A09dpr

Embed Size (px)

DESCRIPTION

book

Citation preview

  • 5/26/2018 A09dpr

    1/55

    SURVEI HAMA DAN PENYAKIT PADA PERTANAMAN

    MENTIMUN (Cucumis sativus Linn.) DI DESA CIHERANG,

    KECAMATAN PACET, KABUPATEN CIANJUR,

    JAWA BARAT

    DWI PRIYO PRABOWO

    PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

    FAKULTAS PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2009

  • 5/26/2018 A09dpr

    2/55

    ABSTRAK

    DWI PRIYO PRABOWO, Survei Hama dan Penyakit pada Pertanaman

    Mentimun (Cucumis sativus L.)di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, KabupatenCianjur, Jawa Barat. Dibimbing oleh AUNU RAUF dan ABDJAD ASIH

    NAWANGSIH.

    Penelitian bertujuan menginventarisasi hama dan penyakit yang

    menyerang mentimun, serta mengetahui jenis-jenis lalat pengorok daun dan

    parasitoidnya yang ditemukan pada pertanaman mentimun di kampung Buniaga

    (Buniaga Sawah Lega, Buniaga Legok, dan Buniaga Nangeuk) Desa Ciherang,

    Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Pengamatan hama dan

    penyakit dilakuan dengan dua cara, pengamatana lahan survei yang dilakukan

    secara acak dan pengamatan lahan mingguan yang dilakukan terhadap tanaman

    mulai usia 2 minggu hingga panen. Pada pengamatan lahan survei diperoleh datadari 7 lahan milik petani yang berbeda dengan usia tanaman yang berbeda-beda.

    Selain itu juga dilakukan pengambilan contoh daun bergejala korokan untuk

    diamati tingkat parasitisasi terhadap lalat pengorok daun. Hama yang ditemukan

    menyerang tanaman mentimun antara lain: kutudaunAphis gossypii (Hemiptera:

    Aphididae), trips Thrips parvispinus (Tysanoptera: Tripidae), kutu kebul

    Trialeurodes vaporariorum (Hemiptera: Aleyrodidae), lalat pengorok daun

    Liriomyza huidobrensis (Diptera: Agromyzidae), kumbang daun Aulacophora

    similis (Coleoptera: Chrysomelidae), dan ulat daun Diaphania indica

    (Lepidoptera: Pyralidae). Selain itu juga dijumpai gejala buah bengkok, yang

    diduga disebabkan oleh serangan kepik Leptoglossus australis (Hemiptera:

    Coreidae). Parasitoid yang berasosiasi dengan hama pengorok daun adalah Opius

    chromatomyiae (Hyemenoptera: Braconidae) dan Hemiptarsenus varicornis(Hymenoptera: Eulopidae). Sedangkan penyakit-penyakit penting yang terdapat

    pada lahan pertanaman mentimun adalah layu yang disebabkan nematoda puru

    akar Meloidogyne arenaria, embun bulu yang disebabkan Pseudoperonospora

    cubensis,bercak daun yang disebabkanAlternaria sp. dan Colletotrichum sp. dan

    penyakit mosaik mentimun yang disebabkan Cucumber Mosaic Virus (CMV).

    Serangga hama yang banyak menimbulkan kerusakan berat dan kehilangan hasil

    panen adalah lalat pengorok daun L. huidobrensis dan kutudaun A. gossypii.

    Kehilangan hasil panen juga terjadi karena munculnya gejala buah bengkok, yang

    sebagian diduga disebabkan oleh serangan kepik L. australis. Penyakit utama

    pada pertanaman mentimun di lokasi penelitian adalah layu yang disebabkan oleh

    nematoda M. arenariadan embun bulu yang disebabkan oleh P. cubensis

  • 5/26/2018 A09dpr

    3/55

    SURVEI HAMA DAN PENYAKIT PADA PERTANAMAN

    MENTIMUN (Cucumis sativus Linn.) DI DESA CIHERANG,

    KECAMATAN PACET, KABUPATEN CIANJUR,

    JAWA BARAT

    DWI PRIYO PRABOWO

    A44104021

    Skripsi

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

    pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

    PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

    FAKULTAS PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2009

  • 5/26/2018 A09dpr

    4/55

    LEMBAR PENGESAHAN

    Judul : Survei Hama dan Penyakit pada Pertanaman Mentimun

    (Cucumis sativus L) di Desa Ciherang, Kecamatan

    Pacet, Kabupaten Ciajur, Jawa Barat

    Nama : Dwi Priyo Prabowo

    NRP : A44104021

    Menyetujui,

    Mengetahui,

    Dekan Fakultas Pertanian

    Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr.

    NIP 131124019

    Tanggal Lulus :

    Pembimbing I

    Prof. Dr Ir. Aunu Rauf, MSc.

    NIP. 130607614

    Pembimbing II

    Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi.

    NIP. 131869954

  • 5/26/2018 A09dpr

    5/55

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 21 Mei 1986, merupakan

    putra kedua dari pasangan Ruspadi dan Yuliati. Penulis menamatkan pendidikan

    dasar di SDN Rowokembu 1 pada tahun 1998, Sekolah Menengah Pertama di

    SLTP N1 Wonopringgo pada tahun 2001 dan Sekolah Menengah Atas di SMU N

    1 Kajen Kabupaten Pekalongan tahun 2004.

    Pada tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Hama dan Penyakit

    Tumbuhan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

    Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai organisasi di IPB, antara

    lain: Ikatan Mahasiswa Pekalongan (IMAPEKA) tahun 2004-2006, UKM Basket

    IPB tahun 2004-2006, Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (Himasita)

    sebagai Staf Departemen Sosial Kemasyarakatan tahun 2006 dan Ketua

    Departemen Luar Negeri tahun 2007, Klub Fotografi Capung tahun 2006 dan

    Majalah Metamorfosa tahun 2006-2008. Selain aktif di kegiatan kemahasiswaan,penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Entomologi Umum

    tahun 2006 dan Dasar-Dasar Proteksi Tanaman tahun 2008.

  • 5/26/2018 A09dpr

    6/55

    PRAKATA

    Puji serta syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah

    memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

    penulisan skripsi dengan judul Survei Hama dan Penyakit pada PertanamanMentimun (Cucumis sativus L) di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten

    Ciajur, Jawa Barat. Penelitian dan penulisan skripsi ini merupakan salah satu

    syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut

    Pertanian Bogor.

    Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

    besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf,. MSc. dan Dr. Ir. Abdjad Asih

    Nawangsih, Msi. yang telah bersedia menjadi dosen pembimbing dan telah

    memberikan arahan kepada penulis sehingga penelitian ini dapat terselesaikan

    dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Kikin

    Hamzah Mutaqin MSi. selaku dosen penguji tamu dalam sidang skripsi atas saran

    dan kritik yang diberikan untuk kesempurnaan laporan akhir ini.

    Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada petani

    sayuran di Desa Ciherang yang telah membantu penulis melaksanakan penelitian.

    Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada segenap staf Departemen Proteksi

    Tanaman Dra. Dewi Sartiami Msi., Pak Wawan, Pak Gatut dan Bu Aisyah yang

    telah membantu dalam identifikasi hama dan penyakit.

    Tak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan

    Laboratorium Ekologi Serangga, Nematologi Tumbuhan dan Biosistematiaka

    serangga Cok, Fiat, Dery, Billy, Herma, Gyas, Isma, Pipit, Magda, Yuli yang

    telah membantu penulis selama di laboratorium, Vani Nur Oktaviany, serta rekan-

    rekan Wisma panggung (Indra, Umam, Juhli) atas bantuan transportasinya dan

    Wisma Sarang Rayap yang telah membatu selama masa penulisan. Terakhir

    penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan mahasiswa HPTangakatan 41, 42, dan 43 yang telah memberi dorongan motivasi kepada penulis

    namun tidak dapat dicantumkan namanya pada kesempatan ini.

    Bogor, Januari 2009

    Dwi Priyo Prabowo

  • 5/26/2018 A09dpr

    7/55

    DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix

    DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x

    DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xi

    PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

    Latar Belakang .......................................................................................... 1

    Tujuan Penelitian ...................................................................................... 2

    Manfaat Penelitian .................................................................................... 2

    TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3

    Mentimun .................................................................................................. 3

    Budidaya Tanaman Mentimun ................................................................... 4

    Hama .......................................................................................................... 6

    Penyakit ...................................................................................................... 10

    BAHAN DAN METODE .................................................................................. 14

    Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 14

    Metode Penelitian ...................................................................................... 14

    Penentuan Lahan Pengamatan dan Contoh Petak Tanaman ................ 14

    Wawancara dengan Petani ................................................................... 14

    Pengamatan Hama ................................................................................ 15

    Penentuan Tingkat Parasitisasi Pengorok Daun ................................... 15

    Pengamatan Penyakit .......................................................................... 16

    HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 16

    Keadaan Umun Lahan Pertanaman Sayuran Desa Ciherang ..................... 16

    Hama .......................................................................................................... 19

    Kutudaun .............................................................................................. 19

    Trips..................................................................................................... 22

    Kutu kebul ........................................................................................... 22

    Ulat daun ............................................................................................. 24

    Kumbang daun ..................................................................................... 26

    Gejala buah bengkok ............................................................................ 26

    Lalat pengorok daun dan tingkat parasitisasi ....................................... 28

  • 5/26/2018 A09dpr

    8/55

    Penyakit ...................................................................................................... 31

    Layu .................................................................................................... 31

    Mosaik .................................................................................................. 32

    Bercak daun ......................................................................................... 34

    Embun bulu .......................................................................................... 35

    KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 38

    Kesimpulan ............................................................................................... 38

    Saran .......................................................................................................... 38

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 39

  • 5/26/2018 A09dpr

    9/55

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    1 Lahan pengamatan survei tanaman mentimun Desa Ciherang ....................... 18

    2 Lahan pengamatan mingguan tanaman mentimun Desa Ciherang ................. 19

    3 Rataan kerapatan populasiA. gossypii(ekor/daun) ....................................... 20

    4 Rataan kerapatan populasi T. parvispinus(ekor/daun) .................................. 22

    5 Rataan kerapatan populasi T. vaporariorum (ekor/tanaman) ........................ 24

    6 Rataan kerapatan populasiD. indica (ekor/tanaman) pada lahan survei ........ 25

    7 Rataan kerapatan populasiD. indica (ekor/tanaman) pada lahan pengamatan

    mingguan ........................................................................................................ 26

    8 Rataan kerapatan populasi (ekor/tanaman) dan intensitas seraranganL.

    huidobrensispada lahan survei....................................................................... 29

    9 Rataan kerapatan populasi (ekor/tanaman) dan intensitas seraranganL.

    huidobrensispada lahan pengamatan mingguan ............................................ 29

    10 Hasil inkubasi daun mentimun yang terserang lalat pengorok daun ............. 30

    11 Hasil inkubasi daun mentimun yang terserang lalat pengorok daun pada lahan

    yang diambil contoh daun tiap minggu. ......................................................... 30

    12 Insidensi penyakit layu tanaman mentimun di lahan survei .......................... 32

    13 Insidensi dan intensitas penyakit bercak daun ............................................... 35

    14 Insidensi dan intensitas penyakit embun bulu pada lahan survei .................... 36

    15 Insidensi dan intensitas penyakit embun bulu pada lahan pengamatan

    mingguan .......................................................................................................... 37

  • 5/26/2018 A09dpr

    10/55

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    1 A. gossypii,(a) koloni di atas permukaan daun, (b) preparat slide kutudaun . 212 Rataan kerapatan populasiA. gossypiidan T. parvispinus(ekor/daun) pada

    lahan pengamatan mingguan .......................................................................... 21

    3 Preparat slide imago T. parvispinus................................................................ 21

    4 Kutu kebul, T. vaporariorum (a) koloni imago, (b) pupa ............................... 23

    5 Rataan kerapatan populasi T. vaporariorum(ekor/tanaman) pada lahan

    pengamatan mingguan ................................................................................... 23

    6 Ulat mentimunD. indica ................................................................................ 25

    7 Gejala buah berlubang yang disebabkanD. indica ........................................ 25

    8 Gejala buah bengkok pada pertanaman mentimun ........................................ 27

    9 Liriomyza hiudobrensis.................................................................................. 28

    10 ParasitoidLiriomyza huidobrensis, OpiuschromatomyiaedanHemiptarsenus

    varicornis........................................................................................................ 28

    11 Gejala yang layu yang disebabkanMeloidogyne arenaria(a) gejala pada tajuk

    tanaman (b) gejala bintil pada akar tanaman ................................................. 31

    12 Insidensi penyakit layu dan mosaik mentimun pada lahan pengamatan

    mingguan ........................................................................................................ 33

    13 Gejala mosaik pada daun mentimun .............................................................. 33

    14 Gejala bercak pada daun mentimun ............................................................... 34

    15 Konidia cendawan yang ditemukan pada daun yang menunjukkan gejala

    bercak (a)Alternaria sp. (b) Colletotrichumsp. ............................................ 34

    16 Gejala embun bulu pada daun mentimun ....................................................... 36

  • 5/26/2018 A09dpr

    11/55

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    1 KepikL. australis yang diduga menyebabkan gejala buah bengkok pada

    mentimun ......................................................................................................... . 43

    2 Kumbang daunA. similis .. ............................................................................... 43

    3 Rataan kerapatan populasiA. gossypii(ekor/daun) pada lahan pengamatan

    mingguan .......................................................................................................... 43

    4 Rataan kerapatan populasi T. parvispinus (ekor/daun) pada lahan pengamatan

    mingguan .......................................................................................................... 44

    5 Rataan kerapatan populasi T. vaporariorum (ekor/daun) pada lahan pengamatan

    mingguan .......................................................................................................... 44

    6 Insidensi penyakit layu mentimun pada lahan pengamatan mingguan ............ 44

    7 Insidensi penyakit mosaik oleh CMV pada lahan pengamatan mingguan ..... 45

  • 5/26/2018 A09dpr

    12/55

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Mentimun (Cucumis sativus Linn.) merupakan salah satu sayuran buah

    yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia dalam bentuk segar. Selain

    dimanfaatkan dalam bentuk buah segar yaitu sebagai lalap, asinan, acar dan salad,

    mentimun juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan indusrti (kosmetika dan obat-

    obatan) (Sumpena 2001). Menurut Astawan (2008) pada mentimun terdapat

    senyawa kukurbitasin, yang memiliki aktifitas antitumor, selain itu dalam biji

    mentimun terdapat senyawa Conjugated Linoleic Acid (CLA) yang bersifat

    sebagai antioksidan yang dapat mencegah kerusakan tubuh akibat radikal bebas.

    Produksi mentimun Indonesia masih sangat rendah yaitu 3,5 4,8 ton/ha,

    padahal potensinya dapat mencapai 20 ton/ha terutama jika menanam varietas

    hibrida. Varietas hibrida dapat menghasilkan produksi buah yang lebih tinggi

    daripada varietas lokal karena pertumbuhan mentimun hibrida bersifat seragam,

    relatif tahan terhadap penyakit terutama virus, dan produksinya hingga diatas 2 kg

    per pohon. Namun produksi mentimun hibrida hanya maksimal jika ditanam di

    lahan pada ketinggian 1.000-1.200 meter dpl (Rukmana 1994).

    Seperti halnya tanaman sayuran lain, mentimun juga merupakan salah satu

    sayuran yang rentan terhadap serangan hama serta infeksi patogen tanaman.

    Serangan hama dan patogen merupakan gangguan pertumbuhan mentimun yang

    perlu diwaspadai, karena selain menggangu pertumbuhan adanya serangan hama

    dan penyakit dapat menurunkan produksi mentimun.

    Di Indonesia hama penting pada tanaman mentimun secara umum adalah

    kumbang daun Aulacophora sp. dan kutu daun Aphis gossypii; sedangkan

    penyakit yang banyak menginfeksi tanaman mentimun adalah CMV, layu, embun

    tepung, busuk buah dan embun bulu (Sumpena 2001).

    Lalat pengorok daun Liriomyza spp. merupakan salah satu hama penting

    pada komoditas pertanian, terutama komoditas tanaman sayur-sayuran. Liriomyza

    spp. merupakan hama yang bersifat polifag yang dapat menyerang berbagai

    komoditas hortikultura seperti kentang, kubis, bawang-bawangan, seledri,

    mentimun, tomat, dan lain lain (Rauf 2005). Kehilangan hasil yang dapat

  • 5/26/2018 A09dpr

    13/55

    2

    ditimbulkan oleh hama ini pada berbagai tanaman adalah 30-100%. Menurut

    Tapahillah (2002) lalat pengorok daun yang menyerang tanaman mentimun di

    dataran rendah dan sedang adalah Liriomyza sativae, sedangkan di dataran tinggi

    Liriomyza huidobrensis. Kerusakan yang disebabkan oleh Liriomyza spp. berupa

    korokan pada daun yang mengakibatkan kemampuan tanaman berfotosintesis

    berkurang sehingga produksi buah dapat menurun.

    Seiring berjalannya waktu status suatu hama maupun penyakit yang

    menyerang tanaman mengalami pergeseran, tidak terkecuali pada tanaman

    mentimun. Hingga saat ini informasi mengenai hama dan penyakit penting, serta

    musuh alami pada pertanaman mentimun terutama yang ditanam di dataran tinggi

    belum banyak diketahui dan masih terbatas. Oleh karena itu, inventarisasi OPT

    pada pertanaman mentimun perlu dilakukan agar pengelolaan tanaman mentimundapat dilakukan dengan baik.

    Tujuan

    Penelitian ini bertujuan mempelajari cara budidaya tanaman mentimun

    secara umum yang dilakukan petani, menginventarisasi jenis hama dan penyakit

    yang menyerang mentimun, serta mengetahui jenis-jenis lalat pengorok daun dan

    parasitoidnya yang ditemukan pada pertanaman mentimun.

    Manfaat

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hama

    dan penyakit pada pertanaman mentimun hibrida di dataran tinggi (>1000 m dpl)

    agar dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam mengelola dan

    mengendalikan populasi hama dan penyakit pada pertanaman mentimun secara

    tepat.

  • 5/26/2018 A09dpr

    14/55

    TINJAUAN PUSTAKA

    Mentimun (Cucumis sativus Linn.)

    Mentimum adalah salah satu jenis sayur-sayuran yang dikenal di hampir

    setiap negara. Tanaman ini berasal dari Himalaya di Asia Utara. Saat ini, budidaya

    mentimum sudah meluas ke seluruh dunia baik daerah tropis atau subtropis. Di

    Indonesia mentimun memiliki berbagai nama daerah seperti timun (Jawa), bonteng

    (Jawa Barat), temon atau antemon (Madura), ktimun atau antimun (Bali), hantimun

    (Lampung) dan timon(Aceh) (Rukmana 1994).

    Klasifikasi botani tanaman mentimun adalah sebagai berikut:

    Divisi : Spermatophyta

    Sub divisi : Angiospermae

    Kelas : Dicotyledonae

    Ordo : Cucurbitales

    Famili : Cucurbitaceae

    Genus : Cucumis

    Spesies : Cucumis sativusL.

    Mentimun merupakan tanaman setahun yang tumbuh menjalar, dengan sistem

    perakaran dangkal. Batang tanaman mentimun memiliki panjang 1-3 m dengan sulur

    yang tidak bercabang. Daun bulat segitiga, agak berbentuk jantung, lebar 7-25 cm dan

    permukaan kasar karena adanya rambut-rambut di permukaan daun, panjang tangkai

    daun 5-15 cm. Bunga berwarna kuning berbentuk lonceng (Rubatzky dan Yamaguchi

    1999).

    Menurut data dari Direktorat Jendral Tanaman Pangan dan Hortikutura pada

    tahun 1991, luas areal panen mentimum nasional 55.792 ha dengan produksi 268.201

    ton. Pada tahun 1994 luas panen menurun menjadi 53.438 ha dengan pengingkatan

    produksi menjadi 280.934 ton. Sedangkan pada tahun 1999 luas panen menurun

    menjadi 52.787 ha, namun produksi mengalami peningkatan menjadi 489.490 ton

    Sebagian besar produksi mentimun di Indonesia diproduksi di Pulau Jawa yaitu

    sebesar 65.57%, beberapa daerah lain yang juga menjadi sentra penanaman mentimun

  • 5/26/2018 A09dpr

    15/55

    4

    adalah Aceh dan Bengkulu (Sumpena 2001).

    Mentimun mengandung mineral-mineral yang penting bagi tubuh seperti

    kalsium, fosfor, kalium dan besi. Selain itu juga mengandung vitamin A, B dan C.

    Mentimun muda dijadikan sayuran mentah atau bahan makanan yang diawetkan

    seperti acar. Buah mentimum dimanfaatkan untuk perawatan kecantikan dan untuk

    pengobatan tradisional untuk memperlancar buang air kecil dan menurunkan tekanan

    darah tinggi (Warintek 2007).

    Menurut Astawan (2008) mentimun memiliki senyawa kukurbitasin, senyawa

    yang memiliki aktifitas antitumor, selain itu dalam biji mentimun juga terdapat

    senyawa Conjugated Linoleic Acid (CLA) yang bersifat sebagai antioksidan untuk

    mencegah kerusakan tubuh akibat radikal bebas. Mentimun juga mengandung asammalonat yang berfungsi menekan gula darah agar tidak berubah menjadi lemak, baik

    untuk menurunkan berat badan.

    Budidaya Tanaman Mentimun

    Mentimun dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi karena daya

    adaptasi tanaman pada berbagai iklim cukup tinggi. Untuk pertumbuhan yang

    optimum diperlukan iklim kering, sinar matahari yang cukup (tidak ternaungi),

    dengan temperatur 21,1-26,7 C. Mentimun lokal lebih cocok ditanam di dataran

    rendah dan biasanya merupakan tanaman yang diikutkan dalam pola pergiliran

    tanaman. Sebaliknya, mentimun hibrida lebih baik ditanam di dataran tinggi pada

    ketinggian 1.000-1.200 meter dpl (Rukmana 1994).

    Jenis mentimun komersial yang banyak dikembangkan di Indonesia ada 2

    macam yaitu varietas Open Pollinated (OP) dan varietas hibrida. Pembagian

    mentimun tersebut didasarkan pada cara pemuliaannya. Jenis varietas OP yaitu jenis

    mentimun hasil persilangan bebas atau alami. Keuntungan dari penggunaan varietas

    OP adalah dapat dibenihkan, namun memiliki kekurangan berupa pertumbuhan yang

    kurang seragam dan produktifitas yang rendah. Beberapa varietas mentimun OP yang

    diusahakan petani antara lain: Saturnus, Mars, Pluto, Venus dan mentimun lokal

    (Sumpena 2001).

  • 5/26/2018 A09dpr

    16/55

    5

    Varietas hibrida adalah jenis mentimun hasil persilangan dua induk atau lebih

    yang mempunyai sifat-sifat unggul dan keturunannya memiliki sifat yang lebih

    unggul dari induknya. Varietas hibrida kurang baik jika dibenihkan karena

    menghasilkan produksi yang lebih rendah dari induknya. Namun mentimun hibrida

    memiliki banyak keunggulan apabila dibandingkan dengan mentimun lokal maupun

    OP, karena memiliki karakteristik khusus yang dikembangkan melalui pemuliaan

    tanaman yang melibatkan keragaman genetik dan pemilihan sifat-sifat yang khas dan

    unggul (Tanindo 2008).

    Pertumbuhan mentimun varietas hibrida bersifat seragam, produktivitas tinggi

    diatas 2 kg per tanaman dan relatif tahan terhadap infeksi patogen, terutama virus.

    Varietas mentimun hibrida yang banyak di temukan di pasaran antara lain: SpringSwallow, Pretty Swallow, danMerry Swallow(Sumpena 2001).

    Perbanyakan tanaman mentimun dilakukan dengan biji. Benih dapat ditanam

    langsung di lubang tanam sebanyak 3 benih/lubang atau dengan sistem semai yang

    dapat menghemat benih. Penanaman mentimun umumnya ditanam dalam bentuk

    bedengan dengan lebar 120 cm, tinggi 30-40 cm dan jarak antar bedengan 30 cm,

    atau guludan dengan lebar bawah 60-80 cm dan lebar atas 40-60 cm, jarak antar

    guludan 30 cm (Sumpena 2001).

    Teknik penanaman mentimun terdiri dari 2 cara yaitu: dengan benih dan bibit.

    Penanaman dengan menggunakan benih dilakukan dengan cara membuat lubang

    tanam dengan tugal dengan jarak tanam 100 cm antar barisan dan 50 dalam barisan,

    selanjutnya ditanam 2-3 benih mentimun dan ditutup dengan tanah tipis. Penanaman

    dengan memakai bibit dilakukan dengan menanam bibit yang berasal dari pembibitan

    di polibag (Warintek 2007)

    Pemupukan mentimun lokal dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan

    berupa 100 kg/ha urea, 200 kg/ha ZA, 100 kg/ha TSP dan 100 kg/ha KCl. Pupuk

    dimasukkan ke dalam larikan atau lubang tanah di sekeliling tanaman sejauh 15 cm

    dari batang. Berbeda dengan varietas lokal, mentimun hibrida sangat responsif

    terhadap pemupukan. Jenis dan waktu pemupukan untuk tanaman mentimun hibrida

    Jepang (kg/ha) adalah pemberian pupuk kandang sebagai pupuk dasar sebanyak 20

  • 5/26/2018 A09dpr

    17/55

    6

    ton, kemudian pupuk kimia berupa urea, sebagai pupuk dasar sebanyak 150 kg,

    susulan I sebanyak 150 kg, susulan II sebanyak 300 kg dan susulan III sebanyak 250

    kg. SP-36 sebagai pupuk dasar sebanyak 150 kg, susulan I 100 kg, susulan II 250 kg.

    KCl sebagi pupuk dasar 150 kg, susulan I 100 kg, susulan II sebanyak 100 kg, dan

    susulan III sebanyak 250 kg (Warintek 2007).

    Kriteria buah mentimun hasil panen adalah sebagai berikut: Kelas A: panjang

    16-20 cm; diameter 1,5 cm; bentuk buah: bagus, lurus, bulat dan mulus. Kelas B:

    panjang 20-23 cm; diameter 2,0 cm; bentuk buah: bagus, lurus, bulat dan mulus.

    Kelas C: panjang > 23 cm; diameter < 2,0 cm; bentuk buah bengkok, ukuran diameter

    tidak merata, cacat mekanis (Warintek 2007).

    Hama Tanaman Mentimun

    Kutu daun,Aphis gossypiiClover (Hemiptera: Aphididae)

    Aphis gossypiimerupakan hama yang tersebar hampir di seluruh dunia. Kutu

    daun merupakan hama utama pada tanaman kapas dan timun-timunan (Famili

    Cucurbitaseae), dan merupakan hama minor pada berbagai tanaman lain seperti

    bawang, okra, tembakau, kakao, dan lain lain (CABI 2005).

    A. gossypiiberukuran 1-2 mm, berwarna kuning atau kuning kemerahan atau

    hijau gelap sampai hitam. Gejala yang ditimbulkan kutu daun ini adalah daun keriput,

    keritting dan menggulung, selain itu kutu ini juga merupakan vektor virus(Mossler et

    al.2007).

    PengendalianA. gossypiidapat dilakuakan dengan pemanfaatan musuh alami

    antara lain serangga dari Famili Coccinellidae, Syrphidae, Chrysopidae,

    Hemerobiidae, serta beberapa jenis laba-laba predator. Selain pemanfaatan musuh

    alami, dapat juga dengan cara menggunakan tanaman resisten dan penggunaan

    insektisida. Jenis insektisida yang dapat digunakan antara lain aldicarb , bifenthrin,

    chlorpyrifos, deltamethrin, diazinon, endosulfan dan malathion (CABI 2005).

  • 5/26/2018 A09dpr

    18/55

    7

    Trips, Thrips parvispinus Karny (Thysanoptera: Thripidae)

    Thrips parvispinus merupakan jenis trips yang tersebar di wilayah Asia

    Tenggara, yang merupakan hama utama pada tanaman pepaya, semangka dan cabai

    (CABI 2005). Tubuh berukuran kecil sekitar 1 mm, berwarna coklat kehitaman,

    dengan abdomen berbentuk kerucut berwarna gelap (Moritz et al. 2004).

    Kerusakan yang diakibatkan oleh serangan T. parvispinus adalah berupa

    lapisan keperakan pada permukaan bawah daun yang sering menyebabkan daun

    menjadi keriting, kerdil dan tidak dapat membentuk buah secara normal

    (Sastrosiswojo 1991).

    Pengendalian trips dapat dilakukan dengan pemanfaatan musuh alami seperti

    Neoseiulus sp. (Acarina: Phytoseidae). Selain itu juga dapat menggunakan insektisidaberbahan aktif malathion, salithion, bromofos, phenothate, cartap dan methomil

    (Chang 1991 dalamCABI 2005).

    Kutu kebul, Trialeurodes vaporariorum Westwood (Hemiptera: Aleyrodidae)

    Trialeurodes vaporariorum merupakan hama yang menjadi permasalahan

    utama di ruamah kaca. Hama ini menyerang tanaman tomat, sawi, mentimun dan lain

    lain (Wintermantel 2004).

    Kutu kebul menyebabkan kerusakan pada tanaman akibat menghisap cairan

    daun serta dapat menjadi vektor virus. Beberapa virus penting yang dapat ditularkan

    antara lain Beet Pseudo-Yellows Closterovirus (BPYV) pada mentimun, melon,

    lettuces dan sugarbeet, Tomato Infectious Chlorosis Virus (TICV) dan Lettuce

    Infectious Yellow Closterovirus (LIYV) (CABI 2005).

    Pengendalian kutu kebul dapat dilakukan dengan pemanfaatan musuh

    alaminya yaitu Encarsia formosa Gahan (Hymenoptera: Aphelinidae), yang

    merupakan jenis parasitoid T. vaporariorum (Osborne dan Landa 1992).

    Pengendalian kimia banyak yang sudah tidak efektif yang dikarenakan oleh resistensi

    kutu kebul terhadap beberapa jenis pestisida. Penggunaan pestisida hanya efektif pada

    imago, dan aplikasi pestisida harus diulang tiap 3-5 hari (Hayasi 1996 dalam CABI

    2005).

  • 5/26/2018 A09dpr

    19/55

    8

    Kumbang daun,Aulacophora similisOliver (Coleoptera : Chrysomelidae)

    Aulacophora similistersebar luas di kawasan Asia dan Pasifik, terutama Asia

    Selatan, Asia tenggara dan Asia Timur. Aulocophora sp. merupakan hama utama

    pada tanaman Famili Cucurbitaceae, seperti mentimun, semangka, dan melon (CABI

    2005).

    A. similis berukuran 1 cm dengan elitron berwarna kuning polos. Gejala

    kerusakan yang ditimbulkan adalah adanya daun yang berlubang akibat aktifitas

    makan kumbang, pada serangan berat dapat menyebabkan banyak lubang pada daun

    dan terkadang hanya meninggalkan tulang daunnya, selain itu larva juga dapat

    menyerang tanaman dengan menggerek akar dan batang (Kalshoven 1981)

    Pengendalian kumbang daun dapat dilakukan secara kimia dapat dilakukandengan menggunakan insektisida berbahan aktif malathion dan endosulfan (CABI

    2005).

    Ulat mentimun,Diaphania indica Saunders (Lepidoptera: Pyralidae)

    Ulat daun D. indica merupakan salah satu hama serius pada pertanaman

    mentimun di Asia dan Afrika (MacLeod 2005). Ulat ini juga menyerang mentimun di

    Indonesia (Asikin 2004). Larva ulat berwarna hijau gelap dengan dua garis putih

    sepanjang tubuh (Brown 2003).

    Larva memakan daun, batang muda yang lunak dan menggerak buah.

    Kerusakan yang paling merugikan adalah jika larva menyerang buah mentimun.

    Pada buah yang terserang terlihat lubang pada permukaan buah, menyebabkan buah

    menjadi tidak layak untuk dikonsumsi dan dijual serta menyebabkan buah menjadi

    cepat busuk (CABI 2005).

    Pengendalian ulat mentimun dapat dilakukan dengan cara membunuh larva

    ketika masih muda. Pengendalian yang lebih efektif dapat dilakukan dengen cara

    penyemprotan pestisida pada bagian permukaan bawah daun. Insektisida yang

    direkomendasikan untuk pengendalian adalah campuran antaraBacillus thuringiensis

    dengan trichlorfon (Brown 2003).

  • 5/26/2018 A09dpr

    20/55

    9

    Lalat pengorok daunLiriomyza spp. (Diptera: Agromyzidae)

    Di Indonesia terdapat 3 spesies lalat pengorok daun yaitu Liriomyza

    huidobrensis, Liriomyza sativae danLiriomyza chinensis. Menurut Tapahillah (2002),

    lalat pengorok daun Liriomyza sativaeditemukan menyerang tanaman mentimun di

    dataran rendah dan sedang di Jawa Barat.

    Tanaman yang terserang oleh lalat pengorok daun memperlihatkan gejala

    yaitu pada bagian daun terdapat bintik-bintik akibat tusukan ovipositor dan imago

    yang menghisap cairan tanaman, selain itu gejala khasnya berupa liang korokan yang

    disebabkan larva yang memakan jaringan mesofil, sehingga mengurangi kapasitas

    fotosintesis, hal ini menyebabkan produksi buah menurun. Selain itu kerusakan akibat

    serangan lalat pengorok daun juga dapat menyebabkan tanaman lebih mudahterserang penyakit dan gugur daun sebelum waktunya (Rauf 2005).

    Lalat pengorok daun Liriomyza spp. umumnya sulit dikendalikan. Perlakuan

    siromazin untuk mengendalikan hama ini pada tanaman kentang cukup efektif dan

    dapat menekan tingkat kerusakan daun. Siromazin bersifat translamina sehingga

    dapat mematikan larva yang ada dalam jaringan daun (Purnomo 2001 dalam

    Tapahillah 2002). Salah satu pengendalian lain yang telah dikembangkan adalah

    dengan pemanfaatan musuh alami. Di Indonesia terdapat 13 jenis spesies parasitoid

    yang berasosiasi dengan lalat ini, di antara spesies parasitoid yang efektif antara lain:

    Hemiptarsenus varicornis Girault (Hymenoptera: Eulopidae), dan Opius sp.

    (Hymenoptera: Braconidae) (Rauf 2005).

    Hemiptarsenus varicornis Girault (Hymenoptera: Eulopidae). Merupakan

    jenis parasitoid larva yang memparasit larva instar II-III. Tubuh imago biru-hijau

    metalik. Ukuran tubuh bervariasi antara 1,1 sampai 2,1 mm. Imago jantan dapat

    dibedakan dari betina berdasarkan tipe antena, jantan bertipe pektinat sedangkan

    betina bertipe filiform yang panjang (Supartha 1998 dalam Tapahillah 2002).

    Opius sp. (Hymenoptera: Braconidae). Merupakan jenis endoparasit larva-

    pupa. Tubuh imago berwarna hitam dengan ukuran tubuh hampir sama antara jantan

    dan betina, yaitu berkisar 1,5 mm. Antena panjang sekitar 18 ruas, berwarna hitam,

    tipis dan dengan panjang hampir sama dengan tubuhnya (Bordat et al. 1995).

  • 5/26/2018 A09dpr

    21/55

    10

    Penyakit Tanaman Mentimun

    Busuk daun/embun bulu (Downy mildew)

    Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit busuk daun/embun bulu adalah pada

    permukaan atas daun terdapat bercak-bercak kuning, terkadang agak bersudut karena

    dibatasi oleh tulang daun. Pada cuaca lembab pada sisi bagian bawah bercak terdapat

    miselium menyerupai bulu berwarna keunguan. Gejala lanjut dari penyakit ini dapat

    mengakibatkan daun menjadi busuk, mengering dan mati (Semangun 1989).

    Menurut Holliday dalam Semangun 1989, penyakit busuk daun disebabkan

    oleh cendawan patogen Pseudoperonospora cubensis Berk et Curt. Menurut CABI

    (2005) penyakit busuk daun adalah penyakit utama pada tanaman FamiliCucurbitaseae. Cendawan ini memiliki miselium yang tidak bersekat, intraseluler,

    dengan haustorium kecil, dan terkadang bercabang.

    Patogen merupakan parasit obligat, yang dapat hidup hanya pada kehadiran

    tanaman inang. Daerah yang ditanami mentimun sepanjang tahun dapat menjadi

    sumber inokulum utama penyakit ini. Patogen dipencarkan oleh angin, hujan dan

    adanya kontak dengan pekerja maupun alat-alat pertanian yang digunakan (CABI

    2005).

    Layu

    Penyakit layu pada tanaman mentimun dapat disebabkan oleh beberapa jenis

    patogen, yaitu: cendawan, bakteri, dan nematoda. Menurut CABI (2005) penyakit

    layu cendawan disebabkan oleh Fusarium oxysporum, layu bakteri disebabkan oleh

    Erwinia tracheiphila dan layu nematoda disebabkan oleh nematode puru akar

    Meloidogyne spp.

    Layu yang disebabkan oleh cendawan disebabkan oleh F. oxysporum f.sp.

    cucumerinum. Dengan gejala berupa layunya tanaman yang diikuti dengan klorosis

    pada daun, dan akhirnya dapat menyebabkan nekrosis luas pada daun. Gejala layu

    akan bertambah parah pada kondisi perakaran yang kaya akan unsur hara (pupuk),

    terutama nitrogen. Suhu optimum bagi perkembangan cendawan adalah 29C (Ogura

    et al. 1990 dalam CABI 2005).

  • 5/26/2018 A09dpr

    22/55

    11

    Layu bakteri pada mentimun disebarkan oleh kumbang mentimun Acalymma

    vittata (Coleoptera: Chrysomelidae). Gejala yang ditimbulkan adalah layunya satu

    daun yang diikuti oleh seluruh daun layu secara mendadak dan tanaman mati. Salah

    satu cara untuk membedakan layu bakteri dan layu cendawan adalah pada layu yang

    disebabkan oleh bakteri jika dipotong, pangkal batang yang layu mengeluarkan lendir

    putih kental dan lengket (Rand dan Enlows 1920 dalam CABI 2005)

    Layu yang disebabkan oleh nematoda bintil akar Meloidogyne spp. pada

    mentimun menunjukan gejala pada bagian akar terdapat bintil-bintil berukuran 2-200

    mm. Gejala pada bagian tajuk tanaman adalah layu dengan pertumbuhan tanaman

    yang kerdil dan mengalami klorosis (Sikora dan Fernandes 2005).

    Antraknosa

    Pada daun terdapat bercak dimulai dari tulang daun, yang kemudian meluas

    dan menjadi bercak berwarna kecoklatan, berbentuk bersudut atau agak bulat.

    Beberapa bercak dapat bersatu menjadi hawar dan dapat menyebabkan matinya

    seluruh daun gejala bercak dapat meluas ke batang, tangkai dan buah. Bila udara

    lembab, di tengah bercak terbentuk massa spora berwarna merah (Semangun 1989).

    Penyakit antraknosa disebabkan oleh cendawan patogen Colletotrichum

    lagenarium Pass. Cendawan mempunyai konidium yang hialin, bersel satu, jorong

    atau agak bulat, berukuran 13-19 x 4-6 m. Badan buah cendawan berbentuk

    aservulus, mempunyai rambur-rambut kaku (seta) berwarna coklat berdinding tebal,

    bersekat 2-3, panjangnya 20-120 m, dengan jumlah tidak menentu (Semangun

    1989).

    Patogen dapat bertahan pada sisa-sisa tanaman sakit atau dapat terbawa benih.

    Konidia dapat dipencarkan oleh angin, hujan dan melalui pekerja. Cuaca lembab atau

    hujan sangat cocok untuk infeksi inokulum. Spora dapat berkembang dengan baik

    pada temperatur optimum sekitar 22-27oC dan kelembaban 100% selama 24 jam

    (Semangun 1989).

  • 5/26/2018 A09dpr

    23/55

    12

    Bercak daun bersudut

    Bercak daun bersudut disebabkan oleh bakteri Pseudomonas lachrymans.

    Patogen menyebar pada saat musim hujan, gejala yang ditimbulkan adalah bercak

    daun kecil kuning dan bersudut, pada serangan berat seluruh daun yang berbercak

    berubah menjadi coklat muda kelabu, mengering dan berlubang. Pengendalian secara

    kimia dapat dilakukan dengan bakterisida berbahan aktif streptomycin atau

    oksitetracyclin (Warintek 2007).

    Mosaik Mentimun (CMV)

    Tanaman sakit menunjukan gejala berupa daun-daun yang belang hijau tua

    dan hijau muda. Bentuk daun dapat berubah, berkerut, kerdil atau tepi daunmenggulung ke bawah. Ruas-ruas daun muda terhambat pertumbuhannya, sehingga

    daun-daun ujung membentuk roset (Semangun 1989).

    Penyakit mosaik pada mentimun disebabkan oleh Cucumber Mosaic Virus

    (CMV). Serangga vektor utama adalah kutu daun Myzus persicae Sulz. dan Aphis

    gossypiiGlov. Penulatan virus secara non persisiten telah dilaporkan dapat dilakukan

    oleh lebih dari 60 spesies kutu daun termasuk M. persicae dan A. gossypii.

    Kemampuan menularkan virus dapat berubah dan bertahan dalam dua hari. Efisiensi

    penularan virus tergantung pada beberapa faktor antara lain biotipe, strain virus, serta

    kondisi lingkungan (Leach 1964 dalamSemangun 1989).

    Pengendalian penyakit mosaik dapat dilakukan dengan menanam varietas

    yang tahan, mengendalikan serangga vektor, mengurangi kerusakan mekanis,

    mencabut tanaman sakit dan rotasi dengan bukan Famili Cucurbitaceae (CABI 2005).

    Busuk buah

    Penyakit busuk buah dapat disebabkan oleh beberapa cendawan antara lain:

    (1) Pythium aphanidermatum (Edson) Fizt., (2) Phytophthora sp., Fusariumsp.; (3)

    Rhizophussp., (4)Erwinia carotovorapv. carotovora. Infeksi terjadi di kebun atau di

    tempat penyimpanan (Warintek 2007) .

  • 5/26/2018 A09dpr

    24/55

    13

    Gejala yang disebabkan tiap-tiap patogen berbeda-beda, gejala yang

    disebabkan oleh Pythium aphanidermatum adalah buah busuk basah dan jika ditekan

    buah akan mudah pecah. Gejala yang disebabkan Phytophthora adalah adanya bercak

    yang agak basah, dan akhirnya menjadi lunak, berwarna coklat dan berkerut; Gejala

    yang disebabkan Rhizopus adalah bercak agak basah, kulit buah lunak ditumbuhi

    miselium cendawan dan buah mudah pecah. Gejala yang disebabkan oleh Erwinia

    carotovoraadalah buah membusuk, hancur dan berbau busuk (CABI 2005).

  • 5/26/2018 A09dpr

    25/55

    BAHAN DAN METODE

    Tempat dan Waktu

    Penelitian ini dilaksanakan di pertanaman mentimun milik petani di

    Kampung Buniaga (Buniaga Sawah Lega, Buniaga Legok, dan Buniaga

    Nangeuk), Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

    Identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium Ekologi Serangga dan

    Laboratorium Biosistematika Serangga, sedangkan identifikasi patogen dilakukan

    di Laboratorium Nematologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

    Institut Pertanian Bogor dari April sampai Juli 2008.

    Metode Penelitian

    Penentuan Lahan Pengamatan dan Contoh Petak Tanaman

    Pengamatan dilakukan pada lahan pertanaman mentimun yang ditentukan

    secara acak berdasarkan proporsi jumlah lahan pada setiap dusun di lokasi

    pengamatan. Lahan pengamatan terdiri dari satu lahan di Dusun Buniaga

    Nangeuk, tiga lahan di Dusun Buniaga Sawah Lega, dan tiga lahan di Dusun

    Buniaga Legok. Selain itu juga dilakukan pengamatan terhadap satu lahan di

    Dusun Buniaga Sawah Lega dari mulai awal tanam hingga panen (2 - 7 MST).

    Pada setiap lahan diamati lima petak contoh yang ditentukan secara

    diagonal, yaitu satu petak di perpotongan garis-garis diagonal dan empat petak

    lainnya terletak di dekat ujung-ujung diagonal petak contoh. Pada masing-masing

    petak contoh diamati empat tanaman contoh, sehingga jumlah tanaman contoh

    yang diamati pada tiap lahan sebanyak 20 tanaman.

    Wawancara dengan Petani

    Wawancara bertujuan untuk mengetahui tindakan budidaya, permasalahan

    yang dihadapi petani dalam proses budidaya terutama hama dan penyakit penting

    tanaman mentimun serta cara pengendalian hama penyakit. Responden terdiri dari

    para petani yang lahannya diamati dan petani sekitarnya yang memiliki lahan

  • 5/26/2018 A09dpr

    26/55

    15

    Tingkat Parasitisasi =IP

    IL + IPx 100%

    mentimun. Wawancara dilakukan secara langsung pada petani saat pengamatan

    tanaman

    Pengamatan Hama

    Pengamatan hama dilakukan secara langsung pada tajuk setiap tanaman

    contoh, dengan mengidentifikasi jenis dan menghitung jumlah populasi hama

    serta gejala serangan pada tiap tanaman contoh. Untuk hama yang tidak dapat

    diidentifikasi di tempat, hama ditangkap kemudian dimasukkan ke dalam botol

    yang berisi alkohol 70% atau kantung plastik untuk diidentifikasi di Laboratorium

    Ekologi dan Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi

    Tanaman.

    Nilai rataan dan galat kerapatan populasi hama serta intensitas serangandihitung dengan menggunakan program MINITAB 14. Persentase daun atau buah

    terserang oleh hama dihitung menggunakan rumus :

    Persentase banyaknya daun atau buah terserang = n/N x 100 %

    n = jumlah daun atau buah yang terserang dalam satu tanaman

    N = jumlah daun atau buah dalam satu tanaman

    Penentuan Tingkat Parasitisasi Pengorok Daun

    Dari setiap lahan diambil 10-20 helai daun tanaman mentimun secara acak

    yang menunjukkan gejala korokan. Daun contoh dibersihkan dari kotoran

    kemudian dimasukkan ke dalam gelas plastik yang telah dialasi dengan kertas tisu

    kering untuk menjaga kelembaban, selanjutnya diinkubasi selama 20 hari. Jumlah

    puparium dan imago hama, serta imago parasitoid yang keluar pada saat

    pengamatan dihitung dan dicatat, kemudian dilakukan proses identifikasi terhadap

    imago Liriomyza sp. dan parasitoid yang muncul. Setelah itu dilakukan

    penghitungan terhadap tingkat parasitisasi tanpa memperhitungkan pupa aborsi

    dengan menggunakan rumus:

  • 5/26/2018 A09dpr

    27/55

    16

    Selain itu, dilakukan juga penghitungan tingkat parasitisasi dengan

    memperhitungkan jumlah pupa aborsi dengan menggunakan rumus:

    IP = jumlah imago parasitoid yang muncul

    IL = jumlah imago pengorok daun yang muncul

    PA = jumlah pupa pengorok daun yang mengalami aborsi

    Pengamatan Penyakit

    Pengamatan penyakit dilakukan dengan cara langsung terhadap gejala yangterdapat pada tanaman contoh. Sebagian contoh tanaman sakit yang bergejala

    diamati di laboratorium untuk diidentifikasi jenis patogen yang menginfeksi.

    Gejala penyakit pada setiap tanaman contoh dihitung untuk menentukan

    tingkat insidensi dan intensitas penyakit. Insidensi penyakit dihitung berdasarkan

    proporsi tanaman yang terserang dalam suatu pertanaman tanpa memperhitungkan

    berat atau ringannya tingkat serangan (Sinaga 2003).

    Insidensi penyakit = n/N x 100%

    n = jumlah tanaman yang terserang

    N = jumlah seluruh tanaman contoh yang diamati

    Untuk penyakit tertentu dihitung juga intensitas penyakit dengan menggunakan

    skor sebagai berikut:

    skor 0 : tidak bergejala

    skor 1 : gejala ringan (1-20%)

    skor 2 : gejala sedang (21-40%)

    skor 3 : gejala berat (41-60%)

    skor 4 : gejala sangat berat (61-100%)

    IP

    IL + IP + PA x 100%Tingkat Parasitisasi =

  • 5/26/2018 A09dpr

    28/55

    17

    Penentuan intensitas penyakit didasarkan pada rumusmenurut Townsend danHeuberger (1943 dalamSinaga 2003):

    ni x vi

    Intensitas penyakit = x 100%

    N x V

    ni = Jumlah tanaman terserang pada kategori ke-i N = Total tanaman diamati

    vi = Skor kategori kerusakan ke- i V = Skor tertinggi

  • 5/26/2018 A09dpr

    29/55

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Keadaan Umum Lahan Pertanaman Sayuran di Desa Ciherang

    Desa Ciherang terletak pada ketinggian 1100 meter di atas permukaan lautdengan luas wilayah 769 ha. Curah hujan rata-rata 225 mm/tahun, dengan suhu

    udara rata-rata 22 C. Sebagian besar wilayah desa merupakan lahan pertanaman

    sayuran dengan komoditas di antaranya kubis, caisin, selada air, seledri, timun,

    wortel, terong, kacang panjang, dan jenis tanaman sayuran dataran tinggi lainnya.

    Tanaman mentimun yang ditanam pada lahan pertanaman sayuran di Desa

    Ciherang adalah mentimun Jepang, yang merupakan mentimun varietas hibrida.

    Petak lahan pertanaman mentimun di Desa Ciherang umumnya kecil sekitar 200

    m2

    , dengan populasi tanaman berkisar antara 150-250 tanaman per petak lahan.

    Lahan survei meliputi tujuh lahan milik petani mentimun yang berbeda, yang

    terbagi kedalam tiga wilayah, yaitu Legok, Sawah Lega, dan Nangeuk (Tabel 1).

    Selain itu dilakukan juga pengamatan mingguan pada petak mentimun di Sawah

    Lega, yang dimulai sejak tanaman berumur 2 MST hingga panen berakhir (Tabel

    2).

    Tabel 1 Lahan pengamatan survei tanaman mentimun Desa Ciherang

    Lahan survei Waktu

    pengamatan

    Umur

    tanaman

    Populasi

    tanamanCara budidaya

    Legok 1

    Nangeuk 1

    Sawah Lega 1

    Legok 2

    Sawah lega 2

    Legok 3

    Sawah Lega 3

    3 April 2008

    3 April 2008

    10 April 2008

    17 April 2008

    24 April 2008

    1 Mei 2008

    8 Mei 2008

    5 MST

    3 MST

    6 MST

    4 MST

    2 MST

    7 MST

    5 MST

    150

    205

    150

    190

    168

    184

    205

    Monokultur

    Selada - Bawang daun

    Monokultur

    Caisin - Bawang daun

    Pakcoi - Bawang daun

    Monokultur

    Caisin

  • 5/26/2018 A09dpr

    30/55

    19

    Tabel 2 Lahan pengamatan mingguan tanaman mentimun Desa Ciherang

    Waktu pengamatan Umur tanaman Populasi tanaman

    17 April 2008

    24 April 2008

    1 Mei 2008

    8 Mei 2008

    15 Mei 2008

    22 Mei 2008

    2 MST

    3 MST

    4 MST

    5 MST

    6 MST

    7 MST

    226

    226

    226

    224

    220

    211

    Sebagian besar cara budidaya yang dilakukan petani adalah secara

    tumpang sari dengan bawang daun, wortel dan kubis-kubisan, hanya sedikit petani

    yang bertanaman secara monokultur. Hal ini dilakukan petani untuk efisiensi

    pemanfaatan lahan, penghematan biaya dan mengantisipasi terjadinya fluktuasi

    harga saat panen.

    Aplikasi pestisida umumnya dilakukan dengan cara berjadwal sebanyak 1-2

    kali per minggu, dan biasanya dicampur antara insektisida dengan fungisida.

    Insektisida yang digunakan antara lain Curacron 500 EC, Agrimec 18 EC, Decis

    2,5 EC, Dursban 20 EC; sedangkan fungisida adalah Antracol 70 WP, Score 250

    EC, Revus 250 SC, Amistar 250 SC, dan Dithane M-45 80 WP. Hanya sebagian

    kecil petani yang sudah menerapkan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

    Hama

    Kutudaun. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa kutudaun merupakan

    hama yang ditemukan pada permukaan bawah daun dan umumnya membentuk

    koloni. Kutudaun yang ditemukan memiliki ciri-ciri morfologi sebagai berikut.

    Tubuh berwarna hijau gelap, berukuran 12,5 mm, dengan bentuk seperti buah

    pir (Gambar 1). Hasil identifikasi menggunakan kunci dari Blackman dan Eastop

    (2000) menunjukkan bahwa spesies kutudaun yang terdapat pada mentimun

    adalahAphis gossypiiGlover (Hemiptera: Aphididae).

    Jumlah Rataan kerapatan populasi per daun berkisar antara 1-5 ekor (Tabel

    3) dan dapat mencapai lebih dari 10 ekor per daun. Pada pengamatan survei lahan

    di Sawah Lega 1 dengan umur tanaman 6 minggu diperoleh data bahwa populasi

  • 5/26/2018 A09dpr

    31/55

    20

    kutudaun mencapai rata-rata 12,6 ekor per daun. Tingginya populasi kutudaun

    disebabkan tidak dilakukan pengendalian kutu daun secara tepat oleh petani.

    Selain itu banyaknya gulma di sekitar lahan yang tidak dibersihkan juga dapat

    mempengaruhi kelimpahan populasi kutudaun. Menurut Mossler et al. (2007)

    gulma dapat menjadi inang alternatif bagi kutudaun dan virus.

    Kerusakan mekanis yang ditimbulkan kutudaun A. gossypii tidak terlalu

    merugikan yaitu adanya bercak-bercak kecil bekas tusukan stilet serangga.

    Berdasarkan pengamatan yang gejala yang disebabkan kutudaun tidak terlalu jelas

    karena tersamarkan oleh bercak gejala penyakit. Menurut CABI (2005), kerugian

    utama yang diakibatkan kutudaun adalah menjadi vektor virus penting tanaman

    famili cucurbitaseae yaitu Cucumber Mosaic Virus (CMV) dan Zucchini Yellow

    Mosaic Virus (ZYMV). Dari hasil pengamatan pada lahan mingguan ditemukanadanya insidensi penyakit CMV, yang diduga ditularkan kutudaun. Pada lahan ini

    kutudaun mulai ditemukan pada 2 MST dan populasinya meningkat seiring

    bertambahnya umur tanaman hingga mencapai 5 ekor per daun (Gambar 1 ).

    Tabel 3 Rataan kerapatan populasiA.gossypii(ekor/daun)

    LokasiKerapatan populasi

    (Rata-rata SE)

    Legok 1

    Nangeuk 1

    Sawah Lega 1

    Legok 2

    Sawah lega 2

    Legok 3

    Sawah Lega 3

    1,61 0,30

    0,91 0,22

    12,67 1,07

    1,01 0,19

    0,4 0,13

    5,34 0,46

    0,52 0,2

  • 5/26/2018 A09dpr

    32/55

    21

    (a) (b)Gambar 1A. gossypii,(a) koloni di atas permukaan daun, (b) preparat slide

    kutudaun

    Gambar 2 Rataan kerapatan populasiA. gossypiidan T. parvispinus(ekor/daun)

    pada lahan pengamatan mingguan

    Gambar 3 Preparat slide imago Thrips parvispinus

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    2 3 4 5 6 7Minggu setelah tanam

    Kerapatanpopulasihama

    (ekor/daun)

    Aphis gossypii Thrips parvispinus

  • 5/26/2018 A09dpr

    33/55

    22

    Trips.Trips ditemukan baik pada lahan survei maupun lahan pengamatanmingguan. Tubuh berukuran kecil sekitar 1 mm, berwarna coklat kehitaman,

    dengan abdomen berbentuk kerucut berwarna gelap (Gambar 3). Hasil

    identifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi (Moritz et al. 2004)

    menunjukkan bahwa trips yang ditemukan adalah Thrips parvispinus Karny(Thysanoptera: Thripidae).

    Populasi trips tertinggi terdapat pada lahan Legok 3 sebanyak 10,12

    ekor/daun (Tabel 4). Populasi trips umumnya meningkat seiring dengan semakin

    bertambanya umur tanaman (Gambar 2). Kerusakan yang diakibatkan oleh

    serangan T. parvispinusadalah berupa lapisan keperakan pada permukaan bawah

    daun yang sering menyebabkan daun terserang menjadi keriting (Sastrosiswojo

    1991).

    Tabel 4 Rataan kerapatan populasi T. parvispinus(ekor/daun)

    Pada pengamatan yang dilakukan pada tanaman mentimun, gejala yang

    disebabkan oleh T. parvispinus berupa daun yang agak keriting dengan bercak-

    bercak keperakan pada bagian bawah daun, namun gejala yang ditemukan tidak

    terlalu jelas karena bercampur dengan gejala hama lain dan adanya gejala

    penyakit bercak daun. T. parvispinus juga ditemukan pada bunga mentimun,

    dengan jumlah yang tidak terlalu banyak.

    Kutu kebul. Kutu kebul yang dijumpai tergolong Trialeurodes

    vaporariorum Westwood (Hemiptera: Aleyrodidae) (Gambar 4), dan banyak

    Lokasi Kerapatan populasi

    (Rata-rata SE)

    Legok 1

    Nangeuk 1

    Sawah Lega 1

    Legok 2

    Sawah lega 2

    Legok 3

    Sawah Lega 3

    3,38 0,25

    0,22 0,59

    3,99 0,31

    0,85 0,11

    0,27 0,08

    10,12 0,63

    3,75 0,29

  • 5/26/2018 A09dpr

    34/55

    23

    terdapat pada daun daun bagian atas (pucuk tanaman). Menurut Vaishampayan

    dan Kogan (1980) imago kutu kebul cukup selektif dalam memilih tempat untuk

    makan dan bertelur.

    (a) (b)Gambar 4 Kutu kebul, T. vaporariorum (a) koloni imago, (b) pupa

    Kutu kebul mulai ditemukan pada tanaman mentimun yang berumur 4

    MST (Gambar 5), populasinya terus meningkat dengan bertambahnya umur

    tanaman dengan populasi rata-rata hingga mencapai 14 ekor per tanaman pada 7

    MST.

    Gambar 5 Rataan kerapatan populasi T. vaporariorum(ekor/tanaman) pada lahan

    pengamatan mingguan

    Meskipun dilakukan aplikasi pestisida yang cukup intensif pada lahan

    pengamatan mingguan yaitu sebanyak 1-2 kali per minggu, populasi T.

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    14

    16

    2 3 4 5 6 7Minggu setelah tanam

    Kerapatanpopulasihama

    (ekor/tanaman)

  • 5/26/2018 A09dpr

    35/55

    24

    vaporariorumrelatif tetap tinggi. Menurut Kessing dan Mau (1991 dalamCABI

    2005) kutu kebul T. vaporariorum memiliki ketahanan terhadap banyak

    insektisida sintetik. Menurut Sanderson dan Roush (1992) T. vaporariorum

    menunjukkan resistensi terhadap insektisida dari berbagai kelompok bahan kimia,

    seperti malathion, paration, diclorovos (organofosfat), endosulfan, metomil

    (karbamat) serta permetrin dan resmethrin (piretroid).

    Berdasarkan pengamatan pada lahan survei, rataan kerapatan populasi

    tertinggi ditemukan pada lahan Sawah Lega dengan usia tanaman 6 MST

    sebanyak 8,5 ekor per tanaman. Kerusakan yang diakibatkan T. vaporariorum

    adalah adanya bercak-bercak kecil akibat nimfa dan imago yang menghisap

    cairan dari daun tanaman, namun kerusakan yang ditimbulkan seringkali tidak

    terlihat. Meskipun gejala tidak mudah terlihat, menurut Peterson (1974) populasikutu kebul yang tinggi dapat menurunkan vigor tanaman. Menurut CABI (2005)

    kutu kebul T. vaporariorum juga dapat menjadi vektor virus penting antara lain

    Beet Pseudo-Yellows Closterovirus (mentimun, melon, lettuces dan sugarbeet),

    Tomato Infectious Chlorosis Virus dan Lettuce Infectious Yellow Closterovirus.

    Tabel 5 Rataan kerapatan populasi T. vaporariorum(ekor/tanaman)

    Ulat daun. Pada tanaman mentimun terdapat beberapa jenis ulat daun.

    Salah satunya adalah ulat yang berwarna hijau dengan dua garis putih pada bagian

    dorsal sepanjang tubuh larva. Berdasarkan ciri tersebut ulat ini adalah

    Diaphania indica Saunders (Lepidoptera: Pyralidae) (Gambar 6). Ulat ditemukan

    pada daun dan buah mentimun.

    LokasiKerapatan populasi

    (Rata-rata SE)Legok 1

    Nangeuk 1

    Sawah Lega 1

    Legok 2

    Sawah lega 2

    Legok 3

    Sawah Lega 3

    3,75 0,82

    0

    8,5 1,13

    1,55 0,32

    0

    2,5 0,47

    0,3 0,10

  • 5/26/2018 A09dpr

    36/55

    25

    Gambar 6 Ulat mentimunD. indica

    Serangan pada daun menimbulkan gejala bekas-bekas gigitan, sedangkan

    pada buah menyebabkan gejala lubang pada buah karena ulat menggerek kedalam

    buah mentimun (Gambar 7). Kelimpahan populasi ulat ini di pertanaman cukup

    rendah yaitu kurang dari 1 ekor per tananaman (Tabel 6 dan 7 ). UlatD. indica

    merupakan salah satu hama penting pada tanaman Famili Cucurbitaceae di Asia

    dan Afrika (MacLeod 2005). Kerusakan yang paling merugikan adalah jika larva

    menyerang buah mentimun (CABI 2005).

    Gambar 7 Gejala buah berlubang yang disebabkanD. indica

    Tabel 6 Rataan kerapatan populasiD. indica (ekor/tanaman) pada lahan survei

    Tabel 7 Rataan kerapatan populasiD.indica (ekor/tanaman) pada lahan

    pengamatan mingguan

    LokasiKerapatan populasi

    (Rata-rata SE)

    Legok 1

    Nangeuk 1

    Sawah Lega 1

    Legok 2

    Sawah lega 2

    Legok 3

    Sawah Lega 3

    0

    0

    0,25 0,12

    0,05 0,05

    0

    0,45 0,17

    0

  • 5/26/2018 A09dpr

    37/55

    26

    Kumbang daun. Kumbang daun yang ditemukan berwarna coklat

    kekuningan, berukuran sekitar 10 mm. Menurut Kalshoven (1981), kumbang

    daun yang menyerang tanaman mentimun adalah Aulacophora similis Melin

    (Coleoptera: Chrysomelidae). Kelimpahan populasi kumbang ini di wilayah

    pengamatan sangat rendah. Kumbang A. similis hanya ditemukan pada lahan

    Legok 1 dan Sawah Lega 1 dengan populasi berkisar antara 0.1-0.15

    ekor/tanaman.

    Menurut Kalshoven (1981) di dataran rendah A. similismerupakan hama

    utama pada tanaman Famili Cucurbitaceae seperti mentimun, melon dan

    semangka. Di daerah ini kerusakan yang disebabkan A. similis dan A. coffeae

    dapat menyebabkan kerugian yang serius hingga kegagalan panen pada tanamanmentimun.

    Gejala buah bengkok. Hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan

    adanya gejala buah mentimun yang membengkok (Gambar 8). Pada buah yang

    membengkok terdapat bekas tusukan pada bagian tengah dan mengeluarkan

    lendir. Bekas tusukan ini diduga disebabkan olah serangga yang memiliki alat

    mulut menusuk dan mengisap. Serangga tersebut adalah Leptoglossus australis

    (F.) (Hemiptera: Coreidae) (Rauf, komunikasi pribadi). Allen (1969 dalamYasuda 1987) menyebutkan bahwa L. australis merupakan hama serius pada

    buah tanaman mentimun dan tanaman Famili Cucurbitaceae lainnya, selain ituL.

    australisjuga menjadi hama pada berbagai macam buah di daerah tropis maupun

    subtropis. Namun pada saat pangamatan serangga yang diduga menyerang tidak

    ditemukan.

    Umur tanamanKerapatan populasi

    (Rata-rata SE)

    2 MST

    3 MST

    4 MST

    5 MST

    6 MST

    7 MST

    0

    0

    0,1 0,07

    0,25 0,12

    0,35 0,19

    0,25 0,09

  • 5/26/2018 A09dpr

    38/55

    27

    Gejala buah bengkok ditemukan pada lahan Legok 3 dengan persentase

    buah bengkok adalah 35,1%. Pada lahan pengamatan mingguan, persentase buah

    bengkok adalah 24,05% pada 6 MST dan meningkat menjadi 39,15% pada 7

    MST. Beberapa petani menganggap gejala ini adalah penyakit yang disebabkan

    oleh tanah yang tidak sehat. Gejala buah bengkok dianggap paling merugikan oleh

    petani karena buah yang terserang tidak layak dimakan atau tidak laku untuk

    dijual.

    Gambar 8 Gejala buah bengkok pada pertanaman mentimun

    Gambar 9Liriomyza hiudobrensis

  • 5/26/2018 A09dpr

    39/55

    28

    Gambar 10 ParasitoidLiriomyza hiudobrensis, Opiuschromatomyiaedan

    Hemiptarsenus varicornis

    Lalat pengorok daun dan tingkat parasitisasi. Berdasarkan hasil

    pengamatan diketahui spesies lalat pengorok daun yang menyerang pertanaman

    mentimun adalah Liriomyzahuidobrensis (Blanchard) (Diptera: Agromyzidae).

    Lalat L. huidobrensis ditemukan pada setiap lahan survei dan umur tanaman,

    namun populasinya umumnya kurang dari 1 ekor per tanaman (Tabel 8 dan 9).

    Pada beberapa pengamatan diketahui bahwa imago L. huidobrensislebih banyak

    ditemukan pada tempat yang teduh, tidak terpapar matahari secara langsung.

    Pada lahan survei banyaknya korokan berkisar antara 2-12 per tanaman,

    dan persentase daun terserang berkisar 18-38%, dan pada lahan pengamatan

    mingguan berkisar 1-8 korokan per tanaman (Tabel 8 dan 9). Hasil pengamatan

    mengungkapkan bahwa secara umum gejala korokan daun lebih sering terdapat

    pada tajuk bagian bawah, jarang ditemukan adanya korokan pada tajuk bagian

    tengah dan atas. Kecuali pada lahan survei Legok 3 yang tanaman mentimunnya

    berumur 7 MST dijumpai korokan yang cukup banyak pada tajuk bagian tengah

    dan atas. Hasil wawancara dengan petani setempat menunjukkan bahwa hamaL.

    huidobrensis, yang lebih dikenal petani setempat dengan nama suridat,

    merupakan jenis hama yang cukup merugikan pada pertanaman mentimun. Hal

    ini terutama terjadi pada tanaman muda yang serangannya dapat menyebabkan

    kematian tanaman.

  • 5/26/2018 A09dpr

    40/55

    29

    Tabel 8 Rataan kerapatan populasi (ekor/tanaman) dan intensitas seranganL.

    huidobrensispada lahan survei

    Lokasi

    Kerapatan

    populasi

    (Rata-rata SE)

    Jumlah

    korokan/tanaman

    (Rata-rata SE)

    Persentase daun

    terserang

    (Rata-rata SE)Legok 1

    Nangeuk 1

    Sawah Lega 1

    Legok 2

    Sawah lega 2

    Legok 3

    Sawah Lega 3

    0,5 0,13

    0,25 0,1

    0,6 0,13

    0,2 0,09

    0,4 0,13

    3,65 0,54

    0,25 0,1

    6,95 0,52

    3,95 0,34

    9,35 0,54

    4,9 0,43

    2,45 0,22

    12,25 1,84

    9,05 1,06

    21,75 1,37

    33,85 2,89

    13,20 0,58

    19,75 1,60

    37,50 3,85

    18,48 1,82

    24,47 1,71

    Tabel 9 Rataan kerapatan populasi (ekor/tanaman) dan intensitas seranganL.

    huidobrensispada lahan pengamatan mingguan

    Umur

    Kerapatan

    populasi

    (Rata-rata SE)

    Jumlah

    korokan/tanaman

    (Rata-rata SE)

    Persentase daun

    terserang

    (Rata-rata SE)

    2 MST

    3 MST

    4 MST

    5 MST

    6 MST

    7 MST

    0,35 0,15

    0,25 0,09

    0,45 0,15

    0,3 0,12

    0,1 0,07

    0

    1,95 0,24

    3,1 0,37

    7,4 0,86

    7,8 1,13

    1,9 0,59

    1,2 0,52

    35,00 3,80

    24,45 2,90

    19,33 1,35

    16,60 1,69

    4,10 1,24

    1,22 0,84

    Berdasarkan hasil survei ditemukan dua spesies parasitoid yaitu Opius

    chromatomyiae Belokobylskij & Wharton (Hymenoptera: Braconidae) dan

    Hemiptarsenus varicornis (Girault) (Hymenoptera: Eulophidae) (Gambar 10).

    Komposisi kedua spesies ini hampir berimbang, baik pada lahan survei (Tabel 10)

    maupun lahan pengamatan mingguan (Tabel 11). Dari hasil perhitungandiketahui bahwa tingkat parasitisasi tanpa memperhitungkan pupa aborsi adalah

    71,17% pada lahan survei dan 49,24% pada lahan pengamatan mingguan. Bila

    pupa aborsi diperhitungkan, besarnya tingkat parasitisasi adalah 41,79% pada

    lahan survei dan 29,66% pada lahan pengamatan mingguan.

  • 5/26/2018 A09dpr

    41/55

    30

    Tabel 10 Hasil inkubasi daun mentimun yang terserang lalat pengorok daun

    Waktu

    pengambilan

    contoh

    Umurtanaman

    Jumlah

    contoh

    daun

    L. huidobrensis Parasitoid

    Pupa

    aborbsiImago O.chromatomyiae

    H.

    varicornis

    3 April 08 5 MST 10 58 6 53 910 April 08 6 MST 10 34 8 13 14

    17 April 08 4 MST 10 47 10 6 4

    17 Juni 08 8 MST 20 13 8 25 73

    17 Juni 08 4 MST 15 21 43 17 2

    24 Juni 08 5 MST 15 28 15 21 11

    1 Juli 08 3 MST 15 33 16 1 4

    95 234 96 130 107

    Tabel 11 Hasil inkubasi daun mentimun yang terserang lalat pengorok daun pada

    lahan yang diambil contoh daun tiap minggu.

    Waktupengambilan

    contoh

    Umurtanaman

    Jumlahcontoh

    daun

    L. huidobrensis Parasitoid

    Pupa

    aborbsiImago O.chromatomyiae

    H.

    varicornis

    3 Juni 08 2 MST 10 14 2 5 2

    10 Juni 08 3 MST 10 16 7 8 3

    17 Juni 08 4 MST 15 23 30 8 8

    24 Juni 08 5 MST 15 19 35 8 7

    1 Juli 08 6 MST 15 26 17 4 14

    8 Juli 08 7 MST 15 32 9 11 19

    80 130 100 44 53

    Penyakit

    Layu. Tanaman yang menunjukkan gejala layu, pada bagian akarnya

    terdapat bintil-bintil dengan ukuran sekitar 5-20 mm (Gambar 11). Pengamatan di

    bawah mikroskop terhadap bintil tersebut menunjukkan adanya nematoda puru

    akar Meloidogyne sp. dan setelah dilakukan identifikasi pola perinealberdasarkan kunci (May at al. 1996), diketahui bahwa nematoda yang

    menyebabkan bintil akar adalah Meloidogyne arenaria. Selain M. arenaria,

    spesies penting nematoda puru akar yang juga dapat merugikan tanaman sayuran

    adalah M. incognita, M. javanica danM. hapla (Taylor dan Sasser 1978 dalam

    Sikora at al. 2005). M. arenariamerupakan nematoda puru akar yang umumnya

  • 5/26/2018 A09dpr

    42/55

    31

    menyerang kacang tanah, namun menurut CABI (2005) nematoda ini juga dapat

    menginfeksi tanaman mentimun.

    (a) (b)

    Gambar 11 Gejala yang layu yang disebabkan Meloidogyne arenaria (a) gejalapada tajuk tanaman (b) gejala bintil pada akar tanaman

    Berdasarkan hasil pengamatan pada lahan survei, insidensi penyakit layu

    yang disebabkan oleh nematodapada pertanaman mentimun dapat mencapai

    4,48%, atau sekitar 10 tanaman per lahan survei. Di Desa Ciherang, penyakit layu

    merupakan permasalahan utama para petani karena dapat menyebabkan kematian

    tanaman secara cepat. Gejala layu pada pertanaman mentimun pada umumnya

    ditemukan pada tanaman umur 4 minggu. Meskipun aplikasi pestisida yang

    dilakukan cukup intensif (1-2 kali/minggu), namun tidak ada petani yang

    menggunakan nematisida dalam pengendalian hama dan penyakit.

    Tabel 12 Insidensi penyakit layu pada pertanaman mentimun di lahan survei

    Lokasi Insidensi penyakit (%)

    Legok 1

    Nangeuk

    Sawah Lega 1

    Legok 2

    Sawah Lega 2

    Legok 3

    Sawah Lega 3

    3

    0

    4,48

    0

    0

    4.34

    3,9

  • 5/26/2018 A09dpr

    43/55

    32

    Pada lahan pengamatan mingguan, gejala penyakit layu ditemukan sejak

    tanaman berumur 2 minggu dan insidensinya terus meningkat hingga mencapai

    9% atau sekitar 20 tanaman (Gambar 12). Secara umum, insidensi penyakit layu

    lebih tinggi pada lahan pertanaman yang agak basah tapi tidak tergenang. Menurut

    Sikora dan Fernandes (2005) nematodaMeloidogyneberkembang lebih baik pada

    tanah yang beraerasi buruk.

    Mosaik.Penyakit lain yang ditemukan menyerang pertanaman mentimun

    adalah penyakit mosaik mentimun yang disebabkan Cucumber Mosaic Virus

    (CMV). Berdasarkan hasil pengamatan gejala mosaik, penyakit ini hanya

    ditemukan pada lahan pengamatan mingguan. Tanaman yang mengalami gejala

    mosaik menunjukkan pertumbuhan yang terhambat, kerdil, daun menguning dan

    hanya sedikit berbuah, bahkan pada beberapa tanaman ada yang sampai tidak

    menghasilkan buah. Gejala mosaik mulai ditemukan pada minggu ke-4 setelah

    tanam dengan insidensi mencapai 4,26% pada 7 MST (Gambar 12).

    Gambar 12 Insidensi penyakit layu dan mosaik mentimun pada lahan

    pengamatan mingguan

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    67

    8

    9

    10

    2 3 4 5 6 7

    Minggu setelah tanam

    InsidensiPenyakit(%)

    Layu Mosaik

  • 5/26/2018 A09dpr

    44/55

    33

    Gambar 13 Gejala mosaik pada daun mentimun

    Menurut Sumpena (2001) mentimun varietas hibrida merupakan varietas

    yang lebih tahan terhadap infeksi virus. Adanya penyakit mosaik pada lahan

    pengamatan mingguan diduga disebabkan oleh populasi serangga vektor

    (kutudaun) yang cukup tinggi pada beberapa tanaman di usia awal tanam (2-3

    MST).

    Bercak Daun. Pengamatan gejala bercak yang dilakukan pada bagian

    daun menunjukkan adanya beberapa gejala yang berbeda, di antaranya bercak

    berbentuk bulat dan bercak coklat yang dikelilingi halo bewarna kuning (Gambar

    14). Kedua bercak umumnya bersatu. Gejala bercak daun lebih banyak ditemukan

    pada lahan yang ditanaman secara tumpang sari dengan tanaman dari kelompok

    kubis-kubisan, seperti sawi dan caisin.

    Gambar 14 Gejala bercak pada daun mentimun

  • 5/26/2018 A09dpr

    45/55

    34

    (a) (b)Gambar 15 Konidia cendawan yang ditemukan pada daun yang menunjukkan

    gejala bercak (a)Alternaria sp. (b) Colletotrichumsp.

    Berdasarkan pengamatan mikroskopis pada bercak berbentuk membulat

    dan bercak kecoklatan yang dikelilingi halo diperoleh beberapa konidia

    cendawan, hasil identifikasi menurut Barnett dan Hunter (1999) konidia cendawan

    tersebut adalah Alternaria dan Colletotrichum (Gambar 15). Menurut CABI

    (2005) salah satu spesies Alternaria yang dapat menginfeksi kubis-kubisan dan

    mentimun adalahAlternaria brassicicola.Patogen ini dapat bertahan pada benih

    tanaman dan pada gulma (Oliver at al. 2001).

    Cendawan patogen Colletotrichum merupakan penyebab penyakit

    antarknosa pada tanaman sayuran. Pada tanaman mentimun penyakit antaraknosa

    disebabkan oleh Colletotrichum orbiculare (Gardner 1918 dalam Semangun,

    1989). Di Amerika penyakit antraknosa merupakan salah satu penyakit penting

    yang dapat menurunkan produksi hingga 63% (Amin dan Ullasa 1981).

    Pada lahan survei dan lahan pengamatan mingguan, kedua penyakit ini

    umumnya terdapat pada daun yang sama dan agak sulit untuk dibedakan karena

    bercaknya bersatu, sehingga dalam pencatatan insidensi dan intensitas penyakit

    keduanya digabung. Kedua penyakit ini umumnya terdapat pada lahan tumpang

    sari, sedangkan pada lahan monokultur gejala penyakit tidak ditemukan. Penyakit

    bercak daun ditemukan pada lahan Sawah Lega 1 dan Sawah lega 3, dengan

    insidensi penyakit masing-masing 20% dan 35%, serta intensitas penyakit 5% dan

    8,75%.

    Pada lahan pengamatan mingguan, gejala penyakit mulai ditemukan pada

    saat tanaman berumur 4 MST dengan insidensi penyakit sebesar 25% dan

  • 5/26/2018 A09dpr

    46/55

    35

    intensitas 6,25%. Pada 7 MST seluruh tanaman menunjukkan gejala bercak

    (insidensi = 100%), dengan intensitas penyakit sekitar 35%.

    Tabel 13 Insidensi dan intensitas penyakit bercak daun

    Umur tanaman Insidensi (%) Intensitas (%)

    2 MST

    3 MST

    4 MST

    5 MST

    6 MST

    7 MST

    0

    0

    25

    45

    95

    100

    0

    0

    6,25

    11,25

    27,5

    35

    Embun bulu. Gejala embun bulu pada daun mentimun adalah adanya

    bercak kuning yang agak bersudut karena terbatas oleh tulang daun, jika diamati

    dengan seksama pada bagian bawah daun terdapat miselium menyerupai bulu.

    Gejala selanjutnya yang terjadi pada daun adalah daun yang busuk, kering dan

    mati.

    Pengamatan mikroskopis terhadap gejala tidak ditemukan konidia

    cendawan. Oleh karena itu dilakukan pelembaban daun selama 3 hari, dan

    diperoleh hasil bahwa pada bagian bercak muncul miselium cendawan berwarna

    keputihan. Menurut Holliday (1980 dalam Semangun 1989) gejala busuk daun

    disebabkan oleh cendawan patogen Pseudoperonospora cubensis.

    Gambar 16 Gejala embun bulu pada daun mentimun

  • 5/26/2018 A09dpr

    47/55

    36

    Tabel 14 Insidensi dan intensitas penyakit embun bulu pada lahan suvei

    Lokasi Insidensi (%) Intensitas (%)

    Legok 1

    Nangeuk 1

    Sawah Lega 1

    Legok 2

    Sawah lega 2

    Legok 3

    Sawah Lega 3

    100

    65

    100

    90

    10

    100

    100

    27,5

    18,75

    33,75

    25

    2,5

    50

    26,25

    Berdasarkan hasil pengamatan pada lahan survei maupun lahan pengamatn

    mingguan, penyakit embun bulu selalu ditemukan, bahkan gejala penyakit sudah

    ada sejak tanaman berumur 2 MST. Intensitas penyakit tertinggi terdapat pada

    lahan Sawah Lega 1 sebesar 33,75%.

    Tabel 15 Insidensi dan intensitas penyakit embun bulu pada lahan pengamatan

    mingguan

    Umur tanaman Insidensi (%) Intensitas (%)

    2 MST

    3 MST

    4 MST

    5 MST

    6 MST

    7 MST

    15

    60

    100

    100

    100

    100

    3,75

    15

    25

    28,75

    32,5

    33,75

    Berdasarkan pengamatan pada daun tanaman mentimun di lahan

    pengamatan mingguan, diketahui bahwa penyakit embun bulu sudah ditemukan

    pada minggu ke-2, dengan intensitas penyakit meningkat seiring dengan

    pertumbuhan tanaman hingga mencapai diatas 30%.

  • 5/26/2018 A09dpr

    48/55

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    Serangga hama yang banyak menimbulkan kerusakan berat dan

    kehilangan hasil panen pada pertanaman mentimun di lokasi penelitian adalah

    lalat pengorok daun L. huidobrensisdan kutudaun A. gossypii. Kehilangan hasil

    panen juga terjadi karena munculnya gejala buah bengkok, yang sebagian diduga

    disebabkan oleh serangan kepik L. australis. Parasitoid utama yang berasosiasi

    dengan hama pengorok daun adalah O. chromatomyiae dan H. varicornis.

    Penyakit utama pada pertanaman mentimun di lokasi penelitian adalah layu yang

    disebabkan oleh nematoda M. arenaria, dan embun bulu yang disebabkan oleh

    cendawan P. cubensis

    Saran

    Perlu dilakukan pengamatan pada pertanaman mentimun yang tidak

    dilakukan aplikasi pestisida sama sekali untuk menentukan besarnya gangguan

    hama dan penyakit secara lebih tepat

  • 5/26/2018 A09dpr

    49/55

    DAFTAR PUSTAKA

    Amin KS, Ullasa BA, 1981. Effect of thiophanate on epidemic development of

    anthracnose and yield of watermelon. Phytopathology, 71(1):20-22;

    Asikin S. 2004. Alternatif pengendalian hama serangga sayuran ramah lingkungan dilahan lebak. Laporan tahunan Balittra 2004. Balittra. Banjarbaru

    Astawan M. 2008. Manfaat mentimun, tomat dan teh. Gaya Hidup Sehat 19-25

    September 2008: 31 (kolom 2).

    Barnett HL, Hunter BB. 1999. Ilustrated Genera of Imperfect Fungi 4th Edition.

    Minesota: APS Press.

    Blackman RL, Eastop VP. 2000. Aphids on the Worlds Crops An Identification andInformation Guide. Ed ke-2. London: The Natural History Museum.

    Bordat D, Coly EV, Olivera CR. 1995. Morphometric, biological, and behavioral

    differences berween Hemiptarsenus varicornis and Opius dissitus

    (Hymenoptera: Braconidae) parasitoids of Liriomyza trifolii (Diptera:Agromyzidae). J App Ent 119: 423-427.

    Brown H. 2003. Common insect pests of curcubits. Agnote, 159: 39-45.

    [CABI] Centre for Agriculture and Bioscience International. 2005. Corp protectioncompendium 2005 [CD-ROM]. Wallingford, UK: CAB International.

    Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der,penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baruvan Hoeve. Terjemahan dari:De Plagen van

    de Cultuurgewassen in Indonesie.

    MacLeod A. 2005. Pest risk analysis for Diaphania indica. Sand Hutton, York:

    Central Science Laboratory

    May WF, Mullin PG, Lyon HH, Loefflerrk. 1996. Plant Parasitic Nematodes: A

    Pictorial Key To Genera.London: Cornell University Press.

    Moritz G, Mound LA, Morris DC, Goldarazena. 2004. Pest Thrips of The World

    (CD-ROM). Australia: CSIRO publishing.

    Mossler MA, Larson BC, Nesheim ON. 2007. Florida crop/pest managementprofiles: celery. Plant Pathology Department Document CIR 1235. FoodScience and Human Nutrition Department, Florida Cooperative Extension

    Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida.

    Oliver EJ, Thrall PH, Burdon JJ, Ash JE, 2001. Vertical disease transmission in the

    Cakile-Alternaria host-pathogen interaction. Australian Journal of Botany,49(5):561-569.

  • 5/26/2018 A09dpr

    50/55

    40

    Osborne LS, Landa Z, 1992. Biological control of whiteflies with entomopathogenic

    fungi. Florida Entomologist 75(4):456-471.

    Peterson B. 1974. Pest of Ornamental Plants. London: HRC Majesty.

    Rauf A. 2005. Hama Pendatang: Liriomyza sativae B. (Diptera: Agromyzidae):Biologi, Tumbuhan Inang, dan Parasitoidnya. Bogor: Fakultas Pertanian,

    Institut Pertanian Bogor.

    Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1999. Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi, dan Gizi Jilid

    3. Diterjemahkan oleh Catur Herison. Bandung: ITB.

    Rukmana R. 1994. Budidaya Mentimun. Yogyakarta: Kanisius.

    Sanderson JP, Roush RT. 1992. Monitoring insecticide resistance in green housewhitefly (Homoptera: Aleyrodidae) with yellow sticky card. J. Econ. Entomol.

    83(2). 634-641.

    Satrosiswojo S. 1991. Thrips on vegetables in indonesia. Di dalam: Talekar NS,editor. Thrips in southeast asia proceding of a regional consultation workshop.

    Bangkok, Thailand 13 Maret 1991: AVRDC. hlm 12-17.

    Semangun H. 1989. Penyaki-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.Yogyakarta: UGM Press.

    Sikora RA, Fernandes E. 2005. Nematode parasitis of vegetables. Di dalam: Luc M,

    Sikora RA, Bridge J, editor. Plant parasitic nematodes in subtropical and

    tropical agriculture 2nd edition.Wallingford: CABI Publishing.

    Sinaga MS. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Jakarta: Penebar

    Swadaya.

    Sumpena U. 2001. Budi Daya Mentimun Intensif, dengan Mulsa, Secara Tumpang

    Gilir. Jakarta: Penebar Swadaya.

    [Tanindo]. 2008. Keunggulan mentimun hibrida. http://www.tanindo.com/ abdi2/

    hal101.htm. [31 Mei 2008].

    Tapahillah T. 2002. Survei lalat pengorok daun Liriomyza spp. (Diptera:Agromyzidae) dan parasitoidnya pada berbagai tumbuhan inang dan ketinggian

    tempat di Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

    Bogor

    Vaihampayan SM, Kogen M. 1980. Sampling whiteflies on soyben. Dalam: Kogan

    M, Hezog DC, editor. Sampling Methods in Soybean Entomology. New York:Springer-Velag. Hal 305-311.

    [Warintek] Warung Informasi Teknologi. 2007. Mentimun. http://warintek.

    progressio.or.id/ [25 Juni 2007].

  • 5/26/2018 A09dpr

    51/55

    41

    Wintermantel WM. 2004. Emergence of greenhouse whitefly Trialeurodes

    vaporariorumtransmited crinivirus as yhreats vegetable and fruit production innorth america. APS net Features.

    Yasuda K. 1987. Function of the male pheromone of the leaf-footed plant bug,

    Leptoglossus australis (Fabricius) (Heteroptera:Coreidae) and Its kairomonaleffect. Department of Environmental Biology, National Institute of Agro-Environmental Sciences. Tsukuba, Ibaraki. http://www.jircas.affrc.go.jp/

    english/publication/jarq/32-3/yasuda/yasuda.html. [7 November 2008].

  • 5/26/2018 A09dpr

    52/55

    LAMPIRAN

  • 5/26/2018 A09dpr

    53/55

    43

    Lampiran 1 KepikL. australis yang diduga menyebabkan gejala buah bengkok

    pada mentimun

    Lampiran 2 Kumbang daunA. similis

    Lampiran 3 Rataan kerapatan populasiA. gossypii(ekor/daun) pada lahan

    pengamatan mingguanUmur tanaman Kerapatan populasi

    (Rata-rata SE)

    2 MST

    3 MST

    4 MST

    5 MST

    6 MST

    7 MST

    1,7 0,63

    3,28 1,1

    3,43 0,39

    4,28 0,73

    4,88 0,59

    5,3 0,53

  • 5/26/2018 A09dpr

    54/55

    44

    Lampiran 4 Rataan kerapatan populasi T. parvispinus (ekor/daun) pada lahan

    pengamatan mingguan

    Lampiran 5 Rataan kerapatan populasi T. vaporariorum (ekor/daun) pada lahanpengamatan mingguan

    Lampiran 6 Insidensi penyakit layu tanaman mentimun pada lahan pengamatan

    mingguanUmur tanaman Insidensi Penyakit (%)

    2 MST 0

    3 MST 1,32

    4 MST 2,21

    5 MST 3,09

    6 MST 7,27

    7 MST 9,47

    Umur tanamanKerapatan populasi

    (Rata-rata SE)

    2 MST

    3 MST

    4 MST

    5 MST

    6 MST

    7 MST

    0,42 0,12

    0,45 0,09

    0,82 0,09

    3,7 0,26

    4,86 0,45

    3,43 0,28

    Umur tanaman Kerapatan populasi

    (Rata-rata SE)

    2 MST

    3 MST

    4 MST

    5 MST

    6 MST

    7 MST

    0

    0

    1,3 0,35

    3,7 0,87

    6,15 1,10

    14,05 4,44

  • 5/26/2018 A09dpr

    55/55

    45

    Lampiran 7 Insidensi penyakit mosaik mentimunpada lahan pengamatan mingguanUmur tanaman Insidensi Penyakit (%)

    2 MST 0

    3 MST 0

    4 MST 1,32

    5 MST 2,65

    6 MST 3,18

    7 MST 4,26