Upload
truongcong
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PENGELOLAAN SAMPAH DI TEMPAT
PEMBUANGAN AKHIR PASIR SEMBUNG
KABUPATEN CIANJUR
(Aplikasi Model IPAT)
NASYA FATHIRAS
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
i
RINGKASAN
NASYA FATHIRAS. Analisis Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan
Akhir Pasir Sembung Kabupaten Cianjur (Aplikasi Model IPAT). Dibimbing oleh
PINI WIJAYANTI
Peningkatan volume timbunan sampah di Kabupaten Cianjur
menyebabkan tempat pembuangan akhir Pasir Sembung merubah metode
pengelolaan sampah dari open dumping menjadi metode control landfill. Akan
tetapi, anggaran dalam pengelolaan TPA yang terbatas merupakan salah satu
kendala bagi pihak pengelola. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung Kabupaten Cianjur.
Tujuan khusus penelitian ini yaitu: (1) mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi volume timbunan sampah di TPA Pasir Sembung Kabupaten
Cianjur; (2) evaluasi kelayakan finansial pengelolaan TPA Pasir Sembung dengan
sistem control landfill; (3) merumuskan kebijakan yang dapat digunakan dalam
pengelolaan TPA Pasir Sembung Kabupaten Cianjur.
Penelitian ini dilakukan di TPA Pasir Sembung Kabupaten Cianjur.
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Pengambilan
data dilakukan pada bulan Maret-April 2011. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil
wawancara dengan menggunakan metode snowball sampling dalam pengambilan
sampel. Data sekunder diperoleh dari DKP, Tata Ruang dan Pemukiman, BPS,
Bappeda, KLH Kabupaten Cianjur, jurnal, buku, dan data lainnya. Identifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi volume timbunan sampah dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan model IPAT yang diuji menggunakan analisis regresi
linier berganda. Berdasarkan faktor-faktor tersebut kemudian dilakukan
pemodelan volume timbunan sampah di TPA selama sepuluh tahun ke depan.
Evaluasi Kelayakan finansial pengelolaan TPA dikaji menggunakan analisis biaya
manfaat, sedangkan untuk merumuskan kebijakan dalam pengelolaan TPA
menggunakan analisis deskriptif. Pengolahan data dilakukan menggunakan
Microsoft Exel 2010, Minitab 14.0 for Windows, dan Vensim version 5.6b.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
volume timbunan sampah dilihat berdasarkan pendekatan model IPAT adalah
jumlah populasi dan tingkat pendapatan. Faktor-faktor tersebut diuji
menggunakan analisis regresi pada taraf nyata 5 %. Teknologi pengolahan
sampah diduga tidak berpengaruh signifikan dikarenakan perubahan biaya yang
digunakan sebagai satuan dalam analisis regresi memiliki pengaruh yang kecil.
Pengelolaan TPA Pasir sembung dilihat berdasarkan kriteria kelayakan yaitu nilai
NPV, Net dan Gross B/C, dan IRR layak untuk dijalankan. Pengelolaan TPA ini
merupakan proyek pemerintah yang harus dijalankan secara optimal. Berdasarkan
hasil penelitian, kebijakan yang dapat dilakukan dalam pengelolaan TPA adalah
penetapan Perda mengenai pengelolaan sampah, penetapan anggaran pemerintah
untuk pengelolaan TPA dan juga besaran retribusi yang ditingkatkan, dan
dilakukan pengolahan sampah dengan sistem 3R (reduce, reuse, recycle).
Kata Kunci: Populasi, pendapatan per kapita, pengolahan sampah, IPAT
ANALISIS PENGELOLAAN SAMPAH DI TEMPAT
PEMBUANGAN AKHIR PASIR SEMBUNG
KABUPATEN CIANJUR
(Aplikasi Model IPAT)
NASYA FATHIRAS
H44070049
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ii
Judul Skripsi : Analisis Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir
Pasir Sembung Kabupaten Cianjur (Aplikasi Model IPAT)
Nama : Nasya Fathiras
NIM : H44070049
Disetujui
Pini Wijayanti, SP, M.Si Nuva, SP, M.Sc
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Pengelolaan Sampah di
Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung Kabupaten Cianjur (Aplikasi Model
IPAT) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2011
Nasya Fathiras
H44070049
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara
moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ayahanda (Syarif Hamzah), Ibunda (Hana Marliana), Adik-adikku (Risya
Maulana W.K dan Salsabila Zahra F) yang telah memberikan curahan kasih
sayang, inspirasi hidup, dukungan, dan doa yang tulus.
2. Pini Wijayanti, SP, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi pertama dan
Nuva, SP, M.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi kedua yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, motivasi, semangat,
pelajaran, dan pengarahan kepada penulis.
3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr dan Adi Hadianto, SP, M.Si sebagai dosen
penguji yang bersedia meluangkan waktunya untuk menguji dan memberikan
saran demi penyempurnaan skripsi ini.
4. Eva Anggraeni, S.Pi sebagai dosen pembimbing akademik yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam bidang akademik.
5. Pengelola TPA Pasir Sembung dan seluruh keluarga besar Dinas Kebersihan
dan Pertamanan Kabupaten Cianjur.
6. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB.
7. Teman-teman ESL angkatan 44 atas dukungan dan motivasi yang diberikan.
Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini. Semoga Allah
SWT memberikan pahala atas kebaikannya. Amin.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,
hidayah, serta karunia-Nya. Salam dan Salawat penulis kirimkan kepada Nabi
besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Analisis Pengelolaan Sampah di TPA Pasir Sembung Kabupaten
Cianjur (Aplikasi Model IPAT)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung. Penelitian ini dilakukan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi volume timbunan sampah di
TPA Pasir Sembung. Selain itu, menganalisis kelayakan pengelolaan TPA, dan
kebijakan yang diterapkan dalam pengelolaan di TPA Pasir Sembung Kabupaten
Cianjur.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang
membutuhkan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya. Penulis
menyadari masih terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan yang dihadapi.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
penyempurnaan skripsi ini.
Bogor, Juni 2011
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ........................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
HALAMAN KEORISINILAN ................................................................... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
DAFTAR ISI ........................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. x
I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 7
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................... 8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian dan Batasan Penelitan ........................ 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 9
2.1 Sampah ...................................................................................... 9
2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Timbunan
Sampah ...................................................................................... 10
2.3 Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah ...................... 11
2.4 Upaya Mengatasi Permasalahan Sampah .................................. 13
III. KERANGKA PEMIKIRAN .............................................................. 17
3.1 Kerangka Teoritis ........................................................................ 17
3.1.1 Hubungan Antara Populasi Penduduk dan Lingkungan ...... 17
3.1.2 Pemodelan Peningkatan Jumlah Timbunan Sampah
di Tempat Pembuangan Akhir .................................... 18
3.1.3 Kelayakan Finansial Tempat Pembuangan Akhir ............... 19
3.1.3.1 Indikator Kelayakan Finansial .............................. 19
3.2 Kerangka Pemikiran .............................................................. 21
3.3 Hipotesa .................................. .................................................... 23
IV. METODE PENELITIAN ................................................................... 25
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 25
4.2 Jenis dan Sumber Data .............................................................. 25
4.3 Metode Pengambilan Data ....................................................... 26
4.4 Metode Analisis Data .............................................................. 26
vii
4.4.1 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume
Timbunan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir ................ 27
4.4.1.1 Analisis Regresi Linier Berganda ........................... 28
4.4.1.2 Pemodelan Volume Timbunan Sampah .................... 30
4.4.2 Evaluasi Kelayakan Finansial Pengelolaan Tempat
Pembuangan Akhir ............................................................ 32
4.4.3 Analisis Perumusan Kebijakan Pemerintah
dalam Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir ................. 33
V. GAMBARAN UMUM WILAYAH ................................................... 35
5.1 Gambaran Umum Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung ... 35
5.2 Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir Pasir
Sembung .................................................................................... 37
5.3 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Cianjur .......................... 40
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 42
6.1 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Timbunan
Sampah .................................................................................... 42
6.1.1 Fungsi Regresi Berganda ................................................... 44
6.1.2 Pemodelan Pertumbuhan Volume Timbunan Sampah
di Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung ............... 48
6.2 Evaluasi Kelayakan Finansial Pengelolaan Tempat Pembuangan
Akhir Pasir Sembung dengan Metode Control Landfill ............. 50
6.2.1 Identifikasi Dana Pemasukan ........................................... 53
6.2.2 Identifikasi Pengeluaran ..................................................... 55
6.2.3 Kriteria Kelayakan ............................................................ 59
6.3 Analisis Perumusan Kebijakan Pengelolaan Tempat
Pembuangan Akhir Pasir Sembung ......................................... 60
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 66
7.1 Kesimpulan ............................................................................... 66
7.2 Saran ........................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 68
LAMPIRAN ............................................................................................. 71
RIWAYAT HIDUP ................................................................................. 78
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Jumlah Penduduk Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten Tahun
2007-2009 .................................................................................. 2
2 Matriks Metode Analisis Data ................................................... 27
3 PDRB Per Kapita Kabupaten Cianjur Tahun 2005-2010 .......... 41
4 Hasil Pendugaan Fungsi dari Volume Timbunan Sampah di TPA
Pasir Sembung Tahun 2000-2010 ........................................... 45
5 Penerimaan Dana APBD untuk Pengelolaan TPA Pasir
Sembung ............................................................................... 53
6 Hasil Evaluasi Kelayakan Finansial Pengelolaan Sampah di
TPA Pasir Sembung .............................................................. 59
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kabupaten Cianjur Tahun
1995-2009 .................................................................................. 5
2 Tahapan Pengelolaan Sampah Sistem Open Dumping ............. 12
3 Alur Kerangka Pemikiran Penelitian ......................................... 24
4 Simulasi Studi Pertumbuhan Volume Sampah di TPA Pasir
Sembung ............................................................................... 32
5 Peta Situasi TPA Pasir Sembung Kabupaten Cianjur ............... 36
6 Skema Pengolahan dan Pengangkutan Sampah di Kabupaten
Cianjur ...................................................................................... 38
7 Volume Timbunan Sampah di TPA Pasir Sembung Tahun
2000-2010 ............................................................................... 43
8 Hasil Pemodelan Volume Sampah (m3) di TPA Pasir Sembung
Tahun 2010-2020 ........................................................................ 50
9 Perubahan Paradigma Pengelolaan Sampah ............................... 65
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Hasil Regresi Model Fungsi Volume Timbunan Sampah ......... 72
2 Hasil Pemodelan Volume Timbunan Sampah Tahun
2010-2020 ............................................................................... 74
3 Tabel Cash flow Evaluasi Kelayakan Finansial
Pengelolaan TPA ........................................................................ 76
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan di Indonesia menghasilkan tatanan kehidupan sosial yang
semakin meningkat. Hasil pembangunan yang semakin meningkat akan makin
mendekatkan masyarakat kepada tingkat kehidupan yang lebih baik. Namun,
harus dilihat juga bahwa hasil pembangunan akan menghasilkan dampak atau efek
samping terhadap lingkungan sebagai penopang kegiatan pembangunan tersebut.
Dampak lingkungan yang dikhawatirkan adalah menurunnya kualitas
lingkungan. Salah satu dampak lingkungan yang dihasilkan adalah sampah yang
merupakan masalah penting yang harus mendapat penanganan dan pengolahan
sehingga tidak menimbulkan dampak lanjutan yang membahayakan. Menurut
Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH), volume sampah yang
meningkat setiap tahun dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk, tingkat
konsumsi masyarakat, dan sistem pengelolaan sampah di masing-masing daerah
(KNLH 2008).
Provinsi di Indonesia yang memiliki volume timbunan sampah paling
tinggi adalah Provinsi Jawa Barat. Hal ini dikarenakan pertumbuhan penduduk di
provinsi ini meningkat setiap tahun dan lebih tinggi dibandingkan provinsi yang
lain. Provinsi Jawa Barat hingga kini merupakan provinsi yang memiliki jumlah
penduduk terbanyak di Indonesia dengan luas wilayah sebesar 3 647 392 ha.
Jumlah penduduk pada tahun 2009 mencapai 42 693 951 jiwa yang tersebar ke
berbagai kabupaten dan kota yang ada di Jawa Barat. Pertumbuhan penduduk
Jawa Barat termasuk tinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia
2
dengan laju pertumbuhan sebesar 1.89 % pada tahun 2009 (BPS 2010). Dapat
dilihat (Tabel 1) bahwa jumlah penduduk berdasarkan kabupaten yang ada di
Jawa Barat semakin meningkat dari tahun 2007 sampai 2009. Jika diurutkan,
Kabupaten Cianjur menempati urutan ke enam dalam jumlah penduduk terbanyak.
Walaupun tidak di urutan pertama namun peningkatan jumlah penduduk di
kabupaten ini cukup signifikan. Adapun tren peningkatan jumlah penduduk
berdasarkan kabupaten di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Penduduk Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten Tahun
2007-2009 Kabupaten Jumlah
2007 % 2008 % 2009 %
Bogor 4 316 236 2.37 4 402 026 1.99 4 453 927 1.18
Sukabumi 2 258 253 0.77 2 277 020 0.83 2 293 742 0.73
Cianjur 2 149 121 1.13 2 169 984 0.97 2 189 328 0.89
Bandung 3 038 038 3.00 3 116 056 2.57 3 148 951 1.06
Garut 2 429 167 2.25 2 481 471 2.15 2 504 237 0.92
Cirebon 2 162 644 1.31 2 192 492 1.38 2 211 186 0.85
Karawang 2 073 356 2.08 2 112 433 1.88 2 134 389 1.04
Sumber: BPS 2009
Kabupaten Cianjur pada tahun 2009 memiliki jumlah penduduk sebanyak
2 189 328 jiwa dengan laju pertumbuhan 0.89 %. Jumlah penduduk ini meningkat
setiap tahun, dimana pada tahun 2007 jumlah peduduk hanya sebanyak 2 149 121
jiwa. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan terjadinya kepadatan penduduk
yang akan mempengaruhi aktivitas ekonomi masyarakat.
Peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat tentu saja akan
meningkatkan jumlah konsumsi masyarakat serta segala aktivitasnya yang
dikhawatirkan akan melebihi daya dukung dan daya tampung lingkungan. Jika
tidak sesuai atau melebihi daya dukung lingkungan maka akan menimbulkan
dampak negatif yaitu dapat mencemari lingkungan. Salah satu pencemar
lingkungan yang timbul adalah limbah padat atau sering disebut dengan sampah
3
(Solehati 2005). Kelangsungan hidup manusia sangat tergantung kepada
lingkungan hidupnya. Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, lingkungan
hidup adalah suatu kesatuan ruang dengan semua benda dan makhluk hidup,
termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi
kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Masalah sampah timbul karena adanya peningkatan timbunan sampah
sebesar dua sampai empat persen per tahun. Namun, hal ini tidak diimbangi
dengan dukungan sarana dan prasarana penunjang yang memenuhi persyaratan
teknis, sehingga banyak sampah yang tidak terangkut. Selain itu, belum adanya
regulasi dalam upaya penanganan dan pengelolaan sampah secara optimal.
Selama ini pengelolaan sampah masih diserahkan kepada pemerintah
daerah. Selain itu terbatasnya anggaran pengelolaan sampah yang menjadi suatu
permasalahan dasar juga selalu menjadi kendala. Salah satu alasannya karena
masih rendahnya investasi swasta dalam pengelolaan sampah. Masalah sampah
juga diperparah oleh paradigma bahwa sampah merupakan limbah domestik
rumah tangga atau industri yang tidak bermanfaat (KNLH 2008).
Peningkatan populasi dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Cianjur
juga mempengaruhi kondisi lingkungan terutama sampah di wilayah ini.
Sebanding dengan peningkatan pertumbuhan jumlah penduduk, sampah di
wilayah ini jumlahnya semakin meningkat dari waktu ke waktu. Kegiatan
konsumsi masyarakat memiliki korelasi yang positif terhadap jumlah sampah
yang terbagi menjadi sampah organik dan anorganik. Sampah organik masih
menjadi komponen terbesar yaitu sebesar 65 % diikuti oleh sampah kertas dan
plastik (KNLH 2009). Sampah yang dihasilkan hanya dibuang dari sumbernya
4
tanpa diolah. Disisi lain, pengelolaan sampah oleh dinas terkait hanya fokus pada
pengumpulan dan pengangkutan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Kabupaten Cianjur hanya memiliki satu TPA yaitu TPA Pasir Sembung.
TPA ini sudah berdiri sejak tahun 1975 di atas tanah seluas enam hektar.
Pengelolaan TPA pada tahun 1978 sampai 2006 masih menggunakan sistem open
dumping. Adapun sistem pengelolaan sampah adalah meliputi pewadahan,
pengumpulan, pemindahan transfer depo, dan pengangkutan dengan kontainer
untuk dibawa ke TPA (KLH 2009)1.
Sistem pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung berubah dari open
dumping menjadi control landfill. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang
Persampahan No. 18 Tahun 2008 bahwa pada tahun 2013 harus menutup
pengelolaan TPA dengan sistem open dumping menjadi sistem control landfill.
Sistem ini diterapkan di Kabupaten Cianjur sesuai dengan kategori wilayah ini
sebagai kota kategori sedang dan juga sebagai prasyarat penilaian untuk Program
Adipura.
Sistem open dumping hanya menimbun sampah tanpa dilakukan
penutupan dengan tanah, sedangkan sistem control landfill sampah ditimbun oleh
tanah (pengurugan) setiap minimal tujuh hari sekali sampai rata dengan
permukaan sebelum ditimbun dengan sampah baru. Perbedaan dalam kedua
pengelolaan ini selain dari teknis pelaksanaan juga terdapat perbedaan dari segi
anggaran. Anggaran dana yang diterima oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan
diperoleh dari Pemda setiap setahun sekali. Anggaran pemerintah tersebut terbatas
sehingga dana untuk pelaksanaan pengelolaan TPA ini semakin terbatas.
1 Status dan Informasi Lingkungan Kabupaten Cianjur.Dalam https:// lhd.cianjurkab.go.id. diakses
tanggal 20 Desember 2010.
5
Oleh karena itu penelitian ini menjadi penting melihat peningkatan volume
timbunan sampah setiap waktu yang tentu saja dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Permasalahan lintas sektoral dimana lahan TPA Pasir Sembung diperluas yang
pada akhirnya memakai lahan milik warga. Selain itu, terjadi perubahan sistem
pengelolaan dari open dumping menjadi control landfill. Hingga saat ini
penelitian yang terkait dengan TPA hanya membahas mengenai dampak dari
keberadaan TPA terhadap masyarakat.
1.2 Perumusan Masalah
Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Cianjur dari tahun 1995 sampai
tahun 2010 mengalami peningkatan. Pada tahun 1995 sebanyak 1 745 763 jiwa
dan pada tahun 2010 sebanyak 2 240 085 jiwa. Selama periode tahun 1995 sampai
2006 laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Cianjur rata-rata sebesar 1.86 % per
tahun. Angka itu masih berada di atas laju pertumbuhan penduduk secara nasional
yaitu 1.49 %. Artinya bahwa pertumbuhan penduduk di kabupaten ini cukup
tinggi sehingga kabupaten ini dikategorikan sebagai kota kategori sedang.
Meningkatnya jumlah penduduk disertai peningkatan daya beli masyarakat
menyebabkan gaya hidup masyarakat lebih bersifat konsumtif yang akan
menghasilkan lebih banyak sampah. Adapun laju pertumbuhan penduduk
Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber : BPS 2009
Gambar 1. Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kabupaten Cianjur Tahun
1995-2009
0,00
1,00
2,00
3,00
1995 2000 2006 2007 2008 2009
juta
tahun
Jumlah penduduk
6
Sampah yang terbuang kemudian diangkut dan ditimbun di TPA.
Kabupaten Cianjur hanya memiliki satu TPA yaitu TPA Pasir Sembung.
Pengelolaan sampah di TPA ini pada awalnya menggunakan sistem open dumping
yang dilakukan sampai tahun 2006. Sistem ini hanya membuang sampah tanpa
adanya pengolahan sampah. Hal ini yang menyebabkan volume timbunan sampah
di TPA semakin meningkat. Pemendaman atau penimbunan limbah padat ini tidak
hanya memakan lebih banyak lahan, akan tetapi juga menyebabkan udara, air,
pencemaran tanah, dan pelepasan metan (CH4) ke atmosfer. Pada akhirnya kondisi
ini akan membahayakan masyarakat sekitar TPA.
Berdasarkan Undang-Undang Persampahan No. 18 Tahun 2008 seluruh
TPA harus merubah sistem pengelolaan secara terbuka (open dumping) menjadi
sistem yang lebih ramah lingkungan yaitu sistem control landfill. Perubahan
sistem ini menurut Pasal 4 dalam UU tersebut bahwa pengelolaan sampah
bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan,
serta menjadikan sampah sebagai sumberdaya. Pilihan terbaik dalam pengelolaan
TPA adalah sistem sanitary landfill, namun jika tidak memungkinkan maka
sistem control landfill dapat digunakan sampai sistem sanitary landfill dapat
terwujud (TTPS 2010)2.
Pengelolaan sampah dengan sistem control landfill dilakukan untuk
mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Sistem ini dilakukan
untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA.
Pengelolaan dengan sistem ini melakukan perataan dan pemadatan sampah yaitu
menimbun sampah dengan tanah setiap tujuh hari sekali.
2 Tim Teknis Pembangunan Sanitasi . 2010. Dari Control Landfill lalu ke Sanitary Landfill. Dalam
http://sanitasi.or.id. diakses tanggal 02 Februari 2011.
7
Pemerintah Daerah (Pemda) pun berperan dalam penentuan kebijakan
pengelolaan TPA. Kebijakan tersebut didasarkan pada peraturan daerah (Perda)
Kabupaten Cianjur No. 4 Tahun 2006 tentang Kajian Lingkungan yang
disebutkan pada pasal 1 dan juga Perda No. 10 Tahun 2005 tentang Perubahan
Pertama Atas Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2001 Tentang Retribusi Pelayanan
Persampahan atau Kebersihan. Peraturan daerah tersebut menjelaskan tarif
retribusi yang harus dibayarkan dari masing-masing sektor. Namun, tarif retribusi
tersebut masih rendah dibandingkan dengan biaya pengelolaan yang
sesungguhnya. Kondisi yang seperti ini jika dibiarkan terus menerus tanpa adanya
solusi yang berarti akan menyebabkan permasalahan yang semakin meluas di
antara pihak yang terkait dan akan mempengaruhi kualitas lingkungan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan berbagai permasalahan
sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi volume timbunan sampah di TPA
Pasir Sembung?
2. Apakah sistem pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung secara control
landfill sudah layak secara finansial?
3. Apa upaya pemerintah yang tepat agar permasalahan pengelolaan sampah di
Kabupaten Cianjur lebih optimal?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi volume timbunan sampah
di TPA Pasir Sembung Kabupaten Cianjur.
8
2. Evaluasi kelayakan finansial pengelolaan TPA Pasir Sembung dengan sistem
control landfill.
3. Merumuskan kebijakan yang dapat digunakan dalam pengelolaan TPA Pasir
Sembung Kabupaten Cianjur.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti dan akademisi, sebagai media pembelajaran dan penerapan ilmu
ekonomi sumberdaya dan lingkungan.
2. Bagi pemerintah, sebagai bahan acuan dalam melakukan analisis pengelolaan
dan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah sampah di TPA.
3. Sebagai referensi bagi penelitian terkait berikutnya.
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di TPA Pasir Sembung yang berada di Kabupaten
Cianjur. Penelitian ini hanya difokuskan pada limbah padat yaitu sampah yang
ditimbun di TPA. Jumlah sampah di TPA ini meningkat setiap waktu sehingga
menjadi permasalahan baik dalam pengelolaannya maupun bagi masyarakat.
Keterbatasan penelitian ini adalah hanya mengidentifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi volume timbunan sampah di TPA Pasir Sembung
menggunakan pendekatan model IPAT. Evaluasi perubahan dalam sistem
pengelolaan TPA dari open dumping menjadi control landfill sesuai dengan
amanat UU Persampahan hanya dengan melihat aspek finansialnya. Aspek
finansial tersebut dilihat dari beberapa faktor yaitu NPV, BCR, dan IRR. Terakhir
adalah merumuskan kebijakan yang dapat diterapkan dalam pengelolaan TPA
Pasir Sembung sehingga pengelolaan tersebut dapat lebih optimal dengan
menggunakan analisis deskriptif.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sampah
Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang
untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Sadar atau tidak dalam
proses pemanfaatan sumberdaya tersebut, manusia akan menghasilkan limbah
padat atau disebut juga sampah. Sisa suatu usaha atau kegiatan yang berwujud
padat baik berupa zat organik maupun anorganik ini bersifat dapat terurai maupun
tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi sehingga langsung
dibuang ke lingkungan (Nandi 2005).
Menurut UU No. 18 Tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari
manusia berbentuk padat yang karena konsentrasi dan volumenya sehingga
membutuhkan pengelolaaan yang khusus. Penguraian sampah sendiri disebabkan
oleh aktivitas mikroorganisme. Pembusukan sampah ini akan menghasilkan gas
metana (CH4 dan H2S) yang bersifat racun bagi tubuh makhluk hidup. Sampah
yang tidak dapat membusuk adalah sampah yang berbahan dasar plastik, logam,
gelas, dan karet.
Sampah adalah bahan yang terbuang atau dibuang dari hasil aktivitas
manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomi. Volume
sampah yang terus meningkat di TPA dapat ditinjau dari sistem pengelolaan
sampah. Sistem pengolahan sampah dan manajemen pengelolaan sampah dapat
mempengaruhi volume akhir sampah. Metode pengelolaan sampah diantaranya
dibakar, digunakan sebagai bahan pembuat pupuk kompos, makanan ternak,
bahan bakar, dan langsung dibuang begitu saja.
10
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Timbunan Sampah
Sistem pengelolaan sampah terpadu adalah sistem manajemen yang
mengintegrasikan aspek perencanaan pengelolaan sampah dengan berbagai
bidang. Perencanaan pembangunan perkotaan mempertimbangkan semua aspek
terkait, seperti aspek ekonomi, lingkungan, sosial, institusi, politik, keuangan, dan
aspek teknis secara simultan. Selain itu, memberi peluang bagi semua pemegang
kepentingan yang terlibat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan
dalam pengelolaan (Damanhuri 2007).
Jumlah sampah yang meningkat berkaitan dengan perubahan jumlah
populasi, tingkat urbanisasi, dan kekayaan (pendapatan per kapita). Seorang
arkeolog menyatakan bahwa rata-rata peningkatan jumlah sampah dapat
berkorelasi dengan bermacam-macam indikator, yaitu kekayaan termasuk Gross
Domestic Product (GDP) per kapita, konsumsi energi, dan konsumsi masing-
masing individu per kapita (Bogner dan Matthews dalam Bogner 2007).
Peningkatan populasi, kemakmuran, dan urbanisasi di beberapa negara
maju dan berkembang merupakan sebuah tantangan bagi daerah tersebut. Semakin
tinggi peningkatan tersebut, maka semakin banyak sampah yang dihasilkan.
Sehingga tantangannya adalah dalam proses mengumpulkan, mendaur ulang, dan
mengatur kualitas dan kuantitas sampah yang dihasilkan.
Landasan pembangunan berkelanjutan adalah menetapkan kegiatan yang
efektif dalam pelaksanaan pengelolaan sampah yang berkelanjutan di negara
berkembang. Hal ini harus ditekankan, karena pada akhirnya tujuan dari
pelaksanaan kegiatan pengelolaan yang efektif adalah menghasilkan hubungan
antara kesehatan masyarakat, keamanan, dan kelestarian lingkungan sebagai
11
keuntungan tambahan. Selain itu, pelaksanaan pengelolaan sampah yang efektif
secara bersamaan akan mengurangi emisi dari green house gas (GHG) dan
memperbaiki kualitas hidup, meningkatkan kesehatan, menjaga kualitas
lingkungan (air dan tanah), konservasi sumberdaya alam, dan menjaga keberadaan
dari sumber energi yang dapat diperbaharui (Bogner 2007).
Ketersediaan dan kualitas data tahunan merupakan masalah utama dalam
sektor pengelolaan sampah. Data mengenai sampah baik padat maupun cair cukup
tersedia di beberapa negara, kualitas data bervariasi, definisi yang tidak seragam,
dan faktor-faktor tahunan lain yang tidak dapat dikuantifikasikan. Terdapat tiga
pendekatan yang dapat digunakan untuk mengestimasi pertumbuhan jumlah
sampah secara global, yaitu: (1) menggunakan data statistik nasional mengenai
sampah atau melakukan survey, termasuk metodologi IPCC; (2) mengestimasi
berdasarkan jumlah populasi (contoh dengan menggunakan SRES skenario); dan
(3) menggunakan alat atau proxy yang menggambarkan hubungan variabel
demografi atau ekonomi sebagai indikator yang diperoleh dari kumpulan data
tahunan nasional (Bogner dan Matthew 2003).
2.3 Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah
Menurut UU No. 18 Tahun 2008, tempat pengelolaan sampah terpadu
adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan
ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah. Tahapan
pemrosesan akhir sampah adalah mengembalikan kembali sampah ke media
lingkungan, namun harus aman bagi manusia dan lingkungan.
Secara umum pengelolaan sampah di perkotaan dilakukan melalui tiga
tahapan kegiatan, yaitu pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir atau
12
pengolahan. Tahapan kegiatan tersebut merupakan suatu sistem, sehingga masing-
masing tahapan dapat disebut sebagai sub sistem. Tahapan tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut (Nandi 2005) :
Sumber: Nandi 2005
Gambar 2. Tahapan Pengelolaan Sampah Sistem Open Dumping
Pengumpulan diartikan sebagai pengelolaan sampah dari tempat asalnya
sampai ke tempat pembuangan sementara sebelum menuju tahapan berikutnya.
Tahapan ini menggunakan sarana berupa tong sampah, bak sampah, peti kemas
sampah, gerobak dorong maupun tempat pembuangan sementara. Pengumpulan
(tanpa pemilahan) umumnya melibatkan sejumlah tenaga yang mengumpulkan
sampah setiap periode waktu tertentu. Tahapan pengangkutan dilakukan dengan
menggunakan sarana bantuan berupa alat transportasi tertentu menuju tempat
pembuangan akhir atau pengelolaan. Tahapan ini juga melibatkan tenaga yang
pada periode waktu tertentu mengangkut sampah dari tempat pembuangan
sementara ke TPA. Selain itu, sampah akan mengalami pemrosesan baik secara
fisik, kimia, maupun biologis sampai seluruh proses selesai. Ada beberapa metode
yang dapat dilakukan dalam pengelolaan sampah, yaitu: (1) metode open
dumping; (2) metode control landfill; (3) metode sanitary landfill; (4) metode
improved sanitary landfill; dan 5) metode semi aerobic landfill.
Sampah
Pengumpulan Pengangkutan Pembuangan
atau pengolahan
Lingkungan sanitasi yang dituju atau tempat
pembuangan akhir
13
Sampah yang telah ditimbun di TPA dapat mengalami proses lanjutan.
Teknologi yang digunakan dalam proses lanjutan yang umum digunakan adalah
(Nandi 2005):
1. Teknologi pembakaran (Incenerator). Cara ini dapat mengahasilkan produk
sampingan berupa logam bekas (skrap) dan uap yang dapat dikonversikan
menjadi energi listrik. Keuntungan lainnya dari teknologi ini adalah:
a. Dapat mengurangi volume sampah ± 75 %-80 % dari sumber sampah
tanpa proses pemilahan.
b. Abu dari sisa pembakaran cukup kering dan bebas dari pembusukan
sehingga dapat langsung dibawa ke tempat penimbunan pada lahan
kosong, rawa, atau pun daerah rendah sebagai bahan pengurug.
c. Pada instalasi yang cukup besar dengan kapasitas ± 300 ton/hari dapat
dilengkapi dengan pembangkit listrik sehingga energi listrik (± 96 000
MWH/tahun) yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk menekan biaya
dalam proses pengelolaan.
2. Teknologi composting yang menghasilkan kompos untuk digunakan sebagai
pupuk maupun penguat struktur tanah.
3. Teknologi daur ulang yang dapat menghasilkan sampah potensial, seperti
kertas, plastik, logam, dan kaca atau gelas.
2.4 Upaya Mengatasi Permasalahan Sampah
Mengatasi masalah sampah memerlukan integrasi semua pihak baik
pemerintah, masyarakat maupun swasta. Hal yang terpenting adalah perubahan
paradigma bahwa sampah bukanlah sesuatu yang tidak ada gunanya, melainkan
sesuatu yang sangat berharga dan bernilai. Pengelolaan sampah bukan hanya
14
sekedar mengangkut dan membuang hingga ke TPA, tetapi harus dipilah dan
diolah agar menjadi sesuatu yang bermanfaat sejak dari sumbernya. Sesuai
dengan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah bahwa prinsip dalam
mengelola sampah adalah Reduce, Reuse, dan Recycle yang dikenal sebagai 3R
atau mengurangi, menggunakan kembali, dan mengolah. Ada pun upaya untuk
mengatasi masalah sampah adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengesahkan Undang-
Undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Penyusunan UU ini
merupakan upaya pemerintah dalam memberikan jaminan kehidupan yang
baik dan sehat kepada masyarakat Indonesia sebagaimana terdapat dalam
pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”
(KNLH 2008).
2. Implementasi 3R
Penumpukan sampah di TPA yang banyak diprotes masyarakat,
mendorong pemerintah untuk menerapkan pengelolaan sampah dengan sistem
3R yaitu Reduce, Reuse, dan Recycle pada skala kota. Pola pemilahan ini juga
selain dapat menangani masalah sampah diharapkan pula dapat memberikan
manfaat bagi pembukaan lapangan kerja dan peningkatan ekonomi
masyarakat. Selain itu, dalam lima tahun mendatang pemerintah akan
mendorong dilakukannya sistem sanitary landfill. Sistem ini akan menutup
pengelolaan sampah di TPA dengan sistem open dumping.
15
Penanganan dan pengolahan sampah dapat dilakukan sejak dari
sumbernya melalui pemilahan sampah organik dan nonorganik. Berdasarkan
sifatnya sampah dapat dibedakan menjadi sampah organik dan nonorganik.
Implementasi program 3R dalam pengelolaan sampah tersebut dapat
dilakukan juga oleh pemerintah. Program 3R pemerintah antara lain dalam
bentuk penyediaan dana operasional fasilitas pengolahan sampah skala kota,
penyediaan lahan sebagai lokasi, kegiatan pemetaan lapangan dan pemberian
data dan informasi (KNLH 2008).
3. Penerapan Instrumen Ekonomi
Permasalahan lingkungan, termasuk yang berhubungan dengan solid
waste management (SWM), secara tradisional atau turun temurun telah
menggunakan perintah dan kontrol peraturan (CAC). Peraturan tersebut
langsung dilakukan dengan penentuan kebijakan yang spesifik dan ketentuan
yang berlaku. Selain itu, harus dicapai dengan menerapkan sangsi dan
hukuman (Perman et al. dalam Nahman dan Godfrey 2009).
Perubahan terjadi dalam pengelolaan sampah. Perubahan tersebut
dilihat berdasarkan perubahan harga yang relatif bagi masyarakat maupun
industri. Instrumen ini dalam konteks SWM menyediakan insentif bagi
penghasil sampah baik produsen maupun konsumen dan penyedia jasa untuk
mengurangi sampah yang dihasilkan. Instrumen ekonomi yang diterapkan,
misalnya pajak dan subsidi adalah suatu upaya untuk mencari perubahan
secara tidak langsung. Selain itu instrumen ekonomi dalam SWM ini yaitu,
penetapan pajak untuk input dan output, skema pengembalian deposit, dan
penetapan batas dasar jumlah sampah (Nahman dan Godfrey 2009).
16
Dewasa ini instrumen ekonomi menjadi sesuatu yang penting sejak
tahun 1980an, dimana penelitian telah menunjukan bahwa instrumen ini dapat
menjadi sangat efektif dalam mencapai tujuan kelestarian lingkungan,
misalnya mengurangi volume peningkatan sampah, dan mengolah sampah
dari pembuangan untuk di daur ulang. Perhatian terhadap instrumen ini terus
tumbuh. Instrumen ini digunakan juga di negara berkembang, dimana
instrumen ini memperlihatkan keuntungan atau manfaaat yang lebih
dibandingkan CAC (Bell and Russell dalam Nahman dan Godfrey 2009).
17
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Teoritis
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengelolaan sampah di TPA
Pasir Sembung. Penelitian ini didasarkan pada beberapa teori yang digunakan
sebagai dasar metode yang akan digunakan dalam analisis. Teori yang digunakan
adalah untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi volume timbunan
sampah dan mengevaluasi pengelolaan TPA Pasir Sembung secara finansial.
3.1.1 Hubungan Antara Populasi Penduduk dan Lingkungan
Model IPAT ini menggambarkan hubungan dampak (I) yang dipengaruhi
oleh jumlah penduduk atau populasi (P), pendapatan atau kekayaan “affluence”
(A), dan teknologi (T) (Daily dan Erchlic 1992). Model ini sering digunakan
untuk studi mengenai lingkungan. Model ini bukan merupakan persamaan
matematika formal tetapi merupakan konsep atau kerangka konseptual. Model
IPAT ini merupakan perluasan dari persamaan IPF oleh Erchlic and Holdren pada
tahun 1971. Persamaan IPF ini pada awalnya digunakan untuk melihat perubahan
per kapita yang dapat menentukan dampak terhadap lingkungan.
Peningkatan jumlah populasi akan mempengaruhi kualitas lingkungan.
Semakin banyak kegiatan yang dilakukan semakin banyak pula residu atau
sampah yang dibuang ke lingkungan. Model ini digunakan untuk menilai
pengaruh dari populasi, tingkat pendapatan masyarakat, dan teknologi terhadap
jumlah sampah yang dihasilkan. Model IPAT ini sangat berguna sebagai titik awal
untuk membedakan faktor-faktor yang mempengaruhi dampak lingkungan.
Persamaan ini juga dapat menunjukan bahwa selain dengan melihat kepentingan
18
bagi masa depan, dampak juga dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi
yang efisien dan ramah lingkungan (Schulze 2001).
Model ini juga menolak anggapan bahwa populasi merupakan faktor yang
memberikan kontribusi terkecil terhadap perubahan lingkungan. Hubungan antara
penduduk, pendapatan, dan teknologi dapat menunjukan interaksi yang sangat
kompleks, yang disederhanakan di dalam persamaan (Giambona et al. 2004).
3.1.2 Pemodelan Volume Timbunan Sampah di Tempat Pembuangan
Akhir Pasir Sembung
Peningkatan jumlah sampah akan terus terjadi seiring dengan peningkatan
jumlah penduduk. Kondisi atau umur teknis TPA untuk dapat menampung
sampah yang dihasilkan perlu diperhatikan agar tidak terjadi over capacity atau
melebihi daya tampung. Pemodelan dapat digunakan untuk menggambarkan
tingkat pertumbuhan sampah di waktu yang akan datang berdasarkan faktor-faktor
yang mempengaruhinya.
Pemodelan adalah suatu teknik untuk membantu konseptualisasi dan
pengukuran dari suatu sistem yang kompleks, atau untuk memprediksi
konsekuensi (response) dari sistem terhadap tindakan manusia. Jika tindakan
manusia ini dilakukan secara langsung terhadap sistem sebenarnya (alam), maka
konsekuensinya akan mahal, merusak dan sukar dipelajari (Nababan 2001).
Menurut Goodman dalam Nababan (2001) model tidak pernah terdiri dari
semua aspek realita atau sistem sebenarnya, melainkan hanya karakteristik yang
esensial sesuai dengan konteks pemecahan masalah. Pemodelan ekosistem harus
mengandung unsur yang menjadi perhatian bagi permasalahan manajemen atau
ilmiah dimana model tersebut digunakan sebagai alat pemecah masalah yang akan
digunakan.
19
Pemodelan ini akan menggambarkan tingkat pertumbuhan volume sampah
sampai sepuluh tahun ke depan. Faktor peningkatan jumlah penduduk, konsumsi,
dan pengolahan sampah dapat memberikan pengaruh terhadap volume sampah
yang ditimbun di TPA. Peramalan dapat digunakan juga sebagai ukuran dalam
pengelolaan TPA.
3.1.3 Kelayakan Finansial Tempat Pembuangan Akhir Sampah
Evaluasi kelayakan merupakan alat yang komperhensif yang dapat
digunakan untuk menganalisis suatu kebijakan dimana semua manfaat dan biaya
dapat dikuantifikasikan dan dinilai secara moneter. Evaluasi ini dilakukan untuk
menilai keoptimalan dari pengelolaan TPA sebagai tempat pembuangan akhir
karena adanya peningkatan volume sampah. Perhitungan ini digunakan untuk
menilai kelayakan pengelolaan TPA dengan sistem control landfill yang
sebelumnya diterapkan sistem open dumping. Hasil evaluasi ini juga diberikan
bagi pembuat keputusan dengan indikasi yang jelas dari nilai suatu kebijakan
yang efisien dan memberikan keuntungan bersih yang besar bagi publik
(Woodruff dan Holand 2008). Selain itu dapat menjadi alat valuasi dari program-
program masyarakat yang berkaitan dengan manajemen sumberdaya alam, seperti
pengendalian banjir, irigasi PLTA praktek pembuangan sampah, dan lainnya.
Evaluasi finansial diperoleh dari perhitungan manfaat dan biaya suatu program
atau proyek yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan harga
pasar untuk menilai keoptimalan proyek tersebut dilihat dari segi anggaran.
3.1.3.1 Indikator Kelayakan Finansial
Indikator yang digunakan untuk menilai keoptimalan pengelolaan TPA
adalah melihat kelayakan finansial dari sistem pengelolaannya. Ada beberapa
20
indikator yang mempengaruhi kelayakan suatu program atau usaha. Indikator
tersebut adalah (Gitinger dan Willis 1999):
1. Manfaat sekarang neto (Net Present Value)
Manfaat sekarang neto dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus
pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi. Manfaat sekarang
neto dihitung dengan mencari selisih antara nilai sekarang dari arus manfaat
dikurangi dengan nilai sekarang dari arus biaya.
2. Perbandingan manfaat dan biaya (Benefit-Cost Ratio)
Perbandingan manfaat dan biaya diperoleh bila nilai sekarang arus manfaat
dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Benefit-Cost Ratio merupakan
ukuran berdiskonto yang pertama dikenal.
3. Tingkat pengembalian internal (Internal Rate Return)
IRR adalah tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh proyek untuk
sumberdaya yang digunakan. Proyek membutuhkan dana lagi untuk biaya-
biaya operasional, investasi, dan proyek baru sampai pada tingkat pulang
modal. Hal tersebut merupakan tingkat pengembalian atas kapital yang belum
selesai tiap periode sementara kapital tersebut masih diinvestasikan pada
proyek.
4. Payback Period (PP)
Payback period adalah jangka waktu atau periode yang diperlukan untuk
membayar kembali (mengembalikan) semua biaya-biaya yang telah
dikeluarkan dalam investasi suatu proyek. Payback period merupakan
perbandingan antara biaya investasi yang diperlukan dengan benefit bersih
yang dapat diperoleh pada setiap tahun.
21
3.2 Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Cianjur meningkat setiap waktu
dengan laju pertumbuhan penduduk adalah sebesar 1.09 % per tahun. Seiring
dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, kegiatan ekonomi baik kegiatan
rumah tangga maupun industri juga semakin meningkat sesuai dengan tingkat
kebutuhan masing-masing. Kegiatan ekonomi masyarakat tersebut akan
mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat, dimana konsumsi tersebut akan
menghasilkan residu yang disebut sebagai sampah.
Peningkatan jumlah penduduk akan memberikan dampak terhadap
peningkatan volume sampah dan kerusakan lingkungan. Masalah lingkungan pada
umumnya timbul karena (Nandi 2005): (1) urbanisasi yang cepat dan penggunaan
teknologi yang kurang bijaksana; (2) tingkat konsentrasi sampah yang melebihi
daya dukung lingkungan yang disebabkan oleh kemunduran mutu lingkungan
hidup untuk kehidupan biologis termasuk manusia; (3) pertambahan jumlah
penduduk serta peningkatan jumlah kegiatan pembangunan yang mengakibatkan
terjadinya pergeseran pada pola penggunaan lahan; (4) pertumbuhan ekonomi dan
industri yang menyebabkan terjadinya kecenderungan perubahan siklus alami
lingkungan.
Sampah yang dihasilkan dari kegiatan ekonomi tersebut diangkut dan
dikumpulkan di tempat pembuangan akhir yaitu TPA Pasir Sembung. Volume
sampah yang dihasilkan mencapai 450-500 m3 per hari. Penumpukan sampah ini
jika tidak diimbangi dengan adanya pengolahan sampah maka semakin lama akan
menyebabkan pembusukan sampah. Hal ini akan menghasilkan gas metana (CH4
dan H2S) sehingga menyebabkan lahan TPA diperluas dengan menggunakan
22
sebagian lahan milik warga sekitar untuk mengurangi penumpukan sampah.
Volume timbunan sampah di TPA meningkat setiap tahun yang dengaruhi oleh
beberapa faktor. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
volume timbunan sampah dilakukan agar dapat mengetahui seberapa besar
pengaruh faktor-faktor tersebut dan hubungan antar faktor-faktor tersebut
terhadap volume timbunan sampah.
Volume timbunan sampah yang semakin meningkat menyebabkan perlu
adanya perbaikan dalam sistem pengelolaan sampah. Pada tahun 2006, sistem
pengelolaan TPA dirubah menjadi sistem control landfill. Perubahan ini sesuai
dengan UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Persampahan. UU ini menyaratkan
bahwa pada tahun 2013 semua TPA harus menutup pengelolaan TPA dengan
sistem open dumping dan mengganti minimal dengan sistem control landfill.
Evaluasi kelayakan finasial terhadap sistem pengelolaan ini dilakukan untuk
menilai keoptimalan sistem tersebut. Evaluasi ini dapat melihat apakah
penerimaan dari pemerintah (APBD) dan biaya yang dikeluarkan dalam
pengelolaan TPA ini sudah sebanding. Evaluasi ini penting dilakukan, karena
keoptimalan sistem pengelolaan TPA akan mempengaruhi kualitas dari TPA
dalam mengelola sampah.
Selain dari APBD, biaya untuk pengelolaan sampah juga diperoleh dari
retribusi daerah. Pemberlakuan adanya retribusi daerah ini sesuai dengan Perda
No. 10 Tahun 2005, namun besaran retribusi ini belum mencukupi biaya untuk
pengelolaan sampah secara keseluruhan. Biaya pengelolaan yang tinggi dan
belum adanya penerimaan lain karena tidak ada pengolahan atau proses mendaur
ulang sampah. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya suatu kebijakan pemerintah
23
yang mementingkan kepentingan masyarakat dan juga lingkungan. Alur
pemikiran operasional ini dapat dilihat pada Gambar 3.
3.3 Hipotesa
Hipotesa dari penelitian ini, diduga bahwa peningkatan jumlah populasi
akan mempengaruhi jumlah sampah yang dihasilkan karena semakin banyak
populasi semakin tinggi pula kegiatan yang dilakukan. Hal ini akan menyebabkan
residu atau sampah yang dihasilkan semakin banyak. Kegiatan yang dilakukan
masyarakat tergantung dari pendapatan (affluence) yang diperoleh. Pendapatan
tersebut digunakan untuk konsumsi masyarakat. Semakin tinggi pendapatan akan
semakin tinggi pula konsumsi masyarakat, sehingga volume sampah yang
dihasilkan akan meningkat. Selain itu, pengolahan sampah juga akan
mempengaruhi volume sampah yang dihasilkan. Teknologi yang digunakan dalam
pengolahan sampah akan mengurangi volume sampah jika pengolahannya
optimal. Namun, jika pengolahan sampah kurang optimal maka volume sampah
akan tetap meningkat.
24
Sumber: Penulis, 2011
Gambar 3. Alur Kerangka Pemikiran Penelitian
Peningkatan jumlah penduduk dan
pendapatan menyebabkan konsumsi
masyarakat semakin meningkat
Mengidentifikasi faktor-
faktor yang mempengaruhi
volume timbunan sampah
di TPA
Mengevaluasi kelayakan
finansial pengelolaan
TPA dengan sistem
control landfill
Merumuskan kebijakan
pemerintah daerah dalam
pengelolaan TPA
Rekomendasi bagi pemerintah setempat
dalam pengelolaan TPA
Jumlah sampah semakin
meningkat sehingga terjadi
penumpukan sampah di TPA
Perluasan lahan TPA dan perubahan
sistem pengelolaan sampah dari open
dumping menjadi control landfill
25
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di TPA Pasir Sembung yang berada di
Kabupaten Cianjur. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja
(purposive) karena wilayah ini hanya memiliki satu TPA. Volume sampah yang
ditimbun di TPA meningkat setiap waktu yang dipengaruhi oleh berbagai faktor
sehingga dibutuhkan lahan TPA yang lebih luas. Hal ini menjadi permasalahan
baik bagi masyarakat maupun dinas terkait dalam pengelolaannya karena jumlah
sampah yang ditimbun di TPA ini semakin meningkat. Selain itu, adanya
perubahan sistem pengelolaan menjadi sistem control landfill dalam pengelolaan
sampah di TPA. Pengambilan data primer dilaksanakan pada bulan Maret sampai
dengan April 2011.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari responden melalui wawancara dengan
pengelola TPA dan aparat pemerintah Kabupaten Cianjur. Data primer yang
digunakan yaitu hasil wawancara dengan pengelola TPA mengenai bagaimana
usaha atau kebijakan lebih lanjut yang akan dilakukan dalam pengelolaan sampah
di Kabupaten Cianjur agar lebih efektif. Data ini akan dimanfaatkan sebagai
pendukung dari penggunaan analisis deskriptif. Data sekunder diperoleh dari
beberapa lembaga terkait, yaitu Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Tata
Ruang dan Pemukiman, BPS, Badan Pengawas Daerah, Kantor Lingkungan
Hidup Kabupaten Cianjur, jurnal, buku, dan data lainnya yang relevan dengan
tujuan penelitian ini.
26
4.3 Metode Pengambilan Data
Metode yang digunakan untuk tujuan ketiga dalam penentuan sampel
dilakukan dengan metode snowball sampling. Metode ini merupakan teknik
pengambilan sampel yang pada mulanya jumlahnya kecil tetapi semakin lama
semakin banyak sampai informasi yang didapatkan dinilai telah cukup.
Pengambilan sampel lembaga pertama dilakukan secara sengaja (purposive
sampling) yang selanjutnya mengikuti gerakan atau arah dari sampel pertama
sampai di lembaga yang paling akhir (Sugiarto et al. 2001).
4.4 Metode Analisis Data
Data dari penelitian yang diperoleh dalam penelitian akan dianalisis
menggunakan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kualitatif
dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif untuk merumuskan kebijakan
yang dilakukan pemerintah daerah setempat dalam pengelolaan sampah yang
lebih efektif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pendekatan
metode IPAT dan perhitungan analisis biaya dan manfaat. Analisis tersebut
dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi volume
timbunan sampah di TPA dan kemudian diuji menggunakan analisis regresi linier
berganda. Selain itu, dilakukan peramalan terhadap volume timbunan sampah di
tahun yang akan datang dengan menggunakan pemodelan. Analisis biaya manfaat
digunakan untuk mengevaluasi secara finansial pengelolaan TPA dengan sistem
control landfill. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Exel
2010, Minitab 14.0 for Windows, dan Vensim version 5.6b. Adapun uraian matriks
metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan dalam penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut.
27
Tabel 2. Matriks Metode Analisis Data
No. Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data
1. Mengidentifikasi faktor-
faktor yang mempengaruhi
volume timbunan sampah di
TPA Pasir Sembung
Kabupaten Cianjur.
Data sekunder IPAT dan analisis
pemodelan
menggunakan software
Vensim.
2. Mengevaluasi secara finansial
pengelolaan TPA Pasir
Sembung dengan sistem
control landfill.
Data sekunder Analisis biaya dan
manfaat (analisis
kelayakan finansial).
3. Merumuskan kebijakan atau
regulasi yang dapat
dikeluarkan oleh Pemerintah
Daerah (Pemda) yang dapat
digunakan dalam pengelolaan
TPA Pasir Sembung
Kabupaten Cianjur.
Data primer Analisis deskriptif.
4.4.1 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Timbunan
Sampah di Tempat Pembuangan Akhir
Identifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi volume timbunan
sampah di TPA dilakukan dengan menggunakan pendekatan model yang
mengambarkan hubungan antara populasi dengan lingkungan. Model tersebut
dikenal dengan model IPAT. Model ini menggambarkan hubungan antara populasi
(P), pendapatan per kapita atau kekayaan (A), dan teknologi (T) yang dapat
memberikan dampak (I) terhadap lingkungan (Daily dan Erhclic 1992).
Volume sampah yang meningkat berkaitan dengan perubahan jumlah
populasi, tingkat urbanisasi, dan kekayaan (pendapatan per kapita). Jumlah
penduduk memiliki korelasi yang positif terhadap peningkatan volume sampah.
Semakin meningkat jumlah penduduk maka akan semakin meningkat pula jumlah
sampah yang dihasilkan. Namun, selain jumlah penduduk terdapat juga faktor-
faktor lain yang mempengaruhinya. Pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap
volume timbunan sampah dengan model ini dapat diukur dengan melihat faktor
28
jumlah penduduk, pendapatan per kapita masyarakat, dan teknologi yang
dilakukan untuk mengolah sampah di TPA. Perhitungan pengaruh faktor-faktor
tersebut terhadap volume sampah dapat dilihat sebagai berikut (Schulze 2001):
I = P. A. T ............................................................................................ (4.1)
In = Populasi n •(
)•
Keterangan: I = Impact/dampak (volume/m3)
P= Population/populasi (jumlah penduduk tahun 2000-2010)
A=Affluence/tingkat kemakmuran (pendapatan per kapita
masyarakat tahun 2000-2010 dalam rupiah)
T=Technology/teknologi pengomposan sampah (rupiah)
n= Tahun ke 1,2,3...,11
Perhitungan dengan metode ini dilakukan tiap tahun yaitu dari tahun 2000
sampai 2010. Perhitungan dampak (I) yang diperoleh tiap tahun dilakukan untuk
membandingkan perubahan dampak pada (I1) tahun 2001 sampai tahun 2010 (I6).
Setelah diketahui Impact yang diperoleh tiap tahunnya, maka dapat diketahui
bahwa faktor-faktor atau variabel yang dimasukan mempengaruhi volume
timbunan sampah di TPA. Pendekatan dengan model IPAT ini diuji menggunakan
analisis regresi linier berganda untuk mengetahui hubungan setiap masing-masing
faktor dengan volume sampah. Selain itu, dilakukan juga pemodelan untuk
melihat tren volume sampah yang ditimbun di TPA.
4.4.1.1 Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi merupakan persamaan regresi yang dapat digunakan untuk
menduga hubungan antara variabel bebas (independent variable) dengan variabel
tak bebas (dependent variable), dimana dugaan keduanya dapat digambarkan
sebagai suatu garis lurus. Komponen error (ε) yang tidak diamati dan diasumsikan
29
merupakan peubah acak. Koefisien regresi βo dan β1 adalah parameter yang
menggambarkan karakteristik populasi yang akan diduga (Juanda 2009).
Fungsi regresi yang digunakan dalam penelitian ini hanya diuji dengan
menggunakan fungsi regresi linier berganda. Persamaan dalam fungsi regresi ini
dibuat berdasarkan pendekatan model IPAT. Fungsi regresi ini menjelaskan
seberapa besar pengaruh variabel bebas yaitu jumlah penduduk (P), pendapatan
masyarakat (A), dan teknologi pengolahan sampah (T) terhadap variabel tak bebas
yaitu volume sampah (I). Analisis regresi ini dilakukan menggunakan program
Minitab 14.0 for Windows. Adapun model fungsi regresi faktor-faktor yang
mempengaruhi volume sampah adalah sebagai berikut:
Ii = βo + β1Pi + β2Ai + β3Ti + ε .................................................................. (4.2)
Keterangan:
I = Volume sampah yang ditimbun di TPA tahun ke i (m3)
Pi = Jumlah penduduk Kabupaten Cianjur tahun ke i (jiwa)
Ai = Pendapatan per kapita masyarakat Kabupaten Cianjur tahun ke i
Ti = Teknologi pengolahan sampah di TPA Pasir Sembung tahun ke i
(Rp)
i = tahun ke 1,2,......,11 ( tahun 2000-2011)
β0 = Intersep
β1, β2, dan βo = Koefisien regresi
ε = Error term
Setelah melakukan pendugaan parameter koefisien regresi, hasil
persamaan regresi kemudian diuji menggunakan asumsi-asumsi dari model regresi
tersebut. Pengujian tersebut dilakukan agar dapat dilakukan pengujian mengenai
masing-masing koefisien regresi (uji-t) untuk mengetahui bagaimana hubungan
antar variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Pengujian yang dilakukan adalah
sebagai berikut (Juanda 2009):
30
1. Uji Kenormalan
Pengujian kenormalan ini dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-
Smirnov. Nilai KS yang lebih besar dari taraf nyata menunjukan bahwa
model yang digunakan untuk regresi ini telah mengikuti distribusi normal
yaitu residual atau eror menyebar normal.
2. Uji Multikolinearitas
Pengujian multikolinearitas dalam penelitian ini dilakukan dengan
menghitung nilai VIF. Jika nilai VIF ≤ 10 maka diasumsikan pada model
tersebut tidak terdapat multikolinearitas.
3. Uji Autokorelasi
Pengujian autokorelasi ini dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-
Watson. Jika nilai statistik DW nilainya mendekati 2 maka menunjukan tidak
adanya autokorelasi. Jika nilai DW lebih dari 2 maka autokorelasi negatif.
4. Uji Heteroskedastisitas
Pengujian ini menggunakan uji Goldfeld-Quant dengan melihat nilai uji-F
dan derajat bebas p. Nilai p yang lebih besar dari taraf nyata menunjukan
model regresi tersebut tidak menghasilkan ragam sisaan yang heterogen
(hetroskedastisitas).
4.4.1.2 Pemodelan Volume Timbunan Sampah
Peningkatan volume timbunan sampah yang terjadi di TPA Pasir Sembung
Kabupaten Cianjur akan terus terjadi sebanding dengan peningkatan jumlah
penduduk. TPA sebagai tempat pembuangan akhir sampah harus memiliki
perkiraan jumlah sampah yang akan masuk kemudian ditimbun sesuai dengan
daya tampung dan umur teknis TPA. Penggambaran volume timbunan sampah di
31
TPA sampai dengan sepuluh tahun kedepan dapat dilakukan dengan
menggunakan analisis pemodelan menggunakan software Vensim version 5.6b.
Pemodelan ini dapat membantu konseptualisasi dan pengukuran dari suatu
sistem yang kompleks atau untuk memprediksi konsekuensi dari sistem terhadap
tindakan manusia. Model simulasi adalah suatu proses memformulasikan
hubungan fungsional antar komponen suatu sistem dalam bentuk persamaan
matematis, mengubah nilai konstanta, parameter atau nilai inisial dari variabel
(komponen) ekosistem dan mengamati bagaimana konsekuensinya. Model ini
juga hanya sedikit menggunakan persamaan matematika, namun lebih insentif dan
ekstensif menggunakan komputer (Jeffers dalam Nababan 2001).
Model simulasi volume timbunan sampah di TPA Pasir Sembung
dilakukan dengan mensimulasikan faktor pertumbuhan penduduk, pendapatan per
kapita masyarakat, dan teknologi pengolahan sampah dengan bantuan komputer.
Hubungan antar komponen penduduk, pendapatan, dan teknologi menggunakan
fungsi matematis dari data yang diperoleh di lapangan. Asumsi yang digunakan
dalam simulasi model ini adalah:
1. Volume sampah yang dikaji dalam penelitian ini adalah akibat aktivitas
masyarakat sebanding dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat.
2. Tipe model yang digunakan adalah model dinamik dimana variabel yang
didefinisikan sistem merupakan fungsi dari waktu.
3. Pemodelan volume sampah ini terdiri dari tiga variabel yaitu penduduk,
konsumsi, dan teknologi menurut data sekunder dan survei.
4. Pertumbuhan jumlah penduduk merupakan faktor yang paling berpengaruh
terhadap volume sampah yang dihasilkan di wilayah Kabupaten Cianjur.
32
Adapun model yang digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan
volume sampah di TPA Pasir Sembur dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.
Sumber: Hasil Analisis, 2011
Gambar 4. Simulasi Studi Pertumbuhan Volume Sampah di TPA Pasir
Sembung
4.4.2 Evaluasi Kelayakan Finansial Pengelolaan Tempat Pembuangan
Akhir
Evaluasi kelayakan finansial dalam pengelolaan TPA dilihat dari segi
biaya dan juga manfaat atau penerimaan. Menurut Gitinger dan Willis (1999),
biaya adalah pengeluaran atau pengorbanan yang dapat menimbulkan
pengurangan terhadap manfaat yang diterima. Biaya yang digunakan dalam
pengelolaan TPA ini terdiri dari biaya investasi, biaya operasional, dan biaya
lainnya. Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada awal dimulainya
proyek dan biasanya memerlukan biaya yang besar, sedangkan biaya operasional
adalah biaya rutin yang dikeluarkan untuk melakukan pengelolaan. Evaluasi
finansial dapat dilakukan dengan mengevaluasi data yang diperoleh kemudian
menghitung kriteria kelayakan investasi. Beberapa kriteria kelayakan finansial
yang digunakan (Gitinger dan Willis 1999) adalah sebagai berikut:
Rate pertumbuhan
Konsumsi
Sampah
Rate peningkatan
Peningkatan
Rumah tanggapertumbuhan
rate penurunan dari
pengomposan
penurunan
pendapatan
33
1. Nilai Sekarang Neto (Net Present Value)
NPV (Rp) =∑
................................................................... (4.3)
2. Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate Return)
............................................... (4.4)
3. Rasio Manfaat dan Biaya (Benefit Cost Ratio)
B/C (Rp) = ∑
∑
....................................................................... (4.5)
4. Payback Period
PP =
............................................................................................... (4.6)
Keterangan:
Bt = Manfaat yang diperoleh tiap tahun (tahun 2006-2010 dalam rupiah)
Ct = Biaya yang dikeluarkan tiap tahun (tahun 2006-2010 dalam rupiah)
I = Besarnya biaya investasi yang diperlukan (Rp)
Ab = Manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya
t = 1, 2, ... , n
n = Jumlah tahun (2006-2010)
i = Tingkat bunga (diskonto) yang digunakan untuk menghasilkan NPV
positif (%)
i’ = Tingkat bunga (diskonto) yang menghasilkan NPV negatif
NPV = Net Present Value positif
NPV’ = Net Present Value negatif
4.4.3 Analisis Perumusan Kebijakan Pemerintah dalam Pengelolaan
Tempat Pembuangan Akhir
Pemerintah daerah memiliki peran dalam menentukan kebijakan
pengelolaan TPA agar lebih efektif. Dinas yang berwenang untuk menentukan
kebijakan selain pemerintah daerah adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan.
Kebijakan tersebut selain mengacu kepada UU No. 18 Tentang Pengelolaaan
34
Sampah dan Peraturan Daerah No. 10 juga harus mementingkan kepentingan
masyarakat agar tidak merugikan masyarakat. Perumusan kebijakan untuk
pengelolaan TPA dilakukan dengan wawancara kepada pihak-pihak terkait yang
menjadi responden. Hasil wawancara dianalisis dengan menggunakan analisis
deskriptif.
35
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pasir Sembung Cianjur merupakan
satu-satunya TPA yang dimiliki oleh Kabupaten Cianjur. TPA ini berdiri sejak
tahun 1975 dan berlokasi di Desa Sirnagalih Kecamatan Cilaku Kabupaten
Cianjur dengan luas wilayah seluas lima hektar. Jarak TPA dari pusat kota adalah
5 km. Kabupaten ini pada awalnya memiliki dua TPA yaitu TPA Pasir Sembung
dan TPA Pasir Bungur yang berada di Kecamatan Cibeber. Namun, TPA Pasir
Bungur hanya dapat digunakan selama enam bulan. Masyarakat sekitar tidak
menginginkan adanya pembangunan TPA tersebut karena kondisi tanah yang
rawan longsor.
Kontur tanah TPA Pasir Sembung merupakan lahan kritis (tanah bekas
galian). Lahan TPA telah mengalami perluasan pada tahun 2007 seluas 13 500 m2
sehingga luas keseluruhan TPA menjadi enam hektar. Tahun 2011 juga dilakukan
kembali perluasan lahan seluas kurang lebih 6 000 m2 yang akan digunakan
sebagai ruang terbuka hijau. TPA ini memiliki lima zona pembuangan sampah
yang penggunaanya disesuaikan dengan ketetapan perencanaan periode. Zona
tersebut dimaksudkan untuk area penghijauan di TPA itu sendiri. Area yang
dijadikan sebagai zona penghijauan adalah area pembuangan sampah yang sudah
habis masa pakainya yaitu sudah dipakai selama lima tahun. Zona 1 dan Zona 2
yang merupakan zona pasif memiliki luas masing-masing 2 000 m2. Zona 3 dan
Zona 4 merupakan zona pasif yang memiliki luas masing-masing 3 000 m2. Zona
5 yang merupakan zona aktif yang memiliki luas lima hektar (DKP 2010).
Adapun peta kawasan TPA Pasir Sembung dapat dilihat pada Gambar 5 berikut.
37
5.2 Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung
Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten
Cianjur tahun 2010 volume sampah yang masuk dan ditimbun di TPA Pasir
Sembung sebanyak 162 840 m3
dengan rata-rata jumlah sampah yang masuk
setiap harinya adalah sebesar 450-500 m3. Jumlah sampah yang dapat
dimanfaatkan kembali dari keseluruhan volume sampah yang masuk adalah
sebanyak 8.98 %. Sampah yang masuk ke TPA ini langsung diangkut dari
berbagai sumber seperti pasar, rumah tangga, pertokoan, dan perkantoran. Namun,
ada juga masyarakat yang mengumpulkan sampah terlebih dahulu di Tempat
Pembuangan Sementara (TPS) kemudian diangkut ke TPA. Sarana yang dimiliki
oleh TPA ini dalam menunjang penanganan sampah yaitu dump truck sebanyak
20 unit, arm roll truck 12 unit, container tiga unit, bull dozer dua unit, roda
sampah 117 unit, dan memiliki transfer depo. Masing-masing truk dapat
mengangkut kurang lebih enam m3 sampah dengan intensitas pengangkutan tiga
kali sehari.
Sampah yang terangkut ke TPA kurang lebih hanya 40 % dari sampah
keseluruhan karena tidak adanya truk yang masuk ke area terpencil dan juga
selokan atau sungai yang lokasinya sulit dijangkau. Rasio antara ketersediaan
TPA dengan jumlah penduduk di Kabupaten Cianjur adalah sebesar 0.08 %. Hal
ini yang menjadi perhatian utama pihak pengelola karena jumlah TPA atau luasan
TPA yang sekarang tidak sebanding dengan jumlah penduduk. Hal ini yang
menyebabkan sampah yang dihasilkan oleh masyarakat tidak sepenuhnya dapat
diangkut ke TPA. Adapun skema atau alur pengelolaan sampah di Kabupaten
Cianjur dapat dilihat pada Gambar 6 berikut.
38
Sumber: DKP 2011
Gambar 6. Skema Pengolahan dan Pengangkutan Sampah di Kabupaten
Cianjur
Pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung mengacu kepada Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan
Sampah karena belum adanya Peraturan Daerah mengenai pengelolaan sampah.
Adapun upaya pengelolaan sampah yang dilakukan di TPA Pasir Sembung, yaitu:
1. Pengelolaan sampah di TPA ini menggunakan metode control landfill. Sistem
ini digunakan sejak tahun 2006 sesuai dengan peraturan untuk mengikuti
Program Adipura dan UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.
TPA harus melakukan rehabilitasi pengelolaan sampah dari sistem open
dumping menjadi control landfill dalam waktu lima tahun yaitu sampai pada
tahun 2013. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas lingkungan yang
semakin menurun. Metode ini dilakukan dengan menimbun sampah oleh
Pemilahan
Sampah
Sampah yang
dapat didaur
ulang
Organik
Rumah
Sakit
Sampah Medis
Sampah Non Medis
Incenerator khusus
TPS
Pemukiman
Jalan
Pertokoan
Perkantoran Anorganik
Industri
Sampah Non B3
Sampah B3 dikirim ke
daerah Cileungsi
Pasar Cianjur
Pasar Cipanas
Pasar Muka
Pasar Ciranjang
TPS
TPS
TPA Pasir
Sembung
Komposter
TPA Pasir
Sembung
39
tanah dengan ketebalan 40 cm setiap satu minggu dua kali. Penimbunan
sampah dengan tanah ini dilakukan agar sampah tidak terus menumpuk.
2. Limbah cair yang dihasilkan akibat penimbunan sampah dialirkan
menggunakan pipa-pipa ke dalam kolam penampungan. Kolam ini disebut
juga dengan kolam leachete, yaitu tempat untuk menampung air limbah yang
ditimbulkan oleh sampah yang sudah dicampur dengan kaporit, tawas, dan
kapur. Kolam leachete ini memiliki enam kolam penampungan yang
melakukan tahapan pengolahan air yang berbeda-beda, yaitu:
a. Ekualisasi (persamaan konsentrasi) dan proses aerisasi. Terdapat tiga
tahap ekualisasi, yaitu penghilangan amoniak, penurunan kadar
Biochemical Oxygen Demand (BOD), dan penurunan kadar Chemical
Oxygen Demand (COD).
b. Proses kimia, yaitu netralisasi asam basa, koagulasi, dan flokulasi.
c. Chemical clarifier (pemisahan antara cairan dengan lumpur)
d. Oksidasi
e. Biological clarifier (sedimentasi)
f. Polisingpod dan cleanwater
Setelah proses tersebut, akan dihasilkan air yang sesuai dengan standar
layak baku mutu dan dapat dialirkan ke badan air (sungai). Selain kolam
leachete, TPA Pasir Sembung juga memiliki sumur pantau dengan kedalaman
40 m, sumur ini telah ada sejak TPA ini berdiri.
3. Pengelolaan sampah juga dilakukan dengan sistem komposting yaitu
mengolah sampah organik yang masuk ke TPA menjadi kompos. Sampah di
TPA dibuat kompos dengan Sistem Pengolahan Sampah Terpadu (SIPESAT)
40
dengan menghasilkan kurang lebih dua ton kompos setiap hari. Pembuatan
kompos menggunakan mesin ini baru dilakukan sejak tahun 2008 sampai
sekarang. Namun, kompos yang dihasilkan ini belum dikomersialisasikan
atau dijual ke pasar karena hanya dipakai untuk kepentingan pribadi atau
sebagai bahan percontohan.
5.3 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Cianjur
Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten yang berada di
Provinsi Jawa Barat. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 3 501.48 km dan secara
administratif pemerintahan terdiri dari 32 kecamatan, 342 desa, dan enam
kelurahan. Sebelah utara kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan
Purwakarta, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Garut, dan
sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.
Wilayah ini memiliki jumlah penduduk 2 240 085 jiwa yang terdiri dari
569 996 kepala keluarga. Penduduk laki-laki terdiri dari 1 192 121 jiwa dan
perempuan sebanyak 1 047 964 jiwa. Penyebaran penduduk Kabupaten Cianjur
masih bertumpu di Cianjur wilayah utara yaitu sebesar 60.68 %, sedangkan
wilayah tengah dan selatan hanya 39.32 %. Jumlah penduduk di Kabupaten ini
meningkat setiap tahun dengan laju pertumbuhan selama sepuluh tahun terakhir
adalah sebesar 1.09 % (BPS 2011).
Pertumbuhan jumlah penduduk di kabupaten ini diikuti juga dengan
pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan data
dari Badan Pengawas Daerah Kabupaten Cianjur tahun 2011, jumlah PDRB yang
semakin meningkat diakibatkan karena semakin tingginya kegiatan ekonomi yang
dilakukan oleh masyarakat. Besarnya PDRB Kabupaten Cianjur tahun 2010
41
adalah Rp 18 431 229 270 000 dengan laju pertumbuhan sebesar 9.66 %.
Pendapatan per kapita masyarakat yaitu sebesar Rp 11 079 195 atau jika dilihat
per rumah tangga adalah Rp 32 335 717 per KK. Jumlah pendapatan ini pun
meningkat setiap tahun seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan juga
kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat. Adapun peningkatan PDRB
Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. PDRB per Kapita Kabupaten Cianjur Tahun 2005-2010
Rincian Tahun
2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah 2 132 807 2 164 575 2 194 654 2 219 997 2 240 085 Penduduk
(Jiwa)
PDRB
12 278 819.43 13 807 923.13 15 680 235.63 16 807 429.88 18 431 229.27 Kabupaten
Cianjur (Juta
Rupiah)
PDRB Per
Kapita
Kabupaten
Cianjur
(Rupiah)
5 757 117 6 379 046 7 144 741 7 570 924 11 079 195
Laju
Pertumbuhan
PDRB (%) 12.78 12.45 13.56 7.19 9.66
Sumber: BAPPEDA 2011
Peningkatan PDRB Kabupaten Cianjur pada tahun 2008 dengan laju
sebesar 13.56 % menunjukkan bahwa adanya peningkatan pendapatan perkapita
penduduk yang cukup berarti pada tahun tersebut. Peningkatan pada tahun ini juga
merupakan peningkatan yang paling besar. Pendapatan yang semakin meningkat
akan mengakibatkan semakin tinggi jumlah konsumsi masyarakat.
42
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Timbunan
Sampah
Analisis ini menggunakan pendekatan model IPAT untuk melihat faktor-
faktor yang memberikan dampak terhadap volume sampah yang ditimbun di TPA.
Model ini memasukan variabel jumlah penduduk (P), pendapatan (A), dan
teknologi pengolahan sampah (T) yang akan mempengaruhi volume sampah yang
ditimbun (I) di TPA Pasir Sembung.
Jumlah penduduk di Kabupaten Cianjur meningkat setiap tahun. Jumlah
penduduk pada tahun 2000 sebanyak 1 946 905 jiwa. Tahun 2010 dengan laju
pertumbuhan jumlah penduduk sebesar 1.09 % meningkat menjadi 2 240 085 jiwa
yang terdiri dari 569 996 kepala keluarga. Pertumbuhan jumlah penduduk akan
mempengaruhi tingkat konsumsi. Semakin tinggi jumlah penduduk, maka jumlah
konsumsi akan semakin meningkat. Konsumsi masyarakat dipengaruhi oleh
tingkat pendapatan per kapita. Kabupaten Cianjur memiliki laju pertumbuhan
pendapatan daerah sebesar 9.66 %. Peningkatan pendapatan domestik regional
bruto (PDRB) ini dikarenakan terjadi peningkatan pada pendapatan per kapita
masyarakat. Pendapatan perkapita masyarakat mencapai Rp 11 079 195 pada
tahun 2010.
Selain kedua variabel di atas, dalam model IPAT ini juga menggunakan
variabel teknologi. Volume timbunan sampah di TPA dipengaruhi oleh teknologi
yang digunakan dalam pengolahan sampah. Teknologi yang dipakai di TPA Pasir
Sembung yaitu kolam leachete untuk pengolahan limbah cair dan pengomposan
untuk sampah organik. Pengaruh teknologi dalam analisis ini dilihat dari biaya
43
yang dikeluarkan untuk melakukan pengelolaan sampah dan juga pemeliharaan
alat-alat yang digunakan. Biaya yang digunakan untuk pengolahan sampah
cenderung tetap setiap tahun.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kabupaten Cianjur, volume sampah di TPA Pasir Sembung meningkat setiap
tahun. Adapun tren peningkatan volume sampah yang ditimbun di TPA dapat
dilihat pada Gambar 7 berikut.
Sumber: DKP 2011
Gambar 7. Volume Timbunan Sampah di TPA Pasir Sembung Tahun 2000-
2010
Dapat ditunjukkan bahwa volume timbunan sampah di TPA semakin
meningkat dari tahun 2000-2009, namun pada tahun 2010 terjadi penurunan
volume sampah. Hal ini dikarenakan sudah dilakukannya pengolahan sampah
organik menjadi kompos. Pengolahan sampah tersebut dapat mengurangi volume
timbunan sampah di TPA. Terlihat pada tahun 2010 volume sampah menurun
kurang lebih 30 % dari 232 628 m3
(tahun 2009) menjadi 162 840 m3 (tahun
2010). Analisis menggunakan pendekatan model IPAT ini kemudian diuji dengan
menggunakan analisis regresi linier berganda untuk melihat hubungan masing-
masing variabel terhadap volume timbunan sampah di TPA.
0
500
1000
1500
2000
2500
20
00
20
01
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
Vo
lum
e S
amp
ah (
m3)
Ho
un
dre
ds
Volume Sampah
44
6.1.1 Fungsi Regresi Berganda
Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi volume sampah dapat
dijelaskan ke dalam suatu model atau fungsi produksi. Berdasarkan pendekatan
yang dilakukan yaitu menggunakan model IPAT, maka variabel yang dimasukan
ke dalam model yaitu jumlah penduduk (P), pendapatan per kapita (A), dan
teknologi pengolahan sampah (T). Semua variabel tersebut merupakan peubah
bebas yang akan menduga volume sampah (I) yang ditimbun di TPA Pasir
Sembung.
Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini diuji dengan
menggunakan analisis regresi linier berganda. Model regresi ini menjelaskan
seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Berdasarkan
hasil regresi dengan menggunakan program Minitab 14.0 for Windows, maka
persamaan volume sampah di TPA Pasir Sembung adalah sebagai berikut:
I = - 723521 + 1.86 P - 0.0156 A - 0.000017 T ............................... (6.1)
Persamaan regresi di atas memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar
79.89 % dan koefisien determinasi terkoreksi (R2adjusted) sebesar 71.27 %. Nilai
R2adjusted tersebut menunjukkan bahwa kemampuan variabel bebas yaitu jumlah
penduduk, pendapatan per kapita masyarakat, dan teknologi pengolahan sampah
dapat menjelaskan keragaman dari variabel tak bebas yaitu volume sampah (I)
sebesar 71.27 % sedangkan sisanya sebesar 28.73 % dapat dijelaskan oleh
variabel lain di luar model (Tabel 4). Taraf nyata (alpha) yang digunakan model
ini adalah 5%.
Jumlah penduduk dan pendapatan per kapita memiliki nilai P-value < 0.05
(taraf nyata) yaitu 0.005 dan 0.002. Hal ini menunjukan bahwa kedua variabel
45
tersebut berpengaruh nyata terhadap volume timbunan sampah di TPA. Variabel
teknologi yang digunakan untuk pengolahan sampah memiliki nilai P-value >
0.05 yaitu sebesar 0.398 yang artinya variabel tersebut tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap volume sampah pada taraf nyata 5 %. Hal ini
diduga karena satuan yang dimasukan ke dalam perhitungan persamaan regresi
dari variabel teknologi adalah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan teknologi
tersebut. Biaya yang dikeluarkan cenderung tetap setiap tahun dan hanya dilihat
dalam kurun waktu sepuluh tahun, sehingga menunjukkan pengaruh yang sangat
kecil terhadap volume timbunan sampah.
Tabel 4. Hasil Pendugaan Fungsi dari Volume Timbunan Sampah di TPA
Pasir Sembung Tahun 2000-2010
Predictor Coeficient SE Coef T P-value VIF
Constant -723521 181136 -3.990 0.005
P 1.8635 0.3773 4.940 0.002 8.2 A -0.015628 0.003888 -4.020 0.005 7.9 T -0.00001688 0.00001876 -0.900 0.398 1.1
R-Sq = 79,89% R-Sq(adj) = 71,27% Taraf nyata (α) = 5%
Keterangan: P= Jumlah Penduduk T= Teknologi Pengolahan Sampah
A= Pendapatan per KK Sumber: Data diolah (2011)
Model hasil persamaan regresi tersebut telah diuji normalitas,
multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Pengujian normalitas atau
asumsi sisaan menyebar normal dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-
Smirnov. Berdasarkan grafik residual plots for SRES1 (Lampiran 1) ditunjukan
nilai KS sebesar 0.162 lebih besar dari 0.05 yang artinya bahwa model yang
digunakan untuk regresi ini telah mengikuti distribusi normal yaitu residual atau
eror menyebar normal. Masalah multikolinearitas diuji berdasarkan nilai VIF.
Nilai VIF (Tabel 4) untuk ketiga variabel tersebut kurang dari 10, sehingga
mengindikasikan tidak adanya multikolinearitas antara peubah bebas (Juanda
46
2009). Pemeriksaan asumsi autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji
Durbin-Watson. Nilai DW pada model tersebut yaitu 2.058 (Lampiran 1) masih
berada pada kisaran angka 2 sehingga menunjukan tidak terjadi autokorelasi.
Pengujian untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah heteroskedastisitas
dilakukan dengan menggunakan uji Goldfeld-Quant. Nilai p yaitu 0.128 lebih
besar dari 0.05 (Lampiran 1) mengindikasikan tidak terdapat heteroskedastisitas
pada persamaan regresi linier tersebut. Adapun beberapa variabel yang secara
nyata atau tidak nyata berpengaruh terhadap volume sampah adalah sebagai
berikut:
1. Jumlah penduduk
Variabel jumlah penduduk yang digunakan dalam satuan rumah tangga
(P) memiliki pengaruh nyata pada taraf nyata 5 % terhadap volume sampah
yang dihasilkan. Variabel ini memiliki koefisien positif (+) yang menunjukan
bahwa jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan jumlah
konsumsi akan semakin tinggi. Konsumsi masyarakat (pangan) akan
menghasilkan sisaan atau sampah yang akan dibuang ke lingkungan.
Peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Cianjur akan menyebabkan
volume timbunan sampah di TPA semakin tinggi. Volume sampah yang
semakin tinggi tersebut akan menyebabkan permasalahan sampah akan terus
bertambah. Peningkatan populasi merupakan sebuah tantangan bagi kondisi
lingkungan di daerah tersebut (Nakicenovic et. al. dalam Bogner 2007).
Koefisien jumlah penduduk sebesar 1.8635 memiliki arti bahwa setiap
peningkatan jumlah penduduk sebesar 100 jiwa diduga akan meningkatkan
volume sampah sebesar 186.35 m3 per tahun cateris paribus.
47
2. Pendapatan masyarakat
Variabel jumlah pendapatan per kapita masyarakat memiliki hubungan
yang nyata terhadap volume sampah pada taraf nyata 5 %. Variabel ini
memiliki koefisien negatif (-), artinya semakin tinggi tingkat pendapatan
masyarakat diduga dapat menurunkan volume timbunan sampah di TPA.
Untuk komoditas pangan, peningkatan pendapatan tidak diikuti dengan
peningkatan permintaan yang progresif. Berdasarkan hal tersebut dengan
asumsi harga pangan yang diterima masyarakat sama, menurut Hukum Engel
pengeluaran rumah tangga terhadap komoditas pangan akan semakin
berkurang dengan meningkatnya pendapatan (Nicholson 1991). Asumsi harga
barang tetap, dengan meningkatnya pendapatan masyarakat maka proporsi
konsumsi yang semakin meningkat adalah untuk konsumsi barang mewah
atau non pangan. Barang-barang non pangan tersebut tidak termasuk jenis
sampah yang diangkut ke TPA sehingga semakin tinggi konsumsi masyarakat
terhadap barang non pangan tidak akan meningkatkan volume sampah di
TPA. Koefisien variabel pendapatan masyarakat sebesar 0.01568,
menunjukkan bahwa setiap peningkatan pendapatan per kapita masyarakat
sebesar Rp 10 000 diduga akan menurunkan volume sampah yang ditimbun
sebesar 156.80 m3 per tahun cateris paribus. Namun, variabel ini tidak
diajadikan indikator utama sebagai faktor yang dapat menurunkan volume
sampah.
3. Teknologi pengolahan sampah
Variabel teknologi memiliki nilai P-value sebesar 0.398 yang lebih
besar dari 0.05, artinya variabel ini tidak memiliki pengaruh yang signifikan
48
terhadap volume sampah. Variabel ini memiliki hubungan negatif terhadap
volume sampah yang ditunjukan dengan koefisien yang negatif (-). Artinya
bahwa semakin efisien dan maksimal teknologi yang digunakan dalam
pengolahan sampah maka akan menurunkan volume sampah. Sistem
pengelolaan sampah terpadu merupakan sistem manajemen pengelolaan
sampah yang mengintegrasikan aspek perencanaan pengelolaan sampah
dengan berbagai bidang (Damanhuri 2007). Nilai koefisien sebesar
0.0001668 artinya bahwa semakin tinggi biaya yang dikeluarkan untuk
teknologi pengolahan sampah sebesar Rp 1 000 000 maka diduga akan
menurunkan volume sampah sebesar 166.80 m3 per tahun cateris paribus.
Variabel teknologi ini tidak berpengaruh signifikan diduga karena biaya yang
dikeluarkan untuk melakukan pengolahan sampah relatif sama setiap tahun.
Berdasarkan hasil tersebut dapat ditunjukan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi volume sampah di TPA Pasir Sembung adalah jumlah penduduk
dan pendapatan masyarakat. Teknologi pengolahan sampah dalam persamaan
regresi tersebut merupakan variabel yang tidak berpengaruh nyata atau
memberikan pengaruh yang kecil terhadap volume timbunan sampah. Namun,
dalam kondisi sebenarnya manajemen pengolahan sampah merupakan suatu
sistem yang dibutuhkan dalam penataan suatu lingkungan. Penggunaan teknologi
dalam pengolahan sampah dapat menurunkan jumlah volume sampah yang dapat
menyelesaikan permasalahan sampah yang tidak akan pernah berhenti.
6.1.2 Pemodelan Pertumbuhan Volume Timbunan Sampah di Tempat
Pembuangan Akhir
Pemodelan ini dilakukan untuk melakukan peramalan terhadap volume
timbunan sampah di TPA Pasir Sembung. Analisis ini dilakukan dengan
49
menggunakan software Vensim 5.6b untuk meramalkan laju volume timbunan
sampah dari tahun 2010 sampai 2020. Peramalan ini penting dilakukan agar pihak
pengelola dapat memiliki gambaran mengenai volume sampah dan juga
mengantisipasi sistem pengelolaan di masa yang akan datang agar pengelolaan
sampah TPA Pasir Sembung berjalan efektif.
Model ini menggunakan asumsi bahwa volume sampah yang dihasilkan
dipengaruhi oleh jumlah penduduk dalam hal ini digunakan satuan rumah tangga,
pendapatan per kapita masyarakat yang akan mempengaruhi tingkat konsumsi,
dan teknologi pengolahan sampah dengan pengomposan. Terdapat dua buah stok
yaitu rumah tangga dan volume sampah (Lampiran 2). Stok awal yaitu rumah
tangga sebesar 569 996 jiwa dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dengan laju
pertumbuhan sebesar 1.09 % pada tahun 2010.
Pertumbuhan jumlah rumah tangga ini akan mempengaruhi tingkat
konsumsi. Masyarakat (rumah tangga) menggunakan 41.18 % dari pendapatannya
Rp 32 335 717 untuk kebutuhan konsumsi pangan. Jumlah konsumsi masyarakat
tersebut mempengaruhi peningkatan volume sampah sebesar 7 % pada tahun
2010. Stok dari volume sampah dipengaruhi oleh peningkatan dan penurunan.
Sampah organik sebanyak 40 % yang digunakan dalam proses pengomposan akan
mengurangi stok volume sampah, dimana volume sampah awal sebesar 162 840
m3. Konsumsi masyarakat (%) yang dimasukan ke dalam model adalah jumlah
konsumsi masyarakat terhadap pangan organik. Hal ini dilakukan agar tidak
terjadi perhitungan ganda karena variabel yang mempengaruhi penurunan volume
sampah hanya proses pengolahan sampah organik (kompos). Penurunan volume
sampah dilihat dari jumlah sampah yang digunakan untuk membuat kompos (%).
50
Berdasarkan hasil pemodelan yang dilakukan (Lampiran 2), volume
sampah yang ditimbun di TPA tahun 2010 sampai 2020 mengalami penurunan
(Gambar 8). Pengolahan sampah dengan pengomposan yang menggunakan 40 %
sampah organik yang ada di TPA dapat menurunkan volume sampah di TPA Pasir
Sembung. Peningkatan volume sampah sebesar 7 % yang dipengaruhi oleh tingkat
konsumsi masyarakat dapat diatasi dengan digunakannya sampah organik sebagai
bahan baku untuk proses pengomposan.
Sumber: Hasil Penelitian 2011
Gambar 8. Hasil Pemodelan Volume Sampah (m3) di TPA Pasir Sembung
Tahun 2010-2020
Hasil pemodelan tersebut dapat digunakan sebagai acuan bagi pengelola
agar dapat mengelola sampah lebih maksimal sehingga permasalahan sampah
dapat terselesaikan. Pengolahan sampah organik yang dilakukan dengan proses
pengomposan dapat memberikan pengaruh terhadap penurunan volume sampah
jika pengelolaannya dilakukan secara optimal.
6.2 Evaluasi Kelayakan Finansial Pengelolaan Tempat Pembuangan
Akhir Pasir Sembung dengan Metode Control Landfill
Pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung menggunakan metode control
landfill dimulai pada tahun 2006. Hal ini sesuai dengan amanat yang disampaikan
Sampah
200,000
150,000
100,000
50,000
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Time (Year)
Sampah : Current
51
pada UU No. 18 Tahun 2008 bahwa pengelolaaan TPA dengan metode open
dumping diubah menjadi metode control landfill. Penggunaan metode control
landfill ini mengharuskan dilakukannya pemeliharaan tanah secara rutin dan juga
pengolahan sampah baik organik maupun anorganik. Hal ini dilakukan agar dapat
mengurangi volume sampah, sehingga permasalahan sampah akan semakin
berkurang. TPA Pasir Sembung sudah melakukan pengolahan sampah organik
menjadi kompos. Pengolahan kompos ini mampu menghasilkan pupuk kompos
sebanyak dua ton per hari dan hasil produksi kompos tersebut belum dijual ke
pasar melainkan hanya digunakan untuk kepentingan pribadi. Hal ini dapat
memberikan pengaruh bagi TPA dari segi biaya produksi. Anggaran atau biaya
pengelolaan TPA akan semakin meningkat dengan adanya pengolahan sampah,
namun penerimaan yang diterima cenderung tetap.
Pengelolaan dengan metode ini sudah berjalan kurang lebih lima tahun
sampai sekarang. Guna mengetahui kelayakan pengelolaan TPA dengan
penerapan metode control landfill sampai dengan tahun 2010, maka dilakukan
evaluasi kelayakan finansial. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah
investasi pemerintah dalam pelaksanaan pengelolaan TPA dengan metode control
landfill ini berhasil atau tidak. Pelayanan publik ini diharapkan dapat memberikan
manfaat baik bagi pemerintah, pengelola, dan masyarakat.
Evaluasi kelayakan finansial dilakukan dengan memperhitungkan besarnya
penerimaan yang diperoleh oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan untuk
pengelolaan TPA yang berasal dari dana anggaran pengeluaran dan belanja
pemerintah (APBD). Selain itu, analisis ini juga memperhitungkan besarnya
pengeluaran yang digunakan untuk biaya investasi, pemeliharaan, upah tenaga
52
kerja, dan biaya variabel lain. Selisih antara penerimaan dan pengeluaran
merupakan keuntungan atau kerugian yang diterima oleh dinas terkait. Kriteria
kelayakan dalam penelitian ini digunakan untuk melihat kelayakan dari investasi
pemerintah dalam pengelolaan sampah. Kriteria tersebut adalah Net Present Value
(NPV) atau nilai bersih sekarang, Internal Rate of Return (IRR) atau tingkat
pengembalian, dan Net Benefit/Cost (Net B/C).
Penelitian ini akan melakukan evaluasi kelayakan finansial dalam
pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung Kabupaten Cianjur selama lima tahun
yaitu dari tahun 2006 sampai 2010. Perhitungan dengan menggunakan Cashflow
ini bertujuan untuk melihat kelayakan pengelolaan TPA dengan metode control
landfill secara finansial yang akan digunakan untuk mengantisipasi dana di masa
yang akan datang yang seharusnya diberikan bagi pengelolaan TPA.
Evaluasi kelayakan finansial pengelolaan sampah di TPA Pasir sembung
menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut:
1. Pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung menggunakan dana kas
pemerintah Kabupaten Cianjur yang disalurkan melalui Bank Jabar Banten.
Suku bunga yang digunakan adalah 14 % (compounding factor) yang
diperoleh dari suku bunga kredit Bank Jabar Banten untuk proyek pemerintah
atau publik per tanggal 31 Maret 2011.
2. Umur proyek yang ditentukan untuk melakukan analisis kelayakan ini adalah
lima tahun yaitu dari tahun 2006 sampai 2010 sejak TPA ini menggunakan
metode control landfill dalam pengelolaan TPA.
3. Harga yang digunakan untuk input pembelian adalah harga yang berlaku pada
tahun pembelian. Biaya pada arus pengeluaran terdiri dari biaya investasi,
53
pemeliharaan alat, pengadaan sarana dan prasarana, tenaga kerja, dan biaya
lain-lain. Sedangkan penerimaan diperoleh dari dana pemerintah daerah atau
APBD yang didalamnya sudah termasuk dana retribusi kebersihan.
6.2.1 Identifikasi Dana Pemasukan
Penerimaan yang diperoleh oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kabupaten Cianjur dalam pengelolaan TPA Pasir Sembung adalah dari dana
APBD pemerintah daerah dan bantuan provinsi. Dana APBD yang diberikan telah
termasuk dana retribusi kebersihan karena dana retribusi tersebut langsung
dikelola oleh Pemda setempat (Lampiran 3). Berikut ini adalah alur pemasukan
Dinas Kebersihan dan Pertamanan dalam mengelola TPA Pasir Sembung:
1. Dana Anggaran Pengeluaran Belanja Daerah (APBD)
Pemerintah daerah memberikan dana kepada setiap dinas dalam
pengelolaan masing-masing bidang yang dikelola. Dinas Kebersihan dan
Pertamanan menerima dana APBD setiap tahun yang sudah termasuk alokasi
dana dari retribusi kebersihan. Persentasi pembagian dana pemerintah dan
retribusi kebersihan tidak dapat dipublikasikan karena pengelolaan dana
tersebut langsung dikelola oleh Pemda. Adapun dana APBD yang diterima
untuk pengelolaan TPA dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Penerimaan Dana APBD untuk Pengelolaan TPA Pasir
Sembung
Tahun Jumlah Dana (Rp)
2006 254 500 000
2007 2 980 500 000
2008 953 500 000
2009 549 700 000
2010 584 580 000
Sumber: DKP 2011
Dana yang diterima oleh pengelola berbeda setiap tahun karena dana
tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dalam pengelolaan sesuai proposal
54
yang diajukan sebelumnya oleh dinas tersebut. Namun, dana yang diterima
tidak sepenuhnya sama dengan dana yang diajukan sebelumnya. Penerimaan
pada tahun 2007 lebih besar dibandingkan dengan dana penerimaan tahun
lainnya. Hal ini dikarenakan pada tahun tersebut terdapat pengadaan mesin
pengomposan di TPA Pasir Sembung sehingga membutuhkan dana yang
lebih besar. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pengelola TPA, dana
tersebut sebenarnya masih kurang dari yang seharusnya, sehingga
pengelolaan TPA pun belum berjalan dengan efektif. Selain itu, karena tidak
adanya sumber lain untuk penerimaan sehingga cenderung mengandalkan
dana APBD.
2. Bantuan Provinsi
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Cianjur menerima dana
bantuan dari pemerintah Provinsi Jawa Barat (Lampiran 3). Bantuan ini
diperoleh karena pada tahun 2004 DKP mengajukan proposal mengenai
permintaan bantuan kepada pemerintah provinsi Jawa Barat. Proposal
tersebut disetujui dengan ketentuan bahwa dana yang diajukan tidak boleh
lebih dari Rp 100 000 000 karena jika lebih harus melalui pihak ketiga atau
swasta. Mulai tahun 2005 dana yang diperoleh oleh pihak pengelola tetap
yaitu sebesar Rp 100 000 000 setiap tahun.
Penerimaan untuk pengelolaan TPA hanya diterima dari dua sumber
tersebut. Namun, sebenarnya terdapat sumber penerimaan lain yang seharusnya
dapat digunakan untuk pembiayaan pengelolaan TPA yang tidak dimasukan ke
dalam sumber penerimaan. Hal tersebut dikarenakan tidak terdapat proses
komersialisasi terhadap sumber tersebut atau disebut sebagai manfaat sosial.
55
Manfaat sosial yang pertama adalah dengan adanya proses pengolahan sampah
dengan pengomposan maka sampah yang ditimbun di TPA dapat berkurang.
Penurunan volume timbunan sampah tentu saja akan memberikan manfaat baik
bagi pihak pengelola maupun masyarakat. Pencemaran yang diakibatkan
timbunan sampah tersebut lama kelamaan akan menurun sehingga kondisi
lingkungan akan lebih baik. Hasil produksi kompos dari proses pengolahan
tersebut seharusnya bisa menjadi peneriman yang cukup besar karena kompos
yang dihasilkan cukup banyak yaitu dua ton per hari. Kompos tersebut saat ini
hanya digunakan oleh dinas terkait tanpa harus membayar. Hal ini menjadi
keuntungan bagi Dinas Kebersihan dan Pertamanan karena dapat mengurangi
biaya operasional dalam bidang pertamanan. Namun, dalam bidang pengelolaan
sampah hal ini akan menambah biaya produksi.
Kedua yaitu dengan adanya saluran leachete sebagai pengolah limbah cair
yang dapat mengurangi pencemaran limbah ke sungai. Penurunan tingkat
pencemaran tersebut tentu saja dapat meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan
masyarakat dengan mengurangi biaya kesehatan bagi masyarakat sekitar. Manfaat
sosial tersebut tidak dimasukan ke dalam perhitungan karena penelitian ini tidak
mengevaluasi kelayakan ekonomi hanya kelayakan secara finansial.
6.2.2 Identifikasi Pengeluaran
Biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung
digunakan untuk operasional dalam pengelolaan sampah dan sarana prasarana di
TPA Pasir Sembung. Biaya tersebut terdiri dari biaya investasi, upah tenaga kerja,
dan biaya operasional. Adapun penjelasan alur pengeluaran dalam pengelolaan
sampah di TPA Pasir Sembung yaitu sebagai berikut:
56
1. Biaya Investasi
Investasi yang dikeluarkan tidak hanya dikeluarkan pada tahun awal
saja. Investasi ini dikeluarkan pada tahun 2006, 2007, 2008, dan 2010
(Lampiran 3). Biaya investasi ini digunakan untuk pengadaan sarana dan
prasarana, pembuatan bangunan, dan juga pembuatan saluran air limbah.
Biaya ini hanya dikeluarkan sekali selama proses pengelolaan TPA, namun
dikeluarkan pada tahun yang berbeda. Biaya investasi yang paling tinggi
adalah pada tahun 2007 yaitu sebesar Rp 2 772 616 500.
Biaya tersebut besar karena dilakukan pengadaan sarana dan prasarana
untuk pengelolaan, seperti pengadaan mesin kompos, pembebasan tanah
seluas 13 500 m2, pembuatan bangunan kompos, pembuatan hanggar dan
garasi untuk alat berat, pembuatan tembok penahan tanah, saluran leachete,
sumur pantau, dan pengaspalan jalan. Biaya yang paling besar digunakan
adalah untuk pengadaan mesin kompos. Mesin kompos tersebut terdiri dari
dua buah mesin pencacah dan dua buah mesin penyaring dengan harga kedua
paket mesin tersebut adalah Rp 1 050 116 500. Sedangkan untuk tahun 2006,
2008, dan 2010 biaya investasi yang dikeluarkan tidak terlalu besar
dibandingkan tahun 2007, karena pada tahun 2006 hanya dilakukan
pembelian alat berat berupa bull dozer dan eksavator, tahun 2008 dilakukan
pembuatan saluran drainase dan tahun 2010 dilakukan pembuatan konstruksi
jaringan air.
2. Upah Tenaga Kerja
Upah pekerja dalam pengelolaan TPA adalah untuk pekerja yang
bersifat honorer atau kontrak. Honorarium yang ada di TPA berjumlah enam
57
orang dengan upah setiap orang Rp 725 000 per bulan. Sehingga selama
setahun untuk membayar honorarium pengelola TPA setiap orangnya adalah
sebesar Rp 4 350 000 per bulan. Selain untuk honorarium pengelola TPA,
anggaran ini juga digunakan untuk upah bagi tenaga kerja dalam pembuatan
kompos. Jumlah tenaga kerja sebanyak lima orang dengan waktu kerja 30
hari per bulan. Upah yang diberikan setiap bulan adalah Rp 1 200 000 per
bulan untuk setiap orang. Sehingga selama satu bulan untuk lima orang
pegawai TPA mengeluarkan dana Rp 6 000 000.
3. Biaya Pemeliharaan Alat dan Operasional
Biaya ini dikeluarkan untuk membiayai pemeliharaan dan operasional
dari alat-alat dan juga lokasi TPA Pasir Sembung dalam pengelolaan sampah.
Adapun rincian tersebut antara lain berupa (Lampiran 3):
a. Biaya pemeliharaan instalasi yang digunakan untuk memelihara instalasi
pembuangan limbah cair dari sampah yaitu kolam leachete dan sumur
pantau. Biaya pemeliharaan instalasi sebesar Rp 10 000 000 setiap tahun.
Namun, pada tahun 2008 biaya yang dikeluarkan lebih besar karena pada
tahun tersebut dilakukan perbaikan saluran leachete akibat terjadi
kebocoran yaitu sebesar Rp 56 000 000.
b. Biaya operasional alat berat ini digunakan untuk pembelian bensin dan
juga pemeliharaan dari 24 truk, dua buldozer, dua unit eksavator. Biaya
yang dikeluarkan kurang lebih Rp 155 000 000 per tahun.
c. Belanja untuk bahan-bahan kimia yang digunakan seperti untuk kolam
leachete, masker, sarung tangan, dan larutan E4. Pengeluaran biaya untuk
bahan kimia ini kurang lebih sebesar Rp 14 000 000 per tahun.
58
d. Biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan kantor TPA yaitu dari
bangunan kantor, penataan kantor TPA, dan bangunan lain seperti
gedung serbaguna, ruang rapat, dan juga garasi untuk alat berat. Biaya
yang dikeluarkan setiap tahunnya berbeda, karena disesuaikan dengan
kebutuhan dari pemeliharaan kantor. Pada tahun 2006 biaya sebesar Rp
110 000 000, tahun 2007 Rp 50 000 000, tahun 2008 Rp 105 000 000
karena dilakukan rehabilitasi dan penataan kantor TPA, tahun 2009 Rp
114 500 000, dan pada tahun 2010 Rp 20 450 000.
e. Biaya penghijauan di TPA ini dilakukan setiap lima tahun sekali.
Penghijauan ini dilakukan pada lahan atau zona pasif yang telah ditimbun
dengan tanah, sehingga lokasi tersebut dapat dijadikan sebagai taman.
Biaya untuk melakukan penghijauan adalah Rp 20 000 000 per lima
tahun.
f. Produksi kompos di TPA ini memiliki kapasitas dua ton per hari dengan
jumlah mesin kompos sebanyak dua buah. Biaya untuk pengelolaan
kompos ini terdiri dari biaya untuk pembelian solar kurang lebih 60 liter
per bulan, oli kurang lebih delapan galon, dan karung untuk mengemas
pupuk kompos. Biaya untuk keseluruhan bahan-bahan tersebut sebesar
Rp 36 730 000 per tahun.
g. Pengelolaan TPA dengan menggunakan metode control landfill harus
melakukan pemeliharaan tanah secara teratur. Sampah yang telah
menumpuk ditutup dengan tanah (diurug) setiap satu minggu sekali.
Biaya yang dikeluarkan untuk proses pengurugan ini adalah kurang lebih
Rp 98 000 000 setiap tahun.
59
Total biaya pemeliharaan alat dan operasional yang dikeluarkan untuk
pengelolaan TPA kurang lebih sama setiap tahun yaitu sekitar Rp 300 000 000
untuk tahun 2006 sampai 2010. Namun, pada tahun 2008 biaya yang dikeluarkan
lebih besar yaitu sebesar Rp 878 612 000. Hal ini dikarenakan pada tahun tersebut
biaya untuk komponen operasional alat berat lebih besar dibandingkan tahun yang
lainnya.
6.2.3 Kriteria Kelayakan
Dana penerimaan dan juga pengeluaran dalam pengelolaan sampah di TPA
Pasir Sembung telah dirinci dari tahun 2006 sampai 2010. Berdasarkan pada data
tersebut maka dapat dilakukan evaluasi kelayakan finansial untuk melihat
kelayakan secara finansial anggaran dalam pengelolaan TPA. Evaluasi kelayakan
finansial pengelolaan sampah di TPA Pasir Sembung dapat dilihat dari kriteria
kelayakan yaitu NPV, Net B/C, dan IRR (Tabel 6).
Evaluasis kelayakan ini memiliki nilai NPV ≥ 0 yaitu Rp 232 060 915.
Nilai NPV tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di TPA ini layak
untuk dijalankan, artinya bahwa seluruh penerimaan yang diterima melebihi biaya
yang dikeluarkan untuk pengelolaan TPA. Pengelolaan TPA dengan metode
control landfill ini tidak menyebabkan kerugian bagi pihak pengelola maupun
pemerintah. Adapun hasil evaluasi kelayakan finansial pengelolaan TPA dapat
dilihat pada Tabel 6 berikut:
Tabel 6. Hasil Evaluasi Kelayakan Finansial Pengelolaan Sampah di TPA
Pasir Sembung
Kriteria Hasil
Net Present value (NPV) 232 060 915
Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C) 2.89
Gross Benefit and Cost Ratio (Gross B/C) 1.03
Internal Rate of Return (IRR) 45 %
Sumber: Hasil Penelitian 2011
60
Hasil evaluasi ini juga melihat berdasarkan nilai Net B/C dan Gross B/C.
Pengelolaan TPA ini memiliki nilai Net B/C ≥ 1 dan Gross B/C ≥ 1 yaitu 2.89 dan
1.03 (Tabel 6). Nilai tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan TPA layak untuk
dijalankan dengan penerimaan dari kedua sumber tersebut, artinya bahwa
tambahan biaya pengelolaan TPA setelah menggunakan metode control landfill
diimbangi dengan adanya tambahan manfaat atau penerimaan. Tambahan
penerimaan tersebut diperoleh dari bantuan pemerintah provinsi Jawa Barat.
Kelayakan pengelolaan TPA juga dilihat dari nilai IRR atau tingkat
pengembalian. Tabel 6 tersebut menunjukkan bahwa nilai IRR ≥ 14 % yaitu
sebesar 45 %. Nilai IRR ini lebih besar dibandingkan dengan tingkat suku bunga
yang ada di Bank Jabar Banten periode tahun 2011. Keputusan investasi tersebut
menyatakan bahwa pengelolaan TPA dengan menggunakan metode ini layak
untuk dilaksanakan karena tingkat pengembalian lebih besar dibandingkan tingkat
suku bunga. Berdasarkan hasil evaluasi kelayakan finansial maka pengelolaan
TPA ini layak untuk dijalankan. Pengelolaan TPA merupakan sarana pelayanan
terhadap publik dalam menjaga kelestarian lingkungan sehingga harus dijalankan
secara maksimal. Kepuasan masyarakat dan kelestarian lingkungan merupakan
tujuan utama dalam pelaksanaan pengelolaan TPA.
6.3 Analisis Perumusan Kebijakan Pengelolaan Tempat Pembuangan
Akhir Pasir Sembung
Pengelolaan TPA Pasir sembung berada di bawah kebijakan Dinas
Pertamanan dan Kebersihan Kabupaten Cianjur. Dinas ini memiliki hak untuk
menetapkan kebijakan yang dilakukan dalam pengelolaan TPA. Pengelolaan TPA
membutuhkan dukungan dari berbagai pihak yang memiliki peran dalam proses
pelaksanaan pengelolaan. Pemerintah daerah memiliki fungsi meningkatkan
61
pelayanan dan pembangunan masyarakat dalam rangka untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pengelolaan TPA merupakan salah satu bentuk pelayanan masyarakat
yang dapat menjaga kelestarian lingkungan masyarakat. Selain dari itu peran
pemerintah adalah mengeluarkan pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang
memiliki peranan penting dalam pengelolaan aktivitas untuk pelayanan publik
dalam hal ini pengelolaan TPA (Adisasmita 2011). Keterkaitan antar kebijakan
diperlukan dalam pengelolaan sampah karena tidak ada solusi tunggal untuk
menyelesaikan permasalahan sampah. Hal ini dilakukan agar dapat menemukan
kebijakan yang dapat mengintegrasikan semua bidang baik dari segi ekonomi,
ekologi, dan teknis dalam pengelolaan sampah (Eshet et al. 2005). Adapun
kebijakan yang dapat dilakukan untuk pengelolaan TPA adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan peraturan daerah tentang pengelolaan sampah
Peraturan daerah ini memiliki peran yang penting dalam membantu
pengelolaan TPA agar lebih efektif. Perda tersebut dibuat agar pengelolaan
TPA lebih terfokus yang disesuaikan dengan keadaan wilayah. Pembentukan
peraturan ini dapat mengacu kepada UU No. 18 Tahun 2008 Tentang
Persampahan dan Permendagri No. 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman
Pengelolaan Sampah. Peraturan ini mengatur mulai dari tahap pengambilan
sampah sampai tahap pengolahan sampah karena dalam mewujudkan
pengelolaan sampah yang efisien perlu dilakukan penanganan secara
komperhensif yaitu dari hulu sampai ke hilir. Pengolahan sampah ini perlu
memiliki aturan yang jelas karena dapat memberikan suatu manfaat yang
besar. Terutama dalam hal pengurangan volume sampah dan efisiensi dalam
62
pembiayaan pengelolaan sampah. Selain itu, peraturan ini juga mengatur
kerjasama yang dilakukan antara pemerintah, pengelola, dan masyarakat
sekitar demi terciptanya kondisi lingkungan yang bersih dan sehat. Adapun
peraturan secara umum yang dapat dituangkan dalam Perda pengelolaan
sampah adalah mengenai:
a. Penyusunan rencana pengurangan dan penanganan sampah yang
dituangkan dalam rencana strategis dan rencana tahunan SKPD.
b. Penyediaan sarana dan prasarana pengurangan dan penanganan sampah
mulai dari sumber sampah sampai dengan TPA.
c. Pola pengembangan kerjasama daerah, kemitraan, dan partisipasi
masyarakat.
d. Kebutuhan penyediaan pembiayaan yang ditanggung oleh pemerintah
daerah dan masyarakat.
e. Rencana pengembangan dan pemanfaatan teknologi yang ramah
lingkungan dalam memenuhi kebutuhan menggunakan ulang, mendaur
ulang, dan penanganan akhir sampah.
2. Penetapan anggaran dan retribusi untuk pengelolaan TPA Pasir Sembung
Pengelolaan TPA merupakan aktivitas untuk melayani fasilitas publik.
TPA sebagai sektor publik memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan
yang maksimal terhadap masyarakat dalam hal pengelolaan sampah.
Pemerintah daerah memiliki peranan yang penting dalam memainkan peranan
sebagai pengelola (Adisasmita 2011). Bentuk kinerja pemerintah dalam
menyediakan pelayanan dan memnuhi kebutuhan publik yaitu dalam
penetapan anggaran dan retribusi daerah.
63
APBD merupakan suatu bentuk nyata dari rencana kerja pemerintah
daerah sebagai dukungan dalam pelayanan kepada publik. Dana APBD
digunakan untuk melakukan rencana kerja selama satu tahun ke depan. Dana
ini digunakan dalam menggerakan pengelolaan sampah secara terpadu di
TPA Pasir Sembung dan juga memaksimalkan fasilitas untuk mencapai suatu
tujuan. Peningkatan fasilitas dan efisiensi pengelolaan perlu dukungan dari
segi efisiensi pembiayaan. Semakin tinggi tingkat pelayanan membutuhkan
biaya yang semakin tinggi pula untuk memberikan kepuasan yang maksimal
kepada masyarakat. Pengelolaan TPA Pasir Sembung tidak melibatkan
adanya pihak swasta sehingga sumber utama penerimaan hanya berasal dari
APBD.
Semakin banyak kebutuhan yang diperlukan dalam melakukan kinerja
pengelolaan sampah yang maksimal, sehingga terkadang biaya yang diterima
dari APBD tersebut tidak mencukupi. Anggaran ini digunakan untuk
meningkatkan sarana dan prasarana dari TPA. Selain itu efisiensi dari
anggaran ini dilakukan agar tidak terjadi kerugian baik bagi pemerintah
maupun pengelola. Retribusi daerah dapat dijadikan sebagai tambahan
penerimaan dalam pengelolaan TPA karena dana APBD merupakan subsidi
dari pemerintah yang bersifat terbatas. Aktivitas ini bukan berorientasi pada
bisnis yang melibatkan pihak swasta, sehingga pungutan daerah yang dibayar
oleh masyarakat ini sebaiknya diberikan kepada pihak pengelola TPA sebagai
sumber dana tambahan. Penetapan anggaran yang efisien untuk pengelolaan
TPA akan memberikan kelayakan bagi TPA itu sendiri dalam mengelola
sampah. Peningkatan dana retribusi kebersihan yang dibayarkan oleh
64
masyarakat perlu dilakukan karena besaran retribusi yang masih relatif kecil.
Penetapan besaran retribusi ini juga diatur dalam Perda No. 10 Tahun 2005
Tentang Retribusi Pelayanan Kebersihan. Peningkatan besaran jumlah
retribusi ini dilakukan agar dapat menambah sumber pembiayaan bagi
pengelolaan TPA sehingga pengelolaan TPA layak untuk dijalankan secara
optimal. Hal ini tentu saja dapat memberikan pengaruh agar masalah sampah
dapat semakin berkurang.
3. Pengolahan sampah
Pengolahan sampah dilakukan agar sampah yang terbuang jumlahnya
semakin berkurang. Hal ini dilakukan untuk mendukung terwujudnya Zero
Waste Management yakni pengelolaan sampah di lokasi yang paling dekat
dengan sumber sehingga akan meminimalisir pencemaran dari sumber
sampah sampai ke lokasi TPA. Pengolahan sampah ini dilakukan untuk
merubah paradigma pengelolaan sampah dari end of pipe menjadi
pengurangan di sumber (reduce at source) dan daur ulang sumber daya
(resource recycle) (KNLH 2009).
Implementasi falsafah tersebut dapat dilakukan dengan melakukan
program pengelolaan sampah dengan sistem 3R (reduce, reuse, recycle),
pemanfaatan sampah, dan pemrosesan akhir sampah yang berwawasan
lingkungan. Langkah dalam menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan
sampah (Gambar 9) yang meliputi pengurangan sampah, penanganan sampah,
pemanfaatan sampah, dan peningkatan kapasitas pengelolaan sampah.
Pengolahan sampah tersebut terbagi menjadi pengolahan sampah organik dan
anorganik.
66
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Jumlah penduduk memberikan pengaruh yang positif, sedangkan tingkat
pendapatan masyarakat memberikan pengaruh negatif terhadap volume
timbunan sampah karena daya beli masyarakat rendah. Namun, teknologi
pengolahan sampah tidak berpengaruh signifikan terhadap volume timbunan
sampah. Berdasarkan hasil pemodelan yang dilakukan, menunjukkan bahwa
volume timbunan sampah di TPA Pasir Sembung akan mengalami penurunan
dari tahun 2010 sampai 2020 jika pengelolaan sampah dengan sistem
pengomposan dilakukan secara maksimal.
2. Berdasarkan evaluasi kriteria kelayakan finansial pengelolaan sampah di TPA
Pasir Sembung dengan menggunakan metode control landfill yang diterapkan
pada tahun 2006 layak untuk dijalankan (pada tingkat suku bunga 14 %).
Hasil evaluasi kelayakan menunjukkan bahwa pengelolaan TPA tidak
menimbulkan kerugian bagi pihak pengelola maupun pemerintah. Selain itu,
karena TPA ini merupakan layanan publik maka harus dilaksanakan secara
optimal agar memberikan kepuasan maksimal bagi masyarakat.
3. Kebijakan yang dapat dilakukan dalam pengelolaan TPA adalah dengan
menetapkan Perda tentang pengelolaan sampah, pengolahan sampah yang
berwawasan lingkungan (implementasi 3R), dan penetapan anggaran dasar
dan juga retribusi kebersihan dalam mendukung pengelolaan TPA yang
efektif dan juga ramah lingkungan.
67
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disarankan:
1. Pemerintah dan juga pihak pengelola yaitu Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kabupaten Cianjur diharapkan dapat memberikan penyuluhan kepada
masyarakat Kabupaten Cianjur. Penyuluhan tersebut dapat berupa pengertian
mengenai pentingnya kebersihan lingkungan dan pelatihan mengolah sampah
dalam skala rumah tangga. Hal ini dapat membantu dalam upaya penurunan
volume sampah yang diakibatkan oleh peningkatan jumlah penduduk.
2. Dinas Kebersihan dan Pertamanan sebagai pengelola dapat menjadi fasilitator
dalam menjual hasil produksi kompos yang dihasilkan dari proses
pengomposan di TPA Pasir Sembung kepada masyarakat. Hal ini diharapkan
dapat memberikan keuntungan ekonomi yang dapat dijadikan sebagai sumber
penerimaan bagi pengelolaan TPA dan menambah lapangan pekerjaan. Selain
itu bagi pemerintah daerah, besaran retribusi kebersihan harus ditingkatkan
sebagai tambahan penerimaan dalam pengelolaan TPA. Hal ini dilakukan
agar pengelolaan TPA dapat lebih maksimal sehingga akan memberikan
manfaat yang lebih besar baik bagi pemerintah maupun masyarakat.
3. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Cianjur diharapkan dapat
menerapkan sistem 3R (reduce, reuse, recycle) dalam pengolahan sampah
organik dan nonorganik di TPA Pasir Sembung. Selain di TPA, pengolahan
sampah juga sebaiknya dilakukan sejak dari sumbernya. Pengolahan sampah
tersebut diharapkan dapat mengurangi volume timbunan sampah. Selain itu,
dapat menjadikan sampah sebagai suatu sumberdaya yang dapat dapat diolah
menjadi barang yang memberikan nilai ekonomi.
68
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita R. 2011. Pengelolaan Pendapatan dan Anggaran Daerah. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. 2009. „Statistik Jawa Barat‟. BPS. Bandung.
Bell RG, Russell C. 2002. Environmental Policy for Developing Countries. Issues
in Science and Technology Journal. vol.18. No.3:63–70.
Bogner J, Matthews E. 2003. Global Methane Emissions From and Fills: New
Methodology and Annual Estimates 1980-1996. Global Biogeochemical
Cycles Journal. vol.17: 34-18.
Bogner J. 2007. Waste Management. Gregory R, Sutamihardja RTM. Cambridge
University Press. New York.
Daily GC, Ehrlich P. 1992. Population, Sustainability, and Earth‟s Carrying
Capacity. Bioscience Journal. vol. 42:761–771.
Damanhuri E. 2007. Sampah Indonesia. Teknik Lingkungan ITB. Bandung.
Eshet T, Ayalon O, Shechter M. 2005. Valuation of Externalities of Selected
Waste Management Alternatives: A Comparative Review and Analysis.
Resources Conservation and Recycling Journal. vol.46:335-364.
Giambona F, Jacono VL, Scuderi R. 2004. The IPAT Model: an Empirical
Evidence. Journal. [tidak diketahui].
Gitinger G, Willis KG. 1999. Economic Valuation of The Environment : Methods
and Case Studies. Edward Elgar. New York.
Jeffers. 1978. An Introduction to System Analysis: With Ecological Aplication.
Edward Arnold. London.
Juanda B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor.
69
Kantor Lingkungan Hidup. 2010. Status dan Informasi Lingkungan Kabupaten
Cianjur. Dalam https://lhd.cianjurkab.go.id. diakses pada tanggal 20
Desember 2010.
Kementrian Lingkungan Hidup. 2009. Status Lingkungan Hidup Indonesia.
KNLH. Jakarta.
Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 2008. Status Lingkungan Hidup
Indonesia. KNLH. Jakarta.
Nababan BO. 2001. Studi dinamika wilayah pesisir menggunakan model simulasi
di Kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi. [skripsi]. Instisut
Pertanian Bogor. Bogor.
Nahman A, Godfrey L. 2009. Economic Instruments for Solid Waste
Management in South Africa: Oportunities and Constraints. Resources,
Conservation, and Recycling Journal. vol.54:521-531.
Nandi. 2005. Kajian keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah
dalam konteks Tata Ruang. Jurnal “GEA” pendidikan Geografi. vol.5
no.9:[halaman tidak diketahui].
Nicholson W. 1991. Teori Mikroekonomi Prinsip Dasar dan Perluasan: Jilid 1
Edisi Kelima. Binarupa Aksara. Jakarta.
Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 10. 2005. Perubahan Pertama Atas
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Retribusi Pelayanan
Persampahan atau Kebersihan. Cianjur.
Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 4. 2006. Kajian Lingkungan.
Cianjur.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33. 2010. Pedoman Pengelolaan Sampah.
Jakarta.
Perman R, Gilvray McJ, Common M. 2003. Natural Resource and Environmental
Economics. Pearson Education. Harlow.
70
Pramudya S. 2001. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001.
Grasindo. Jakarta.
Schulze PC. 2002. News and Views I = PBAT. Economics and Ecological
Journal. vol.40:149-150.
Solehati M. 2005. Studi Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga di Kota
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Provinsi NAD. [tesis]. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Sugiarto DS, Lasmono TS, Deny S, Oetomobibl P. 2001. Teknik Sampling.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Tim Teknis Pembangunan Sanitasi. 2010. Dari Control Landfill lalu ke Sanitary
Landfill. Dalam http://sanitasi.or.id. diakses pada tanggal 02 Februari
2011.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18. 2008. Pengelolaan Sampah.
Jakarta.
Woodruff A, Holand P. 2008. Benefit Cost Analysis for Improved Natural
Resource Decision-Making in Pasific Island Countries. Paper presented at
the CRISP Economic Workshop. [tanggal tidak diketahui]. Suva. Fiji.
71
LAMPIRAN
72
Lampiran 1
Regression Analysis: I (Y) versus P (X1); A (X2); T (X3) The regression equation is
I (Y) = - 723521 + 1,86 P (X1) - 0,0156 A (X2) - 0,000017 T (X3)
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant -723521 181136 -3,99 0,005
P (X1) 1,8635 0,3773 4,94 0,002 8,2
A (X2) -0,015628 0,003888 -4,02 0,005 7,9
T (X3) -0,00001688 0,00001876 -0,90 0,398 1,1
S = 10671,4 R-Sq = 79,9% R-Sq(adj) = 71,3%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 3 3166070018 1055356673 9,27 0,008
Residual Error 7 797146014 113878002
Total 10 3963216033
Source DF Seq SS
P (X1) 1 1324951359
A (X2) 1 1748987563
T (X3) 1 92131097
Unusual Observations
Obs P (X1) I (Y) Fit SE Fit Residual St Resid
8 550782 192170 192172 10671 -2 -1,61 X
10 564885 232628 210457 6401 22171 2,60R
R denotes an observation with a large standardized residual.
X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 2,05831
Pengujian Hipotesis
1. Uji Multikolinearitas
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant -723521 181136 -3,99 0,005
P (X1) 1,8635 0,3773 4,94 0,002 8,2
A (X2) -0,015628 0,003888 -4,02 0,005 7,9
T (X3) -0,00001688 0,00001876 -0,90 0,398 1,1
Nilai VIF < 10 maka artinya tidak terjadi pelanggaran Multikolinieritas
73
2. Kenormalan
H0 = eror menyebar normal
H1 = tidak menyebar normal
RESI1
Pe
rce
nt
20000100000-10000-20000
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
Mean
>0,150
1,084779E-10
StDev 8928
N 11
KS 0,162
P-Value
Probability Plot of RESI1Normal
Nilai-p(0.150) > alpha 5% maka terima H0 artinya asumsi error menyebar normal terpenuhi.
3. Homoskedastisitas
H0 : Homoskedastisitas
H1 : Heteroskedastisitas
The regression equation is
abs resid 1 = - 184583 + 0,394 P (X1) - 0,00329 A (X2) - 0,000018 T (X3)
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant -184583 81399 -2,27 0,058
P (X1) 0,3944 0,1695 2,33 0,053 8,2
A (X2) -0,003293 0,001747 -1,89 0,101 7,9
T (X -0,00001786 0,00000843 -2,12 0,072 1,1
S = 4795,49 R-Sq = 53,4% R-Sq(adj) = 33,4%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 3 184318363 61439454 2,67 0,128
Residual Error 7 160977040 22996720
Total 10 34529540
p-value (0.128) > alpha 5% maka terima H0 artinya asumsi Homoskedastisitas terpenuhi
4. Uji Autokorelasi
Durbin-Watson statistic = 2,05831
Nilai DW masih dikisaran 2 maka tidak ada autokorelasi
74
Lampiran 2. Hasil Pemodelan Volume Timbunan Sampah Tahun 2010-2020
(01) FINAL TIME = 10
Units: Year
The final time for the simulation.
(02) INITIAL TIME = 0
Units: Year
The initial time for the simulation.
(03) Konsumsi=
(0.4*pendapatan)*Rumah
tangga
Units: **undefined**
(04) pendapatan=
3.23357
Units: puluh juta rupiah
(05) Peningkatan=
Rate peningkatan *Sampah
Units: **undefined**
(06) penurunan=
rate penurunan dari
pengomposan*Sampah
Units: **undefined**
(07) pertumbuhan=
Rate pertumbuhan*Rumah
tangga
Units: **undefined**
(08) Rate peningkatan=
0.07*Konsumsi
Units: **undefined**
(09) rate penurunan dari
pengomposan= 0.4
Units: **undefined*
(10) Rate pertumbuhan=
0.0109
Units: **undefined**
(11) Rumah tangga= INTEG (
pertumbuhan,0.569996)
Units: juta jiwa
(12) Sampah= INTEG (
Peningkatan-penurunan,
162840)
Units: **undefined**
(13) SAVEPER =
TIME STEP
Units: Year [0,?]
The frequency with which output is
stored.
(14) TIME STEP = 1
Units
Rate pertumbuhan
Konsumsi
Sampah
Rate peningkatan
Peningkatan
Rumah tanggapertumbuhan
rate penurunan dari
pengomposan
penurunan
pendapatan
75
Rumah tangga
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Time (Year)
juta
jiw
a
Rumah tangga : Current
Konsumsi
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Time (Year)
Konsumsi : Current
Sampah
200,000
150,000
100,000
50,000
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Time (Year)
Sampah : Current
76
Lampiran 3. Tabel Cashflow Evaluasi Kelayakan Finansial Pengelolaan TPA
2006 2007 2008 2009 2010
Tahun 1 2 3 4 5
Penerimaan
Dana APBD 254.500.000 2.980.500.000 953.500.000 549.700.000 584.580.000
Bantuan Provinsi 100.000.000 100.000.000 100.000.000 100.000.000 100.000.000
Total 354.500.000 3.080.500.000 1.053.500.000 649.700.000 684.580.000
Pengeluaran
1. Biaya Investasi
Pengadaan Alat Berat (Bulldozer dan Eksavator) 2.575.000 0 0 0 0
Pengadaan Mesin Kompos 0 1.050.116.500 0 0 0
Pembebasan Tanah (13.500 m2) 0 810.000.000 0 0 0
Pembuatan Bangunan Kompos 0 120.000.000 0 0 0
Pembuatan Hanggar Untuk Garasi Alat Berat 0 250.000.000 0 0 0
Pembuatan Tembok Penahan Tanah 0 130.000.000 0 0 0
Pembuatan Saluran Leachete 0 165.000.000 0 0 0
Pembuatan Sumur 0 87.500.000 0 0 0
Pengaspalan Jalan Lingkungan 0 160.000.000 0 0 0
Pembuatan Saluran drainase 0 0 50.000.000 0 0
Pengadaan Konstruksi Jaringan Air 0 0 0 0 98.175.000
Sub Total 2.575.000 2.772.616.500 50.000.000 0 98.175.000
2. Biaya Operasional
a. Upah Tenaga Kerja
Tenaga Kerja/ Pegawai @ Rp 725.000/bulan (6 orang) 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000 52.200.000
76
77
Tenaga Kerja Pembuat Kompos @ Rp 1.200.000/bulan (5 0rang) 0 0 72.000.000 72.000.000 72.000.000
Sub Total 52.200.000 52.200.000 124.200.000 124.200.000 124.200.000
b. Biaya Pemeliharaan dan Operasional
Biaya Pemeliharan Instalasi 8.945.000 10.000.000 56.000.000 10.000.000 11.300.000
Biaya Pemeliharaan Alat Berat 77.640.000 155.114.000 570.382.000 151.000.000 153.000.000
Belanja Bahan Kimia 14.000.000 14.800.000 14.000.000 27.880.000 15.550.000
Pemeliharaan Kantor TPA 110.000.000 50.000.000 105.000.000 114.500.000 20.450.000
Penghijauan 20.000.000 0 0 0 20.000.000
Pengelolaan Kompos 0 0 36.730.000 36.730.000 36.730.000
Pemeliharaan Tanah (Pengurugan) 98.500.000 94.000.000 96.500.000 98.000.000 98.400.000
Sub Total 329.085.000 323.914.000 878.612.000 438.110.000 355.430.000
Total 383.860.000 3.148.730.500 1.052.812.000 562.310.000 577.805.000
Net Benefit -29.360.000 -68.230.500 688.000 87.390.000 106.775.000
CF(14%) 1,14 1,30 1,48 1,69 1,93
Present Value -33470400 -88672357,8 1019302,272 147598228,4 205586142
Present Benefit 404130000 4003417800 1560806604 1097317416 1318100315
Present Cost 437600400 4092090158 1559787302 949719187,6 1112514173
NPV 232060914,9
Net B/C 2,899915468
Gross B/C 1,028467755
IRR 45%
77
78
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 2 Januari 1990 sebagai putri
pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Syarief Hamzah dan Ibu Hana
Marliana. Pada tahun 1994 penulis memulai studinya di TK Bani Shaleh
Bandung. Penulis melanjutkan pendidikan di SDN Merdeka 5/1 Bandung pada
tahun 1995 sampai tahun 2000 kemudian pada tahun tersebut pindah ke SDN Ibu
Jenab 1 Cianjur dan lulus tahun 2001. Setelah itu penulis melajutkan studinya di
SMP Negeri 1 Cianjur dan lulus pada tahun 2004 kemudian melanjutkan ke SMA
Negeri 2 Cianjur dan lulus tahun 2007. Pada tahun tersebut juga penulis diterima
di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)
menjadi mahasiswi di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Untuk melengkapi kompetensi Mayor, penulis
memilih Minor Pengelolaan Wisata Alam dan Jasa Lingkungan yang diampu
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, fakultas Kehutanan.
Selama kuliah penulis aktif menjadi bendahara divisi Public Relation
Resources and Environmental Economics Student Association (REESA)
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB pada tahun 2009-
2010. Selain itu, penulis juga aktif di berbagai kegiatan baik sebagai panitia
maupun peserta.