Upload
destia-mardianty
View
595
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjat kan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpakan
kasih dan anugrah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
KEPERAWATAN GERONTIK yang berjudul “PENGKAJIAN ASUHAN
KEPERAWATAN PADA GANGGUAN PENGLIHATAN PADA LANSIA”
Makalah ini, diambil dari buku yang berkaitan dengan judul ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini, banyak memperoleh petunjuk,
dorongan serta bimbingan yang tak ternilai dari berbagai pihak. Dalam kesempataan
ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ns. Ida Ramadani, S.Kep selaku pembibing
2. Teman- teman yang ada di sekolah tinggi Ilmu Kesehatan
TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU.
3. Makalah ini belumlah sempurna, namun bagi penulis hasil
ini sangat lah berarti sehingga dapat memberikan dorongan
sekaligus tantangan untuk terus berkarya. Oleh karena itu,
Penulis membuka diri untuk menerimah berbagai masukan
dan kritik demi perbaikan dimasa yang akan datang.
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman judul..................………................................................................... i
Halaman Judul Dalam............................................………............................. ii
Kata Pengantar................................................................................… iii
Daftar Isi............................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang..................................................................... 1
1.2 Tujuan Kegiatan................................................................... 3
1.3 Manfaat.................................................................................. 3
1.4 Sistematika Laporan............................................................ 3
BAB 2 KONSEP TEORI......................................................................... 5
2.1 Konsep Teori Lansia........................................................... 5
2.2 Konsep Penyakit Katarak................................................... 11
2.3 Konsep AsuhanaKeperawatan Pada Pasien
Dengan Post Operasi Katarak........................................... 13
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN .................................................... 20
3.1 Pengkajian............................................................................ 20
3.2 Diagnosa Keperawatan dan Perumusan
Prioritas Keperawatan.......................................................... 26
3.3 Perencanaan........................................................................ 28
3.4 Implementasi........................................................................ 34
3.5 Evaluasi................................................................................. 35
BAB 4 PENUTUP................................................................................... 36
4.1 Kesimpulan........................................................................... 36
4.2 Saran..................................................................................... 36
Daftar Pustaka...................................................................................... 37
Lampiran – lampiran............................................................................. 38
Satuan Acara Penyuluhan................................................................... 38
Lampiran Materi: Perawatan Mata Post Operasi Katarak..................... 41
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah
mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan
ekonomi, perbaikan linkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
terutama di bidang medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat meningkatkan
umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut
meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat.
Peningkatan umur harapan hidup masyarakat di Indonesia dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 1.1 Angka Harapan Hidup di Indonesia
I. TAHUN Laki-laki Perempuan Total
1971
1980
1990
1995
2000
2005
2010
2015
2020
44,2
50,6
58,1
61,5
63,3
64,9
66,4
67,7
69,0
47,2
53,7
61,5
65,4
67,2
68,8
70,4
71,7
73,0
45,7
52,2
59,8
63,5
65,3
66,9
68,4
69,8
71,7
Sumber: BPS, 1992, 1993 Keterangan: Angka harapan hidup sejak lahir
Saat ini, di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta
dengan usia rata – rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai
1,2 milyar. Di negara maju seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut
usia lebih kurang 1000 orang per hari pada tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari
penduduk berusia di atas 50 tahun sehingga istilah “Baby Boom” pada masa lalu
berganti menjadi “Ledakan penduduk lanjut usia”.
Menurut penelitian yang dilakukan terhadap orang lanjut usia di Indonesia
yang dilakukan oleh Prof. Dr.R. Boedhi Darmojo, terjadi peningkatan jumlah
lanjut usia yang sangat signifikan seperti terlihat dalam tabel berikut:
Tabel 1.1 Demografi Orang Lanjut Usia di Indonesia
Tahun 1980 1985 1990 1995 2000 2020
Total penduduk (55 tahun
ke atas)
148 165 183 202 222
a. Total (juta) 11,4 13,3 16 19 22,2 29,12
b. Persentase (%) 7,7 8 8,7 9,4 10 11,09
Harapan hidup 55,30 58,19 61,12 64,05 65-70 70-75
Menurut penelitian Prof. Dr. R. Boedhi Darmojo
Berdasarkan Data pada Biro Pusat Statistika dan beberapa sumber lain, dapat
diketahui jumlah dan prosentase populasi lansia di Indonesia pada tahun 1971 –
2020 sesuai pada tabel berikut ini:
Tabel 1.2 Jumlah dan Persentase Populasi Lansia Indonesia 1971 – 2020
II. TAHUN Jumlah Lansia Persentase
1971 (a) 5.306.874 4,48%
1980 (b) 7.998.543 5,45%
1990 (c) 11.277.557 6,29%
1995 (d) 12.778.212 6,56%
2000 (d) 15.262.199 7,28%
2005 (d) 17.767.709 7,97%
2010 (d) 19.936.859 8,48%
2015 (d) 23.992.553 9,77%
2020 (d) 28.822.879 11,34%
Sumber: (a) Biro Pusat Statistika, 1974; (b) Biro Pusat Statistika,1983; (c) Biro Pusat
Statistika, 1992; (d) Ananta dan Anwar, 1994. Dikutip oleh Djuhari dan Anwar, 1994
Meningkatnya umur harapan hidup dipengaruhi oleh:
1) Majunya pelayanan kesehatan
2) Menurunnya angka kematian bayi dan anak
3) Perbaikan gizi dan sanitasi
4) Meningkatnya pengawasan terhadap penyakit infeksi
Secara individu, pada usia di atas 55 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah.
Hal ini akan menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis.
Dengan bergesernya pola perekonomian dari pertanian ke industri maka pola
penyakit pada lansia juga bergeser dari penyakit menular menjadi penyakit tidak
menular (degeneratif).
Survei rumah tangga tahun 1980, angka kesakitan penduduk usia lebih dari 55
tahun sebesar 25,70% diharapkan pada tahun 2000 nanti angka tersebut menjadi
12,30% (Depkes RI, Pedoman Pembinaan Kesehatan Lanjut Usia Bagi Petugas
Kesehatan I, 1992).
Perawatan terhadap pasien lansia bisa menjadi tugas yang menantang bagi para
tenaga klinis. Perubahan – perubahan kecil dalam kemampuan seorang pasien lansia
untuk melaksanakan aktivitas sehari – hari atau perubahan kemampuan seorang
pemberi asuhan keperawatan dalam memberikan dukungan hendaknya memiliki
kemampuan untuk mengkaji aspek fungsional, sosial, dan aspek – aspek lain dari
kondisi klien lansia.
Berkaitan dengan peran pemberi asuhan keperawatan dalam hal ini perawat
sebagai salah satu kompetensi yang harus diemban, maka dirasa perlu untuk
mengadakan praktek keperawatan klinik khususnya pada klien lansia sebagai konteks
keperawatan gerontik, maka pada kesempatan mengenyam tahap profesi ini,
mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Surabaya, Angkatan II, Gerbong I, diterjunkan secara langsung di Panti
Sosial Tresna Werdha “ Bahagia” di Kabupaten Magetan, guna mendapat
pengalaman secara langsung mengenai perubahan – perubahan yang terjadi pada
lansia serta konsep asuhan keperawatan pada klien lansia yang mengalami gangguan
atau masalah kesehatan.
1.2 Tujuan Kegiatan
Tujuan kegiatan praktek keperawatan gerontik adalah sebagai lahan
penerapan asuhan keperawatan gerontik khusunya pada klien lansia dengan post
operasi katarak guna meningkatkan status kesehatan klien lansia.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat praktek keperawatan gerontik adalah:
1) Sebagai lahan penerapan asuhan keperawatan gerontik bagi mahasiswa.
2) Membantu meningkatkan status kesehatan lansia melalui pendekatan praktek
keperawatan.
BAB II
KONSEP TEORI
Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep teori yang memuat: Konsep Lansia,
Konsep Penyakit Post Operasi Katarak dan Konsep Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Post Operasi Katarak.
2.1 Konsep Teori Lansia
2.1.1 Batasan Lansia
Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
1) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2) Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
2.1.2 Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan
masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun
psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun
psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih,
penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai
fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskpun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak
harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini
diartikan:
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari,
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo, 1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan – perubahan yang menuntut
dirinya untuk menyesuakan diri secara terus – menerus. Apabila proses penyesuaian diri
dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979)
seperti dikutip oleh MunandarAshar Sunyoto (1994) menyebutkan masalah – masalah yang
menyertai lansia yaitu:
1) Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain,
2) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola
hidupnya,
3) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau
pindah,
4) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak
dan
5) Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan
perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar
adalah perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin
bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat
terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan – kegiatan rekreasi
tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi
pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara
fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan
teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan
yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut
dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah
memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap
peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan ynag diminati oleh para lanjut usia adalah
perubahan yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan
dan peran sosial (Goldstein, 1992)
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri – ciri
penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:
1) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
2) Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
3) Selalu mengingat kembali masa lalu
4) Selalu khawatir karena pengangguran,
5) Kurang ada motivasi,
6) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan
7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah: minat yang
kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil
kerja, menikmati kegiatan yang dilkukan saat ini dan memiliki kekhawatiran minimla
trehadap diri dan orang lain.
2.1.3 Teori Proses Menua
1) Teori – teori biologi
a) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies
– spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia
yang diprogram oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya
akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel –
sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel)
b) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
c) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
d) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkab kerusakan organ tubuh.
e) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
f) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan
organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
g) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan
yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya
elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
h) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah setelah sel-sel tersebut mati.
2) Teori kejiwaan sosial
a) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
- Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara
langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah
mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
- Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
- Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap
stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia
b) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.
Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan
bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat
dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
c) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara
kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple
loss), yakni :
1. kehilangan peran
2. hambatan kontak sosial
3. berkurangnya kontak komitmen
2.1.4 Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan
lanjut usia, antara lain: (Setiabudhi, T. 1999 : 40-42)
1) Permasalahan umum
a) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia
lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
c) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan lanjut
usia.
e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan
lansia.
2) Permasalahan khusus :
a) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik,
mental maupun sosial.
b) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat
individualistik.
f) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu
kesehatan fisik lansia
2.1.5 Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan
1) Hereditas atau ketuaan genetik
2) Nutrisi atau makanan
3) Status kesehatan
4) Pengalaman hidup
5) Lingkungan
6) Stres
2.1.6 Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
1) Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh,
diantaranya sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler,
sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal, genito urinaria,
endokrin dan integumen.
2) Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a) Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
d) Keturunan (hereditas)
e) Lingkungan
f) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan famili.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran
diri, perubahan konsep dir.
3) Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya
(Maslow, 1970)
Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat
dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970)
2.1.7 Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia
Menurut the National Old People’s Welfare Council , dikemukakan 12 macam
penyakit lansia, yaitu :
1) Depresi mental
2) Gangguan pendengaran
3) Bronkhitis kronis
4) Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.
5) Gangguan pada koksa / sendi pangul
6) Anemia
7) Demensia
2.2 Konsep Penyakit Katarak
2.2.1 Definisi
Katarak adalah kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur – angsur
penglihatan kabur akhirnya tidak dapat menerima cahaya (Barbara C.Long, 1996).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi
akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak congenital ). Dapat
juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, pengguanan kortikosteroid
jangka panjang, penyakit sistemis seperti Diabetes mellitus atau hipoparatiroidisme,
pemajanan radiasi, pemajanan yang lama sinar matahari (sinar ultraviolet), atau kelainan
seperti uveitis anterior.
2.2.2 Etiologi
1) Ketuaan biasanya dijumpai pada katarak Senilis
2) Trauma terjadi oleh karena pukulan benda tajam/tumpul, terpapar oleh sinar X
atau benda – benda radioaktif.
3) Penyakit mata seperti uveitis.
4) Penyakit sistemis seperti DM.
5) Defek congenital
2.2.3 Klasifikasi Katarak
1) katarak kongenital
Adalah katarak sebagian pada lensa yang sudah idapatkan pada waktu lahir.
Jenisnya adalah:
a) Katarak lamelar atau zonular.
b) Katarak polaris posterior.
c) Katarak polaris anterior
d) Katarak inti (katarak nuklear)
e) Katarak sutural
2) Katarak juvenil
Adalah katarak yang terjadi pada anak – anak sesudah lahir.
3) Katarak senil
Adalah kekeruhan lensa yang terjadi karena bertambahnya usia. Ada beberapa
macam yaitu:
a) katarak nuklear
Kekeruhan yang terjadi pada inti lensa
b) Katarak kortikal
Kekeruhan yang terjadi pada korteks lensa
c) Katarak kupliform
Terlihat pada stadium dini katarak nuklear atau kortikal.
Katarak senil dapat dibagi atas stadium:
a) katarak insipiens
Katarak yang tidak teratur seperti bercak – bercak yang membentuk
gerigi dengandasar di perifer dan daerah jernih di antaranya.
b) katarak imatur
Terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai
seluruh lensa sehingga masih terdapt bagian- bagian yang jernih pada
lensa.
c) katarak matur
Bila proses degenerasi berjala terus maka akan terjadi pengeluaran air
bersama – sama hasil desintegritas melalui kapsul.
d) katarak hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut sehingga korteks lensa mencair dan
dapat keluar melalui kapsul lensa.
4) Katarak traumatik
Terjadi akibat ruda paksa atau atarak traumatik.
2.2.4 Factor Resiko
Perokok dan peminum alkohol
2.2.5 Patofisiologi
Lensa yang normal adalah posterior iris yang jernih, transparan berbentuk
seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengadung tiga
komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nucleus, di perifer ada korteks dan
mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia
nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas
terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nucleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna tampak seperti Kristal salju
pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Peerubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang dari bada silier ke
sekitar daerah yang berada di luar lensa misalnya dapat menyebabtkan penglihatan
mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyeb abkan koagulasi
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah
satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influx air ke dalam
lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar.
teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun seiring dengan bertambahnya usia dan tidak ada
pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda.
Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes namun
sebenarnya merupakan suatu konsekwensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan
katarak berkembang secara kronik dan “matang” ketika orang memasuki dekade ke tujuh.
Katarak dapat bersifat congenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak
terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor
yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B,
obat-obatan, alcohol, merokok, diabetes dan asupan vitamin anti oksidan yang kurang
dalam jangka waktu yang lama.
2.2.6 WOC
2.2.7 MANIFESTASI KLINIS
Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif . biasanya pasien mengatakan
penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat
tertentu yang diakibatkan karena kehilangan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi
pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga tak akan tampak dengan
oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak akan di pendarkan dan bukannya di transmisikan
dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan kabur
atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat
di malam hari. Pupil, yang normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih.
Katarak terjadi biasanya bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah sangat
memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan.
Orang dengan katarak secara khas akan mengembangkan strategi secara khas untuk
menghindari silau yang menjengkelkan yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah.
Misalnya, ada yang mengatur ulang perabot rumahnya Sehingga sinar tidak akan langsung
menyinari mata mereka. Ada yang menggunakan topi berkelepak lebar atau kaca mata
hitam dan menurunkan pelindung cahaya pada saat mengendarai mobil pada siang hari.
II.2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) kartu mata snellen/ mesin telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akueus atau
vitreus atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit system saraf atau
penglihatan keretina atau jalan optic.
2) pengukuran tonografi : mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mm hg).
3) pemeriksaan oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi
lempeng optic, papiledema, pendarahan retina, dan mikroaneurisme. dilatasi dan
pemeriksaan belahan- lampu memastikan diagnose katarak.
4) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid : dilakukan untuk memastikan
aterosklerosis, PAK.
II.2.9 PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi obat untuk katarak dan tak dapat diambil dengan
pembedahan laser. Namun masih terus dilakukan penelitian mengenai kemajuan
prosedur laser baru yang dapat digunakan untuk mencairkan lensa sebelum dilakukan
penghisapan keluar melalui kanula.
bila penglihatan dapat diperiksa dengan dilator pupil dan refraksi kuat
sampai ke titik dimana pasien melakukan aktifitas hidup sehari-hari maka penanganan
biasanya konservatif. Penting dikaji efek katarak terhadap kehidupan sehari-hari
pasien. Mengkaji derajat gangguan fungsi sehari-hari, seperti berdandan, ambulasi,
aktifitas rekreasi, menyetir mobil dan kemampuan bekerja sangat penting untuk
menentukan terapi mana yang paling cocok bagi masing-masing penderita.
pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut
untuk bekerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam
penglihatan yang terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi, bila
ketajaman pandang mempengaruhi keamanan atau kwalitas hidup atau bila visualisasi
segmen posterior sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit
retina atau saraf optikus seperti pada diabetes dan glaucoma.
pembedahan katarak adalah pembedahan yang paling sering dilakukan pada
orang yang berusia lebih dari 65. Masa kini, katarak paling sering diangkat dengan
anestesia local berdasar pasien rawat jalan, meskipun pasien perlu di rawat bila ada
indikasi medis. Keberhasilan pengemballian penglihatan yang bermanfaat dicapai pada
95 % pasien.
pengambilan keputusan untuk menjalani pembedahan sangat individual
sifatnya, dukungan financial dan psikososial dan konsekwensi pembedahan harus
dievaluasi karena sangat penting untuk penatalaksanaan pasien pasca operasi.
kebanyakan operasi dilakukan dengan anestesia local (retrobulbar) atau
peribulbar. Yang dapat mengimobiiisasi mata. Obat penghilang cemas dapat diberikan
untuk mengatasi perasaan kloustrofobia sehubungan dengan draping bedah. Anastesi
umum diperlukan bagi yang tak bisa menerima anestesia local yang tak mau bekerja
sama dengan alasan fisik atau psikologis atau yang tidak berespon terhadap anastesi
local.
ada dua macam tekhnik pembedahan tersedia utuk ppengangkatan katarak :
ekstraksi intrakapsuler dan ekstrakapsuler. Indikasi intervensi bedah adalah hilangnya
penglihatan yang mempengaruhi aktifitas normal pasien atau katarak yang
menyebabkan glaucoma atau mempengaruhi diagnosis dan terapi gangguan okuler lain
seperti retinopati diabetika.
BAB III
Proses Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post Operasi Katarak
3.1 Pengkajian
1. Data biografi klien
a) Nama : Tn. M
b) umur :75 th
c) Pendidikan terakhir: tidak sekolah
a) Agama: Islam
b) Satus perkawinan: janda meninggal tanpa anak
c) TB/BB: 140 cm / 33 kg
d) Penampilan umum: bersih dan rapi, tubuh kurus, ramah.
e) Ciri – ciri tubuh: jalan masih tegak, rambut sebagian memutih.
f) Alamat: Sepanjang, Surabaya
g) Orang yang dekat dihubungi: adik klien
h) Hubungan dengan klien: adik kandung.
2. Riwayat keluarga
Tidak ada riwayat keluarga yang menderita penyakit katarak sebelumnya.
3. Riwayat pekerjaan
Pekerjaan saat ini: -- Pekerjaan sebelumnya: tukang pijat keliling, sumber –
sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan: --
1) Riwayat lingkungan hidup
Klien tinggal di Wisma Pandu, 1 kamar berdua dengan Ibu Darmiatun. Kondisi
kamar cukup bersih, peralatan makan tertata rapi di atas meja, tidak ada pakaian
kotor yang menumpuk atau tergantung, kondisi tempat tidur cukup bersih.
Pertukaran udara an cahaya matahari cukup bersih. Tingkat kenyamanan dan
privacy cukup terjamin. Klien juga punya tongkat 1 buah, tapi jarang digunakan.
2) Riwayat rekreasi
Klien mengaku sering jalan – jalan kewisma – wisma yang lain untuk menengok
teman – temannya atau sekedar mengobrol. Klien juga mengatakan sangat
senang dengan adanya kegiatan senam lansia setiap hari Selasa dan Kamis serta
kegiatan rekreatif setiap hari Rabu, karena ada hiburan serta kesempatan
bertemu dengan teman – temannya yang lain.
3) Sistem pendukung
Di panti ada seorang perawat lulusan SPK dan panti telah mengkibatkan
kerjasama sistem rujukan dengan puskesmas pembantu Candirejo serta RSUD
Magetan. Serta keberadaan teman sekamar klien yang sangat memperhatikan
kondisi klien sangat membantu pegawasan kesehatan klien.
4) Deskripsi kekhususan
Klien semenjak bulan puasa, rajin puasa setiap hari dan sampai har ini belum
pernah gagal puasa. Sholat 5 waktu juga dilaksanakan oleh klien secara rutin,
bahkan shalat tarawih pun dilaksanakan setiap hari di musholla.
5) Status kesehatan
Klien mengatakan penglihatannya mulai terasa kabur sejak lebih kurang 3 tahun
yang lalu. Klien juga mengatakan tidak menderita penyakit lain, klien merasa
seat – sehat saja. Semenjak operasi klien mengeluh nyeri pada mata kiri, mata
kiri terasa panas, berair, nyeri terasa sampai menyebar ke kepala.
Provokative : Nyeri dirasa setelah klien terpapar sinarmatahari langsung
atau baru bangun tidur.
Quality : Nyeri dirasakan menyebarsampai ke kepala disertai mata
kiri terasa panas dan berair.
Region : Nyeri terasa pada mata kiri menyebar sampai kepala
Severity scale : Bila nyeri kambuh, klien mengatakan sulit tidur.
Timming : saat bangun tidur dan setelah terpapar sinar matahari
langsung.
Klien post op 16 hari yang lalu dan telah banyak mendapatkan informasi dari
perawat panti serta pendamping wisma yang bertugas mengenai perawatan luka
pada post operasi serta pantangan – pantangan yang harus diperhatikan oleh
klien. Tetapi setelah dilaksanakan pengkajian , terlihat banyak sekret yang
menumpuk pada mata kiri dan ternyata klien belum memahami beberapa
pantangan yang arus dijalaninya.
Obat – obatan: bila nyeri biasanya perawat memberikan Gentamycin Salp 3x1
Satus imunisasi: --
Alergi terhadap obat – obatan, makanan maupun zat paparan lain seperti debu,
cuaca tidak ada pada klien.
6) Aktivitas sehari- hari
Berdasarkan indeks KATZS, pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari- hari klien
diskor dengan A karena berdasarkan pengamatan mahasiswa, klien mampu
memenuhi kebutuhan makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil dan
berpakaian secara mandiri.
Kebutuhan istirahat tidur kadang – kadang terganggu bila nyeri pada luka post
operasi kambuh. Pada pengkajian personal hygiene tampak penumpukan sekret
pada mata kiri klien.
Psikologis kien meliputi:
Persepsi klien terhadap penyakit: klien merasa wajar karena
umurnya sudah tua.
Konsep diri baik karena klien mampu memandang dirinya
secara positif dan mau menerima kehadiran orang lain.
Emosi klien stabil
Kemampuan adaptasi klien baik, terlihat daris eringnya klien
mengunjungi teman – temannya di wisma yang lain.
Mekanisme pertahanan diri: klien mengnaggap kehidupan di
luar panti sudah tidak menarik lagi baginya, klien ingin menghabiskan hari
tuanya di panti. Klien mengatakan senang tinggal di panti karena
mendapatkan keteraturan dalam hal makan, istirahat dan kebutuhan lain
terpenuhi.
7) Tinjauan sistem
a) Keadaan umum: baik, klien tampak bersih.
b) Tingkat kesadraan : CM (compos mentis)
c) Skala koma glasgow: 15
d) Tanda – tanda vital: N: 76 x/mnt; S: 36,80C, RR: 18 x/mnt; TD: 130/80
mmHg.
e) Sistem kardiovaskuler:
- Inspeksi: keadaan umum terlihat baik
- Palpasi: Tidak ada pelebaran pembuluh darah dan pembesaran
jantung.
- Perkusi: Tidak ada suara redup, pekak atau suara abnoral lain.
- Auskultasi: Irama jantung teratur, tidak ada suara lain
menyertai.
f) Sistem pernafasan:
- Inspeksi: dada ka/ki terlihat simetris, pergerakan otot dada (-)
- Palpasi: Tidak ada pembesaran abnormal, iktus kordis teraba.
- Perkusi: Suara paru ka/ki sama dan seimbang
- Auskultasi: Suara pekak, redup, wheezing (-)
g) Sistem integumen
Inspeksi: tekstur kulit terlihat kendur, keriput(+), peningkatan pigmen (+),
dekubitus (-), bekas luka (-). Palpasi: turgor kulit baik.
h) Sistem perkemihan
Klien mengatakan biasa buang air kecil di kamar mandi, frekuensi 3-4
x/hari, jumlah baias (100 cc). Ngompol (-)
i) Sistem muskuloskletal
ROM klien baik/penuh, klien seimbang dalam berjalan, osteoporosis (-),
kemampuan menggenggam kuat, otot ekstremitas ka/ki sama kuat, tidak ada
kelainan tulang, atrofi dll.
j) Sistem endokrin
Klien mengatakan tidak menderita kencing manis. Palpasi: tidak ada
pembesaran kelenjar.
k) Sistem immune
Klien mengatkan belum pernah disuntik imunisasi, sensitivitas terhadap zat
alergen (-), riwayat penyakit berkaitan dengan imunisasi, klien mengatakan
tidak tahu.
l) Sistem gastrointestinal
Klien hanya mengkonsumsi makanan yang disediakan dari dapur umum
panti ditambah dengan kadang – kadang minum kopi. Klien mampu
menghabiskan 1 porsi makanan yang disediakan pendamping wisma tanpa
keluhan mual. Klien mengatakan tinggal di panti membuatnya makan teratur
3x/hari dengan snack 2x/hari dan tambahan susu, teh atau kopi sehingga
klien merasakan badannya lebih gemuk semenjak tinggal di panti. BB
sekarang: 33 kg, keadaan gigi klien: sudah ompong semuanya, klien
mengatakan tidak ada kesulitan menelan an mengunyah makanan.
m) Sistem reproduksi
Klien mengatakan tidak punya anak dari hasil pernikahannya, riwayat
berhenti menstruasi lebih kurang 30 tahun yll.
n) Sistem persyarafan
Keadaan status mental klien baik dengan emosi stabil. Respon klien
terhadap pembicaraan (+) dengan bicara yang normal dan jelas, suara pelo
(-), bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.
Interpretasi klien terhadap lawan bicara cukup aik.
Keadaan mata kiri tampak penumpukan sekret, penglihatan agak kabur
tetapi klien mampu pergi ke wisma lain tanpa bimbingan orang lain atau
menggunakan tongkat dan klien juga mampu mengikuti kegiatan senam
dengan baik. IOL (+), hiperemis (+). Klien mampu melihat dalam jarak
pandang 50 mtr. Kemampuan pendengaran agak menurun sehingga lawan
bicara harus berbicara agak keras supaya klien mendengar.
8) Status kognitif/afektif/sosial
o) Short potable mental status questionaire (SPMSQ) dengan skor: 10,
fungsi intelektual utuh.
p) Mini mental state exam (MMSE) dengan skor: 25, aspek kognitif dari
fungsi mental dalam keadaan baik.
q) Inventaris depresi beck, dengan skor: 3 pada keraguan – raguan,
kesulitan kerja dan keletihan. Jadi tidak ada tanda – tanda depresi pada
klien.
r) Apgar keluarga denagn lansia, skor: 8 dimana fungsi sosial klien dalam
kedaan normal.
9) Data penunjang
Hasil pemeriksaan gluko test (-)
Analisa Data
Nama : Tn. M ( 75 th)
R.Rawat : Ruang RSUD M. Yunus Bengkulu
Dx.Medis : Katarak
No Data Etiologi Masalah
1.
2.
DS:
- Klie
n mengeluh nyeri pada mata
kiri pot op menyebar ke
kepala saat terpapar sinar
matahari atau baru bangun
tidur.
- Klie
n mengatakan bila nyeri
kambuh, mengalami kesulitan
tidur.
- Klie
n mengatakan riwayat operasi
katarak mata kiri 16 hari yll.
DO:
- Mat
a kiri berair, hiperemis(+)
- IOL
Interupsi
pembedahan
katarak pada mata
kiri.
Peningkatan
Nyeri
3.
(+)
DS:
- Klie
n mengatakan mata kiri terasa
nyeri, panas dan nyeri
menyebar sampai ke kepala.
- Klie
n mengatakan mata kirinya
terus berair dan mengeluarkan
kotoran.
DO:
- Sekr
et pada mata kiri (+).
- Mat
a kiri berair(+)
- Riw
ayat post op katarak 16 hari
yll.
DS:
- Klie
n mengatakan matanya terasa
kabur sejak 3 tahun yang
lalu.
- Klie
n mengatakan usianya sudah
85 tahun.
DO:
- Klie
n berjalan tegap, cara berjalan
seimbang tapi ragu – ragu.
- Klie
n mampu melihat dalam jarak
kerentanan
skunder terhadap
interupsi
pembedahan
katarak.
Keterbatasan
penglihatan.
Resiko infeksi
Resiko cidera
pandang 50 mtr.
3.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri akut b/d interupsi pembedahan jaringan tubuh
2. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d peningkatan perentanan sekunder terhadap
interupsi permukaan tubuh.
3. Resiko tinggi terhadap cidera b/d keterbatasan penglihatan, berada di lingkungan
yang asing dan keterbatasan mobilitas dan perubahan kedalaman persepsi karena
pelindung mata.
4. Gangguan sensori persepsi b.d penurunan ketajaman penglihatan.
3.3 Diagnosa keperawatan yang Prioritas.
1. Nyeri akut b/d interupsi pembedahan jaringan tubuh
2. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d peningkatan perentanan sekunder terhadap
interupsi permukaan tubuh.
3. Resiko tinggi terhadap cidera b/d keterbatasan penglihatan, berada di
lingkungan yang asing dan keterbatasan mobilitas dan perubahan kedalaman
persepsi karena pelindung mata.
3.4 NCP
Nama : Tn. M ( 75 th)
R.Rawat : Ruang RSUD M. Yunus Bengkulu
Dx.Medis : Katarak
N
o
Dx kep Tujuan K.H Intervensi Rasional
1. Nyeri b/d
interupsi
pembedah
an katarak
pada mata
kiri.
Setelah
dilakukan
intervensi
keperawatan
selama 3x24
jam
diharapkan
nyeri hilang.
-
-
tercukupi 8
jam.
-
berair dan
tidak merah.
aktifitas yang
disebutkan dokter
yang mungkin
termasuk
menghindari
aktifitas berikut:
-
memberika
n
kenyamana
n dan
mengurang
i tekanan
pada bola
sisi yang
dioperasi
-
melewati
pinggang
-
benda yang
beratnya
melebihi 10
kg.
-
-
selama
defekasi.
penyembuhan
luka:
-
dorongan
untuk
mengikuti diet
yang
seimbang dan
asupancairan
yang adekuat.
aseptik untuk
meneteskan tetes
mata:
-
sebelum
memulai
-
mata.
tindakan
penghilang
nyeri non
invasif
adalah
tindakan
mandiri
yang dapat
dilaksanaka
n perawat
dalam
usaha
meningkatk
an
kenyamana
n pada
klien.
mambantu
dalam
menekan
respon
nyeri dan
menimbulk
an
kenyamana
n pada
klien.
penetes agak
jauh dari mata
-
meneteskan,
hindari kontak
antara ata,
tetesan dan
alat penetes.
Ajarkan teknik ini
kepada klien dan
anggota keluarganya.
menunjukka
n
peningaktan
tekanan
intra okuli
(TIO) atau
komplikasi
lain.
diperlukan
utnuk
menguangi
gerakan
mata dan
mencegah
peningkata
n tekanan
okuler.
Pembatasa
n yang
spesifik
tergantung
pada
beberapa
faktor,
termasuk
sifat dan
luasnya
pembedaha
n,
preferensi
dokter,
umur serta
status
kesehatan
klien
secara
keseluruha
n.
Pemahama
n klein
tentang
alasan
untuk
pembatasa
n ini dapat
mendorong
kepatuhan
klien.
2. Resiko
infeksi b/d
peningkata
n
kerentanan
skunder
terhadap
interupsi
pembedah
an katarak.
Setelah
dilakukan
intervensi
keperawatan
selama 3x24
jam
diharapkan
infeksi
teratasi.
-
n luka insisi
tanpa
infeksi.
-
(-)
-
kelopak
mata (-)
-
pada
kelopak
mata (-)
-
purulen (-)
-
suhu tubuh
(-)
gejala infeksi:
-
edema pada
kelopak mata
-
konjungtiva
(pembuluh
darah
menonjol)
-
kelopak mata
dan bulu mata
-
pada bilik
anterior
(antara korm\
nea dan iris)
-
suhu
-
laboratorium
abnormal
(mis.
hidrasi
yang
optimal
meningkat
kan
kesehatan
secara
keseluruh
an, yang
meningkat
kan
penyembu
han
aseptik
meminimi
alkan
masuknya
mikroorga
nisme dan
menguran
gi resiko
Peningkatan
SDP, hasil
kultur dan
sensitivitas
positif)
untuk mencegah
ketegangan pada
jahtan (misal
anjurkan klien
menggunakan
kacamata
protektif dan
pelindung mata
pada siang hari
dan pelindung
mata pada malam
hari).
infeksi.
infeksi
memung
kinkan
penangan
an yang
cepat
untuk
meminim
alkan
keseriusa
n infeksi.
3. Resiko
cidera b/d
keterbatas
an
penglihata
n.
Setelah
dilakukan
intervensi
keperawat
an selama
3x24 jam
diharapka
n cedera
teratasi.
Klien tidak
mengalami
cidera atau
trauma
jaringan
selama dirawat
lingkungan untuk
menghilangkan
kemungkinan
bahaya:
-
penghalang
dari jalur
berjalan.
-
dan laci
tertutup atau
terbuka
dengan
sempurna.
penglihat
an atau
menggun
akan
pelindun
g mata
dapat
mempeng
aruhi
resiko
cidera
yang
berasal
dari
gangguan
tidur. Letakkan
benda dimana
klien dapat
melihat dan
meraihnya tanpa
klien menjangkau
terlalu jauh.
ketajama
n dan
edalaman
persepsi.
ini dapat
mengura
ngi resiko
terjatuh.
3.5 .Catatan Perkembangan
Nama : Tn. M ( 75 th)
R.Rawat : Ruang RSUD M. Yunus Bengkulu
Dx.Medis : Katarak
Tgl. dx.kep Implentasi Evaluasi
4 –
12 –
2001
09.00
Nyeri akut
b/d interupsi
pembedahan
jaringan
tubuh
Memberikan HE
pentingnya:
- Pembatasan aktifitas.
- Asupan gizi dan
minum yang
memadai (makan 1
porsi habis).
Mengurangi
paparan terhadap
sinar matahai atau
kontak langsung
dengan benda
alergen
S: -Klien mengatakan
nyeri pada mata kiri
hilang
- Klien sudah dapat
istirahat dengan
baik.
O: Mata berair (-),
kemerahan (-)
A: Masalah teratasi
P: intervesi dihentikan
5 –
12 –
2001
11.00
Resiko tinggi
terhadap infeksi b/d
peningkatan
perentanan
sekunder terhadap
interupsi
permukaan tubuh
Mengevaluasi lingkungan
kamar tidur klien:
- Penempatan benda –
benda di meja.
- Kebersihan lantai
kamar.
- Memasang gorden
untuk mengurangi
paparan terhadap
snar matahari.
S: -Klien mengatakan
matanya sudah tidak
panas lagi,berair (-)
O: mata berair (-),
kemerahan (-),
sekret (-)
A: Masalah teratasi.
P: intervensi dihentikan.
6 –
12 –
2001
12.30
Resiko tinggi
terhadap cidera b/d
keterbatasan
penglihatan, berada
di lingkungan yang
asing dan
keterbatasan
Mengajarkan teknik
perawatan kebersihan
mata:
- Cara membersihkan
sekret.
- Cara meneteskan obat
S:-Klien mengatakan
penglihatannya
sudah lebih terang.
O: -Klien berjalan ke
luar wisma tanpa
dibimbing dan tanpa
mobilitas dan
perubahan
kedalaman persepsi
karena pelindung
mata.
tetes mata.
- Menggunakan
pelindung mata
bila keluar wisma
di siang hari.
memakai tongkat.
A:- Masalah teratasi.
P:-intervensi
keperawatan
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Asuhan keperawatan gerontik merupakan salah satu bagian dari asuhan
keperawatan yang diberikan kepada indivdu atau sekleompok lansia dalam
konteks peran perawat sebagai penerima asuhan keperawatan yang diberikan
secara profesional.
Dalam konteks keperawatan gerontik yang dilaksanakan di Panti Sosial
Tresna Werdha “Bahagia” Magetan dari tanggal 03 – 07 Deseber 2001,
mahasiswa diberikan tanggung jawab untuk membina satu orang klien lansia yang
memiliki masalah kesehatan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan dimulai dari tahap pengkajian sampai pada tahap evaluasi guna
mengetahui perkembangan kesehatan klien lansia secara komprehensif.
4.2 Saran
1) Bagi institusi pengelola Panti Sosial Tresna Werdha “Bahagia” Magetan.
Agar seoptimal mungkin menerapkan konsep pemikiran yang telah
disepakati guna meningkatkan fungsi dan peran panti secara optimal.
2) Bagi pembimbing PSIK FK Unair Surabaya
Agar seoptimal mungkin mengupayakan kehadiran serta bimbingannya
guna membantu mahasiswa menjalani proses praktek keperawatan
gerontik dengan lebih baik sesuai target pencapaian yang ingin diraih.
3) Bagi mahasiswa sendiri
Untuk lebih meningkatkan pemahaman dan pengetahuan guna
mnegembangkan konsep asuhan keperawatan gerontik secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Afdol. Et all. (1995). Latar Belakang Sosial Ekonomi dan Tingkat Kepuasan Hidup
Lanjut Usia Penghuni Panti Werdha. PPKP lemlit Unair. Surabaya
Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis,
Binarupa Aksara, Jakarta.
Callahan, Barton, Schumaker (1997), Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan
gawat Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.
Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Decker DL. (1990). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of Aging. Little
Brown and Company. Boston
Depkes RI Badan Litbangkes. (1986). Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta
Depsos RI. (----). Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pelayanan Kesejahteraan Sosial
Lanjut Usia Dalam Panti. Depsos RI. Jakarta
...........(1993). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan
I. Depkes Ri. Jakarta
...........(1994). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan
II. Depkes Ri. Jakarta
Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT
Gramedia, Jakarta.
Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman.
EGC. Jakarta
Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Hudak and Gallo (1996), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Penerbit
Buku