan nyeri

tekan dengan punktum maksimum di daerah letak anatomi kandung empedu. Tanda

Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik napas

Page 27: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

27

panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan

pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas. Pada pemeriksaan palpasi daerah

abdomen pasien ini ditemukan adanya nyeri tekan pada daerah kuadran kanan atas

dan Murphy sign positif.

Ultrasonografi pada penderita batu kandung empedu mempunyai derajat

spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan

pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Pada pemeriksaan

USG abdomen pasien ini ditemukan adanya gambaran batu ukuran 3x3,5 cm di dalam

lumen kandung empedu.

Penatalaksanaan batu kandung empedu yang menyebabkan serangan nyeri

berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan yaitu menjalani

pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Kolesistektomi dapat dilakukan

baik dengan kolesistektomi terbuka maupun kolesistektomi laparoskopik. Sekitar

90% dari operasi kolesistektomi saat ini dilakukan secara laparoskopik. Keuntungan

prosedur tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi

perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali

bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan

adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti

cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi

laparaskopi.

Prognosis pada pasien ini baik karena belum terdapat tanda-tanda perforasi

kandung empedu. Sekitar 95% kasus batu empedu gejalanya berkurang setelah

menjalani operasi, sehingga quality of life pasien juga meningkat.

Page 28: 54718115-lapkas-kolesistolitiasis

28

Daftar Pustaka

1. Snell RS. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa kedokteran. Jakarta: EGC 1992.

2. ArtikelBedah. Batu Empedu, Cholelithiasis, Patofisiologi.URL:

http://ilmubedah.info/batu-empedu-cholelithiasis-patofisiologi-

20110207.html. Accessed 25th March 2011

3. Hansen JT, Lambert DR. Netter’s Clinical Anatomy. USA: MediMedia 2005.

4. ArtikelBedah. Batu Empedu, Patofisiologi, Anatomi. URL:

http://ilmubedah.info/batu-empedu-patofisiologi-anatomi-20110207.html.

Accessed 21th March 2011.

5. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC 1997; 1029.

6. Andersen DK, Billiar TR, Brunicardi FC, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE.

Schwartz’s Principles of Surgery. New York: McGraw-Hill 2007.

7. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC 2004.

8. Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL, Townsend CM. Sabiston Textbook of

Surgery. 17th ed. Pennsylvania: Elsevier 2004.

9. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Looscalzo J,

editor. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. New York: McGraw-

Hill 2008.

10. ArtikelBedah. Kolelithiasis, Batu Empedu, Makalah. URL:

http://ilmubedah.info/kolelithiasis-batu-empedu-makalah-20110207.html.

Accessed 25th March 2011.

11. Schwartz SI. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. 6th ed. Jakarta: EGC 2000.

12. Doherty GM, Way LW. Current Surgical Diagnosis & Treatment. 12th ed. New

York: McGraw-Hill 2006.