Upload
naomifetty
View
67
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ASKEP ANAK DENGAN DIARE.doc
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama kesakitan dan
kematian pada bayi dan anak-anak. Saat ini morbiditas (angka kesakitan)
diare di Indonesia mencapai 195 per 1000 penduduk dan angka ini
merupakan yang tertinggi di antara negara-negara di Asean (kalbe.co.id).
Diare juga masih merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia.
Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka
morbiditas masih cukup tinggi Penanganan diare yang dilakukan secara baik
selama ini membuat angka kematian akibat diare dalam 20 tahun terakhir
menurun tajam. Walaupun angka kematian sudah menurun tetapi angka
kesakitan masih cukup tinggi. Lama diare serta frekuensi diare pada
penderita akut belum dapat diturunkan.
Dampak negatif penyakit diare pada bayi dan anak-anak antara lain
adalah menghambat proses tumbuh kembang anak yang pada akhirnya dapat
menurunkan kualitas hidup anak. Penyakit diare di masyarakat (Indonesia)
lebih dikenal dengan istilah "Muntaber". Penyakit ini mempunyai konotasi
yang mengerikan serta menimbulkan kecemasan dan kepanikan warga
masyarakat karena bila tidak segera diobati, dalam waktu singkat (± 48 jam)
penderita akan meninggal.
Diare dapat terjadi sebagai efek samping dari penggunaan obat
terutama antibiotik. Selain itu, bahan-bahan pemanis buatan seperti sorbitol
dan manitol yang ada dalam permen karet serta produk-produk bebas gula
lainnya menimbulkan diare. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda yang memiliki daya tahan tubuh yang lemah. Orang tua berperan
besar dalam menentukan penyebab anak terkena diare. Bayi dan balita yang
masih menyusui dengan ASI eksklusif umxumnya jarang diare karena tidak
terkontaminasi dari luar. Namun, susu formula dan makanan pendamping
ASI dapat terkontaminasi bakteri dan virus.
Kematian bayi di Indonesia sangat tinggi. Bahkan di seluruh dunia,
Indonesia menduduki rangking keenam dengan angka kejadian sekitar 6 juta
bayi yang mati pertahunnya. Kasus kematian bayi di Indonesia ini, menurut
Dr. Soedjatmiko (2008), kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh
penyakit diare. Untuk mendiagnosis diare, maka pemeriksaan antigen secara
langsung dari tinja mempunyai nilai sensitifitas cukup tinggi (70-90%),
tetapi biaya pemeriksaan cukup mahal (Kompas.com 2008).
Proporsi diare akut rotavirus selama 1 tahun penelitian di Indonesia adalah
56,5 % dengan 95 % CI 51,3 - 61, 6%. Hasil ini sama dengan penelitian-
penelitian di luar negeri sebelumnya, antara lain Rodriquez (1974-1975) dan
Pickering. (1978-1979) mendapatkan angka kejadian 47% dan 59%,
sedangkan di Indonesia penelitian Yorva (tahun 1998) mendapatkan angka
50% hampir sama dengan penelitian ini dan sama dengan negara maju.
Hasil ini memprediksi adanya perbaikan hygiene dan sanitasi kita. Kasus
diare rotavirus merata sepanjang tahun, sedangkan kasus diare non rotavirus
dan diare keseluruhan meningkat pada musim kemarau, tetapi tidak ada
trend menurut musim. Keadaan ini berkaitan dengan cara penularan diare
non rotavirus yang water borne dan melalui tangan mulut, sedangkan diare
rotavirus selain ditularkan secara fekal oral, diduga ditularkan juga melalui
droplet saluran napas.
Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan 5.051 kasus diare
sepanjang tahun 2005 lalu di 12 provinsi. Jumlah ini meningkat drastis
dibandingkan dengan jumlah pasien diare pada tahun sebelumnya, yaitu
sebanyak 1.436 orang. Di awal tahun 2006, tercatat 2.159 orang di Jakarta
yang dirawat di rumah sakit akibat menderita diare. “Melihat data tersebut
dan kenyataan bahwa masih banyak kasus diare yang tidak terlaporkan,
departemen kesehatan menganggap diare merupakan isu prioritas kesehatan
di tingkat lokal dan nasional karena punya dampak besar pada kesehatan
mayarakat.
Komplikasi diare yang sering terjadi adalah dehidrasi (ringan sedang,
berat, hipotonik,isotonik atau hipertonik), renjatan hipovolemik,
hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia,
perubahan elektrokardiogram), hipoglikemia, intoleransi sekunder akibat
kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktosa, kejang terjadi juga
pada dehidrasi hipertonik dan juga malnutrisi energi protein (akibat muntah
dan diare, jika lama atau kronik). Komplikasi yang jarang terjadi adalah
kerusakan saraf, persendian atau jantung, dan kadang-kadang usus yang
berlubang. Dorongan yang kuat selama proses buang air besar,
menyebabkan sebagian selaput lendir usus keluar melalui lubang dubur.
Sigelosis bisa menyebabkan penurunan kesadaran, kejang dan koma
dengan sedikit bahkan tanpa diare. Infeksi ini akan berakibat fatal dalam 12-
24 jam. Infeksi bakteri lain bisa menyertai sigelosis, terutama pada
penderita yang mengalami dehidrasi dan kelemahan. Terbentuknya luka di
usus karena sigelosis bisa menyebabkan kehilangan darah yang berat.
Penyebab- diare sangat penting untuk diketahui. Dokter tidak dapat
meresepkan obat tanpa mengetaui penyebab diare. Berdasar metaanalisis di
seluruh dunia, setiap anak minimal mengalami diare satu kali setiap tahun.
Dari setiap lima pasien anak yang datang karena diare, satu di antaranya
akibat rotavirus. Kemudian, dari 60 anak yang dirawat di rumah sakit akibat
diare satu di antaranya juga karena rotavirus. Di Indonesia, sebagian besar
diare pada bayi dan anak disebabkan oleh infeksi rotavirus. Bakteri dan
parasit juga dapat menyebabkan diare. Organisme-organisme ini
mengganggu proses penyerapan makanan di usus halus. Dampaknya
makanan tidak dicerna kemudian segera masuk ke usus besar. Penyakit
diare menjadi penyebab utama nomor dua kematian pada anak usia 6 bulan
hingga 2 tahun. Penyebabnya, pemberian antibiotik saja.
Penyebab diare pada balita lebih beragam. Bisa karena infeksi bakteri,
virus, dan amuba. Bisa jadi juga akibat salah mengonsumsi makanan.
Protein susu sapi merupakan bahan makanan terbanyak penyebab diare.
Makanan lain penyebab timbulnya alergi ialah ikan, telur, dan bahan
pewarna atau pengawet. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah
dilakukan diketahui bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kejadian
diare akut pada balita. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah faktor
lingkungan dan keadaan sosial ekonomi. Faktor-faktor tersebut merupakan
faktor yang berasal dari luar dan dapat diperbaiki, sehingga dengan
memperbaiki faktor resiko tersebut diharapkan dapat menekan angka
kesakitan dan kematian diare pada balit.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a. Mengetahui definisi diare
b. Mengetahui etiologi dari penyakit diare
c. Mengetahui tanda dan gejala dari diare
d. Mengetahui patofisiologi dari diare
e. Mengetahui komplikasi dari diare
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari diare
g. Mengetahui penatalaksanaan keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal
atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran,
serta frekuensi lebih dari tiga kali sehari dan pada neonatus lebih dari empat
kali sehari dengan atau tanpa lendir merah (Hidayat, 2008).
Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari
tiga kali sehari. Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja
yang lebih banyak dan biasanay (normal 100-200 ml per jam tinja), dengan
tinja berbentuk cair atau setengah cair, dapat pula disertai frekuensi defekasi
yang meningkat (Mansjoer, 2001).
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk
tinja yang encer atau cair. (Supartini, 2007).
Diare didefinisikan sebagai buang air besar lembek atau cair bahkan
dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali
atau lebih dalam sehari) (kemenkes, 2010).
Diare merupakan salah satu penyakit yang paling banyak terjadi pada
masa kanak-kanak, didefenisikan sebagai peningkatan dalam frekuensi,
konsistensi, dan volume dari feces (Ngastiyah, 2005).
2.2 Etiologi
a. Faktor infeksi:
- Bakteri: enteropathogenic eschericia coli, salmonella, shigella,
yersinia enterocolitica
- Virus: enterovirus, echovirus, adenovirus, human retovirus seperti
agent, rotavirus
- Jamur: candida enteritis
- Parasit: giardia clamblia, crytosporidium
- Protozoa (Andrianto, 1995).
b. Bukan virus
- Alergi makanan :susu, protien
- Gangguan metabolik atau malabsorbsi: penyakit celiac, cystic
fibrosis pada pankreas
- Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan
- Obat-obatan: antibiatik
- Penyakit usus: colotis ulcerativ, crohn disease, enterocolitis
- Emosional tau strees
- Obstruksi usus
c. Penyakit infeksi: otitis media, infeksi saluran nafas atas, infeksi saluran
kemih (Andrianto, 1995).
2.3 Tanda Dan Gejala
Gejala umum diare adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 kali atau lebih
dalam sehari yang kadang disertai:
- Muntah
- Badan lesu atau lemah
- Panas
- Tidak nafsu makan
- Darah dan lendir dalam kotoran (Adrianto, 1995).
A. Diare Akut
Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau
tanpadarah dan atau lendir dalam tinja. Diare akut ialah diare yang terjadi
secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Penyebab
diare ditinjau dari patofisiologinya adalah sebagai berikut:
a. Diare sekresi (virus/kuman, hiperperistaltik usus halus, defisiensi imun)
b. Diare osmotik (malabsorpsi makanan, Kurang Energi Protein, Bayi Berat
Badan Lahir rendah
Tanda dan gejalanya adalah:
a. Kehilangan cairan
b. Perubahan keseimbangan asam basa
c. Hipoglikemia
d. Gangguan gizi
e. Gangguan sirkulasi (Adrianto, 1995).
B. Diare Kronik
Diare yang berlanjut lebih dari dua minggu, disertai kehilangan berat
badan atau tidak bertambah berat badannya selama masa tersebut disebut
sebagai diare kronik. Diare yang berkepanjangan (prolong) adalah diare
yang berlangsung lebih dari 3 minggu, biasanya terjadi setelah infeksi pada
usus. Pada diare kronik terjadi peningkatan frekuensi buang air besar,
konsistensi menjadi encer serta peningkatan jumlah atau isi tinja dari
kebiasaan sehari-hari. Gejala klinik yaitu diare lebih dari 2 minggu dengan
disertai intoleransi dan atau infeksi enteral atau sepsis, biasanya disertai pula
gangguan gizi. Tinja yang dihasilkan bisa berair, berlemak dan berdarah
(Suandi, 1998).
Infeksi rotavisrus khas mulai sesudah massa inkubasi kurang dari 48
jam dengan demam ringan sampai sedang dan muntah yang disertai dengan
mulainya tinja yang cair dan sering. Muntah dan demam khas mereda
setelah hari kedua sakit, tetapi diare sering berlanjut salama 5-7 hari. Tinja
tanpa sel darah merah atau darah putih yang nyata. Dehidrasi mungkin
terjadi dan memburuk dengan cepat, terutama pada bayi. Anak malnutrisi
dan anak dengan penyakit usus yang mendasari seperti sindrom usus-pendek
terutama mungkin mendapat diare rotavirus berat. Jarang anak
imunodefisiensi akan mengalami penyakit berat dan lama. Walaupun
kebanyakan neonatus yang terinfeksi dengan rotavirus tidak bergejala,
beberapa wadah enterokolitis nekrotikans dihubungkan dengan munculnya
strain rotavirus baru pada ruang perawatan yang terkena (Wahab, 1999).
Perjalaan klinis astrovirus tampak sangat serupa dengan perjalanan
klinis rotavirus dengan pengecualian utama bahwa penyakit cenderung lebih
ringan, dengan dehidrasi yang kurang berarti. Enteritis adenovirus
cenderung menyebabkan diare yang lebih lama, sering 10-14 hari. Virus
Norwalk mempunyai masa inkubasi pendek (12jam). Muntah dan mual
cenderung mendominasi penyakit yang disertai virus Norwalk, dan lamanya
singkat 1-3 hari gejala. Gambaran klinis dan epidemiologis virus Norwalk
sering sangat menyerupai dengan pa yang disebut keracuna makanan dari
toksin yang dibentuk sebelumnya seperti Stapilococcus aureus atau Bacillus
cereus (Wahab, 1999).
2.4 Patofisiologi
Proses terjadinya diare disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor
diantaranya adalah:
a. Faktor Infeksi
Proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang
masuk ke dalam saluan pencernaan yang kemudian berkembang dalam
usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah
permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang
akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi aciran dan
elektrolit. Atau juga dikatakan adnya toksin bakteri akan menyebabkan
sistem transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi
yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat. Penyebab
ini di bedakan menjadi dua:
Infeksi Enteral
Infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella,
Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus
(Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi
parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C.
albicans).
Infeksi Parenteral
Merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat
menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis,
bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya
b. Faktor Malabsorbsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang
mengakibatakan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran
air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga
usus sehingga terjadi diare
c. Faktor Makanan
Ini terjdi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan
baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatakan
penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian
menyebabkan diare
d. Faktor Psikologis
Hal ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik
usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang
dapat menyebabkan diare.
(Hidayat, 2008).
Gambar 1.1Bagan terjadinya diare
(Setyowati dan Nurheni, 2001)
faktor
infeksiKuman masuk dan berkembang dalam
usus
Toksin dalam dinding usus
halus
Hipersekresi air elektrolit (isi rongga)
usus meningkat
Tekanan osmotik
meningkat
malabsorbsi
Kemempuan absorbsi menurun
hiperperistaltikToksin tidak dapat diabsorbsi
Pergeseran air dan elektrolit ke
rongga usus
psikologis Kemampuan absorbsi menurun
Isi ringga usus meningkat
hiperperistaltik
makanan
diare
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
1. Gangguan osmotik
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi
pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang
berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga
timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan
selanjutnya timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan,
selanjutnya dapat timbul diare pula (Hidayat, 2008).
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada
diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun
dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya
anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat
karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan
terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan
intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering
pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena
adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan
adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul
jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50%
pada anak-anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini
disebabkan oleh:
Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau
muntah yang bertambah hebat.
Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran
dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,
akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis
bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal (Hidayat,
2008).
2.5 Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat
terjadi berbagai macam komplikasi seperti :
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram).
4. Hipoglikemi
5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase
karena kerusakan vili mukosa usus halus.
6. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita
juga mengalamI kelaparan (Andrianto, 1995).
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tinja: pH, leukosit, glukosa dan adanya darah
a) Makroskopis dan mikroskopis
b) PH dan kadar gula dalam tinja
c) Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
3. Kultur tinja
4. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
5. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.
2.7 Penatalaksanaan keperawatan
A. Pengkajian
1) Identitas Anak
Nama, umur, tempat/ tanggal lahir, alamat/ No telp, tingkat
pendidikan dll.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat kelahiran ; Panjang Lahir, Berat Badan Lahir Rendah
Riwayat Nutrisi ; Mal Nutrisi, KEP, Pola Makan dan Minum,
Tipe Susu Formula
Riwayat diare ; Berulang, Penyebab
Pola Pertumbuhan
Riwayat Otitis media dan atau infeksi lainnya
Memakan makanan yang tidak bersih
Kurangnya personal higiene (tidak mencuci tangan
sebelum makan, tempat bermain yang kotor)
Pernah menderita OMA, tonsilitis atau
tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis
Malabsorbsi karbohidrat (misalnya : intoleransi
laktosa), lemak dan protein
Alergi terhadap makanan tertentu
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat Diare : Frekuensi, Penyebab
Riwayat Tinja : Jumlah, warna, bau, konsistensi, waktu BAB
Kaji Intake dan Output BAB > 3x sehari dengan konsistensi
encer
Anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu
makan berkurang
Tinja makin cair disertai lendir atau darah. Warna tinja
berubah jadi hijau karena bercampur dengan empedu
Daerah disekitar anus lecet karena sering defekasi
Muntah bisa terjadi sebelum dan sesudah diare
Gejala dehidrasi mulai tampak jika pasien telah banyak
kehilangan cairan dan elektrolit
Diuresis : terjadi oliguria (<1 ml/kg/jam), pada dehidrasi berat
tidak ada urine
4) Pengkajian Sistem
1. Pengkajian umum
a. Kesadaran
b. Tanda – tanda vital
Suhu tubuh: Pengukuran suhu melalui mulut (anak > 6
th)
Pengukuran axilla (<4 – 6 th)
Nadi : kuat, lemah, teratur/ tidak.
Nafas : kedalaman, irama, teratur/ tidak
TD : Sistolik/ diastolik, tekanan nadi
c. TB / BB
d. Lingkar kepala
e. Lingkar Dada
f. Pengkajian fisik
Tinkat dehidrasi% kehilangan berat badan
Bayi Anak Besar
Dehidrasi ringan 5 % (50 ml/kg) 3 % (30 ml/kg)
Dehidrasi sedang 5 – 10 % (50 – 100
ml/kg)
6 % (60 ml/kg)
Dehidrasi berat 10 -15 % (100 – 150
ml/kg)
9 % (90 ml/kg)
a) Kepala : Higiene kepala dan Ubun-ubun cekung
b) Mata
- Palpebra : cekung atau tidak
- Konjungtiva : anemis atau tidak
- Sklera : ikterik atau tidak
c) Hidung : Sianosis, epistaksis
d) Mulut
Membran mukosa : pink, kering
e) Telinga : Apakah ada infeksi atau tidak
f) Sistem kardiovaskuler
- Nadi apeks : irama teratur atau tidak
- Nadi perifer : irama teratur atau tidak
- Bunyi jantung : murni atau bising
- Kulit : pucat atau sianosis
g) Sistem pernapasan
- Frekuensi napas
- Bunyi napas : murni atau bising
- Kedalaman
- Pola napas
h) Sistem persarafan, tingkat kesadaran
Pola tingkah laku
- Fungsi pergerakan : ketahanan, paralysis
- Fungsi sensori : Rf fisiologis, Rf patologis
i) Sistem musculoskeletal : Gaya berjalan, Persendian, Kesimetrisan
j) Sistem pencernaan
- Bising usus : ada atau tidak, frekuensi
- Distensi abdomen : ada atau tidak
- Mual atau muntah
k) Sistem eliminasi ( BAB dan BAK ) : Frekuensi, konsistensi, bau,
warna
5) Faktor Psikososial
Tahap perkembangan anak, kebiasaan di rumah
Metode koping orangtua dan anak
Interaksi orangtua dan anak
6) Pengkajian Keluarga
Jumlah anggota keluarga
Pola komunikasi
Pola interaksi
Pendidikan dan pekerjaan
Kebudayaan dan keyakinan
Fungsi keluarga
B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien antara lain:
1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan seringnya
buang air besar dan encer
2. Risiko gangguan intregitas kulit berhubungan dengan
seringnya buang air besar
3. Resiko infeksi pada orang lain berhubungan dengan
terinfeksi kuman diare atau kurangnya pengetahuan tentang
pencegahan pengurangan penyakit
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan menurunnya intake (pemasukan) dan
menurunnya absorpsi makanan dan cairan
5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan
anak
6. Cemas dan takut pada anak atau orang tua berhubungan
dengan hospitalisasi dan kondisi sakit
C. Perencanaan
1. Keseimbangan cairan dapat dipertahankan dalam batas
normal yang ditandai dengan pengeluaran urin sesuai, pengisian
kembali kapiler (capillary refill) kurang dari dua detik, turgor
kulit elastic, membran mukosa lembab dan berat badan tidak
menunjukkan penurunan
2. Anak tidak menunjukkan gangguan intergritas kulit yang
ditandai dengan kulit utuh dan tidak lecet.
3. Tidak terjadi penularan diare pada orang lain
4. Anak akan toleran dengan diit yang sesuai yang ditandai
dengan berat badan dalam batas normal, dan tidak terjadi
kekambuhan diare
5. Orang tua dapat berpartisipasi dalam perawatan anak
6. Anak dan orang tua menunjukkan rasa cemas atau takut
berkurang yang ditandai dengan orang tua aktif merawat anak,
bertanya dengan perawat atau dokter tentang kondisi dan
klarifikasi, dan anak tidak menangis.
D. Intervensi
1. Tingkatkan hidrasi dan keseimbangan elektrolit
Kaji status hidrasi, ubun-ubun, mata, turgor kulit, dan
membran mukosa
Kaji pengeluaran urin, gravitasi urin, atau berat jenis urin
(1005-1020) atau sesuai dengan usia pengeluaran urin
12ml/kg/jam
Kaji pemasukan dan pengeluaran urin
Monitor tanda-tanda vital
Pemeriksaan laboratorium sesuai program, elektrolit, Ht, pH
dan serum albumin
Pemberian cairan dan elektrolit sesuai protocol (dengan
oralit, dan cairan parenteral bila indikasi)
Pemberian obat anti diare dan antibiotic sesuai program
Anak diistirahatkan
2. Pertahankan keutuhan kulit
Kaji kerusakan kulit atau iritasi setiap buang air besar
Gunakan kapas lembab dan sabun bayi atau pH normal untuk
membersihkan anus setiap buang air besar
Hindari dari pakaian dan pengalas tempat tidur yang lembab
Ganti popok atau kain apabila lembab atau basah
Gunakan obat krim bila perlu untuk perawatan perineal
3. Kurangi dan cegah penyebaran infeksi
Ajarkan cara mencuci tangan yang benar pada orang tua dan
pengunjung
Segera bersihkan dan angkat bekas buang air besar dan
tempatkan pada tempat yang khusus
Gunakan standart pencegahan universal (seperti
menggunakan sarung tangan dan lain-lain)
Tempatkan pada ruangan yang khusus
4. Tingkatkan kebutuhan nutrisi yang optimal
Timbang berat badan anak setiap hari
Monitor intake dan output atau pemasukan dan pengeluaran
Setelah rehidrasi, berikan minuman oral dengan sering dan
makanan yang sesuai dengan diit dan usia dan atau berat
badan anak
Hindari minuman buah-buahan
Lakukan kebersihan mulut setiap habis makan
Bagi bayi ASI tetap diteruskan
Bila bayi tidak toleran dengan ASI berikan formula yang
rendah laktosa
5. Tingkatkan pengetahuan orang tua
Kaji tingkat pemahaman orang tua
Ajarkan tentang prinsip diit dan control diare
Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya cuci tangan untuk
menghindari kontaminasi
Jelaskan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan
Jelaskan pentingnya kebersihan
6. Turunkan rasa takut atau cemas pada anak dan orang tua
Ajarkan pada orang tua untuk mengekspresikan perasaan,
rasa takut dan cemas, dengarkan keluhan orang tua dan
berikap empati, dan sentuhan terapeutik
Gunakan komunikasi terapeutik, kontak mata, sikap tubuh
dan sentuhan
Jelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan pada anak dan
orang tua
Libatkan orang tua dalam perawatan anak
Jelaskan kondisi anak, alasan pengobatan dan perawatan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja atau feses dengan
konsistensi cair dengan frekuensi lebih dari tiga kali.
Penyebab dari diare antara lain: bakteri, virus, jamur, parasit,
protozoa, alergi makanan, gangguan metabolik atau malabsorbsi, iritasi
langsung pada saluran pencernaan oleh makanan, obat-obatan.
Gejala umum diare adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 kali
atau lebih dalam sehari yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau
lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran.
Diagnosa dari diare adalah
1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan seringnya buang air
besar dan encer
2. Risiko gangguan intregitas kulit berhubungan dengan seringnya buang
air besar
3. Resiko infeksi pada orang lain berhubungan dengan terinfeksi kuman
diare atau kurangnya pengetahuan tentang pencegahan pengurangan
penyakit
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
menurunnya intake (pemasukan) dan menurunnya absorpsi makanan
dan cairan
5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan anak
6. Cemas dan takut pada anak atau orang tua berhubungan dengan
hospitalisasi dan kondisi sakit
3.2 Saran
1. Dalam menentukan diagnose prioritas diharapkan pembaca mengacu
pada respon klien
2. Tentukan intervensi yang dilakukan sesuai kebutuhan klien
3. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca yan dapat dujadikan
sebagai acuan dalam menentukan asuhan keperawatan anak dengan
diare. Penulis juga minta maaf jika ada kekurangan dalam penulisan
makalah ini karena makalah ini memang jauh dari kata sempurna, untuk
itu kritik dan saran sangat penulis harapkan
DAFTAR PUSTAKA
Andrianto, Petrus.1995. Penatalaksanaan dan Pencegahan Diare Akut. Jakarta:
EGC
Hidayat, Aziz Alilmul. 2005. Ilmu Keperawatan Anak. Surabaya: Departeman
Kesehatan.
Kementerian Kesehatan RI. 2010 Pedoman Pengendalian Penyakit Diare. Jakarta
: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Mansjoer, Arief dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Volume 2. Jakarta:
Media Aeusculapius.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC
Setyowati dan Nurhaeni. 2001. Modul Keperawatan Anak Program Penyiapan
Tenaga Kerjs Kesehatan untuk Luar Negeri. Jakarta : PT Bina Intu Utama
Suandi, IKG. 1998. Diit pada Anak Sakit. Jakarta: EGC
Supartini, Yupi. 2007. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC
Wahab, A. Samik. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson vol. II edisi 15. Jakarta:
EGC