Click here to load reader
Upload
lekiet
View
281
Download
23
Embed Size (px)
Citation preview
iii
ABSTRAK
Penerjemahan merupakan sumbangsih ilmu yang sangat baik yaitu
menerjemahkan pesan atau bahasa sumber (Bsu) ke dalam bahasa sasaran (Bsa) agar
para pembaca atau pendengar dapat memahami pesan khususnya dalam teks. Setiap
penerjemah memiliki metode penerjemahan dan seni yang berbeda sesuai dengan
penguasaan mereka dalam menyikapi teks yang akan diterjemahkan. Sebagai suatu
seni dalam menyampaikan pesan, baik makna dan gaya bahasanya, penerjemah
beruasaha menyampaikan pesan dengan penyusunan kata dan kalimat yang sesuai
dengan konsep yang hendak disampaikan.
Pilihan kata merupakan satu unsur yang sangat penting dalam dunia tulis
menulis maupun tutur kata sehari-hari. Kemahiran mengolah kata sangat berkaitan
dengan pemilihan diksi, arti kata dan perolehan makna. Berdasarkan pilihan kata,
diksi mempersoalkan kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi
tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan
pemakaian bahasa dalam masyarakat. Dengan kata lain, diksi mempersoalkan
ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi kalimat, kata dan makna agar para
pembaca dapat mengetahui maksud dan tujuan seorang penerjemah (BSa).
Dalam hal ini, penulis ingin mengetahui pemilihan kata atau diksi yang
digunakan oleh penerjemah khususnya dalam buku terjemahan Atlas Al-qur’an.
Karena, buku yang diterjemahkan tersebut membahas tentang sejarah atau kejadian-
kejadian yang termuat di dalam Al-qur’an.
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................. i
Abstraksi .......................................................................................... iii
Daftar Isi ........................................................................................... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA ................................. vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah........................................... 1
B. Perumusan dan pembatasan masalah...................... 5
C. Tujuan penelitian ..................................................... 6
D. Metodologi penelitian............................................... 6
E. Sistematika penulisan.............................................. 7
BAB II PENERJEMAHAN DAN DIKSI
A. Teori Penerjemahan
1. Definisi Terjemah .................................................. 8
2. Jenis-jenis Terjemah ............................................. 10
3. Syarat-syarat Penerjemahan................................. 15
v
B. Teori Diksi
1. Pengertian Diksi dan Korelasinya dengan Makna .. 16
2. Syarat dan Ketepatan Diksi ................................... 18
3. Diksi dalam Kalimat............................................... 24
BAB III GAMBARAN UMUM BUKU TERJEMAHAN ATLAS AL-
QUR’AN DAN BIOGRAFI M. ABDUL GHOFFAR
A. Gambaran Umum Buku Terjemahan Atlas Al-qur’an 35
B. Biografi M. Abdul Ghoffar ........................................ 36
BAB IV ANALISIS DIKSI BUKU TERJEMAHAN ATLAS ALQUR’AN
A. Analisis Diksi dalam Hubungan dengan Makna ………... 42
1. Makna Khusus dan
makna Umum ...
......................... 42
2........................................................................................ Makna
Denotatif dan makan
Konotatif ............. 46
3........................................................................................ Makna
Referensial emplisit ………
........................... 50
B. Analisis Keserasian Makna dalam penerjemahan ……… 52
1. Tidak diterjemahkan .................................... 53
2. Kerancauan Menerjemahkan........................ 54
vi
C. Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata ................... 55
1. Simile atau persamaan ………………………………...
...................................................................... 56
2. Metafora ………………………………………………
...................................................................... 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................... 59
B. Rekomendasi ............................................................ 60
Daftar Pustaka ................................................................................ 61
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Skripsi ini menggunakan transliterasi yang bersumber dari pedoman transliterasi
Arab Indonesia pada buku Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)
tahun 2007 yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and
Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Arab Latin Arab Latin
dh = ض a = ا
th = ط b = ب
zh = ظ t = ت
‘ = ع ts = ث
gh = غ j = ج
f = ف h = ح
q = ق kh = خ
k = ك d = د
l = ل dz = ذ
m = م r = ر
n = ن z = ز
w = و s = س
` = ء sy = ش
y = ي sh = ص
viii
Penulisan Vokal Panjang dan Pendek
vokal panjang
vokal pendek
tanwin
â تا a
an
î تي i in
û تو u un
Penulisan Diftong (bunyi vokal rangkap)
au misalnya lâ haula wa lâ quwwata illâ billâh او
ad-daulah
at-taurat
ai misalnya asy-syaikh اي
al-lail
asy-sayithân
Penulisan Partikel al-
ix
1 Ditulis al- (tidak kapital) bila merupakan istilah umum dalam bahasa Arab.
Misalnya:
- al-hasan
- al-îmân
2 Ditulis Al- (dengan huruf awal kapital) bila merupakan nama orang, kota, sifatAllah, dan judul buku.
Misalnya:
- Al-Ghazali
- Al-Busthami
- Al-Munqidz min Ahd-Dhalâl
3 Penulisan partikel al- harus luruh mengikuti huruf sesudahnya apabila ia termasuk kelompok huruf syamsiyah.
Misalnya:
- ar-rasûl
- az-ziadah
Kelompok huruf syamsiyah:
tha, tsa, shad, ra, ta, dha, dza, nun, dal, sin, zha, za, syin, dan lam.
Kelompok huruf qamariyah: alif, ba, ghain, ha, jim, kaf, wau, kha, fa, ‘ain, qaf, ya, mim, dan ha.
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an merupakan kitab Allah yang diturunkan melalui malaikat
Jibril kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai petunjuk dan pedoman hidup.
Firman Allah SWT,
) ☺
)2:البقرة .
Sebagaimana firman Allah SWT di atas, kebenaran Al-Qur’an tidak
dapat diragukan lagi karena ajaran-ajaran yang ada di dalamnya memberikan
petunjuk kepada umatnya untuk hidup bahagia di dunia dan akhirat. Allah Swt
menurunkan Al-Qur’an dengan bahasa Rasul yaitu bahasa Arab (al: Q.S.
16:103, 12:2). Masyarakat penerima Al-Qur’an adalah masyarakat Quraisy.
Atas dasar antropologis, cukup beralasan jika pengertian bahasa Arab
adalah bahasa Quraisy.
Sebagai pedoman hidup manusia khususnya umat Islam, maka banyak
umat Islam yang mempelajari dan memahami Al-Qur’an dengan perhatian
penuh. Namun sebagian umat Islam belum bisa memahami bahasa Al-Qur’an
disebabkan oleh kesulitan perbedaan bahasa dan arti secara konstektual.
Sebagian ulama dan ahli tafsir berusaha menerjemahkan dalam bahasa
xi
selain Arab. “Sebab terjemahan merupakan salah satu cara memberi jalan
pada umat Islam yang belum memahami Al-Qur’an dikarenakan kesulitan
bahasa.”1
Kegiatan menerjemahkan tidaklah semudah apa yang diperkirakan
orang. Menerjemahkan identik dengan mengkomunikasikan keterangan,
pesan atau gagasan yang ditulis pengarang asli di dalam bahasa terjemahan.
Setiap penerjemah memiliki metode penerjemahan dan seni yang berbeda
sesuai dengan penguasaan mereka dalam menyikapi teks yang akan
diterjemahkan. Sebagai suatu seni dalam menyampaikan pesan, baik makna
maupun gaya bahasanya, penerjemah hendaknya membekali diri dengan
kemampuan estetis, begitu pula penyusunan kata dan kalimat memerlukan
kompetensi yang serba estetis.2 Kemahiran mengolah kata sangat berkaitan
dengan pemilihan diksi, arti kata dan perolehan makna. Berdasarkan pilihan
kata, diksi mempersoalkan kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk
posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-
kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat.3 Dengan kata
lain, diksi mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi
kalimat, kata dan makna agar para pembaca dapat mengetahui maksud dan
tujuan seorang penerjemah (BSa). .
1Manna ‘al-Qatthan , Mabahits fi ‘ulum AL-Qur’an, (Riyadh: Mansyurat al-Ashr al-Hadits, Tt)
2 Nurrohman Hanafi, Teori dan Seni Menerjemahkan, (Ende: Nusa Indah, 1986), Cet-1, h. 22 3 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), Cet. XVI,
h.117
xii
Dalam kamus bahasa Indonesia diksi berarti pemilihan kata yang
bermakna tepat dan selaras (cocok padanannya) untuk mengungkapkan
gagasan dengan pokok pembicaraan, peristiwa, dan khalayak pembaca atau
pendengar.4 Diksi adalah pilihan kata, maksudnya kita memilih kata yang
tepat untuk menyatakan sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur yang
sangat penting dalam dunia tulis menulis maupun tutur kata sehari-hari.5
Beberapa jenis kata dan bentuk kata yang ditulis oleh penerjemah sangat
bervariasi dalam menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Penulis
memberi contoh dari buku yang akan diteliti dari sisi ketepatan diksi. Dalam
bahasa sumber ditulis
قومه من ماقدر (خزاعة من) المصطلق بنى سيد ضرار بن الحارث جمع
فى وسلم عليه اهللا صلى فسار ,وسلم عليه اهللا صلى اهللا رسول لحرب األعراب ومن
آان المريسيع ماء وعند الحارث جمع ما لتفريق رجل مائة بسبع ـه 5 شعبان2
معه ومن الحارث وهزم، اللقاء
“Al-Harits bin Dhirar, pemuka Bani Musthaliq (dari kabilah Khuza’ah )
sempat berhasil mengumpulkan beberapa orang dari kaumnya dan orang-
orang Arab, untuk memerangi Rasulullah saw. melakukan perjalanan pada
tanggal 2 Sya’ban 5 H dengan 700 orang untuk memecah belah orang-orang
4P. Salim dan Yenny Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 2002), h. 109
5E. Zaenal dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Akademika Pressindo,1995), cet. Ke-1, h.73
xiii
yang telah berhasil dikumpulkan oleh al –Harits bin Dhirar. Pertemuan
berlangsung di sumber air Muraisi’. Hingga akhirnya al-Harits dan para
pendukungnya berhasil dikalahkan.”6
Pada terjemahan di atas ditemukan ketidaktepatan dalam penempatan
kata menurut kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dari terjemahan
di atas, menurut Penulis terdapat kerancuan makna yang terdapat kata pada
kata “Hingga akhirnya” menurut Penulis merupakan kalimat yang tidak baku
sebaiknya diganti dengan “sehingga”. Pada kata اللقاء diterjemahkan
“pertemuan”. Dalam bahasa Arab terdapat isim ma’rifat dan isim nakirah,
maka pada kata اللقاء merupakan isim marifat yang sudah diketahui
maksudnya yaitu pertemuan antara pasukan Rasulullah Saw dan pasukan Al-
Harits. Jadi menurut Penulis, terjemahan tersebut sangat baik bila
diterjemahkan sebagai berikut Pertemuan itu berlangsung di sumber air
Muraisi’ sehingga Al-Harits dan para pendukungnya berhasil dikalahkan.”
Buku Atlas Al-Qur’an memberikan informasi atau pesan yang berisikan
kisah-kisah Al-Qur’an, tokoh dan kelompok manusia yang dikisahkan
sebelum umat manusia saat ini hidup dari Nabi Adam hingga perjalanan
Rasulullah Saw, dan nama-nama tempat yang menjadi sejarah. Kisah-kisah di
dalam Al-Qur’an menyangkut kisah yang berpautan dengan peristiwa-
peristiwa yang telah terjadi dan orang-orang yang tidak dapat dipastikan
kenabiannya, seperti kisah orang-orang yang pergi dari kampung
6 M. Abdul Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, (Jakarta: Almahira, 2005), cet. Ke-2, h. 282
xiv
halamannya, yang beribu-ribu jumlahnya karena takut mati dan seperti kisah
Thalut dan Jalut, dua putra Adam, Ashabul Kahfi, Zulkarnain, Qarun, dan
Ashabus Sabti, Maryam, Ashabul Ukhdud, Ashabul Fil dan lain-lain.
Kisah yang berpautan dengan peristiwa-peristiwa terjadi di masa
Rasul saw. Seperti: peperangan badar dan Uhud yang diterangkan di dalam
surat Ali- Imran.7 Sebagai Rasul yang diutus oleh Allah Swt. sebagai
pembawa rahmat untuk umat manusia tidak pernah memulai peperangan dan
beliau berusaha untuk menghindari peperangan agar tidak terjadi
pertumpahan darah di antara manusia. Tapi, jika peperangan tidak mungkin
dihindari, maka beliau akan menempatkan diri paling depan dan tidak pernah
gentar menghadapi musuh. Oleh karena itu, Penulis sangat tertarik untuk
membahas skripsi ini dengan judul pembahasan “Analisis Diksi dalam buku
terjemahan Atlas Al-qur’an karya Syauqi Abu Khalil Versi M. Abdul Ghoffar”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk memudahkan penelitian dan menghindari terlalu melebarnya
jangkauan penelitian, maka dari latar belakang masalah di atas, Penulis
mencoba membatasi penelitian mengenai diksi terjemahan pada bab
peperangan. Adapun perumusan dan pembatasan masalahnya adalah
sebagai berikut:
7Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002), h.192.
xv
1. Apakah akurasi kata yang dipilih oleh penerjemah sesuai dengan
syarat ketepatan dan keserasian diksi?
2. Apa kelemahan dan kelebihan diksi buku terjemahan Atlas Al-
Qur’an
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan masalah yang Penulis kemukakan di atas, maka yang
menjadi tujuan umum penelitian ini adalah membuktikan diksi atau pilihan
kata yang dipergunakan oleh penerjemah.
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini:
1. Mengetahui akurasi kata yang dilakukan oleh penerjemah sesuai
dengan syarat ketepatan dan keserasian diksi
2. Mengetahui kelemahan dan kelebihan diksi buku terjemahan Atlas
Al-Qur’an.
D. Metodolgi Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis meanggunakan metode penelitian
kepustakaan (library research) yang menggunakan buku-buku, dokumen,
majalah, dan surat kabar serta media elektronik atau internet sebagai
rujukan utamanya. Kemudian menjelaskan masalah tersebut dalam kajian
deskriptif. Cara ini secara singkat dapat dijelaskan sebagai suatu
xvi
pendekatan dengan mendeskripsikan atau menguraikan unsur-unsur yang
berkaitan dengan tema yang dimaksud.
Adapun sumber data yang dipergunakan ada dua macam:
Pertama, data primer yaitu semua data yang diperlukan dalam
membantu dan melakukan analisis penulisan skripsi ini. Buku yang dijadikan
rujukan adalah Atlas Al-Qur’an. Kedua, data sekunder yakni sumber-sumber
lain yang mendukung data primer seperti buku Tata Bahasa Indonesia,
Linguistik, Diksi dan Gaya Bahasa dan data lain yang mendukung. Kedua
sumber ini dikumpulkan dan kemudian dilakukan analisis secara dedukatif-
induktif.
Untuk menghindari penulisan yang keliru, maka dalam teknik
penulisan, Penulis sepenuhnya berpedoman pada buku Penulisan Karya
Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) tahun 2007 yang diterbitkan oleh CeQDA
(Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
E. Sistematika Penulisan
BAB I : Diawali dengan pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah
problematika pembahasan yang akan dibahas. Agar pembahasan
tidak terlalu melebar dilakukan pembatasan dan perumusan
masalah, kemudian metode penelitian dan teknik penulisan, tujuan,
xvii
dan kegunaan penelitian yang ditutup dengan sistematika
penulisan.
BAB II : Berisi tentang landasan teori yang cakupannya terdiri dari: Definisi
terjemah, jenis-jenis terjemah, dan syarat-syarat penerjemahan
dan teori diksi meliputi pengertian dan korelasinya dengan makna,
syarat, dan ketepatan diksi dalam kalimat.
BAB III : Berisi tentang biogarafi penerjemah yang meliputi: Gambaran
Umum buku Atlas Al-Qur’an dan biografi penerjemah. Adapun bab
ini merupakan aspek utama dari penelitian ini yang membahas
tentang analisis kemudian diakhiri dengan analisa Penulis.
BAB IV : Adalah penutup yang merupakan jawaban terhadap permasalahan
yang dijelaskan dalam kesimpulan dan ditutup dengan rekomendasi.
xviii
BAB II
PENERJEMAHAN DAN DIKSI
A. Teori Penerjemahan
1. Definisi Penerjemahan
Bidang penerjemahan merupakan sebuah disiplin ilmu yang banyak
diperbincangkan hingga saat ini. Banyak para tokoh penerjemah, baik
nasional maupun internasional yang memberikan sumbangsihnya
dalam pendefinisian. Beragamnya pendefinisian merupakan tanda
bahwa penerjemahan adalah ilmu yang bersifat kompleks namun
fleksibel, tinggal bagaimana seseorang melihat penerjemahan dari
sudut apa? Senikah atau sebuah pekerjaan yang berat dan penuh
dengan dedikasi tinggi?
Translation atau penerjemahan selama ini didefinisikan melalui
berbagai cara dengan latar belakang teori dan pendekatan yang
berbeda. Catford (1965), seperti yang dikutip Rochayah Machali,
menggunakan pendekatan kebahasaan dalam kegiatan penerjemahan
dan ia mendefinisikannnya sebagai “the replacement of textual
material in one language (SL) by equivalent textual material in another
language (TL)” (mengganti bahan teks dalam bahasa sumber dengan
bahan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran). Begitu juga
xix
Newmark (1988), seperti dikutip Rochayah Machali, memberikan
definisi serupa, yaitu: “rendering the meaning of a text into another
language in the way that the author intended the text”
(menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai
dengan yang dimaksudkan pengarang).8 Sedangkan menurut Ibnu
Burdah, penerjemah adalah usaha memindahkan pesan dari teks
berbahasa Arab (teks sumber) dengan padanannya ke dalam bahasa
Indonesia (bahasa sasaran).9 Secara sederhana penerjemahan dapat
diartikan sebagai pemindahan makna teks bahasa asing ke dalam
bahasa sasaran. Sedangkan secara luas penerjemahan diartikan
sebagai “semua kegiatan manusia dalam mengalihkan makna atau
pesan, baik bersifat verbal maupun non-verbal dari suatu bentuk ke
dalam bentuk yang lainnya”.10
Kata dasar terjemah berasal dari bahasa Arab tarjammah yang
maknanya adalah ihwal pengalihan dari satu bahasa ke bahasa yang
lain. Penerjemahan adalah kegiatan mengalihkan secara tertulis pesan
dari teks suatu bahasa (misalnya bahasa Inggris) ke dalam teks
bahasa lain (misalnya bahasa Indonesia).11
8Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah (Jakarta: Gramedia, 2000), h. 5 9Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah, Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab
(Yogyakarta, 2004), h. 9 10Suhendra Yusuf, Teori Terjemah: Pengantar ke Arah Pendekatan Linguistik dan
Sosiolinguistik (Bandung: CV Mandar Maju, 1994), cet ke-1, h. 8 11Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan (Jakarta: Pustaka Jaya, 2006), h. 23
xx
Melalui kegiatan penerjemahan, seorang penerjemah
menyampaikan kembali isi sebuah teks dalam bahasa lain.
Penyampaian ini bukan sekedar kegiatan penggantian, karena
penerjemah dalam hal ini melakukan kegiatan komunikasi baru melalui
hasil kegiatan komunikasi yang sudah ada (yakni dalam bentuk teks),
tetapi dengan memperhatikan aspek-aspek sosial ketika teks baru itu
baru tersebut, penerjemah melakukan upaya membangun “jembatan
makna” antara produsen teks sumber (TSu) dan pembaca teks
sasaran (TSa).12
2. Jenis-jenis Terjemah
Dalam kegiatan penerjemahan ada sebelas jenis penerjemahan.
Nababan13dalam bukunya “Teori Menerjemah bahasa Inggris”
mengemukakan sepuluh jenis penerjemahan sebagai berikut:
a. Word for Word Translation
Word for Word Translation (penerjemahan kata demi kata) adalah
suatu jenis penerjemahan yang pada dasarnya masih sangat terkait pada
tatanan kata. Dalam melakukan tuganya, penerjemah hanya mencari
padanan kata bahasa sumber (BSu) dalam bahasa sasaran (BSa), tanpa
mengubah susunan kata dalam terjemahannya. Misalnya
12Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 6 13Rudolf Nababan, Teori Menerjemah Bahasa Inggris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999),
h. 30-34
xxi
أمسأحمدأين الكتاب الذي اشتراه
Artinya Di mana kitab yang membelinya Ahmad kemarin?14
b. Literal Translation
Literal Translation (penerjemah harfiah) adalah penerjemahan yang
mula-mula dilakukan seperti penerjemahan kata demi kata, tetapi
kemudian penerjemah menyesuaikan susunan kata dalam kalimat
terjemahannya yang sesuai dengan kata dalam kalimat bahasa sasaran.
Contohnya:
يشتري التاجر الحاصالت الزراعية
Artinya: Pedagang membeli hasil pertanian.15
c. Free Translation
Dalam jenis terjemahan ini, penulis mengutip pendapat dari
Nurachman Hanafi, dalam bukunya Teori dan Seni Menerjemahkan,
ia menulis bahwa penerjemahan bebas itu bukan berarti
penerjemah boleh menerjemahkan sekehendak hatinya, sehingga
esensi terjemahan itu hilang. Bebas disini berarti penerjemah
dalam menjalankan misinya tidak terlalu terikat oleh bentuk
14Rofi’i, Dalil fi al-Tarjamah; Bimbingan Tarjamah Arab-Indonesia (Jakarta: Persada Kemala, tt), h. 2
15Rofi’i, Dalil fi al-Tarjamah; Bimbingan Tarjamah (Jakarta: Persada Kemala, tt), h. 1
xxii
maupun struktur kalimat yang terdapat pada naskah bahasa
sumber. Ia boleh melakukan modifikasi kalimat dengan tujuan agar
pesan atau maksud penulis naskah mudah dimengerti oleh
pembacanya. Penerjemahan bebas tidak sama dengan penyaduran
pesan. Dalam terjemahan bebas harus tetap setia pada pesan yang
terkandung dalam bahasa sumber. Sedangkan dalam saduran
dimungkinkan terjadi pengubahan atau penggantian hal-hal
tertentu seperti nama pelaku, tempat, dan waktu kejadian.
Misalnya
Contoh:
جميع ما ينشر فى المجلة يعبر عن رأى آتابها وال عن رأى المجلة -بالضرورة–يعبر
Artinya: Isi di luar tanggung jawab percetakan.16
d. Penerjemahan Dinamik
Penerjemahan dinamik disebut juga penerjemahan wajar.
Amanat bahasa sumber dialihkan dan diungkapkan dengan
ungkapan-ungkapan yang lazim dalam bahasa sasaran. Segala
sesuatu yang berbau asing atau kurang bersifat alami, baik dalam
katanya dengan konteks budaya ataupun dalam pengungkapannya
dalam bahasa sasaran sedapat mungkin dihindari. Penerjemah tipe
16Moh. Mansyur dan Kustiawan, Pedoman bagi Penerjemah Arab-Indonesia, Indonesia-Arab (Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2002), h. 17
xxiii
ini sangat mengutamakan amanat dan juga sangat memperhatikan
kekhususan bahasa sasaran. Misalnya:
فإناخلقناآم من تراب ثم من نطفة ثم من علقة ثم مضغة
Artinya: Maka sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dari
tanah kemudian dari egumpal darah kemudian dari segumpal
daging.17
e. Pragmatic Translation
Penerjemahan ini mengacu pada pengalihan amanat dengan
mementingkan ketetapan penyampaian informasi dalam bahasa
sasaran yang sesuai dengan informasi yang terdapat dalam bahasa
sumber. Penerjemahan ini begitu memperhatikan aspek bentuk
estetik bahasa sumber. Contoh:
المال الحرام ال بدوم
Artinya: Harta haram tak akan bertahan lama.18
f. Esthetic Poetic Translation
17M. Syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan, h.21 18Syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan, h.17
xxiv
Dalam penerjemahan estetik puitik penerjemah tidak hanya
memusatkan perhatiannya pada masalah penyampaian informasi
tetapi juga masalah kesan, emosi dan perasaan, dengan
mempertimbangkan keindahan bahasa sasaran. Itulah sebabnya
penerjemahan estetik puitik disebut juga penerjemahan sastra,
seperti terjemahan puisi, prosa, dan drama yang menekankan
emosi dan gaya bahasa. Contoh:
بكاد سنابرقه يذهب باألبصار...
Artinya: dia hamper kilauan kilatnya dia pergi dengan mata-
mata kilauan kilat awan hamper-hampir menghilangkan
penglihatan.19
g. Penerjemahan Etnografik
Dalam penerjemahan etnografik, seseorang penerjemah
berusaha menjelaskan budaya bahasa sumber dalam bahasa
sasaran. Misalnya:
حينما أنار نا بدرنا
Artinya: Selama bulan purnama menyinari kami20
19Ibid, h. 18 20M. Syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan, h. 16
xxv
h. Penerjemahan Linguistik
Penerjemahan linguistik adalah penerjemahan yang hanya
berisi informasi linguistik yang implisit dalam bahasa sumber yang
dijadikan eksplisit dan dalam perubahan bentuk dipergunakan
transformasi balik analisis komponen makna.
i. Penerjemahan Komunikatif
Penerjemahan berupaya memberikan makna kontekstual
bahasa sumber yang tepat, sehingga isi dan bahasanya dapat
diterima dan dimengerti oleh pembaca. Contoh:
ساعتينمات زوج فاطمة قبل
Artinya Suami Fatimah meninggal dunia dua jam yang lalu.21
j. Penerjemahan Semantik
Penerjemahan ini terfokus pada pencarian padanan pada
tatanan kata dengan tetap terikat pada budaya bahasa sumber.
Sementara Rochaya Machali menjelaskan mengenai penerjemahan
kesenistraan sebagai berikut,22penerjemahan kesenisastraan adalah
penerjemahan untuk kesenian dan kesusastraan, seperti
penerjemahan puisi, drama (opera), cerita bergambar, dan film. Dalam
penerjemahan ini, penerjemah biasanya amat setia pada bahasa
21Moh. Mansyur, Pedoman bagi Penerjemah Arab-Indonesia, Indonesia-Arab , h. 47 22Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 50
xxvi
sumber, selain itu tentu saja pada kandungan pesan naskah sumber
serta kesan yang ditimbulkan oleh naskah tersebut. Penerjemah
dituntut untuk mampu mengungkapkan nuansa dan getar-getar rasa
yang tertuang dalam bahasa sumber, biasanya dikemas dalam bahasa
tersirat; sehingga wajarlah kalau masyarakat berpendapat bahwa
tidak semua orang dapat melakukan penerjemahan jenis ini karena
keterbatasan kemampuan yang dimilikinya. Contohnya:
ومن يتبدل الكفر بااليمان فقد ضل سوآء السبيل
Artinya Barangsiapa mengambil kekufuran sebagai pengganti
keimanan, ia tersesat dari jalan yang benar (QS. Al-Baqarah: 108).23
3. Syarat-syarat Penerjemahan
Setiap penerjemah harus memiliki norma-norma yang tidak boleh
dilanggar oleh penerjemah, kendati dia bebas memilih sarana yang
satu, maupun yang lain dalam melakukan kegiatan terjemahan.
Adapun syarat-syarat penerjemahan menurut Eugene A. Nida seperti
yang dikutip Nurohman Hanafi sebagai berikut:24
23Moh. Mansyur, Pedoman bagi Penerjemah Arab-Indonesia, Indonesia-Arab, h. 112 24Hanafi, Teori dan Seni Menerjemahkan, h. 22
xxvii
a. Seorang penerjemah harus mengenal materi dan kecakapan
mengungkapkan dalam bahasa penerima.
b. Seorang penerjemah harus mengetahui bermacam ilmu disiplin
ilmu, walau tidak begitu mendalam. Sebab ini akan memberikan
daya bayang untuk mengerti materi secara garis besar.
c. Penerjemah harus benar-benar menguasai bahasanya sendiri
dan mengikuti perkembangannya. Hal ini berakibat fatal jika
seorang penerjemah hanya cenderung menggunakan kata-kata
yang ketinggalan zaman. Selain itu pula, Nida menambahkan satu
hal lagi guna perlunya kecakapan dengan pengeatahuan Cross
Cultural Understanding, yakni mengenal persamaan dan
perbedaan dari dua bahasa yang terlihat.
B. Teori Diksi
1. Pengertian Diksi dan Korelasi dengan Makna
a. Pengertian Diksi
Diksi atau yang lazim disebut pemilihan kata dalam ilmu bahasa,
sesungguhnya memiliki jangkauan makna atau maksud yang jauh
lebih luas daripada sekedar rangkaian kata-kata atau salinan kata-
kata dalam praktik berbahasa dan bertutur sapa. Diksi tidak
xxviii
semata-mata berurusan dengan valensi kata, maksudnya sebuah
kata dan keberterimaan/kelaziman dari kata tertentu manakala dia
harus hadir dalam lingkungan kata-kata lain pada sebuah kalimat
atau tuturan.25contoh, dia akan maju presentasi, itu jelas-jelas
berterima, sedangkan bentuk akan dia meja sama sekali tidak
berterima. Karena, susunan kolokasi kata pada bentuk yang kedua
sama sekali tidak membolehkannya terjadi. Pertama, diksi
mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk
menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk
pengelompokkan kata-kata yang tepat, dan gaya mana yang paling
baik digunakan dalam situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah
kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari
gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk
menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nila
rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan
kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa
sejumlah besar kata-kata atau pembendaharaan kata bahasa itu.26
Dalam kamus Bahasa Indonesia (1998) diksi berarti pemilihan kata
yang bermakna tepat dan selaras (cocok penggunaannya) untuk
mengungkapkan gagasan dengan pokok pembicaraan, peristiwa,
dan khalayak pendengar dan pembaca. Dalam kamus Bahasa
25Kunjana Rahardi, Seni Memilih Kata, Peranti dan Strategi Komunikasi Profesional Efektif dalam Wahana Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara, 2007), h. 11
26Ibid, h. 24
xxix
Indonesia kontemporer diksi berarti pilihan kata; penggunaan kata
yang sesuai dalam penyampaian suatu gagasan dengan tema
pembicara, peristiwa, atau pemirsa.27
Diksi menurut Kridalaksana (1993) adalah pilihan kata dan
kejelasan tepat untuk memperoleh efek tertentu dalam pembicara
di depan umum atau karang mengarang.28
Jadi, diksi adalah pilihan kata yang tepat dengan menggunakan
kata-kata yang jelas sehingga pembaca dan pendengar dapat
memahami.
b. Korelasi dengan Makna
Ketepatan pilihan kata mencerminkan kemampuan sebuah kata
untuk memberikan makna-makna yang tepat pada imajinasi
pembaca atau pendengar. Seperti yang dipikirkan atau dirasakan
oleh penulis atau pembicara. Demikian, pemilihan kata sangat
berkaitan dengan makna kosa kata seseorang.
Kesalahan penulis atau pembicara dalam pilihan kata akan
berakibat berubah makna yang diterima oleh pembaca atau
pendengar. Sehingga pesan yang disampaikan tidak dapat
27Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Medan English Press, 2002), h. 354
28Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1993), h. 44
xxx
tersalurkan, bahkan memungkinkan adanya kesalahpahaman.
Makna kata dapat menimbulkan reaksi pada orang yang
mendengar atau membaca. Reaksi yang timbul itu dapat terwujud
“pengertian” atau “tindakan”. Dalam berkomunuikasi kita tidak
hanya berhadapan dengan suatu rangkaian kata yang mendukung
suatu rangkaian kata yang mendukung suatu amanat. Pembaca
atau pendengar yang berlainan akan mempengaruhi pula pilihan
kata dan cara penyampaian amanat tersebut.
2. Syarat dan ketepatan Diksi
Ketepatan diksi dalam wahana komunikasi dan interaksi
profesional, sesungguhnya mempersoalkan ihwal kesanggupan
sebuah kata untuk memunculkan gagasan-gagasan yang tepat dalam
benak dan pikiran pembaca atau pendengarnya, seperti apa yang
dipikirkan penulis atau pembicaranya. Karena ketepatan adalah
kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang sama
pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dipikirkan atau
dirasakan oleh penulis atau pembicara. Bahwa kata yang dipakai
sudah tepat akan tampak dari reaksi selanjutnya, baik berupa aksi
verbal maupun berupa aksi non-verbal dari pembaca atau pendengar.
Seperti yang dikutip Kunjana Rahardi, syarat dan ketepatan diksi
adalah:
xxxi
1. Seorang komunikator harus cermat dalam membedakan makna
denotatif dan makna konotatif dalam sebuah kata.
2. Seorang komunikator harus cermat membedakan makna kata-kata
yang hampir bersinonim.
3. Seorang komunikator harus membedakan makna atau arti kata
dengan cermat dan tepat, terutama untuk kata-kata yang mirip
sekali bentuk bentuk ejaannya.
4. Seorang komunikator tidak boleh menafsirkan makna kata secara
subjektif berdasarkan pendapat sendiri.
5. Seorang komunikator juga harus dapat menggunakan kata-kata
idiomatik berdasarkan susunan yang benar.
6. Seorang komunikator harus dapat menggunakan kata-kata umum
dan kata-kata khusus dengan secara cermat dan tepat.
7. Seorang komunikator harus mampu menggunakan kata yang
berubah maknanya dengan cermat.
8. Seorang komunikator harus cermat menggunakan kata-kata yang
bersinonim.
9. Seorang komunikator harus mampu menggunakan dengan cermat
kata-kata yang berhomofoni.
xxxii
10. Seorang komunikator harus mampu menggunakan dengan cermat
kata-kata yang berhomografi.
11. Seorang komunikator yang baik harus menggunakan kata-kata
abstrak dan kata-kata konkret dengan cermat dan tepat.29
Menurut Gorys Keeraf, syarat-syarat ketepatan diksi sebagai
berikut:
1. Membedakan secara cermat denotasi dari konotasi. Dari dua kata
yang mempunyai makna yang mirip satu sama lain ia harus
menetapkan mana yang akan dipergunakannya untuk mencapai
maksudnya.
2. Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim.
Kata-kata yang bersinonim tidak selalu memiliki distribusi yang
saling melengkapi. Sebab itu, penulis atau pembicara harus
berhati-hati memilih kata dari sekian sinonim yang ada untuk
menyampaikan apa yang diinginkannya, sehingga tidak timbul
interpretasi yang berlainan.
3. Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaanya. Bila penulis
tidak mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaanya itu, maka
akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu salah paham.
29Rahardi, Seni Memilih Kata:, h. 43-53
xxxiii
Kata-kata yang mirip dalam tulisannya itu misalnya: bahwa-bawah-
bawa, interferensi-inferensi, karton-kartun, dan sebagainya.
4. Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri. Bahasa selalu tumbuh dan
berkembang sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat.
Perkembangan bahasa pertama-tama tampak dari pertambahan
jumlah kata baru.
5. Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, terutama kata-
kata asing yang mengandung akhiran asing tersebut. Perhatikan
penggunaan: favorable-favorit, idiom-idiomatik, progres-
progresif, dan sebagainya.
6. Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara
idiomatis: ingat akan bukan ingat terhadap; berharap, berharap
akan, mengharapkan bukan mengharap akan; berbahaya,
berbahaya bagi.
7. Untuk menjamin ketepatan diksi, penulis atau pembicara harus
membedakan kata umum dan kata khusus. Kata khusus lebih
tepat menggambarkan sesuatu daripada kata umum. Misalnya,
kata merah merupakan sebuah istilah umum akan tetapi, kata ini
xxxiv
mencakup sejumlah istilah yang lebih khusus seperti: merah darah,
merah jambu, merah muda, dan sebagainya.30
8. Mempergunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang
khusus.
Suatu jenis pengkhususan dalam memilih kata-kata yang tepat
adalah penggunaan istilah-istilah yang menyatakan pengalaman-
pengalaman yang diserap oleh pancaindria, yaitu serapan indria
penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman.
Karena kata-kata ini menggambarkan pengalaman manusia melalui
pancaindria yang khusus. Misalnya, kita berbicara tentang merdu
yang seharusnya bertalian dengan pendengaran, sedangkan kata
sedap bertalian dengan perasa.31 Tetapi sering pula terjadi bahwa
suara yang seharusnya bertalian dengan pendengaran disebut
juga sedap.
Contoh:
Makanan ini sedap sekali.
Suaranya sedap sekali.
9. Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata
yang sudah dikenal.
30Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 90 31Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 94
xxxv
Ketepatan suatu kata untuk mewakili suatu hal, barang atau
orang, tergantung pula dari maknanya, yaitu relasi antara bentuk
(istilah) dengan pengarahannya (referennya). Tetapi, kenyataan
lain yang juga dihadapi oleh setiap pemakai bahasa adalah bahwa
makna kata tidak selalu besifat statis. Dari waktu ke waktu, makna
kata-kata dapat mengalami perubahan sehingga akan
menimbulkan kesulitan-kesulitan baru bagi pemakai yang telalu
bersifat konserfatif. Sebab itu, untuk menjaga agar pilihan kata
selalu tepat, maka setiap penutur bahasa harus selalu
memperhatikan perubahan-perubahan makna yang terjadi.
Sering perubahan makna berjalan begitu cepat sampai sukar
diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat. Sebelum Perang Dunia II
kata daulat dengan arti: 1. bahagia, berkat kebahagian, misalnya
Daulat tuanku; biasanya dipakai terhadap raja-raja atau sultan-
sultan. 2. Mempunyai kekuasaan tertinggi, misalnya penyerahan
kedaulatan Republik Indonesia; Negara Republik Indonesia yang
merdeka dan berdaulat. Tetapi selama revolusi fisik menentang
penjajahan Belanda, kata daulat dipakai degan arti yang agak lain
yaitu merebut hak dengan tidak sah, memecat dengan paksa;
misalnya, tanah-tanah perkebunan Belanda banyak yang didaulat
oleh rakyat; Bupati didaulat oleh rakya setempat karea bekerja
xxxvi
sama dengan imperalis32. Sesudah revolusi, arti itu menjadi pudar
dan tidak kedengaran lagi dewasa ini. Sebab itu, arti yang ketiga
tidak memenuhi syarat bersifat nasional dan tidak terkenal. Karena
tidak bersifat nasional dan tidak terkenal maka segera hilang dari
pemakaian.
10. Memperhatikan kelangsungan pilihan kata.
Kelangsungan pilihan kata adalah teknik memilih kata yang
sedemikian rupa, sehingga maksud atau pikiran seoarang dapat
disampaikan secara tepat dan ekonomis.
Ketepatan dan keakuratan kata dalam hal diksi akan dapat
dijamin dan tidak akan menimbulkan salah paham apa yang
dirasakan oleh penulis atau pembicara karena, pembicara atau
penulis berusaha secermat mungkin memilih kata untuk mencapai
maksud yang dikehendakinya.
3. Diksi Dalam Kalimat
Penggunaan diksi atau pilihan kata untuk menimbulkan ide yang
tepat dan jelas pada pembaca atau pendengar, tidak hanya dilakukan
pada susunan kata akan tetapi dapat dilakukan pada tataran kalimat,
sehingga menjadi kalimat yang jelas dan efektif. Kalimat efektif adalah
kalimat yang secara tepat dapat mewakili ide pembicara atau penulis
32Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, h. 96
xxxvii
dan sanggup menimbulkan ide yang sama tepatnya dengan pikiran
pendengar atau pembaca.33Dengan kalimat efektif seorang
penerjemah dapat menyampaikan pesan-pesan dari bahasa sumber
(BSu) ke bahasa sasaran (BSa) secara jelas. Untuk mencapai
keefektifan kalimat, kalimat efektif harus memenuhi tujuh syarat
berikut, yakni:34
1) Kesepadanan dan Kesatuan Gagasan
Kesepadanan artinya antara pikiran atau perasaan (ide) sama
dengan kalimat yang diucapkan atau ditulis. Kesatuan gagasan
artinya bahwa sebuah kalimat harus utuh mengandung satu ide
pokok atau satu pikiran (tidak menimbulkan salah paham).
Biasanya jika sepadan dengan pikiran dan perasaan, kalimat
dengan sendirnya akan memiliki kesatuan gagasan. Misalnya,
Contoh:
a) Pembangunan gedung sekolah baru pihak yayasan dibantu oleh
bank yang memberikian kredit. (terdapat subjek ganda dalam
kalimat tunggal).
b) Dalam pembangunan sangat berkaitan dengan stabilitas politik.
(memakai kata depan yang salah sehingga gagasan kalimat
menjadi kacau).
33Ramlan A. Gani. Mahmudah Fitriyah, Pembinaan Bahasa Indonesia, (Jakarta: UIN Press, 2007), h. 106
34Gani dan Fitriyah, Pembinaan Bahasa Indonesia, h. 107-122
xxxviii
Kalimat-kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut:
a) Pihak yayasan dibantu oleh bank yang memberi kredit untuk
membangun gedung sekolah baru.
b) Pembangunan sangat berkaitan dengan stabilitas politik.35
Menurut Zaenal Arifin, Kesatuan atau kesepadanan kalimat
memiliki beberapa ciri, seperti yang tercantum di bawah ini:
1. Kalimat itu tidak mempunyai subjek dan predikat dengan jelas.
Ketidakjelasan subjek atau predikat suatu kalimat tentu saja
membuat kalimat itu tidak efektif. Kejelasan dengan
menghindarkan pemakaian kata depan di, dalam, bagi, untuk,
pada, sebagai, tentang, mengenai, menurut, dan sebagainya
yang ada di depan subjek.
Contoh:
a) Bagi semua Mahasiswa perguruan ini harus membayar uang
kuliah. (salah)
b) Semua Mahasiswa Perguruan ini harus membayar uang
kuliah. (benar)
2. Tidak terdapat subjek yang ganda.
Contoh:
35Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia Untuk Mahasiswa Non Jurusan Bahasa, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2007), h. 147
xxxix
a) penyusunan laporan itu saya dibantu oleh para guru.
b) Masalah itu saya kurang paham.
Kalimat-kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut:
a) Dalam penyusunan laporan itu, saya dibantu oleh para guru.
b) Masalah itu bagi saya kurang jelas.
3. Kata penghubung intrakalimat tidak dipakai pada kalimat
tunggal
Contoh:
a) Ayahku membaca koran. Sedangkan Adik membaca buku
pelajaran
b) Buat saya datang terlambat. Sehingga saya tidak dapat
mengikuti matakuliah pertama.
Kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut:
a) Ayahku membaca koran, sedangkan Adik membaca buku
pelajaran.
b) Saya datang agak terlambat sehingga saya tidak dapat
mengikuti matakuliah pertama.
4. Predikat kalimat tidak didahului oleh kata yang
a) Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu.
b) Sekolah kami yang terletak di depan bioskopvGunting.
Perbaikannya sebagai berikut:
xl
a) Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Melayu.
b) Sekolah kami terletak di depan bioskop Gunting.36
2) Kepaduan (koherensi)
Yang dimaksud dengan koherensi adalah hubungan yang padu
(koheren) antar unsur kalimat. Satu unsur dengan unsur yang lain
tidak boleh diselingi sebuah kata yang tidak penting dan letak kata
dalam kalimat tidak boleh dipertukarkan. Yang termasuk unsur
pembentuk kalimat adalah kata, frase, klausa, serta tanda baca
yang membentuk S-P-O-Pel-Ket dalam kalimat.
Contoh:
a) Kepada setiap pengemudi mobil harus memiliki surat izin
mengemudi. (tidak mempunyai subjek/subjeknya tidak jelas).
b) Saya punya rumah baru saja diperbaiki. (struktur kalimat tidak
benar/kacau).
c) Tentang kelangkaan pupuk mendapat keterangan para petani.
(unsur S-P-O tidak berkaitan erat).
d) Yang saya sudah sarankan kepada mereka adalah merevisi
anggaran itu proyek. (salah dalam pemakaian kata dan frase).
Kalimat-kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut:
36E.Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2006), h. 100-102
xli
a) Setiap pengemudi mobil harus memiliki surat izin mengemudi.
b) Rumah saya baru saja diperbaiki.
c) Para petani mendapat keterangan tentang kelangkaan pupuk.
d) Yang sudah saya sarankan kepada mereka adalah merevisi
anggaran proyek itu.37
3) Keparalelan
Yang dimaksud dengan keparalelan atau kesejajaran adalah
kesamaan unsur-unsur yang digunakan secara konsisiten dalam
satu kalimat. Umpamanya dalam sebuah perincian, jika unsur
pertama menggunakan verba, unsur kedua dan seterusnya juga
harus verba. Jika unsur pertama berbentuk nomina, bentuk
berikutnya juga harus nomina. Jika menggunakan aktif, yang lain
juga harus aktif. Demikian pula senbaliknya.
Contoh:
a) Kegiatan di perpustakaan meliputi pembelian buku, membuat
katalog, dan buku-buku diberi label.
b) Kakakmu menjadi dosen atau sebagai pengusaha?
c) Demikianlah agar Ibu maklum, dan atas perhatiannya saya
ucapkan terima kasih.
Kalimat-kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut:
37Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h. 148
xlii
a) Kegiatan di perpustakaan meliputi pembelian buku, pembuatan
katalog, dan pelabelan buku.
b) Kakakmu menjadi dosen atau menjadi pengusaha?
c) Demikianlah agar Ibu maklum, dan atas perhatian Ibu, saya
ucapkan terima kasih.38
4) Ketepatan
Yang dimaksud dengan ketepatan adalah kesesuaian atau
kecocokan pemakaian unsur-unsur yang membangun suatu
kalimat sehingga terbentuk pengertian yang bulat dan pasti.39
Contoh:
a) Karyawan teladan itu memang tekun bekerja dari pagi sehingga
petang. (salah dalam pemakaian kata sehingga)
b) ....bukan saya yang tidak mau, namun dia yang tidak suka.
(salah memilih kata namun sebagai pasangan kata bukan)
c) Manajer saya memang orangnya pintar. Dia juga bekerja
dengan dedikasi tinggi terhadap perusahaan. Namun demikian,
dia...(salah dalam pemberian frase namun demikian)
Kalimat-kalimat di atas tidak memperhatikan faktor ketepatan
maka, kalimat yang tepat adalah:
38Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h. 149 39Ibid, h. 149
xliii
a) Karyawan teladan itu memang tekun bekerja dari pagi sampai
petang.
b) ...bukan saya yang tidak mau, malainkan dia yang tidak suka.
c) Manajer saya memang orangnya pintar. Dia juga bekerja
dengan dedikasi tinggi terhadap perusahaan. Walaupun
demikian, dia...40
5) Kehematan
Yang dimaksud dengan kehematan adalah penggunaan kata
atau frase yang tidak perlu. Hemat di sini berarti tidak memakai
kata-kata mubazir, tidak mengulang subjek; tidak menjamakkan
kata yang sudah berbentuk jamak. Dengan hemat kata, diharapkan
kalimat menjadi padat berisi. Ada beberapa kriteria yang perlu
diperhatikan, antara lain:41
1) Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghilangkan
pengulangan subjek ganda.
Contoh:
a) Karena ia tidak diundang, dia tidak datang ke tempat itu.
b)Hadirin serentak berdiri setelah mereka mengetahui bahwa
presiden datang.
Kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut:
40Finoza, Komposisi Bahasa Indonesi, h. 150 41Arifin dan Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, h. 104
xliv
a) Karena tidak diundang, dia tidak datang ke tempat itu.
b) Hadirin serentak berdiri setelah mengetahui bahwa
presiden datang.42
Adapun Contoh lain:
a) Saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri
mahasiswa itu belajar seharian dari pagi sampai petang.
b) Dalam pertemuan yang mana hadir Wakil Gubernur DKI
dilakukan suatu perundingan yang membicarakan tentang
perpakiran.
c) Agar supaya Anda dapat memperoleh nilai ujian yang baik
Anda harus belajar dengan sungguh-sungguh.
Kalimat-kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut:
a) Saya melihat sendiri mahasiswa itu belajar seharian.
b) Dalam pertemuan yang dihadiri Wakil Gubernur DKI
dilakukan perundingan perpakiran.
c) Agar Anda dapat memperoleh nilai ujian yang baik,
belajarlah sungguh-sungguh.43
2) Pemakaian superkoordinat pada hiponim kata. Misalnya,
Kata mawar sudah mencakup bunga
Kata Elang sudah mencakup burung
42Arifin dan Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tingg, h. 104 43Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h. 151
xlv
Contoh dalam kalimat:
a) Ia memetik bunga mawar.
b) Kemana burung Elang itu terbang?.
Kalimat itu dapat diperbaiki menjadi:
a) Ia memetik Mawar
b) Kemana Elang itu pergi?
3) Penggunaan bentuk panjang yang salah, misalnya,
a) Kamu janganlah membuat kotor kelas ini dengan kotoran
kambing itu.
b) Dosen itu memberikan teguran kepada mahasiswa yang
sering tidak masuk kuliah.
c) Persoalan sepele itu jangan dibuat menjadi besar.
Lebih hemat:
a) Kamu jangan mengotori kelas ini dengan kotoran kambing
itu!
b) Dosen menegur mahasiswa yang sering tidak masuk kuliah.
xlvi
c) Persoalan sepele jangan dibesarkan.44
4) Penjamakkan kata yang sudah jamak.
a) Para murid-murid (tidak baku)
b) Beberapa orang-orang (tidak baku)
Lebih hemat:
a) Para murid (baku)
b) Beberapa orang (baku).
5) Pengunaan saling+verba resiprokal, misalnya
a) Menjelang berpisah, kedua orang itu saling bersalaman dan
saling bermaafan.
b) Anak-anak itu saling berkelahi satu sama lain sehingga luka
parah.
Lebih hemat:
a) Menjelang berpisah, kedua orang itu saling menyalami dan
saling memaafkan.
b) Anak-anak itu berkelahi sehingga luka parah.
6) Penggunaan sinonim dalam satu kalimat, misalnya
a) Hanya ini saja yang dapat kuberikan padamu.
44Gani dan Fitriyah, Pembinaan Bahasa Indonesia, h. 113
xlvii
b) Jangankan manusia, kucing saja sangat sayang sekali
kepada anaknya.
Lebih hemat:
a) Ini saja yang dapat kuberikan padamu.
Hanya ini yang dapat kuberikan kepadamu.
b) Jangankan manusia, kucing saja sangat sayang kepada
anaknya.
Jangankan manusia, kucing saja sayang sekali kepada
anaknya.45
6) Kelogisan
Yang dimaksud dengan kelogisan ialah kemampuan sebuah
kalimat untuk menyatakan sesuatu sesuai dengan logika. Dalam hal
ini juga menuntut adanya pola pikir yang sistematis (teratur dalam
penghitungan angka dan penomoran).
Contoh:
a) Kambing sangat senang bermain hujan. (padahal kambing
tergolong binatang antiair).
45Gani dan Fitriyah, Pembinaan Bahasa Indonesia, h. 115
xlviii
b) Karena lama tinggal di asrama putra, anaknya semua laki-laki.
(tidak ada hubungan tinggal di asrama putra dengan
mempunyai anak laki-laki).46
7) Penekanan atau ketegasan
Penekanan atau ketegasan ialah peninjilan pada pokok kalimat.
Ada beberapa cara untuk memberikan penonjolan yaitu:
1) Mengubah fungsi kata dalam kalimat, misalnya:
a) Sungguh anggun gadis yang berkerudung putih itu. (yang
ditekankan adalah predikat yaitu anggun).
b) Masjid itu baru didirikan pada tahun 1417 M oleh alim ulama
setempat. (yang ditekankan adalah subjek penderita yaitu
masjid).
2) Menggunakan klimaks atau anti klimaks misalnya:
a) Jangankan melaksanakan salat sunat, salat wajib saja dia
tinggalkan.
b) Jangankan cuma ongkos umrah, ongkos haji pun akan
kuberikan.
c) Jangankan dua kali, sekali pun dia belum pernah datang
untuk bersilaturrahmi ke rumahku.
46Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h. 152
xlix
3) Menggunakan tahapan yang logis, misalnya:
a) Kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan akan pangan,
sandang, dan papan.
b) Lebaran tahun lalu, kami sekeluarga membeli tiket pergi-
pulang pesawat Sriwijaya Air jurusan Tanjung pandan-
Jakarta.
4) Menggunakan partikel penegas, misalnya:
a) Kami datang, dia pun datang.
b) Bukan hanya kami, saudara pun ikut berbuat salah.47
47Gani dan Fitriyah, Pembinaan Bahasa Indonesia, h. 115
l
BAB III
GAMBARAN UMUM BUKU ATLAS AL-QUR’AN DAN BIOGRAFI
M. ABDUL GHOFFAR
A. Gambaran Umum Buku Terjemahan Atlas Al-Qur’an
Sejarah adalah sebuah segmen yang penting dalam Al-Qur’an hal ini
dibuktikan melalui isi kandungan Al-Qur’an yang di dalamnya banyak
menyangkut epik sejarah, baik yang terjadi pada masa lalu maupun saat
Al-Qur’an menunjukkan bahwa pengungkapan kisah tersebut mempunyai
bobot yang cukup potensial untuk dijadikan pelajaran yang sangat
berharga dalam mendidik dan membimbing manusia pada perilaku yang
lebih baik dari masa silam.
Al-Qur’an yang merupakan kitab suci umat Islam, memberikan
pengetahuan kepada umatnya untuk mempelajari dan menghayati makna
dan isinya. Al-Qur’an yang bukan saja menetapkan hukum-hukum syariat,
di dalamnya juga menceritakan kejadian-kejadian nabi-nabi terdahulu dan
sebagainya. Kejadian yang disampaikan Al-Qur’an kepada umatnya itu
memang benar terjadi dan nyata.
Di dunia Islam, para ahli tafsir dan para cendikiawan muslim menulis
sejarah yang pernah terjadi pada saat manusia (Adam dan Siti Hawa)
tinggal di bumi hingga sejarah Nabi Muhammad Saw. Tetapi, mereka
li
hanya menulis buku-buku ensiklopedi atau kamus bahasa yang khusus
memuat nama-nama tempat tapi, itu semua tidak cukup tanpa adanya
letak dan peta yang menggambarkan tempat-tempat misalnya buku az-
Zamakhsyari yang berjudul, Al-Jibal wal Amkinah wal Miyaah, dan buku al-
Fariq Yahya Abdullah al-Ma’lami yang berjudul, Al- A’laam fii Al-Qur’an al-
karim.48
Buku Atlas Al-Qur’an adalah sebuah buku yang menyajikan kisah Al-
Qur’an yang ditulis secara singkat dan sekaligus dilengkapi dengan peta
tempat kejadian itu terjadi. Buku Atlas Al-Qur’an yang diterjemahkan oleh
Abdul Ghoffar memberikan pembuktian kebenaran berbagai fakta
sejarah dan kejadian serta keberadaan umat-umat terdahulu yang
disampaikan oleh Al-Qur’an. Pembuktian ini diperkuat lagi oleh atlas yang
memperjelas letak dan posisi tempat kejadian, tempat tinggal suatu kaum
dan berbagai peristiwa penting seperti gunung Baudza yang merupakan
tempat pertama kali Adam diturunkan, Asqhelon, tempat di mana nabi
Sulaiman as. dulu mendengarkan percakapan sekawan semut dan
kejadian penting yang tidak sempat diabadikan sehingga membantu dan
mempermudah umat Islam untuk mengetahui dan memahami Al-Qur’an
lebih mendalam sekaligus meyakini kebenaran apa yang dikandungnya.
Kitab ini ditulis oleh Dr. Syauqi Abdul Khalil pada tanggal 12 September
tahun 2000 yang diterbitkan oleh penerbit Darul Fikr, Damaskus.
48Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 1-2
lii
B. Biografi M. Abdul Ghoffar
M. Abdul Ghoffar lahir di Tuban pada tanggal 14 Februari 1971. Dia
memulai pendidikan dasarnya di Madrasah Ibtidaiyah Darul Huda (1978-
1984), Tuban Jawa Timur. Setelah lulus, dia lalu melanjutkan pendidikan
menengahnya di Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo (1984-
1990), Jawa Timur. Pada tahun 1991, dia berangkat ke Jakarta, untuk
melanjutkan pendidikan dan diterima di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam
dan Arab (LIPIA). Pada tahun 1998, dia meraih gelar S.H. (S-1) pada
Fakultas Hukum, Universitas Ibnu Chaldun, Jakarta.
Dalam bidang penerjemahan, dia sudah mulai menerjemahkan buku
Atlas Al-Qur’an pada bulan Oktober 2006 cetakan pertama dan selain itu,
ia banyak menerjemahkan di berbagai penerbit dengan ratusan buku hasil
terjemahan sejak tahun 1990. Selain menerjemahkan, saat ini menjabat
sebagai Direktur Almahira, penulis dan editor di penerbit Almahira dan PT
Rajagrafindo Persada.
Menurut dia, kitab ini merupakan kitab yang sangat bagus untuk
diterjemahkan agar para pembaca dapat mengetahui kejadian-kejadian
yang terjadi pada masa silam yang termuat di dalam Al-Qur’an beserta
letak-letak kejadian tersebut.
Adapun karya terjemahannya yang bisa Penulis sebutkan adalah:
liii
• Pustaka Imam asy-Syafi’i, Jakarta
• Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 (Ibnu Katsir)
• Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2 (Ibnu Katsir)
• Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3 (Ibnu Katsir)
• Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4 (Ibnu Katsir)
• Tafsir Ibnu Katsir Jilid 5 (Ibnu Katsir)
• Tafsir Ibnu Katsir Jilid 6 (Ibnu Katsir)
• Tafsir Ibnu Katsir Jilid 7 (Ibnu Katsir)
• Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8 (Ibnu Katsir)
• Kisah Shahih Teladan Para Nabi Jilid 1 (Syaikh Aalim bin ‘Ied al-
Hilal)
• Pustaka al-Kautsar, Jakarta
• Fikih Keluarga (Syaikh Hasan Ayyub)
• Fikih Wanita edisi Lengkap ( Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah)
• 1001 Tanya Jawab tentang Al-Qur’an (Qasim Asyur)
• 101 Wasiat Rasul untuk Wanita (Syaikh Sa’ad Yusuf Abdul Aziz)
• Jati Diri Muslim (Dr. Muhammad Ali al-Hasyimy)
• dll
• Pustaka Hidayah, Bandung
• Ensiklopedi al-Qur’an (Prof. Dr. Muhammad Sulaiman)
• Fiqih Tasawwuf (Syaikh Abdul Qadir Jaelani)
• Awas! Tipu Daya Setan (Thaha Abdullah al-Afifi)
• Mengenal Allah: Risalah Baru tentang Tauhid (Ahmad Bahjat)
liv
• dll
• CV Firdaus, Jakarta
• Dipersimpangan Jalan (Fathi Yahan)
• Sistem Kehidupan Rumah Tangga dalam Islam (Muhammad Ali
Ibrahim)
• Membenahi Penyimpangan di kalangan Umat (Dr. Yusuf Qardhawi)
• dll
• Pustaka Azzam, Jakarta
• Kisah para Nabi (Ibnu Katsir)
• 30 Keringanan bagi Wanita (Amr Bin Abdul)
• 30 Larangan bagi Wanita (Amr Bin Abdul)
• dll
• Pustaka Ibnu Katsir, Bogor
• Takut Kepada Allah (Muhammad Syauman bin Ahmad as-Ramli)
• Nasihat Ulama Besar untuk Wanita Muslimah (Syaikh Hamid bin
Ibrahim)
• dll
• Pustaka an-Naba’, Jakarta
• Fikih Jihad ( Dr. Muh. Said Ramadhan al-Bhuthi)
• Fikih Puasa (Dr. Yusuf Qardhawi)
• Pernikahan Dini (Muh. Ali as-Shabuni)
• dll
• Media Dakwah
lv
• Menjadi pendidik Muslim (Dr. Muhammad Ibrahim)
• Rasa Malu dan Budayanya ( Ahmad Salim Uwaidhah)
• dll
• Granada Nadia, Jakarta
• Islam di Persimpangan Jalan (Dr. Yusuf Qardhawi)
• Wahai Putriku tutuplah Auratmu (Dr. Azizah Ali al-Fauziayah)
• dll
• Wacana Lazuardi, Jakarta
• Shalat Jum’at Khusyu’ (Dr. Ali Ahmad asy-Syarif)
• Problematika Kehidupan Rumah Tangga (Syaikh Muhammad Ali
Syaikh)
• dll
• Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta
• Konsep Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Dr. Abdul Wahab al-Qathari)
• dll
• Pustaka Panji Mas, Jakarta
• Problematika Pengkafiran di kalangan umat ( (Fathi Yahan)
• dll
• Rajawali, Jakarta
• Tanda-tanda Orang Munafik (Dr. Muh. Mahmud Iwadah)
• Mizan, Bandung
• Demokrasi, Oposisi dan Masyarakat Madani (Dr. Fahmi Huwaidi)
• Almahira
lvi
• Atlas al-Qur’an, Mengungkap Misteri Kebesaran al-Qur’an (Dr.
Syauqi Abdul Khalil)
Adapun karya sebagai editor sebagai berikut:
• Renungan Ba’da Subuh (Syaikh Abdul Hamid al-Bilal)
• Cantik Tanpa Makeup (Dr. Aiman al-Huasini
• Mengapa Kita Mati (Dr. Abdul Muhsin Shalih)
• dll
Adapun karya sebagai penulis sebagai berikut:
• Kamus Indonesia – Arab, Istilah umum dan Kata-kata populer (PT
Rajagrafindo Persada, Jakarta)
• Menyikapi Tingkah Laku Suami, Solusi Islami buat Para Isteri
(Almahira, Jakarta)
• Penyembuhan dengan Do’a & Zikir (Almahira, Jakarta).
lvii
BAB IV
ANALISIS DIKSI BUKU TERJEMAHAN ATLAS ALQUR’AN
A. Analisis Diksi dalam Hubungan dengan Makna
Masalah diksi berkaitan dengan keserasian kata dengan konteks
kalimat, ketidaklazimkan kata yang dipilih (Arkais) atau kata itu
menimbulkan keambiguan makna.49
Penulis menganalisis hasil terjemahan buku terjemahan Atlas Al-
Qur’an tentang bab peperangan yang mengenai diksi dalam hubungannya
dengan makna yang meliputi: kata khusus dan umum, makna konotatif
dan makna denotatif, dan makna referensial implisit.
1. Makna Khusus dan Umum
Salah satu persyaratan dan ketepatan diksi, menurut Gorys Keraf
adalah penulis atau pembicara harus membedakan kata umum dan
kata khusus. Makna khusus adalah makna kata atau istilah yang
pemakaiannya terbatas pada bidang tertentu.50 Sedangkan makna
49 Syihabuddin, Teori dan Praktek Penerjemahan Arab-Indonesia, (Bandung: Fakultas Pendidikan, Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia, 2001), h. 183
50Pateda, Semantik Leksikal, h. 106
lviii
umum adalah makna yang menyangkut keseluruhan atau semuanya,
tidak menyangkut yang khusus atau tertentu.51
Penulis menemukan data-data sebagai berikut:
تضمن خطة ،ب رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلمو فى المدينة رت
فى المعرآة اانصر
“Sementara di Madinah, Rasulullah Saw. menyusun langkah-
langkah teknis dan strategi dalam rangka memenangkan
pertempuran.”52
Kata yang bergaris bawah diterjemahakan “langkah-langkah,
teknis, dan strategi” kurang tepat. Kata “langkah-langkah”, “teknis”,
dan “strategi” mempunyai makna masing-masing. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1989), Langkah mempunyai makna 1. gerakan kaki
(ke depan, ke belakang, ke kiri, ke kanan) waktu berjalan, 2. jarak
antara kedua kaki waktu melangkah ke muka, 3. sikap, tindak tanduk.
Teknis mempunyai makna bersifat atau mengenai. Sedangkan strategi
mempunyai makna siasat dalam perang. Kamus kontemporer
mengartikan kata adalah rencana.53 Kata rencana merupakan خطة
kata umum. Dari ketiga kata tersebut, menurut Penulis lebih cocok
51Ibid, h. 131 52Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 244 53Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Mudhor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, (Yogyakarta:
Multi Karya Grafika, 1996), h. 844
lix
dengan menggunakan kata strategi, karena kata tersebut mempunyai
makna siasat perang. Namun, penerjemah menerjemahkan dengan
kata khusus yang sekaligus yaitu, langkah-langkah, teknis, dan
strategi. Maka, menurut Penulis, kata strategi lebih cocok digunakan
karena, maknanya lebih khusus jika melihat kata sesudahnya “dalam
rangka memenangkan pertempuran”. Menurut Penulis, terjemahan di
atas sebagai berikut, “Sementara di Madinah, Rasulullah Saw.
menyusun langkah-langkah dalam rangka memenangkan
pertempuran.”
Juga terdapat dalam kalimat
فقطنخالتومجموع ما أحرق ست
“keseluruhan pohon kurma yang dibakar itu ada enam batang
saja”54
Kata نخالت mempunyai arti makna umum yaitu “pohon”, akan
tetapi penerjemah tidak menerjemahkan dengan arti umum. Tetapi, ia
menulis dengan makna kata khusus “batang” untuk mendapatkan
gambaran yang khusus. Menurut Penulis, terjemahan tersebut,
“Keseluruhan pohon kurma yang dibakar itu ada enam pohon saja.”
Juga terdapat kalimat
54Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 264
lx
وعز عليهم أن واهللا ال أجد ما أحملكم عليه، فتولوا ولهم بكاء،
وال حمال نفقةيحسبوا عن الجهاد وال يجدون
“Demi Allah, aku tidak mendapatkan kendaraan untuk membawa
kalian. Maka, mereka pun kembali sambil menangis. Mereka bersedih
karena mereka tidak bisa ikut berjihad, sementara mereka tidak
memiliki apa-apa, makanan maupun kendaraan yang bisa mereka
sumbangkan untuk berjuang di jalan Allah.”55
Kata yang bergaris bawah نفقة diterjemahkan penerjemah yaitu
makanan. Dalam kamus kontemporer kata نفقة berarti biaya.56Menurut
Penulis, biaya mempunyai arti makna umum. Tetapi, penerjemah
menerjemahkan kata tersebut dengan makna yang khusus yaitu
makanan. Dalam Bahasa sumber, penulis asli menulis dengan gagasan
makna yang umum yaitu biaya. Namun, penerjemah menerjemahkan
kata نفقة dengan makna khusus yaitu, makanan sebagai gambaran
yang lebih khusus. Penerjemahan di atas menjadi, “Demi Allah, aku
tidak mendapatkan kendaraan untuk membawa kalian. Maka, mereka
pun kembali sambil menangis. Mereka bersedih karena mereka tidak
bisa ikut berjihad, sementara mereka tidak memiliki apa-apa, biaya
55Ibid, h. 314 56Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Mudhor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, h. 1934
lxi
maupun kendaraan yang bisa mereka sumbangkan untuk berjuang di
jalan Allah.
Terdapat pula pada kalimat:
وبعد ا لعودة آان ا العقاب عقابا لطيفا ناجعا، ا لمقاطعة وهم طلقاء
بين ا لنا س
“Setelah kembali dari peperangan, mereka akan memperoleh
hukuman yang lembut lagi ringan, yaitu pemutusan hubungan, sedang
mereka dibiarkan bebas di tengah-tengah umat manusia.”57
Kata yang diberi garis bawah ini termasuk kata yang dikategorikan
makna umum. Hal ini dikarenakan pesan yang disampaikan oleh teks
asli bisa dipahami dengan mudah ketika membaca teks terjemahan.
Namun maksud kata ini adalah kata khusus yaitu, masyarakat,
Berdasarkan analisa Penulis, kata سا لنا menyangkut seluruh manusia
yang bukan hanya pada daerah tertentu melainkan seluruh dunia,
maka kata ini lebih cocok dengan masyarakat yang mengandung
makna yang lebih khusus. Menurut penulis, penerjemahan di atas
sebagai berikut, “Setelah kembali dari peperangan, mereka akan
memperoleh hukuman yang lembut lagi ringan, yaitu pemutusan
57Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 316
lxii
hubungan, sedang mereka dibiarkan bebas di tengah-tengah
masyarakat.
2. Makna Denotatif dan konotatif
Makna Denotatif adalah kata atau kelompok kata yang didasarkan
atas hubungan lugas antara satuan bahasa dan wujud di luar bahasa
yang diterapi satuan bahasa itu secara tepat.58 Menurut Harimurti,
makna denotatif didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu
di luar bahasa atau yang didasarkan pada konvensi tertentu. Jadi,
makna denotatif adalah makna sebenarnya, makna yang tidak
dihubungkan dengan faktor-faktor lain, baik yang berlaku pada
pembicara maupun pada pendengar.
Konotasi adalah pandangan baik-buruk atau positif-negatif yang
diberikan oleh sekelompok masyarakat bahasa terhadap sebuah
kata.59 Makna konotasi menurut Gorys Keraf merupakan suatu jenis
makna di mana stimulus dan respon mengandung nilai-nilai
emosional,60misalnya kata amplop yang sebenarnya bermakna
‘sampul surat’, dalam masyarakat dewasa ini memiliki konotasi yang
buruk atau negatif karena kata amplop itu memiliki pula makna ‘uang
sogok’ atau ‘uang suap’ seperti, Beri saja amplop, maka urusan kita
58Pateda, Semantik Leksikal, h. 98 59Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), h.
391 60Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia, 2006), Cet ke-6. h. 29
lxiii
akan cepat sekali! Jadi makna konotasi merupakan makna yang
mengandung perasaan senang-tidak senang misalnya, kata ‘sapi’.
Dalam kalimat ’kamu seperti sapi’ mungkin dalam masyarkat selain
umat Hindu akan merasa dilecehkan, namun dalam masyarakat Hindu
sapi merupakan hewan yang dianggap suci.
Penulis menemukan data yang berkaitan dengan pembahasan ini,
sebagai berikut:
يحسن القتاللم يلق محمد من : وقالوا
“Bahkan mereka berkata, “Muhammad tidak pernah menghadapi
ahli perang.”61
Penerjemah menerjemahkan kata يحسن القتال sebagai ahli perang,
mungkin yang dimaksud penulis kitab ini adalah pejuang yang
tangguh. Pejuang yang tangguh mengandung makna yang emosional.
Penerjemah mengartikan kata tersebut dengan ahli perang dengan
makna denotatif artinya memiliki makna yang mengenakkan.
Sedangkan yang dimaksud penulis di sini adalah makna konotatif.
Terdapat pula pada kalimat:
أربع ليال بين مكة والمدينة فيريققطع الطاعة موآبا رسلت خز أ
61Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 242
lxiv
“Kabilah Khuza’ah mengirim satu rombongan yang memotong jalan
antara Mekah dan Madinah dalam waktu empat hari.”62
Kata قطع diterjemahkan sebagai memotong kurang tepat.
Penerjemah menerjemahkan dengan memotong dengan makna
konotatif. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata
memotong mempunyai makna lebih cocok untuk memotong dengan
barang yang tajam seperti memotong kain.63 Sedangkan memotong
yang dimaksud adalah memotong jalan yang artinya melintasi
perjalanan supaya lebih dekat. Maksud dari penulis asli di sini adalah
makna denotatif. Menurut Penulis, kata tersebut lebih cocok dengan
kata memintasi karena memintasi mempunyai makna mengambil jalan
pintas, menempuh jalan yang terdekat. Sehingga penerjemahan di
atas sebagai berikut, “Kabilah Khuza’ah mengirim satu rombongan
yang memintas jalan antara Mekah dan Madinah dalam waktu empat
hari.”
األرض خير لنا من لبطنل محمد أصحاب هؤالء القوم واهللا لئن قت
ظهرها
62Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 273 63Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989), h. 1204
lxv
“Demi Allah, seandainya Muhammad membunuh orang-orang itu,
niscaya perut bumi lebih baik bagi kita daripada permukaanya.”64
Kata yang diberi garis bawah ini termasuk kata yang dikategorikan
makna konotatif. Hal ini dikarenakan pesan yang disampaikan oleh
teks asli bisa dipahami dengan mudah ketika membaca teks
terjemahan. Namun, maksud kata ini adalah makna denotatif yaitu, apa
yang ada di dalam bumi atau isi bumi, Berdasarkan analisa penulis,
perut memberikan makna yang emosional akan tetapi, penerjemah
menerjemahkan kata ini dengan makna konotatif. Jadi menurut
penulis, penerjemahan di atas sebagai berikut, “Demi Allah,
seandainya Muhammad membunuh orang-orang itu, niscaya isi bumi
lebih baik bagi kita daripada permukaanya.”
Terdapat pula pada kalimat:
علنيةلخيانةغزوة بني قريظة قصاص عادل
“Perang bani Quraidzah merupkan balasan yang adil dan setimpal
atas pengkhianatan yang dilakukan secara terang-terangan.”65
Kata yang bergaris bawah di atas mempunyai makna konotatif
yang menimbulkan rasa emosional atau memiliki rasa yang kurang
64Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 242 65Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h.278
lxvi
menggenakkan. Menurut penulis, penerjemahan di atas sebagai
berikut, “Perang bani Quraidzah merupkan balasan yang adil dan
setimpal atas pengkhianatan yang dilakukan secara terang-terangan.”
Kata pegingkaran lebih cocok sehingga memiliki rasa yang
mengenakkan.
3. Makna Referensial Emplisit
Makna referensial (referential meaning) adalah makna yang
langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata.66
Menurut Palmer “reference deals with the relatitionship between the
linguistic elements, words, sentences, etc, and the nonlinguistic world
of experience” (hubungan antara unsur-unsur linguistik berupa kata-
kata, kalimat-kalimat, dan dunia pengalaman yang nonlinguistik).
Makna referensial merupakan isi informsi atau sesuatu yang
dikomunikasikan dan disusun dalam struktur semantis.67
66Pateda, Semantik Leksikal, h. 125 67Mildred L. Larson, Penerjemah Berdasar Makna, Pedoman Untuk Pemadanan Antar
Bahasa, (Jakarta: Arcan, 1989), h. 41
lxvii
Informasi implisit adalah informasi yang diungkapkan secara jelas
dengan unsur leksikal dan bentuk gramatikal.68 Dari definisi tersebut
Penulis tidak perlu menyinggung analisis informasi implisit.
Informasi implisit atau makna tertentu dibiarkan implisit karena
struktur bahasa sumbernya. Hal demikian disebabkan oleh informasi
itu sudah tercakup di bagian lain dalam bentuk teks itu atau karena
informasi sudah dikenal oleh situasi komunikasi itu, akan tetapi
informasi itu harus disampaikan oleh penerjemah, karena informasi itu
merupakan bagian makna yang ingin disampaikan. Penulis
menemukan data-data tersebut pada kalimat:
رسائل إلى الملوك ـه7ل اهللا صلى اهللا عليه وسلم سنة أرسل رسو
واألمراء يدعوهم فيها إلى اإلسالم
“Pada tahun 7 H, Rasulullah mengirimkan beberapa surat kepada
beberapa orang raja dan penguasa yang mengajak mereka supaya
memeluk Islam.”69
Terjemahan di atas mengandung makna implisit. Dalam Bsu kata
yang bergaris bawah orang. Akan tetapi penerjemah menyebutkan
informasi implisit. Walaupun diksi yang dipilih kurang tepat. Penulis
menerjemahkan kalimat tersebut sebagai berikut, “Pada tahun 7 H,
68Ibid, h. 41 69Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 302
lxviii
Rasulullah mengirimkan beberapa surat kepada beberapa raja dan
penguasa untuk memeluk Islam.
فكانت مؤتة لتأ ديب شرحبيل الغساني وقتل رسول رسول اهللا،
“Yang kemudian dia membunuh utusan Rasulullah dan perang
Mu’tah meletus sebagai pemberian pelajaran terhadap Syurahbil al-
Ghassani.”70
Penerjemahan yang diberi garis bawah mengandung makna
implisit yang tidak disebutkan. Akan tetapi penerjemah menyebutkan
informasi implisit. Penulis berpendapat diksi di atas kurang tepat oleh
karena itu, Penulis menerjemahkan sebagai berikut, “kemudian dia
membunuh utusan Rasulullah hingga terjadilah perang Mu’tah sebagai
balasan terhadap Syarhabil al-Ghassani.”
Terdapat pula pada kalimat:
الذي تمكن من تحقيق انسحاب , قدمت الراية لسيف اهللا خالد بن الوليد
ون خسائرمأمون د
“Dia berhasil menarik mundur pasukan dengan aman, tanpa
kerugian berarti dan tanpa korban.”71
70Ibid, h. 302 71Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 314
lxix
Penerjemahan di atas mengandung makna implisit yang tidak
disebutkan oleh penulis asli (Bsu). Akan tetapi penerjemah
menerjemahkan dengan menyebutktan informasi impilist. Menurut
Penulis, diksi yang dipilih lebih tepat jika diterjemahkan sebagai
berikut, “Dia berhasil menarik mundur pasukan dengan aman, tanpa
ada kerugian.”
Terdapat pula kalimat:
ولرد هذه الجموع طريقتان
“Ada dua cara untuk mengahalau dan melawan pasukan
tersebut.”72
Penerjemahan di atas mengandung makna implisit yang tidak
disebutkan oleh penulis asli (Bsu). Akan tetapi penerjemah
menerjemahkan dengan menyebutktan informasi impilist. Menurut
Penulis, diksi yang dipilih lebih tepat jika diterjemahkan sebagai
berikut, “ada dua cara untuk melawan pasukan tersebut.”
B. Analisis Keserasian Makna dalam Penerjemahan Atlas Al-Qur’an pada Bab
Peperangan.
72Ibid, h. 303
lxx
Kesepadanan kata dalam penerjemahan banyak melibatkan proses
pemadanan dalam suatu konteks kalimat. Kesepadanan banyak
dipengaruhi oleh ketepatan pilihan kata.
1. Tidak Diterjemahkan
Dalam hal ini, Penulis menemukan data, ada kata yang seharusnya
diterjemahkan oleh penerjemah namun tidak diterjemahkan. Seperti
kalimat di bawah ini:
قتلين دية إلى بني النضير يستعينهم في – مع عدد من أصحابه –خرج رسول اهللا
من بني عامر
“Bersama beberapa orang sahabatnya, Rasulullah Saw. pergi
menuju kepada bani Nadhir untuk meminta bantuan mengenai
pembayaran diyat bagi dua orang bani Amir yang terbunuh.”73
Kata Diyat diterjemahkan apa adanya terasa kurang tepat. Karena
tidak semua pembaca mengerti kata ini. Maenurut penulis, kata ini
seharusnya diterjemahkan “tembusan” sehingga dapat membantu
para pembaca memahaminya. Menurut Penulis, penerjemahan di atas
sebagai berikut, “Bersama beberapa orang sahabatnya, Rasulullah
73Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 265
lxxi
Saw. pergi menuju kepada bani Nadhir untuk meminta bantuan
mengenai tembusan bagi dua orang bani Amir yang terbunuh.”
Juga terdapat pada kalimat:
يسيرةجزيةفصالح على ) العقبة(و أتاه يحنة ابن رؤبة صاحب أيلة
“Kemudian beliau didatangi oleh Yohanna ibn Ru’bah, penguasa
Allah (Aqabah), untuk mengajak berdamai dan mau membayar jizyah
dalam jumlah yang tidak banyak.”74
Kata Jizyah diterjemahkan apa adanya sehingga terasa kurang
tepat. Karena tidak semua pembaca mengerti kata ini. Penulis
berpendapat, kata ini lebih baik diterjemahkan “pajak atau upeti”,
sehingga dapat membantu para pembaca memahami kata tersebut.
Jadi penerjemahan tersebut sebagai berikut, “Kemudian beliau
didatangi oleh Yohanna ibn Ru’bah, penguasa Allah (Aqabah), untuk
mengajak berdamai dan mau membayar pajak dalam jumlah yang tidak
banyak.”
2. Kerancuan dalam menerjemahkan
رؤي بعد ذلك منهم قتلفمن
“Barang siapa di antara mereka yang terlihat setelah ini, akan
dibunuh.”75
74Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 314
lxxii
Kata من diartikan “barang siapa”, kata tersebut sudah tidak
relevan pada masa sekarang. Penulis menerjemahkan kata tersebut
dengan kata “siapa saja”.
رسول اهللا ومن معه من المسلمين حيثوبعد سفارات إلى الحديبية
“Setelah melakukan perjalanan ke Hudaibiyah, di mana
Rasulullah Saw dan orang-orang muslim yang ikut bersama beliau.”76
Kata حيث diartikan “di mana”, kata tersebut digunakan dalam
konteks bertanya, yakni untuk menanyakan tempat. Misalnya, Di
mana dia sekarang?.77 Menurut Penulis, kalimat tersebut terasa
rancu dalam bahasa Indonesia dan kalimat tersebut lebih cocok
sebagai berikut, “Setelah melakukan perjalanan ke Hudaibiyyah,
Rasulullah Saw dan orang-orang muslim yang ikut bersama beliau.”
بنى النضير إلى – مع عدد من أصحابه –خرج رسول اهللا
“Bersama beberapa orang sahabatnya, Rasulullah Saw. pergi
menuju kepada bani Nadhir.”78
75Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 265 76Ibid, h. 289 77Zaenal Arifin dan Farid Hadi, Seribu Kesalahan Berbahasa, (Jakarta: Akademika Pressindo,
2001), h. 81 78Ghoffar, Atlas Al-qur’an, h. 265
lxxiii
Penerjemahan di atas terasa rancu, kata yang bergaris bawah
diterjemahkan dengan “menuju” dan “kepada”. Menurut penulis, إلى
cukup diterjemahkan dengan menuju karena kedua kata tersebut
sangat berlebihan. Menurut penulis, terjemahan di atas sebagai
berikut, “Rasulullah Saw. bersama beberapa sahabatnya pergi
menuju bani Nadhir.”
C. Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata
Gaya bahasa kiasan dibentuk berdasarkan perbandingan atau
persamaan. Membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang lain,
berarti mencoba menemukan ciri-ciri yang menunjukkan antara dua hal.79
Penulis menganalisis hasil terjemahan Atlas Al-Qur’an pada pembahasan
ini mengenai gaya bahasa yang meliputi dua gaya bahasa yaitu, simile dan
metafora.
1. Simile (persamaan)
Gaya bahasa kiasan persamaan atau simile yaitu perbandingan
yang bersifat eksplisit, artinya penulis langsung menyatakan sesuatu
hal dengan hal yang lain, dan menggunakan kata seperti dan
diumpamakan sebagai petunjuknya.
79Keraf , Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 23
lxxiv
: ل رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم نوفل بن معاوية الديلي وسأ
ثعلب فى , يارسول اهللا: فأجاب ) ما ترى فى المقام عليهم ؟ نوفل،يا(
حجر إن اقمت عليه أخذته و إن ترآته لم يضرك
“Rasulullah Saw. bertanya kepada Naufal bin Mu’awiyah ad-Daili,
“Hai Naufal, bagaimana pendapatmu mengenai posisi kami terhadap
mereka?” Naufal menjawab,”Wahai Rasulullah, mereka seperti srigala
di dalam liang batu. Jika menyerangnya, engkau akan dengan mudah
membunuhnya. Dan jika engkau biarkan, dia tidak akan
membahayakan dirimu.”80
Kata yang bergaris bawah di atas adalah bentuk dari simile. Kata
“mereka atau penduduk Thaif” diibaratkan Srigala yang mempunyai
sifat seperti srigala. Srigala adalah makna asli yaitu binatang yang
buas. Dengan demikian, penduduk Thaif keadaanya seperti sifat-sifat
yang dimiliki srigala yang buas.
2. Metafora
Dalam bahasa Arab, metafora (perumpamaan) sering disebut
dengan kata amtsal. Metafora adalah semacam analogi yang
80Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 311.
lxxv
membandingkan dua hal secara langsung.81 Berbeda dengan simile
yang membandingkan dua hal menggunakan penunjuk sedangkan
metafora menurut Gorys Keraf adalah semacam analogi yang
membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk
singkat, dan langsung tanpa menggunakan penunjuk kesamaan.82
Dalam hal ini, penulis menemukan data sebagai berikut:
ل يريهم أنما يراد بهم القتوأشار بيده إلى حلقه أنه الذبح، نعم،: قال
“Maka Abu Lubabah menjawab, “Bagus” sembari mengisyaratkan
tangannya ke leher yang berarti sembelih.”83
Pada penerjemahan di atas terkandung gaya bahasa metafora.
Menurut Penulis, tangannya diasosiasikan sebagai pedang. Tangan
merupakan bagian tubuh manusia. Sembelih mengandung arti
membunuh. Jadi, tangan yang diisyaratkan ke leher yang berarti
membunuh.
لسيف اهللا خالد بن الوليد قدمت الراية وبعد استشهاد األمراء الثالثة،
“Panji kepemimpinan diserahkan kepada pedang Allah, Khalid bin
Walid.”84
81Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia, 1984), h. 129 82Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Puataka Utama, 2002), h. 139. 83Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 279
lxxvi
Kata yang bergaris bawah di atas mengandung gaya bahasa
metafora. Khalid bin Walid diibaratkan pedang Allah. Kata pedang
merupakan makna asli yang berfungsi sebagai alat memotong atau
menyembelih. kata pedang dibandingkan dengan Khalid bin Walid
sebagai sifat pemberani yang dimiliki Khalid Bin Walid yang tidak takut
menghadapi lawan.
Terdapat pula pada kalimat:
ولكنه ما جعل التسامح موقفا معتقد قوي ومتسامح معا،اإلسالم
تحميةللتسامح قوة بل جعل يلتقى بسبيه الضربات والمؤامرات،امهتز
“Islam merupakan keyakinan yang sangat kuat sekaligus penuh
toleransi. Tapi, Islam tidak menjadikan toleransi ini sebagai sikap yang
membuatnya justru memperoleh serangan dan ancaman
persengkongkolan. Sebaliknya, dia jadikan toleransi ini sebagai
kekuatan yang dapat melindunginya.”85
Terjemahan di atas mengandung gaya bahasa metafora. Menurut
penulis,التسامح (toleransi) dibandingkan dengan قوة (kekuatan).
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Toleransi adalah sifat atau
sikap toleran, batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang
84Ibid, h. 303 85Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, (Jakarta: Almahira, 2005), h. 227.
lxxvii
masih diperbolehkan.86 Sedangkan kekuatan adalah perihal kuat,
keteguhan.87 Toleransi merupakan makna asli yang diibaratkan
sebagai kekuatan.
86Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 1204
87Ibid, h. 605
lxxviii
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Abdul Ghoffar dalam menerjemahkan buku Atlas Al-qur’an lebih
menekankan kepada metode penerjemahan bebas dan harfiah, namun
penerjemahan yang dilakukan dengan kedua metode tersebut tidak
menghilangkan ide atau gagasan penulis. Dalam permasalahan diksi atau
pemilihan kata masih kurang dengan syarat-syarat ketepatan dan kesesuaian
diksi. Ada beberapa kata yang dipilh oleh penerjemah tidak mewaklili maksud
penulis. Ada tiga garis besar mengenai diksi. Pertama, Diksi mencakup
pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu
gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat, dan
gaya mana yang paling baik digunakan dalam situasi. Kedua, pilihan kata
atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa
makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk
menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nila rasa yang
dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan
sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kata-kata atau
pembendaharaan kata bahasa itu.
Penerjemah tidak memperhatikan beberapa syarat ketepatan diksi
atau pilihan kata dalam hubungannya dengan makna, yaitu:
lxxix
a. Membedakan secara cermat kata khusus dan umum
Makna khusus adalah makna kata atau istilah yang
pemakaiannya terbatas pada bidang tertentu. Sedangkan makna
umum adalah makna yang Sedangkan makna umum adalah makna
yang menyangkut keseluruhan atau semuanya, tidak menyangkut
yang khusus atau tertentu.
b. Membedakan makna denotasi dan konotasi
makna denotasi adalah makna sebenarnya, makna yang tidak
dihubungkan dengan faktor-faktor lain, baik yang berlaku pada
pembicara maupun pada pendengar. sedangkan makna konotasi
pandangan baik-buruk atau positif-negatif yang diberikan oleh
sekelompok masyarakat bahasa terhadap sebuah kata.
c. Simile dan metafora
Simile adalah perbandingan yang langsung menyatakan
sesuatu hal dengan hal yang lain, dan menggunakan kata seperti
dan diumpamakan sebagai petunjuknya. Sedangkan metafora
adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara
langsung.
A. Rekomendasi
Kajian diksi pada buku terjemahan Atlas Al-Qur’an masih
partikular, karena hanya membahas pada analisis diksi pada bab
peperangan, khususnya dalam melihat kajian makna denotatif dan
lxxx
konotatif, makna umum dan khusus, dan referensial emplisit. Dengan
demikian cakupan kajian diksi lain seperti dalam kajian diksi dalam
kalimat, gaya bahasa, dan lainnya tidak dibahas dalam penelitian ini.
Karenanya tema-tema yang belum dibahas tersebut dapat dijadikan
penelitian lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
‘al-Qatthan, Manna, Mabahits fi ‘ulum AL-qur’an, Riyadh: Mansyurat al-Ashr al-
Hadits, Tt.
Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi, Jakarta: Akademika Pressindo, 2006, Cet.8.
Burdah, Ibnu, Menjadi Penerjemah, metode dan wawasan menerjemah Teks Arab
(Yogyakarta, 2004), Cet.1.
Chaer, Abdul, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, Jakarta: PT Rineka Cipta,
2000, Cet.I.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 1989, Cet.2.
Finoza, Lamuddin, Komposisi Bahasa Indonesia Untuk Mahasiswa Non Jurusan
Bahasa, 2007, Cet.13.
Ghoffar, M. Abdul, Atlas Al-qur’an, Jakarta: Almahira, 2005, Cet.2.
lxxxi
Gani, Ramlan A. dan Fitriyah, Mahmudah, Pembinaan Bahasa Indonesia, Jakarta:
UIN Press, 2007.
Hanafi, Nurrohman, Teori dan Seni Menerjemahkan, Ende: Nusa Indah, 1986, Cet.1.
Hasbi Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Semarang: PT
Pustaka Rizki Putra, 2002,
Hidayatullah, Moch Syarif, Diktat II Teori dan Permasalahan Penerjemahan.
Hoed, Benny Hoedoro, Penerjemahan dan Kebudayaan, Jakarta: Pustaka Jaya, 2006.
Keraf , Gorys, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006, Cet.
XVI.
-----------, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002, Cet. XIII
Kridalaksana, Harimurti, kamus Linguistik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1993,
Cet.3.
Machali, Rochayah, Pedoman Bagi Penerjemah, Jakarta: Gramedia, 2000, Cet.1.
Mansyur, Moh dan Kustiawan, Pedoman bagi Penerjemah Arab-Indonesia,
Indonesia-Arab, Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2002.
Nababan, Rudolf, Teori Menerjemah Bahasa Inggris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1999.
Pateda, Mansoer, Semantik Leksikal, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001, Cet.2.
Rofi’i, Dalil fi al-Tarjamah; Bimbingan Tarjamah Arab-Indonesia Jakarta: Persada
Kemala, tt.
61
lxxxii
Rahardi, Kunjana, Seni Memilih kata, Peranti dan Strategi Komunikasi Profesional
Efektif dalam Wahana Bahasa Indonesia, Yogyakarta: Yayasan Pustaka
Nusantara, 2007.
Salim, Peter dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta:
Medan English Press, 2002, Cet.2.
Syihabuddin, Teori dan Praktek Penerjemahan Arab-Indonesia, Bandung: Fakultas
Pendidikan, Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia, 2001, Cet.1.
Yusuf, Suhendra, Teori Terjemah: Pengantar ke arah Pendekatan Linguistik dan
sosiolinguistik, Bandung: CV Mandar Maju, 1994, Cet.1.
Larson, Mildred L, Penerjemah Berdasar Makna, Pedoman Untuk Pemadanan Antar
Bahasa, Jakarta: Arcan, 1989.
lxxxiii