96
Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Terkait Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah Dan Hukum untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) Oleh : Fitri Yunindya 109046100185 KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M

Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

“Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di Indonesia

Berdasarkan Undang-Undang Terkait ”

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah Dan Hukum

untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh :

Fitri Yunindya

109046100185

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H / 2014 M

Page 2: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro
Page 3: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro
Page 4: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan untuk memenuhi gelar strata satu (S1) di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 28 Desember 20 13

Fitri Yunindya

Page 5: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

iv

ABSTRAK

Fitri Yunindya. 109046100185. Analisis Landasan Operasional Lembaga

Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang

Terkait. Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat, Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013,

80 halaman.

Masalah pokok penelitan ini adalah analisis landasarn operasional lembaga

keuangan mikro syariah khususnya Baitul Mal Wat Tamwil berdasarkan adanya

pembaruan undang-undang di sektor keuangan. Tujuan penelitan ini adalah untuk

menjelaskan bagaimana Baitul Mal Wat Tamwil dalam merujuk hukum-hukum

yang ada dalam hal mendapatkan kejelasan hukum dan legitimasi hukum. .

Jenis penelitian ini adalah penelitan kualitatif. Jenis data dalam penelitian

ini terdiri atas dua sumber, yaitu data primer yaitu undang-undang yang

dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dan data sekunder yang

diperoleh dari Artikel, Jurnal, Laporan Penelitian, dan Prosiding. Pengumpulan

data dilakukan dengan teknik kepustakaan. Metode analisis data yang digunakan

adalah metode analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Baitul Mal Wat Tamwil merujuk pada

Undang-Undang No.17 tahun 2012 Tentang Perkoperasian, Undang-Undang No.

21 tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, dan Undang-Undang No. 1 tahun

2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro dan pengaplikasian undang-undang

tersebut menggunakan asas-asas perundang-undangan yang ada dan berlaku di

Indonesia.

Kata Kunci: Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Baitul Mal Wat Tamwil,

Undang-Undang.

Pembimbing: Harry Alexander, S.H., M.H., LL.M.

Daftar Pustaka: 1982 s.d. 2013

Page 6: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, segala Puji dan Syukur hanya milik Allah SWT, Tuhan

semesta alam yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada

seluruh makhluk Nya, memberikan nikmat Islam yang tiada pernah berbalas oleh

runtutan sujud. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar

Muhammad SAW, yang dengan kasihnya menghantarkan umatnya kepada zaman

yang penuh Ilmu, dan juga kepada segenap keluarga serta umatnya sepanjang

zaman.

Dengan Rahmat SWT, Penulis bersyukur karena telah menyelesaikan

skripsi ini dengan baik yang berjudul “Analisis Landasan Operasional Lembaga

Keuangan Mikro (LKMS) di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Terkait”.

Dalam proses menyelesaikan skripsi ini ada banyak motivasi dan doa dari

semua pihak, hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk

itu perkenankanlah penulis mengucapkan kata terimakasih yang sedalam-

dalamnya kepada:

1. Bapak Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH. MA. MM., selaku Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu DR. Euis Amalia, M. AG., selaku ketua Program Studi Muamalat

Konsentrasi Perbankan Syariah Jurusan Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Mu’min Rauf, M. Ag., Sekertaris Konsentrasi Perbankan Syariah

Jurusan Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Page 7: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

vi

Hidayatullah Jakarta, yang merupakan tauladan di Fakultas yang sangat amat

banyak membantu Saya dalam terselesaikannya studi di Fakultas Syariah.

Semoga Allah membalas semua kebaikan Bapak.

4. Bapak Harry Alexander, S.H., M.H., LL.M. selaku dosen pembimbing yang

senantiasa membimbing, membantu dan meluangkan waktunya untuk

memberikan arahan, saran-saran, serta pengalaman yang sarat ilmu sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga keberkahan selalu tercurah

untuk Bapak sekeluarga.

5. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis semasa kuliah,

semoga amal kebaikannya mendapat balasan di sisi Allah SWT. Khususnya

Bp. Buchori Muslim, Lc yang banyak memberikan inspirasi bagi penulis.

Semoga penulis mampu menjadi manfaat atas ilmu yang diberikan.

6. Kepada Bapak Dr. Phil. JM. Muslimin, M.A dan Bapak Fahmi Muhammad

Ahmadi, M.Si selaku dosen penguji I dan II yang telah memberikan masukan

serta arahan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi.

7. Yang terhormat dan tercinta, Ibu dan Ayah Saya yang selalu memberikan doa

terbaik untuk anaknya. Semoga Allah menghadiahinya surga dan mengganjar

kebaikannya dengan pahala.

8. Kepada Kakak saya, Yuli Kusuma Dewi yang telah memberikan fasilitas dan

dukungan serta arahan terbaik dalam menyelesaikan studi saya di Universitas

ini.

Page 8: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

vii

9. Kepada teman terdekat dan juga sahabat yang telah memberikan banyak

masukan dan bantuan Dini Aulia, Amala Shabrina, Sri Lestari, Dinar Aulia,

dan khususnya Agus Maulana Yusuf yang banyak membantu baik waktu,

tenaga, dan juga motivasi hingga terselesaikannya skripsi ini.

10. Untuk teman-teman angkatan 2009 khususnya Perbankan Syariah Kelas E

yang telah menjadi kerabat bertukar pikiran, berdikusi, dan berbagi selama

berada di Universitas ini

11. Kepada Teman-teman Lingkar Studi Ekonomi Syariah (LiSEnSi) UIN Jakarta

yang banyak menginspirasi penulis dalam mendalami Kajian-kajian Ekonomi

Syariah.

Dan ucapan terima kasih penulis kepada semua pihak, semoga kebaikan dan

bantuan kepada penulis menjadi amal ibadah dan mendapat ridha dari Allah

SWT. Penulis meminta maaf karena terdapat beberapa kekurangan yang

terdapat dalam skripsi ini. Untuk itu kritik dan saran kiranya dapat

memperbaiki skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan bagi

yang membacanya.

Jakarta, 30 Desember 2013

Penulis

Fitri Yunindya

Page 9: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

viii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA ..................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... iii

ABSTRAK ................................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ................................................................................................ v

DAFTAR ISI ............................................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................... 1

B. Permasalahan………………………………………………………………...4

1. Identifikasi Masalah…………………………………………………….4

2. Pembatasan Masalah……………………………………………………5

3. Perumusan Masalah…………………………………………………….5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 6

D. Metode Penelitian ......................................................................................... . 7

1. Jenis Penelitian…………………………………………………….…… 7

2. Jenis Data …………………………………………………….………….8

3. Teknik Analisis Data …………………………………………................8

4. Teknik Penulisan …………………………………………..………........9

E. Sistematika Penulisan ………………………………………………………9

Page 10: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

ix

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Hukum

1. Pengertian Hukum ................................................................................ 11

2. Sumber-sumber Hukum ....................................................................... 14

3. Fungsi Hukum……………………………………………………….….17

B. Undang-Undang ........................................................................................... 19

1. Definisi Undang-undang ........................................................................ 19

2. Asas-asas pembentukan Perundang-undangan yang Baik ................ 23

C. Lembaga Keuangan Mikro ......................................................................... 26

1. Definisi Lembaga Keuangan Mikro .................................................... 26

2. Jenis-jenis Lembaga Keuangan Mikro ……………………………....27

3. Peran Lembaga Keuangan Mikro…….………………………………27

D. Review Studi Terdahulu .............................................................................. 29

BAB III GAMBARAN UMUM BAITUL MAL WAT TAMWIL

A. Definisi Baitul Mal Wat Tamwil ................................................................. 34

B. Aspek Kegiatan yang Terdapat Dalam BMT ........................................... 35

C. Peran BMT ................................................................................................... 38

D. Peraturan yang Mengatur BMT…………………………………………..39

1. Undang-Undang No.17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian….…….39

Page 11: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

x

2. Undang-Undang No.21 Tahun 2011 Tentang OJK…………………...46

3. Undang-Undang No.1 Tahun 2013 Tentang LKM……………………52

BAB IV Analisis dan Pembahasan

A. Kelembagaan BMT…………………………………………………57

B. Regulasi BMT……………………………………………………….66

C. Penguatan Hukum BMT…………………………………………...75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................................................... 78

B. Saran ............................................................................................................. 79

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...81

Page 12: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hierarki Perundang-undangan ........................................................ 21

Gambar 4.1 Alur Sistematis Pengaturan BMT .................................................... 61

Gambar 4.2 Perundang-undangan LKMS ............................................................ 62

Gambar 4.3 Alur Pelaksanaan Perundang-undangan LKMS............................... 63

Gambar 4.4 Penguatan Hukum LKMS ................................................................ 67

Gambar 4.5 Pengembangan LKMS Melalui Penguatan Hukum LKMS ............. 68

Page 13: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebijakan yang paling efisien untuk mengatasi kemiskinan adalah

dengan melakukan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan

berkelanjutan. Percepatan pertumbuhan ekonomi berperan sebagai syarat

dasar yang paling strategis bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat.

Untuk menunjang hal tersebut, maka perlu adanya perbaikan terhadap akses

pendanaan bagi usaha mikro, kecil dan menengah.

Terhambatnya upaya pengembangan masyarakat miskin dalam

mengakses layanan keuangan pada umumnya disebabkan antara lain dari sisi

legalitas yaitu masalah agunan, belum berbadan hukum, tidak adanya izin

usaha, dan tidak adanya identitas pribadi.1 Hal tersebut membuat masyarakat

dinilai tidak layak mendapatkan akses pendanaan.

Dengan adanya sistem keuangan inklusif diharapkan dapat

menciptakan sinergi antara bank dan lembaga keuangan non-bank. Mengingat

bank adalah lembaga keuangan yang paling luas cakupannya, strategi

keuangan inklusif akan berpijak di atas sektor perbankan sebagai basis. Untuk

1 Eko, “Financial Inclusion; Akses Pendanaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah”,

Tabloid Progress, (Mei 2011), h. 7

Page 14: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

2

mengisi celah konsumen yang tidak terlayani, maka sinergi antara bank dan

lembaga keuangan non-bank, salah satunya dengan lembaga keuangan mikro

yang sudah banyak melayani kelompok miskin dan UMKM perlu di dorong.

Bersadarkan strategi penguatan akses keuangan masyarakat diatas,

maka LKMS perlu mendapatkan perhatian yang khusus dari pemerintah. Jika

sebelumnya LKMS diatur oleh Undang-Undang No.7 tentang perkoperasian

dirasa kurang terakomodir oleh undang-undang tersebut dikarenakan

banyaknya perbedaan dan ketidaktepatan dengan ciri khas dari LKMS

khususnya Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) dengan koperasi pada umumnya.

Pada Undang-Undang No. 17 tahun 2012 tentang perkoperasian sebagaimana

amandemen dari Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang perkoperasian,

tidak mengatur secara komprehensif mengenai aspek syariah baik dari segi

operasional pola syariah maupun model pembiayaan serta sistem pengawasan,

standar kompetensi, manajemen resiko maupun hal terkait dengan LKMS

yang notabene berbeda sekali dengan koperasi simpan pinjam konvensional.2

Pada kenyatannya dilapangan, banyak LKMS yang menjadikan badan

hukum koperasi hanya sebagai pelindung dari sebutan bank gelap tetapi

realitanya sistem operasionalnya sama seperti layaknya bank dan tidak

menerapkan prinsip-prinsip koperasi. Hal ini mengakibatkan banyak

2 Euis Amalia, Keadilan Distributif Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan UKM di

Indonesia (Jakarta: Rajawali Press, 2009)

Page 15: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

3

munculnya pelanggaran dan penyimpangan pada LKMS atau dalam hal ini

BMT. Ketiadaan undang-undang yang mampu memayungi LKMS

mengakibatkan masalah-masalah tersebut tidak dapat diproses secara lebih

lanjut karena tidak adanya ketentuan hukum yang jelas.

Akan tetapi, dengan munculnya undang-undang yang baru yaitu

Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, serta

Undang-Undang No.1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro

membuat LKMS khususnya Baitul Mal wat Tamwil (BMT) menjadi terbatas

ruang geraknya dikarenakan undang-undang tersebut terkesan tumpang tindih

(overlapping) dan justru membatasi operasional BMT.

Lembaga keuangan mikro seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank

Pasar, Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit

Usaha Rakyat Kecil (KURK), Unit Pelaksana Teknis Pemberdayaan Ekonomi

Masyarakat (UPT-PEM), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank

Karya Produksi Desa (BKPD), Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP),

Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Unit Simpan Pinjam Koperasi (USP

Koperasi), Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), Unit Jasa Keuangan

Syariah Koperasi (UJKS Koperasi), Baitul Mal wat Tamwil (BMT), Baitul

Tamwil Muhammadiyah (BTM) atau lembaga sejenis lainnya perlu untuk

mendapatkan penguatan dan dukungan tidak hanya dalam hal permodalan,

namun juga pada aspek legal agar lebih efektif dan kondusif melayani

Page 16: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

4

masyarakat dalam mengakses jasa keuangan. Peraturan yang ada di sektor

keuangan pun harusnya bersinergi dengan BMT agar menciptakan suatu

lembaga yang kokoh, baik dalam kelembagaan maupun kekuatan hukum.

Berdasarkan uraian di atas, maka judul penelitian ini adalah “Analisis

Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di

Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Terkait”.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Dalam upaya pemberdayaan ekonomi dan peningkatan akses keuangan

bagi usaha mikro dan kecil, lembaga keuangan mikro mulai mendapat

perhatian berbagai pihak khususnya Pemerintah. Perhatian tersebut misalnya

pada penyediaan landasan hukum bagi beroperasinya LKMS tersebut.

Munculnya undang-undang baru yaitu Undang-Undang No.21 tahun 2011

tentang Otoritas Jasa Keuangan, serta Undang-Undang No.1 tahun 2013

tentang Lembaga Keuangan Mikro dirasa membuat LKMS khususnya Baitul

Mal wat Tamwil (BMT) menjadi terbatas ruang geraknya dikarenakan

undang-undang tersebut terkesan tumpang tindih (overlapping) dan justru

membatasi operasional BMT.

Sebagai lembaga keuangan mikro yang operasionalnya menjadi

intermediary agent bagi kelompok masyarakat ekonomi kecil, baik secara

Page 17: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

5

komersial maupun sosial, ruang gerak LKMS terkesan terbatasi dengan

munculnya beberapa undang-undang terkait operasionalnya. Adapun

industri LKMS khususnya BMT akan highly regulated dan relatif rentan

terjadi dispute mengingat banyak landasan hukum yang harus dirujuk.

Banyaknya landasan hukum membuka ruang penafsiran menjadi begitu

luas, sehingga potensi penyimpangan hukum relatif tinggi.

2. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan yang dikaji menjadi fokus dan terarah, maka

skripsi ini hanya membahas landasan operasional yang tertuang dalam

Undang-Undang No.17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, Undang-

Undang No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Dan

Undang-Undang No.1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro,

sedangkan LKMS yang dikaji hanya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT).

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka

rincian pertanyaan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Apa saja undang-undang yang menjadi landasan bagi BMT dalam

menjalankan operasionalnya?

b. Apa dampak dari regulasi tersebut apabila terjadi perselisihan atau

penyimpangan?

Page 18: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

6

c. Bagaimana undang-undang yang ada dalam menopang kelangsungan

BMT di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan

penulisan ini adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui apa saja undang-undang yang menjadi landasan bagi

BMT dalam menjalankan operasionalnya.

b. Mengetahui apa dampak dari regulasi tersebut manakala terjadi terjadi

sengketa atau penyimpangan.

c. Mengetahui bagaimana undang-undang yang ada dalam menopang

kelangsungan BMT di Indonesia.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian dan penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut:

a. Bagi Penulis

Manfaat penelitian bagi penulis adalah terlatihnya kepekaan akan

prosedur ilmiah, dan keberanian menyampaikan gagasan untuk

merumuskan jalan keluar dari masalah-masalah masyarakat sekitar.

Page 19: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

7

b. Bagi Praktisi Lembaga Keuangan Mikro

Memberikan gagasan serta masukan tentang regulasi BMT yang

ada dalam hal pengembangan LKMS secara komprehensif.

c. Bagi masyarakat

Memberikan informasi tentang regulasi LKMS serta penyampaian

kritik yang bisa dijadikan referensi.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Pada prinsipnya, penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif

atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan

dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.3 Pada

penelitian ini, digunakan referensi yang berkaitan dengan tema penulisan

diantaranya yaitu undang-undang, buku-buku ilmu hukum, prosiding dan

karya tulis tentang hukum dan LKMS. Dengan demikian penelitian ini

merupakan penelitian kualitatif deskriptif, yang menjabarkan tentang

analisis landasan operasional Lembaga Keuangan Mikro Syariah di

Indonesia berdasarkan undang-undang yang terkait.4

3 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: Rajawali Press,

2011) h. 13 4Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif (Bandung:CV. Pustaka Setia, 2002) Cet.I, h.

51.

Page 20: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

8

2. Jenis Data

Pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumentasi dengan

penelitian kepustakaan, yakni penelitian terhadap dokumen-dokumen atau

referensi dari berbagai literatur yang dipandang mewakili dan berkaitan

dengan objek penelitian.

Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi data primer dan

sekunder. Data primer atau data hukum primer, yaitu bahan-bahan yang

mengikat, dan terdiri dari Undang-Undang Dasar 1945 dan Peraturan

Perundang-undangan; Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang

Perkoperasian, Undang-Undang No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa

Keuangan, dan Undang-Undang No.1 Tahun 2013 Tentang Lembaga

Keuangan Mikro. Data hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti hasil-

hasil penelitian hukum, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya

terkait dengan penelitian. 5

3. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, yaitu

menganalisis data yang telah dikumpulkan yang berisi informasi, pendapat

dan konsep, serta analisis hukum yang bersifat yuridis normatif, yaitu

analisis hukum yang merujuk pada hukum perundang-undangan yang

mengatur BMT.

5 Ibid., h.13

Page 21: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

9

4. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam skripsi ini merujuk

pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif hidayatullah Jakarta 2013”.

E. Sistematika Penulisan

Merujuk pada semua yang dituliskan di atas dan metode yang

digunakan serta dalam rangka memudahkan penulisan skripsi, maka

pembahasan dibagi menjadi lima (5) bab. Adapun sistematika penulisan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini mengemukakan dan menjelaskan garis-garis besar

materi yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini. Diawali

dengan Latar Belakang Masalah, Pembatasan Masalah,

Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,

Metodologi Penelitian serta Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORI

Bab ini membahas tinjauan teoritis mengenai gambaran umum

dan definisi, sumber-sumber, dan fungsi hukum. Definisi,

hierarki perundang-undangan, dan asas-asas peraturan

Page 22: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

10

perundang-undang. Definisi, jenis-jenis, dan peran Lembaga

Keuangan Mikro, serta review studi terdahulu.

BAB III GAMBARAN UMUM BAITUL MAAL WAT TAMWIL

Bab ini merupakan bab yang membahas tentang gambaran

umum berupa definisi, aspek kegiatan, peran, dan peraturan

yang mengatur Baitul Maal Wat Tamwil .

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan hasil penelitian dan analisis yuridis

Lembaga Keuangan Mikro Syariah Berdasarkan Perundang-

undangan Sektor Keuangan di Indonesia.

BAB V PENUTUP

Bab ini merupakan bagian penutup dikemukakan tentang

kesimpulan dan saran yang relevan untuk disampaikan.

Page 23: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

11

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Hukum

1. Definisi Hukum

Pengertian hukum menurut pendapat beberapa ahli hukum adalah

sebagai berikut1:

a. Plato, hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan

tersusun baik yang mengikat masyarakat.

b. Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak

hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.

c. Austin, hukum adalah peraturan yang diadakan untuk memberi

bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal

yang berkuasa atasnya.

d. Bellfroid, hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata

tertib masyarakat yang itu didasarkan atas kekuasaan yang ada pada

masyarakat.

e. E.M. Meyers, hukum adalah semua peraturan yang mengandung

pertimbangan kesusilaan ditunjukkan pada tingkah laku manusia

1 Ishaq, S.H, Dasar-Dasar Ilmu Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 2-3.

Page 24: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

12

dalam masyarakat dan menjadi pedoman penguasa Negara dalam

melakukan tugasnya.

f. Duguit, hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat,

aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh

suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap

orang yang melanggar peraturan itu.

g. Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat yang dengan ini

kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan dengan

kehendak bebas dari orang lain memenuhi peraturan hukum tentang

kemerdekaan.

h. Van Kant, hukum adalah serumpun peraturan yang bersifat memaksa

yang diadakan untuk mengatur dan melindungi kepentingan orang

dalam masyarakat.

i. Van Apeldoorn, hukum adalah suatu gejala sosial; tidak ada

masyarakat yang tidak mengenal hukum maka hukum itu menjadi

suatu aspek dari kebudayaan seperti agama, kesusilaan, adat istiadat,

dan kebiasaan.

j. S. M. Amin, hukum adalah kumpulan peraturan yang terdiri atas

norma dan sanksi-sanksi.

k. E. Utrecht, hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah dan

larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan

seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat yang

Page 25: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

13

bersangkutan. Oleh karena itu, pelanggaran petunjuk hidup tersebut

dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa itu.

l. M.H. Tirtaamidjata, hukum adalah semua aturan (norma) yang harus

diturut dalam tingkah laku dan tindakan dalam pergaulan hidup

dengan ancaman harus mengganti kerugian jika melanggar aturan

tersebut yang akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya

orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda, dan sebagainya.

m. J.T.C. Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto, hukum ialah

peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku

manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan resmi

yang berwajib, pelanggaran amanah terhadap peraturan tadi berakibat

diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman

Dari beberapa pengertian dan pendapat para tokoh diatas, dapat

disimpulkan bahwa hukum adalah seperangkat aturan yang disusun untuk

mengatur serta memberi batasan terhadap tingkah laku manusia agar tercipta

kedamaian di dalam masyarakat.

Page 26: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

14

2. Sumber-sumber Hukum

Yang dimaksud dengan sumber hukum adalah segala sesuatu yang

menimbulkan kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang

kalau dilanggar mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan nyata.2

Sumber hukum dapat dilihat dari dua segi, yaitu segi materiil dan segi

formil.3

1. Sumber Hukum Materiil

Sumber hukum material adalah faktor-faktor masyarakat yang

memengaruhi pembentukan hukum (pengaruh terhadap pembuat undang-

undang, pengaruh terhadap keputusan hakim, dan sebagainya).4 Atau

faktor-faktor yang ikut memengaruhi materi (isi) dari aturan-aturan

hukum, atau tempat dari mana materi hukum itu diambil. Sumber hukum

materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum.5

Sumber hukum materiil adalah sumber hukum yang menentukan

isi kaidah hukum, dan terdiri atas:

1) perasaan hukum seseorang atau pendapat umum,

2 A. Siti Soetami, S.H, Pengantar Tata Hukum Indonesia (Bandung: Pt. Refika Aditama,

2005) 3 E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia (Jakarta: Ichtisar) dalam Ni’matul Huda,

Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010). H. 28 4 Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidhartha, Pengantar Ilmu Hukum (Bandung, Alumni,

2000), hlm. 54. Dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2006),

h. 55. 5 Ibid., 55.

Page 27: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

15

2) agama

3) kebiasaan, dan

4) politik hukum dari pemerintah.

Sumber hukum materiil, yaitu tempat materi hukum itu diambil.

Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu

pembentukan hukum. Sumber hukum materiil dapat ditinjau dari pelbagai

sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, dan

sebagainya.6

2. Sumber Hukum Formil

Sumber hukum formal, yaitu berbagai bentuk aturan hukum

yang ada. Sumber hukum formal diartikan juga sebagai tempat atau

sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal

ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan

hukum itu berlaku formal. Sumber hukum formil, antara lain7:

6 Ibid.,

7 Yulies Tiena Masriani, S.H., M.Hum. Pengantar Hukum Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika,

Jakarta 2008), h.13.

Page 28: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

16

1) Undang-undang (statute),

Hukum perundang-undangan adalah hukum tertulis yang dibentuk

dengan cara-cara tertentu oleh pejabat yang berwenang dan

dituangkan dalam bentuk tertulis.8

2) Kebiasaan/ adat (custom),

Hukum adat merupakan hukum asli bangsa Indonesia yang tidak

tertulis, namun tumbuh dan dipertahankan dalam persekutuan

masyarakat hukum adat. Hukum adat diakui sebagai salah satu

bentuk hukum yang berlaku. Mengikat bukan hanya saja pada

anggota masyarakat, melainkan mengikat pula pada peradilan atau

administrasi Negara yang bertugas menerapkannya dalam situasi

konkret.9

3) Keputusan-keputusan hakim (jurisprudentie),

Yurisprudensi, yaitu kumpulan keputusan pengadilan mengenai

persoalan ketatanegaran yang setelah disusun secara teratur

memberikan kesimpulan tentang adanya ketentuan-ketentuan

8 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010).,

h. 33. 9 Ibid., h. 34.

Page 29: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

17

hukum tertentu yang ditemukan atau dikembangkan oleh badan-

badan pengadilan.10

4) Traktat (treaty),

Traktat atau perjanjian internasional adalah persetujuan yang

diadakan oleh Indonesia dengan Negara-negara lain, dimana

Indonesia telah mengikat diri untuk menerima hak-hak dan

kewajiban yang timbul dari perjanjian yang diadakannya itu,

traktat merupakan sumber hukum yang penting.11

5) Doktrin.

Doktrin ketatanegaraan adalah ajaran-ajaran tentang hukum tata

Negara yang ditemukan dan dikembangkan di dalam dunia ilmu

pengetahuan sebagai hasil penyelidikan dan pemikiran seksama

berdasarkan logika formal yang berlaku.12

3. Fungsi Hukum

Hukum bekerja dengan cara membatasi perbuatan seseorang atau

hubungan antara orang-orang dalam masyarakat. Untuk keperluan pembatasan

maka hukum menjabarkan tugasnya dalam berbagai fungsinya. Dengan

demikian fungsi hukum adalah menertibkan dan mengatur pergaulan dalam

masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul.

10

Ibid., h. 35 11

Ibid., 12

Ibid., h. 36.

Page 30: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

18

Adapun fungsi hukum menurut Lawrence M. Friedman, yaitu:

1. Pengawasan/ pengendalian sosial (social control)

2. Penyelesaian sengketa (dispute settlement)

3. Rekayasa sosial (social engineering)13

Muchtar Kusumaatmadja, seperti dikutip oleh Soerjono Soekanto,

mengajukan pula beberapa fungsi hukum sebagai berikut.

“Di Indonesia fungsi hukum di dalam pembangunan sebagai sarana

pembangunan masyarakat. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa

ketertiban dalam pembangunan merupakan suatu yang dianggap pentingdan

sangat diperlukan. Di samping itu, hukum sebagai tata kaedah dapat berfungsi

untuk menyalurkan arah kegiatan warga masyarakat ke tujuan yang

dikehendaki oleh perubahan tersebut. Sudah tentu bahwa fungsi hukum di atas

seyogyanya dilakukan, disamping fungsi hukum sebagai sistem pengendalian

sosial.14

Berdasarkan uraian fungsi hukum oleh para pakar hukum diatas, dapat

disusun fungsi-fungsi hukum sebagai berikut:

13

Lawrence M. Friedmann, Law and Society an Introduction, (New Jersey: Prentice Hall,

1997), h. 11-12 dalam Ishaq, S.H, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009)

14 Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum (Jakarta: Rajawali, 1982 h.

9 dalam Ishaq, S.H, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) h. 10.

Page 31: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

19

a. Memberikan pedoman atau pengarahan pada warga masyarakat untuk

berperilaku.

b. Pengawasan atau pengendalian sosial (social control).

c. Penyelesaian sengket (dispute settlement).

d. Rekayasa sosial (social engineering).

Fungsi hukum sebagai pedoman atau pengarah perilaku, kiranya tidak

memerlukan banyak keterangan, mengingat bahwa hukum telah disifatkan

sebagai kaedah, yaitu sebagai pedoman perilaku yang seyogyanya atau

diharapkan diwujudkan oleh masyarakat apabila warga masyarakat melakukan

suatu kegiatan yang diatur oleh hukum.

Hukum sebagai sarana pengendalian sosial, menurut A. Ross yang dikutip

oleh Soerjono Soekanto adalah mencakup semua kekuatan yang menciptakan

serta memelihara ikatan sosial. Ross menganut teori imperatif tentang fungsi

hukum dengan banyak menghubungkannya dengan hukum pidana.15

B. Undang-undang

1. Definisi Undang-Undang

Undang-undang adalah peraturan perundang-undangan yang tertinggi

di Negara Republik Indonesia, yang di dalam pembentukannya dilakukan oleh

15

Soerjono Soekanto, Fungsi Hukum dan Perubahan Sosial, (Bandung: Alumni,m 1981) h.

44 dalam Ishaq, S.H, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) h. 11

Page 32: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

20

dua lembaga, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan Presiden

seperti ditetapkan dalam Pasal 5 ayat (1), dan Pasal 20 UUD 1945.16

Undang-undang adalah dasar dan batas bagi kegiatan pemerintahan,

yang menjamin tuntutan-tuntutan Negara berdasar atas hukum, yang

menghendaki dapat diperkirakannya akibat suatu hukum, dan adanya

kepastian dalam hukum.17

Menurut pendapat Peter Badura, dalam pengertian teknis

ketatanegaraan Indonesia, undang-undang ialah produk yang dibentuk

bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden, dalam rangka

penyelenggaraan pemerintahan Negara (pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 UUD

1945 hasil perubahan pertama).18

Menurut S.J. Fockema Andrea dalam bukunya

“Rechtsgeleerdhandwoordenboek” perundang-undangan mempunyai dua

pengertian yang berbeda, yaitu:

“Perundang-undangan merupakan proses pembentukan/ proses

membentuk peraturan-peraturan Negara baik di tingkat pusat maupun di

tingkat daerah; perundang-undangan adalah segala peraturan-peraturan

16

Maria Farida Indrati. S, Ilmu Perundang-undangan (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007).

h. 186. 17

Prof. dr. Yuliandri, S.H, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang

Baik (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009) h. 25. 18

Ibid.,

Page 33: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

21

Negara, yang merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan, baik di

tingkat pusat maupun di tingkat daerah”.19

2. Hierarki Peraturan Perundang-undangan RI

Menurut sistem hukum Indonesia, peraturan perundang-undangan (hukum

tertulis) disusun dalam suatu tingkatan yang disebut hierarki peraturan

perundang-undangan. Menurut UUD 1945, dalam huruf A, disebutkan tata

urutan bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan RI ialah sebagai

berikut.20

Gambar 2.1 Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Menurut UU No. 10 Tahun 2004

UUD 1945

Ketetapan MPRS/MPR

UU/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

Peraturan Pemerintah

Keputusan Presiden

Peraturan daerah

19

Ibid., h. 26. 20

Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010).

H. 28-59.

Page 34: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

22

1. Perda Provinsi

2. Perda Kabupaten/ Kota

3. Perdes/ Peraturan yang setingkat.

Tata urutan diatas menunjukkan tingkatan masing-masing bentuk yang

bersangkutan, dimana yang disebut lebih dahulu mempunyai kedudukan lebih

tinggi dari pada bentuk-bentuk yang tersebut dibawahnya. Di samping itu, tata

urutan diatas mengandung konsekuensi hukum, bentuk peraturan atau

ketetapan yang tingkatnya lebih rendah tidak boleh mengandung materi yang

bertentangan dengan materi yang dimuat di dalam suatu peraturan yang

bentuknya lebih tinggi, terlepas dari soal siapakah yang berwenang

memberikan penilaian terhadap materi peraturan serta bagaimana nanti

konsekuensi apabila materi peraturan itu dinilai bertentangan dengan materi

peraturan yang lebih tinggi.21

Hal ini selaras dengan asas hukum lex superior

deregat inferiori (hukum yang lebih tinggi mengalahkan hukum yang

tingkatannya di bawahnya). Hal ini dimaksud agar tercipta kepastian hukum

dalam sistem peraturan perundang-undangan.22

Ajaran tentang tata urutan peraturan perundang-undangan tersebut

mengandung beberapa prinsip berikut:

21

Ibid., h. 38. 22

Ibid., h. 46.

Page 35: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

23

1. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya dapat

dijadikan landasan atau dasar hukum bagi peraturan perundang-

undangan yang lebih rendah atau berada dibawahnya.

2. Peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah harus bersumber

atau memiliki dasar hukum dari peraturan perundang-undangan yang

tingkatnya lebih tinggi.

3. Isi atau muatan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah

tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.

4. Suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut, diganti,

atau diubah dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

atau paling tidak dengan yang sederajat.

5. Peraturan perundang-undangan yang sejenis apabila mengatur materi

yang sama, peraturan yang terbaru harus diberlakukan walaupun tidak

dengan secara tegas dinyatakan bahwa peraturan yang lama itu

dicabut. Selain itu, peraturan yang mengatur materi yang lebih khusus

harus diutamakan dari peraturan yang lebih umum.23

3. Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik

Perkembangan pengaturan terhadap asas-asas pembentukan peraturan

perundang-undangan yang baik, dalam pembentukan undang-undang di

23

Ibid., h. 46-47.

Page 36: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

24

Indonesia untuk pertama kali secara tegas dan limitatif dicantumkan dalam

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Perundang-

Undangan. Pengaturan yang serupa juga diatur dalam Undang-Undang

Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Pasal 5 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 memberi penjelasan,

bahwa dalam membentuk peraturan perundang-undangan, harus didasarkan

pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yaitu:

kejelasan tujuan; kelembagaan muatan; dapat dilaksanakan; kedayagunaan

dan kehasilgunaan; kejelasan rumusan; dan keterbukaan.

Dalam penjelasan pasal 5 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004

selanjutnya dijelaskan maksud dari asas-asas tersebut adalah sebagai

berikut24

:

a. Asas Kejelasan Tujuan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan

perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak

dicapai.

b. Asas Kelembagaan atau Organ Pembentukan yang Tepat, adalah bahwa

setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/

pejabat pembentuk perundang-undangan yang berwenang. Peraturan

24

Prof. dr. Yuliandri, S.H, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang

Baik (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009) h, 152

Page 37: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

25

perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum,

bila dibuat oleh lembaga/ pejabat yang tidak berwenang.

c. Asas Kesesuaian Antara Jenis dan Materi Muatan adalah bahwa dalam

pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar

memerhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan

perundang-undangannya.

d. Asas Dapat Dilaksanakan, adalah bahwa setiap pembentukan peraturan

perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan

perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis,

yuridis, maupun sosiologis.

e. Asas Kedayagunaan dan Kehasilan adalah bahwa setiap peraturan

pembentukan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar

dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara.

f. Asas Kejelasan Rumusan, adalah bahwa setiap peraturan perundang-

undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan

perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata yang terminologi, serta

bahasa hukumnya jelas dan dimengerti, sehingga tidak menimbulkan

berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

g. Asas Keterbukaan, adalah bahwa dalam proses pembentukan peraturan

perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan

pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh

Page 38: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

26

lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk

memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-

undangan.25

C. Lembaga Keuangan Mikro

1. Definisi Lembaga Keuangan Mikro

Menurut undang-undang No. 1 tahun 2013 tentang Lembaga

Keuangan Mikro, LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan

untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat,

baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada

anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa

konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari

keuntungan.26

Sedangkan yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Mikro Syariah

adalah Lembaga Keuangan Mikro yang menggunakan prinsip-prinsip syariah

dengan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) guna mengawasi operasional

yang sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN).27

25

Ibid., h. 151-152. 26

Republik Indonesia, Undang-undang No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

Mikro, Bab I pasal 1. 27

Ibid., Bab IV pasal 12.

Page 39: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

27

2. Jenis-jenis Lembaga Keuangan Mikro

Menurut Salam (2000), jenis LKM sangat bervariasi, baik ditinjau

dari sisi kelembagaan tujuan pendirian, budaya masyarakat, kebijakan

pemerintah maupun sasaran lainnya. Secara umum, LKM di Indonesia dapat

dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu yang bersifat formal dan informal

LKM formal terdiri dari bank, yaitu Badan Kredit Desa (BKD), Bank

Prekreditan Rakyat (BPR), dan BRI Unit, sementara LKM formal non bank

mencakup Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP), Koperasi (Koperasi

Simpan Pinjam dan Koperasi Unit Desa) dan Pegadaian. Adapun LKM

informal terdiri dari berbagai kelompok dan Lembaga Swadaya Masyarakat

(KSM dan LSM), Baitul Maal wat Tamwil (BMT), Lembaga Ekonomi

Produktif Masyarakat Mandiri (LEPM), Unit Ekonomi Desa Simpan Pinjam

(UEDSP) serta berbagai bentuk kelompok lainnya.

3. Peran Lembaga Keuangan Mikro.

Pada dasarnya, peran lembaga keuangan mikro sama dengan peran

yang dimiliki oleh lembaga keuangan pada umumnya yaitu:28

a. Pengalihan asset (asset transmutation) menggalihkan asset dari unit

surplus ke unit defisit.

28

Y. Sri Susilo, dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta: Penerbit Salemba Empat,

2000), h. 8

Page 40: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

28

Bank dan lembaga keuangan bukan bank akan memberikan

pinjaman kepada pihak yang membutuhkan dana dalam jangka waktu

tertentu yang telah disepakati. Sumber dana pinjaman tersebut diperoleh

dari pemilik dana yaitu unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur

sesuai keinginan pemilik dana. Dalam hal ini bank dan lembaga keuangan

bukan bank berperan sebagai pengalih asset dari unit surplus (lenders)

kepada unit defisit (borrowers). Dalam kasus yang lain, pengalihan asset

dapat pula terjadi jika bank dan lembaga keuangan bukan bank

menerbitkan sekuritas sekunder (giro, deposito berjangka, dana pensiun,

dan sebagainya) yang kemudian dibeli oleh unit surplus dan selanjutnya

ditukarkan dengan sekuritas primer (saham, obligasi, promes, commercial

papper dan sebagainya) yang diterbitkan oleh unit defisit.

b. Transaksi (transaction) memberikan kemudahan transaksi barang dan jasa

Bank dan lembaga keuanga bukan bank memberikan berbagai

kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi barang

dan jasa. Produk-produk yang dikeluarkan oleh bank dan lembaga

keuangan bukan bank (giro, tabungan, deposito, saham, dsb) merupakan

pengganti dari uang dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran.

c. Likuiditas (liquidity) menawarkan produk dana dengan berbagai alternatif

tingkat likuidasi

Page 41: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

29

Unit surplus dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam

bentuk produk-produk berupa giro, tabungan, deposito, dan sebagainya.

Produk-produk tersebut masing-masing mempunyai tingkat likuiditas

yang berbeda-beda. Untuk kepentingan likuiditas pemilik dana, mereka

dapat menempatkan dananya sesuai dengan kebutuhan.

d. Efisiensi (efficiency)

Bank dan lembaga keuangan bukan bank dapat menurunkan biaya

transaksi dengan jangkauan pelayanannya. Peranan bank dan lembaga

keuangan bukan bank sebagai broker (brokerage) adalah mempertemukan

pihak-pihak yang saling membutuhkan. Adanya informasi yang tidak

simetris antara peminjam dan investor menimbulkan masalah insentif.

D. Review Studi Terdahulu

Identitas Penulis

Judul

Penelitian

Hasil Penelitian

Pembeda

pembahasan dalam

skripsi yang akan

diteliti

1.Putri Syahidah,

Mahasiswa S1

Perbankan

Skripsi yang

berjudul

“Aspek

Dalam skripsi ini

dibahas bahwa UU yang

dijadikan acuan bagi

Skripsi yang akan

ditulis merupakan

jawaban atas kritik

Page 42: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

30

Syariah, Fakultas

Syariah dan

Hukum. UIN

Syarif

Hidayatullah

Jakarta

Regulasi

Baitul Maal

Wat Tamwil

(Studi Kasus

pada BMT al-

Fath IKMI,

LKMS al-

Amin, BMT

al-Kariim)”.

BMT yaitu UU No.2

Tahun 1992 tentang

Perkoperasian dan

Keputusan Menteri

Negara Koperasi dan

Usaha Kecil dan

Menengah No.

91/Kep/M.KUKM/IX/20

04 tentang petunjuk

pelaksanaan kegiatan

usaha koperasi jasa

keuangan syariah dinilai

masih memiliki banyak

kekurangan dalam

mengatur keberadaan

BMT yang berkembang

di masyarakat.

Dijelaskan bahwa

undang-undang yang ada

saat ini tidak seluruhnya

dijalankan oleh BMT

dan saran yang telah

ditulis dalam skripsi

sebelumnya.

Sehingga dapat

memberikan estafet

gagasan yang

sistematis tentang

regulasi LKM.

Page 43: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

31

salah satunya yaitu

pemberian laporan

keuangan kepada pejabat

yang berwenang.

Kemudian dijelaskan

pula bahwa banyak

undang-undang atau

regulasi yang tidak

dijalankan oleh pembuat

kebijakan yaitu

kementrian koperasi dan

UKM RI. Undang-

undang tersebut antara

lain mengenai penilaian

kesehatan bank, tidak

berjalannya pemberian

sanksi terhadap BMT

yang melanggar, tidak

berjalannya pembinaan

dan pengawasan dari

Kementrian Koperasi

Page 44: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

32

dan UKM RI.

1. Neni Sri

Imaniyati,

Pengajar di

Universitas

Islam

Bandung dan

Konsultan

Hukum di

Kantor

Hukum &

Syariah Darul

Hikam..

Prosiding

yang berjudul

“Urgensi

Penguatan

Hukum Baitul

Mal Wat

Tamwil

(BMT) Dalam

Perspektif

Hukum

Ekonomi”.

Dalam prosiding yang

telah dipublikasikan

pada Seminar dan

Dialog Budaya antara

Indonesia dengan

Uni Eropa yang

dilaksanakan di

Universitas Islam

Bandung tanggal 15 - 16

Desember 2009 ini

menyatakan bahwa

terdapat banyak undang-

undang yang terkait

mengatur BMT, namun

keberadaan undang-

undang yang ada dinilai

kurang mengakomodir

keberadaan BMT saat

ini, dengan demikian

Jika dalam prosiding

tersebut BMT masih

mengacu pada

Undang-Undang No.

25 Tahun 1992

Tentang

Perkoperasian, maka

dalam skripsi yang

akan ditulis oleh

penulis saat ini

terdapat perluasan

undang-undang yang

dikaji, dimana

undang-undang

tersebut merupakan

peraturan baru pada

sektor keuangan

nasional yaitu

Undang-Undang No.

Page 45: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

33

perlu segera disusun

Undang-undang

Lembaga Keuangan

Mikro yang

mengakomodir

kebutuhan hukum

lembaga keuangan

mikro syariah seperti

BMT agar para

pengusaha mikro

mendapatkan dukungan

legalisasi atau kepastian

status badan hukum

dalam menjalankan

usaha.

Tahun 2011 Tentang

Otoritas Jasa

Keuangan, Undang-

Undang No. 1 Tahun

2013 Tentang

Lembaga Keuangan

Mikro serta adanya

pembaruan Undang-

Undang No. 17

Tahun 2012 Tentang

Perkoperasian.

Page 46: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

34

BAB III

GAMBARAN UMUM BAITUL MAAL WAT TAMWIL

A. Definisi BMT

Baitul Mal wat Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Terpadu, adalah lembaga

keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil,

menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan

martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas

prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan

berlandaskan sistem ekonomi yang Salaam: keselamatan, kedamaian, dan,

kesejahteraan. BMT sesuai namanya terdiri atas dua fungsi utama yaitu sebagai

berikut: 1

1. Baitul tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan pengembangan

usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi

pengusaha mikro dan kecil, antara lain dengan mendorong kegiatan menabung

dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi.

2. Baitul mal (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak, dan sedekah

serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.

Secara harfiah, baitul mal berarti rumah dana, sedangkan baitut tamwil adalah

rumah usaha. Baitul mal dikembangkan berdasarkan sejarah

1 M. Nur Rianto Al-Arif, Lembaga Keuangan Syariah - Suatu Kajian Teoretis Praktis

(Jakarta: Pustaka Setia, 2012) h. 317.

Page 47: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

35

perkembangannya, yaitu dari masa nabi sampai dengan pertengahan

perkembangan islam. Baitul mal berfungsi untuk mengumpulkan, sekaligus

men-tasyaruf-kan dana sosial. Sedangkan baitul tamwil merupakan lembaga

bisnis yang bermotif laba. Dari pengertian tersebut, dapat ditarik pengertian

yang menyeluruh bahwa BMT merupakan organisasi bisnis yang berperan

sosial.2

B. Aspek Kegiatan yang terdapat dalam BMT

1. Jasa Keuangan

Kegiatan jasa keuangan yang dikembangkan oleh BMT merupakan

penghimpunan dan menyalurkannya melalui kegiatan pembiayaan dari dan

untuk anggota atau non anggota. Kegiatan ini dapat disamakan secara

operasional dengan kegiatan simpan pinjam dalam koperasi atau perbankan

secara umum. Namun demikian kegiatan perbankan, karena merupakan

lembaga keuangan islam, BMT dapat disamakan dengan sistem perbankan

atau lembaga keuangan yang mendasarkan kegiatannya dengan syariat islam.

Hal ini juga terlihat dari produk-produk jasanya yang kurang lebih sama

dengan yang ada dalam perbankan syariah. 3

Sesuai dengan peraturan perundangan koperasi, untuk jenis kegiatan

simpan pinjam, aktivitasnya tidak boleh bercampur dengan aktivitas lain yang

2 Ibid., h. 319.

3Hertanto Widodo, Ak. Et., al, PAS (Pedoman Akuntansi Syariat): Panduan Praktis

Operasional Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) (Bandung: Mizan, 1999) h. 82-83.

Page 48: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

36

dilakukan oleh koperasi. Artinya, koperasi harus merupakan entitas tersendiri

dan khusus untuk aktivitas simpan pinjam harus disediakan modal sendiri

yang dipisahkan, jumlahnya sudah ditentukan dan tidak boleh berkurang.

a. Penghimpunan Dana

Penghimpunan dana oleh BMT diperoleh melalui simpanan yaitu

dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada BMT untuk disalurkan ke

sektor produktif dalam bentuk pembiayaan. Simpanan ini dapat berbentuk

tabungan wadiah, simpanan mudharabah jangka pendek dan jangka

panjang.

b. Penyaluran Dana

Penyaluran dana BMT kepada nasabah terdiri atas dua jenis:

pertama, pembiayaan dengan sistem bagi hasil, dan kedua, jual beli

dengan pembayaran ditangguhkan. Pembiayaan merupakan penyaluran

dana BMT kepada pihak ketiga berdasarkan kesepakatan pembiayaan

antara BMT dengan pihak lain dengan jangka waktu tertentu dan nisbah

bagi hasil yang disepakati. Pembiayaan dibedakan menjadi pembiayaan

musyarakah dan mudharabah. Penyaluran dana dalam bentuk jual beli

dengan pembayaran ditangguhkan adalah penjualan barang dari BMT

kepada nasabah, dengan harga ditetapkan sebesar biaya perolehan barang

ditambah margin keuntungan yang disepakati untuk keuntungan BMT.

Page 49: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

37

Bentuknya dapat berupa bai’ bitsaman ajil, pembayaran dilakukan secara

angsuran, dan murabahah, pembayaran dilakukan diakhir perjanjian.

2. Sektor Riil

Pada dasarnya, sektor riil juga merupakan bentuk penyaluran dana

BMT. Namun, berbeda dengan kegiatan sektor jasa keuangan yang

penyalurannya berjangka waktu tertentu, penyaluran dana ini selanjutnya

disebut investasi atau penyertaan. Investasi yang dilakukan BMT dapat

dengan mendirikan usaha baru atau dengan masuk ke usaha yang sudah ada

dengan cara membeli saham.

3. Sosial (Zakat, Infaq, dan Sedekah)

Kegiatan pada sektor ini adalah pengelolaan zakat, infaq, sedekah,

baik yang berasal dari Badan amil zakat maupun yang berhasil dihimpun

sendiri oleh BMT. Sektor ini merupakan salah satu kekuatan BMT karena

juga berperan dalam pembinaan agama bagi para nasabah sektor jasa

keuangan BMT. Dengan demikian, pemberdayaan yang dilakukan BMT

tidak terbatas pada sisi ekonomi, tetapi juga dalam hal agama. Diharapkan

pula para nasabah BMT tersebut akan turut menyalurkan ZIS nya kepada

BMT.4

4 Ibid., h.82-84.

Page 50: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

38

Secara kelembagaan BMT didampingi atau didukung Pusat Inkubasi

Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). PINBUK sebagai lembaga primer dengan

melakukan pembinaan serta memonitoring BMT di seluruh Indonesia.

C. Peran BMT

Keberadaan BMT merupakan representasi dari kehidupan masyarakat

dimana BMT itu berada, dengan jalan ini BMT mampu mengakomodir

kepentingan ekonomi masyarakat.

Peran umum BMT yang dilakukan adalah melakukan pembinaan dan

pendanaan yang berdasarkan sistem syariah. Peran ini menegaskan arti penting

prinsip-prinsip syariah dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Sebagai lembaga

keuangan syariah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat

kecil yang serba cukup – ilmu pengetahuan ataupun materik – maka BMT

mempunyai tugas penting dalam mengemban misi keislaman dalam segala aspek

masyarakat.

Keberadaan BMT setidaknya mempunyai beberapa peran5:

1. Menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non syariah. Aktif melakukan

sosialisasi ditengah masyarakat tentang arti penting sistem ekonomi islami.

5 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Ekosiana, 2003) h.

97.

Page 51: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

39

Hal ini bisa dilakukan dengan pelatihan-pelatihan mengenai cara-cara

bertransaksi yang islami.

2. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil. BMT harus bersikap aktif

menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan mikro misalnya dengan cara

pendampingan, pembinaan, penyuluhan, dan pengawasan terhadap usaha-

usaha nasabah atau terhadap masyarakat umum.

3. Melepas ketergantungan pada rentenir, masyarakat yang masih tergantung

rentenir disebabkan rentenir mampu memenuhi kebutuhan pendanaan dengan

segera.

4. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata.

Fungsi BMT langsung berhadapan dengan masyarakat yang kompleks

dituntut harus pandai bersikap, oleh karena itu langkah-langkah untuk

melakukan evaluasi dalam rangka pemerataan skala prioritas yang harus

diperhatikan, misalnya dalam masalah pembiayaan, BMT harus

memperhatikan kelayakan nasabah dalam hal golongan nasabah dan jenis

pembiayaan.

D. Peraturan Yang Mengatur BMT

1. Undang-Undang No.17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian

Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan

atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya

sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan

Page 52: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

40

kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai

dan prinsip Koperasi. Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19456 dan berdasar atas asas

kekeluargaan.7

Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan Anggota pada

khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang

tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan

berkeadilan.8

Nilai yang mendasari kegiatan Koperasi yaitu: Kekeluargaan;

Menolong diri sendiri; Bertanggung jawab; Demokrasi; Persamaan;

Berkeadilan; dan Kemandirian.9

Koperasi mempunyai perangkat organisasi Koperasi yang terdiri atas

Rapat Anggota, Pengawas, dan Pengurus.10

Dalam hal sumber permodalan

Koperasi, maka dapat berupa:

a. Modal Koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi

sebagai modal awal.

b. Selain tersebut diatas, modal Koperasi dapat berasal dari:

6Republik Indonesia, Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian, pasal 2.

7Ibid., pasal 3.

8Ibid., pasal 4.

9Ibid., 5.

10Ibid., pasal 31.

Page 53: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

41

1) Hibah;

2) Modal Penyertaan;

3) Modal pinjaman yang berasal dari:

a) Anggota;

b) Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya;

c) Bank dan lembaga keuangan lainnya;

d) Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya; dan/atau

e) Pemerintah dan Pemerintah Daerah; dan/atau sumber lain yang sah

yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau

ketentuan peraturan perundang-undangan.11

Selain sumber permodalan tersebut diatas, Koperasi dapat menerima

Modal Penyertaan dari:

a. Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

dan/atau

b. masyarakat berdasarkan perjanjian penempatan Modal Penyertaan.12

Pemerintah dan/atau masyarakat wajib turut menanggung risiko dan

bertanggung jawab terhadap kerugian usaha yang dibiayai dengan Modal

11

Ibid., pasal 66. 12

Ibid., pasal 75 ayat 1.

Page 54: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

42

Penyertaan sebatas nilai Modal Penyertaan yang ditanamkan dalam

Koperasi.13

Berdasarkan undang-undang ini, jenis Koperasi terdiri dari

Koperasi konsumen; Koperasi produsen; Koperasi jasa; dan Koperasi Simpan

Pinjam.14

Dimana koperasi konsumen menyelenggarakan kegiatan usaha

pelayanan di bidang penyediaan barang kebutuhan Anggota dan non-

Anggota;15 Koperasi produsen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di

bidang pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan

Anggota kepada Anggota dan non-Anggota16; Koperasi jasa

menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan jasa non-simpan pinjam yang

diperlukan oleh Anggota dan non-Anggota17; dan Koperasi Simpan Pinjam

menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha yang melayani

Anggota.18

13

Ibid., pasal 75 ayat 2. 14

Ibid., pasal 83. 15

Ibid., pasal 84. 16

Ibid., pasal 84 ayat 2. 17

Ibid., pasal 84 ayat 3. 18

Ibid., pasal 84 ayat 4.

Page 55: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

43

Koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar prinsip ekonomi

syariah.19 Ketentuan mengenai Koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah

diatur dengan Peraturan Pemerintah.20

Di dalam Undang-undang ini, Koperasi Simpan Pinjam harus

memperoleh izin usaha simpan pinjam dari Menteri.21 Untuk memperoleh izin

usaha simpan pinjam, Koperasi Simpan Pinjam harus memenuhi persyaratan

yang ditetapkan oleh Menteri.22 Adapun kegiatan dalam Koperasi Simpan

Pinjam yaitu:

a. menghimpun dana dari Anggota;

b. memberikan Pinjaman kepada Anggota; dan

c. menempatkan dana pada Koperasi Simpan Pinjam sekundernya. 23

Untuk meningkatkan pelayanan kepada Anggota, Koperasi Simpan

Pinjam dapat membuka jaringan pelayanan simpan pinjam. Jaringan

pelayanan simpan pinjam dapat terdiri atas:

a. Kantor Cabang;

b. Kantor Cabang Pembantu; dan

c. Kantor Kas.24

19

Ibid., pasal 87 ayat 3. 20

Ibid., pasal 87 ayat 4. 21

Ibid., pasal 88 ayat 1. 22

Ibid., pasal 88 ayat 2. 23

Ibid., pasal 89. 24

Ibid.,pasal 90.

Page 56: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

44

Untuk meningkatkan usaha Anggota dan menyatukan potensi

usaha serta mengembangkan kerjasama antar-Koperasi Simpan Pinjam,

Koperasi Simpan Pinjam dapat mendirikan atau menjadi Anggota Koperasi

Simpan Pinjam Sekunder. Koperasi Simpan Pinjam Sekunder dapat

menyelenggarakan kegiatan:

a. simpan pinjam antar-Koperasi Simpan Pinjam yang menjadi anggotanya;

b. manajemen risiko;

c. konsultasi manajemen usaha simpan pinjam;

d. pendidikan dan pelatihan di bidang usaha simpan pinjam;

e. standardisasi sistem akuntansi dan pemeriksaan untuk anggotanya;

f. pengadaan sarana usaha untuk anggotanya; dan/atau

g. pemberian bimbingan dan konsultasi.

Koperasi Simpan Pinjam wajib menerapkan prinsip kehati-hatian.

Dalam memberikan Pinjaman, Koperasi Simpan Pinjam wajib mempunyai

keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan peminjam untuk melunasi

Pinjaman sesuai dengan perjanjian dan wajib menempuh cara yang tidak

merugikan Koperasi Simpan Pinjam dan kepentingan penyimpan dan wajib

menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian

terhadap penyimpan.

Page 57: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

45

Koperasi Simpan Pinjam dilarang melakukan investasi usaha pada

sektor riil. Koperasi Simpan Pinjam yang menghimpun dana dari Anggota

harus menyalurkan kembali dalam bentuk Pinjaman kepada Anggota.25

Dalam menjamin simpanan, maka Koperasi Simpan Pinjam wajib

menjamin Simpanan Anggota. Adapun pemerintah dapat membentuk

Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan Pinjam untuk menjamin

Simpanan Anggota.

Lembaga Penjamin Koperasi Simpan Pinjam menyelenggarakan

program penjaminan Simpanan bagi Anggota Koperasi Simpan Pinjam dan

koperasi yang memenuhi persyaratan dapat mengikuti program penjaminan

simpanan pada Lembaga Penjamin Koperasi. Ketentuan mengenai Lembaga

Penjamin Simpanan Koperasi Simpan Pinjam diatur dengan Peraturan

Pemerintah.26 Dalam hal meningkatkan kepercayaan terhadap koperasi, maka

wajib dilakukan pengawasan terhadap koperasi oleh Menteri. 27 Sedangkan

Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dilakukan oleh Lembaga Pengawasan

Koperasi Simpan Pinjam yang kemudian Lembaga Pengawasan Koperasi

Simpan Pinjam bertanggung jawab kepada Menteri.28

25

Ibid.,pasal 93. 26

Ibid.,pasal 94. 27

Ibid.,pasal 96. 28

Ibid.,pasal 100.

Page 58: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

46

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, maka Koperasi yang

telah didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diakui

sebagai Koperasi berdasarkan Undang-Undang ini.29

Undang-undang ini diundangkan Pada Tanggal 30 Oktober 2012

dan mulai berlaku pada saat diundangkan.

2. Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah

lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang

mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,

pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

ini.30

Berdasarkan Undang-undang ini, yang dimaksud dengan Lembaga

Jasa Keuangan adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor

Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan,

dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. 31 Adapun yang dimaksud dengan

Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan

pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal sebagaimana

29

Ibid., pasal 122. 30

Republik Indonesia, Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

pasal 1 ayat 1. 31

Ibid., pasal 1 ayat 4.

Page 59: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

47

dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai lembaga

pembiayaan.32

Selain itu adapun yang dimaksud dengan Lembaga Jasa Keuangan

Lainnya adalah pergadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor

Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan lembaga yang

menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, meliputi

penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan,

sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai

pergadaian, penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan

pembiayaan sekunder perumahan, dan pengelolaan dana masyarakat yang

bersifat wajib, serta lembaga jasa keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh

OJK berdasarkan peraturan perundang-undangan. 33

OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal

yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini.34

OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam

sektor jasa keuangan:

a. terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;

32

Ibid., pasal 1 ayat 9. 33

Ibid., pasal 1 ayat 10. 34

Ibid., pasal 2 ayat 2.

Page 60: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

48

b. mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan

dan stabil; dan

c. mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat.35

OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan

yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa

keuangan.36 OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap

kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; kegiatan jasa keuangan di sektor

Pasar Modal; dan kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana

Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.37

Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:

a. menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;

b. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

c. menetapkan peraturan dan keputusan OJK;

d. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;

e. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;

f. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis

terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;

35

Ibid.,Pasal 4. 36

Ibid.,Pasal 5. 37

Ibid., pasal 6.

Page 61: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

49

g. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter

pada Lembaga Jasa Keuangan;

h. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,

memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan

i. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.38

Untuk melaksanakan tugas pengawasan, OJK mempunyai wewenang:

a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa

keuangan;

b. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala

Eksekutif;

c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan

Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku,

dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam

peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

d. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau

pihak tertentu;

e. melakukan penunjukan pengelola statuter;

f. menetapkan penggunaan pengelola statuter;

38

Ibid., pasal 8.

Page 62: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

50

g. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan

pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa

keuangan; dan

h. memberikan dan/atau mencabut:

i. izin usaha;

sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa

keuangan.39

Untuk perlindungan Konsumen dan masyarakat, OJK berwenang

melakukan tindakan pencegahan kerugian Konsumen dan masyarakat, yang

meliputi:

a. memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik

sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya;

b. meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya

apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan

c. tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan di sektor jasa keuangan.40

Dalam melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank

Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan antara

lain:

39

Ibid., pasal 9. 40

Ibid., pasal 28.

Page 63: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

51

a. kewajiban pemenuhan modal minimum bank;

b. sistem informasi perbankan yang terpadu;

c. kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing,

dan pinjaman komersial luar negeri;

d. produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya;

e. penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important

bank; dan

f. data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi.

OJK, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan wajib

membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi.41

Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang

pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal,

Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa

Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar

Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK dan fungsi, tugas, dan wewenang

pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan

beralih dari Bank Indonesia ke OJK.42 Undang-undang ini disahkan di Jakarta

pada tanggal 22 November 2011.

41

Ibid., 43. 42

Ibid., pasal 55.

Page 64: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

52

3. Undang-undang No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro

Undang-Undang yang terdiri dari 42 pasal ini memuat substansi pokok

mengenai ketentuan lingkup LKM, konsep Simpanan dan

Pinjaman/Pembiayaan dalam definisi LKM, asas dan tujuan. Undang-Undang

ini juga mengatur kelembagaan, baik yang mengenai pendirian, bentuk badan

hukum, permodalan, maupun kepemilikan.

Selain itu, Undang-Undang ini mengatur juga mengenai kegiatan

usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan

masyarakat, baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam skala mikro

kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun pemberian

jasa konsultasi pengembangan usaha, serta cakupan wilayah usaha suatu LKM

yang berada dalam satu wilayah desa/kelurahan, kecamatan, atau

kabupaten/kota sesuai dengan perizinannya (multi-ticensing).

Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya disingkat LKM adalah

lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa

pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman

atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat,

Page 65: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

53

pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan

usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.43

Adapun menurut Undang-undang ini LKM bertujuan untuk:44

a. meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat;

b. membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas

masyarakat; dan

c. membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat,

terutama masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.

Bentuk badan hukum yang dapat digunakan oleh LKM antara lain

adalah:

a. Koperasi; atau

b. Perseroan Terbatas.45

LKM yang berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas, kepemilikan

sahamnya mayoritas dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau

badan usaha milik desa/kelurahan. Sebelum menjalankan kegiatan usaha,

LKM harus memiliki izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan.46

Untuk

43

Republik Indonesia, Undang-undang No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro

pasal 1. 44

Ibid., pasal 3. 45

Ibid., pasal 5. 46

Ibid., pasal 9 ayat 1.

Page 66: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

54

memperoleh izin usaha LKM harus dipenuhi persyaratan paling sedikit

mengenai:

a. Susunan organisasi dan kepengurusan;

b. Permodalan;

c. Kepemilikan; dan

d. Kelayakan rencana kerja.47

Penyaluran Pinjaman atau Pembiayaan dan pengelolaan Simpanan

oleh LKM dilaksanakan setara konvensional atau berdasarkan prinsip

syariah.48

Kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah wajib dilaksanakan

sesuai dengan fatwa syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional,

Majelis Ulama Indonesia.49

Untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah LKM

wajib membentuk dewan pengawas syariah.50

Dewan pengawas syariah

bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi atau pengurus serta

mengawasi kegiatan LKM agar sesuai dengan prinsip syariah.51

47

Ibid., pasal 9 ayat 2. 48

Ibid., pasal 12 ayat 1. 49

Ibid., ayat 2. 50

Ibid., pasal ayat 1. 51

Ibid., pasal 12 ayat 2.

Page 67: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

55

Untuk memberikan kepercayaan kepada para penyimpan, dapat

dibentuk lembaga penjamin simpanan LKM yang didirikan oleh Pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota dan/atau LKM.52

Dalam hal diperlukan, Pemerintah

dapat Pula ikut mendirikan lembaga penjamin simpanan LKM bersama

Pemerintah Daerah dan LKM.53

Dalam hal mengatur cakupan wilayah

kegiatan usaha, LKM wajib bertransformasi menjadi bank jika:

a. LKM melakukan kegiatan usaha melebihi 1 (satu) wilayah

kabupaten/kota tempat kedudukan LKM; atau

b. LKM telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan.54

Agar lebih terarah dan terawasi, maka pembinaan, pengaturan, dan

pengawasan LKM dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.55

Dalam

melakukan pembinaan, Otoritas Jasa Keuangan melakukan koordinasi

dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan koperasi dan

Kementerian Dalam Negeri. Pembinaan dan pengawasan tersebut

didelegasikan kepada pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

52

Ibid., pasal 19 ayat 1. 53

Ibid., pasal 19 ayat 2. 54

Ibid., pasal 27. 55

Ibid., pasal 28.

Page 68: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

56

Sebagaimana sebuah lembaga keuangan yang akuntabel, maka LKM

wajib melakukan dan memelihara pencatatan dan/atau pembukuan keuangan

sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku.56

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Bank Desa, Lumbung

Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit

Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga

Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), Badan

Usaha Kredit Pedesaan (BUKP), Baitul Maal wa Tamwil (BMT), Baitul

Tamwil Muhammadiyah (BTM), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang

dipersamakan dengan itu tetap dapat beroperasi sampai dengan 1 (satu) tahun

terhitung sejak Undang-Undang ini berlaku.57

Lembaga-tersebut diatas wajib memperoleh izin usaha dari Otoritas

Jasa Keuangan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini

berlaku.58

Lembaga Perkreditan Desa dan Lumbung Pitih Nagari serta

lembaga sejenis yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku,

dinyatakan diakui keberadaannya berdasarkan hukum adat dan tidak tunduk

pada Undang-Undang ini.59

Dan Undang-undang ini disahkan di Jakarta,

pada tanggal 8 Januari 2013 dan mulai berlaku tanggal 8 Januari 2015.

56

Ibid., pasal 29. 57

Ibid., ayat 1. 58

Ibid., ayat 2. 59

Ibid., ayat 3.

Page 69: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

57

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Kelembagaan BMT

Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia menunjukkan

progress yang sangat baik, pasalnya LKM merupakan lembaga keuangan yang

mampu berbaur dengan masyarakat ekonomi rendah, dengan ciri khas nya yang

berbeda dengan bank, LKM hadir sebagai mitra masyarakat untuk mengakses modal.

LKM juga tidak hanya sebagai perantara antara pihak surplus dana dan pihak

yang kekurangan dana, LKM turut melakukan pembinaan, pengawasan, dan

monitoring nasabah pembiayaannya sehingga LKM dalam praktiknya mampu

menunjukkan bahwa masyarakat yang tidak bankable namun memiliki prospek dalam

menjalankan usaha kecil dan menengah adalah masyarakat yang layak untuk diberi

pembiayaan. Hal ini juga ditunjukkan dengan rendahnya nilai NPL (Non Performing

Loan) atau kredit macet pada LKM lebih rendah daripada NPF pada bank.

Berbeda dari banyaknya LKM yang ada di Indonesia, BMT merupakan

LKM yang dapat dikatakan memiliki karakteristik yang berbeda dengan LKM

sejenisnya. Hal ini dapat dilihat dari prinsip-prinsip yang dijalankan oleh BMT dan

juga corak dari kegiatan usaha yang berbeda dengan LKM lain yang sejenis.

Page 70: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

58

BMT yang pada awalnya masih menggunakan payung hukum perkoperasian

saat ini dirasa kurang terpenuhi secara kelembagaan dan ketepatan hukum dengan

undang-undang tersebut, yaitu undang-undang No. 25 Tahun 1992 yang telah

diamandemen menjadi Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian.

Banyak hal yang tidak diatur dengan baik perihal kelembagaan BMT, baik dari sisi

pengawasan, pengaturan, aspek syariah, standar kompetensi, dll.

Dengan alasan tersebut, maka pemerintah yang saat ini telah mengeluarkan

penyempurnaan undang-undang dalam sektor keuangan dimana Bank Indonesia saat

ini tidak lagi mengatur tentang Lembaga Keuangan di Indonesia dan dialihfungsikan

oleh Otoritas Jasa Keuangan, maka dengan munculnya Undang-Undang No. 21

Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Undang-Undang No. 1 Tahun 2013

tentang Lembaga Keuangan Mikro itu sendiri membuat BMT sebagai Lembaga

Keuangan Mikro tidak lagi diatur oleh undang-undang perkoperasian dan Keputusan

Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No.

91/Kep/M.KUKM/IX/2004 namun juga oleh undang-undang OJK dan undang-

undang LKM.

Adanya undang-undang baru di dalam sektor keuangan nasional diatas

membuat banyak praktisi BMT merasa ruang lingkup operasional BMT dibatasi oleh

undang-undang tersebut. Undang-undang baru yang mengatur BMT masih dirasakan

kurang tepat mengakomodasi kebutuhan hukum BMT saat ini. Banyak pula pihak

Page 71: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

59

yang merasa undang-undang diatas belum matang untuk diundangkan dan terlihat

tumpang tindih.

Kerancuan dalam undang-undang terkait operasional BMT membuat BMT

bukan hanya terbatasi operasionalnya, namun juga membuat BMT semakin rentan

terhadap penyimpangan-penyimpangan dalam bidang hukum karena ketidaktepatan

dan ketidakmampuan undang-undang dalam menjawab kebutuhan BMT sebagai

lembaga keuangan mikro di masyarakat.

Adanya beberapa undang-undang juga membuat BMT sulit merujuk hukum

atau undang-undang mana yang menjadi acuan dasar apabila terjadi perselisihan atau

penyimpangan.

Dengan melihat review regulasi yang mengatur BMT diatas, maka berikut

beberapa hal yang dapat dilihat agar didapat pemahaman terkait landasan operasional

BMT dalam undang-undang.

1. Bentuk Badan Hukum

Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga

Keuangan Mikro, bentuk badan hukum Lembaga Keuangan Mikro dapat berupa:

a. Koperasi

Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang

Perkoperasian dijelaskan bahwa koperasi adalah badan hukum yang didirikan

Page 72: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

60

oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan

kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang

memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan

budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi. BMT yang berbadan hukum

koperasi dapat dimiliki oleh orang perorangan atau badan hukum koperasi.

b. Perseroan Terbatas

Baitul Mal Wat Tamwil sebagai Lembaga Keuangan Mikro dapat

berbentuk Koperasi atau Perseroan Terbatas walaupun pada prakteknya

umumnya berbentuk badan hukum koperasi.

Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga

Keuangan Mikro, jika BMT berbentuk Perseroan Terbatas maka sahamnya

paling sedikit 60% (enam puluh persen) harus dimiliki oleh Pemerintah

Daerah Kabupaten/ Kota atau badan usaha milik desa/ kelurahan. Sisa

kepemilikan sahamnya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/ atau

koperasi. Kepemilikan saham warga negara Indonesia di dalam LKM

berbentuk perseroan terbatas dibatasi hanya 20%. LKM dilarang dimiliki, baik

langsung maupun tidak langsung oleh warga Negara asing dan/ atau badan

usaha yang sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh warga Negara asing atau

badan usaha asing. Klausul ini akan menyulitkan bagi Baitul Mal Wat Tamwil

jika memilih berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas. Pasalnya, BMT

akan sulit berkoordinasi dengan pemerintah daerah kabupaten maupun kota

Page 73: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

61

atau dengan badan usaha milik desa atau kelurahan baik dalam hal

permodalan maupun operasional. Dalam hal permodalan, pemerintah daerah

haruslah menganggarkan APBD dalam hal ini untuk menggalakkan keuangan

mikro dalam basis LKM, sedangkan kenyataannya APBD belum secara

matang dan serius dialokasikan untuk menyokong LKM di suatu desa atau

kota. Pemerintah daerah masih menitik beratkan fokus pada pendidikan,

kesehatan, serta infrastruktur.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan, bahwa BMT dapat

berbadan hukum Koperasi maupun Perseroan Terbatas. Apabila BMT

memilih untuk berbadan hukum Koperasi, maka BMT haruslah merujuk pada

peraturan Koperasi, jika BMT memilih untuk berbadan hukum Perseroan

Terbatas, maka BMT wajib menaati peraturan terkait peraturan Perseroan

Terbatas.

Selain itu Baitul Mal Wat Tamwil yang berbadan hukum koperasi

dapat saja bersama Pemerintah Daerah membentuk Lembaga Keuangan Mikro

lainnya yang berbadan hukum Perseroan Terbatas.1

2. Perizinan

Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga

Keuangan Mikro, sebelum menjalankan kegiatan usaha, LKM harus memiliki izin

1Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro Pasal 5 ayat 1.

Page 74: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

62

usaha dari Otoritas Jasa Keuangan. Agar BMT memperoleh izin usaha, harus

dipenuhi persyaratan paling sedikit mengenai:

a. Susunan organisasi dan kepengurusan

b. permodalan

c. kepemilikan

d. kelayakan rencana kerja.

Dengan adanya OJK sebagai lembaga yang mengawasi BMT, maka selain

harus terlebih dahulu mendapat izin dari kementrian koperasi sebagai sebuah

lembaga hukum, maka BMT juga harus mendapatkan izin dari OJK terkait

keberadaannya sebagai lembaga keuangan. Hal ini berbeda dari sebelumnya,

dimana peraturan OJK belum berlaku pada BMT.

Perizinan ini penting dalam kaitannya dengan bagaimanakah BMT

nantinya berbadan hukum. Perizinan yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga

berwenang diatas membuat BMT lebih legitimate dan credible sebagai sebuah

lembaga keuangan.

Page 75: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

63

3. Permodalan

Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga

Keuangan Mikro, sumber permodalan LKM disesuaikan dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan sesuai dengan badan hukumnya.2

Berdasarkan Undang-undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian,

pada BMT yang berbadan hukum koperasi, maka sumber permodalan yaitu:

1) Modal Koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi

sebagai modal awal.

2) Selain modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) modal Koperasi dapat

berasal dari:

1) Hibah

2) Modal Penyertaan

3) Modal pinjaman yang berasal dari:

1) Anggota

2) Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya

3) Bank dan lembaga keuangan lainnya

4) Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya

5) Pemerintah dan Pemerintah Daerah

2 Republik Indonesia, Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian, Pasal 7

ayat 1.

Page 76: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

64

d. sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau

ketentuan peraturan perundang-undangan.3

Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga

Keuangan Mikro, ketentuan mengenai besaran modal LKM diatur dalam

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.4

4. Kegiatan Usaha

Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga

Keuangan Mikro, kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan

pemberdayaan masyarakat, baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam usaha

Skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun

pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha.5

Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BMT turut berperan dalam

pengembangan usaha serta melakukan pemberdayaan masyarakat agar tercapai

kesejahteraan yang lebih baik bagi masyarakat. Hal tersebut dilakukan baik

dengan mengelola simpanan anggota dan masyarakat, menyalurkan pembiayaan

dalam bentuk modal kerja maupun pembiayaan konsumtif, serta melakukan

pembinaan kepada anggota dan masyarakat yang bermitra dengannya. Hal

tersebut adalah salah satu yang membedakan BMT dengan perbankan, dimana

3Ibid., pasal 66 ayat 1 dan 2.

4Republik Indonesia, Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro

pasal 7 ayat 2. 5Ibid., pasal 11 ayat 1.

Page 77: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

65

BMT lebih terasa dekat dengan para anggota dan masyarakat dan menjunjung

nilai-nilai serta asas kebersamaan dan kekeluargaan.

BMT dan perbankan adalah instansi keuangan yang berbeda segmen pasar

dan sasarannya, sehingga walaupun keduanya sama-sama melakukan penyaluran

pembiayaan, BMT akan tetap fokus pada sektor mikro. Adapun jika anggota yang

diberikan fasilitas pembiayaan telah tumbuh usahanya menjadi skala makro, maka

perbankan akan mengambil alih posisi BMT yang dimana perbankan akan

melakukan skala pembiayaan yang lebih besar dari yang disalurkan oleh BMT.

Dengan demikian, walaupun keduanya memiliki sasaran dan target pasar yang

berbeda, namun keduanya memiliki peran yang saling mendukung satu sama lain

dengan kata lain, basis dari lembaga keuangan mikro adalah perbankan.

Penyaluran Pinjaman atau Pembiayaan dan pengelolaan Simpanan oleh

LKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilaksanakan setara

konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.6

BMT yang secara umum menjalankan operasional sesuai syariah, maka

turut menyalurkan pinjaman atau pembiayaan dan pengelolaan simpanan

berdasarkan prinsip syariah. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2013

Tentang Lembaga Keuangan Mikro, kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah

6Ibid., pasal 12 ayat 1.

Page 78: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

66

wajib dilaksanakan sesuai dengan fatwa syariah yang dikeluarkan oleh Dewan

Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia.7

Baik undang-undang perkoperasian maupun undang-undang OJK tidak

mengatur secara rinci tentang bagaimana peraturan yang harus diikuti oleh BMT

sebagai lembaga keuangan mikro berbasis syariah. Aspek syariah yang dinilai

paling penting dalam BMT terkesan tidak terlalu menjadi fokus dalam kedua

undang-undang ini. Hal ini pun senada dengan undang-undang No.1 tentang

lembaga keuangan mikro dimana aspek syariah hanya sekedar kewajiban adanya

Dewan Pengawas Syariah. Adapun hal tersebut diatur dalam Keputusan Menteri

Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004

yang dalam hierarki perundang-undangan, keputusan menteri berada dibawah

kekuatan hukum perundang-undangan.

Jika demikian, dalam prakteknya di lapangan, BMT akan banyak

mengalami penyimpangan dalam segi sharia compliance dikarenakan memang

secara rinci hal tersebut tidak diatur dalam perundang-undangan.

B. Regulasi BMT

Setelah dibahas satu persatu mengenai undang undang yang mengatur

tentang operasional BMT, maka dapat dikatakan di dalam tulisan ini terdapat tiga

undang-undang yang secara berkaitan mengatur operasional BMT yaitu Undang-

7Ibid.,pasal 12 ayat 2.

Page 79: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

67

Undang No.17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian, Undang-Undang No.21

Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Dan Undang-Undang No.1 Tahun

2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro. Melihat banyak nya undang-undang

yang harus dirujuk oleh BMT dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, maka

dalam ilmu perundang-undangan hal tersebut dapat dicermati melalui beberapa

asas-asas perundang-undangan sebagai berikut:

1. Asas lex superior derogat legi inferior8 ( hukum yang lebih tinggi

mengesampingkan hukum yang tingkatannya berada di bawahnya. Asas ini

dimaksud bahwa peraturan perundang-undangan yang tersusun secara

hierarkis mengandung konsekuensi hukum bahwa suatu peraturan yang lebih

rendah tdak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi

tingkatannya.

BMT yang sebelumnya diatur dalam Keputusan Menteri Negara

Koperasi dan UKM RI Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petujuk

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) akan

telah dicabut untuk tunduk dalam peraturan tersebut manakala segala aspek

yang diatur dalam regulasi tersebut telah diatur oleh Undang-Undang No.17

tahun 2012 tentang Perkoperasian. Hal ini dikarenakan dalam hirarki

8 Harry Alexander, Panduan Perancangan Peraturan Daerah di Indonesia (Jakarta: XSYS

Solusindo, 2004), h. 15.

Page 80: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

68

perundang-undangan tingkatan undang-undang dinilai lebih tinggi dibanding

dengan Keputusan Menteri.

2. Asas lex specialis derogat legi generalis, yang artinya bahwa peraturan yang

bersifat khusus dapat mengabaikan atau mengesampingkan peraturan yang

bersifat umum. Berdasarkan asas Lex specialis derogat legi generalis, aturan

yang bersifat umum itu tidak lagi memiliki “validity” sebagai hukum ketika

telah ada aturan yang bersifat khusus, aturan yang khusus tersebut sebagai

hukum yang valid, yang mempunyai kekuatan mengikat untuk diterapkan

terhadap peristiwa-peristiwa konkrit.9

3. Asas lex posterior derogat legi priori, yang berarti bahwa aturan yang baru

mengenyampingkan aturan yang lama. Asas ini dipergunakan ketika terdapat

pertentangan antara aturan yang derajatnya sama, misalnya UU 17 Tahun

2012 tentang Perkoperasian mengenyampingkan UU No 25 Tahun 1992.

Setelah melihat asas perundang-undangan yang telah dikemukakan

diatas, dapat dilihat bahwa ketika BMT dihadapkan oleh beberapa undang-

undang yaitu Undang-Undang No.17 tahun 2012 Tentang Perkoperasian,

Undang-Undang No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, dan

Undang-Undang No.1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro, maka

dapat diketahui bahwa apabila BMT mengalami sengketa atau penyimpangan

maka BMT akan mengacu kepada undang-undang Koperasi apabila memilih

berbadan hukum koperasi dan apabila berbentuk perseroan terbatas, maka

9 Ibid.,

Page 81: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

69

segala hal yang berkaitan dengan kelembagaannya tersebut akan mengacu

kepada undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas.

Sedangkan untuk ketentuan lain terkait yang tidak tercantum atau tidak

tertuang di kedua undang-undang tersebut, maka BMT dapat merujuk pada

Undang-Undang No. 1 tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro

sebelum menyandingkannya dengan Undang-Undang No. 21 tahun 2011

Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Hal tersebut dikarenakan asas perundang-

undangan bahwa undang-undang yang khusus menyampingkan undang-

undang yang sifatnya umum.

Setelah melihat perundang-undangan yang mengatur BMT diatas,

maka dapat didapatkan alur sistematis dibawah ini, dimana dalam praktiknya,

Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian mengatur internal

kelembagaan BMT, sedangkan undang-undang yang terkait akan berimplikasi

terhadap BMT apabila BMT keluar dari pembahasan struktur kelembagaan

perkoperasian.

Misal dikatakan bahwa BMT Beringharjo10

memilih berbadan hukum

koperasi, maka kemudian undang-undang yang harus ditaati adalah undang-

undang tentang perkoperasian, sedangkan apabila BMT Bringharjo memilih

berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT), maka secara otomatis BMT

Bringharjo akan tunduk pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang

10

BMT dengan total outstanding Rp. 60 MIlyar dan funding Rp. 55 Milyar

Page 82: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

70

UU 17/12

Koperasi

UU 1/13 LKM

UU 21/11 OJK

UU 40/07

PT

UU Sektor Keuangan

& Perbankan

Perseroan Terbatas. Kemudian, BMT bringharjo akan tunduk pada undang-

undang tentang LKM selaku lembaga keuangan dan setelahnya akan tunduk

pada undang-undang OJK.

Dengan demikian, Undang-Undang No.17 tahun 2012 Tentang

Perkoperasian dan Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas mengatur hanya kelembagaan atau Badan Usaha BMT saja,

sedangkan lebih lanjut operasional, pengaturan, pengawasan BMT diatur lebih

dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro

dan Undang-Undang No. 21 tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Gambar 4.1 Alur Sistematis Pengaturan BMT

Page 83: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

71

•Koperasi (UU 17/12)

•Perseroan Terbatas (UU 40/07)

Badan Hukum

•LKMS beroperasi sebagai lembaga keuangan Mikro (UU No.1 Th.2013 ttg LKM)

Landasan Operasional LKM •Pengaturan LKMS

•Pengawasan LKMS

Pengaturan & Pengawasan

Secara badan hukum, maka undang-undang perkoperasian dan undang-

undang perseroan terbatas akan mutlak mengatur internal kelembagaan BMT.

Sedangkan dalam operasional praktis di lapangan, maka BMT yang dinyatakan

sebagai lembaga keuangan mikro pada Undang-Undang No. 1 Tahun 2013

Tentang Lembaga Keuangan Mikro akan pula taat pada undang-undang tentang

LKM tersebut dan selanjutnya akan secara runtut taat pada undang-undang

terkait otoritas jasa keuangan.

Gambar 4.2 Perundang-undangan LKMS

Page 84: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

72

Berkaitan dengan pengembangan BMT di Indonesia, fungsi hukum

haruslah di arahkan pada fungsi hukum dalam perspektif partisipasi masyarakat.

Dengan pilihan hukum responsive, yakni hukum sebagai suatu sarana merespons

terhadap ketentuan – ketentuan, lembaga – lembaga sosial dan aspirasi – aspirasi

masyarakat11

. Lahir dan tumbuhnya BMT di Indonesia pada dasarnya karena

aspirasi masyarakat. Hal ini terlihat dari Perkembangan BMT khususnya dan

lembaga keuangan syariah umumnya secara informal telah dimulai sebelum

dikeluarkannya kerangka hukum formal sebagai landasan operasional

perkoperasian syariah di Indonesia. Sebelum tahun 1992, telah didirikan beberapa

11

Neni Sri Imayati, “Eksistensi BMT (Baitul Mal wat Tamwil) Sebagai Lembaga Keuangan

Syariah di Indonesia”. Jurnal Hukum Pro Justitia, Tahun XXII Nomor 4 (Oktober 2004): h 11.

Badan Hukum BMT

•Undang-Undang No.17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian •Undang-Undang No. 40

Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro

•Undang-undang No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro

Lembaga Keuangan Mikro sebagai bagian dari kewenangan OJK

•Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

Gambar 4.3 Alur Pelaksanaan perundang-undangan LKMS

Page 85: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

73

badan usaha pembiayaan non koperasi yang telah menerapkan konsep bagi hasil

dalam kegiatan operasionalnya. Hal tersebut menunjukkan kebutuhan masyarakat

akan hadirnya institusi – institusi keuangan yang dapat memberikan jasa

keuangan sesuai dengan syariah.12

Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo13

bahwa hukum

suatu bangsa sesungguhnya merupakan pencerminan kehidupan sosial bangsa

yang bersangkutan. Dengan demikian, layak pula bila dikatakan bahwa hukum

adalah fungsi sejarah sosial suatu masyarakat. Tapi hukum bukanlah bangunan

sosial yang statis, melainkan ia bisa berubah dan perubahan ini terjadi karena

fungsinya untuk melayani masyarakatmya.14

Lembaga keuangan merupakan salah satu contoh apa yang dikemukakan

oleh Satjipto Rahadjo, hukum lembaga keuangan tidak boleh statis, pada masa

lalu tidak atau belum dikenal dan belum diatur tentang lembaga keuangan syariah,

untuk melayani kebutuhan masyarakat, maka perlu disusun aturan tentang

lembaga keuangan syariah, khususnya BMT.

Pernyataan ini seperti apa yang dialami BMT saat ini, BMT telah tumbuh

dan berkembang karena masyarakat memandang perlu adanya lembaga ini

12

21 Rony Hanityo. Studi Hukum dan Masyarakat. (Bandung: Alumni Bandung,1985). h. 15-

16. 13

Seorang guru besar emeritus dalam bidang hukum, dosen, penulis dan aktivis penegakan

hukum Indonesia. Ia dikenal sebagai dekan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang. 14

Neni Sri Imayati, “Eksistensi BMT (Baitul Mal wat Tamwil) Sebagai Lembaga Keuangan

Syariah di Indonesia”. Jurnal Hukum Pro Justitia, Tahun XXII Nomor 4 (Oktober 2004): h. 11

Page 86: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

74

walaupun pengaturannya belum ada, masyarakat mencari jalan sendiri untuk

mengatur BMT antara lain seperti apa yang dilakukan oleh PINBUK.

Namun demikian semestinya pengaturan tentang lembaga keuangan

syariah dan BMT khususnya haruslah disesuaikan dengan arah pembangunan di

bidang hukum ekonomi. Pembangunan di bidang hukum ekonomi perlu

difokuskan pada satu konsep yang jelas, salah satu orientasi yang harus dan perlu

disiapkan adalah upaya pada mewujudkan terciptanya demokrasi ekonomi yang

berorientasi pada kemakmuran, keadilan dan kesejahteraan sosial. Orientasi ini

dapat terwujudkan antara lain apabila dapat diwujudkan pula berbagai pranata /

peraturan lain yang mengandung nilai keadilan dalam rangka mencapai

kemakmuran dan kesejahteraan.

Khusus untuk perangkat hukum yang diharapkan mampu memenuhi

kebutuhan hukum di bidang kegiatan ekonomi harus memenuhi asas

keseimbangan, pengawasan publik, asas campur tangan negara terhadap kegiatan

ekonomi.

Dalam merespon perkembangan BMT yang sangat pesat, dapat dikatakan

pemerintah terlambat mengeluarkan peraturan yang berbentuk undang-undang

yang tegas dalam mengatur BMT. Hal ini terlihat dari eksistensi lembaga BMT

yang lebih dahulu ada dibandingkan dengan undang-undang yang mengaturnya.

Namun, upaya pemerintah saat ini yang mulai memberikan perhatian kepada

Page 87: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

75

BMT patut diapresiasi. Pasalnya, mengingat hukum adalah aturan yang mengikat

setiap warga Negara dan juga bersifat memaksa, maka Undang-undang yang saat

ini telah dikeluarkan oleh pemerintah terkait mendukung pengembangan BMT

sangat penting dan mendesak untuk dilakukan.

Hal tersebut penting untuk melindungi berbagai pihak diperlukan regulasi

namun demikian tidak menghilangkan karakteristiknya yang khas sebagai baitul

maal dan baitut tamwil. Sehingga kedepannya undang-undang yang telah ada

perlu diadakan pengembangan sesuai dengan perkembangan BMT dimasa yang

akan datang.

C. Penguatan Hukum BMT

Bank Indonesia melalui program keuangan inklusif akan memperkuat enam

pilar dalam strategi nasional keuangan inklusif (SNKI) yaitu edukasi keuangan dalam

rangka peningkatan kemampuan mengelola keuangan termasuk mengenal risiko,

penyediaan fasilitas keuangan bagi publik dari program pemerintah, pemetaan

informasi keuangan, penyusunan kebijakan dan peraturan pendukung, peningkatan

intermediasi dan sarana distribusi serta perlindungan konsumen.

Selain itu, mengingat pentingnya peran keuangan inklusif dalam

menyetarakan kesejahteraan dalam bidang ekonomi secara luas, maka pemerintah

harus melakukan penguatan dan perbaikan dalam memfasilitasi kebijakan terkait

LKMS. Eksistensi LKMS akan tercipta dengan baik manakala segala hal yang

Page 88: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

76

KeuanganInklsif

EksistensiLembagaKeuangan

PenguatanLKMS

PenguatanHukum LKMS

PengembanganEkonomi

menopang keberlangsungannya berjalan dengan baik dan terarah. Selain permodalan

yang ditopang oleh sektor perbankan dan pemerintah, edukasi masyarakat tentang

literasi keuangan, dan juga penguatan kelembagaan serta hukum yang memayungi

LKMS. Hal tersebut penting bahkan mendesak dilakukan agar nantinya masyarakat

yang menjadi mitra dari LKMS mendapatkan kejelasan legitimasi dan keamanan

serta penjaminan dalam melakukan transaksi dengan LKMS.

Dengan terciptanya hukum LKMS yang kuat akan menjadikan LKMS

menjadi lembaga keuangan yang kredibel dan tangguh dalam menjalankan

operasionalnya sehingga nantinya LKMS mampu mendorong sektor perekonomian

Indonesia menjadi lebih baik dan terarah.

Gambar 4.4 Penguatan Hukum LKMS

Page 89: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

77

Pentingnya fungsi hukum yang memberikan sanksi yang tegas dan

memberikan penyelesaian dalam bersengketa, membuat hukum terkait LKMS

menjadi penting dan sangat perlu untuk diperbaiki dan dikaji ulang. Dengan

demikian, munculnya undang-undang baru dan perbaikan peraturan yang sudah ada

bukanlah hal yang niscaya. Hal tersebut dikarenakan hukum haruslah bersifat

responsive, mengikuti perkembangan keadaan masyarakat.

Gambar 4.5 Pengembangan LKMS Melalui Penguatan Hukum LKMS

Penguatan Hukum LKMS

Kebijakan PengembanganLKMS yang terarah

Eksistensi dan PenguatanLKMS

Page 90: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

78

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan

pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Operasional Lembaga Keuangan Mikro dalam hal ini Baitul Mal Wat Tamwil

(BMT) diatur dalam beberapa Undang-undang diantaranya Undang-Undang

No. 17 tahun 2012 Tentang Perkoperasian, Undang-Undang No. 21 tahun

2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, dan Undang-Undang No. 1 tahun 2013

Tentang Lembaga Keuangan Mikro. Adapun beberapa Undang-undang dan

peraturan lain yang secara tidak langsung mengatur operasional BMT, namun

undang-undang dan peraturan tersebut tidak dibahas dalam skripsi ini.

2. Dalam kaitannya BMT mengalami sengketa atau penyimpangan dalam

operasionalnya, maka rujukan undang-undang dan peraturan yang penting

untuk dirujuk diantara regulasi yang ada diselesaikan dengan mengacu pada

asas-asas perundang-undangan di Indonesia. Asas-asas tersebut diantaranya:

a. Asas lex superior derogat legi inferior.

b. Asas lex specialis derogat legi generalis.

c. Asas lex posterior derogat legi priori.

Page 91: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

79

Hal tersebut bertujuan agar tercipta kepastian hukum dalam sistem peraturan

perundang-undangan.

3. Dalam menyokong perkembangan LKMS, pemerintah saat ini telah

mengeluarkan berbagai regulasi terkait LKMS. Namun kedepannya undang-

undang yang telah ada harus terus dilakukan perbaikan agar kebutuhan BMT

dalam aspek legal nya terpenuhi. Hal tersebut penting dan mendesak untuk

dilakukan, guna melindungi berbagai pihak dari berbagai penyimpangan dan

guna memperkokoh payung hukum BMT .

4. Penguatan hukum LKMS akan berdampak pada semakin terarahnya lembaga

keuangan mikro itu sendiri. Dengan perlindungan hukum dan aspek legal

yang jelas, maka LKMS akan mampu mensinergikan potensinya dengan

kebutuhan masyarakat sehingga nantinya tercipta kesetaraan ekonomi yang

berujung pada semakin terbukanya akses keuangan kepada masyarakat luas.

B. Saran-saran

Sebagai tindak lanjut hasil penelitian, dapat dikemukakan beberapa saran

yang ditujukan kepada Pemerintah, praktisi BMT, dan peneliti selanjutnya.

1. Saran bagi Pemerintah hendaknya mengkaji ulang regulasi terkait Lembaga

Keuangan Mikro yang sudah ada dan melakukan perbaikan dalam menyusun

undang-undang yang akan datang.

2. Saran bagi praktisi BMT, agar merujuk pada hukum yang telah ada dan

bersinergi dengan pemerintah dalam menyusun rancangan undang-undang

Page 92: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

80

terkait Lembaga Keuangan Mikro Syariah agar tercipta suatu hukum yang

baik dan sesuai dengan aspirasi masyarakat.

3. Saran bagi peneliti selanjutnya agar mengkaji secara lebih mendetail tentang

struktur regulasi dan analisis teknik penyusunan undang-undang Lembaga

Keuangan Mikro Syariah agar tercipta regulasi yang berasaskan perundang-

undangan yang baik.

Page 93: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

81

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Alexander, Harry. Panduan Perancangan Peraturan Daerah di Indonesia. Jakarta:

XSYS Solusindo, 2004.

Al-Arif, Nur Rianto. Lembaga Keuangan Syariah - Suatu Kajian Teoretis

Praktis. Jakarta: Pustaka Setia, 2012.

Amalia, Euis, Keadilan Distributif Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan

UKM di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 2009.

Azziz, Abdul, Peranan Bank Indonesia Di Dalam Mendukung Perkembangan

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Jakarta: Pusat pendidikan dan studi

kebanksentralan PPSK BI, 2009.

Danim, Sudarwan. Menjadi Peneliti Kualitatif . Bandung:CV. Pustaka Setia,

2002.

Farida, Maria. Ilmu Perundang-undangan . Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007.

HR, Ridwan. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2006.

Huda, Ni’matul. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2010.

Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Kwartono, M Adi, Analisis Usaha Kecil dan Menengah, Jakarta: Grafindo.

Page 94: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

83

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif. Jakarta:

Rajawali Press, 2011.

Soekanto, Soerjono. Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum. Jakarta: Rajawali,

1982.

Soetami, Siti. Pengantar Tata Hukum Indonesia. Bandung: PT. Refika Aditama,

2005.

Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekosiana,

2003.

Susilo, Y. Sri dkk. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Penerbit Salemba

Empat, 2000

Tiena, Yulies. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, Jakarta 2008.

Usman, Syaikhu, Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Sebagai Salah Satu

Pilar Sistem Keuangan Nasional : Upaya Konkrit Memutus Mata

Rantai Kemiskinan Kajian Ekonomi dan Keuangan edisi Khusus

Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2005.

Widodo, Hertanto. PAS (Pedoman Akuntansi Syariat): Panduan Praktis

Operasional Baitul Mal Wat Tamwil (BMT). Bandung: Mizan, 1999.

Yani, Ahmad. Pembentukan Undang-Undang & Peraturan Daerah. Jakarta:

Rajawali Press, 2011.

Page 95: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

83

Yuliandri. Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik .

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009.

Jurnal dan Prosiding

Sri, Neni. “Eksistensi BMT Sebagai Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia”.

Jurnal Hukum Pro Justitia. No.4 (Oktober 2004): h. 71-84.

Sri, Neni. “Urgensi Penguatan Hukum BMT Dalam Perspektif Hukum Ekonomi”.

15-16 Desember 2009. Bandung.

Perundang-undangan

Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian

Undang-undang No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

Undang-Undang No.1 Tahun 2013 13 Tentang Lembaga Keuangan Mikro

Situs Internet

Koperasi dan UMKM Tahan Krisis, artikel diakses pada 19 April 2013 dari

http://economicsjurnal.blogspot.com/2010/06/lembaga-keuangan-

mikro-syariah.html .

Konsep Lembaga Keuangan Syariah diakses pada 31 Desember 2013.

http://lorong2ilmu.blogspot.com/2013/07/konsep-lembaga-keuangan-

syariah.html Diakses pada 23 nov 2013

Page 96: Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro

83

Penguatan Lembaga Baitul Maal Wat Tamwil. Diakses pada 10 Oktober 2013.

http://romagia.wordpress.com/nie/penguatan-kelembagaan-baitul-mal-

watanwil-bmt/

Tabloid

Financial Inclusion, Tabloid Progrees, Edisi Mei 2011.

.