29
PENDAHULUAN Anestesi lokal adalah hilangnya sensasi pada bagian tubuh tertentu tanpa disertai kehilangan kesadaran atau kerusakan fungsi kontrol saraf pusat dan bersifat reversibel. Obat anestesi lokal terutama berfungsi untuk mencegah atau menghilangkan sensasi nyeri dengan memutuskan konduksi impuls saraf yang bersifat sementara. Obat anestesi lokal pertama yang ditemukan adalah kokain. Kokain yang ditemukan secara tidak sengaja pada akhir abad ke-19 ternyata memiliki kemampuan sebagai anestesi yang baik. Kokain diperoleh dari ekstrak daun coca (Erythroxylon coca). Selama berabad-abad bangsa Andean mengunyah ekstrak daun ini untuk mendapatkan efek stimulasi dan euforia. Kokain pertama kali diisolasi pada tahun 1860 oleh Albert Niemann. Layaknya ahli kimia lainnya beliau mencicipi sendiri penemuannya dan merasakan efek mati rasa di lidah. Sigmund Freud meneliti efek fisiologi kokain dan pada tahun 1884 Carl Koller memperkenalkan pemakaian kokain dalam praktek klinis sebagai anestesi topikal untuk operasi mata. Halstead mempopulerkan penggunaan cara infiltrasi dan blok saraf. Penggunaan obat anestesi lokal secara luas saat ini berdasarkan hasil observasi dan temuan di atas. 1 Anestesi merupakan pendamping paling tua Ilmu Bedah.Banyak kemajuan Ilmu Bedah dicapai sejalan dengan

anestesi lokal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

anestesi

Citation preview

Page 1: anestesi lokal

PENDAHULUAN

Anestesi lokal adalah hilangnya sensasi pada bagian tubuh tertentu tanpa disertai

kehilangan kesadaran atau kerusakan fungsi kontrol saraf pusat dan bersifat reversibel.

Obat anestesi lokal terutama berfungsi untuk mencegah atau menghilangkan sensasi nyeri

dengan memutuskan konduksi impuls saraf yang bersifat sementara. Obat anestesi lokal

pertama yang ditemukan adalah kokain. Kokain yang ditemukan secara tidak sengaja pada

akhir abad ke-19 ternyata memiliki kemampuan sebagai anestesi yang baik. Kokain

diperoleh dari ekstrak daun coca (Erythroxylon coca).

Selama berabad-abad bangsa Andean mengunyah ekstrak daun ini untuk

mendapatkan efek stimulasi dan euforia. Kokain pertama kali diisolasi pada tahun 1860

oleh Albert Niemann. Layaknya ahli kimia lainnya beliau mencicipi sendiri penemuannya

dan merasakan efek mati rasa di lidah. Sigmund Freud meneliti efek fisiologi kokain dan

pada tahun 1884 Carl Koller memperkenalkan pemakaian kokain dalam praktek klinis

sebagai anestesi topikal untuk operasi mata. Halstead mempopulerkan penggunaan cara

infiltrasi dan blok saraf. Penggunaan obat anestesi lokal secara luas saat ini berdasarkan

hasil observasi dan temuan di atas.1

Anestesi merupakan pendamping paling tua Ilmu Bedah.Banyak kemajuan Ilmu

Bedah dicapai sejalan dengan perkembangan teknik serta penemuan obat anestesi lokal

baru yang lebih efektif dibandingkan obat anestesi lokal terdahulu. Hampir tidak ada

tindakan bedah yang dilakukan tanpa anestesi. Anestesi dapat mengurangi rasa sakit saat

tindakan, mengurangi biaya dan waktu, serta pemulihan lebih cepat, sehingga tindakan

bedah dapat dilakukan dengan tenang dan memberikan hasil baik.2

Pada tindakan bedah, obat anestesi lokal dapat langsung diberikan dan diawasi oleh

operator sehingga operator harus memiliki pengetahuan mengenai jenis, cara, penggunaan,

metabolisme, dosis dan mekanisme kerja, efek samping, dan efek merugikan dari obat

anestesi lokal.2

Makalah ini menguraikan tentang jenis, mekanisme kerja, metabolisme serta

penggunaan klinis obat anestesi lokal, agar pengetahuan dan penerapannya dalam

penggunaan klinis menjadi lebih baik.

Page 2: anestesi lokal

OBAT ANESTESI LOKAL

Obat anestesi lokal diklasifikasikan menjadi dua golongan berdasarkan struktur

molekul, yaitu golongan amida dan ester. Masing-masing golongan mempunyai kaitan pada

struktur kimianya.2,4,6,7.

Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai anestesi lokal: 6

o Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen

o Batas keamanan harus lebar

o Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada

membrane mukosa

o Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang

yang cukup lama

o Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap

pemanasan.

Golongan amida, meliputi bupivakain, dibukain, etidokain, lidokain, mepivakain

dan prilokain. Golongan ini dihidrolisis oleh enzim mikrosom hepar dan diekskresikan

melalui ginjal. Golongan ester, meliputi benzokain, kloroprokain, kokain, prokain dan

tetrakain. Golongan ini dihidrolisis di dalam plasma dan hepar oleh enzim

pseudokolinesterase dan diekskresikan melalui ginjal. 6

1

Page 3: anestesi lokal

Tabel 1. Obat anestesi lokal*

Jenis Nama

dagang

Penggunaan Potensi Onset

(menit)

pKa Durasi

( jam )

Dosis

maksimum

Dosis

maksimum

+ epinefrin

Amida

Bupivakain

Dibukain

Etidokain

Lidokain

Mepivakain

Prilokain

Prilokain/lidokain

Marcaine

Nupercain

Duranest

Xylocaine

Carbocaine

Citanest

EMLA

Infiltrasi

Topikal

Infiltrasi

Infiltrasi/topikal

Infiltrasi

Infiltrasi

topikal

8

6

2

2

2

2-10

cepat

3-5

cepat

3-20

cepat

30-120

8,1

7,7

7,7

3-10

singkat

3-10

1-2

2-3

2-4

singkat

175 mg

300 mg

300 mg

300 mg

400 mg

250 mg

400 mg

500 mg

400 mg

600 mg

Ester

Benzokain

Kloroprokain

Kokain

Prokain

Proparakain

Tetrakain

Tetrakain

Anbesol

Nesacaine

Novocaine

Ophthaine

Pontocaine

Cetacaine

Topikal

Infiltrasi

Topikal

Infiltrasi

Topikal

Infiltrasi

topikal

1

1

8

Cepat

Cepat

2-10

lambat

cepat

lambat

cepat

8,9

8,51

Singkat

0,5-2

1-3

1-1,5

singkat

2-3

singkat

600 mg

200 mg

500 mg

20-50 mg

600 mg

MEKANISME KERJA

Obat anestesi lokal mencegah hantaran dan konduksi impuls saraf. Lokasi utama

kerja obat anestesi lokal adalah pada membran sel. Obat anestesi lokal mencegah konduksi

dengan menurunkan atau mencegah peningkatan permeabilitas membran sel terhadap ion

natrium.1

Terdapat 2 teori mekanisme kerja obat anestesi lokal dalam menghambat kanal

natrium. Teori pertama, obat anestesi lokal berikatan dengan reseptor spesifik di kanal

natrium dan ikatan ini mengubah struktur serta fungsi kanal natrium dan menghambat

pergerakan ion natrium ke luar sel. Teori ini disebut natrium trap. Teori kedua dikenal

2

Page 4: anestesi lokal

sebagai teori ekspansi/expantion, obat anestesi lokal diabsorbsi pada membran sel sehingga

terjadi pembengkakan membran dan menyebabkan penyempitan kanal natrium.5,8,9

Untuk meningkatkan kerja obat, obat harus larut dalam lemak agar dapat berdifusi

ke dalam membran sel saraf dan mielin serabut saraf perifer. Bahan yang larut dalam lemak

akan kurang larut dalam air sehingga menyulitkan formulasi obat, oleh karena itu

ditambahkan garam hidroklorida yang dapat larut dalam air pada pH 4-7. Formulasi ini

mengandung fraksi ion yang seimbang dengan sedikit fraksi bebas dalam larutannya.

Setelah disuntikkan, larutan ini menyebabkan pH jaringan meningkat dan menambah fraksi

lipofilik non-ion yang dapat berdifusi ke dalam membran sel saraf. Di dalam cairan intrasel

pH sedikit lebih asam sehingga gugus aktif obat anestesi lokal dapat menghambat kanal

natrium.1,2,5,6,9

Obat anestesi lokal dibedakan dalam awitan, durasi dan potensinya. Perbedaan ini

bergantung pada komposisi kimiawi khas masing-masing, misalnya konstanta disosiasi

(pKa), daya larut dalam lemak, dan daya ikat dengan protein. Nilai pKa merupakan

konstanta disosiasi asam; pKa menunjukkan kekuatan relatif dari gugus amin untuk

berdisosiasi. Nilai pKa rendah berarti awitan anestesi cepat karena sebagian besar anestesi

akan terionisasi menjadi bentuk aktif. Daya larut dalam lemak tinggi berarti anestesi

berpotensi tinggi dan mudah berpenetrasi ke dalam membran sel saraf. Durasi

menunjukkan lama ikatan anestesi dengan reseptor kanal natrium.2,9

METABOLISME

Metabolisme obat anestesi lokal merupakan hal yang sangat penting, karena

toksisitasnya bergantung pada keseimbangan kecepatan absorbsi dan eliminasi. Absorbsi

obat anestesi lokal dapat dikurangi dengan menambahkan vasokonstriktor ke dalamnya.

Kecepatan metabolisme obat anestesi lokal sangat bervariasi dan merupakan faktor utama

sebagai penentu keamanannya. Toksisitas dihubungkan dengan konsentrasi obat bebas serta

ikatan obat dengan protein serum dan jaringan. Ikatan ini menurunkan konsentrasi obat

bebas di sirkulasi, sehingga menurunkan toksisitas. Sebagai contoh obat anestesi yang

diberikan secara intravena di ekstremitas, kurang lebih separuh dosis obat awal masih

terikat di jaringan setelah 30 menit torniquet dilepaskan.1

3

Page 5: anestesi lokal

Beberapa obat anestesi lokal yang biasa digunakan, yaitu golongan ester,

dihidrolisis dan diinaktifkan terutama oleh enzim esterase, kemungkinan enzim plasma

pseudokolinesterase. Hepar juga berperan dalam hidrolisis obat anestesi lokal, yaitu oleh

enzim mikrosom spesifik sitokrom P-450. Dalam cairan serebrospinal yang mengandung

sedikit atau tidak ada esterase, obat anestesi lokal yang disuntikkan melalui intratekal akan

menetap sampai obat anestesi lokal diabsorbsi ke dalam sirkulasi.5

Obat anestesi lokal golongan amida, umumnya didegradasi oleh retikulum

endoplasmik hepar. Reaksi awal melibatkan N-dealkilasi dan selanjutnya terjadi hidrolisis.

Langkah awal degradasi prilokain adalah hidrolisis yang menghasilkan metabolit o-toluidin

yang dapat menyebabkan methemoglobinemia. Pada pasien dengan kelainan hepar

penggunaan obat anestesi lokal golongan amida perlu diperhatikan. Amida yang terdapat

pada obat anestesi lokal terikat dengan protein plasma dalam jumlah besar (55%-95%),

khususnya asam glikoprotein.

Faktor yang dapat meningkatkan konsentrasi asam glikoprotein adalah keganasan,

pembedahan, trauma, infark miokardium, merokok, dan uremia. Faktor yang dapat

menurunkan adalah kontrasepsi oral.

Peningkatan transpor obat anestesi lokal ke dalam hepar untuk dimetabolisme

mempengaruhi toksisitas sistemik. Usia mempengaruhi ikatan obat anestesi lokal dengan

protein. Pada neonatus terdapat defisiensi protein plasma yang dapat berikatan dengan obat

anestesi lokal sehingga kemungkinan besar terjadi toksisitas. Protein plasma bukan satu-

satunya faktor yang menentukan distribusi obat anestesi lokal. Absorbsi melalui paru juga

berperan penting dalam distribusi obat anestesi lokal.1

Pada perempuan hamil penggunaan obat anestesi lokal harus selektif karena dapat

menyebabkan efek teratogenik. Obat anestesi lokal pilihan untuk perempuan hamil adalah

lidokain. Lidokain termasuk obat kategori B pada kehamilan, berarti pada percobaan hewan

tidak ditemukan efek teratogenik. Selain itu dilaporkan juga bahwa pada perempuan hamil

yang mendapat lidokain pada bulan keempat kehamilan tidak ditemukan peningkatan

kelainan anatomi pada bayi baru lahir. Lidokain dapat melewati sawar plasenta masuk ke

dalam fetus. Lidokain aman pula digunakan pada wanita menyusui meskipun sebagian

dapat diekskresikan melalui ASI.2

4

Page 6: anestesi lokal

Pada anak lidokain juga aman, tetapi dosis maksimum yang dianjurkan harus lebih

rendah dari dewasa disesuaikan dengan usia dan berat badan. Paraben digunakan sebagai

bahan pengawet dan di dalam sirkulasi paraben berikatan dengan albumin. Pada bayi

ikterik ikatan dengan albumin dapat digantikan oleh bilirubin, sehingga memperburuk

keadaan hiperbilirubinemia.2

JENIS OBAT ANESTESI LOKAL

Pemilihan dan penggunaan obat anestesi lokal harus memperhatikan efikasi dan

toksisitasnya. Toksisitas bergantung kadar obat anestesi lokal dalam plasma. Kadar plasma

bervariasi bergantung lokasi penyuntikan. Suntikan di interpleura atau interkosta

menyebabkan kadar dalam plasma tinggi, sedangkan infiltrasi subkutan menyebabkan

kadar dalam plasma rendah.9

A. Dibukain2

Devirat kuinon ini, merupakan anestetik lokal yang paling kuat, paling toksik dan

mempunyai masa kerja panjang. Dibandingkan dengan prokain, dibukain kira-kira 15 kali

lebih kuat dan toksik dengan masa kerja 3 kali lebih panjang. Dibukain HCl digunakan

untuk anesthesia suntikan pada kadar 0,05-0,1%; untuk anesthesia topical telinga 0,5-2%;

dan untuk kulit berupa salep 0.5-1%. Dosis total dibukain pada anesthesia spinal ialah 7,5-

10mg.

B. Lidokain2

Lidokain (Xilokain) adalah anestetik lokal yang kuat yang digunakan secara luas

dengan pemberian topical dan suntikan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama

dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Lidokain merupakan

aminoetilamid. Pada larutan 0,5% toksisitasnya sama, tetapi pada larutan 2% lebih toksik

daripada prokain. Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anesthesia

infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-2% untuk anesthesia blok dan topical. Anesthesia ini

efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorbs dan toksisitasnya

bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka

yang hipersensitif terhadap prokain dan juga epinefrin. Lidokain dapat menimbulkan

5

Page 7: anestesi lokal

kantuk sediaan berupa larutan 0,5%-5% dengan atau tanpa epinefrin. (1:50.000 sampai 1:

200.000).

Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati sawar darah otak.

Kadarnya dalam plasma fetus dapat mencapai 60% kadar dalam darah ibu. Di dalam hati,

lidokain mengalami deakilasi oleh enzim oksidase fungsi ganda (Mixed- Function

Oxidases) membentuk monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid. Kedua metabolit

monoetilglisin xilidid maupun glisin xilidid ternyata masih memiliki efek anestetik lokal.

Pada manusia 75% dari xilidid akan disekresi bersama urin dalam

membentuk metabolit akhir, 4 hidroksi-2-6 dimetil-anilin.

Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP, misalnya

mengantuk, pusing, parestesia, gangguan mental, koma, dan seizures. Mungkin sekali

metabolit lidokain yaitu monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid ikut berperan dalam

timbulnya efek samping ini.

Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel,

atau oleh henti jantung Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anesthesia

infiltrasi, blockade saraf, anesthesia epidural ataupun anesthesia selaput lender. Pada

anesthesia infitrasi biasanya digunakan larutan 0,25% - 0,50% dengan atau tanpa adrenalin.

Tanpa adrenalin dosis total tidak boleh melebihi 200mg dalam waktu 24 jam, dan dengan

adrenalin tidak boleh melebihi 500 mg untuk jangka waktu yang sama. Dalam bidang

kedokteran gigi, biasanya digunakan larutan 1 – 2 % dengan adrenalin; untuk anesthesia

infiltrasi dengan mula kerja 5 menit dan masa kerja kira-kira satu jam dibutuhkan dosis 0,5-

1,0 ml. untuk blockade saraf digunakan 1-2 ml.

Lidokain dapat pula digunakan untuk anesthesia permukaan. Untuk anesthesia

rongga mulut, kerongkongan dan saluran cerna bagian atas digunakan larutan 1-4% dengan

dosis maksimal 1 gram sehari dibagi dalam beberapa dosis. Pruritus di daerah anogenital

atau rasa sakit yang menyertai wasir dapat dihilangkan dengan supositoria atau bentuk

salep dan krem 5 %. Untuk anesthesia sebelum dilakukan tindakan sistoskopi atau

kateterisasi uretra digunakan lidokain gel 2 % dan selum dilakukan bronkoskopi atau

pemasangan pipa endotrakeal biasanya digunakan semprotan dengan kadar 2-4%. Lidokain

juga dapat menurunkan iritabilitas jantung, karena itu juga digunakan sebagai aritmia.

6

Page 8: anestesi lokal

C. Mepivakain HCl2

Devirat amida dari xylidide ini cukup populer sejak diperkenalkan untuk tujuan

klinis pada akhir 1950-an. Anestetik lokal golongan amida ini sifat farmakologiknya mirip

lidokain. Mepivekain digunakan untuk anesthesia infiltrasi, blockade saraf regional dan

anesthesia spinal. sediaan untuk suntikan merupakan larutan 1,0; 1,5 dan 2%.

Kecepatan timbulnya efek, durasi aksi, potensi, dan toksisitasnya mirip dengan

lidokain. Mepivakain tidak mempunyai sifat alergenik terhadap agen anestesi lokal tipe

ester. Agen ini dipasarkan sebagai garam hidroklorida dan dapat digunakan untuk anestesi

infiltrasi atau regional namun kurang efektif bila digunakan untuk anestesi topikal.

Mepivakain dapat menimbulkan vasokonstriksi lebih ringan daripada lignokain tetapi

biasanya mepivacain digunakan dalam bentuk larutan dengan penambahan adrenalin 1:

80.000. maksimal 5 mg/kg berat tubuh. Satu buah cartridge biasanya sudah cukup untuk

anestesi infiltrasi atau regional.

Mepivakain kadang-kadang dipasarkan dalam bentuk larutan 3 % tanpa

penambahan vasokonstriktor, untuk medapat kedalaman dan durasi anestesi pada pasien

tertentu di mana pemakaian vasokonstriktor merupakan kontradiksi. Larutan seperti ini

dapat menimbulkan anestesi pulpa yang berlangsung antara 20-40 menit dan anestesi

jaringan lunak berdurasi 2-4 jam.

Obat ini jangan digunakan pada pasien yang alergi terhadap anestesi lokal tipe

amida, atau pasien yang menderita penyakit hati yang parah. Mepivakain lebih toksik

terhadap neonatus, dan karenanya tidak digunakan untuk anestesia obstetrik. Mungkin ini

ada hubungannya dengan pH darah neonates yang lebih rendah, yang menyebabkan ion

obat tersebut terperangkap, dan memperlambat metabolismenya. Pada orang dewasa,

indeks terapinya lebih tinggi daripada lidokain.

Mula kerjanya hampir sama dengan lidokain, tetapi lama kerjanya lebih panjang

sekitar 20%. Mepivakain tidak efektif sebagai anestetik topikal. Toksisitas mepivacain

serata dengan lignokain (lidokain) namun bila mepivacain dalam darah sudah mencapai

tingkat tertentu, akan terjadi eksitasi system saraf sentral bukan depresi, dan eksitasi ini

dapat berakhir berupa konvulsi dan depresi respirasi.

7

Page 9: anestesi lokal

D. Prilokain2

Walaupun merupakan devirat toluidin, agen anestesi lokal tipe amida ini pada

dasarnya mempunyai formula kimiawi dan farmakologi yang mirip dengan lignokain dan

mepivakain. Anestetik lokal golongan amida ini efek farmakologiknya mirip lidokain,

tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih lama daripada lidokain. Prilokain juga

menimbulkan kantuk seperti lidokain. Sifat toksik yang unik ialah prilokain dapat

menimbulkan methemoglobinemia. Walaupun methemoglobinemia ini mudah diatasi

dengan pemberian biru-metilen intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB larutan 1 % dalam

waktu 5 menit; namun efek terapeutiknya hanya berlangsung sebentar, sebab biru metilen

sudah mengalami bersihan, sebelum semua methemoglobin sempat diubah menjadi Hb.

Anestetik ini digunakan untuk berbagai macam anestesia disuntikan dengan sediaan

berkadar 1,0; 2,0 dan 3,0%. Prilokain umumnya dipasarkan dalam bentuk garam

hidroklorida dengan nama dagang Citanest dan dapat digunakan untuk mendapat anestesi

infiltrasi dan regional. Namun prilokain biasanya tidak dapat digunakan untuk mendapat

efek anestesi topikal.Prilokain biasanya menimbulkan aksi yang lebih cepat daripada

lidokain namun anastesi yang ditimbulkannya tidaklah terlalu dalam. Prilokain juga kurang

mempunyai efek vasodilator bila dibanding dengan lidokain dan biasanya termetabolisme

dengan lebih cepat.

Obat ini kurang toksik dibandingkan dengan lignokain tetapi dosis total yang

dipergunakan sebaiknya tidak lebih dari 400 mg.Salah satu produk pemecahan prilokain

adalah ortotoluidin yang dapat menimbulkan metahaemoglobin. Metahaemoglobin yang

cukup besar hanya dapat terjadi bila dosis obat yang dipergunakan lebih dari 400 mg.

metahaemoglobin 1 % terjadi pada penggunaan dosis 400 mg, dan biasanya diperlukan

tingkatan metahaemoglobin lebih dari 20 % agar terjadi simtom seperti sianosis bibir dan

membrane mukosa atau kadang-kadang depresi respirasi. Karena pemakainan satu cartridge

saja sudah cukup untuk mendapat efek anestesi infiltrasi atau regional yang diinginkan, dan

karena setiap cartridge hanya mengandung 80 mg prilokain hidroklorida, maka resiko

terjadinya metahaemoglobin pada penggunaan prilokain untuk praktek klinis tentunya

sangat kecil.

8

Page 10: anestesi lokal

Walaupun demikian, agen ini jangan digunakan untuk bayi, penderita

metaharmoglobinemia, penderita penyakit hati, hipoksia, anemia, penyakit ginjal atau gagal

jantung, atau penderita kelainan lain di mana masalah oksigenasi berdampak fatal, seperti

pada wanita hamil. Prilokain juga jangan dipergunakan pada pasien yangmempunyai

riwayat alergi terhadap agen anetesi tipe amida atau alergi paraben.Penambahan felypressin

(octapressin) dengan konsistensi 0,03 i.u/ml (=1:200.000) sebagai agen vasokonstriktor

akan dapat meningkatakan baik kedalam

maupun durasi anestesi. Larutan nestesi yang mengandung felypressin akan sangat

bermanfaat bagi pasien yang menderita penyakit kardio-vaskular.

E. Bupivakain (Markain)2

Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin dan butyl

piperidin. Merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang, dengan

efek blockade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek ini bupivakain

lebih popular digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa

pascapembedahan. Suatu penelitian menunjukan bahwa bupivakain dapat mengurangi dosis

penggunaan morfin dalam mengontrol nyeri pada

pascapembedahan Caesar. Pada dosis efektif yang sebanding, bupivakain lebih kardiotoksik

daripada lidokain.

Lidokain dan bupivakain, keduanya menghambat saluran Na+ jantung (cardiac

Na+ channels) selama sistolik. Namun bupivakain terdisosiasi jauh lebih lambat daripada

lidokain selama diastolic, sehingga ada fraksi yang cukup besar tetap terhambat pada akhir

diastolik. Manifestasi klinik berupa aritma ventrikuler yang berat dan depresi miokard.

Keadaan ini dapat terjadi pada pemberian bupivakain dosis besar. Toksisitas jantung yang

disebabkan oleh bupivakain sulit diatasi dan bertambah berat dengan adanya asidosis,

hiperkarbia, dan hipoksemia. Ropivakain juga merupakan anestetik lokal yang mempunyai

masa kerja panjang, dengan toksisitas terhadap jantung lebih rendah daripada bupivakain

pada dosis efektif yang sebanding, namun sedikit kurang kuat dalam menimbulkan

anestesia dibandingkan bupivakain.Larutan bupivakain hidroklorida tersedia dalam

9

Page 11: anestesi lokal

konsentrasi 0,25% untuk anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan paravertebral. Tanpa

epinefrin, dosis maksimum untuk anesthesia infiltrasi adalah sekitar 2 mg/KgBB.

F. Naropin (Ropivakain HCl)2

Naropin injeksi mengandung ropivakain HCl, yaitu obat anestetik lokal golongan

amida. Naropin injeksi adalah larutan isotonik yang steril, mengandung bahan campuran

obat (etantiomer) yang murni yaitu Natrium Klorida (NaCl) agar menjadi larutan isotonik

dan aqua untuk injeksi. Natrium Hidroksida (NaOH) dan/ atau asam Hidroklorida (HCl)

dapat ditambahkan untuk meyesuaikan pHnya (keasamannya).

Naropin injeksi diberikan secara parentral. Nama kimia ropivakain HCl adalah

molekul S-(-)-1-propil-2,6-pipekoloksilida hidroklorida monohidrat. Zat bat berupa bubuk

kristal berwarn putih dengan rumus molekul C17H26N2O-R-HCl-H2O dan berat

molekulnya 328,89. Struktur molekulnya adalah sebagai berikut: Pada suhu 250C,

kelarutan ropivakain HCl dalam air adalah 53,8 mmg/mL dengan rasio distribusi antara n-

oktanol dan fosfat bufer pada pH 7,4 adalah 14:1 dan pKanya 8,07 dalam larutan KCl 1 M.

pKa ropivakain hampir sama dengan bupivakain (8,1) dan mendekati pKa mepivakain

(7,7), akan tetapi kelarutan ropivakain dalam lemak (lipid) berada diantar kelarutan

bupivakain dan mepivakain.Naropin injeksi tidak mengandung bahan pengawet dan

tersedia dalam bentuk sediaan dosis tunggal dengan konsentrasi masing-masing 2,0 mg/mL

(o,2%), 5,0 mg/mL (0,5%), 7,5 mg/mL (0,75%), dan 10 mg/mL (1,0%). Gravitas (berat)

larutan Naropin injeksi berkisar antara 1,002 sampai 1,005 pada suhu 24oC.

Efek samping ropivakain mirip dengan efek samping anastetik lokal kelompok

amida lainnya. Reaksi efek samping anastetik lokal kelompok amida terutama berkaitan

dengan kadarnyan dalam plasma yang berlebihan, yang dapat terjadi apabila melebihi

dosis, jarum suntik masuk ke dalam pembuluh darah tanpa sengaja atau jika metabolisme

obat tersebut dalam tubuh lambat. Kejadian tentang efek sampingnya telah dilaporkan

berdasarkan penelitian klinik yang telah dilakukan di amerika serikat dan negara-negara

lainnya. Obat yang dijadikan acuan biasanya adalah bupivakain. Penelitian tersebut

meggunakan bermacam-macam obat premedikasi, sedasi dan prosedur pembedahan.

Sebanyak 3988 pasien diberikan naropin dengan konsentrasi sampai 1 % dalam percobaan

10

Page 12: anestesi lokal

klinik. Setiap pasien dihitung sekali untuk setiap jenis reaksi efek samping yang

dialaminya.

Efek samping akut yang Paling sering dijumpai dan memerlukan penanganan yang

cepat adalah efek sampingnya pada sistem saraf pusat (SSP) dan system kardiovaskuler.

Reaksi efek samping ini pada umumnya tergantung pada dosis dan disebabkan oleh kadar

obat dalam plasma yang tinggi yang bisa terjadi karena over dosis, absorbsi (penyerapan)

obat terlalu cepat dari tempat suntikan, rendahnya toleransi pasien terhadap obat, atau

apabila jarum suntik anastesi lokal masuk ke

dalam pembuluh darah.

Di samping toksisitas sistemiknya yang tergantung pada dosis, masuknya obat ke

dalam subaraknoid secara tidak sengaja ketika melakukan blok epidural melalui lumbal

(tulang punggung), atau ketika melakukan blok saraf di dekat kolumna vertebra (khususnya

di bagian kepala dan dibagian leher), dapat mengakibatkan depresi pernafasan dan apnea

(sesak nafas) total atau apnea sesuai tingkat saraf spinal yang mengontrol pernafasan. Juga

dapat terjadi hipotensi karena berkurangnya tonus (kekuatan) saraf simpati atau para lisis

respirasi (kelumpuhan otot-otot pernafasan) serta hipoventilasi karena obat anastetik

mencapai tingkatan saraf motorik di kepala. Keadaan ini dapat memicu henti jantung

apabila tidak ditangani dengan segera.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ikatan obat dengan protein plasma misanya

asidosis, penyakit sistemik yang dapat mengubah produksi protein dalam tubuh, atau

kompetensi dengan obat-obat lainnya untuk berikatan dengan protein, dapat menurunkan

toleransi (daya terima terhadap obat) seorang pasien. Pemberian naropin secara epidural

pada beberapa kasus seperti halnya pemberian obat-obat anastesi lainnya dapat

meningkatkan suhu tubuh secara mendadak diatas 38,5oC. ini paling sering terjadi apabila

dosis naropin diatas 16mg/jam.

Efek samping ini ditandai dengan kegelisahan dan depresi. Ketegangan, kecemasan,

pusing, telinga berdengung (tinitus), penglihatan kabur atau tremor (bergetar) dapat terjadi

dan bahkan dapat menimbulkan komvulsi (kejang otot). Akan tetapi, kegelisahan dapat

terjadi mendadak atau bisajuga tidak terjadi, dimana reaksi efek samping hanya berupa

depresi. Depresi ini bisa berlanjut menjadi rasa kantuk dan akhirnya kesadaran pasien

11

Page 13: anestesi lokal

hilang dan terjadi henti nafas. Efek samping lainnya pada sistem saraf pusat adalah nausea

(mual), muntah menggigil, dan konstriksi pupil (pupil mata menyempit). Dosis tinggi atau

masuknya jarum suntik ke dalam pembuluh darah dapat menyebabkan kadar obat dalam

plasma meningkat sehingga mengakibatkan depresi otot jantung (jantung menjadi lemah),

darah yang dipompa jantung berkurang, hambatan konduksi saraf pada jantung, hipotensi,

bradikardi (denyut nadi kurang 60 kali/menit), aritmia ventrikular (denyut jantung tidak

berirama), yaitu takikardi ventrikel (denyut jantung diatas 100 kali/ menit) dan vibrilasi

atrium (jantung berdebar) dan bahkan henti jantung (oleh karena itu, perlu diperhatikan

catatan peringatan, pencegahan, dan overdosis pada label obat). Pada penggunaan naropin

injeksi, jarang terjadi reaksi alergi tetapi bisa saja terjadi jika pasien terlalu sensitif terhadap

obat anestesi lokal (perhatikan peringatan pada label obat). Reaksi efek samping alergi

ditandai dengan gejala-gejala berupa urtikaria (kulit bengkak merah), pruritus (gatal-gatal),

eritema (kulit merah-merah), udem angioneurotik (misalnya udem laring), takikardi, bersin-

bersin, mual, muntah, pusing, sinkop (pingsan), keringatan, badan panas dan bahkan reaksi

anafilaksis (termaksuk hipotensi berat). Sensistifitas silang antar obat anestesi lokal

kelompok amida pernah terjadi. Bupivacain Injeksi bupivacain HCl merupkan solusi

isotonic steril yang mengandung agen anastetik lokal dengan atau tanpa epinefrin 1:2000

dan diinjeksikan secara parenteral. Bupivacain PKA memiliki kemiripan dengan lidocain

dan memiliki derajat slubilitas lipid yang lebih besar. Bupivacain dihubungkan secara kimia

dan farmakologis dengan aastetik lokal amino acyl. Bupivacain merupakan homolog dari

mepivacain dan secara kimiawi dihubungkan dengan lidocain. Ketiga anastetik ini

mengandung rantai amida dan amino. Berbeda dengan anastetik lokal tipe procain yang

memiliki ikatan ester. Setiap 1 ml larutan isotonik steril mengandung bupivacain

hidroklorida dan 0.005 mg epinefrin, dengan 0.5 mg sodium metabisulfite sebagai anti

oksidan dan 0.2 mg asam sitrat sebagai stabilisasi.

G. Duranest ( Etidokain)2

Duranest (etidocaine HCl) indikasi pemberian suntikan untuk anasesi infiltrasi,

perpheral nerve blok (pada Brachial Plexus, intercostals, retrobulbar, ulnar dan inferior

alveolar) dan pusat neural blok (Lumbat atau Caudal epidural blok). Dengan semua anastesi

12

Page 14: anestesi lokal

lokal, dosis dari Duranest (Etidocaine HCl) pemberian suntikan dengan memkai daerah

depend upon untuk pemberian anastetiknya, Pembuluh darahnya halus, nomor dari bagian

neuronal menjadi terhalang, tipe dari anastetik adalah regional, dan kondisi badan dai

seorang pasien.

Dosis maksimum dengan memakai 1 suntikan ditentukan pada dasar dari status

pasien, dengan menjalankan tipe anastetik regional meskipun 1 suntikan 450 mg yang

dipakai untuk anastetik regional tanpa menimbulkan efek. Pada waktu sekarang salah bila

menerima bentuk dosis maksimum dari 1 suntikan tidak melampaui 400 mg

( approximately 8,0 mg/kg atau 3,6 mg/lb dibawah 50 kg berat badan seseorang) dengan

epenefrin 1:200,000 dan 1:300,000 ( approximately 6 mg/kg atau 2.7 mg/lb dibawah 50 kg

berat badan seseorang) tanpa epinefrin. Tindakan pencegahan bertentangan, kadang-kadang

pengalaman kurang baik sehingga tidak sengaja mengikuti penembusan pada daerah

Subarachnoid. Dosis percobaan 2-5 ml memberi bentuk obat sampai 5 menit pertama, total

volume suntikan pada Lumbar atau Caudal Epidural blok, bentuk dosis percobaan diberikan

berulang-ulang jika pasien bergerak seperti biasa bahwa catheter boleh dipindahkan.

Epinefrin jika berisi dosis percobaan (10-15 mg) boleh membantun pada penembusan

suntikan intra vaskular. Jika suntikan mengenai Blood Vessel, berjalanya epinefrin untuk

menghasilkan “Respon Epinefrin” dalam 45 menit terdiri dari bertambahnya tekanan darah

sistolik heart rate. Circumolar pallor, palpitis pada seorang pasien. Ketika pemberian

anastetik lokal pada bidang kedokteran gigi, dosis Duranest (Etidocaine Hcl) pemberiannya

pada saat pasien masih sadar pemberian anastetiknya pada bagian oral cavity,

vaskularisasinya pada oral tissue, volume efektif pada anastesi lokal harus benar-benar

tepat. Pada oral cavity pemberian anastesi lokal dan teknik serta prosedurnya harus spesifik.

Bentuk keperluan dosis determinan pada individu dasar, pada maxilla, inferior alveolar,

nervus blok dosisnya 1,0-50 mL dan pemberian Duranest 1.5% sedangkan dengan epinefrin

1:200,000 biasanya sangat efektif.

Manisfestasi kardiovakular biasanya menekan pada karakteristik oleh bradikardi,

pembuluh darah kolaps, dan berbagai macam penyakit cardiac, reaksi alergi merupakan

karakteristik dari lesi cutaneus, urticaria, edema atau reaksi anapilaktik. Reaksi aleri bleh

terjadi dari akibat sensitive dari anastesi lokal, untuk methylparaben pada obat dengan

13

Page 15: anestesi lokal

berbagai macam dosis obat, mengetahui sensifitas pada kulit jika disentuh dan biasanya

double harganya.

RINGKASAN

Anestesi lokal adalah hilangnya sensasi pada bagian tubuh tertentu tanpa kehilangan

kesadaran atau kerusakan fungsi kontrol saraf pusat dan bersifat sementara. Obat anestesi

lokal pertama yang ditemukan pada tahun 1860 oleh Albert Neimann adalah kokain.

Obat anestesi lokal diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu golongan amida

dan ester. Golongan ester dihidrolisis dalam plasma dan hepar oleh enzim kolinesterase dan

diekskresikan melalui ginjal, sedangkan golongan amida dihidrolisis oleh enzim mikrosom

hepar dan diekskresikan melalui ginjal.

Mekanisme kerja obat anestesi lokal adalah melalui hambatan hantaran dan

konduksi impuls saraf. Obat anestesi lokal menghambat kanal natrium dan mencegah

depolarisasi membran sel. Terdapat dua teori tentang cara kerja obat pelali lokal dalam

menghambat kanal natrium, yaitu pertama bekerja melalui reseptor spesifik, dan kedua

terjadi akibat penyempitan kanal natrium.

Efek samping obat anestesi lokal dapat mempengaruhi beberapa organ, misalnya

sistem saraf pusat, kardiovaskuler, otot polos, dan neuromuscular junction, selain dapat

menyebabkan reaksi hipersentivitas dan refleks vasovagal. Teknik anestesi lokal yang

sering digunakan adalah teknik infiltrasi.

14

Page 16: anestesi lokal

DAFTAR PUSTAKA

1. Catterall W, Mackie K. Lokal Anesthetics. Dalam: Goodman & Gilman`s, editor

The Pharmacological Basis of Therapeutics. Edisi ke-9. Milan: Mc Graw-Hill;

2001.h.367-79.

2. Hruza GJ. Anesthesia. Dalam: Bolognia J, Jorizzo JL, Rapini RP, editor.

Dermatology. Toronto: Mosby;2003.h.2233-9.

3. Mardjono M, Sidharta P. Susunan Somestesia. Dalam: Neurologi Klinis Dasar.

Edisi ke-6. Jakarta: Dian Rakyat;1997:h.70-7.

4. Matarasso SL, Glogau RG. Lokal Anesthesia. Dalam: Lask GP, Moy RL, editor.

Principles and Techniques of Cutaneous Surgery. Singapore: Mc Graw-

Hill;1996.h.63-74.

5. Gmyrek R, Ratner D, Butler DF, Albertini JG, Quirk C, Elston DM. Local

Anesthesia and Regional Nerve Block Anesthesia. February 24, 2005. URL

http://www.emedicine.com/emerg/topic383.htm

6. Robinson JK, Hruza GJ. Dermatologic Surgery: Introduction and Approach. Dalam:

Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editor.

Fitzpatrick`s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-6. New York: Mc Graw-

Hill;2003.h.2517-20.

7. Sherwood E, Williams CG, Prough DS. Anesthesiology Principles, Pain

Management, and Conscious Sedation. Dalam: Townsend CM, Beauchamp RD,

Evers BM, Mattox KL. Sabiston Textbook of Surgery. Edisi ke-17. Philadelpia:

Saunders;2004.h.429-30.

8. Whiteside JB, Wildsmith JAW. Lokal Anaesthetics. July 2000. URL

http://www.rcoa.ac.uk/docs/B2 Primary.pdf

9. Skinner IJ. Lokal Anaesthetics and their uses. Dalam: Basic Surgical Skill Manual.

Hong Kong: Mc Graw-Hill;2000.h.171-84.

10. Lawrence CM, Walker NPJ, Telfer NR. Dermatological Surgery. Dalam: Burns T,

Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editor. Rook`s Textbook of Dermatology. Edisi

ke-7. Chambridge : Blackwell Science Ltd;2004.h.78.1-78.10.

15

Page 17: anestesi lokal

11. Albom MJ. Cutaneous Surgery, Including Mohs Surgery. Dalam: Moschella SL,

Hurley HJ. Dermatology. Edisi ke-3. Tokyo: W.B. Saunders Company;

1992.h.2314-8.

12. Usatine RP, Moy RL. Anesthesia. Dalam: Usatine RP, Moy RL, Tobinick EL,

Siegel DM. Skin Surgery a Practical Guide. London: Mosby;1998.h.20-30.

13. Schultz BC, McKinney P. Anesthesia. Dalam: Office Practice of Skin Surgery.

Sydney:W.B. Saunders Company;1985.h.15-22.

14. Chiarello SE. Tumesent Infiltration of Corticosteroid, Lidocaine, and Epinephrine

Into Dermatomes of acute Herpetic Pain or Postherpetic Neuralgia. Arch Dermatol.

1998; 134: 279-81.

16