87
KEPERAWATAN GERONTIK I ”PENYAKIT YANG SERING TERJADI PADA LANSIA” Disusun oleh : Ika Fitri Aprilianti (07.40.023)

At a Glance Geriatri

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: At a Glance Geriatri

KEPERAWATAN GERONTIK I

”PENYAKIT YANG

SERING TERJADI PADA LANSIA”

Disusun oleh :

Ika Fitri Aprilianti (07.40.023)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN MALANG

Jl. Panggungrejo No. 17 Telp. (0341) 397644

Page 2: At a Glance Geriatri

Oktober 2009

PENYAKIT YANG

SERING TERJADI PADA LANSIA

Dengan bertambahnya usia, wajar saja bila kondisi dan fungsi tubuh pun makin

menurun. Tak heran bila pada usia lanjut, semakin banyak keluhan yang dilontarkan

karena tubuh tak lagi mau bekerja sama dengan baik seperti kala muda dulu.

Nina Kemala Sari dari Divisi Geriatri, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS

Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam suatu pelatihan

di kalangan kelompok peduli lansia, menyampaikan beberapa masalah yang kerap

muncul pada usia lanjut, yang disebutnya sebagai a series of I’s. Mulai dari immobility

(imobilisasi), instability (instabilitas dan jatuh), incontinence (inkontinensia), intellectual

impairment (gangguan intelektual), infection (infeksi), impairment of vision and hearing

(gangguan penglihatan dan pendengaran), isolation (depresi), Inanition (malnutrisi),

insomnia (ganguan tidur), hingga immune deficiency (menurunnya kekebalan tubuh).

Sumber lain menyebutkan, penyakit utama yang menyerang lansia ialah

hipertensi, gagal jantung dan infark serta gangguan ritme jantung, diabetes mellitus,

gangguan fungsi ginjal dan hati. Juga terdapat berbagai keadaan yang khas dan sering

mengganggu lansia seperti gangguan fungsi kognitif, keseimbangan badan, penglihatan

dan pendengaran.

Secara umum, menjadi tua ditandai oleh kemunduran biologis yang terlihat

sebagai gejala-gejala kemuduran fisik, antara lain :

1. Kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput serta garis-garis yang menetap

2. Rambut kepala mulai memutih atau beruban

3. Gigi mulai lepas (ompong)

4. Penglihatan dan pendengaran berkurang

5. Mudah lelah dan mudah jatuh

6. Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah

Page 3: At a Glance Geriatri

Disamping itu, juga terjadi kemunduran kognitif antara lain :

1. Suka lupa, ingatan tidak berfungsi dengan baik

2. Ingatan terhadap hal-hal di masa muda lebih baik daripada hal-hal yang baru saja

terjadi

3. Sering adanya disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang

4. Sulit menerima ide-ide baru

MASALAH FISIK SEHARI-HARI YANG SERING DITEMUKAN PADA LANSIA

1. Mudah jatuh

a. Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang

melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di

lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau

luka (Ruben, 1996).

b. Jatuh dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor intrinsik: gangguan

gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekuatan sendi dan sinkope-

dizziness; faktor ekstrinsik: lantai yang licin dan tidak rata, tersandung oleh

benda-benda, penglihatan kurang karena cahaya yang kurang terang dan

sebagainya.

2. Mudah lelah, disebabkan oleh :

Faktor psikologis: perasaan bosan, keletihan, depresi

Gangguan organis: anemia, kurang vitamin, osteomalasia, dll

Pengaruh obat: sedasi, hipnotik

3. Kekacauan mental karena keracunan, demam tinggi, alkohol, penyakit metabolisme,

dehidrasi, dsb

4. Nyeri dada karena PJK, aneurisme aorta, perikarditis, emboli paru, dsb

5. Sesak nafas pada waktu melakukan aktifitas fisik karena kelemahan jantung,

gangguan sistem respiratorius, overweight, anemia

Page 4: At a Glance Geriatri

6. Palpitasi karena gangguan irama jantung, penyakit kronis, psikologis

7. Pembengkakan kaki bagian bawah karena edema gravitasi, gagal jantung, kurang

vitamin B1, penyakit hati, penyakit ginjal, kelumpuhan, dsb

8. Nyeri pinggang atau punggung karena osteomalasia, osteoporosis, osteoartritis, batu

ginjal, dsb.

9. Nyeri sendi pinggul karena artritis, osteoporosis, fraktur/dislokasi, saraf terjepit

10. Berat badan menurun karena nafsu makan menurun, gangguan saluran cerna, faktor

sosio-ekonomi

11. Sukar menahan BAK karena obat-obatan, radang kandung kemih, saluran kemih,

kelainan syaraf, faktor psikologis

12. Sukar menahan BAB karena obat-obatan, diare, kelainan usus besar, kelainan rektum

13. Gangguan ketajaman penglihatan karena presbiopi, refleksi lensa berkurang, katarak,

glaukoma, infeksi mata

14. Gangguan pendengaran karena otosklerosis, ketulian menyebabkan kekacauan mental

15. Gangguan tidur karena lingkungan kurang tenang, organik dan psikogenik (depresi,

irritabilitas)

16. Keluhan pusing-pusing karena migren, glaukoma, sinusitis, sakit gigi, dsb

17. Keluhan perasaan dingin dan kesemutan anggota badan karena ggn sirkulasi darah

lokal, ggn syaraf umum dan lokal

18. Mudah gatal-gatal karena kulit kering, eksema kulit, DM, gagal ginjal, hepatitis

kronis, alergi

KARAKTERISTIK PENYAKIT LANSIA DI INDONESIA

1. Penyakit persendian dan tulang, misalnya rheumatik, osteoporosis, osteoartritis

2. Penyakit Kardiovaskuler. Misalnya: hipertensi, kholesterolemia, angina, cardiac

attack, stroke, trigliserida tinggi, anemia, PJK

Page 5: At a Glance Geriatri

3. Penyakit Pencernaan yaitu gastritis, ulcus pepticum

4. Penyakit Urogenital. Seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK), Gagal Ginjal Akut/Kronis,

Benigna Prostat Hiperplasia

5. Penyakit Metabolik/endokrin. Misalnya; Diabetes mellitus, obesitas

6. Penyakit Pernafasan. Misalnya asma, TB paru

7. Penyakit Keganasan, misalnya; carsinoma/ kanker

8. Penyakit lainnya. Antara lain; senilis/pikun/dimensia, alzeimer, parkinson, dsb

PENYAKIT YANG SERING TERJADI PADA LANSIA

Nina Kemala Sari dari Divisi Geriatri, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS

Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam suatu pelatihan

di kalangan kelompok peduli lansia, menyampaikan beberapa masalah yang kerap

muncul pada usia lanjut , yang disebutnya sebagai a series of I’s. Mulai dari immobility

(imobilisasi), instability (instabilitas dan jatuh), incontinence (inkontinensia), intellectual

impairment (gangguan intelektual), infection (infeksi), impairment of vision and hearing

(gangguan penglihatan dan pendengaran), isolation (depresi), Inanition (malnutrisi),

insomnia (ganguan tidur), hingga immune deficiency (menurunnya kekebalan tubuh).

Selain gangguan-gangguan tersebut, Nina juga menyebut tujuh penyakit kronik

degeratif yang kerap dialami para lanjut usia, yaitu:

a. Osteo Artritis (OA)

OA adalah peradangan sendi yang terjadi akibat peristiwa mekanik dan

biologik yang mengakibatkan penipisan rawan sendi, tidak stabilnya sendi, dan

perkapuran. OA merupakan penyebab utama ketidakmandirian pada usia lanjut,

yang dipertinggi risikonya karena trauma, penggunaan sendi berulang dan obesitas.

Page 6: At a Glance Geriatri

b. Osteoporosis

Osteoporosis merupakan salah satu bentuk gangguan tulang dimana masa

atau kepadatan tulang berkurang. Terdapat dua jenis osteoporosis, tipe I merujuk pada

percepatan kehilangan tulang selama dua dekade pertama setelah menopause,

sedangkan tipe II adalah hilangnya masa tulang pada usia lanjut karena terganggunya

produksi vitamin D.

c. Hipertensi

Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama atau lebih

tinggi dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90mmHg, yang terjadi

karena menurunnya elastisitas arteri pada proses menua. Bila tidak ditangani,

hipertensi dapat memicu terjadinya stroke, kerusakan pembuluh darah

(arteriosclerosis), serangan/gagal jantung, dan gagal ginjal

d. Diabetes Mellitus

Sekitar 50% dari lansia memiliki gangguan intoleransi glukosa dimana gula

darah masih tetap normal meskipun dalam kondisi puasa. Kondisi ini dapat

berkembang menjadi diabetes melitus, dimana kadar gula darah sewaktu diatas atau

sama dengan 200 mg/dl dan kadar glukosa darah saat puasa di atas 126 mg/dl.

Obesitas, pola makan yang buruk, kurang olah raga dan usia lanjut mempertinggi

risiko DM. Sebagai ilustrasi, sekitar 20% dari lansia berusia 75 tahun menderita DM.

Beberapa gejalanya adalah sering haus dan lapar, banyak berkemih, mudah lelah,

berat badan terus berkurang, gatal-gatal, mati rasa, dan luka yang lambat sembuh.

e. Dimensia

Page 7: At a Glance Geriatri

Merupakan kumpulan gejala yang berkaitan dengan kehilangan fungsi

intelektual dan daya ingat secara perlahan-lahan, sehingga mempengaruhi aktivitas

kehidupan sehari-hari. Alzheimer merupakan jenis demensia yang paling sering

terjadi pada usia lanjut. Adanya riwayat keluarga, usia lanjut, penyakit

vaskular/pembuluh darah (hipertensi, diabetes, kolesterol tinggi), trauma kepala

merupakan faktor risiko terjadinya demensia. Demensia juga kerap terjadi pada

wanita dan individu dengan pendidikan rendah.

f. Penyakit jantung koroner

Penyempitan pembuluh darah jantung sehingga aliran darah menuju jantung

terganggu. Gejala umum yang terjadi adalah nyeri dada, sesak napas, pingsan, hingga

kebingungan.

g. Kanker

Kanker merupakan sebuah keadaan dimana struktur dan fungsi sebuah sel

mengalami perubahan bahkan sampai merusak sel-sel lainnya yang masih sehat. Sel

yang berubah ini mengalami mutasi karena suatu sebab sehingga ia tidak bisa lagi

menjalankan fungsi normalnya. Biasanya perubahan sel ini mengalami beberapa

tahapan, mulai dari yang ringan sampai berubah sama sekali dari keadaan awal

(kanker). Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit jantung.

Faktor resiko yang paling utama adalah usia. Dua pertiga kasus kanker terjadi di atas

usia 65 tahun. Mulai usia 40 tahun resiko untuk timbul kanker meningkat.

Page 8: At a Glance Geriatri

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA

Pengelompokan askep dasar pada lansia

Aktif support personal hygiene

Pasif total care

Lansia potensial mengalami decubitus

Penyebab: immobilisasi, defisit jaringan lemak, defisit jaringan kolagen

Faktor intrinsic: status gizi, anemia, hipoalbuminemia, penyakit neurologik,

penyakit pemb. Darah, dehidrasi

Faktor extrinsic: kurang bersih tempat tidur, alat tenun yang kusut dan kotor,

defisit personal hygiene

Pengelompokan decubitus

Derajat I: terbatas pada epidermis

Perawatan: bersihkan dgn air hangat dan sabun, lotion, masase 2-3 x/h, perubahan

posisi

Derajat II: mencapai dermis – subkutan

Perawatan: perawatan luka aseptik & antiseptik, gosok dgn es dan dihembus

udara hangat bergantian, pengobatan topikal, dibalut

Derajat III: meliputi jaringan lemak subkutan dan cekung, berbau

Perawatan: debridement, pertahankan sirkulasi & oksigenasi

Derajat IV: meluas sampai ke tulang

Perawatan: debridement, perawatan luka aseptik & antiseptik, transplantasi kulit

setempat (bila memungkinkan)

PENDEKATAN PERAWATAN LANSIA

Page 9: At a Glance Geriatri

1. Pendekatan fisik terdiri dari aktif – pasif

2. Pendekatan piskis menggunakan komunikasi edukatif

3. Pendekatan sosial dengan cara diskusi, sharing perception

4. Pendekatan spiritual dengan peace

TUJUAN ASKEP

1. Kemandirian yaitu health promotion, preventive, maintenance

2. Mempertahankan kesehatan

3. Mempertahankan semangat hidup (life support)

4. Menolong dan merawat klien lansia yang mengalami sakit

5. Merangsang petugas kesehatan mengenal & menegakkan diagnosa yang tepat

FOKUS ASKEP

1. Health promotion

2. Prevention disease

3. Mengoptimalkan fungsi mental

4. mengatasi gangguan kesehatan yang umum

PENGKAJIAN

Tujuan

o Menentukan kemampuan klien memelihara diri sendiri

o Melengkapi dasar-dasar rencana perawatan individu

o Membantu menghindarkan bentuk dan penandaan klien

o Memberi waktu kepada klien untuk menjawab

Meliputi: fisik, psikologis, ekonomi, spiritual

Page 10: At a Glance Geriatri

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Fisik

o Gangguan nutrisi : defisit/over

o Gangguan persepsi sensorik : pendengaran, penglihatan

o Defisit knowledge

o Resti cedera fisik

o Gangguan pola tidur

o Perubahan pola eliminasi

o Gangguan mobilitas fisik

Psikologis: Isolasi sosial, Menarik diri, Depresi, Harga diri rendah, Coping tidak

adekuat

Spiritual: reaksi berkabung/berduka, penolakan terhadap proses penuaan, marah

terhadap Tuhan, perasaan tidak tenang

RENCANA KEPERAWATAN

¥ Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi

1. Penyebab

Penurunan alat penghiduan dan pengecapan

Organ pengunyah kurang sempurna

Rasa penuh pada perut dan susah BAB

Melemah otot-otot lambung dan usus

2. Masalah gizi: berlebihan, berkurang, kekurangan/kelebihan vitamin

3. Kebutuhan nutrisi

Kalori ? 2100 kal pada laki-laki, 1700 kal pada wanita

Karbohidrat, 60% dari jumlah kalori yang dibutuhkan

Lemak tidak dianjurkan, 15-20% dari total kalori yang dibutuhkan

Protein 20-25% dari total protein yang dibutuhkan

Vitamin dan mineral sama dengan usia muda

Air 6-8 gelas/h

4. Rencana tindakan

Page 11: At a Glance Geriatri

a. Berikan makanan porsi kecil tapi sering

b. Banyak minum dan kurangi makanan yang terlalu asin

c. Berikan makanan yang mengandung serat

d. Batasi pemberian makanan yang tinggi kalori

e. Batasi minum kopi dan teh

¥ Peningkatan keamanan dan keselamatan

1. Penyebab

Fleksibilitas kaki yang berkurang

Fungsi penginderaan dan pendengaran yang menurun

Pencahayaan yang berkurang

Lantai licin dan tidak rata

Tangga tidak ada pengaman

Kursi/ tempat tidur yang mudah bergerak

2. Tindakan mencegah kecelakaan

a. Klien :

Anjurkan klien menggunakan alat bantu (sesuai indikasi)

Latih untuk pindah dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya

Biasakan gunakan pengaman tempat tidur, jika tidur

Bantu klien bila ke kamar mandi

Usahakan ada yang menemani ketika berpergian

b. Lingkungan :

Tempatkan di tempat khusus yang mudah diobservasi

Letakkan bel di bawah bantal & ajarkan cara menggunakannya

Tempat tidur tidak terlalu tinggi

Letakkan meja dekat tempat tidur, atur peralatan mudah pakai

Lantai bersih, rata, tidak licin dan basah serta pasang pegangan kamar

Mandi

Kunci semua peralatan yang menggunakan roda

Hindarkan lampu redup dan menyilaukan

Gunakan sandal atau sepatu yang beralaskan karet

Page 12: At a Glance Geriatri

¥ Memelihara kebersihan diri

1. Penyebab

Penurunan daya ingat

Kurangnya motivasi

Kelemahan dan ketidak mampuan fisik

2. Rencana tindakan

a. Mengingatkan/membantu melakukan personal hygiene

b. Menganjurkan gunakan sabun lunak mengandung minyak/skin lotion

¥ Memelihara keseimbangan istirahat/tidur

1. Penyebab

Personal hygiene kurang gatal-gatal

Ggn psikologisinsomsia

Faktor lingkungan kebisingan, ventilasi dan sirkulasi Kelemahan dan

ketidakmampuan fisik

2. Rencana tindakan

a. Menyediakan tempat/ waktu tidur yang nyaman

b. Mengatur lingkungan yang adekuat

c. Latihan fisik ringan memperlancar sirkulasi dan melenturkan otot

d. Minum hangat sebelum tidur

¥ Meningkatkan hubungan interpersonal melalui komunikasi

1. Penyebab

daya ingat menurun, depresi, lekas marah, mudah tersinggung dan curiga

2. Rencana tindakan :

a. Berkomunikasi dengan mempertahankan kontak mata

b. Mengingatkan terhadap kegiatan yang akan dilakukan

c. Menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan klien

d. Memberi kesempatan untuk mengekspresikan diri

e. Melibatkan klien dalam kegiatan sesuai kemampuan

Page 13: At a Glance Geriatri

f. Menghargai pendapat klien

TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Menumbuhkan dan membina rasa saling percaya

2. Penerangan cukup

3. Meningkatkan ransangan panca indera membaca, rekreasi

4. Mempertahankan dan latih daya orientasi nyatakalender, jam

5. Berikan perawatan sirkulasi

6. Berikan perawatan pernafasan

7. Berikan perawatan pada alat pencernaan

Berikan perawatan genitourinaria

Berikan perawatan kulit

Daftar Pustaka

Darmojo, Boedhi,et al.2000.Beberapa masalah penyakit pada Usia Lanjut. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Lueckenotte. 1997. Pengkajian Gerontologi edisi 2.EGC: Jakarta

www.google.com. Keyword: Penyakit yang Sering Muncul pada Lansia. Diakses tanggal 12 September 2009 pukul 12.16 WIB

BAB 1

PENDAHULUAN

Page 14: At a Glance Geriatri

A. Latar Belakang Masalah

Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat

yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup.

Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia baru berjumlah 7,7 juta jiwa atau 5,2 persen dari

seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk lanjut usia meningkat

menjadi 11,3 juta orang atau 8,9 persen. Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia

menjadi 15,1 juta jiwa pada tahun 2000 atau 7,2 persen dari seluruh penduduk. Dan

diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 29 juta orang atau 11,4 persen. Hal ini

menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia meningkat secara konsisten dari waktu ke

waktu. Angka harapan hidup penduduk Indonesia berdasarkan data Biro Pusat Statistik

pada tahun 1968 adalah 45,7 tahun, pada tahun 1980 : 55.30 tahun, pada tahun 1985 :

58,19 tahun, pada tahun 1990 : 61,12 tahun, dan tahun 1995 : 60,05 tahun serta tahun

2000 : 64.05 tahun (BPS.2000)

Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan membawa dampak terhadap sosial

ekonomi baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam pemerintah. Implikasi

ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam

ratio ketergantungan usia lanjut (old age ratio dependency). Setiap penduduk usia

produktif akan menanggung semakin banyak penduduk usia lanjut. Wirakartakusuma dan

Anwar (1994) memperkirakan angka ketergantungan usia lanjut pada tahun 1995 adalah

6,93% dan tahun 2015 menjadi 8,74% yang berarti bahwa pada tahun 1995 sebanyak 100

penduduk produktif harus menyokong 7 orang usia lanjut yang berumur 65 tahun ke atas

sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong 9 orang

usia lanjut yang berumur 65 tahun ke atas. Ketergantungan lanjut usia disebabkan kondisi

orang lanjut usia banyak mengalami kemunduran fisik maupun psikis, artinya mereka

mengalami perkembangan dalam bentuk perubahan-perubahan

yang mengarah pada perubahan yang negatif.

Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia mengalami

penurunan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa perubahan : (1) perubahan penampilan

pada bagian wajah, tangan, dan kulit, (2) perubahan bagian dalam tubuh seperti sistem

saraf : otak, isi perut : limpa, hati, (3) perubahan panca indra : penglihatan, pendengaran,

Page 15: At a Glance Geriatri

penciuman, perasa, dan (4) perubahan motorik antara lain berkurangnya kekuatan,

kecepatan dan belajar keterampilan baru. Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya

mengarah pada kemunduruan kesehatan fisik dan psikis yang akhirnya akan berpengaruh

juga pada aktivitas ekonomi dan sosial mereka. Sehingga secara umum akan berpengaruh

pada aktivitas kehidupan sehari-hari.

Masalah umum yang dialami lanjut usia yang berhubungan dengan kesehatan fisik, yaitu

rentannya terhadap berbagai penyakit , karena berkurangnya daya tahan tubuh dalam

menghadapi pengaruh dari luar. Menurut data SKRT (Survey Kesehatan Rumah Tangga)

masih tinggi. SKRT tahun 1980 menunjukkan angka kesakitan penduduk usia 55 tahun

ke atas sebesar 25,7 persen. Berdasarkan SKRT tahun 1986 angka kesakitan usia 55

tahun 15,1%, dan menurut SKRT 1995 angka kesakitan usia 45-59 sebesar 11,6 persen

( Wirakartakusumah : 2000)

Dalam penelitian Profil Penduduk Usia Lanjut Di Kodya Ujung Pandang ditemukan

bahwa lanjut usia menderita berbagai penyakit yang berhubungan dengan ketuaan antara

lain diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner, rematik dan asma sehingga

menyebabkan aktifitas bekerja terganggu (Ilyas : 1997). Demikian juga temuan studi

yang dilakukan Lembaga Demografi Universitas Indonesia di Kabupaten Bogor tahun

1998, sekitar 74 persen lansia dinyatakan mengidap penyakit kronis. Tekanan darah

tinggi adalah penyakit kronis yang banyak diderita lanjut usia, sehingga mereka tidak

dapat melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari (Wirakartakusumah : 2000).

Penurunan kondisi fisik lanjut usia berpengaruh pada kondisi psikis. Dengan berubahnya

penampilan, menurunnya fungsi panca indra menyebabkan lanjut usia merasa rendah diri,

mudah tersinggung dan merasa tidak berguna lagi. Datangnya menopause bagi

perempuan akan menimbulkan perasaan tidak berguna, karena mereka tidak dapat

bereproduksi lagi. Inti dari kewanitaan adalah keberhasilan seorang wanita untuk mengisi

peranannya sebagai seorang ibu dan seorang istri (Saparinah, 1991). Dengan asumsi

tersebut menopause merupakan kejadian yang paling penting dan yang paling banyak

menimbulkan permasalahan bagi wanita. Pada umumnya masalah kesepian adalah

masalah psikologis yang paling banyak dialami lanjut usia. Beberapa penyebab kesepian

antara lain (1) longgarnya kegiatan dalam mengasuh anak-anak karena anak-anak sudah

dewasa dan bersekolah tinggi sehingga tidak memerlukan penanganan yang terlampau

Page 16: At a Glance Geriatri

rumit (2) Berkurangnya teman/relasi akibat kurangnya aktifitas di luar rumah (3)

kurangnya aktifitas sehingga waktu luang bertambah banyak (4) Meninggalnya pasangan

hidup (5) Anak-anak yang meninggalkan rumah karena menempuh pendidikan yang lebih

tinggi, anak-anak yang meninggalkan rumah untuk bekerja (5) Anak-anak telah dewasa

dan membentuk keluarga sendiri. Beberapa masalah tersebut akan menimbulkan rasa

kesepian lebih cepat bagi orang lanjut usia.

Dari segi inilah lanjut usia mengalami masalah psikologis, yang banyak mempengaruhi

kesehatan psikis, sehingga menyebabkan orang lanjut usia kurang mandiri.

Kondisi kesehatan mental lanjut usia di Kecamatan Badung Bali menunjukkan bahwa

pada umumnya lanjut usia di daerah tersebut tidak mampu melakukan aktivitas sehari-

hari, mereka mengeluh mengalami gangguan tidur. Mereka merasa tidak senang dan

bahagia dalam masa tuanya, karena berbagai kebutuhan hidup dasar tidak terpenuhi, dan

merasa sangat sedih, sangat kawatir terhadap keadaan lingkungannya. Dalam sosialisasi

dalam urusan di masyarakat kurang aktif (Suryani, 1999). Dari hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa beberapa kondisi kesehatan mental lanjut usia mempengaruhi

berbagai kondisi lanjut usia yang lain seperti kondisi ekonomi, yang menyebabkan orang

lanjut usia tidak dapat bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan kondisi social

yang menyebabkan kurangnya hubungan sosial antara lanjut usia dengan masyarakat.

Masalah ekonomi yang dialami orang lanjut usia adalah tentang pemenuhan kebutuhan

hidup sehari-hari seperti kebutuhan sandang, pangan, perumahan, kesehatan, rekreasi dan

sosial. Dengan kondisi fisik dan psikis yang menurun menyebabkan mereka kurang

mampu menghasilkan pekerjaan yang produktif. Di sisi lain mereka dituntut untuk

memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin meningkat dari

sebelumnya, seperti kebutuhan akan makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan

secara rutin, perawatan bagi yang menderita penyakit ketuaan dan kebutuhan rekreasi.

Sedangkan penghasilan mereka antara lain dari pensiun, tabungan, dan bantuan keluarga.

Bagi lanjut usia yang memiliki asset dan tabungan cukup, tidak terlalu banyak masalah.

Tetapi bagi lanjut usia yang tidak memiliki jaminan hari tua dan tidak memiliki aset dan

tabungan yang cukup maka pilihan untuk memperoleh pendapatan jadi semakin terbatas.

Jika tidak bekerja berarti bantuan yang diperoleh mereka dapatkan dari bantuan keluarga,

kerabat atau orang lain.

Page 17: At a Glance Geriatri

Dengan demikian maka status ekonomi orang lanjut usia pada umumnya berada dalam

lingkungan kemiskinan. Keadaan tersebut akan mengakibatkan orang lanjut usia tidak

mandiri, secara finansial tergantung kepada keluarga atau masyarakat bahkan pemerintah.

Banyak lanjut usia dengan sia-sia mencari suatu bentuk pekerjaan . Upaya untuk mencari

pekerjaan setelah pensiun mengalami kesulitan, karena berbagai lowongan pekerjaan di

berbagai media masa selalu menghendaki tenaga kerja dengan pendidikan tinggi,

penampilan menarik, energik, loyalitas tinggi, dan usia maksimal yang dikehendaki pada

umumnya 25 – 30 tahun. Jika hal ini dikaitkan dengan pencari kerja yang sudah lanjut

usia yang pada umumnya berpendidikan rendah, menurut Wirakartakusumah (2000)

sekitar 52,5 persen dari 13,3 juta lansia tidak pernah sekolah, tidak tamat SD sekitar 27,8

persen atau 3,7 juta orang, sehingga dengan demikian 80 persen lansia berpendidikan SD

ke bawah dan tidak memenuhi beberapa persyaratan yang dikehendaki

perusahaan/industry maka membuat tenaga kerja lanjut usia semakin tersingkir dari dunia

kerja yang diharapkan. Kurangnya pasaran kerja, membuat mereka tidak mampu bersaing

dengan orang-orang yang lebih muda dan berpendidikan. Disamping itu menurunnya

kondisi fisik yang tidak mungkin dapat menyesuaikan dengan pekerjaan-pekerjaan yang

memegang prinsip efektifitas dan kualitas serta kuantitas yang tinggi ikut berpengaruh.

Dengan demikian pengangguran lanjut usia akan semakin banyak, dan lanjut usia

semakin berada pada garis kemiskinan dan semakin tergantung pada generasi muda.

Di jaman modernisasi, hubungan orang muda dan orang tua semakin renggang.

Kesibukan yang melanda kaum muda hampir menyita seluruh waktunya, sehingga

mereka hanya memiliki sedikit waktu untuk memikirkan orang tua. Kondisi seperti ini

menyebabkan kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak, kurangnya perhatian dan

pemberian perawatan terhadap orang tua. Kondisi perkotaan yang berpacu untuk

memperoleh kekuasaan dan kekayaan banyak menimbulkan rasa kecemasan, ketegangan,

ketakutan, bagi penduduknya yang dapat menyebabkan penyakit mental. Kondisi

perkotaan yang besifat individualisme menyebabkan kontak sosial menjadi longgar

sehingga penduduk merasa tidak aman, kesepian dan ketakutan.

Untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia lanjut usia perlu mengetahui kondisi

lanjut usia di masa lalu dan masa sekarang sehingga orang lanjut usia dapat diarahkan

menuju kondisi kemandirian. Sehubungan dengan kepentingan tersebut perlu diketahui

Page 18: At a Glance Geriatri

kondisi lanjut usia yang menyangkut kondisi kesehatan, kondisi ekonomi, dan kondisi

sosial. Dengan mengetahui kondisi – kondisi itu, maka keluarga, pemerintah, masyarakat

atau lembaga sosial lainnya dapat memberikan perlakuan sesuai dengan masalah yang

menyebabkan orang lanjut usia tergantung pada orang lain. Jika lanjut usia dapat

mengatasi persoalan hidupnya maka mereka dapat ikut serta mengisi pembangunan salah

satunya yaitu tidak tergantung pada orang lain. Dengan demikian angka ratio

ketergantungan akan menurun, sehingga beban pemerintah akan berkurang.

Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan pada bagian terdahulu,

maka beberapa masalah utama yang dihadapi lanjut usia pada umumnya adalah : (1)

Menurunnya daya tahan fisik (2) Masa pensiun bagi lanjut usia yang dahulunya bekerja

sebagai pegawai negeri sipil yang menyebabkan menurunya pendapatan dan hilangnya

prestise (3) Perkawinan anak sehingga anak hidup mandiri dan terpisah dari orang tua (5)

Urbanisasi penduduk usia muda yang menyebabkan lanjut usia terlantar, (6) Kurangnya

dukungan dari keluarga lanjut usia (7) Pola tempat tinggal lanjut usia; lanjut usia yang

hidup di rumah sendiri, tinggal bersama dengan anak /menantu, dan tinggal di panti

werdha. Dengan permasalahan yang komplek yang dialami oleh lanjut usia maka peneliti

memilih permasalahan pengaruh faktor-faktor kondisi kesehatan, kondisi ekonomi dan

kondisi sosial terhadap kemandirian orang lanjut usia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan-permasalahan lanjut usia tersebut maka rumusan masalah dari

pengaruh faktor-faktor kondisi kesehatan, kondisi ekonomi dan kondisi sosial terhadap

kemandirian orang lanjut usia adalah :

1. Apakah faktor-faktor kondisi kesehatan, kondisi ekonomi, dan kondisi

hubungan sosial berpengaruh secara signifikan terhadap kemandirian

orang lanjut usia?

2. Faktor yang manakah yang berpengaruh secara dominan terhadap

kemandirian orang lanjut usia?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis pengaruh faktor-faktor kesehatan, ekonomi, dan hubungan

Page 19: At a Glance Geriatri

sosial terhadap kemandirian orang lanjut usia

2. Menganalisis faktor yang manakah yang berpengaruh secara dominan

terhadap kemandirian orang lanjut usia.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Mengembangkan penelitian tentang lanjut usia

2 Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi lanjut usia untuk mengatasi

persolan-persoalan hidup lanjut usia agar mereka dapat hidup mandiri.

3 Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi pra lansia untuk

mempersiapkan diri sebelum masa lanjut usia tiba agar mereka bisa

mandiri di usia lanjut

4 Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk penelitian lanjut usia

berikutnya.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Orang Lanjut Usia

Lanjut usia merupakan anugerah. Menjadi tua, dengan segenap keterbatasannya, pasti

akan dialami oleh seseorang bila ia panjang umur. Di Indonesia, istilah untuk kelompok

lanjut usia ini belum baku, orang memiliki sebutan yang berbeda-beda. Ada yang

menggunakan istilah lanjut usia ada pula usia lanjut. Atau jompo dengan padanan bahasa

Inggeris biasa disebut the aged, the elders, older adult, serta senior citizen. Dalam uraian

selanjutnya akan digunakan istilah lanjut usia atau yang lebih dikenal nama lansia. Kapan

seseorang dikategorikan usia lanjut? Para ahli membedakannya menjadi 2 macam usia

yaitu: usia kronologis dan usia biologis (Setiawan, 2002)

Usia kronologis dihitung dengan tahun kalender. Di Indonesia, dengan usia pensiun 56

tahun, barang kali dapat dipandang sebagai batas seseorang mulai memasuki usia lanjut,

namun dalam perkembangan selanjutnya, menurut undang-undang No. 13 Tahun 1998

dinyatakan bahwa usia 60 tahun ke atas adalah yang palik layak disebut usia lanjut.

Page 20: At a Glance Geriatri

Usia biologis adalah usia yang sebenarnya. Di mana biasanya diterapkan kondisi

pematangan jaringan sebagai indeks usia biologis.

Selain itu, menurut Departemen Kesehatan RI (Buku Pedoman Pembinaan, 2000) dikenal

pula usia psikologis, yaitu dikaitkan dengan kemampuan seseorang untuk mengadakan

penyesuaian terhadap settiap situasi yang dihadapinya.

Berikut ini adalah definisi usia lanjut dalam beberapa literatur:

1. Smith dan Smith (1999), menggolongkan usia lanjut menjadi tiga yaitu; young old (65-

74 tahun); middle old (75-84 tahun); dan old old (lebih dari 85 tahun).

Universitas Sumatera Utara 16

Page 21: At a Glance Geriatri

2. Setyonegoro (1984), menggologkan bahwa yang disebut usia lanjut (geriatric age)

adalah orang yang berusia lebih dari 65 tahun. Selanjutnya terbahagi ke dalam usia 70-75

tahun (young old); 75-80 tahun (old); dan lebih dari 80 tahun (very old)

3. Menurut Bab I Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 tantang

Kesejahteraan Usia Lanjut , lansia adalah seseorang yang sudah mencapai usia 60 tahun

ke atas.

Pada usia lanjut, terjadi penurunan kondisi fisik atau biologis, kondisi psikiologis, serta

perubahan kondisi sosial. Para usia lanjut, bahkan juga masyarakat menganggap seakan

tugas-tugasnya sudah selesai, mereka berhenti bekerja dan semakin mengundurkan diri

dari pergaulan bermasyarakat yang juga merupakan salah satu ciri fase ini, biasanya usia

lanjut merenungkan hakikat hidupnya dengan lebih intensif serta mencoba mendekatkan

dirinya kepada Tuhan.

2.2 Konsep Dasar dan Perspektif Usia Lanjut

2.2.1 Aspek Demografi Usia Lanjut

Aspek demografi pada usia lanjut meliputi gambaran umum, geografi dan lansia, serta

pola kehidupan lansia di Negara maju.

2.2.2 Gambaran Umum

Ciri-ciri demografi lansia selain jumlah dan proporsi populasinya juga isu yang penting

adalah gambaran morbiditas dan mortilitas. Adapun dampak akhirnya berupa gambaran

usia harapan hidup yang dalam perkembangannya mengalami dinamika perubahan.

Secara global, bila ditinjau dari aspek peradaban umat manusia, maka terdapat konsep

transisi kependudukan dari pelbagai pakar, termasuk pakar gerontology

( Comfort 1964 dan Myres 1984) menggambarkan pertumbuhan jumlah lansia akibat

penurunan pada angka morbiditas.

Universitas Sumatera Utara 17

Page 22: At a Glance Geriatri

Konsep rectanggularisasi tampil grafik penduduk yang tetap bertahan hidup yang semula

berbentuk segitiga lambat laun semakin berubah menjadi persegi empat . Seperti dilihat

di bawah:

Gambar 2.1

Kurva Manusia yang Bertahan Hidup

(Sumber: Strechler dalam Miller, 1995)

Berdasarkan gambar diatas, tampak bahwa kurva populasi manusia yang tetap bertahan

hidup menurut usia mereka digambarkan dalam empat periode sebagai berikut A ke B, B

ke C, C ke D, dan D ke F.

A= periode zaman kuno hingga awal abad ke -19

B= Periode abad ke -19

C= periode sampai dengan 1935

D= periode 1950-1960

E= periode 1970-1980

F periode sesudah 1980

Periode A ke D menunjukkan populasi pria maupun wanita, sedangkan E dan F

menunjukkan berturut-turut pria dan wanita.

Periode transisi A ke B diakibatkan oleh perbaikan perumahan, sanitasi, dan antiseptic.

Periode transisi B ke C diakibatkan oleh faktor utama, yaitu public health. Higene, dan

imunisasi. Periode C ke D terutama diakibatkan oleh

Universitas Sumatera Utara 18

Page 23: At a Glance Geriatri

antibiotik; perbaikan pelayanan medis, gizi, dan penyuluhan kesehatan. Sementara

transisi D ke F adalah kemajuan mutakhir dalam bidang biomedika (Miller, 1995).

2.2.3 Geografi dan Lansia

Sejalan dengan hal tersebut, struktur demografi penduduk di Indonesia selama kurun

waktu/ decade terakhir ini (dan seterusnya) ditandai antara lain dengan semakin

meningkatnya jumlah penduduk berusia lanjut. Bila mengacu pada batasan usia 65 tahun

yang banyak diterapkan secara internasional, maka di Indonesia, kelompok penduduk

berusia 65 tahun ke atas pada tahun 1980 sebesar 3,2% dari total populas telah meningkat

menjadi 3,8% pada tahun 1987 dan 4,6% pada tahun 1994 (Profil Kesehatan Indonesia,

Depkes RI, 1997)

Pada tahun 2010 nanti, proyeksi penduduk berusia 65 tahun keatas di Indonesia akan

menjadi 11 juta jiwa, padahal pada tahun 1994 baru sebesar 7,5 juta. Proyeksi pada tahun

2020 akan sebesar 7,2% (Aris Ananta, 1997) yang hampir sepadan dengan porposi

negara-negara maju saat ini. Untuk saat ini saja diperkirakan di beberapa provinsi seperti

DKI dan DIY penduduk kelompok usia tersebut telah mendekati kondisi yang dicapai

negara-negara maju sekarang. Namun, penduduk berusia lanjut di Indonesia memiliki

pula dimensi lain selain presentasi terhadap populasi total seperti yang diuraikan di atas.

Dimensi itu pula meliputi: jumlah absolutnya yang besar, tingkat pendapatan yang

rendah, tingkat pendidikan yang rendah, dan yang tak kalah pentingnya kemungkinan

tingkat kesehatannya yang rendah pula, sehingga pada gilirannya akan berimplikasi pada

kebutuhan proses keperawatan. Bila ditinjau dari aspek biaya kesehatan, hal seperti ini

akan merupakan beban yang perlu diperhitungkan, mengingat bahwa kenyataan ini

bagaikan semacam perangkap dalam pengalokasian sember daya kita yang secara

keseluruhan semakin terbatas.

Pada table 2.1 dapat dilihat persentase penduduk menurut kelompok usia di Indonesia

pada kurun waktu 1990-1994.

Apabila penduduk usia lanjut dihitung mulai dari usia 60 tahun, maka persentase

kelompok tersebut terhadap total populasi berdasarkan sensus penduduk adalah

sebagaiman tertera pada Tabel 2.2. Berdasarkan Tabel 2.2

Universitas Sumatera Utara 19

Page 24: At a Glance Geriatri

tersebut, tampak bahwa peningkatan persentase penduduk usia 60 tahun keatas antara

tahun 1971-1980, serta tahun 1980- 1990 masih berkisar di bawah 1%. Jika peningkatan

persentase antara tahun 1990-2000 diperkirakan 0,9%, maka persentase penduduk usia

60 tahun ke atas pada saat ini diproyeksi sebesar 7,2% dari total populasi atau sekitar

14,9 juta orang.

Tabel 2.1

Persentase

penduduk

menurut

kelompok

usia di

Indonesia

1990-1994

1990

(Sensus)

1985

(Supas)

1987

(SPI)

1991

(SDKI)

1994

(SDKI)

<15 40,9 39,4 36,9 36,2 35,0

15-64 55,9 59,3 59,3 59,9 60,4

65+ 3,2 3,8 3,8 3,9 4,6

Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Median

Usia

- - - 21,5 22,8

Rasio

Beban

Ketergantu

ngan

78,9 73,1 68,6 67,2 65,8

1 | P a g e

PENDUDUK LANJUT USIA

Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya

Page 25: At a Glance Geriatri

usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya usia harapan

hidup penduduk, menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat dari

tahun ke tahun. Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk

yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Diseluruh dunia penduduk Lansia

(usia 60 +) tumbuh dengan sangat cepat bahkan tercepat dibanding kelompok

usia lainnya. Diperkirakan mulai tahun 2010 akan terjadi ledakan jumlah

penduduk lanjut usia. Hasil prediksi menunjukkan bahwa persentase penduduk

lanjut usia akan mencapai 9,77 persen dari total penduduk pada tahun 2010 dan

menjadi 11,34 persen pada tahun 2020.

Gambar 5.1

Sumber: BPS

Proses penuaan penduduk tentunya berdampak pada berbagai aspek

kehidupan, baik sosial, ekonomi, dan terutama kesehatan, karena dengan

semakin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik

karena faktor alamiah maupun karena penyakit. Dengan demikian, peningkatan

jumlah penduduk lanjut usia menjadi salah satu indikator keberhasilan

pembangunan sekaligus sebagai tantangan dalam pembangunan. Bila

permasalahan tersebut tidak diantisipasi dari sekarang, maka tidak tertutup

0

2

4

6

8

10

12

1980 1990 2000 2010 2020

5,45 % 6,29 %

7,18 %

9,77 %

11,34 %

Page 26: At a Glance Geriatri

2 | P a g e

kemungkinan bahwa proses pembangunan akan mengalami berbagai

hambatan. Oleh sebab itu, permasalahan lanjut usia harus menjadi perhatian

kita semua, baik pemerintah, lembaga masyarakat maupun masyarakat itu

sendiri. Mindset yang selama ini ada bahwa penduduk lanjut usia merupakan

kelompok rentan yang hanya menjadi tanggungan keluarga, masyarakat dan

negara, harus kita ubah. Kita harus menjadikan lanjut usia sebagai aset bangsa

yang harus terus diberdayakan. Hal ini tidak akan tercapai bila kita tidak

mempersiapkan diri dari sekarang. Untuk menjadi lanjut usia yang sehat,

produktif dan mandiri, kita harus mulai dengan pola hidup sehat dan

mempersiapkan masa lanjut usia secara lebih baik. Dengan demikian, sasaran

dari permasalahan lansia tidak hanya lansia itu sendiri, tetapi juga penduduk

usia muda. Pola hidup sehat harus diterapkan sejak usia dini, bahkan sejak

dalam kandungan.

Penduduk Lanjut usia dua tahun terakhir menglami peningkatan yang signifikan

pada tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia sebesar 18,96 juta jiwa dan

meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009 (U.S. Census Bureau,

International Data Base, 2009) jumlah ini termasuk terbesar keempat setelah

China, India dan Jepang. Karena usia harapan hidup perempuan lebih panjang

dibandingkan laki-laki, maka jumlah penduduk lanjut usia perempuan lebih

banyak dibandingkan laki-laki (11,29 juta jiwa berbanding 9,26 juta jiwa). Oleh

karena itu, permasalahan lanjut usia secara umum di Indonesia, sebenarnya

tidak lain adalah permasalahan yang lebih didominasi oleh perempuan.

Badan kesehatan dunia WHO bahwa penduduk lansia di Indonesia pada tahun

2020 mendatang sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat 28,8 juta orang,

balitanya tinggal 6,9% yang menyebabkan jumlah penduduk lansia terbesar

di dunia. Badan Pusat Statistik (BPS)

3 | P a g e

Gambar 5.2

JUMLAH PENDUDUK LANJUT USIA MENURUT JENIS KELAMIN DAN

KELOMPOK UMUR, TAHUN 2009

Page 27: At a Glance Geriatri

KELOMPOK

UMUR L+P L P

60-64 6,243,457 2,955,574 3,287,883

65-69 5,581,535 2,566,946 3,014,589

70-74 4,225,860 1,877,101 2,348,759

75-79 2,623,171 1,135,227 1,487,944

80-84 1,272,510 535,198 737,312

85-89 471,876 180,354 291,522

90-94 111,435 35,741 75,694

95-99 16,448 4,367 12,081

100+ 1,249 274 975

Jumlah LU 20.547.541 9.290.782 11.256.759

Sumber: U.S. Census Bureau, International Data Base. (2009)

Provinsi dengan usia harapan hidup yang lebih tinggi juga mempunyai

jumlah penduduk lanjut usia yang lebih banyak. Suatu wilayah disebut berstruktur

tua jika persentase lanjut usianya lebih dari 7 persen. Dari seluruh provinsi di

Jumlah Persentase Penduduk Lansia Menurut Jenis Kelamin

dan Kelompok Umur, Tahun 2009

55,58 56,72 57,94

61,78

67,93

73,45

78,06

26,55 21,94

32,07

38,22

47,34 45,99

44,42

43,28 42,06

52,66 54,01

0,00

Page 28: At a Glance Geriatri

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Laki-Laki Perempuan

4 | P a g e

Indonesia, ada 11 provinsi yang penduduk lansianya sudah lebih dari 7 persen,

yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi

Selatan, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat dan

Nusa Tenggara Timur. Sedangkan lima provinsi dengan persentase lansia

terendah adalah: Papua (2,15 persen); Papua Barat (2,92 persen), Kepulauan

Riau (3,78 persen), Kalimantan Timur (4,53 persen), dan Riau (4,86 persen).

Gambar 5.3

Provinsi dengan Persentase Lansia Tertinggi Tahun 2007

Perempuan lansia di Indonesia berpotensi mengalami diskriminasi ganda,

baik karena statusnya sebagai perempuan maupun karena statusnya sebagai

penduduk yang usianya sudah lanjut. Sebagai perempuan, diskriminasi yang

disebabkan oleh struktur sosial dan budaya masyarakat sebenarnya sudah

terjadi sejak usia muda. Hal ini kita ketahui sebagai akibat dari perbedaan yang

sifatnya kodrati maupun sebagai akibat dari perbedaan gender. Perbedaan

tersebut juga tercermin dari status perkawinan lanjut usia perempuan yang

sebagian besar berstatus cerai mati dan cerai hidup. Karena usia harapan hidup

perempuan yang lebih panjang dibandingkan laki-laki, maka lebih banyak lanjut

usia perempuan yang ditinggal meninggal lebih dulu oleh suaminya, dan karena

perbedaan gender menyebabkan perempuan terbiasa mengurus dirinya sendiri,

Page 29: At a Glance Geriatri

Sulawesi

Selatan; 9,05

Bali; 11,02

Jawa Timur;

11,14

Jawa Tengah;

11,16

DI Yogyakarta,

14.04

BPS – SUSENAS 2007

5 | P a g e

sehingga lebih siap untuk tinggal sendiri. Sedangkan lanjut usia laki-laki lebih

banyak berstatus kawin.

Gambar 5.4

Kualitas hidup penduduk lanjut usia umumnya masih rendah. Kondisi ini

dapat terlihat dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan angka buta huruf

lanjut usia. Sebagian besar penduduk lanjut usia tidak/belum pernah sekolah dan

tidak tamat SD. Jika dibandingkan antar jenis kelamin, pendidikan tertinggi yang

ditamatkan lanjut usia perempuan secara umum lebih rendah dibandingkan lanjut

usia laki-laki.

6 | P a g e

Gambar 5.5

Angka buta huruf penduduk lanjut usia masih tinggi, sekitar 30,62 persen

pada tahun 2007. Jika dibandingkan antar jenis kelamin, angka buta huruf lanjut

usia perempuan jauh lebih tinggi dibandingkan laki-laki, yaitu 17,32 persen

berbanding 42,07 persen. Tidak berbeda dengan angka buta huruf penduduk

secara keseluruhan, angka buta huruf lanjut usia juga lebih besar di pedesaan

dibandingkan di perkotaan.

Gambar 5.6

Angka Buta Huruf Lanjut Usia Tahun 2007

Gambar 5.7

Page 30: At a Glance Geriatri

7 | P a g e

Angka Kesakitan Lanjut Usia Tahun 2003 - 2007

Dari sisi kualitas hidup, selain pendidikan, penduduk lanjut usia juga

mengalami masalah kesehatan. Data menunjukkan bahwa ada kecenderungan

angka kesakitan lanjut usia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kondisi

ini tentunya harus mendapatkan perhatian berbagai pihak. Lanjut usia yang sakitsakitan

akan menjadi beban bagi keluarga, masyarakat dan bahkan pemerintah,

sehingga akan menjadi beban dalam pembangunan. Oleh sebab itu, kita harus

menjadikan masa lanjut usia menjadi tetap sehat, produktif dan mandiri. Hal ini

tidak akan tercapai bila kita tidak mempersiapkan masa lanjut usia sejak usia

dini.

Dari sisi ekonomi, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) penduduk

lanjut usia masih cukup tinggi, meskipun kesenjangan antar jenis kelamin masih

cukup tinggi. TPAK lansia laki-laki mencapai 72,26 persen, sedangkan

perempuan 37,83 persen pada tahun 2007. Dari hasil penelitian yang dilakukan

Komnas Lansia pada tahun 2008, ditemukan bahwa alasan paling umum lansia

masih bekerja adalah karena ekonomi yang tidak mencukupi, alasan lain adalah

karena ingin tetap aktif dan mandiri. Sedangkan alasan lansia tidak bekerja

adalah karena kesehatan yang memburuk. Meskipun secara umum lingkungan

sosial (keluarga dan masyarakat) cukup mendukung lansia bekerja, tetapi ada

beberapa yang tidak setuju lansia bekerja, antara lain karena adanya norma

8 | P a g e

setempat yang menyatakan bahwa jika sudah lansia tidak bekerja lagi, juga ada

yang beranggapan karena sarana dan prasarana fisik bagi lansia bekerja masih

terbatas/belum memadai, serta karena banyak lansia yang ingin menikmati

pensiun.

Mengingat kondisi dan permasalahan lanjut usia seperti diuraikan di atas,

maka penanganan masalah lanjut usia harus menjadi prioritas, karena

permasalahannya terus berpacu dengan pertambahan jumlahnya.

Page 31: At a Glance Geriatri

KESEHATAN LANSIA DI INDONESIASIFAT-SIFAT PENYAKIT PADA LANJUT USIASifat-sifat penyakit pada lansia perlu sekali untuk dikenali supaya kita tidak salah ataupun lambat dalam menegakkan diagnosis, sehingga terapi dan tindakan lainnya yang mengikutinya dengan segera dapat dilaksanakan. Hal ini akan menyangkut beberapa aspek, yaitu; etiologi, diagnosis dan perjalanan penyakit:

ETIOLOGI

Sebab penyakit pada lansia lebih bersifat endogen daripan eksogen. Hal ini disebabkan menurunnya berbagai fungsi tubuh karena proses menua.

Etiologi sering kali tersembunyi (Occult) Sebab penyakit bersifat ganda (multiple) dan kumulatif, terlepas satu sama lain

ataupun saling mempengaruhi.

DIAGNOSISDiagnosis penyakit pada lansia umumnya lebih sukar dari pada remaja/dewasa. Karena sering kali tidak khsa gejalanya dan keluhan-keluhan tidak has dan tidak jelas

PERJALANAN PENYAKIT Pada umumnya perjalanan penyakit adalah kronik (menahun) diselingi dengan

eksaserbasi akut. Penyakit bersifat progresif, dan sering menyebabkan kecacatan (invalide)

Disabilitas dan invaliditasSebagai kriteria mundurnya kemandirian WHO (1989) mengembangkan pengertian/konsep secara bertingkat;

Penyakit/ gangguan(intrinsic)

||v

Hambatan(impairment)(exteriorized)

||v

Disabilitas(Objectified)

||

Page 32: At a Glance Geriatri

vHandicap

(socialized)

Imapirment adalah setiap kehilangan atau kelainan, baik psikologik, fisiologik atupun struktur atau fungsi anatomik.Disabilitas adalah semua retriksi atau kekurangan dalam kemampuan untuk melakukan kegiatan yang dianggap dapat dilakukan oleh orang normal.Handicap adalah suatu ketidakmampuan seseorang sebagai akibat impairment atau disabilitas sehingga membatasinya untuk melaksakan peranan hidup secara normal.

Kemunduran dan kelemahan yang diderita lansia.• Immobility• Instability (falls)• Intelectual impairment (dementia)• Isolation (depresion)• Incontinence• Immuno-defeciency• Ifection• Inanition (malnutrition)• Impaction (constipation)• Iatrogenesis• Insomnia• Impairment of (vision, hearing, taste, smell, communication, convalenscence, skin integrity.)

Data penyakit pada lansia di Indonesia (disease pattern of people >55 years)

Diseases Per 100 patients

• Cardiovascular disease• Musculoskeletal disease• Tuberculosius of lung• Bronchitis, asthma & dis. Respiratory• Acute respir. Tract infection• Tetth, mouth & digestive system• Nervous system disease• Skin infections• Malaria• Other infection

15.714.513.612.110.210.25.95.23.32.4

Sumber; Household survey on health, dept. of health (1986)

Potret Buram Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia Indang Trihandini*

Page 33: At a Glance Geriatri

AbstrakJumlah dan proporsi kelompok lanjut usia (lansia) di seluruh dunia, terus meningkat, dan cenderung menjadi masalah kesehatan dan sosial sehingga mendapat perhatian dan dukungan yang serius. Resolusi PBB no 46/ 1991, 16 Desember 1991 menghimbau agar seluruh negara di dunia memberikan hak yang layak kepada kelompok lansia. Di Indonesia, populasi lansia pada tahun 2000 (17,2 juta) meningkat 3 kali lebih besar dari pada tahun  1970 (5,3 juta). Pada tahun 2020, jumlah dan proporsi kelompok  lansia di Indonesia diprediksi akan mencapai 28 juta jiwa dan 9,5%. Aspek legal telah menempatkan lansia Indonesia pada tempat yang respek dan terhormat, tetapi, kenyataan memperlihatkan sebaliknya, lansia berada pada posisi yang lemah, tersisihkan dan tak berdaya. Tujuan pelayanan kesehatan lansia adalah mengantarkan mereka melintasi usia lanjut dalam keadaan sehat, berbahagia, produktif dan mandiri. Tanpa aksi nyata yang terencana, serius dan sinambung, lansia justru semakin terpuruk dan berkembang menjadi masalah kesehatan dan sosial yang serius. Jumlah lansia telantar dan berisiko tinggi terlantar adalah 3.274.100 dan  5.102.800 orang. Lansia yang menjadi gelandangan dan pengemis adalah 9.259 orang, dan yang mengalami tindak kekerasan  10.511 orang. Pengakuan hak lansia ternyata masih sebatas undang-undang belum diimplementasikan pada aksi nyata yang terencana, terukur dan sinambung.Kata kunci: Lansia, hak undang-undang, status kesehatan

gambaran tingkat kemandirian lansia laki-laki dan perempuan dalam melakukan ADL di Desa Pucuk

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pembangunan disegala bidang menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang

semakin membaik, usia harapan hidup makin meningkat, dan jumlah lanjut usia (lansia)

makin bertambah. Seiring dengan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) lansia,

berbagai upaya telah dilaksanakan oleh instansi pemerintah, para profesional kesehatan,

serta bekerja sama dengan pihak swasta dan masyarakat untuk mengurangi angka

Page 34: At a Glance Geriatri

kesakitan dan kematian (mortalitas) lansia. Pelayanan kesehatan, sosial, ketenagakerjaan,

dan lain-lainnya telah dikerjakan pada berbagai tingkatan, yaitu ditingkat individu lansia,

kelompok lansia, keluarga, panti sosial tresna wredha, sasana tresna wredha, sarana

pelayanan kesehatan tingkat dasar (primer), sarana pelayanan kesehatan rujukan tingkat

pertama (sekunder) dan sarana pelayanan kesehatan lanjutan (tersier) untuk mengurangi

permasalahan yang terjadi pada lansia (Hardiwinoto,2005:152).

Menurut data tentang cakupan pelayanan kesehatan lanjut usia Dinas Kesehatan

Kabupaten .............. tahun 2008 mencapai 137.607 lansia dan tahun 2009 mencapai

146.188. Data di Wilayah Puskesmas Pucuk di dapatkan 3.357 lansia. Hasil survey awal

penelitian yang dilaksanakan di Desa Pucuk terhadap 10 lansia didapatkan 7 lansia (70

%) sakit yang berhubungan dengan proses penuaan dan mengalami ketergantungan pada

keluarga dan 3 lansia (30 %) sehat. Dari data diatas menunjukkan bahwa masih tingginya

angka kesakitan lansia yang berhubungan dengan proses penuaan dan ketergantungan

pada keluarga di Desa Pucuk Kecamatan Pucuk.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingginya angka kesakitan lansia yang

berhubungan dengan proses penuaan dan ketergantungan pada keluarga adalah proses

penyakit, status fungsional, mental dan emosional, psikososial, perlindungan kesehatan,

promosi kesehatan.

Proses penyakit merupakan sebuah perubahan pada individu yang menyebabkan

parameter kesehatan mereka berada di bawah kisaran normal (Price,2005:3). Menurut

Wahyudi Nugroho (2008:54) ada empat penyakit yang erat hubungannya dengan proses

menua. Pertama yaitu gangguan sirkulasi darah, misalnya hipertensi, kelainan pembuluh

Page 35: At a Glance Geriatri

darah dan ginjal. Kedua adalah gangguan metabolisme hormonal, misalnya diabetes

mellitus, klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid. Ketiga yaitu gangguan pada

persendian, misalnya osteoartritis, gout artritis, ataupun penyakit kolagen lainnya serta

yang keempat adalah berbagai macam neoplasma. Timbulnya penyakit tersebut dapat

dipercepat atau diperberat oleh faktor luar, misalnya makanan, kebiasaan hidup yang

salah, infeksi dan trauma. Sifat penyakit dapat mulai secara perlahan dan sering kali

tanpa tanda-tanda atau keluhannya ringan dan baru diketahui sesudah keadaannya parah.

Kondisi ini perlu segera diatasi sejak dini agar tidak salah atau terlambat menegakkan

diagnosis sehingga terapi dan tindakan keperawatan segera dapat diberikan.

Faktor yang kedua yaitu status fungsional lansia. Secara Biologi, lanjut usia

mengalami proses penuaan secara terus menerus yang ditandai dengan menurunnya daya

fisik terhadap penyakit (Hardiwinoto,2005:123). Penurunan fisik ini dapat dilihat dari

kemampuan fungsional dari lansia terutama kemampuan lanjut usia untuk melakukan

aktivitas kehidupan sehari-hari seperti berpakaian, buang air besar atau kecil, makan,

minum, berjalan, tidur, dan mandi. Dari kemampuan melakukan aktivitas tersebut dapat

dinilai apakah lanjut usia mandiri atau tergantung pada orang lain. Mandiri dalam

melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (Aktivities of Daily living=ADL) adalah

kebebasan untuk bertindak, tidak tergantung pada pihak lain dalam merawat diri maupun

dalam beraktivitas sehari-hari. Semakin mandiri status fungsional lansia maka

kemampuan untuk bertahan terhadap serangan penyakit akan semakin baik. Sebaliknya

lansia yang menunjukkan ketergantungan akan rentan terhadap serangan penyakit.

Page 36: At a Glance Geriatri

Menurut Maryam (2008:58) kondisi mental dan emosional lansia dipengaruhi oleh

kemampuan untuk mengadakan penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya saat ini.

Pada umumnya setiap lansia menginginkan keadaan seperti panjang umur,

mempertahankan hak dan hartanya, serta tetap berwibawa, akan tetapi pada prosesnya

tidak sesuai dengan keinginan tersebut, hal ini dirasakan sebagai beban mental yang

cukup besar bagi lanjut usia, sehingga kondisi tersebut akan berdampak terhadap kondisi

kesehatan, yang menyebabkan sakit atau penyakit yang pernah dideritanya kambuh.

Promosi kesehatan adalah pola multidimensional dari tindakan dan persepsi yang

berasal dari dalam diri sendiri yang dapat membantu atau meningkatkan kesejahteraan,

aktualisasi diri, dan pemenuhan kebutuhan individu (Stanley,2006:4). Promosi kesehatan

untuk lansia tidak hanya difokuskan pada penyakit atau ketidakmampuan tetapi juga

difokuskan pada kekuatan dan kemampuan lansia. Aktivitas promosi kesehatan yang

tepat untuk lansia adalah aktivitas fisik, mental, sosial, nutrisi yang adekuat,

pengendalian berat badan dan manajemen stres. Apabila lansia mendapatkan promosi

kesehatan secara terus menerus maka status kesehatan lansia akan semakin baik sehingga

resiko terhadap serangan penyakit akan menurun.

Perilaku perlindungan kesehatan adalah aktivitas yang diarahkan untuk mengurangi

resiko individu terhadap berkembangnya penyakit tertentu (Stanley,2006:5). Pemeriksaan

kesehatan secara teratur, penggunaan obat secara tepat, serta pembatasan diet khusus

seperti diet rendah kolesterol atau tinggi serat merupakan perilaku perlindungan

kesehatan. Apabila lansia mau untuk menerapkan perilaku perlindungan kesehatan maka

lansia akan terhindar dari berbagai macam penyakit.

Page 37: At a Glance Geriatri

Psikososial berkaitan dengan peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat

kepada seseorang sehubungan dengan usianya (DepkesRI,2000:1). Mundurnya keadaan

fisik dan hilangnya fungsi tubuh yang menyebabkan penarikan diri, isolasi dan rasa asing

yang menyebabkan lansia binggung dan mengalami disorientasi. Perubahan fisik dan

sosial yang terjadi bersamaan tidak dapat dipisahkan dari perubahan psikologis selama

proses penuaan. Oleh sebab itu ketiga aspek tersebut harus diperhatikan pada lansia,

karena dampak psikologis akan memperberat panyakit yang dialami lansia.

Gangguan status fungsional merupakan indikator penting tentang adanya penyakit

yang berhubungan dengan proses penuaan dan ketergantungan pada keluarga. Jika lansia

mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari maka lansia telah

mengalami masalah kesehatan dan ketergantungan pada keluarganya. Kesehatan dan

kemandirian lansia perlu dipertahankan agar lansia tidak menjadi beban bagi dirinya,

keluarga, maupun masyarakat.

Untuk mengurangi angka kesakitan lansia yang berhubungan dengan proses penuaan

dan ketergantungan pada keluarga maka perlu dilakukan pengkajian terhadap status

fungsionalnya yaitu pemeriksaan terhadap kemampuan melakukan ADL. Kemampuan

dalam melakukan ADL diukur dari tingkat kemandirian dan ketergantungan lansia, baik

pada lansia laki-laki maupun perempuan, dengan menggunakan indeks ADL barthel yang

didasarkan pada ketrampilan menjalankan fungsi biologis dan memerlukan bekerjanya

sistem saraf dan anggota gerak (Hardywinoto,2005:137). Oleh karena itu peneliti ingin

meneliti tentang gambaran tingkat kemandirian lansia laki-laki dan perempuan dalam

melakukan ADL di Desa Pucuk Kecamatan Pucuk Kabupaten ...............

Page 38: At a Glance Geriatri

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti merumuskan

masalah penelitian :

1. Bagaimana tingkat kemandirian lansia laki-laki dalam melakukan ADL di Desa

Pucuk Kecamatan Pucuk Kabupaten .............. ?

2. Bagaimana tingkat kemandirian lansia perempuan dalam melakukan ADL di Desa

Pucuk Kecamatan Pucuk Kabupaten .............. ?

Orang Lansia pun Wajib DiimunisasiOleh redaksi pada Jum, 11/23/2007 - 11:25.

Artikel

Ketika memasuki usia lanjut, tiap orang akan mengalami perubahan secara fisik maupun mental. Tubuh tidak lagi kuat, kulit mulai keriput, rambut memutih, mengunyah makanan sangat pelan, jalan pun tidak lagi cepat. Secara mental, para lanjut usia (lansia) juga sering berbeda persepsi dengan orang lebih muda. Pada peringatan Hari Lansia Nasional ke-9 pada 29 Mei lalu, jumlah populasi kelompok orang usia lanjut di Indonesia dilaporkan meningkat. Bila tidak ditangani serius penambahan lansia akan menimbulkan masalah di bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperhitungkan pada 2020 Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah warga lansia sebesar 414%. Sebuah peningkatan tertinggi di dunia. Berdasarkan sensus penduduk 2000, jumlah lansia mencapai 15,8 juta jiwa atau 7,6%. Pada 2005 meningkat menjadi 18,2 juta jiwa atau 8,2%. Sedangkan pada 2015 diperkirakan mencapai 24,4 juta jiwa atau 10%. Data Badan Pusat Statistik dan Depsos 2001 menyebutkan dari jumlah lansia yang mencapai 15,8 juta itu, 21,75% di antaranya dikategorikan sebagai lansia telantar. Sedangkan 33,89% masuk ke dalam rawan telantar. Menurut spesialis penyakit dalam dr Czeresna Heriawan Soejono dari Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, salah satu masalah penting yang dihadapi para lansia adalah kesehatan. Masalah kesehatan pada populasi usia lanjut, lanjutnya, bukan saja terletak pada aspek penyakit kronis dan degeneratif, melainkan juga

Page 39: At a Glance Geriatri

kerentanan terhadap infeksi cukup tinggi. ''Biaya preventif di rumah sakit pun tinggi, karena berulang kali datang ke rumah sakit untuk perawatan.'' Penyakit paling banyak diderita para lansia, kata Heriawan, infeksi akut paru-paru (pneumonia) dan kardiovaskular. Penyakit pneumonia saat ini menjadi ancaman bagi lansia dan berdampak pada morbiditas maupun mortalitas. ''Untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas, upaya pencegahan bisa dilakukan dengan imunisasi. Tetapi Imunisasi untuk lansia berbeda dengan anak-anak. Ada dua imunisasi wajib bagi lansia, yakni imunisasi flu dan pneumonia,'' kata Heriawan. Imunisasi itu, katanya, untuk menekan angka kematian dan morbiditas pada lansia akibat influenza dan infeksi paru. Sayangnya, imunisasi pada orang tua tidak dibiayai negara. Pasien harus beli sendiri vaksinnya, dan masih diimpor. ''Kami mengharapkan kebijakan pemerintah nantinya bisa membuat vaksin di dalam negeri dan imunisasi ini bisa gratis, seperti halnya imunisasi anak-anak.'' Wajib Imunisasi influenza memang merupakan referensi WHO, sebab organisasi kesehatan dunia itu mencatat pada 1957-1958 terjadi wabah flu Spanyol (Spanish flu) kemudin pada 1968-1969 terjadi wabah flu Hong Kong. Kedua wabah itu banyak menewaskan lansia. Itulah sebabnya pada 2004, kata Heriawan, WHO mencanangkan perlunya imunisasi pada lansia untuk setiap negara. Imunisasi influenza diberikan sekali dalam setahun sedangkan imunisasi pneumonia diberikan satu kali seumur hidup. Bisa juga lima tahun sekali. Heriawan mengakui vaksinasi tidak seratus persen memproteksi tubuh lansia dari serangan virus. ''Namun sekitar 77-84% vaksin ini mampu memproteksi tubuh dari serangan virus. Harga vaksin influenza saat ini masih berkisar Rp125 ribu sedangkan vaksin pneumonia Rp175 ribu.'' Imunisasi bagi lansia memang relatif baru dan belum banyak diketahui orang. Di Indonesia, lanjutnya, masalah lansia baru masuk divisi geriatri pada 1996. Dan kini baru empat rumah sakit pendidikan yang memiliki dokter di bidang itu, yakni RSUPN Jakarta, RSUD Karyadi Semarang, RSUD Sardjito Yogyakarta dan RSUD Sanglah Bali. Menurut Heriawan, ada efek samping saat tubuh lansia menerima vaksinasi tersebut, yaitu kulit kemerahan, dan demam. Tetapi efek samping itu bisa diatasi dengan minum parasetamol satu tablet. ''Pasien juga harus jujur apabila alergi makan telur, karena bisa menyebabkan gatal dan biduran. Untuk tingkat sedang efek samping imunisasi influenza bisa menyebabkan sesak napas dan diare. Bahkan pada tingkat berat bisa menimbulkan kebiru-biruan, saluran napas tersumbat dan menyebabkan kematian.'' Sementara itu, dr Nina Kemala Sari, juga dari Divisi Geriatri Departemen Penyakit Dalam FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo mengatakan, penyakit pada usia lanjut memang sangat spesifik dibandingkan mereka yang berusia di bawah 60 tahun. Menurutnya, hal itu disebabkan komposisi tubuh pada lansia berubah. Misalnya, massa otot bebas lemak berkurang. ''Cairan tubuh mulai berkurang dari sekitar 60% pada usia muda menjadi 45% pada usia lanjut. Selain itu lansia sering mengalami gangguan penyimpangan air dan pemeliharaan keseimbangan natrium akibat penyakit kronik yang menyertainya.'' Pada lansia, lanjut Nina, mulai terjadi gangguan persepsi terhadap rasa haus. Ambang rasa haus meningkat, sehingga tidak mudah merasa haus meskipun tubuh mengalami kekurangan cairan. Ini menyebabkan dehidrasi. Sering keluarga tidak menyadari bahwa kebiasaan minum sedikit ini sangat berbahaya bagi kesehatan mereka. Nina mengatakan, banyak orang menganggap remeh dehidrasi pada orang tua. Padahal kekurangan cairan itu sering memunculkan faktor psikologis pada lansia, misalnya, mereka sering bingung, kehilangan orientasi, dan marah bila segala sesuatunya tidak sesuai dengan keinginannya. Selain itu, lanjut Nina, kekurangan cairan merupakan salah

Page 40: At a Glance Geriatri

satu pencetus kematian lansia. Heriawan menambahkan hal lain yang perlu diwaspadai pada lansia, yakni kurang gizi akibat sedikit asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh. ''Mestinya orang tua tetap makan seperti biasa dengan porsi wajar.'' Namun, lanjutnya, ada beberapa jenis makanan dan minuman yang sebaiknya dihindari para lansia, yaitu biskuit, makanan kering dan berlemak, minum teh atau kopi. ''Teh dan kopi menyebabkan jumlah natrium berkurang. Teh menarik air dari air kencing, sehingga natrium berkurang. Akibatnya, tubuh lemas bila kebanyakan teh. Sebaiknya minum air putih,'' kata Nina. Makanan terlalu manis juga sebaiknya dihindari, apalagi lansia pengidap diabetes. Sebab sering kali lansia makan makanan manis berlebihan.(Nda/H-1). sumber: Media Indonesia Online, Rabu, 1 Juni 2004

Silahkan Login atau daftar untuk memberi komentar

PENGERTIAN LANSIA

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan daur kehidupan manusia (budi Anna Keliat,1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2),(3),(4) UU No 13 tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.

KLASIFIKASI LANSIA

Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.

1.      Pralansia (prasenilis)

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

2.      Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3.      Lansia resiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (depkes RI,2003).

4.      Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.

5.      Lansia tidak potensial

Page 41: At a Glance Geriatri

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. (depkes RI,2003).

KARAKTERISTIK LANSIA

Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut :

1.      Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai Pasal 1 ayat 2 UU No.13 tentang kesehatan).

2.      Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.

3.      Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

TIPE LANSIA

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, social, dan ekonominya (nugroho,2000). Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

1.      Tipe arif bijaksana.

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

2.      Tipe mandiri.

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

3.      Tipe tidak puas.

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.

4.      Tipe pasrah.

Menerima dan menuggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.

5.      Tipe bingung.

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

Page 42: At a Glance Geriatri

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI

I. PENDAHULUAN

Dengan makin meningkatnya harapan hidup penduduk Indonesia, maka dapat diperkirakan bahwa insidensi penyakit degeneratif akan meningkat pula. Salah satu penyakit degeneratif yang mempunyai tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi adalah hipertensi. Hiperetensi pada usia lanjut menjadi lebih penting lagi mengingat bahwa patogenesis, perjalanan penyakit dan penatalaksanaanya tidak seluruhnya sama dengan hipertensi dewasa muda. Pada usia lanjut aspek diagnostis selain kearah hipertensi dan komplikasi, pengenalan berbagai penyakit yang juga diderita oleh orang tersebut perlu mendapatkan perhatian oleh karena berhubungan erat dengan penatalaksanaan secara keseluruhan.

II. PENGERTIAN

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001).Menurut WHO ( 1978 ), tekanan darah sama dengan atau diatas 160 / 95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.

III. ETIOLOGI

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan – perubahan pada :

1.      Elastisitas dinding aorta menurun

2.      Katub jantung menebal dan menjadi kaku

3.      Kemampuan jantung memompa darah menurun1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

4.      Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi

5.      Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut:

a. FAKTOR KETURUNAN

Page 43: At a Glance Geriatri

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.

b. CIRI PERSEORANGAN.

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:

1.      Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat ) Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )

2.      Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )

3.      Kebiasaan hidup. Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :

Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ). Kegemukan atau makan berlebihan Stress Merokok Minum alcohol. Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin ).

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :

Ginjal Glomerulonefritis Pielonefritis Nekrosis tubular akut Tumor Vascular Aterosklerosis Hiperplasia Trombosis Aneurisma Emboli kolestrol Vaskulitis Kelainan endokrin. DM Hipertiroidisme Hipotiroidisme Saraf Stroke Ensepalitis SGB Obat – obatan Kontrasepsi oral

Page 44: At a Glance Geriatri

Kortikosteroid

IV. PATOGENESIS HIPERTENSI LANSIA

Pada usia lanjut patogenesis terjadinya hipertensi usia lanjut sedikit berbeda dengan yang terjadi pada dewasa muda. Faktor yang berperan pada usia lanjut terutama adalah :

1. Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat proses menua. Hali ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus : hipertensi glomerulo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus menerus.

2. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Makin lanjutnya usia semakin sensitive terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.

3. Peningkatan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya akan mengakibatkan hipertensi sistolik saja.

4. Perubahan ateromatus akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan substansi kimiawi lain yang kemudian menyebabkan resorbsi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sclerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain yang berakibat pada kenaikan tekanan darah.

V. JENIS-JENIS HIPERTENSI PADA USIA LANJUT

Berdasarkan klasifikasi dari JNC-VI maka hipertensi pada usia lanjut dapat dibedakan :

1. Hipertensi sistolik saja (isolated systolic hypertension) terdapat pada 6-12% penderita diatas usia 60 tahun, terutama pada wanita. Insiden meningkat dengan bertambahnya umur.

2. Hipertensi diastolic (diastolic hypertension), terdapat antara 12-14% penderita diatas usia 60 tahun, terutama pada pria. Insiden menurun dengan bertambahnya umur.

3. Hipertensi sistolik-diastolik, terdapat pada 6-8% penderita usia > 60 tahun, lebih banyak wanita. Meningkat dengan bertambahnya umur.

Di samping itu terdapat pula hipertensi sekunder yang diakibatkan oleh obat-obatan, gangguan ginjal, endokrin, berbagai penyakit neurologik dan lain-lain.

VI. GEJALA, TANDA DAN DIAGNOSIS

Seringkali yang terlihat adalah gejala akibat penyakit, komplikasi atau penyakit yang menyertai. Diagnosis seringkali juga didapatkan pada waktu mengadakan asesmen geriatric atau general check-up. Berbagai pemeriksaan penunjang dan labolatorium yang penting misalnya fungsi ginjal dan saluran kemih (diantaranya ada-tidaknya pembesaran prostate), jantung, fungsi hati, paru, kadar elektolit darah, di samping pemeriksaan labolatorium rutin.

Page 45: At a Glance Geriatri

VII. PENATALAKSANAAN HIPERTENSI LANSIA DENGAN MULTI ORGAN INVOLVEMENT

Pengobatan hipertensi pada usia lanjut sangat mudah apabila hipertensi hanya meerupakan satu-satunya kelainan yang diderita oleh lansia tersebut. Akan tetapi terjadinya komplikasi dan adanya penyakit komorbid pada berbagai organ membuat penatalaksanaan hipertensi pada usia lanjut menjadi lebih rumit. Upaya non-farmakologis selalu tetap dilaksanakan pula pada penderita berusia lanjut, terdiri atas :

a.       Berhenti merokok

b.      Penurunan berat badan yang berlebihan

c.       Berhenti/mengurangi asupan alkhohol

d.      Mengurangi asupan garam.

Untuk menurunkan tekannan darah dapat ditinjau 3 faktor fisiologis yaitu, menurunkan isi cairan intravaskular dan Na darah dengan diuretik, menurunkan aktivitas susunan sarafsimpatis dan respons kardiovaskular terhadap rangsangan adregenik dengan obat dari golongan antismpatis, dan menurunkan tahanan perifer dengan obat vasodilator.

VIII. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a.     Aktivitas / istirahat

Gejala :

Kelemahan Letih Napas pendek Gaya hidup monoton

Tanda :

Frekuensi jantung meningkat Perubahan irama jantung Takipnea

b.      SirkulasiGejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup, penyakit serebrovaskuler

Tanda :

Page 46: At a Glance Geriatri

Kenaikan TD Nadi : denyutan jelas Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia Bunyi jantung : murmur Distensi vena jugularis Ekstermitas

Perubahan warna kulit, suhu dingin( vasokontriksi perifer ), pengisian kapiler mungkin lambat

c.       Integritas Ego

Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor stress multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan )

Tanda :

Letupan suasana hati Gelisah Penyempitan kontinue perhatian Tangisan yang meledak otot muka tegang ( khususnya sekitar mata ) Peningkatan pola bicara

d.      EliminasiGejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat penyakit ginjal ). Makanan / Cairan

Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol

Mual Muntah

e.       Riwayat penggunaan diuretic

Tanda :

BB normal atau obesitas Edema Kongesti vena Peningkatan JVP Glikosuria Neurosensori

Gejala :

Page 47: At a Glance Geriatri

Keluhan pusing / pening, sakit kepala. Episode bebas Kelemahan pada satu sisi tubuh Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia ). Episode epistaksis

Tanda :

Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau memori ( ingatan ). Respon motorik : penurunan kekuatan genggamanPerubahan retinal optic

f.       Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala :

nyeri hilang timbul pada tungkai sakit kepala oksipital berat nyeri abdomen

Pernapasan

Gejala :

Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas Takipnea Ortopnea Dispnea nocturnal proksimal Batuk dengan atau tanpa sputum

Riwayat merokok

Tanda :

Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi ) Sianosis

g.      Keamanan

Gejala :Gangguan koordinasi, cara jalan

Tanda :

Episode parestesia unilateral transient

Pembelajaran / Penyuluhan

Gejala :

Page 48: At a Glance Geriatri

Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal

Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lainPenggunaan obat / alcohol

2. Diagnosa keperawatan

1.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular

Tujuan :

Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam.

Kriteria hasil :

Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil

Intervensi :

1.      Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat

2.      Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer

3.      Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas

4.      Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler

5.      Catat edema umum

6.      Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah pengunjung. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi.Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan

7.      Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur.

8.      Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihanPantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darahBerikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi.

9.      Kolaborasi pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi.

Page 49: At a Glance Geriatri

Rasional :

1.      Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah vaskular. Hipertensi berat diklasifikasikan pada orang dewasa sebagai peningkatan tekanan diastolik sampai 130. Hipertensi sistolik juga merupakan faktor resiko yang ditentukan untuk penyakit serebrovaskular dan penyakit iskemik jantung bila tekanan diastolik 90-115.

2.      Denyutan karaotis, jugularis, radialis, dan femoralis mungkin teramati/terpalpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi (peningkatan SVR) dan kongesti vena.

3.      S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertrofi atrium. Perkembangan S3 menunjukkan hipertrofi vertikel dan kerusakan fungsi. Adanya krakles, mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik.

4.      Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan dengan vasokontriksi atau mencerminkan dekompensasi atau penurunan curah jantung.

5.      Dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau vascular.

6.      Membantu untuk menurunkan rangsang simpatis, meningkatkan relaksasi, menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit hipertensi.

7.      Mengurangi ketidak nyamanan dan dapat menurunkan rangsang simpatis.

8.      Dapat menurunkan rangsangan stress, membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan TD.

9.      Pembatasan ini dapat menangani retensi cairan dengan respon hipertensif, dengan demikian menurunkan beban kerja jantung.

1. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler

serebral

Tujuan :

1. Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam

Page 50: At a Glance Geriatri

Kriteria hasil :

1. Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala Pasien tampak nyaman TTV dalam batas normal

Intervensi :

1.      Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan

2.      Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan

3.      Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala seperti kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi dan distraksi

4.      Hilangkan / minimalkan vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk

5.      Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas (lorazepam, ativan, diazepam, valium ).

Rasional :

1.      Meminimalkan stimulasi atau meningkatkan relaksasi.

2.      Pusing dan penglihatan kabur sering berhubungan dengan sakit kepala pasien. Pasien juga mengalami episode hipotensi postural.

3.      Tindakan yang menurunkan tekanan vaskular serebral dan yang memperlambat atau memblok respons simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dn komplikasinya.

4.      Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan vaskular serebral.

5.      Menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang sistem saraf simpatis, dapat mengurangi tegangan dan ketidak nyamanan yang diperberat oleh strees.

3.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit

Tujuan :

Page 51: At a Glance Geriatri

Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

Kriteria hasil :

Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan. Mengidentfikasikan efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu

diperhatikan. Mempertahankan TD dalam parameter normal.

Intervensi :

1.      Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar. Termasuk orang terdekat.

2.      Jelaskan tentang hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal, dan otak.

3.      Bantu pasien dalam mengidentifikasi factor-faktor risiko kardiovaskular yang dapat diubah, misal : pola hidup stress, merokok, minum alkhohol.

4.      Atasi masalah pasien untuk mengidentifikasi cara di mana perubahan gaya hidup yang tepat dapat diubah untuk mengurangi faktor diatas.

5.      Jelaskan tentang obat yang diresep bersamaan dengan rasional, dosis, efek samping yang diperkirakan serta efek yang merugikan.

Rasional :

1.      Kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minat pasien atau orang terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan, dan prognosis.

2.      Memberikan dasar untuk pemahaman tentang peningkatan TD dan mengklarifikasi istilah medis yang sering digunakan. Pemahaman bahwa TD tinggi dapat terjadi tanpa gejala adalah ini untuk memungkinkan pasien melanjutkan pengobatan meskipun ketika merasa sehat.

3.      Faktor-faktor resiko ini telah meunjukkan hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskular serta ginjal.

4.      Faktor-faktor resiko dapat meningkatkan proses penyakit atau memperburuk gejala. Dukungan, petunjuk dan empati dapat meningkatkan keberhasilan pasien dalam menyelesaikan tugas ini.

Page 52: At a Glance Geriatri

5.      Informasi yang adekuat dan pemahaman bahwa efek samping adalah umum dan sering menghilang dengan berjalannya waktu dengan demikian meningkatkan kerja sama rencana pengobatan.

Jumlah Lansia di Indonesia Meningkat 11,34%21 Dec 2009

Media Indonesia Nasional

BEBERAPA wilayah di Indonesia akan mengalami ledakan penduduk lansia (lanjut usia) pada 2010 hingga 2020. Jumlah lansia diperkirakan naik mencapai 11,34% dari jumlah penduduk di Indonesia.

"Harus ada upaya antisipasi karena lansia merupakan kelompok umur yang kurang berdaya sehingga menjadi beban masyarakat, keluarga, dan pemerintah. Untuk masalah ini, kita punya dua kota perconto; han, yaitu di Tulungagung, Jawa Timur, dan Binjai, Sumatra Utara," kata Asisten Deputi Urusan Perempuan, Lansia dan Penyandang Cacat, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Lies Rostianty, dalam acara sosialisasi kebijakan penanganan lansia di Yogyakarta, Sabtu (19/12).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2007, jumlah lansia di Indonesia mencapai 18,96 juta orang.Dari jumlah tersebut, 14% di antaranya berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, atau yang merupakan daerah paling tinggi jumlah lansianya. Disusul Provinsi Jawa Tengah (11,16%), Jawa Timur (11,14%), dan Bali (11,02%).Lies kembali mengatakan, untuk kota percontohan, antisipasi ledakan lansia di Binjai dilakukan dengan model pendekatan senior center.

Model itu diterapkan dengan mengumpulkan para lansia dan mereka melakukan kegiatan secara terarah mulai dari kegiatan kesehatan, keterampilan, rohani hingga rekreasi.Sementara itu, percontohan di Tulunggagung dilakukan dengan pendekatan homecare, yaitu pendekatan penanganan dengan melibatkan peranan keluarga dan masyarakat.Tinggi harapan hidup Sementara itu. Ketua Pokja Peningkatan, Pemeliharaan Intelegensi Lansia, Pemerintah Kota Yogyakarta Tri Kirana mengatakan tingginya angka lansia di DIY disebabkan karena angka harapan hidupnya juga tinggi.

Data di Kota Yogyakarta, misalnya, harapan hidupnya mencapai usia 77 tahun (perempuan) dan 75 tahun (laki-laki). Tingginya harapan hidup itu karena secara geografis, luas Kota Yogyakarta kecil sehingga akses terhadap fasilitas kesehatan mudah dijangkau."Untuk memberdayakan dan pendampingan terhadap lansia yang ada, kita memiliki 598 kelompok lansia yang secara rutin kita bina," ujar Tri Kirana.

Page 53: At a Glance Geriatri

Entitas terkaitBali | Binjai | Data | DIY | Indonesia | Jawa | Jumlah | Lansia | Lies | Model | Penyandang | Sumatra | Tinggi | Tingginya | Tri | Tulunggagung | Indonesia Meningkat | Jawa Timur | Jumlah Lansia | Kementerian Pemberdayaan | Ketua Pokja | Kota Yogyakarta | Pemeliharaan Intelegensi | Asisten Deputi Urusan | Badan Pusat Statistik | Provinsi Daerah Istimewa | Disusul Provinsi Jawa Tengah | Pemerintah Kota Yogyakarta Tri Kirana | Ringkasan Artikel Inihan, yaitu di Tulungagung, Jawa Timur, dan Binjai, Sumatra Utara," kata Asisten Deputi Urusan Perempuan, Lansia dan Penyandang Cacat, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Lies Rostianty, dalam acara sosialisasi kebijakan penanganan lansia di Yogyakarta, Sabtu (19/12). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2007, jumlah lansia di Indonesia mencapai 18,96 juta orang.Dari jumlah tersebut, 14% di antaranya berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, atau yang merupakan daerah paling tinggi jumlah lansianya.

KESEHATAN LANSIA DI INDONESIA

SIFAT-SIFAT PENYAKIT PADA LANJUT USIA

Sifat-sifat penyakit pada lansia perlu sekali untuk dikenali supaya kita tidak salah ataupun lambat dalam menegakkan diagnosis, sehingga terapi dan tindakan lainnya yang mengikutinya dengan segera dapat dilaksanakan. Hal ini akan menyangkut beberapa aspek, yaitu; etiologi, diagnosis dan perjalanan penyakit:

ETIOLOGI

Sebab penyakit pada lansia lebih bersifat endogen daripan eksogen. Hal ini disebabkan menurunnya berbagai fungsi tubuh karena proses menua.

Etiologi sering kali tersembunyi (Occult)

Sebab penyakit bersifat ganda (multiple) dan kumulatif, terlepas satu sama lain ataupun saling mempengaruhi.

DIAGNOSIS

Diagnosis penyakit pada lansia umumnya lebih sukar dari pada remaja/dewasa. Karena sering kali tidak khsa gejalanya dan keluhan-keluhan tidak has dan tidak jelas

PERJALANAN PENYAKIT

Pada umumnya perjalanan penyakit adalah kronik (menahun) diselingi dengan eksaserbasi akut.

Penyakit bersifat progresif, dan sering menyebabkan kecacatan (invalide)

Page 54: At a Glance Geriatri

Disabilitas dan invaliditas

Sebagai kriteria mundurnya kemandirian WHO (1989) mengembangkan pengertian/konsep secara bertingkat;

Imapirment adalah setiap kehilangan atau kelainan, baik psikologik, fisiologik atupun struktur atau fungsi anatomik.

Disabilitas adalah semua retriksi atau kekurangan dalam kemampuan untuk melakukan kegiatan yang dianggap dapat dilakukan oleh orang normal.

Handicap adalah suatu ketidakmampuan seseorang sebagai akibat impairment atau disabilitas sehingga membatasinya untuk melaksakan peranan hidup secara normal.

Kemunduran dan kelemahan yang diderita lansia.

Immobility Instability (falls) Intelectual impairment (dementia) Isolation (depresion) Incontinence Immuno-defeciency Ifection Inanition (malnutrition)

Impaction (constipation) Iatrogenesis Insomnia Impairment of (vision, hearing,

taste, smell, communication, convalenscence, skin integrity.)

Data penyakit pada lansia di Indonesia (disease pattern of people >55

years)

Diseases Per 100 patients Cardiovascular disease 15.7 Musculoskeletal disease 14.5 Tuberculosius of lung 13.6 Bronchitis, asthma & dis. Respiratory 12.1 Acute respir. Tract infection 10.2 Tetth, mouth & digestive system 10.2 Nervous system disease 5.9 Skin infections 5.2 Malaria 3.3 Other infection 2.4

Sumber; Household survey on health, dept. of health (1986)

Penyakit/ gangguan(intrinsic)

Hambatan(impairment)(exteriorized)

Disabilitas(Objectified)

Handicap(socialized)

Page 55: At a Glance Geriatri

Abstrak

Pengelolaan/Manajemen Keluarga Dalam Perawatan Lanjut Usia Paska Stroke Di RumahJudulPengelolaan/Manajemen Keluarga Dalam Perawatan Lanjut Usia Paska Stroke Di RumahPenulisNeti Juniarti, S.Kp., M.Kes., MNurs. PenerbitUnpad BahasaIndonesia Hak CiptaUnpad Kata Kuncilanjut usia, Lansia, manajemen keluarga, rumah, stroke Stroke tetap merupakan penyebab terbesar kematian dan kecacatan baik di negara maju

maupun negara berkembang. Pada tahun 2004 World Health Organization (WHO)

memprediksi bahwa jumlah kasus stroke akan meningkat sehubungan dengan

peningkatan trend dalam populasi lanjut usia di seluruh dunia (Aziz et al, 2008). Berbagai

sistematik review telah menunjukkan berbagai perkembangan dalam bidang manajemen

stroke. Pendekatan tim secara multi-disiplin meropakan faktor penting dan signifikan

dalam perawatan pasien paska stroke akut. Pasien-pasien yang baru mendapatkan stroke

cenderung dapat mempertahankan kemampuannya untuk melaksanakan aktivitas

kehidupan sehari-hari jika mereka menerima pelayanan terapi dan perawatan di rumah.

Terapi dan perawatan di rumah juga dapat menurunkan risiko kematian atau kemunduran

dalam kemampuan melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari (Outpatient Service

Trialist, 2003)

http://pustaka.unpad.ac.id/archives/30039/

Penyakit Jantung Penyebab Kematian Utama Lansia

Pada usia di atas 65 tahun, 21,8 persen menderita penyakit jantung dengan komposisi, 58,8 persen menderita penyakit jantung koroner, 34,0 persen penyakit jantung karena tekanan darah tinggi, 7,5 persen karena penyakit paru-paru, selebihnya karena sebab lain. 

Page 56: At a Glance Geriatri

Pada usia di atas 65 tahun, 21,8 persen menderita penyakit jantung dengan komposisi, 58,8 persen menderita penyakit jantung koroner, 34,0 persen penyakit jantung karena tekanan darah tinggi, 7,5 persen karena penyakit paru-paru, selebihnya karena sebab lain. Pada usia di atas 60 tahun, prosentase ini tentunya lebih besar lagi, terlebih karena perubahan pola makan dan pola hidup masyarakat yang berubah saat ini, yang telah berubah sejalan dengan era modernisasi yang menuntut semua orang untuk bekerja serba cepat.

http://www.yastroki.or.id/read.php?id=106

175Universa Medicina Oktober-Desember 2005,Vol.24 No.4

Profil lipid pada penduduk lanjut usia di JakartaRita Khairani, Mieke Sumiera

B a g i a n I lmu P e n y a k i t Da l am F a k u l ta s K e d o k t e r a n Un i v e r s i ta s Tr i s a k t i

A B S T R A KPenyakit jantung koroner (PJK) adalah penyebab kematian utama pada pasien di atas usia 65 tahun.Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa kadar kolesterol total yang tinggi menjadi faktor penting untuk timbulnya PJK. Dengan mengetahui profil lipid pada lanjut usia (lansia), maka strategi penurunan lipid dapat segera dijalankan untuk menurunkan risiko terjadinya PJK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil lipid pada penduduk lansia di DKI Jakarta. Penelitian potong lintang dilakukan terhadap 307 lansia di 15 kelurahan di Jakarta melalui wawancara terstruktur, pemeriksaan fisik, antropometri dan profil lipid. Hasil profil lipid dikelompokkan dengan menggunakan kriteria dari National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III. Pemeriksaan kadar lipid meliputi kolesterol total, low density lipoprotein (LDL) kolesterol, high density lipoprotein (HDL) kolesterol, dan trigliserida. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh lansia (55,4%) mempunyai kadar lipid normal, dan kadar kolesterol total yang tinggi (≥ 240 mg/dl) ditemukan sebesar 23,5%. Lansia wanita mempunyai kadar kolesterol total, LDL kolesterol dan trigliserida yang lebih besar dibandingkan lansia pria, sedangkan kadar HDL kolesterol lansia wanita lebih rendah dibandingkan lansia pria. Lansia wanita berisiko 2–6 kali lebih besar untuk mendapatkan kolesterol total dan LDL kolesterol yang tinggi dibandingkan lansia pria.Kata kunci : Profil, lipid, lanjut usia, risikoLipid profile in older people in Jakarta

A B S T R A C TCoronary heart disease (CHD) is a major cause of mortality among patients ≥ 65 years. Several studies have shown that high total cholesterol concentration is an important factor in CHD. Determination of lipid profile in the elderly will enable the lowering of lipid strategy to prevent CHD progression. The study objective was to determine the lipid profile of the older population in Jakarta. A cross-sectional study was done in 307 older persons in 15 villages in Jakarta by a structured interview, physical examination,

Page 57: At a Glance Geriatri

anthropometry and lipid profile measurement. The lipid profile were categorized based on the National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III criteria. Lipid level measurements consist of total cholesterol, low density lipoprotein (LDL) cholesterol, high density lipoprotein (HDL) cholesterol, and triglyceride. This study showed that more than one-half of older persons (55.4%) had normal lipid levels, and high level of total cholesterol (≥ 240 mg/dl) was 23.5%. Elderly women had total cholesterol, LDL cholesterol, and triglyceride levels higher compared with elderly men except for HDL cholesterol. But HDL cholesterol level in elderly women was lower compared with elderly man. The risk of high levels of total cholesterol and LDL cholesterol in elderly women were 2 to 6 times greater compared with elderly men.Keywords : Lipid, profile, older people, risk176

P E N D A H U L U A NPertumbuhan penduduk lanjut usia(lansia) meningkat secara cepat pada abad 21 ini . Pada tahun 2000 di seluruh dunia telah mencapai 4 2 5 juta jiwa ( ± 6 , 8 p e r s e n ) , di indonesia yang merupakan negara urutan ke 4Dengan jumlah lansia paling banyak sesudah cina , india dan amerika serikat 1 5 . 2 6 2 . 1 9 9 atau 7 , 2 8% dari total populasiJumlah ini diperkirakaan akan mengalami Peningkatan hampir dua kali lipat pada tahun 2025. pada tahun 2005 jumlah lansia menjadi 17 . 767.709 atau 7 , 9 7%.( 1 ) Berdasarkan data surkernas 2011 penduduk DKI Jakarta 7.423.379 jiwa dan lansianya berjumlah 641.124Jiwa atau 8,64%.Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyebab kematian utama pada pasien diatas usia 65 tahun.(2,3)pembuluh arteri seperti juga organ-organ lain dalam tubuh mengikuti proses penuaan dimana terjadi proses karesteristik seperti penebalan lapisan intima, berkurangnya elastisitas penumpukan kalsium dan bertambahnya diameter lapisan intima.perubahan terjadi terutama pada arteri-arteri besar ini disebut sebagai arterosklerosis yang akan memicu timbulnya penyakit jantung koroner. ( 4 )Beberapa penelitian menggungkapkan Bahwa kadar kolestrerol total yang tinggi menjadi faktor penting untuk timbulnya PJK.(2,3)Kaum pria mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mendapat PJK, tetapi setelah menopause perbandingan wanita dan pria yang menderita PJK adalah sama.(4)Tingginya kadar kolesterol total secara umum merupakan faktor risiko tersendiri untukterjadinya berbagai macam penyakit. Demikianpula secara khusus, tingginya kadar low densitylipoprotein (LDL) merupakan faktor risiko bagiterjadinya aterosklerosis yang mengarah kepadapenyakit jantung koroner.(2,3,5)Kadar h igh density lipoprotein ( H D L ) sampai saat ini dipercaya berkorelasi dengan insidens berbagai penyakit vaskular. Beberapa penelitian klinis membuktikan bahwa rendahnya kadar HDL meningkatkan angka kejadian P JK.( 2 , 3 , 6 ) HDL dipercaya berperan dalam reverse cholesterol transportion. Hipotesis dari miller and miller ( 1 9 7 5 ) menjelaskan bahwa kadar H D L plasma berfungsi mengangkut kolesterol dari jaringan perifer menuju hati untuk selanjutnya mengalami katabolisma dalam hati dan disekresikan melalui empedu. Ha l ini berarti bahwa H D L dapat mencegah terjadinya kerusakan target organ yang di sebabkan oleh kondisi hiperkolesterolemia.(6,7)

Page 58: At a Glance Geriatri

Untuk berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh hipertrigliseridemia banyak penelitian telah dilakukan, namun sampai saat ini para ahli masih bersilang pendapat untukmengatakan bahwa keadaan hipertrigliseridemiame rupakan faktor risiko terjadinya berbagai macam penyakit vaskular. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa pasien dengan P J K rata - rata memiliki kadar trigliserida yang tinggi , namun hal tersebut dini belum mendukung sepenuhnya bahwa hipertrigliseridemia terlibat dalam patogenesisa teroklerosis .( 6 - 8 )Studi Framingham menunjukkan bahwakada r trigliserida yang inggi meningkatkan risiko kejadi an PJK pada wanita , sedangkan pada pria hanya pada usia di atas 50 tahun. Namun penelitian selanjutnya membuktikan bahwa tingginya kadar trigliserida akan menjadi faktor risiko PJK apabila diikuti dengan penurunan HDL.( 7 , 8 )Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran profil lipid pada kelompok penduduk lansia d i Jakarta , selain itu juga untuk menyelidiki hubungan antara kadar lipid dan berbagai faktor risiko terjadinya PJK.