75
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sampling Kerja 1 Sampling atau dalam bahasa asingnya sering disebut dengan work sampling, Ratio Delay Study, atau Random Observation Method adalah suatu teknik untuk mengadakan sejumlah besar pengamatan terhadap aktivitas kerja dari mesin, proses atau pekerja/operator. Pengukuran kerja dengan metode sampling kerja ini seperti halnya dengan pengukuran dengan pengukuran kerja dengan jam henti (Stopwatch Time Study) diklasifikasikan sebagai pengukuran kerja secara langsung, karena pelaksanaan kegiatan pengukuran secara langsung di tempat kerja yang diteliti. Teknik sampling ini pertama kali digunakan oleh seorang sarjana Inggris bernama L.H.C. Tipper dalam aktivitas penelitiannya di Industri tekstil. Selanjutnya cara atau metoda sampling kerja telah terbukti sangat efektif dan efisien untuk digunakan dalam mengumpulkan informasi mengenai kerja mesin atau operatornya. Dikatakan efektif karena dengan cepat dan mudah cra ini akan dapat dipakai untuk penentuan waktu longgar yang tersedia untuk satu pekerjaan, 1 Sritomo Wignjosoebroto, Ergonomi Studi Gerak Dan Waktu, (Surabaya: PT.Guna Widya, 1995), hlm. 207-208.

antropometri

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ergonomi dan perancangan sistem kerja

Citation preview

Page 1: antropometri

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Sampling Kerja1

Sampling atau dalam bahasa asingnya sering disebut dengan work

sampling, Ratio Delay Study, atau Random Observation Method adalah suatu

teknik untuk mengadakan sejumlah besar pengamatan terhadap aktivitas kerja dari

mesin, proses atau pekerja/operator. Pengukuran kerja dengan metode sampling

kerja ini seperti halnya dengan pengukuran dengan pengukuran kerja dengan jam

henti (Stopwatch Time Study) diklasifikasikan sebagai pengukuran kerja secara

langsung, karena pelaksanaan kegiatan pengukuran secara langsung di tempat

kerja yang diteliti.

Teknik sampling ini pertama kali digunakan oleh seorang sarjana Inggris

bernama L.H.C. Tipper dalam aktivitas penelitiannya di Industri tekstil.

Selanjutnya cara atau metoda sampling kerja telah terbukti sangat efektif dan

efisien untuk digunakan dalam mengumpulkan informasi mengenai kerja mesin

atau operatornya. Dikatakan efektif karena dengan cepat dan mudah cra ini akan

dapat dipakai untuk penentuan waktu longgar yang tersedia untuk satu pekerjaan,

pendayagunaan mesin sebaik-baiknya, dan penetapan waktu baku untuk proses

produksi. Dibandingkan dengan metode kerja yang lain, metoda sampling kerja

akan terasa lebih jauh efisien karena informasi yang dikehendaki akan didapatkan

dalam waktu relatif lebih singkat dan dengan biaya yang tidak terlalu besar.

Secara garis besar metoda sampling kerja ini akan dapat digunakan untuk:

1. Mengukur “ratio delay”dari sejumlah mesin, karyawan/operator, atau fasilitas

kerja lainnya. Sebagai contoh ialah untuk penentuan persentase dari jam atau

hari dimana mesin atau orang benar-benar terlibat dalam aktivitas kerja,dan

persentase dimana sama sekali tidak ada aktivitas kerja, dan persentase

dimana sama sekali tidak ada aktivitas yang dilakukan (menganggur atau idle).

1 Sritomo Wignjosoebroto, Ergonomi Studi Gerak Dan Waktu, (Surabaya: PT.Guna Widya, 1995), hlm. 207-208.

Page 2: antropometri

II-2

2. Menetapkan performance level dari seseorang selama waktu kerjanya

berdasarkan waktu-waktu dimana orang ini bekerja atau tidak bekerja

terutama sekali untuk pekerjaan-pekerjaan manual.

3. Menentukan waktu baku untuk suatu proses/operasi kerja seperti halnya yang

biasa dilaksanakan oleh pengukuran kerja lainnya.

2.1.1. Sampling Pendahuluan2

Disini dilakukan sejumlah kunjungan yang banyaknya ditentukan oleh

pengukur biasanya tidak kurang dari 30. Untuk mudahnya kita ikuti sebuah

contoh sampling pekerjaan untuk menghitung waktu baku penyelesaian suatu

pekerjaan. Katakanlah semua kegiatan-kegiatan yang dilakukan pekerja untuk

menyelesaikan pekerjaan disebut sebagai kegiatan produktif, lainnya

nonproduktif. Selanjutnya dilakukan pengamatan-pengamatan sesaat pada waktu-

waktu yang acak sebanyak 144 kali.

2.1.2. Pengujian Akurasi3

Perhitungan akurasi dilakukan untuk mengetahui berapa persen batas

variasi data yang diperbolehkan. Perhitungan ini dilakukan untuk setiap operator

serta jumlah hari yang sama. Rumus yang digunakan yaitu:

N=4 p(1−p )L2

S=2p √ p(1−p )

NDimana:

L = batas variasi yang diperbolehkan

N = jumlah pengamatan

p = proporsi aktivitas (work atau idle) sebagai persentase N

2 Iftikar Z. Sutalaksana, Teknik Tata Cara Kerja, (Bandung : Institut Teknologi Bandung, 2005), hlm. 158.

3 Khusainuddin, Evaluasi Kecukupan Tenaga Kerja Berdasarkan Beban Kerja, diakses di https://digilib.uin-suka.ac.id/2F8247/2F1/2FBAB/2520I/2C/2520V/2C.pdf, pada tanggal 2 Juni 2015 pukul 19.46

Page 3: antropometri

II-3

2.1.3. Pengujian Keseragaman dan Kecukupan Data4

Peta kontrol atau control chart yang secara umum telah banyak digunakan

dalam statistical quality control dapat pula dipergunakan dalam pelaksanaan

sampling kerja. Dengan menggunakan peta kontrol ini maka kita secara tegas

akan dapat melihat dengan segera kondisi-kondisi kerja yang tidak wajar,

misalnya kondisi disaat mana baru saja terjadi kecelakaan pada lokasi yang

berdekatan yang mana secara psikologis hal ini akan dapat mempengaruhi

aktivitas kerja dari operator yang sedang kita amati. Data yang diperoleh untuk

kondisi yang dianggap tidak wajar ini seharusnya tidak usah dimasukan dalam

proses analisa nantinya. Dalam penggunaan peta kontrol ini data yang diharapkan

dari hasil pengamatan akan ditetapkan dalam sebuah peta kontrol yang

mempunyai batas-batas kontrol sebagai berikut:

p = pi

n = n i

BKA = p + k √ p ( 1 – p )n

BKB = p - k √ p ( 1 – p )n

Keterangan:

pi = Persentase produktif di hari ke-i

ni = Jumlah pengamatan yang dilakukan pada hari ke-i

k = Harga indeks besarnya tergantung pada tingkat kepercayaan

n = Rata-rata jumlah pengamatan keseluruhan

BKA = Batas Kontrol Atas (upper control limit)

BKB = Batas Kontrol Bawah (lower control limit)

Untuk uji kecukupan data digunakan persamaan:

N '=k 2(1−p )

S2 p

p = Persentase produktif

4 Sritomo Wignjosoebroto, Op. Cit. hlm. 212-215.

Page 4: antropometri

II-4

s = Tingkat ketelitian

k = Harga indeks besarnya tergantung tingkat kepercayaan yang diambil

2.1.4. Perhitungan Jumlah Pengamatan yang Diperlukan5

Banyaknya pengamatan yang harus dilakukan dipengaruhi oleh dua faktor

utama yaitu:

1. Tingkat ketelitian dari hasil pengamatan

2. Tingkat keyakinan dari hasil pengamatan

Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil

pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Sedangkan tingkat keyakinan

menunjukkan seberapa besar keyakinan si pengukur bahwa hasil yang diperoleh

memenuhi syarat ketelitian tadi.

Rumus:

Sp = k √p ( 1 – p )N

Dimana :

S = Tingkat ketelitian yang dikehendaki (desimal).

P = Persentase terjadinya kejadian yang diamati (desimal).

N = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling kerja.

K = Harga indeks besarnya tergantung pada tingkat kepercayaan.

Catatan:

Tingkat kepercayaan 68%, harga k = 1

Tingkat kepercayaan 95%, harga k = 2

Tingkat kepercayaan 99%, harga k = 3

Apabila setelah dihitung, ternyata harga N’ lebih kecil daripada harga

sebenarnya, maka pengamatan berhenti karena dianggap telah mencukupi.

Sebaliknya jika harga N’ tersebut lebih besar dari harga sebenarnya, maka

lakukan langkah pengamatan dari awal. Begitu seterusnya dilakukan tahap demi

tahap.

5 Ibid., hlm. 210.

Page 5: antropometri

II-5

2.1.5. Rating Factor dan Allowance6

2.1.5.1.Rating Factor

Rating factor (faktor penyesuaian) dilakukan dengan mengalikan waktu

siklus rata-rata atau waktu elemen rata-rata dengan suatu harga p. besarnya harga

p tentunya sedemikian rupa sehingga hasil perkalian diperoleh mencerminkan

waktu yang sewajarnya atau yang normal. Bila pengukur berpendapat bahwa

operator bekerja di atas normal (terlalu cepat) maka harga p nya akan lebih besar

dari satu (p1), sebaliknya jika operator dipandang bekerja dibawah normal maka

harga p akan lebih kecil dari satu (p). Seandainya pengukur berpendapat bahwa

operator bekerja dengan wajar maka harga p nya sama dengan satu (p=1).

Ada beberapa cara menentukan rating factor antara lain:

1. Cara Persentase

Cara ini merupakan cara yang paling awal digunakan dalam melakukan

penyesuaian. Di sini besarnya faktor penyesuian sepenuhnya ditentukan oleh

pengukur melalui pengamatan selama pengukuran.

2. Cara Shumard

Cara Shumard memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas

performansi kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai tersendiri.

Tabel 2.1. Penyesuaian Menurut Cara Shumard

Kelas Penyesuaian

Superfast 100

Fast + 95

Fast 90

6 Iftikar Z. Sutalaksana, Op. Cit. hlm. 138.

Page 6: antropometri

II-6

Fast – 85

Excellent 80

Good + 75

Good + 75

Good 70

Good – 65

Normal 60

Fair + 55

bvgFair 50

Fair – 45

Poor 40

3. Cara Westinghouse

Cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada empat faktor yang dianggap

mebnentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu

keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi. Setiap faktor terbagi

kedalam kelas-kelas dengan nilainya masing-masing.

Berikut akan ditampilkan contoh perhitungan Rating Factor berdasarkan tabel

Westinghouse pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Nilai Rating Factor dengan Sistem Westinghouse

Faktor Kelas Lambang PenyesuaianKeterampilan Superskill

Excellent

A1A2B1B2

+ 0,15+ 0,13+ 0,11+ 0,08

Page 7: antropometri

II-7

Good

AverageFair

Poor

C1C2DE1E2F1F2

+ 0,06+ 0,03+ 0,00− 0,05− 0,10− 0,16− 0,22

Usaha

Excessive

Excellent

Good

AverageFair

Poor

A1A2B1B2C1C2DE1E2F1F2

+ 0,13+ 0,12+ 0,10+ 0,08+ 0,05+ 0,02+ 0,00− 0,04− 0,08− 0,12− 0,17

Kondisi Kerja

IdealExcellent

GoodAverage

FairPoor

ABCDEF

+ 0,06+ 0,04+ 0,02+ 0,00− 0,03− 0,07

Konsistensi

PerfectExcellent

GoodAverage

FairPoor

ABCDEF

+ 0,04+ 0,03+ 0,01+ 0,00− 0,02− 0,04

Sebagai contoh, apabila diketahui bila waktu rata-rata yang diukur terhadap

suatu elemen kerja adalah 0,50 menit dan Rating Performance operator adalah

memenuhi klasifikasi berikut:

-Excellent Skill (B2) : + 0,08

-Good Effort (C2) : + 0,02

-Good Condition (C) : + 0,02

-Good Consistency (C) : + 0,01+

Page 8: antropometri

II-8

Total : + 0,13

2.1.5.2. Allowance7

Allowance (kelonggaran) diberikan untuk tiga hal yaitu untuk

kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang

tidak terhindarkan.

1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi

Kebutuhan pribadi yang dimaksud disini adalah hal-hal seperti minum

sekadarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap

dengan teman sekerja sekadar untuk menghilangkan ketegangan dalam kerja.

Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti itu

berbeda-beda dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena setiap

pekerjaan mempunyai karakteristik sendiri-sendiri dengan tuntutan yang

berbeda-beda. Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran ini bagi

pekerja pria berbeda dengan pekerja wanita, misalnya untuk pekerjaan-

pekerjaan ringan pada kondisi-kondisi kerja normal, pria membutuhkan 2-

2.5% dan wanita 5% (persentase ini adalah dari waktu normal).

2. Kelonggaran untuk menghilangkan fatique

Rasa lelah tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah

maupun kualitas. Karenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya

kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja

dan mencatat pada saat-saat dimana hasil produksi menurun.

Jika rasa lelah telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan

performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar

dari normal dan ini akan menambah lelah. Bila hal ini terus berlangsung

maka anggota tubuh yang bersangkutan tidak akan dapat melakukan kerja

sama sekali walaupun diinginkan Adapun hal-hal yang diperlukan pekerja

untuk menghilangkan lelah adalah melakukan peregangan otot, pergi keluar

ruangan untuk menghilangkan lelah, dan lain sebagainya.

3. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan yang tak terhindarkan

7 Ibid., hlm. 149.

Page 9: antropometri

II-9

Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari hambatan.

Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang berlebihan dan

menganggur dengan sengaja. Adapula hambatan yang tak dapat dihindarkan

karena berada di luar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya.

Perhitungan kelonggaran untuk hambatan-hambatan yang tak terhindarkan

dilakukan dengan suatu teknik sampling tersendiri karena besarnya hambatan

untuk kejadian semacam ini sangat bervariasi dari suatu pekerjaan ke

pekerjaan lain bahkan satu stasiun kerja ke stasiun kerja lain karena

banyaknya penyebab seperti mesin, kondisi mesin, prosedur kerja, ketelitian

suplai alat, bahan, dan sebagainya.

Beberapa contoh keterlambatan yang tak dapat dihindarkan antara lain:

menerima petunjuk dari pengawas, melakukan penyesuaian mesin, mengasah

peralatan potong, dan lain sebagainya.

Contoh dari perhitungan Allowance dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Perhitungan Allowance

Allowance % Allowance

Kebutuhan Pribadi (Pria) 2

Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique 0

a. Tenaga yang dikeluarkan (Sangat Ringan) 6

b. Sikap kerja (berdiri di atas 2 kaki) 1

c. Gerakan kerja (normal) 0

d. kelelahan mata pandangan yang terputus-putus 3

e. Keadaan temperatur tempat kerja (tinggi) 5

Page 10: antropometri

II-10

Tabel 2.3. Perhitungan Allowance (Lanjutan)

Allowance % Allowance

f. Keadaan atmosfer (kurang baik) 5

g. Keadaan lingkungan (sangat bising) 1

Total 23

Sehingga didapat allowance untuk pekerja sebesar 23%

2.1.6. Penetapan Waktu Baku8

Seperti telah diketahui bahwa studi sampling kerja akan dapat menjawab

beberapa hal antara lain:

a. Presentase/ proporsi antara aktifitas dan idle

b. Penetapan waktu baku kegiatan

Dalam penentuan waktu baku terlebih dahulu diasumsikan performance

rating dari operator yang diukur dan waktu longgar yang ada, sehingga waktu

baku penyelesaian suatu produk dapat dinyatakan dalam rumus berikut;

Wb =waktu total × persen produktif × Rfjumlah konsumen yang dilayani

×100 %

100 %−allowance %

Dimana,

Wb : Waktu baku

Rf : Rating factor

2.2. Produktivitas9

Pada negara-negara berkembang pengertian mengenai produktivitas akan

selalu dikaitkan dan diarahkan pada segala usaha yang dilakukan dengan

menggunakan sumber daya manusia yang ada. Dengan demikian semua gagasan

dan kebijakan yang diambil untuk usaha meningkatkan produktivitas tanpa

dikaitkan dengan penanaman modal atau kapital seperti halnya penerapan proses

mekanisasi/ otomatisasi semua fasilitas produksi dengan tingkat teknologi yang

8 Sritomo Wignjosoebroto, Op. Cit. hlm. 217.9 Ibid., hlm. 1-9.

Page 11: antropometri

II-11

lebih canggih. Produktivitas pada dasarnya akan berkaitan erat pengertiannya

dengan sistem produksi, yaitu sistem dimana faktor-faktor seperti:

1. Tenaga kerja

2. Modal berupa mesin, peralatan kerja, bahan baku, bangunan pabrik, dan lain-

lain.

Secara sederhana produktivitas dapat didefinisikan sebagai perbandingan

(rasio) antara output per inputnya. Dengan diketahuinya nilai (indeks)

produktivitas, maka akan diketahui pula seberapa efisien pula sumber-sumber

input telah berhasil dihemat. Upaya peningkatan produktivitas secara terus

menerus dan menyeluruh merupakan satu hal yang penting tidak saja berlaku bagi

setiap individu pekerja, melainkan juga bagi perusahaan/ industri. Dengan

peningkatan produktivitas maka tanggung jawab manajemen akan terpusat pada

segala upaya dan daya untuk melaksanakan fungsi dan peran dalam kegiatan

produksi, khususnya yang bersangkut paut dengan efisiensi penggunaan sumber-

sumber input. Agar supaya produktivitas bisa meningkat, perlu diupayakan proses

produksi bisa memberikan kontribusi sepenuhnya terhadap kegiatan-kegiatan

produktif yang berkaitan dengan nilai tambah dan justru yang terpenting adalah

berusaha menghindari atau meminimalkan langkah-langkah kegiatan yang tidak

produktif seperti :

1. Banyaknya idle/delay

2. Set up yang terlalu lama

3. Banyaknya loading-unloading

4. Material handling yang tidak tepat. Dan lain-lain.

Seperti yang diketahui produktivitas adalah rasio output per input.

Bilamana output dalam hal ini adalah berupa unit keluaran yang dihasilkan oleh

proses produksi dan semua masukan (input) yang diperlukan dikonversikan dalam

unit satuan moneter (rupiah), maka:

Pi =Total output yang dihasilkan selama periode t (unit)Total input yang dikeluarkan selama periode t (Rp)

Page 12: antropometri

II-12

Dengan formulasi ini, peningkatan produktivitas akan terjadi bilamana

output berhasill naik (bertambah besar) atau tetap dan disisi lain input dalam hal

ini bisa lebih ditekan seminimal mungkin.

Naiknya produktivitas ternyata akan membawa konsekuensi terhadap

penurunan biaya produksi per unitnya, sehingga penurunan biaya produksi dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Ci = Total biaya i n put yang dikeluarkan selama periode t ( Rp )Total biaya out put yang dikeluarkan selama periode t (Rp)

Faktor-faktor yang mempengaruhi usaha peningkatan produktivitas ada

dua yaitu:

1. Faktor teknis yaitu faktor yang berhubungan dengan pemakaian dan

penerapan fasilitas produksi secara lebih baik, metode penerapan kerja yang

lebih baik, penerapan kerja yang lebih efisien dan efektif, dan atau

penggunaan bahan baku yang lebih ekonomis.

2. Faktor manusia yaitu faktor yang mempunyai pengaruh terhadap usaha-usaha

yang dilakukan manusia di dalam menyelesaikan pekerjaan yang menjadi

tugas dan tanggung jawabnya. Disini ada dua hal pokok yang menentukan,

yaitu kemampuan kerja dari pekerja tesebut dan yang lain adalah motivasi

kerja yang merupakan pendorong ke arah kemajuan dan peningkatan prestai

kerja seseorang.

2.3. Teknik Sampling10

Untuk tahap pengumpulan data suatu penilaian, diperlukan proses

sampling terhadap data yang dibutuhkan. Terdapat dua metoda teknik sampling

yang umum digunakan dalam suatu penelitian yaitu metode probablistik dan

metode non probablistik dan metode non probablistik. Dalam suatu survei,

tidaklah selalu perlu untuk meneliti semua individu dalam populasi, karena

disamping memerlukan biaya yang sangat besar juga membutuhkan waktu yang

lama. Dengan meneliti sebagian dari populasi, kita mengharapakan bahwa hasil

yang didapat akan dapat menggambarkan sifat populasi yang bersangkutan. Untuk

10 Rosnani Ginting, Perancangan Produk, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 76.

Page 13: antropometri

II-13

dapat mencapai tujuan ini, maka cara-cara pengambilan sampel harus memenuhi

syarat-syarat tertentu.

Sebuah sampel harus dipilih sedemikian rupa sehingga setiap satu

elementer mempunyai kesempatan dan peluang yang sama untuk dipilih dan

besarnya peluang itu tidak boleh sama dengan nol.

2.4. Tingkat Ketelitian dan Tingkat Kepercayaan11

Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil

pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan

dalam persen. Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan seberapa besar

keyakinan si pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian

tadi. Dinyatakan dalam bentuk persen juga.

Misalnya tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95% memberikan

arti bahwa pengukur membolehkan rata-rata hasil pengukurannya menyimpang

sejauh 10% dari rata-rata sebenarnya, dan kemungkinan berhasil mendapatkan hal

ini adalah 95%.

2.5. Ergonomi 12

Istilah ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu ergon (kerja) dan nomos

(hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia

dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi,

engineering, manajemen dan desain atau perancangan. Ergonomi adalah suatu

cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai

sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja,

sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu

mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman,

sehat, nyaman, dan efisien. Ilmu-ilmu yang mendukung ilmu ergonomi adalah

psikologi, antropologi, faal kerja, biologi, sosiologi, perancangan kerja, dan

fisika. Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan,

11 Iftikar Z. Sutalaksana, Op. Cit. hlm. 135-136.

12 Eko Nurmianto, Op. Cit. hlm. 1-5.

Page 14: antropometri

II-14

keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah dan tempat

rekreasi. Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia,

fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu

menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Ergonomi disebut juga sebagai

human factors dan digunakan oleh berbagai macam ahli atau professional pada

bidangnya misalnya ahli anatomi, arsitektur, perancangan produk industri, fisika,

fisioterapi, terapi kerjaan, psikologi, teknik industri dan lain sebagainya.

Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun

(desain) ataupun rancang ulang (redesign). Hal ini dapat meliputi perangkat keras

seperti perkakas kerja (tools), bangku kerja (benches), kursi, pegangan alat kerja

(workholders), sistem kendali (controls), alat peraga (display), jalan atau lorong

(access ways), pintu (doors), jendela (windows) dan lain-lain. Ergonomi dapat

berperan pula sebagai desain pekerjaan pada suatu organisasi misalnya penentuan

jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal penggantian waktu kerja (shift kerja),

meningkatkan variasi pekerjaan, dan lain-lain. Ergonomi dapat pula berfungsi

sebagai desain perangkat lunak karena dengan semakin banyaknya pekerjaan yang

berkaitan erat dengan komputer. Penyampaian informasi dalam suatu sistem

komputer harus pula diusahakan sesuai dengan kemampuan pemrosesan informasi

oleh manusia.

Istilah ergonomi mulai dicetuskan pada tahun 1949, akan tetapi aktivitas

yang berkenaan dengannya telah bermunculan puluhan tahun sebelumnya.

Beberapa kejadian penting diilustrasikan sebagai berikut:

1. C.T. Thackrah, England, 1831.

Thackrah adalah seorang dokter dari Inggris yang meneruskan pekerjaan dari

seorang Italia bernama Ramazzini, dalam serangkaian kegiatan yang

berhubungan dengan lingkungan kerja yang tidak nyaman yang dirasakan

oleh para operator di tempat kerjanya. Ia mengamati postur tubuh pada saat

bekerja sebagai bagian dari masalah kesehatan. Pada saat itu, Thackrah

mengamati seorang penjahit yang bekerja dengan posisi dan dimensi kursi-

meja yang kurang sesuai secara antropometri, serta pencahayaan yang tidak

ergonomis sehingga mengakibatkan membungkuknya badan dan iritasi indera

Page 15: antropometri

II-15

penglihatan. Disamping itu juga mengamati para pekerja yang berada pada

lingkungan kerja dengan temperatur tinggi, kurangnya ventilasi, jam kerja

yang panjang, dan gerakan kerja yang berulang-ulang (repetitive work).

2. F.W. Taylor, U.S.A., 1898.

Frederick W. Taylor adalah seorang insinyur Amerika yang menerapkan

metode ilmiah untuk menentukan cara yang terbaik dalam melakukan suatu

pekerjaan. Beberapa metodanya merupakan konsep ergonomi dan manajemen

modern.

3. F.B. Gilberth, U.S.A, 1911.

Gilberth juga mengamati dan mengoptimasi metoda kerja, dalam hal ini lebih

mendetail dalam analisa gerakan dibandingkan dengan Taylor. Dalam buku

Motion Study yang diterbitkan pada tahun 1911 ia menunjukkan bagaimana

postur membungkuk dapat diatasi dengan mendesain suatu sistem meja yang

dapat diatur naik-turun (adjustable).

4. Badan Penelitian untuk Kelelahan Industri (Industrial Fatique Research

Board), England, 1918.

Badan ini didirikan sebagai penyelesaian masalah yang terjadi di pabrik

amunisi pada perang dunia pertama. Mereka menunjukkan bagaimana output

setiap harinya meningkat dengan jam kerja per hari-nya yang menurun.

Disamping itu mereka juga mengamati waktu siklus optimum untuk sistem

kerja berulang (repetitive work sistems) dan menyarankan adanya variasi dan

rotasi pekerjaan.

5. E. Mayo dan teman-temannya, U.S.A, 1933.

Elton Mayo seorang warga negara Australia, memulai beberapa studi di suatu

perusahaan listrik yaitu Western Electric Company, Hawthorne, Chicago.

Tujuan studinya adalah untuk mengkuantifikasi pengaruh dari variabel fisik

seperti misalnya pencahayaan dan lamanya waktu istirahat terhadap faktor

efisiensi dari para operator kerja pada unit perakitan.

6. Perang Dunia Kedua, England dan U.S.A.

Masalah operasional yang terjadi pada peralatan militer yang berkembang

secara cepat harus melibatkan sejumlah kelompok interdisiplin ilmu secara

Page 16: antropometri

II-16

bersama-sama sehingga mempercepat perkembangan ergonomi pesawat

terbang. Masalah yang ada pada saat itu adalah penempatan dan identifikasi

untuk pengendali pesawat terbang, efektivitas alat peraga (display), handel

pembuka, ketidak-nyamanan karena terlalu panas atau terlalu dingin, desain

pakaian untuk suasanan kerja yang terlalu panas atau terlalu dingin dan

pengaruhnya pada kinerja operator.

7. Pembentukan Kelompok Ergonomi

Pembentukan Masyarakat Peneliti Ergonomi (the Ergonomis Research

Society) di England pada tahun 1949 melibatkan beberapa professional yang

telah banyak berkecimpung dalam bidang ini. Hal ini menghasilkan jurnal

(majalah ilmiah) pertama dalam bidang ergonomi pada november 1957.

Perkumpulan Ergonomi Internasional (The International Ergonomis

Association) terbentuk pada tahun 1957, dan The Human Factors Society di

Amerika pada tahun yang sama. Di samping itu patut diketahui pula bahwa

konperensi ergonomi Australia yang pertama diselenggarakan pada tahun

1964, dan hal ini mencetus terbentuknya masyarakat ergonomi Australia dan

New Zealand (The Ergonomis Society of Australia and New Zealand).

2.5.1. Tipe-tipe Masalah Ergonomi13

Masalah-masalah ergonomi dapat dikategorikan ke dalam bermacam-

macam grup yang berbeda-beda, bergantung kepada wilayah spesifik dari efek

tubuh seperti :

1. Antropometri

Antropometri berhubungan dengan konflik dimensional antara ruang

geometri fungsional dengan tubuh manusia. Antropometri ini merupakan

pengukuran dari dimensi tubuh secara linear, termasuk berat dan volume.

Jarak jangkauan, tinggi mata saat duduk, dan lainnya. Masalah-masalah

antropometri merupakan manifestasi dari ketidakcocokan antara dimensi ini

13 Edi Kurniyawan, “Usulan Rancangan Fasilitas Kerja Berdasarkan Antropometri pada Bagian Pallet Produk 1500 ml di PT Tirta Sibayakindo” (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2009), hlm. 49.

Page 17: antropometri

II-17

dan desain dari ruang kerja. Pemecahannya adalah memodifikasi desain dan

menyesuaikan kenyamanan.

2.  Cognitive

Masalah kognitif muncul ketika informasi beban kerja yang berlebihan dan

infomasi beban kerja di bawah kebutuhan proses. Keduanya dalam jangka

waktu yang panjang maupun dalam jangka waktu pendek dapat menyebabkan

ketegangan. Pada sisi lain, fungsi ini tidak sepenuhnya berguna untuk

pemeliharaan tingkat optimum. Pemecahannya adalah untuk melengkapkan

fungsi manusia dengan fungsi mesin untuk meningkatkan performansi sebaik

pengembangan pekerjaan.

2. Musculoskeletal

Ketegangan otot dan sistem kerangka termasuk dalam kategori ini. Hal

tersebut dapat menyebabkan insiden kecil atau trauma efek kumulatif.

Pemecahan masalah ini terletak pada penyediaan bantuan performansi kerja

atau mendesain kembali pekerjaan untuk menjaga agar kebutuhannya sesuai

dengan batas kemampuan manusia.

3. Cardiovaskular

Masalah ini terletak pada ketegangan pada sistem sirkulasi, termasuk jantung.

Akibatnya adalah jantung memompakan lebih banyak darah ke otot untuk

memenuhi tingginya permintaan oksigen. Pemecahannya yaitu mendesain

kembali pekerjaan untuk melindungi pekerja dan melakukan rotasi pekerjaan.

4. Psychomotor

Masalah ini terletak pada ketegangan pada sistem psychomotor yang

menegaskan kebutuhan pekerjaan untuk disesuaikan dengan kemampuan

manusia dan menyediakan bantuan performansi pekerjaan.

2.5.2. Tujuan Ergonomi14

Tujuan dari ergonomi adalah mendapatkan suatu pengetahuan yang utuh

tentang permasalahan-permasalahn interaksi antara manusia dengan teknologi

14 Ibid., hlm. 48.

Page 18: antropometri

II-18

produk, sehingga dimungkinkan suatu kondisi yang berfungsi lebih efektif dan

efisien.

Tujuan ergonomi secara lebih spesifik adalah sebagai berikut:

1. Tercapainya disain sistem manusia mesin yang terpadu sehingga efisiensi

kerja bias tercapai.

2. Memperbaiki performansi kerja manusia.

3. Mengurangi energi kerja yang berlebihan.

4. Mengurangi datangnya kelelahan yang terlalu cepat.

2.5.3. Aplikasi Ergonomi15

Ergonomi dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang kehidupan sehari-

hari, contohnya adalah:

1. Perancangan tempat/stasiun kerja yang sesuai dengan karakteristik diri

manusia.

2. Disain peralatan, perkakas dan mesin-mesin yang dipergunakan oleh manusia

sebagai sarana untuk memudahkan segala aktivitasnya.

3. Disain produk-produk yang lebih memudahkan kegiatan, contohnya mobil

yang dilengkapi dengan kursi yang mudah diatur dan disesuaikan dengan

kondisi tubuh manusia.

Penyelidikan terhadap mansia-mesin didasarkan atas suatu kenyataan

bahwa antara manusia dan mesin masing-masing mempunyai kelebihan dan

kekurangan, artinya ada beberapa pekerjaan yang akan lebih baik jika dikerjakan

oleh manusia dan sebaliknya ada beberapa pekerjaan yang lebih baik jika

dikerjakan ole mesin, masing-masing perbedaan tersebut bias saling melengkapi,

dan tugas perancangnganlah untuk menyeimbangkannya.

Ergonomi memerlukan informasi-informasi yang lengkap mengenai

manusia, peralatan dan lingkungan kerja, hal ini dapat diperoleh melalui

penyelidikan-penyelidikan yang dibagi dalam empat kelompok, yaitu:

1. Display

15 Ibid., hlm. 51.

Page 19: antropometri

II-19

Display adalah bagian dari lingkungan yang mengkomunasikan keadaannya

kepada manusia. Informasi yang diberikan menyangkut semua rangsangan

yang bias diterima oleh indera manusia baik langsung maupun tidak langsung.

Display statis adalah display yang memberikan informasi tentang sesuatu yang

tidak bergantung terhadap waktu. Sedangkan display dinamis adalah display

yang menggambarkan perubahan menurut sekala waktu.

2. Penyelidikan tentang hasil kerja manusia dan proses pengendalian.

Dalam hal ini diselidiki tentang aktivitas-aktivitas manusia ketika bekerja dan

mempelajari cara mengukur setiap aktivitas. Penyelidikan ini banyak

berhubungan dengan biomekanika.

3. Penyelidikan tentang tempat kerja

Penelitian ini diarahkan untuk mendapatkan ukuran tempat kerja yang sesuai

dengan ukuran tubuh manusia, dipelajari dalam antropometri.

4. Penyelidikan tentang lingkungan fisik

Lingkungan fisik meliputi ruangan dan fasilitas yang biasa digunakan untuk

manusia serta kondisi lingkungan kerja, yang mempengaruhi rancangan sistem

kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain temperatur, kelembaban,

sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis dab bau-bauan.

2.6. Antropometri

2.6.1. Definisi Antropometri16

Istilah antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan

“metri” yang berarti ukuran. Secara definitif, antropometri dapat dinyatakan

sebagai suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia.

Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dan

sebagainya) berat dan lain-lain yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan

ergonomis dalam memerlukan interaksi manusia.

2.6.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengukuran Antropometri17

16 Sritomo Wignjosoebroto, Op.Cit. hlm. 60-69.17 Ibid.,hlm. 61.

Page 20: antropometri

II-20

Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi

ukuran tubuhnya. Ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh

manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus

memperhatikan faktor-faktor tersebut yang antara lain adalah:

1. Umur

Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar

seiring dengan bertambahnya umur yaitu sejak awal kelahirannya sampai

dengan umur sekitar 20 tahunan. Dari suatu penelitian yang dilakukan oleh

A.F.Roche dan G.H.Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan bahwa laki-

laki akan tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia 21 tahun,

sedangkan wanita 17 tahun. Meskipun ada sekitar 10% yang masih terus

bertambah tinggi sampai usia 23 tahun (laki-laki) dan 21 tahun (wanita).

Setelah itu, tidak akan terjadi lagi pertumbuhan bahkan justru akan cenderung

berubah menjadi penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40

tahunan.

2. Jenis Kelamin (Sex)

Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan

dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul

dan sebagainya.

3. Suku Bangsa (Etnis)

Setiap suku bangsa ataupun kelompok etnik akan memiliki karakteristik fisik

yang akan berbeda satu dengan yang lainnya

4. Posisi Tubuh

Sikap (postur) ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh.

Oleh sebab itu, posisi tubuh standar harus ditetapkan untuk survei pengukuran.

Dalam kaitan dengan posisi tubuh dikenal 2 cara pengukuran yaitu pengukuran

dimensi struktur tubuh dan pengukuran dimensi fungsional tubuh.

2.6.3. Antropometri Statis (Struktural)18

18 Edi Kurniyawan, Op.Cit. hlm. 54.

Page 21: antropometri

II-21

Antropometri statis disebut juga dengan pengukuran dimensi struktur

tubuh. Antropometri statis berhubungan dengan pengukuran keadaan dan cirri-ciri

fisik manusia dalam keadaan diam atau dalam posisi standar dimensi tubuh yang

diukur dengan posisi tetap antara lain berat badan, tinggi tubuh, ukuran kepala,

panjang lengan dan sebagainya.

2.6.4. Antropometri Dinamis (Fungsional)19

Antropometri dinamis disebut juga dengan dimensi fungsional tubuh.

Disini pengukuran dilakukan terhadap dimensi tubuh pada saat berfungsi

melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan yang harus disesuaikan.

2.6.5. Prinsip-prinsip Penggunaan Data Antropometri 20

Data-data hasil pengukuran tubuh manusia atau yang disebut data

antropometri digunakan untuk perancangan peralatan. Oleh karena itu keadaan

dan ciri fisik manusia dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga berbeda satu sama

lainnya, maka terdapat tiga prinsip dalam pemakaian data untuk perancangan,

perbaikan dan pengukueran sistem kerja yaitu:

1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim

Di sini rancangan produk dibuat agar memenuhi 2 sasaran produk, yaitu:

a. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim

dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya.

b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas

dari populasi yang ada).

Agar bisa memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran yang diaplikasikan

ditetapkan dengan cara:

a. Untuk dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk

umumnya didasarkan pada nilai persentil yang terbesar seperti 90-th, 95-th

atau 99-th persentil. Contoh konkrit pada kasus ini bisa dilihat pada

penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat.

19 Ibid., hlm. 54.20 Ibid,. hlm. 67.

Page 22: antropometri

II-22

b. Untuk dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan nilai

persentil yang paling rendah yaitu 1-th, 5-th, 10-th persentil) dari distribusi

data antropometri yang ada. Hal ini diterapkan dalam penetapan jarak

jangkau dari suatu mekanisme kontrol yang harus dioperasikanoleh seorang

pekerja.

2. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan di antar rentang ukuran

tertentu.

Di sini rancangan bisa diubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel

dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh.

Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang

mana dalam hal ini letaknya dapat digeser maju/mundur dari sudut

sandarannya pun dapat berubah-ubah sesuai dengan yang diinginkan. Dalam

kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel, semacam ini maka

data antropometri yang umum diaplikasikan adalah dalam rentang nilai 5-th

sampai 95-th persentil.

3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata.

Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia.

Problem pokok yang dihadapi dalam hal ini juga sedikit sekali mereka yang

berbeda dalam ukuran rata-rata. Di sini produk dirancang dan dibuat untuk

mereka yang berukuran sekitar rata-rata, sedangkan bagi mereka yang memiliki

ukuran ekstrim akan dibuatkan rancangan tersendiri.

2.6.6. Dimensi Tubuh Pengukuran Data Antropometri 21

21 Eko Nurmianto, Op. Cit. hlm. 56.

Page 23: antropometri

II-23

Dimensi tubuh yang diukur pada data antropometri antara lain:

Sumber: Sritomo Wignjosoebroto, Ergonomi Studi Gerak Dan Waktu.

Gambar 2.1. Antropometri Tubuh Manusia yang Diukur Dimensinya

Keterangan :

1. Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai s/d ujung kepala)

2. Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak

3. Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak

4. Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus)

5. Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam

gambar tidak ditunjukan)

6. Tinggi tubuh dalam posisi duduk (dukur dari atas tempat duduk/pantat sampai

dengan kepala)

7. Tinggi mata dalam posisi duduk

8. Tinggi bahu dalam posisi duduk

9. Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus)

10. Tebal atau lebar paha

11. panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan ujung lutut

12. panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari

lutut/betis

13. Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk

Page 24: antropometri

II-24

14. Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan paha

15. Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk)

16. Lebar pinggul/pantat

17. Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak ditunjukan pada

gambar)

18. Lebar perut

19. Panjang siku yang diukur dari siku smpai dengan ujung jari – jari dalam posisi

siku tegak lurus

20. Lebar kepala

21. Panjang tangan diukur dari pergelangan tangan sampai dengan ujung jari

22. Lebar telapak tangan

23. Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar – lebar kesamping kiri –

kanan (tidak ditunjukan dalam gambar)

24. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai

dengan telapak tangan yang terjangkau lurus keatas (vertikal)

25. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti halnya no

24 tetapi dalam posisi duduk (tidak ditunjukan dalam gambar)

26. Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan diukur dari bahu sampai ujung

jari tangan

Gambar 2.2. Data Antropometri Tangan

Keterangan :

1. Panjang tangan yang diukur dari pergelangan tangan sampai ujung jari

Page 25: antropometri

II-25

2. Panjang telapak tangan yang diukur dari pergelangan tangan sampai batas

telapak tangan

3. Panjang ibu jari

4. Panjang jari telunjuk

5. Panjang jari tengah

6. Panjang jari manis

7. Panjang jari kelingking

8. Lebar ibu jari

9. Tebal ibu jari

10. Lebar jari telunjuk

11. Tebal jari telunjuk

12. Lebar telapak tangan dalam keadaan tertutup rapat,

13. Lebar telapak tangan yang diukur sampai ibu jari dalam keadaan tertutup rapat

14. Lebar telapak tangan (minimum)

15. Tebal telapak tangan

16. Tebal telapak tangan yang diukur sampai dengan ibu jari

17. Diameter pegangan (maksimum)

18. Lebar tangan maksimum yang diukur dari ujung ibu jari sampai dengan ujung

jari kelingking dalam keadaan terlentang

19. Lebar fungsional maksimum yang diukur dari ibu jari kejari lain

20. Segi empat minimum yang dapat dilewati telapak tangan

Gambar 2.3. Data Antropometri Kepala

Keterangan :

1. Panjang Kepala

Page 26: antropometri

II-26

2. Lebar kepala

3. Diameter maksimum dari dagu

4. Dagu kepuncak kepala

5. Telinga kepuncak kepala

6. Telinga kebelakang kepala

7. Antara dua telinga

8. Mata kepuncak kepala

9. Mata kebelakang kepala

10. Antara dua pupil kepala

11. Hidung kepuncak kepala

12. Hidung kebelakang kepala

13. Mulut kepuncak kepala

14. Lebar mulut

Gambar 2.4. Data Antropometri Kaki

Keterangan :

1. Panjang telapak kaki yang diukur dari ujung kaki sampai ujung ibu jari kaki

2. Panjang telapak lengan kaki

3. Panjang kaki sampai jari kelingking

4. Lebar kaki

5. Lebar tangkai kaki

6. Tinggi mata kaki

7. Tinggi bagian tengah telapak kaki

Page 27: antropometri

II-27

8. Jarak horizontal tangkai mata kaki

2.6.7. Flowchart dan Langkah-langkah Penilaian Data Antropometri22

Langkah-langkah penilaian data antropometri antara lain:

1. Start.

2. Masukkan nilai data antropometri berupa ukuran dimensi tubuh manusia yang

telah ditentukan anggota tubuh mana yang akan diukur.

3. Pengolahan data antropometri berupa perhitungan rata-rata, nilai maksimum

dan minimum serta standar deviasinya.

4. Uji keseragaman data untuk menentukan apakah ada data yang out of control

yaitu dimana data terletak di luar nilai BKA dan BKB (tidak berada diantara

BKA dan BKB).

5. Uji kecukupan data untuk menentukan apakah jumlah pengamatan yang

dilakukan telah cukup memenuhi.

6. Penetapan prinsip perancangan produk apa yang akan dipakai, dimana terdapat

3 prinsip perancangan yaitu ekstrim, rata-rata dan yang disesuaikan.

7. Nilai persentil yang digunakan tergantung prinsip perancangan mana yang

dipilih.

8. Output/keluaran berupa data yang berada pada wilayah persentil.

9. Stop.

Dari langkah-langkah penilaian data antropometri tersebut maka dapat

dibuat sebuah flowchart yang menggambarkan urutan alirnya yang dapat dilihat

pada Gambar 2.5.

22 Sritomo Wignjosoebroto, Op. Cit. hlm. 65-69.

Page 28: antropometri

II-28

Gambar 2.5. Flowchart Penilaian Data Antropometri

2.6.8. Aplikasi Distribusi Normal dalam Penetapan Data Antropometri23

Data antropometri jelas diperlukan agar supaya rancangan suatu produk

dapat sesuai dengan orang yang akan mengoperasikannya. Ukuran tubuh yang

diperlukan pada hakikatnya tidak sulit diperoleh dari pengukuran secara

individual, seperti halnya yang dijumpai untuk produk yang dibuat berdasarkan

pesanan (job order). Situasi menjadi berubah manakala lebih banyak lagi produk

standar yang harus dibuat untuk dioperasikan oleh banyak orang. Mengingat

ukuran individu akan bervariasi satu dengan populasi yang menjadi target sasaran

produk tersebut maka akan lebih mudah diatasi bilamana perancangan produk

tersebut memiliki fleksibilitas dan sifat “mampu suai” (adjustable) dengan suatu

rentang ukuran tertentu.

Untuk penetapan data antropometri ini, pemakaian distribusi normal akan

umum diterapkan. Dalam statistik, distribusi normal dapat diformulasikan

berdasrkan harga rata-rata (mean) dan simpangan standarnya (standar deviasi) dari

23 Sritomo Wignjosoebroto, Op. Cit. hlm. 65.

Page 29: antropometri

II-29

data yang ada. Dari nilai yang ada tersebut, maka persentil dapat ditetapkan sesuai

dengan tabel probabilitas distribusi normal. Dengan persentil, maka yang

dimaksudkan di sini adalah suatu nilai yang menunjukkan persentase tertentu dari

orang yang memiliki ukuran pada atau di bawah nilai tersebut. Sebagai contoh 95-

th persentil akan menunjukkan 95% populasi akan berada pada atau di bawah

ukuran tersebut, sedangkan 5-th persentil akan menunjukkan 5% populasi akan

berada pada atau di bawah ukuran itu. Dalam antropometri, angka 95-th akan

menggambarkan ukuran manusia yang terbesar dan 5-th persentil sebaliknya

menunjukkan ukuran terkecil.

Gambar 2.6. Kurva Distribusi Normal dengan Persentil 95-th

Pemakaian persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data

antropometri dapat dijelaskan pada Tabel 2.4. seperti berikut ini:

Tabel 2.4. Tabel Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi Normal

Persentil Perhitungan

1-st Xbar – 2,325

2,5-th Xbar – 1,96

5-th Xbar – 1,645

10-th Xbar – 1,28

50-th Xbar

90-th Xbar + 1,28

95-th Xbar + 1,645

97,5-th Xbar + 1,96

99-th Xbar + 2,325

Page 30: antropometri

II-30

2.6.9. Aplikasi Antropometri dalam Perancangan Produk24

Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam

anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya

pada suatu rancangan produk ataupun fasilitas kerja yang akan dibuat. Agar

rancangan suatu produk nantinya bias sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang

akan mengoprasikannya, maka prinsip-prinsip apa yang harus diambil di dalam

aplikasi data antropometri tersebut.

Setiap desain produk, baik produk yang sederhana maupun produk yang

sangat kompleks dan harus berpedoman kepada antropometri pemakainya.

Menurut Annis dan McConville (1996) membagi aplikasi ergonomi dalam

kaitannya dengan antropometri menjadi dua divisi utama, yaitu:

1. Ergonomi berhadapan dengan tenaga kerja, mesin beserta sarana pendukung

lainnya dan lingkungan kerja.

2. Ergonomi berhadapan dengan karakteristik produk pabrik berhubungan dengan

konsumen atau pemakai produk.

Dalam menentukan ukuran stasiun kerja, alat kerja dan produk pendukung

lainnya, data antropometri tenaga kerja memegang peranan penting. Menurut

Sutarman bahwa dengan mengetahui ukuran antropometri tenaga kerja akan dapat

dibuat suatu desain alat kerja yang sepadan bagi tenaga kerja yang akan

menggunakan dengan harapan dapat menciptakan kenyamanan, kesehatan,

keselamatan dan estetika kerja.

Dalam setiap perancangan peralatan dan stasiun kerja, keterbatasan

manusia harus selalu diperhitungkan, di samping kemampuan dan kebolehannya.

Mengingat bahwa setiap manusia berbeda satu dengan yang lainnya, maka

aplikasi data antropometri dalam desain produk dapat meliputi:

1. Desain orang ekstrim (data terkecil atau terbesar)

Contoh: Letak tombol-tombol operasional dan kontrol panel pada mesin yang

didesain berdasarkan ukuran jangkauan tangan tertinggi.

2. Desain untuk orang per orang

24 Ibid., hlm. 67.

Page 31: antropometri

II-31

Contoh: perancangan produk pakaian berdasarkan dimensi tubuh amsing-

masing individu.

3. Desain untuk kisaran yang dapat diatur (adjustable range) dengan

menggunakan persentil 5 dan persentil 95 dari populasi.

Contoh: Perancangan kursi mobil yang dapat digeser maju/ mundur dan sudut

sandarannya dapat diatur sedemikian rupa.

2.7. Statistik 25

Metode statistik adalah prosedur-prosedur yang digunakan dalam

pengumpulan, penyajian, analisis dan penafsiran data. Maka metode-metode

tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu statistik deskriptif dan

inferensia statistik.

2.7.1. Statistik Deskriptif 26

Statistik deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan

pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi

yang berguna.

Perlu kiranya dimengerti bahwa statistik deskriptif memberikan informasi

hanya mengenai data yang dipunyai dan sama sekali tidak menarik inferensia atau

kesimpulan apapun tentang gugus data induknya yang lebih besar. Penyusunan

table, diagram, grafik dan besaran-besaran lain di majalah dan koran-koran

termasuk dalam kategori statistik deskriptif.

2.7.2. Statistik Nonparametrik27

Uji nonparamterik telah mendapat perhatian di tahun-tahun terakhir ini

karena beberapa alasan. Pertama, perhitungan yang diperlukan sederhana dan

dapat dikerjakan dengan cepat. Kedua, datanya tidak harus merupakan

pengukuran kuantitatif, tetapi dapat berupa respon yang kualitatif. Ketiga, uji-

25 Ronald E. Walpole, Pengantar Statistik, (Jakarta: Gramedia, 1995), hlm. 2.26 Ibid., hlm. 2.27 Ibid., hlm. 428.

Page 32: antropometri

II-32

ujinya disertai dengan asumsi-asumsi yang jauh tidak mengikat dibandingkan

dengan uji parametrik.

2.7.3. Uji Keseragaman Data28

Tes keseragaman data secara visual dilakukan secara sederhana, mudah

dan cepat. Disini kita hanya sekedar melihat data yang terkumpul dan seterusnya

mengidentifikasikan data yang terlalu “ekstrim”. Yang dimaksudkan dengan data

ekstrim disini ialah data yang terlalu besar atau terlalu kecil dan jauh menyimpang

dari tren rata-ratanya. Data yang terlalu ekstrim ini sewajarnya kita buang jauh-

jauh dan tidak dimasukkan dalam perhitungan selanjutnya. Langkah pertama

dalam uji keseragaman data yaitu menghitung besarnya rata-rata dari setiap hasil

pengamatan, dengan persamaan berikut:

¿∑ X i

n

: Rata-rata data hasil pengamatan

X : Data hasil pengukuran

Langkah kedua adalah menghitung deviasi standar dengan persamaan berikut:

S=√∑ ¿¿¿¿¿

: Standar deviasi dari populasi

N : Banyaknya jumlah sampel pengamatan

X : Data hasil pengukuran

Langkah ketiga adalah menentukan batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol

bawah (BKB) yang digunakan sebagai pembatas dibuangnya data ekstrim dengan

menggunakan persamaan-persamaan berikut:

BKA = X + ks

BKB = X - ks

28 Wahyu Adi Nugroho, Perancangan Ulang Alat Pengupas Kacang, diakses di http://etd.eprints.ums.ac.id/1867/2/D600020182.pdf, diakses pada tanggal 1 Juni 2015 pada pukul 21.40.

Page 33: antropometri

II-33

Dimana:

X : Rata-rata data hasil pengamatan

σ : Standar deviasi dari populasi

k : Koefisien indeks tingkat kepercayaan, yaitu:

Tingkat kepercayaan 0% - 68% harga k adalah 1.

Tingkat kepercayaan 69% - 95% harga k adalah 2.

Tingkat kepercayaan 96% - 100% harga k adalah 3.

2.7.4. Uji Kecukupan Data29

Uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui apakah jumlah data yang

diperoleh telah memenuhi jumlah pengamatan yang dibutuhkan dalam

pengukuran sesuai dengan tingkat ketelitian yang diinginkan. Uji kecukupan data

dilakukan untuk menentukan jumlah data yang dibutuhkan sesuai dengan

ketelitian yang diinginkan. Data dikatakan cukup apabila N’ < N. Rumus yang

dipakai untuk melakukan uji kecukupan data adalah sebagai berikut:

N '=( k / s .√n .(∑ ( xi2)−(∑ x i )

2)

∑ x i)2

Dimana:

N’ = jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan

s = tingkat kepercayaan

k = konstanta

x = waktu pengamatan

n = jumlah pengamatan yang telah dilakukan

Jika jumlah data pengamatan yang diperlukan yang didapat dari uji

kecukupan data lebih besar daripada jumlah data pengamatan yang diperoleh

maka perlu dilakukan pengambilan data kembali hingga jumlah data pengamatan

yang diperlukan lebih kecil atau sama dengan jumlah data pengamatan yang

diperoleh.29 Adi Kencana, Merancang Alat Bantu dalam Memahat Permata, diakses di

http://thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2010-2-00463-TI%20BAB%202.pdf, diakses pada tanggal 1 Juni 2015 pada pukul 21.50.

Page 34: antropometri

II-34

2.7.5. Perhitungan Rata-rata (Mean)30

Perhitungan rata-rata (mean) berbeda antara rata-rata untuk jenis data

berkelompok dan data tak berkelompok. Yang dimaksud dengan data

berkelompok atau bergolong adalah data yang telah digolongkan dalam distribusi

frekuensi. Sedangkan data tak berkelompok adalah data tunggal atau data yang

tidak dikelompokan dalam distribusi frekuensi. Perhitungan Frekuensi data tak

berkelompok, biasanya setiap data mewakili data tersebut secara tunggal.

1. Rata-rata untuk data tunggal

Menghitung rata-rata untuk data tak berkelompok menggunakan formula

sederhana sebagai berikut :

Keterangan ;

: rata-rata (mean) variabel X

∑ X i : penjumlahan unsur pada variabel X

n : jumlah subjek

2. Rata-rata untuk data berkelompok

Perhitungan rata-rata untuk data berkelompok menggunakan rumus sebagai

berikut :

: Rata-rata

∑ X i : Nilai-nilai pengamatan yang diwakili dengan nilai tengah kelas

fi : Frekuensi relatih tiap kelas interval

n : Jumlah subjek

30 Sarah Hanifah, Pengukuran Gejala Pusat, diakses di http://statistikapendidikan.com/ wpcontent/.../MEAN-MEDIAN-MODUS.pdf, diakses pada tanggal 3 Juni 2015 pada pukul 22.00.

Page 35: antropometri

II-35

2.7.6. Standar Deviasi31

Standar deviasi adalah suatu nilai yang menunjukkan tingkat atau derajat

variasi kelompok data atau ukuran standar penyimpangan dari mean atau

reratanya.

Untuk sampel :

s = √∑ ( X i − X )2

n − 1

Untuk populasi :

σ = √∑( X i − X )2

N

Keterangan :

σ = Standar deviasi untuk populasi

X = Nilai rata-rata

Xi = Nilai data

n = Jumlah data

N = Jumlah populasi

S = Standar deviasi untuk sampel

2.7.7. Nilai Maksimum, Nilai Minimum dan Range32

Range atau nilai jarak adalah selisih nilai-nilai ekstrem yang terdapat

dalam kumpulan data atau dengan kata lain selisih nilai tertinggi (maksimum)

dengan nilai terendah (minimum) dalam kumpulan data.

R=Xmaks−Xmin

Xmaks = nilai maksimum (terbesar)

Xmin = nilai minimum (terkecil)

2.7.8 Median dan Modus33

31 Nepa, Ukuran Simpangan, diakses di http://stiemj.ac.id/statistik1/RUMUS_ SIMPANGAN.pdf, diakses pada tanggal 3 Juni 2015 pada pukul 22.10.

32 Sahibul Munir, Statisktik I (Deskriptif), diakses di http://kk.mercubuana.ac.id/elearning/files.../ 11002-5-812938918915.pdf, diakses pada tanggal 3 Juni 2015 pada pukul 22.10.

33 Sarah Hanifah, Op. Cit. hlm. 5-14.

Page 36: antropometri

II-36

Median adalah nilai yang persis berada di tengah jika suatu angkatan data

diurutkan dari nilai terkecil / terendah sampai terbesar / tertinggi atau sebaliknya.

Perhitungan median juga menggunakan teknik yang berbeda antara data tak

berkelompok dengan data berkelompok atau bergolong. Modus dapat dibatasi

sebagai nilai yang sering muncul atau suatu kelompok nilai yang memiliki

frekuensi relatif terbesar. Perhitungan modus juga berbeda antara data tak

berkelompok / tak bergolong dan data berkelompok / bergolong.

2.8. Uji Normal dengan Kolmogorov-smirnov Test

2.8.1. Perhitungan dengan Cara Manual34

Prinsip dari uji Kolmogorov-Smirnov ialah menghitung selisih absolute

antara frekuensi kumulatif sampel [Fa(x)] dan fungsi distribusi frekuensi

kumulatif teoritis [Fe(x)] pada masing-masing interval kelas. Hipotesa yang diuji

dinyatakan sebagai berikut (dua sisi).

Ho : F(x)=Fe(x) untuk semua x dari -∞ sampai +∞

Hi : F(x) ≠ Fe(x) untuk paling sedikit sebuah x

Dengan F(x) ialah fungsi distribusi frekuensi kumulatif populasi

pengamatan. Statistic uji Kolmogorov-Smirnov merupakan selisih absolute

terbesar antara Fa(x) dari Fe(x), yang disebut deviasi maksimum (D). dengan

rumus sebagai berikut:

D = | Fa(x)- Fe(x)| maks

Nilai D kemudian dibandingkan dengan nilai kritis pada tabel distibusi

pencuplikan, pada ukuran sampel (n) dan tingkat kemaknaan (α). Ho ditolak bila

nilai teramati maksimum (D) lebih besaratau sama dengan nilai kritis (D)

maksimum. Dengan penolakan Ho berarti nilai distribusi teramati dan distribusi

teoritis berbeda secara bermakna. Perbedaan-perbedaan yang tampak hanya

disebabkan variasi pencuplikan (sampling variation).

2.8.2. Perhitungan dengan Menggunakan Software SPSS35

34 Edi Kurniyawan, Op. Cit. hlm. 106-109.35 Bhina Patria, Uji Normalitas, diakses di https://labkomfmipa.files.wordpress.com/

2008/08/uji_normalitas.pdf, diakses pada tanggal 3 Juni 2015 pada pukul 23.20.

Page 37: antropometri

II-37

Pengujian normalitas dengan menggunakan Program SPSS dilakukan

dengan menu analyze, kemudian klik pada nonparametric test, lalu klik pada 1-

Sample K-S. K-S itu singkatan dari Kolmogorov-Smirnov. Maka akan muncul

kotak One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Data yang akan diuji terletak di kiri

dan pindahkan ke kanan dengan tanda panah. Lalu tekan OK saja. Pada output,

lihat pada baris paling bawah dan paling kanan yang berisi Asymp.Sig.(2-tailed).

Lalu intepretasinya adalah bahwa jika nilainya di atas 0,05 maka distribusi data

dinyatakan memenuhi asumsi normalitas, dan jika nilainya di bawah 0,05 maka

diinterpretasikan sebagai tidak normal.

Untuk mengetahui apakah data yang kita miliki normal atau tidak, secara kasat

mata dapat dilihat dari histogram data tersebut, apakah membentuk kurva normal

atau tidak. Untuk mendapatkan histogram dengan dilengkapi garis distribusi

normal, dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Buka data yang ingin diuji, sebagai contoh digunakan data dari sebuah skala

optimisme hidup.

2. Klik [Graphs]>[Histogram] akan muncul kotak dialog histogram.

Gambar 2.7. Kotak Dialog Histogram

3. Input variabel yang ingin diketahui histogramnya dalam form variable dengan

cara meng-klik variabel tersebut pada jendela kiri kemudian klik

4. Klik pada pilihan display normal curve kemudian klik ok.

Page 38: antropometri

II-38

Hasilnya akan terlihat pada Gambar 2.8 di bawah ini. Cara ini merupakan

cara yang subyektif. Tentu saja sulit menentukan apakah data tersebut

berdistribusi normal atau tidak, hanya dengan mengamati histogramnya.

Gambar 2.8. Histogram Data Optimisme Hidup

Untuk mengatasi subjektivitas yang tinggi tersebut, maka diciptakanlah

metode analisis untuk mengetahui kenormalan distribusi suatu data yaitu tes

Kolmogorov-Smirnov. Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:

1. Buka data kemudian klik [Analyze]>[Descriptive Statistics]>[Explorers],

akan muncul kotak dialog explorer.

2. Masukkan variabel yang akan dianalisis (sebagai contoh, data optimisme

hidup) pada form dependent list dengan cara klik variabel Optimisme Hidup

pada jendela kiri kemudian klik tombol yang ada di sebelah kiri form

dependent list.

3. Klik tombol [Plots] maka akan muncul kotak dialog explore: plots.

4. Klik pada pilihan normality plots with test. Sedangkan pada pilihan lainnya

biarkan dalam keadaan default SPSS. Selanjutnya klik [Continue] kemudian

[Ok].

Hasil analisis terdiri dari beberapa bagian tetapi yang terpenting adalah pada tabel

Test of Normality seperti terlihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Tabel Test of Normality

Page 39: antropometri

II-39

Ada juga peneliti yang menggunakan menu analisis nonparametric test

untuk melakukan tes Kolmogorov-Smirnov. Pertimbangannya adalah karena

belum mengetahui apakah data yang dianalisis tersebut data parametrik atau

bukan maka diasumsikan bahwa data tersebut merupakan data nonparametrik.

Karena diasumsikan berupa data nonparametrik, maka analisis yang dilakukan

adalah analisis nonparametrik. Langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Buka data kemudian klik [Analyze] >[Non Parametric Test]>[1-Sample K-S]

sehingga muncul kotak dialog One-Sample Kolmogorov-Smirnov.

Gambar 2.9. Kotak Dialog One-Sample Kolmogorov-Smirnov

2. Masukkan variabel yang akan dites ke jendela test variable list.

3. Klik pada pilihan Normal pada field Table Distribution kemudian klik ok.

Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Hasil Uji Kenormalan dengan Kolmogorov-Smirnov Test

Page 40: antropometri

II-40

Menggunakan Software SPSS

2.9. Aplikasi Ergonomi Pada Perancangan Meja Batik Untuk

Meningkatkan Produktivitas Dan Mengurangi Keluhan Pembatik di

Sentra Industri Batik Tulis Tegal36

2.9.1. Pendahuluan

Studi pendahuluan pada industri batik di Kalinyamat Wetan Kota Tegal

terhadap 10 orang pembatik dengan posisi duduk di atas dingklik adalah : 50 %

merasakan sakit pada leher bagian atas, pinggang, lengan bawah kiri, lutut kanan;

40% merasakan sakit pada pantat, tangan kanan, paha kanan, lutut kiri dan betis

kiri; 50% agak sakit pada leher bagian bawah, lengan atas kanan, bokong, pantat,

lengan bawah kanan, tangan kanan, paha kiri, kaki kiri. Hasil kelelahan secara

umum penelitian pendahuluan terhadap 10 orang pembatik dengan posisi duduk

di atas dingklik adalah 69% disebabkan karena pelemahan kegiatan, 58%

pelemahan motivasi dan 61% pelemahan fisik. Atas dasar hasil penelitian

pendahuluan, maka peneliti mencoba untuk merancang peralatan (meja dan kursi)

untuk melukis/nyanting (sebagai alat alternatif) menggunakan antropometri

ergonomi. Peneliti berharap dengan rancangan gawangan baru akanmenyebabkan

posisi pekerja duduk di atas kursi sehingga mengurangi keluhan. Peneliti juga

akan menguji terhadap tingkat Keluhan Musculoskeletal dan Kelelahan setelah

dilakukan perancangan alat alternatif tersebut. Suma’mur (1992) menyatakan

36 Siswiyanti dan luthfianto Taufik (2014). Aplikasi Ergonomi Pada Perancangan Meja Batik untuk Meningkatkan Produktifitas dan Mengurangi Keluhan Pembatik di Sentra Industri Batik Tulis Tegal. Diakses dari http:// repository. akprind. ac. Id /sites/files/%20siswiyanti.pdf.

Page 41: antropometri

II-41

bahwa penerapan ergonomi ke dalam sistem kerja telah terbukti mampu

meningkatkan produktivitas, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan kerja.

2.9.2. Tinjauan Pustaka

Grandjean (1993) berpendapat bahwa bekerja dnegan posisi duduk

mempunyai keuntungan antara lain: pembebanan pada kaki, pemakaian energi dan

keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi. Namun demikian kerja duduk

terlalu lama dapat menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan

melengkung sehingga cepat lelah. Sedangkan Clark (1996) menyatakan bahwa

desai stasiun kerja dengan posisi duduk mempunyai derajat stabilitas tubuh yang

tinggi, mengurangi kelelahan dan keluhan subjektif bila bekerja lebih dari 2 jam.

Disamping itu tenaga kerja juga dapat mengendalikan kaki untuk melakukan

gerakan. Pulat (1992) memberikan pertimbangan tentang pekerjaan yang paling

baik dilakukan dengan posisi duduk adalah sebagai berikut:

a. pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki

b. pekerjaan utama adalah menulis atau memerlukan ketelitian pada tangan

c. tidak diperlukan tenaga dorong yang besar

d. objek yang dipegang tidak memerlukan tenaga bekerja pada ketinggian lebih

dari 15 cm dari landasan kerja

e. diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi

f. pekerja dilakukan pada waktu yang lama

g. seluruh objek yang dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan dengan

posisi duduk.

2.9.3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pedoman pengukuran ergonomi data

antropometri, yang diukur dari dimensi tubuh manusia (posisi duduk tegak dan

posisi duduk samping). Pengukuran dimensi perancangan juga isesuaikan dengan

alat dan bahan yang digunakan oleh pembatik pada posisi nyanting / melukis

dengan cairan lilin. Subjek penelitian adalah 20 orang pembatik perempuan yang

ada di Kelurahan Kalinyamat Wetan RT 05/ Rw 01, Kecamatan Tegal Selatan,

Page 42: antropometri

II-42

Kota Tegal , yang dipilih berdasarkan teknik random sampling sederhana (Nazir,

2009). Analisis deskriptif pada subjek dilakukan dengan menghitung rerata dan

simpang baku untuk masing-masing kriteria yaitu usia, tinggi badan, berat badan,

dan pengalaman kerja. Hasil dimensi tubuh dengan pengukuran antropometri

akan dianalisis menggunakan: BMI (Body Mass Index), uji keseragaman data,

standar deviasi, Uji Kecukupan data, Pengukuran Percentil, dan uji kenormalan

data (Wignjosoebroto, S., 1992). Penelitian ini menggunakan rancangan

eksperimen sama subjek, yaitu rancangan yang observasi variabel dilakukan

beberapa kali, yang subyek kontrolnya sekaligus juga berlaku sebagai subyek

eksperimen (Pratiknya, 1993). Bagan rancangan penelitian sebagai berikut :

Gambar 2.10. Rancangan Penelitian

Keterangan :

O1 = Pengukuran kelelahan, keluhan muskuloskeletal, dan denyut nadi

sebelum bekerja pada kelompok kontrol dengan menggunakan gawangan-

dingklik

O2 = Pengukuran kelelahan, keluhan muskuloskeletal, denyut nadi dan

produktivitas setelah bekerja pada kelompok kontrol dengan menggunakan

gawangan –dingklik

WO= Washing Out (waktu istirahat untuk menghilangkan efek perlakuan

sebelumnya agar tidak meninggalkan efek/respon) selama 1 hari.

O3 = Pengukuran kelelahan, keluhan muskuloskeletal, dan denyut nadi sebelum

bekerja pada kelompok eksperimen dengan menggunakan meja-kursi

hasil perancangan ulang.

O4 = Pengukuran kelelahan, keluhan muskuloskeletal, denyut nadi dan

produktivitas sesudah bekerja pada kelompok eksperimen dengan

menggunakan meja-kursi hasil perancangan ulang.

2.9.4. Metode dan Analisis Data

Page 43: antropometri

II-43

Pengukuran keluhan Musculoskeletal dengan NIOSH Nordic Body Map

Subjective Filling, pengukuran rasa lelah dengan 30 item Self Rating

Questionnaire Industrial Fatique Research Committee dari Japan Association Of

Industrial Healt, pengukuran denyut nadi dengan bantuan stop watch , dan

meteran logam untuk mengukur peralatan kerja. Data hasil kuesioner diolah

dengan bantuan program Statistical Program for Social Science (SPSS) Versi 16

for windows. Analisis data dibagi dalam tiga bagian yaitu analisis deskriptif, uji

normalitas, dan uji beda.

1. Analisis kuantitatif menghitung rerata dan simpang baku untuk masing-

masing kriteria yaitu usia, tinggi badan dan berat badan.

2. Uji normalitas : menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov (dengan tingkat

kemaknaan α = 0,05)

3. Uji beda : menggunakan uji beda dua kelompok berpasangan dengan taraf

signifikansi (α=0.05).

Jika data berdistribusi normal, maka digunakan uji t berpasangan. Jika

data tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji Wilcoxon.

2.9.5. Pembahasan

2.9.5.1.Karakteristik Subjek

Subjek penelitian yaitu pembatik dengan jumlah 20 orang wanita.

Diskripsi subjek ditunjukkan dalam Tabel 2.7 menyatakan bahwa usia subjek

didapat rerata 37,55 th ± 9,10 th dengan rentangan 20-55 tahun. Tinggi badan

subjek didapat rerata 1,51 m ± 0,08 m dengan rentangan 1,40-1,71 m. Berat badan

subjek didapat rerata 54,25 kg ± 8,93 kg dengan rentangan 10-72 kg. Pengalaman

kerja subjek didapat rerata 11,40 th ± 9,72 th dengan rentangan 2-40 tahun.

Page 44: antropometri

II-44

Tabel 2.7. Deskripsi Subjek

Aspek Wanita

Rerata Simpangan Baku Rentangan

Usia (tahun) 37,55 9,10 20-55

Tinggi badan (m) 1,51 0,08 1,40-1,71

Berat badan (kg) 54,25 8,93 10-72

Pengalaman kerja (tahun) 11,40 9,72 2-40

2.9.5.2.Desain Kursi Batik

Perancangan kursi batik yang digunakan untuk aktivitas membatik

(nyanting) menggunakan antropometri dimensi tubuh yang meliputi dimensi: TPO

(tinggi poplitel atau tinggi lutut duduk), PP (pantat popliteal), LP ( lebar panggul),

TBD (tinggi bahu pada posisi duduk, LB (lebar bahu), LS (lebar sandaran).

Penerapan data antropometri dilakukan jika tersedia nilai mean (rata-rata) dan SD

(standar deviasi) nya dari suatu distribusi normal. Adapun distribusi normal

ditandai dengan adanya nilai mean (rata-rata) dan SD (standar deviasi).

Sedangkan percentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa persentas tertentu

dari kelompok orang yang dimensinya sama dengan atau lebih rendah dari nilai

tersebut. Dibawah ini adalah Tabel 2.8 yang berisi hasil uji kecukupan data, uji

keseragaman data serta Percentil untuk perancangan kursi.

Tabel 2.8. Hasil Uji Kecukupan Data, Uji Keseragaman Data Serta Percentil

Untuk Perancangan Kursi

Dari nilai uji kecukupan data maka semua data antropometri dimensi

tubuh manusia yang digunakan untuk merancang memiliki nilai uji kecukupan

data memenuhi syarat (N’ ≤ N), Sedangkan untuk keseragaman semua data

Page 45: antropometri

II-45

dimensi tubuh sudah seragam atau masuk dalam batas kontrol bawah (BKB) dan

batas kontrol atas (BKA). Nilai percentil yang digunakan pada perancangan tinggi

kursi meliputi P5, P50 dan P95. Selanjutnya dari nilai percentil akan ditambahkan

dengan nilai allowance (kelonggaran) sehingga menjadi dasar untuk pengukuran.

Hasil pengukuran menggunakan antropometri dimensi tubuh pembatik

menunjukkan bahwa untuk merancang ketinggian kursi menggunakan dimensi

tinggi popliteal (TPO) dengan percentil (P50) yaitu (40 cm). berdasarkan

Prinsip-prinsip umum desain kursi menurut. Ukuran dan bentuk dasar dari

beberapa kursi harus ditentukan dengan pertimbangan-pertimbangan ukuran

Antropometri. Tinggi kursi harus tidak terlalu tinggi dari popliteal pemakai

berdasarkan prinsip, sedangkan untuk merancang kedalam tempat duduk dari

dimensi (PP) percentile (P50) yaitu (40 cm). Lebar kursi (LB) yaitu percentile

(P5) dengan nilai 36 cm, Tinggi sandaran duduk (TBD) percentile (P5) ukuran

( 40 cm), panjang sandaran (LB) persentil (P50) ukuran (40 cm) dan lebar

sandaran dimensi (LS) percentile (P50) nilai (18 cm). Gambar 2.11 dibawah ini

merupakan rancangan kursi batik sesuai dengan antropometri dimensi pembatik.

Gambar 2.11. Rancangan Kursi Batik Sesuai Dengan Antropometri Dimensi

Pembatik

Page 46: antropometri

II-46

2.9.6. Uji Normalitas Terhadap Dimensi Tubuh

Uji Normalitas untuk menguji data dimensi tubuh dan bertujuan untuk

mengetahui apakah sampel berasal dari populasi dengan sebaran distribusi

normal. Uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov ditunjukkan pada

Tabel 2.9.

Tabel 2.9. Rerata, Simpang Baku Dan Uji Normalitas Terhadap Dimensi

Tubuh Desain Kursi

p = nilai probabilitas

Berdasarkan perhitungan, didapat nilai p pada seluruh aspek lebih besar

dari pada 0.05 ( p > 0,05 ) dengan demikian semua data berdistribusi normal.

2.9.7. Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan sementara sebagai berikut:

a. Meja batik didesain secara ergonomi mempertimbangkan desain kursi dan

pelindung kompor.

b. Meja batik memiliki desain yang bisa diatur ketinggian dan kemiringannya

mencapai 700 serta bisa diputar sehinga memudahkan dalam proses

menyanting.

c. Aplikasi Ergonomi pada Perancangan Meja Batik memberikan penurunan

tingkat keluhan muskuloskeletal sebesar 20,83 %, memberikan penurunan

keluhan kelelahan sebesar 20,18 %.

d. Aplikasi Ergonomi pada Perancangan Meja Batik memberikan peningkatan

produktivitas sebesar 36,36 %.

Page 47: antropometri

II-47

2.10. Kajian Penerapan Harga Satuan SNI dan Harga Satuan Jadi di Kota

Manado37

2.10.1. Pendahuluan

Sebagai Ibu Kota Provinsi Sulawesi Utara, Kota Manado terus mengalami

perkembangan. Perkembangan ini ditunjang dengan berbagai aspek, salah satunya

aspek pelaksanaan proyek konstruksi pembangunan. Dalam pelaksanaan suatu

proyek konstruksi dibutuhkan perencanaan dan pengendalian anggaran biaya.

Diperlukan perhitungan yang terperinci dan jelas tentang banyaknya bahan atau

tenaga kerja yang dibutuhkan. Dalam suatu kegiatan usaha pastilah bertujuan

untuk memperoleh keuntungan. Maka, dalam setiap kesempatan dapat

dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan bagi perusahaan tanpa

mengorbankan mutu dari hasil pekerjaan yang dilaksanakan. Karena itu, dalam

perhitungan anggaran biaya konstruksi diperlukan perdoman/standar. Salah

satunya adalah SNI (Standard Nasional Indonesia). Pedoman lainnya adalah

BOW (Burgelijke Openbare Werken), akan tetapi BOW sudah jarang digunakan

karena dianggap kurang sesuai dengan keadaan sekarang ini. Sedangkan harga

satuan jadi lapangan adalah realisasi harga satuan yang terjadi pada waktu

pelaksanaan di lapangan. Analisa SNI dan Harga Satuan Jadi Lapangan di

gunakan sesuai dengan kepentingannya, yang digunakan sebagai dasar untuk

suatu penawaran maupun sebagai dasar pelaksanaan pekerjaan di lapangan.

Penggunaan kedua model ini dilakukan dengan dasar pertimbangan adanya suatu

kenyataan berbeda antara patokan indeks tenaga kerja dalam perhitungan analisa

harga satuan jadi SNI (penawaran) dengan penggunaan tenaga kerja dalam

pelaksanaan kegiatan dilapangan menurut patokan analisa harga satuan jadi

lapangan dalam bentuk upah harian atau borongan. Melihat hal tersebut diatas,

maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Kajian Penerapan

Harga Satuan SNI dan Harga Satuan Jadi di Kota Manado”.

37 Adelia Lazanda, dkk. (2014). Kajian Penerapan Harga Satuan SNI dan Harga Satuan Jadi di Kota Manado. Diakses dari http://portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewissue&journal =2013&issue.jurnal%20sipil%20 statik.pdf.

Page 48: antropometri

II-48

2.10.2. Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana

mendapatkan besar selisih harga satuan pekerjaan antara SNI dan harga satuan

jadi berdasarkan uji petik pekerjaan.

2.10.3. Landasan Teori

Analisa Harga Satuan Analisa harga adalah suatu perumusan untuk

menentukan harga setiap jenis pekerjaan yang direncanakan. Pelaksana pekerjaan/

pemborong senantiasa berusaha untuk memperoleh harga yang ekonomis/

menguntungkan dan memenuhi syarat penawaran. Dengan analisa harga ini akan

diperoleh harga satuan yang merupakan dasar penyusunan Rencana Anggaran

Biaya (RAB). Tahap-tahap perumusan untuk mendapatkan harga satuan adalah:

1. Meneliti dan menyusun macam volume pekerjaan secara mendetail yang

tergantung kepada :

a. Pengalaman estimator

b. Kualitas yang disyaratkan

c. Waktu pelaksanaan yang ditetapkan

d. Sumber dana

2. Menaksir biaya konstruksi atau menaksir harga masing-masing pekerjaan yang

dipengaruhi oleh :

a. Lokasi proyek yang dilaksanakan

b. Harga satuan bahan, alat dan upah pekerja

c. Macam dan volume pekrjaan

d. Jangka waktu pelaksanaan yang tersedia

Sedangkan yang menjadi dasar pertimbangan dalam perhitungan dan

penyusunan RAB secara keseluruhan adalah:

1. Biaya tak langsung, adalah biaya yang diperlukan dalam proses pembangunan

proyek untuk menunjang kelancaran pelaksanaan proyek/pekerjaan yang

meliputi: Biaya supervisi dan quality control, Biaya transpor-tasi staf

pelaksana, dan Pajak-pajak

Page 49: antropometri

II-49

2. Biaya langsung, adalah biaya untuk segala sesuatu yang akan menjadi hasil

akhir proyek tersebut, yaitu yang diperlukan untuk pengadaan alat, bahan dan

upah pekerja.

3. Biaya tambahan, adalah biaya akibat kenaikan harga diluar perjanjian kerja

(biasanya 20%)

4. Biaya asuransi

5. Biaya pengoperasian alat-alat

6. Keuntungan yang harus diambil biasanya 10% dari biaya pelaksanaan

Dalam menganalisa harga setiap proyek / pekerjaan, umumnya pelaksana/

pemborong mempunyai cara tersendiri. Akan tetapi cara yang lazim digunakan

adalah:

1. Analisa Harga Satuan SNI (Standar Nasional Indonesia)

2. Analisa Harga Satuan Jadi

Analisa Harga Satuan Jadi Lapangan Pada pelaksanaan pekerjaan dalam

suatu proyek maka upah buruh di lapangan atau di lokasi dimana pekerjaan

tersebut dilaksanakan harus diketahui dengan pasti. Yang dimaksudkan adalah

suatu analisis berdasarkan harga satuan jadi di lapangan, dimana harga upah sudah

diketahui secara pasti. Dalam perhitungan harga satuan jadi lapangan yang akan

ditinjau adalah daftar perhitungan analisa harga satuan jadi sesuai dengan studi

kasus yang diambil.

Jenis pekerjaan yang akan ditinjau adalah pekerjaan yang mencakup

pekerjaan teknik sipil. Item pekerjaan yang akan dibahas adalah pada pekerjaan

dinding yaitu pada Pasangan Bata tebal ½ bata (1PC : 3 PP) dan pekerjaan

Plesteran tebal 20 mm (1PC : 3 PP).

Faktor tenaga kerja adalah hal yang utama dibandingkan dalam proses

perhitungan produktivitas tenaga kerja, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

bersifat nyata atau tidak nyata misalnya alat-alat perlengkapan, kondisi

lingkungan kerja, proses-proses pengetahuan tentang pekerjaan dan motivasi.

Analisa Produktivitas Tenaga Kerja Dengan Teknik Uji Petik Pekerjaan (Work

Sampling) Dalam penelitian ini pengamatan produktivitas tenaga kerja dilakukan

secara langsung di lapangan yaitu dengan metode Uji Petik Pekerjaan. Dengan

Page 50: antropometri

II-50

metode ini kita dapat melihat seluruh intensitas kegiatan yang dilakukan oleh

tukang dan pekerja dalam kurun waktu yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan

untuk mengetahui besarnya produktivitas dan alokasi pemanfaatan waktu oleh

sekelompok pekerja dalam hal ini pada pekerjaan pemasangan bata dan pekerjaan

plesteran. Teknik Uji Petik Pekerjaan (Work Sampling) sebagai suatu metode

penelitian untuk mendapatkan efisiensi dan produktivitas yang tinggi, teknik-

teknik pengukuran dan prinsip-prinsip studi gerak harus selalu dipertimbangkan

dengan baik. Teknik tata cara kerja pengukuran waktu dan studi gerak merupakan

dua hal yang sangat penting, dimana teknik-teknik dan prinsip-prinsip ini

digunakan untuk mengatur komponen-komponen dalam suatu sistem kerja yaitu

tenaga kerja, bahan, peralatan kerja, perlengkapan kerja dan lingkungan kerja.

Semua komponen ini mempunyai suatu kesatuan yang sangat mendukung

tercapainya keberhasilan kerja. Proses pengukuran waktu dapat dikelompokkan

menjadi dua kelompok besar, yaitu pengukuran waktu secara langsung dan

pengukuran waktu secara tidak langsung. Pengukuran waktu secara langsung

terdiri dari dua macam, yaitu cara jam henti (stop watch) dan cara uji petik

pekerjaan (work sampling). Sampling kerja atau sering disebut sebagai work

sampling, Ratio Delay Study atau Random Observation Method adalah salah satu

teknik untuk mengadakan sejumlah besar pengamatan terhadap aktivitas kerja dari

mesin, proses atau pekerja/operator. Pengukuran kerja dengan cara ini juga

diklasifikasikan sebagai pengukuran kerja secara langsung. Karena pelaksanaan

kegiatan pengukuran harus dilakukan secara langsung ditempat kerja yang diteliti.

Idealnya pengukuran harus dilakukan dalam jumlah yang banyak, bahkan dalam

jumlah yang tak terhingga agar data hasil pengukuran layak untuk digunakan.

Namun pengukuran dalam jumlah yang tak terhingga sulit dilakukan mengingat

keterbatasan-keterbatasan yang ada, baik dari segi biaya, tenaga, waktu, dan

sebagainya. Untuk itu pengujian kecukupan data dilakukan dengan berpedoman

pada konsep statistik, yaitu tingkat ketelitian dan keyakinan.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan pada waktu-

waktu tertentu secara acak. Dalam hal ini biasanya satu hari kerja dibagi dalam

satu satuan waktu yang besarnya ditentukan oleh si pengukur. Biasanya panjang

Page 51: antropometri

II-51

satu satuan waktu tidak terlalu panjang. Berdasarkan satuan-satuan waktu inilah

saat-saat pengamatan ditentukan. Saat-saat pengamatan tersebut dapat diperoleh

dengan menentukan bilangan acak. Bilangan-bilangan acak yang akan kita buat

atau tentukan haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu berupa tidak boleh terjadi

pengulangan dan tidak bertepatan dengan jam istirahat.

2.10.4. Kesimpulan

Berdasarkan kajian yang dilakukan, diperoleh harga satuan untuk

pekerjaan Pasangan Bata tebal ½ bata (1PC : 3PP) menurut SNI lebih besar

20,30% atau terdapat selisih sebesar Rp 23.265,67 per m2 dengan harga satuan

pada Proyek A dan harga Satuan SNI lebih besar 21,08% atau terdapat selisih

sebesar Rp. 24.159,08 per m2 dengan harga satuan pada Proyek B. Untuk

pekerjaan Plesteran tebal 20 mm (1PC : 3PP) diperoleh harga satuan SNI lebih

besar 48,43% atau terdapat selisih sebesar Rp. 29.546,20 per m2 dengan harga

satuan Proyek A dan lebih besar 45,28% terhadap Proyek B atau terdapat selisih

sebesar 27.621,85 per m2.