Upload
levina-septembera-chung
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/31/2019 ASKARIASIS_LEVINA
1/16
MAKALAH PBLBlok 16
Penyakit Cacing Askariasis pada
AnakDisusun oleh :
Levina Septembera10-2010-044
Universitas Kristen Krida Wacana*[email protected]
1. PENDAHULUANInfeksi cacing usus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
negara berkembang termasuk Indonesia. Dikatakan pula bahwa masyarakat
pedesaan atau daerah perkotaan yang sangat padat dan kumuh merupakan
sasaran yang mudah terkena infeksi cacing (Moersintowarti, 1992).
Penyakit karena protozoa dan cacing mengenai jutaan masyarakat. Antibodi
biasanya efektif terhadap bentuk yang ditularkan melalui darah. Produksi IgE
sangat meningkat pada infestasi cacing dan dapat menyebabkan masuknya Igdan eosinofil yang diperantarai oleh sel mastoid (Roitt, 2002).
Kebanyakan parasit cenderung menyebabkan supresi imunologik. Antigen
parasit yang bertahan menahun menyebabkan kerusakan jaringan
imunopatologik seperti kompleks imun pada sindroma nefrotik, granulomatosa
hati dan lesi autoimun pada jantung. Imunosupresi umum meningkatkan
kepekaan terhadap infeksi bakteri dan virus (Roitt, 2002).
Salah satu penyebab infeksi cacing usus adalah Ascaris lumbricoides atau
lebih dikenal dengan cacing gelang yang penularannya dengan perantaraan
tanah (Soil Transmited Helminths). Infeksi yang disebabkan oleh cacing ini
disebut Ascariasis.
Dalam tubuh sendiri, infeksi cacing Ascaris menimbulkan banyak gejala
klinik, dimulai dengan rasa mual pada saluran pencernaan sampai ditemukan
gejala diare. Infeksi inipun menimbulkan respon imunitas tubuh dengan produksi
Imunoglobulin jenis E (IgE) dalam jumlah besar.
Timbulnya gejala klinis dan respon berlebihan sel sistem imun dengan
produksi IgE akibat infestasi cacing Ascaris di usus sampai saat ini belum
mailto:*[email protected]:*[email protected]7/31/2019 ASKARIASIS_LEVINA
2/16
diketahui secara luas hubungannya.1
2. ASCARIASIS
Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya bersarang
dalam usus halus. Adanya cacing didalam usus penderita akan mengadakan
gangguan keseimbangan fisiologi yang normal dalam usus, mengadakan iritasi
setempat sehingga mengganggu gerakan peristaltik dan penyerapan makanan.2
Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar diseluruh dunia,
lebih banyak di temukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di beberapa
daerah tropik derajat infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk. Pada
umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak berusia 5 10 tahun sebagai
host (penjamu) yang juga menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi.Cacing dapat mempertahankan posisinya didalam usus halus karena aktivitas
otot-otot ini. Jika otot-otot somatik di lumpuhkan dengan obat-obat antelmintik,
cacing akan dikeluarkan dengan pergerakan peristaltik normal. Ternyata bahwa
20 ekor cacing Ascaris lumbricoides dewasa didalam usus manusia mampu
mengkonsumsi hidrat arang sebanyak 2,8 gram dan 0,7 gram protein setiap hari.
Dari hal tersebut dapat diperkirakan besarnya kerugian yang disebabkan oleh
infestasi cacing dalam jumlah yang cukup banyak sehingga menimbulkankeadaan kurang gizi (malnutrisi).
3. Ascaris lumbricoides
3.1. Morfologi
Cacing betina dewasa mempunyai bentuk tubuh posterior yang membulat
(conical), berwarna putih kemerah-merahan dan mempunyai ekor lurus tidak
melengkung. Cacing betina mempunyai panjang 22 - 35 cm dan memiliki lebar 3
- 6 mm. Sementara cacing jantan dewasa mempunyai ukuran lebih kecil, denganpanjangnya 12 - 13 cm dan lebarnya 2 - 4 mm, juga mempunyai warna yang
sama dengan cacing betina, tetapi mempunyai ekor yang melengkung kearah
ventral.3
Kepalanya mempunyai tiga bibir pada ujung anterior (bagian depan) dan
mempunyai gigi-gigi kecil atau dentikel pada pinggirnya, bibirnya dapat ditutup
atau dipanjangkan untuk memasukkan makanan.3
Pada potongan melintang cacing mempunyai kutikulum tebal yang
berdampingan dengan hipodermis dan menonjol kedalam rongga badan sebagai
korda lateral. Sel otot somatik besar dan panjang dan terletak di hipodermis;
7/31/2019 ASKARIASIS_LEVINA
3/16
gambaran histologinya merupakan sifat tipe polymyarincoelomyarin. Alat
reproduksi dan saluran pencernaan mengapung didalam rongga badan, cacing
jantan mempunyai dua buah spekulum yang dapat keluar dari kloaka dan pada
cacing betina, vulva terbuka pada perbatasan sepertiga badan anterior dan
tengah, bagian ini lebih kecil dan dikenal sebagai cincin kopulasi.3
Telur yang di buahi (fertilized) berbentuk ovoid dengan ukuran 60-70 x 30-50
mikron. Bila baru dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal. Sel ini
dikelilingi suatu membran vitelin yang tipis untuk meningkatkan daya tahan telur
cacing tersebut terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup
sampai satu tahun. Di sekitar membran ini ada kulit bening dan tebal yang
dikelilingi lagi oleh lapisan albuminoid yang permukaanya tidak teratur atau
berdungkul (mamillation). Lapisan albuminoid ini kadang-kadang dilepaskan atauhilang oleh zat kimia yang menghasilkan telur tanpa kulit (decorticated).
Didalam rongga usus, telur memperoleh warna kecoklatan dari pigmen empedu.
Telur yang tidak dibuahi (unfertilized) berada dalam tinja, bentuk telur lebih
lonjong dan mempunyai ukuran 88-94 x 40-44 mikron, memiliki dinding yang
tipis, berwarna coklat dengan lapisan albuminoid yang kurang sempurna dan
isinya tidak teratur.4
3.2 Siklus HidupManusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides, jika
tertelan telur yang infektif, maka didalam usus halus bagian atas telur akan
pecah dan melepaskan larva infektif dan menembus dinding usus masuk
kedalam vena porta hati yang kemudian bersama dengan aliran darah menuju
jantung kanan dan selanjutnya melalui arteri pulmonalis ke paru-paru dengan
masa migrasi berlangsung selama sekitar 15 hari.5
Dalam paru-paru larva tumbuh dan berganti kulit sebanyak 2 kali, kemudiankeluar dari kapiler, masuk ke alveolus dan seterusnya larva masuk sampai ke
bronkus, trakhea, laring dan kemudian ke faring, berpindah ke osepagus dan
tertelan melalui saliva atau merayap melalui epiglottis masuk kedalam traktus
digestivus. Terakhir larva sampai kedalam usus halus bagian atas, larva berganti
kulit lagi menjadi cacing dewasa. Umur cacing dewasa kira-kira satu tahun, dan
kemudian keluar secara spontan.5
Siklus hidup cacing ascaris mempunyai masa yang cukup panjang, dua bulan
sejak infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu mengeluarkan
200.000 250.000 butir telur setiap harinya, waktu yang diperlukan adalah 3 4
7/31/2019 ASKARIASIS_LEVINA
4/16
minggu untuk tumbuh menjadi bentuk infektif.5
Menurut penelitian stadium ini merupakan stadium larva, dimana telur
tersebut keluar bersama tinja manusia dan diluar akan mengalami perubahan
dari stadium larva I sampai stadium III yang bersifat infektif.6
Telur-telur ini tahan terhadap berbagai desinfektan dan dapat tetap hidup
bertahun-tahun di tempat yang lembab. Didaerah hiperendemik, anak-anak
terkena infeksi secara terus-menerus sehingga jika beberapa cacing keluar, yang
lain menjadi dewasa dan menggantikannya. Jumlah telur ascaris yang cukup
besar dan dapat hidup selama beberapa tahun maka larvanya dapat tersebar
dimana- mana, menyebar melalui tanah, air, ataupun melalui binatang. Maka
bila makanan atau minuman yang mengandung telur ascaris infektif masuk
kedalam tubuh maka siklus hidup cacing akan berlanjut sehingga larva ituberubah menjadi cacing. Jadi larva cacing ascaris hanya dapat menginfeksi
tubuh melalui makanan yang tidak dimasak ataupun melalui kontak langsung
dengan kulit.4
7/31/2019 ASKARIASIS_LEVINA
5/16
Gambar 1.0. Life Circle ofAscaris lumbricoides. Adult worms live in the
lumen of the small intestine. A female may produce approximately 200,000 eggs
per day, which are passed with the feces . Unfertilized eggs may be ingested
but are not infective. Fertile eggs embryonate and become infective after 18
days to several weeks , depending on the environmental conditions (optimum:
moist, warm, shaded soil). After infective eggs are swallowed , the larvae
hatch , invade the intestinal mucosa, and are carried via the portal, then
systemic circulation to the lungs . The larvae mature further in the lungs (10 to
14 days), penetrate the alveolar walls, ascend the bronchial tree to the throat,
and are swallowed. Upon reaching the small intestine, they develop into adult
worms. Between 2 and 3 months are required from ingestion of the infective
eggs to oviposition by the adult female. Adult worms can live 1 to 2 years.
3.3 Cara penularan
Penularan Ascariasis dapat terjadi melalui bebrapa jalan yaitu masuknya
telur yang infektif kedalammulut bersama makanan atau minuman yang
tercemar, tertelan telur melalui tangan yang kotor dan terhirupnya telur infektif
bersama debu udara dimana telur infektif tersebut akan menetas pada saluran
pernapasan bagian atas, untuk kemudian menembus pembuluh darah dan
7/31/2019 ASKARIASIS_LEVINA
6/16
memasuki aliran darah.7
4. ASPEK KLINIS
1. Anamnesis
Usia: Sakit perut berulang biasanya terjadi pada usia 5-14 tahun.
Jenis kelamin
Riwayat sakit perut.
a. Lokalisasi. Sakit yang disebabkan gangguan saluran pencernaan bagian
atas biasanya
dirasakan di daerah epigastrium. Gangguan di ileum distal dan appendiks
dirasakan di daerah perut kanan bawah. Rasa sakit yang disebabkan oleh infeksi
usus ataupun gangguan psikis lokalisasinya sukar ditentukan.b. Sifat dan faktor yang menambah / mengurangi rasa sakit. Sakit yang
berasal dari spasme otot polos usus, traktus urinarius, traktus biliaris, biasanya
berupa kolik yang sukar ditentukan lokalisasinya dengan tepat dan tidak
dipengaruhi oleh adanya batuk atau penekanan abdomen. Sakit yang berasal
dari iritasi peritoneum akan terasa menetap di tempat iritasi dan menghebat bila
penderita batuk atau ditekan perutnya.
c. Waktu timbul. Waktu timbul yang dialami oleh sang anak dipengaruhi oleh
apa
saja. Misalkan dapat dipengaruhi oleh jenis makanan, pola aktivitas dan
lainnya.
d. Lama sakit perut. Lamanya anak mengalami sangat perut juga sangat
berpengaruh kepada
hasil diagnosis nantinya.
e. Frekuensi. Begitu pula dengan freukensi, kadar seringnya terjadi nyeri
perut juga dapat
menentukan hasil diagnosa dan pentalaksanaan yang dapat diberikan
dengan segera kepada anak.
f. Gejala yang mengiringi.
Pola defekasi
Pola kencing
Terdapatkah kemunduran kesehatan pada anak tersebut?Bagaimana nafsu makan anak?
7/31/2019 ASKARIASIS_LEVINA
7/16
h. Gejala / gangguan traktus respiratorius.
i. Aspek psikososial:
a. Pola hidup dan kebiasaan pola tidur, aktivitas sehari-hari, makanan,
penggunaan toilet.
b. Lingkungan: tetangga, sekolah, perkawinan orang tua, keadaan rumah,
persaingan sesama saudara kandung, beban keuangan, disiplin yang terlalu
kaku.
2. Gejala Klinis
Kelianan-kelainan yang terjadi pada tubuh penderita terjadi akibat pengaruh
migrasi larva dan adanya cacing dewasa. Pada umumnya orang yang kena
infeksi tidak menunjukkan gejala, tetapi dengan jumlah cacing yang cukup besar
(hyperinfeksi) terutama pada anak-anak akan menimbulkan kekurangan gizi,selain itu cacing itu sendiri dapat mengeluarkan cairan tubuh yang menimbulkan
reaksi toksik sehingga terjadi gejala seperti demam typhoid yang disertai
dengan tanda alergi seperti urtikaria, odema diwajah, konjungtivitis dan iritasi
pernapasan bagian atas.
Cacing dewasa dapat pula menimbulkan berbagai akibat mekanik seperti
obstruksi usus, perforasi ulkus diusus. Oleh karena adanya migrasi cacing ke
organ-organ misalnya ke lambung, oesophagus, mulut, hidung dan bronkusdapat menyumbat pernapasan penderita. Ada kalanya askariasis menimbulkan
manifestasi berat dan gawat dalam beberapa keadaan sebagai berikut :
1. Bila sejumlah besar cacing menggumpal menjadi suatu bolus yang
menyumbat rongga usus dan menyebabkan gejala abdomen akut. Adanya
cacing dewasa pada usus halus disertai dengan keluhan tidak jelas seperti nyeri
perut, dan kembung.7 Obstruksi usus, walaupun jarang, dapat karena massa
cacing pada anak umur 1-6 tahun. Mulainya biasanya mendadak dengan nyeriperut kolik berat dan muntah, yang dapat bercak empedu, gejala ini dapat
memburuk dengan cepat dan menyertai perjalanan yang serupa dengan
obstruksi usus akut etiologi lain apapun.4
2. Pada migrasi ektopik dapat menyebabkan masuknya cacing kedalam
apendiks, saluran empedu (duktus choledocus) dan ductus pankreatikus. Bila
cacing masuk ke dalam saluran empedu, terjadi kolik yang berat disusul
kolangitis supuratif dan abses multiple. Peradangan terjadi karena desintegrasi
cacing yang terjebak dan infeksi sekunder. Desintegrasi betina menyebabkan
dilepaskannya telur dalam jumlah yang besar yang dapat dikenali dalam
7/31/2019 ASKARIASIS_LEVINA
8/16
7/31/2019 ASKARIASIS_LEVINA
9/16
daerah endemik.6
Perkembangan telur dan larva cacing sangat cocok pada iklim tropik dengan
suhu optimal adalah 230 C sampai 300 C. Jenis tanah liat merupakan tanah yang
sangat cocok untuk perkembangan telur cacing, sementara dengan bantuan
angin maka telur cacing yang infektif bersama dengan debu dapat menyebar ke
lingkungan. Dan telur-telur terbukti tetap efektif pada tanah selama berbulan-
bulan dan dapat bertahan hidup dicuaca yang lebih dingin (5-100 C) selama 2
tahun. Penularan askariasis dapat terjadi musiman atau sepanjang tahun.1
6. PENCEGAHAN DAN UPAYA PENANGGULANGAN
Berdasarkan kepada siklus hidup dan sifat telur cacing ini, maka upaya
pencegahannya dapat dilakukan sebagai berikut :
6.1 Penyuluhan kesehatanPenyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna, Hygiene
keluarga dan hygiene pribadi seperti : 3
Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci
terlebih dahulu dengan menggunkan sabun.
Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan,
hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat. Karena telur cacing
Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahun-tahun, pencegahan dan
pemberantasan di daerah endemik adalah sulit. Adapun upaya yang dapat
dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah sebagai berikut : 3
1. Mengadakan kemotrapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah endemik
ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.
2. Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.
3. Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklushidup cacing misalnya memakai jamban/WC.
4. Makan makanan yang dimasak saja. 5. Menghindari sayuran mentah (hijau)
dan selada di daerah yang menggunakan tinja sebagai pupuk.
6.2 Pengobatan penderita
Bila mungkin, semua yang positif sebaiknya diobati, tanpa melihat beban
cacing karena jumlah cacing yang kecilpun dapat menyebabkan migrasi ektopik
dengan akibat yang membahayakan. Untuk pengobatan tentunya semua obatdapat digunakan untuk mengobati Ascariasis, baik untuk pengobatan
7/31/2019 ASKARIASIS_LEVINA
10/16
7/31/2019 ASKARIASIS_LEVINA
11/16
7/31/2019 ASKARIASIS_LEVINA
12/16
penghasil sitokin sangat penting untuk makrofag melaksanakan kemampuan
membunuh dan menyingkirkan pengganggu yang tidak diinginkan. Efek ini bisa
dilihat secara in vitro bila IFN-gamadengan penambahan TNF-alfa, ditambahkan
dalam biakan makrofag, yang mendukung pertumbuhan intrasel parasit.2
Eliminasi infestasi cacing usus merupakan pendekatan yang khusus berupa
gabungan reaksi seluluer dan humoral untuk menghilangkan infeksi yang masuk.
Penelitian pada tikus (ogilvie) menunjukkan bahwa meskipun antibodi
menyebabkan kerusakan pada cacing, sel T donor imun juga diperlukan untuk
terjadinya ekspulsi kuat yang mungkin terjadi melalui kombinasi stimulasi
motilitas usu oleh sel mastoid dan aktivasi sitokin dari sel goblet usus yang
berjumlah banyak. Kedua jenis sel ini menghasilkan campuran molekul
glycosilated dengan berat molekul tinggi yang membentuk gel viskoelastikdisekeliling cacing, sehingga terjai proteksi permukaan kolon dan usus halus dari
invasi.2
Pada parasit yang bertahan bertahun-tahun mengahadapi reaksi imunologik,
interaksi dengan antigen asing sering menyebabkan kerusakan jaringan. Reaksi
hipersensitivitas lambat yang disebabkan adanya TNF-alfayang memungkinkan
telur meloloskan diri dari kapiler intestinal kedalam lumen usus untuk
meneruskan siklus hidup di luar pejamu.8. PERAN IgE PADA INFEKSI CACING USUS
Peradangan dikendalikan oleh protein pengatur komplemen PGE2, TGF-alfa,
glukokortikoid, dan IL-10. LPS ditangkap oleh reseptor spesifik, IL-1, IL-8 dan TNF-
alfa terlibat dalam proses terjadinya peradangan. Sementara itu,
ketidakmampuan menyingkirkan penyebab terjadinya reaksi radang menahun
yang biasanya dilakukan oleh makrofag, seringkali membentk granuloma.
Berbagai mekanisme pertahanan dilancarkan oleh pejamu, pada dasarnyadapat digambarkan bahwa reaksi humoral terbentuk pada organisme yang
masuk peredaran darah. Sedangkan parasit yang hidup di jaringan biasanya
merangsang imunitas seluler.5
Antibodi akibat infeksi cacing biasanya efekstif terhadap bantuk yang
ditularkan melalui darah. Produksi IgE sangat meningkat pada infestasi cacing
dan dapat menyebabkan masuknya Ig dan eosinofil yang diperantarai oleh sel
mastoid.5
Infeksi cacing yang kronik akan menimbulkan rangsangan antigen persisten
7/31/2019 ASKARIASIS_LEVINA
13/16
yang meningkatkan kadar imunoglobulin dalam sirkulasi dan pembentukan
kompleks imun. Antigen-antigen yang dilepas parasit diduga berfungsi sebagai
mitogen poliklonal sel B yang T independen.
Pertahanan terhadap banyak infeksi cacing diperankan oleh aktivasi sel Th2
yang menghasilkan IgE dan aktivasi eosinofil. IgE yang berikatan dengan
permukaan cacing diikat eosinofil. Selanjutnya eosinofil diaktifkan dan
mensekresi granul enzim yang menghancurkan parasit. Produksi IgE dan
eosinofil sering ditemukan pada infeksi cacing.2
Produksi IgE disebabkan sifat cacing yang merangsang subset Th2 sel CD4+,
yang melepas IL-4 dan IL-5. IL-4 merangsang produksi IgE dan IL-5 merangsang
perkembangan dan aktivasi eosinofil. Eosinofil lebih efektif dibanding leukosit
lain oleh karena eosinofil mengandung granul yang lebih toksik dibanding enzimproteolitik dan Reactive Oxygen Intermediate yang diproduksi neutrofil dan
makrofag. Cacing dan ekstrak cacing dapat merangsang produksi IgE yang non-
spesifik. Reaksi inflamasi yang ditimbulkannya diduga dapat mencegah
menempelnya cacing pada mukosa saluran cerna.5
Cacing biasanya terlalu besar untuk difagositosis. Degranulasi sel
mast/basofil yang IgE dependen menghasilkan produksi histamin yang
menimbulkan spasme usus tempat cacing hidup. Eosinofil menempel padacacing melalui IgG/IgA dan melepas protein kationik, dan neurotoksin. PMN dan
makrofag menempel melalui IgA/IgG dan melepas superoksida, oksida nitrit dan
enzim yang membunuh cacing.2
9. PEMBAHASAN
Peradangan merupakan reaksi pertahanan yang utama dari tubuh, dimulai
dengan adanya infeksi atau kerusakan jaringan oleh infeksi parasit. Mediator
yang dilepaskan akan meningkatkan adhesi molekul pada sel endotel dan lekosityang bersama-sama menyebabkan bergeraknya lekosit sepanjang dinding
pembuluh darah menuju tempat peradangan.2
Peradangan dikendalikan oleh protein pengatur komplemen PGE2, TGF-alfa,
glukokortikoid, dan IL-10. LPS ditangkap oleh reseptor spesifik, IL-1, IL-8 dan TNF-
alfa terlibat dalam proses terjadinya peradangan. Sementara itu,
ketidakmampuan menyingkirkan penyebab terjadinya reaksi radang menahun
yang biasanya dilakukan oleh makrofag, seringkali membentk granuloma.
Berbagai mekanisme pertahanan dilancarkan oleh pejamu, pada dasarnya
7/31/2019 ASKARIASIS_LEVINA
14/16
dapat digambarkan bahwa reaksi humoral terbentuk pada organisme yang
masuk peredaran darah. Sedangkan parasit yang hidup di jaringan biasanya
merangsang imunitas seluler.
Antibodi akibat infeksi cacing biasanya efekstif terhadap bantuk yang
ditularkan melalui darah. Produksi IgE sangat meningkat pada infestasi cacing
dan dapat menyebabkan masuknya Ig dan eosinofil yang diperantarai oleh sel
mastoid.
Berbagai cacing berbeda dalam besar, struktur, sifat biokimiawi, siklus hidup
dan patogenitasnya. Hal ini menimbulkan respons imun yang berbeda pula.
Infeksi cacing biasanya terjadi kronik dan kematian pejamu akan merugikan
parasit sendiri. Infeksi yang kronik itu akan menimbulkan rangsangan antigen
persisten yang meningkatkan kadar imunoglobulin dalam sirkulasi danpembentukan kompleks imun. Antigen-antigen yang dilepas parasit diduga
berfungsi sebagai mitogen poliklonal sel B yang T independen.5
Meskipun berbagai cacing mengaktifkan imunitas non-spesifik melalui
mekanisme yang berbeda, mikroba tersebut biasanya dapat tetap hidup dan
berkembangbiak dalam pejamu oleh karena dapat beradaptasi dan menjadi
resisten terhadap sistem imun pejamu. Respon imun non-spesifik utama
terhadap cacing adalah fagositosis, tetapi banyak parasit tersebut yang resisitenterhadap efek bakterisidal makrofag, bahkan beberapa diantaranya dapat hidup
dalam makrofag. Banyak cacing memiliki lapisan permukaan tebal sehingga
resisten terhadap mekanisme sitosidal neutrofil dan makrofag. Beberapa cacing
juga mengaktifkan komplemen jalur alternatif .5
Banyak parasit ternyata mengembangkan resistensi terhadap efek lisis
komplemen.
Pertahanan terhadap banyak infeksi cacing diperankan oleh aktivasi sel Th2yang menghasilkan IgE dan aktivasi eosinofil. IgE yang berikatan dengan
permukaan cacing diikat eosinofil. Selanjutnya eosinofil diaktifkan dan
mensekresi granul enzim yang menghancurkan parasit. Produksi IgE dan
eosinofil sering ditemukan pada infeksi cacing.2
Produksi IgE disebabkan sifat cacing yang merangsang subset Th2 sel CD4+,
yang melepas IL-4 dan IL-5. IL-4 merangsang produksi IgE dan IL-5 merangsang
perkembangan dan aktivasi eosinofil. Eosinofil lebih efektif dibanding leukosit
lain oleh karena eosinofil mengandung granul yang lebih toksik dibanding enzim
proteolitik dan Reactive Oxygen Intermediate yang diproduksi neutrofil dan
7/31/2019 ASKARIASIS_LEVINA
15/16
makrofag. Cacing dan ekstrak cacing dapat merangsang produksi IgE yang non-
spesifik. Reaksi inflamasi yang ditimbulkannya diduga dapat mencegah
menempelnya cacing pada mukosa saluran cerna.5
Cacing biasanya terlalu besar untuk difagositosis. Degranulasi sel
mast/basofil yang IgE dependen menghasilkan produksi histamin yang
menimbulkan spasme usus tempat cacing hidup. Eosinofil menempel pada
cacing melalui IgG/IgA dan melepas protein kationik, dan neurotoksin. PMN dan
makrofag menempel melalui IgA/IgG dan melepas superoksida, oksida nitrit dan
enzim yang membunuh cacing.5
DAFTAR PUSTAKA
1.Brown HW, 1983. Dasar Parasitologi Klinis. Gramedia. Jakarta Faust EC.,
Beaver PC., and Jung RC, 1975. Animal Agents and Vector of Human
diasease 4th edition, Lea & Febiger, Philadelphia. Hoeprich, PD, 1977.
Infections Diseases. 2nd Edition, Harper and Row, Maryland.
2.Baratawijaya KG, 2004. Imunologi Dasar. Edisi ke-6, Penerbit: FKUI, Jakarta.
7/31/2019 ASKARIASIS_LEVINA
16/16