Upload
ebby-dira-pratama
View
221
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Enchefalitis
1. Pengkajian
a) Biodata
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan
klien satu dengan yang lain. Beberapa jenis ensefalitis lebih lazim atau lebih
parah pada anak-anak (0-15 tahun) atau orang tua. Jika memiliki pekerjaan
outdoor atau mempunyai hobi, seperti berkebun,joging, golf atau mengamati
burung, harus berhati-hati selama wabah ensefalitis. ( Muttaqin, Arif. 2000 ).
b) Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
keluhan utama pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk,
gangguan kesadaran, demam dan kejang.
c) Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan
serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien secara PQRST :
1. Provokes (Pemicu) : terjadinya kejang, suhu naik, dan kesadaran menurun
pada klien.
2. Quality (Kualitas) : klien mengalami nyeri kepala, muntah, hipersekresia,
pucat.
3. Radiation (Penyebaran) : klien mengalami nyeri di sekitar kepala,
tenggorokkan dan ekstrimitas
4. Severity (Intensitas) : suhu meningkat > 380C, skala nyeri 6, jumlah sel
meningkat 50-500/mm3. Kadarprotein 80-100mg%
5. Time (Waktu) : masa premodial berlangsung 1-4 hari
Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan hebatnya
keluhan, mulai timbul atau kekambuhan dari penyakit yang pernah dialami
sebelumnya. Biasanya pada masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari
ditandai dengan demam,sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan,
malaise, nyeri ekstrimitas dan pucat. Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang
berat ringannya tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala
terebut berupa gelisah, irritable, screaning attack, perubahan perilaku, gangguan
kesadaran dan kejang kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa
afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan paralisi saraf otak.
d) Riwayat kehamilan dan kelahiran
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal.
Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita
oleh ibu terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi
lahir dalam usia kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi system
kekebalan terhadap penyakit pada anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi
timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal
diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah lahir. Contoh : BBLR, &
apgar score.
e) Riwayat penyakit dahulu
Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan meningkatkan
kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada jaringan otak (J.G. Chusid,
1993). Imunisasi perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana kekebalan tubuh
anak. Alergi pada anak perlu diketahui untuk dihindarkan karena dapat
memperburuk keadaan.
f) Riwayat kesehatan keluarga
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan
penyakit yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu
diketahui, apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular yang
ada hubungannya dengan penyakit yang dialami oleh klien (Soemarno marram,
1983).
g) Riwayat sosial
Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung terhdap pertumbuhan
dan perkembangan anak. Perjalanan klinik dari penyakit sehingga mengganggu
status mental, perilaku dan kepribadian. Perawat dituntut mengkaji status klien
ataukeluarga agar dapat memprioritaskan maslaah keperawatnnya.
h) Kebutuhan dasar (aktifitas sehari-hari)
Pada penderita ensepalitis sering terjadi gangguan pada kebiasaan sehari-
hari antara lain: gangguan pemenuahan kebutuhan nutrisi karena mual muntah,
hipermetabolik akibat proses infeksi dan peningkatan tekanan intrakranial. Pola
istirahat pada penderita sering kejang, hal ini sangat mempengaruhi penderita.
Pola kebersihan diri harus dilakukan di atas tempat tidur karena penderita lemah
atau tidak sadar dan cenderung tergantung pada orang lain perilaku bermain
perlu diketahui jika ada perubahan untuk mengetahui akibat hospitalisasi pada
anak.
i) Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa TTV , pada klien
Encephalitis biasanya didapatkan peningkatan suhu lebih dari normal 39-410C.
Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dari selaput otak
yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunnan denyut nadi
terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai
peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan laju metabolisme
umum dan adanya infeksi pada sistem pernapasan sebelum mengalami
encephalitis. TD biasanya normal atau meningkat berhubungan dengan tanda-
tanda peningkatan TIK.
1. Pada klien ensephalistis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pada
pemeriksaan neurologis.
Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum meliputi :
a. Keadaan umum
Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami
perubahan atau penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat
kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi
serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat prosses
peradangan otak.
b. Gangguan system pernafasan
Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial
menyebabakan kompresi pada batang otak yang menyebabkan
pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada
batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan.
c. Gangguan system kardiovaskuler
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi
iskemik pada daerah tersebut, hal ini akan merangsaang
vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan
pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya transmitter
rangsang parasimpatis ke jantung.
d. Gangguan system gastrointestinal.
Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan
tekanan intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan
nervus vagus sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat
pula terjd diare akibat terjadi peradangan sehingga terjadi
hipermetabolisme.
e. Pertumbuhan dan perkembangan.
Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronis
atau mengalami hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya
gangguan pertumbuhan dan perkembangan sangat besar. Hal ini
disebabkan pada keadaan sakit fungsi tubuh menurun termasuk fungsi
social anak. Tahun-tahun pertama pada anak merupakan “tahun emas”
untuk kehidupannya. Gangguan atau keterlambatan yang terjadi saat ini
harus diatasi untuk mencapai tugas –tugas pertumbuhan selanjutnya.
Pengkajian pertumbuhna dan perkembangan anak ini menjadi penting
sebagai langkah awal penanganan dan antisipasi. Pengkajian dapat
dilakukan dengan menggunakan format DDST.
2. Pada klien ensephalistis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pada
pemeriksaan neurologis.
Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum meliputi :
1. Keadaan Umum
Pemeriksaan ROS (Review Of Syistem)
a. B1 (Breathing)
Inpeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sessak napas,
penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi
pernapasan yang sering didapatkan pada klien encephalitis yang
disertai dengan gangguan pada sistem pernapasan. Palpasi
biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri.auskultasi bunyi
napas tambahan seperti ronchi pada klien encephalitis
berhubungan akumulasi sekret dari penurunan kesadaran.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovasekuler didapatkan renjatan
(syok ) hipovelemik yang sering terjadi pada klien encephalitis.
c. B3 (Brain)
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan
terjadi iskemik pada daerah tersebut, hal ini akan merangsang
vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah meningkat.
Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya
transmitter rangsang parasimpatis ke jantung. Dalam buku “Ajar
Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan,2008” menyebutkan untuk enchephalitis dapat
dilakukan pemeriksaan sebagai berikut.
1. Tingkat kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran keadaan klien
enchepalitis biasanya berkisar berkisar pda tingkat latergi,
stuptor,dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau
pemberian asuhan keperawatan .
2. Fungsi serebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah
lakunya, nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah
dan aktivitas motorik.pada klien encephalitis tahap lanjut
biasanya status mental klien megalami perubahan.
3. Pemeriksaan saraf kranial
A. Saraf I : Fungsi penciuman biasanya tidak ada kelainan
pada klien encephalitis.
B. Saraf kranial II : Tes ketajaman penglihatan pada
kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin
didapatkan terutama pada enchephalitis supuratif disertai
abses serbri efusi subdural yang menyebabkan terjadinya
peningkatan TIK.
C. Saraf III, IV, dan VI : Pemeriksaan fungsi dan reaksi
pupil pada klien enchephalitis yang tidak disertai
penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap
lanjut enchephalitis yang telah mengganggu kesadaran,
tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan
didapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien
enchephalitis mengeluh mengalami fotofobia sensitif
yang berlebihan terhadap cahaya.
D. Saraf V : Pada klien enchephalitis didapatkan paralisis
pada otot sehingga mengganggu proses mengunyah.
E. Saraf VII : Presepsi dalam batas normal, wajah asimetris
karena adanya paralisis unilateral.
F. Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan
tuli presepsi. Saraf IX dan X. kemampuan menelan
kurang baik sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi via
oral.
G. Saraf XI : Tidak ada atrofi otot strenokleiomastoideus
dan trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukan
fleksi leher dan kaku kuduk.
H. Saraf XII : Lidah simetris, tidaka daa deviasi pada satu
sisi dan tidak ada fasikulkasi. Indra pengecapan normal.
4. Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi
pada enchephalitis tahap lanjut mengalami perubahan.
5. Pemeriksaan reflex
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon,
ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respon
normal. Refleks patologis akan didapatkan pada klien
enchephalitis dengan tingkat kesadaran koma.
6. Gerakan involunter.
Tidak ditemukan adanya tremor, Tic, dan distonia.
Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang
umum, terutama pada anak dengan enchephalitis disertai
peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan
TIK juga berhubungan dengan enchephalitis. Kejang terjadi
sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
7. Sistem sensorik.
Pemeriksaan sensorik pada enchephalitis didapatkan
perasaan raba normal, perasaan nyeri normal, perasaan suhu
normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh,
perasaan proprioseptif normal, dan perasaan diskriminatif
normal,perdangan pada selaput otak mengakibatkan sejumlah
tanda yang mudah dikenali enchephalitis. Tanda tersebut
adalah kaku kuduk, yaitu ketika adanya upaya untuk fleksi
kepala mengalami kerusakan karena danya spasme otot- otot
leher.
d. B4 (Bladder)
Pemeriksaan oada sistem perkemihan biasanya didapatkan
berkurangnya volume haluan urin, hal ini berhuungan dengan
penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
e. B5 (Bowel)
Penderita akan merasa mual dan muntah karena
peningkatan tekanan intrakranial yang menstimulasi hipotalamus
anterior dan nervus vagus sehingga meningkatkan sekresi asam
lambung. Dapat pula terjadi diare akibat terjadi peradangan
sehingga terjadi hipermetabolisme (F. Sri Susilanigsih, 1994).
f. B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran
menurukan mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu orang lain.
2. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul
1. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d edema serebral yang
mengubah/ menghentikan aliran darah arteri/ vena
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan
yang tidak adekuat, nafsu makan berkurang
3. Nyeri akut b.d adanya proses infeksi/ inflamasi, toksin dalam sirkulasi
4. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan/
ketahanan
5. Hipertermi b.d reaksi pertahanan tubuh terhadap infeksi, instabil termoregulasi
6. Resiko cedera b.d kejang spastik karena kerusakan sel saraf
7. Ketidakmampuan koping keluarga b.d mekanisme koping keluarga yang tidakk
efektif, stress akibat hospitalisasi
8. Distress spiritual b.d ketidakmampuan bertinteraksi sosial, perubahan hidup,
sakit kronis
9. Defisit perawatan diri b.d personal hygiene yang tidak efektif, perilaku hidup
yang bergantung pada orang lain
10. Potensial terjadi peningkatan tekanan intra cranial b.d vasodilatasi pembuluh
darah otak akibat proses peradangan jaringan.
11. Tidak efektifnya jalan nafas b.d penumpukan secret pada jalan nafas.
12. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.
13. Resiko tinggi cidera b.d kejang, perubahan status mental, dan penurunan
tingkat kesadaran.
14. Nyeri kepala b.d iritasi pada lapisan otak.
15. Risiko infeksi b.d diseminata hematogen dari patogen, stasis cairan tubuh,
penekanan respon inflamasi (akibat obat), pemajanan orang lain terhadap
patogen
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan
(Boedihartono, 1994). Perencanaan keperawatan pasien dengan masalah ensefalitis
adalah :
a. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d sakit kepala mual.
Tujuan : Nyeri teratasi.
Kriteria hasil :
1. Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.
2. Menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri :
Berikan tindakan nyaman. Tindakan non analgetik dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan
memeperbesar efek terapi analgetik.
Berikan lingkungan yang tenang,
ruangan agak gelap sesuai
indikasi.
Menurunkan reaksi terhadap stimulasi
dari luar atau sensitivitas terhadap
cahaya dan meningkatkan
istirahat/relaksasi.
Kaji intensitas nyeri. Untuk menentukan tindakan yang
akan dilakukan kemudian.
Tingkatkan tirah baring, bantu
kebutuhan perawatan diri pasien.
Menurunkan gerakan yang dapat
meningkatkan nyeri.
Berikan latihan rentang gerak
aktif/pasif secara tepat dan
masase otot daerah leher/bahu.
Dapat membantu merelaksasikan
ketegangan otot yang meningkatkan
reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman
tersebut.
Kolaborasi :
Berikanan algesik sesuai
indikasi.
Obat ini dapat digunakan untuk
meningkatkan kenyamanan /istirahat
umum.
b. Hipertermi b/d reaksi inflamasi.
Tujuan : Suhu tubuh normal.
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri :
Pantau suhu pasien, perhatikan
menggigil/ diaforesis.
Suhu 38,9-41,1 C menunjukkan
proses penyakit infeksius akut.
Pantau suhu lingkungan, batasi /
tambahkan linen tempat tidur
sesuai indikasi.
Suhu ruangan/jumlah selimut harus
diubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal.
Berikan kompres mandi hangat,
hindari penggunaan alkohol.
Dapat membantu mengurangi
demam.
Kolaborasi :
Berikan antipiretik sesuai
indikasi.
Digunakan untuk mengurangi demam
dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus.
c. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d
kerusakan susunan saraf pusat.
Tujuan : Memulai/mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual.
Kriteria hasil :
1. Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual.
2. Mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasi terhadap hasil.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri :
Lihat kembali proses patologis
kondisi individual.
Kesadaran akan tipe/daerah yang
terkena membantu. dalam mengkaji/
mengantisipasi defisit spesifik dan
keperawatan
Evaluasi adanya gangguan
penglihatan
Munculnya gangguan penglihatan
dapat berdampak negatif terhadap
kemampuan pasien untuk menerima
lingkungan.
Ciptakan lingkungan yang
sederhana, pindahkan perabot
yang membahayakan.
Menurunkan/ membatasi jumlah
stimuli yang mungkin dapat
menimbulkan kebingungan bagi
pasien.
d. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.
Tujuan : Tidak terjadi kontraktur.
Ktiteria hasil :
1. Tidak terjadi kekakuan sendi.
2. Dapat menggerakkan anggota tubuh.
e.
Potensial terjadi peningkatan tekanan intra cranial sehubungan dengan vasodilatasi
pembuluh darah otak akibat proses peradangan jaringan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan peningkatan tekanan intra cranial tidak
terjadi,pasien sadar.
Kriteria hasil:
TTV normal
TD =120/ 80 mmHg
Nadi = 60-100x/menit
Suhu 36,5-37,50C
Nadi perifer teraba
Turgor kulit baik.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri:
Berikan penjelasan pada keluarga
klien tentang penyebab terjadinya
spastik dan terjadi kekacauan sendi.
Dengan diberi penjelasan
diharapkan keluarga mengerti dan
mau membantu program perawatan.
Lakukan latihan pasif mulai ujung
ruas jari secara bertahap.
Melatih melemaskan otot-otot,
mencegah kontraktor.
Lakukan perubahan posisi setiap 2
jam.
Dengan melakukan perubahan
posisi diharapkan perfusi ke
Jaringan lancar, meningkatkan daya
pertahanan tubuh.
Kolaborasi :
Pemberian pengobatan spastik
dilantin / valium sesuai Indikasi.
Diberi dilantin / valium , kejang /
spastik hilang.
Intervensi Rasional
1. Kaji ulang status neurologis yang
berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan TIK, terutama GCS.
2. Berikan oksigen sesuai program
dengan saluran pernafasan yang lancar.
3. Monitor TTV : tekanan darah, denyut
nadi, respirasi, suhu minimal satu jam
sampai keadaan klien stabil.
4. Naikkan kepala dengan sudut 15-45
derajat (tidak hiperekstensi dan fleksi)
dan posisi netral (dari kepala hingga
daerah lumbal dalam garis lurus).
5. Monitor intake dan output cairan tiap
8 jam sekali.
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian obat anti edema seperti
manitol, gliserol, lasik , analgesik, dan
1. Peningkatan TIK dapat diketahui
secara dini untuk menentukan tindakan
selanjutnya.
2. Pemberian Oksigen dapat
meningkatkan oksigenasi otak agar
tidak terjadi hipoksia. Ketepatan terapi
dibutuhkan untuk mencegah terjadinya
keracunan oksigen serta iritasi saluran
nafas.
3. Peningkatan TIK dapat diketahui
secara dini untuk menentukan tindakan
selanjutnya.
4. Dengan posisi tersebut maka akan
meningkatan dan melancarkan aliran
balik vena darah sehingga mengurangi
kongesti serebrum, edema dan
mencegah terjadi penigkatan TIK.
Posisi netral tanpa hiper ekstensi dan
fleksi dapat mencegah penekanan pada
saraf spinalis yang menambah
peningkatan TIK.
5. Tindakan ini mencegah kelebihan
cairan yang dapat menambah edema
serebri
6. Obat-oabatan tersebut dapat
menarik cairan untuk mengurangi
edema otak, menghilangkan rasa nyeri
antibiotik. dan infeksi.
f. Tidak efektifnya jalan nafas sehubungan dengan penumpukan secret pada jalan
nafas.
Tujuan :
Setelah dilakuakan tindakan keperawatan jalan nafas bisa efektif, oksigenasi
adequate yang ditandai dengan
Kriteria hasil:
Frekuensi Pernapasan 20-24 X/menit, irama teratur, bunyi nafas normal, tidak
ada stridor, ronchi, whezzing, tidak ada pernafasan cuping hidung pergerakan
dada simetris, tidak ada retraksi.
Intervensi Rasional
1. Kaji ulang kecepatan kedalaman,
frekwensi, irama dan bunyi nafas.
2. Atur posisi klien dengan posisi semi
fowler.
3. Lakukan fisioterapi dada.
4. Lakukan penghisapan lendir dengan
hati-hati selama 10-15 detik. Catat sifat,
1. Perubahan yang terjadi berguna
dalam menunjukkan adanya komplikasi
pulmunal dan luasnya bagian otak yang
terkena.
2. Dengan posisi tersebut maka akan
mengurangi isi perut terhadap
diafragma, sehingga ekspansi paru tidak
terganggu.
3. Dengan fisioterapi dada diharapkan
secret dapat didirontokkan ke jalan
nafas besar dan bisa di keluarkan.
4. Dengan dilakukannya penghisapan
secret maka jalan nafas akan bersih dan
akumulasi secret bisa dicegah sehingga
warna dan bau secret.
5. Observasi TTV terutama frekwensi
pernafasan.
6. Lakukan kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian terapi oksigen,
monitor ketepatan terapi dan komplikasi
yang mungkin
pernafasan bisa lancar dan efektif.
5. TTV merupakan gambaran
perkembangan klien sebagai
pertimbangan dilakukannya tindakan
berikutnya.
6. Pemberian Oksigen dapat
meningkatkan oksigenasi otak.
Ketepatan terapi dibutuhkan untuk
mencegah terjadinya keracunan oksigen
serta
g. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan klien terpenuhi dalam waktu
2x24 jam.
Kriteria hasil:
Turgor membaik, asupan makanan dapat masuk sesuai kebutuhan makanan,
terdapat kemampuan menelan, berat badan meningkat 1 kg, Hb dan albumin
dalam batas normal.
Intervensi Rasional
1. Observasi tekstur dan turgor kulit.
2. Lakukan oral hegiene.
3. Observasi masukan dan keluaran
makanan.
4. Observasi posisi dan keberhasilan
sonde.
5. Tentukan kemampuan klien dalam
mengunyah, menelan dan feflek batuk.
1. Mengetahui status nutrisi klien.
2. Kebersihan mulut merangsang
nafsu makan.
3. Mengetahui keseimbangan nutrisi
klien.
4. Untuk menghindari resiko infeksi
atau iritasi.
5. Untuk menetapkan jenis makanan
6. Kaji kemapuan klien dalam
menelan, batuk dan adanya sekret.
7. Auskultasi bising usus , amati
penurunan atau hiperaktivitas bising
usus.
8. Timbang berat badan sesuai
indikasi.
9. Berikan makanan dengan cara
meninggikan kepala.
10. Letakkan posisi kepala lebih
tinggi,selama dan sesudah makan
11. Stimulasi bibir untuk menutup dan
membuka mulut secara anualdengan
menekan ringan diatas bibir / dibawah
dagu jika dibutuhkan
12. Mulailah untuk memberikan
makanan per oral ,setengah cair dan
makanan lunak ketika klien dapat
menelan air.
yang diberikan pada klien.
6. Dengan mengkaji faktor-faktor
tersebut dapat menentukan
kemampuan menelan klien dan
mencegah resiko aspirasi.
7. Fungsi gastrointestinal bergantung
pada kerusakan otak. Bising usus
menentukan respon pemberian
makanan atau terjadinya komplikasi ,
misalya pada ileus.
8. Untuk mengevaluasi efektifitas
dari asupan makanan.
9. Menurunkan resiko regurgitasi
atau aspirasi.
10. Untuk klien lebih mudah menelan
karena gaya gravitasi.
11. Membantu dan melatih dan
meningkatkan kontrol muskular.
12. Makanan lunak atau cair mudah
untuk dikendalikan di dalam mulut
dan menurunkan terjadinya aspirasi.
h. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan kejang, perubahan status mental, dan
penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan dalam waktu 3x24 jam, klien bebas dari cidera yang
disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.
Kriteria hasil :
Klien tidak mengalami cidera apabila ada kejang berulang.
Intervensi Rasional
1. Minitor kejang pada tangan, kaki,
mulut dan otot-otot muka lainnya.
2. Persiapkan lingkungan yang aman
seperti batasan ranjang, papan
pengaman, dan alat suction selalu
berada dekat klien.
3. Pertahankan bedrest selam fase
akut.
4. Kolaborasi pemberian terapi
diazepam, fenobarbital.
1. Gambaran iritabilitas sistem saraf
pusat memerlukan evaluasi yang
sesuai dengan ontervensi yang tepat
untuk mencegah terjadinya
komplikasi.
2. Melindungi kejang bila kejang
terjadi.
3. Mengurangi resiko jatuh atau
cidera , jika terjadi vertigo atau
ataksia.
4. Untuk mencegah dan mengurangi
kejang . catatan fenofarbital dapat
menyebabkan depresi pernapasan dan
sedasi.
i. Nyeri kepala berhubungan dengan iritasi pada lapisan otak.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam keluhan nyeri
berkurang / rasa sakit terkendali.
Kriteria hasil :
Klien dapat tidur dengan tenang, tidak meringis, rileks, skala nyeri 3,
Intervensi Rasional
1. Usahakan membuat lingkungan
yang aman dan tenang
2. Lakukan penatalaksanaan nyeri
dengan metode distraksi dan relaksasi
npas dalam
3. Lakukan ROM pasif maupun aktif
dengan klien.
4. Kolaborasi pemberian analgesik.
1. Menurunkan reaksi terhadap
rangsangan eksternal atau kesensitifan
terhadap cahaya dan menganjurkan
klien untuk beristirahat.
2. Membantu menurunkan
( memutuskan ) stimulasi sensasi
nyeri.
3. Dapat membantu relaksasi otot-
otot yang tegang dan dapat
menurunkan nyeri atau rasa tidak
nyaman.
4. Mungkin diperlukan untuk
menurunkan rasa sakit .Catatan:
narkotika merupakan kontraindikasi
karena berdampak pada status
neurologis sehingga sukar untuk
dikaji.