Upload
kahayana
View
23
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat
Citation preview
NEKROSIS TUBULAR AKUT PADA ANAK
LATAR BELAKANG
Nekrosis tubular akut (NTA) secara klinis ditandai dengan gejala gangguan ginjal
akut (GgGA), yang didefinisikan sebagai penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) secara
cepat (jam sampai hari) yang menyebabkan retensi produk limbah seperti blood urea
nitrogen (BUN) dan kreatinin.1, 2
Berbagai etiologi GnGA dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori: prerenal,
intrinsik renal, dan postrenal. GnGA prerenal (55% dari kasus GnGA) merupakan respon
fungsional struktural ginjal normal karena adanya hipoperfusi, sedangkan GnGA postrenal
(<5% kasus GnGA) merupakan konsekuensi dari obstruksi mekanik atau fungsional aliran
urin. GnGA intrinsik renal (40% dari kasus GGA) adalah hasil dari kerusakan struktural
pada tubulus ginjal, glomerulus, interstitium, atau pembuluh darah ginjal.3, 4
Kebanyakan kasus GnGA intrinsik renal berhubungan dengan NTA, yang dapat terjadi
karena iskemik berkepanjangan atau nefrotoksin, dan kadang disebut juga dengan istilah
GnGA iskemik dan GnGA nefrotoksik.5
Secara patologis, NTA ditandai dengan berbagai tingkat kerusakan sel tubulus dan
iskemia sel yang biasanya terjadi karena iskemia renal berkepanjangan, nefrotoksin, atau
sepsis. Secara klinis TNA dibagi menjadi 3 tahap: tahap inisiasi, pemeliharaan, dan
pemulihan.6
Pasien dengan NTA didapat di rumah sakit (hospital-acquired acute tubular necrosis(ATN)
sering tidak memiliki gejala spesifik. Dibutuhkan evaluasi yang cermat dan hati-hati untuk
mengetahui penyebab NTA. Pada pasien dengan NTA community-acquired diperlukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap untuk menentukan etiologi.6
Diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis, perlu dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi doppler renal dan vesikaurinaria. Kreatinin serum adalah standar
kriteria saat ini untuk diagnosis GnGA.2
Pengobatan pasien anak dengan NTA membutuhkan koreksi ketidakseimbangan
cairan, elektrolit, dan keseimbangan asam-basa. Dialisis dapat diindikasikan pada keadaan
tertentu. Pasien harus dipantau untuk mengetahui timbulnya komplikasi, terdiri dari infeksi
dan kelainan hematologi, neurologi, dan gangguan metabolik.6, 7
1
Furosemide dapat mengkonversi NTA oliguri menjadi NTA non-oliguri, untuk
mempermudah pengelolaan. Selain itu, keadaan NTA sering dipersulit dengan keadaan
hiperfosfatemia dan hipokalsemia, sebagai respon terhadap kalsium oral yang mengikat
fosfat.6
PATOFISIOLOGI
Pemahaman terkini mengenai patofisiologi nekrosis tubular akut (NTA) adalah
sebagai hasil dari studi ilmiah intensif yang dilakukan selama beberapa dekade. Ditemukan
keadaan nekrosis sel tubulus, yang relatif jarang pada NTA iskemik, tetapi sering terjadi
pada NTA nefrotoksik karena logam berat.8
Temuan khusus yang dapat terjadi pada NTA meliputi:6
Hilangnya sel epitel tubular tidak menyeluruh dengan kesenjangan resultan dan rusaknya
membran basalis.
Penipisan difus dan hilangnya brush border sel tubulus proksimal
Nekrosis Patchy, biasanya di medula luar segmen tubulus proksimal dan medula
ascending loop henle.
Dilatasi tubular dan casts intraluminal di segmen nefron distal
Adanya regenerasi sel. Pada biopsi, regenerasi sel sering terdeteksi bersamaan dengan sel
yang sedang rusak, menunjukkan terjadinya beberapa siklus cedera dan perbaikan.
Secara klinis NTA dapat dibagi menjadi 3 fase berikut: fase inisiasi, pemeliharaan dan
pemulihan.
I. Fase Inisiasi
Fase inisiasi sesuai dengan waktu terjadinya iskemia atau terpapar zat nefrotoksin. Pada fase
ini sudah mulai terjadi kerusakan akan sel tubulus ginjal tetapi belum nyata. Laju filtrasi
glomerulus (LFG) mulai menurun, jumlah urin mulai menurun.
II. Fase pemeliharaan
Selama fase ini, terjadi cedera tubulus ginjal, LFG menurun sampai jauh di bawah normal,
dan output urin rendah atau tidak ada. Meskipun oliguria (atau anuria) adalah salah satu
tanda klinis NTA, ada beberapa pasien yang tidak mengalami oliguri/anuria disebut NTA
nonoliguri. Gangguan ginjal akut (GnGA) karena nefrotoksin biasanya nonoliguri. Tahap
kedua NTA ini biasanya berlangsung selama 1-2 minggu tetapi dapat lebih lama sampai
beberapa bulan.
III. Fase pemulihan
2
Fase pemulihan dari NTA ditandai dengan poliuria dan normalisasi bertahap LFG. Fase ini
melibatkan pemulihan sel dan integritas tight junction pada sel yang rusak, pengangkatan sel
mati oleh apoptosis, penghapusan cast intratubular karena pulihnya aliran cairan tubulus,
dan terjadi regenerasi sel epitel ginjal.
Tanpa kegagalan multiorgan, kebanyakan pasien dengan NTA akan pulih dengan
fungsi ginjal normal. Namun, ketika terjadi NTA dengan disertai disfungi multiorgan
(keadaan ini sering terjadi), regenerasi jaringan ginjal dapat terganggu dan fungsi ginjal
tidak dapat kembali normal. Pada keadadan tersebut morbiditas dan mortalitas menjadi
tinggi meskipun saat ini sudah banyak kemajuan ilmiah dan teknologi.
Setelah reperfusi- iskemia, terbentuk banyak gen yang memainkan peran penting
dalam proliferasi sel tubulus ginjal, terdiri epidermal growth factor (EGF), insulin like
growth factor-1 (IGF-1), fibroblast growth factor (FGF), dan hepatocyte growth
factor(HGF).
Heat shock proteins (HSP) adalah kelompok protein yang tetap ada, yang
diekspresikan secara konstitutif pada sel normal dan nyata diinduksi dalam sel terluka oleh
panas, hipoksia, atau racun. HSP bekerja sebagai ‘pendamping’ intraseluler, memungkinkan
pembentukn yang tepat, penargetan, dan penyusunan protein yang baru disintesis dan
terdenaturasi.
Sedikitnya 2 keluarga HSP, yaitu HSP-70 dan HSP-25, telah terbukti terjadi ekspresi yang
berlebihan dalam sel tubulus ginjal setelah terjadi reperfusi cedera iskemia pada hewan.
HSP-70 mungkin memainkan peran dalam pemulihan polaritas sel, dan HSP-25 merupakan
protein aktin-capping yang dapat membantu dalam perbaikan mikrofilamen aktin pada sel
terluka sublethal. Peran untuk HSP di NTA manusia masih belum jelas.
ETIOLOGI
Penyebab umum NTA pada neonatus adalah sebagai berikut:9
Iskemia : asfiksia perinatal, sindrom distress respirasi, perdarahan (misalnya, ibu, twin-
twin transfusion, perdarahan intraventrikular), penyakit jantung sianotik, shock / sepsis
Toksin eksogen : Aminoglikosida, amfoterisin B, konsumsi angiotensin-converting
enzyme (ACE) inhibitor atau obat anti-inflammatory drugs (NSAID) pada ibu hamil.
Toksin endogen : Hemoglobin setelah terjadi hemolisis, mioglobin setelah terjadi kejang.
Penyakit ginjal : trombosis vena dan arteri renalis, hipoplasia dan displasia renal,
polikistik ginjal autosomal resesif, obstruksi kandung kemih.
Adapun penyebab NTA pada anak-anak adalah sebagai berikut:
3
Iskemia : dehidrasi berat, perdarahan, shock/sepsis, luka bakar, kekurangan cairan pada
ruang ketiga saat operasi mayor, trauma, sindrom nefrotik, hampir tenggelam, penyakit
jantung atau paru yang parah.
Toksin eksogen : obat yang mengganggu autoregulasi (misalnya, cyclosporine,
tacrolimus, inhibitor ACE, NSAID), nefrotoksin langsung (misalnya, aminoglikosida,
amfoterisin B, cisplatin, zat kontras, cyclosporine, tacrolimus)
Toksin endogen : Pecahnya Hemoglobin (misalnya reaksi transfusi, malaria, gigitan ular
dan serangga, defisiensi glukosa dehidrogenase 6-fosfat, sirkulasi extracorporeal,
prostesis katup jantung), pecahnya mioglobin (misalnya pada cedera, kejang
berkepanjangan, hipertermia, gigitan serangga dan ular, myositis, hipokalemia,
hipofosfatemia, influenza).
Meskipun oliguria adalah kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis dan tahap
GnGA, GnGA dapat hadir tanpa oliguria, terutama pada pasien dengan cedera nefrotoksik
ginjal, nefritis interstitial, atau asfiksia perinatal. Oliguria dapat didefinisikan sebagai urin
output kurang dari 1 mL / kg / jam pada anak-anak dan kurang dari 400 mL / d pada orang
dewasa.
Beberapa penyebab umum GnGA oliguri dan non oliguri pada anak, bisa dilihat pada tabel
berikut:
EPIDEMIOLOGI
Frekuensi sangat bervariasi, tergantung pada konteks klinis. NTA adalah penyebab
paling sering GnGA yang didapat di rumah sakit. Pada orang dewasa, prevalensi NTA
adalah sekitar 1% saat masuk, 2-5% selama rawat inap, dan 4-15% setelah cardiopulmonary
by pass. NTA terjadi pada sekitar 5-10% pasien neonatus yang dirawat di ICU dan 2-3%
dari pasien anak yang dirawat di ICU. Prevalensi pada anak-anak menjalani operasi jantung
4
adalah 5-8%. NTA lebih sering terjadi pada neonatus dibandingkan pada populasi pediatrik
lain karena pada bayi lebih tinggi komorbiditasnya. 10
DIAGNOSIS DIFFERENSIAL
Beberapa diagnosis diferensial NTA adalah dehidrasi, oliguria, Nekrosis kortikal
ginjal dan sindrom Lisis Tumor.6
DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Pasien dengan NTA hospital acquired sering kali tidak memberikan gejala spesifik.
Diagnosis NTA dicurigai bila didapatkan adanya penurunan jumlah urin dan disertai dengan
peningkatan BUN (blood urea nitrogen) dan kreatinin serum. Evaluasi dengan cermat dan
hati-hati biasanya akan dapat menemukan penyebab NTA. Pada NTA yang didapat dari
komunitas, diperlukan anamnesis lengkap dan pemeriksaan fisik menyeluruh untuk
menentukan etiologi.7
Pada anak-anak, bentuk yang paling umum adalah NTA iskemik yang disebabkan oleh
hipovolemia berat, shock, trauma, sepsis, luka bakar, dan operasi besar. ATN Nefrotoksik
juga umum disebabkan oleh berbagai obat-obatan. 6
Kondisi mengakibatkan kehilangan cairan
Muntah dan / atau diare adalah penyebab umum dari hipoperfusi ginjal pada anak-anak.
Kehilangan cairan signifikan juga bisa terjadi akibat perdarahan atau luka bakar. Kehilangan
volume intravaskular ke dalam kompartemen interstitial setelah operasi besar, shock, dan
sindrom nefrotik.6
Mekanisme obat penyebab NTA
Dengan adanya insufisiensi prerenal ringan, konsumsi obat-obatan yang tampaknya tidak
berbahaya yang merusak autoregulasi ginjal dapat memicu NTA oliguri, misalnya,
nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) menghambat sintesis prostaglandin
vasodilator ginjal dan dapat terjadi NTA karena endapan. Keadaan ini bisa terjadi bila
diberikan kepada anak demam dengan dehidrasi.
Cyclosporine, tacrolimus, dan zat kontras dapat menyebabkan konstriksi arteriol aferen.
Efek nefrotoksiknya meningkat pada keadaan hipovolemia yang sudah ada sebelumnya
karena mereka menghambat respon myogenic dari arteri aferen pada keadaan hipoperfusi
ginjal.6
5
Obat-obatan yang menyebabkan kerusakan sel tubulus langsung diantaranya
aminoglikosida, amfoterisin B, cyclosporine, tacrolimus, agen antineoplastik (misalnya
cisplatin, methotrexate), dan zat kontras.6
Acyclovir dan sulfonamid dapat memicu dan menghambat lumen tubular, terutama pada
anak dengan penurunan aliran cairan tubulus.6
Kondisi yang berhubungan dengan pelepasan toksin tubular endogen1, 6
NTA Mioglobinuria mungkin ditemui dalam berbagai situasi klinis, termasuk trauma otot,
kejang berkepanjangan, malignant hipertermia, gigitan ular dan serangga, myositis,
hipokalemia berat dan hypophosphatemia, dan infeksi berat.
NTA Hemoglobinuri dapat menyertai berbagai keadaan hemolisis, termasuk reaksi
transfusi, malaria, gigitan ular dan serangga, defisiensi glukosa dehidrogenase 6-fosfat, dan
penyebab mekanis seperti sirkulasi extracorporeal dan prostesis katup jantung.
NTA Hiperuricosuri terutama terjadi pada pengobatan keganasan limfoproliferatif atau
myeloproliferative dan muncul sebagai sindrom lisis tumor.
b. Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik pada NTA dapat ditemukan sebagai berikut:2, 6, 11
1. tanda-tanda gangguan ginjal akut (GnGA) termasuk hipertensi, edema, anemia, dan
tanda-tanda gagal jantung, seperti hepatomegali, irama gallop, dan edema paru.
2. Tanda-tanda penurunan volume intravaskular termasuk takikardia, hipotensi ortostatik,
penurunan turgor kulit, selaput lendir kering, dan perubahan sensorium.
c. Pemeriksaan penunjang6, 11
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan NTA adalah sebagai berikut:
• Urinalisis
• Indeks kemih
• Blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin serum
• Serum elektrolit (natrium, kalium, fosfat, dan kalsium)
• Analisis gas darah arteri
• Hitung jenis sel darah lengkap
Meskipun GnGA biasanya sekunder terhadap cedera iskemik atau nefrotoksik,
penyebab lain dari GnGA intrinsik renal harus tetap dipertimbangkan dan dibuktikan
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan evaluasi laboratorium. Evaluasi laboratorium
6
harus mencakup kultur urin dan tes serologi (termasuk C3 dan C4 pada semua pasien) dan
serologi lupus dan profil hepatitis bila ada indikasi.
Urinalisis
Pemeriksaan yang teliti terhadap urin segar adalah cara yang cepat dan murah untuk
membedakan kegagalan prerenal dari NTA. Pada gagal prerenal, sebuah cast hialin dan
beberapa granular halus dapat ditemukan, dengan sedikit protein, heme, atau sel darah
merah (sel darah merah). Secara luas, cast granular coklat biasanya ditemukan di NTA
iskemik atau nefrotoksik. Urin heme-positif dengan tidak adanya eritrosit dalam sedimen
menunjukkan NTA karena hemolisis atau rhabdomyolysis.
Indeks kemih
Pengukuran secara berkala terhadap natrium urin dan serum, kreatinin dan osmolalitas
membantu membedakan antara azotemia prerenal (terjadi peningkatan reabsorpsi dan
kemampuan ginjal ) dan NTA (terjadi gangguan fungsi ginjal).
Pada gagal prerenal, berat jenis urin dan rasio kadar kreatinin urin dan plasma tinggi, dan
konsentrasi natrium urin rendah (lihat Tabel di bawah). Sebaliknya, urin pada NTA adalah
isosthenuric dengan perbandingan kreatinin urin dan plasma yang rendah dan konsentrasi
natrium urin tinggi.
Fraksi ekskresi natrium (FENa) adalah persentase natrium terfiltrasi yang diekskresikan.
FENa dihitung dengan rumus FENa (%) = ([U / P] Na) / ([U / P] Cr) x 100, di mana:
Na dan Cr merupakan konsentrasi natrium dan kreatinin dalam urin (U) dan plasma (P),
masing-masing. FENa ini biasanya lebih dari 1% di NTA dan kurang dari 1% pada azotemia
prerenal. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa FENa mungkin rendah pada gagal
ginjal intrinsik dari penyakit glomerular.
Interpretasi indeks kemih membutuhkan perhatian. pengambilah darah dan urin dilakukan
sebelum sebelum pemberian cairan, manitol, atau diuretik. Urine harus bebas dari glukosa,
bahan kontras, atau mioglobin.
Indeks kemih menunjukkan kecurigaan kegagalan prerenal (FENa, <1%) dapat dijumpai
pada NTA nefropati kontras dan rhabdomyolysis (lihat Tabel di bawah).
Tabel. Indeks kemih pada Nekrosis tubular akut vs GGA prerenal
ATN Prerenal
7
Berat jenis urin 1010 >1020
sodium urin (mEq/L) >40 < 10
Kreatinin urine/plasma < 20 >40
FENa (%) >2 < 1
Pengukuran Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kadar kreatinin serum
Tanda adanya GnGA adalah didapatkan kenaikan serum kreatinin (0,5-1,5 mg / dL / d) dan
BUN (10-20 mg / dL / d). Pada NTA, rasio BUN/kreatinin biasanya sekitar 10, sedangkan
pada GnGA prerenal didapatkan nilai lebih dari 20 (hal ini terjadi karena peningkatan
reabsorpsi tubular proksimal urea). Namun demikian, rasio BUN/kreatinin ini dapat
menyesatkan pada pasien dengan muscle wasting atau pada bayi dengan massa otot
fisiologis yang rendah.6
Peningkatan BUN juga dapat terjadi pada anak yang mendapatkan terapi steroid, nutrisi
parenteral dan mengalami perdarahan gasttrointestinal. peningkatan palsu kreatinin serum
dapat terjadi setelah penggunaan obat yang mengganggu sekresi tubular kreatinin
(cimetidine, trimetoprim) atau obat-obatan yang mengandung zat kromogenik (sefalosporin)
yang mengganggu pemeriksaan kreatinin serum.
Kadar kreatinin serum adalah kriteria standar saat ini untuk diagnosis GnGA. Namun, ada
beberapa keterbatasan yaitu:
Kadar kreatinin serum dipengaruhi faktor usia, jenis kelamin, massa otot, metabolisme
otot, dan status hidrasi.
Kadar kreatinin serum baru terpengaruh setelah sekitar 50% dari fungsi ginjal telah
hilang.
Selama perubahan akut filtrasi glomerulus, serum kreatinin tidak akurat menggambarkan
fungsi ginjal sampai keseimbangan telah tercapai, yang mungkin memerlukan beberapa
hari.
Pemeriksaan Kadar Elektrolit Serum
Hiponatremia umum ditemukan pada NTA dan biasanya terjadi karena adanya pengenceran
sekunder akibat retensi cairan dan pemberian cairan hipotonik.
Hiperkalemia merupakan komplikasi yang umum dan serius pada NTA. Hiperkalemia
terjadi karena penurunan LFG, penurunan sekresi tubular, asidosis metabolik (penurunan
pH arteri 0,1 meningkatkan kalium serum 0,3-0,4 mEq / L). Hiperkalemia bisa terjadi
8
karena produksi endogen kalium berlebihan, seperti pada rhabdomyolysis, hemolisis, dan
tumor lysis syndrome. Gejala spesifik hiperkalemia mungkin malaise, mual, dan kelemahan
otot.
Hiperkalemia merupakan keadaan yang mengancam jiwa yang harus segera diobati secara
agresif, terutama karena efeknya depolarizing pada jalur konduksi jantung.
Hiperfosfatemia dan hipokalsemia sering memperberat kondisi NTA. Kelebihan fosfat
terjadi sekunder untuk mengurangi ekskresi ginjal dan dapat menyebabkan hipokalsemia
dan deposisi kalsium fosfat dalam berbagai jaringan.
Hipokalsemia terutama terjadi sebagai respon adanya hiperfosfatemia dan gangguan
penyerapan kalsium dari saluran pencernaan karena penurunan produksi 1,25-
hidroksivitamin D3 oleh ginjal yang sakit. hipokalsemia berat menyebabkan terjadinya
tetani, kejang, dan aritmia jantung.
Hipomagnesemia umum terjadi pada NTA nefrotoksik, khususnya yang berkaitan dengan
gentamisin, amfoterisin B, cisplatinum, atau administrasi pentamidin.
Evaluasi Keseimbangan Asam Basa
Asidosis metabolik dengan anion gap yang tinggi pada NTA merupakan konsekuensi dari
gangguan ekskresi asam nonvolatile oleh ginjal yang sedang ‘sakit’. Selanjutnya terjadi
penurunan reabsorpsi tubular bikarbonat dan hal ini berkontribusi terhadap kejadian
asidosis metabolik.
Asidosis berat dapat terjadi pada anak-anak yang mengalami hiperkatabolisme (shock,
sepsis) atau yang memiliki kompensasi respiratorik tidak memadai.12
Hitung jumlah darah lengkap
Anemia ringan sampai sedang bisa terjadi sebagai hasil pengenceran dan penurunan
eritropoiesis. Anemia berat harus segera dicari berbagai penyebab hemolisis, karena dapat
mengakibatkan NTA hemoglobinuria. Pada pasien ini biasanya terjadi peningkatan laktat
dehidrogenase serum.
Anemia hemolitik mikroangiopati disertai trombositopenia mengindikasikan kemungkinan
sindrom hemolytic-uremic (SHU), yang merupakan penyebab penting GnGA intrinsik renal
pada anak-anak.
NTA berkepanjangan juga dapat menyebabkan perdarahan akibat trombosit disfungsional.
Pemeriksaan adanya Rhabdomyolysis dan Sindrom Lisis Tumor
9
Sebuah kecurigaan rhabdomyolysis dapat dikonfirmasi dengan penentuan langsung
mioglobin kemih dan peningkatan serum creatine kinase (khususnya CK3 isoenzim). Anak-
anak dengan rhabdomyolysis juga biasanya terjadi peningkatan kalium dan fosfat serum.
Sindrom lisis tumor setelah kemoterapi kanker, terjadi peningkatan asam urat serum disertai
dengan hiperkalemia dan hiperfosfatemia.
Penentuan tingkat nefrotoksin Serum
Tingkat nephrotoksin serum harus ditentukan dengan pemeriksaan serial, terutama pada
penggunaan gentamisin, vankomisin, cyclosporine atau tacrolimus.
Ultrasonografi ginjal
Pemeriksaan ultrasonografi ginjal dan kandung kemih dengan aliran Doppler sangat penting
dalam diagnosis GnGA. Kecuali pada kasus anak dengan kegagalan prerenal yang jelas
karena dehidrasi dan respon terhadap terapi cairan atau anak dengan insufisiensi ginjal
sekunder karena penyakit glomerular yang jelas, hipoksia-iskemia, atau paparan
nephrotoksin.
Ultrasonografi memberikan informasi penting tentang ukuran ginjal, kontur, echogenisitas,
diferensiasi kortikomedular, dan aliran darah. Pada NTA iskemik atau nefrotoksik, ginjal
memiliki ukuran normal atau sedikit membesar, dengan peningkatan ekogenisitas.
Sedangkan pada NTA berkepanjangan, nekrosis korteks ginjal dapat mengakibatkan
penurunan ukuran ginjal. Adanya bilateral small scarred kidneys menunjukkan adanya
penyakit ginjal kronis.
Kelainan bawaan, seperti penyakit ginjal polikistik dan displasia multikistik, kalkuli, tumor
mudah dideteksi. Hidronefrosis menunjukkan kecurigaan adanya obstruksi saluran kemih,
dan bila disertai hidroureter dan penebalan dinding kandung kemih dapat dipastikan adanya
obstruksi kandung kemih. Pemeriksaan Doppler penting untuk mengetahui obstruksi
vaskular.
Radionuklida Scanning
Radionuklida Scanning bisa dilakukan untuk melihat adanya obstruksi dan dapat
memberikan informasi tambahan mengenai LFG, aliran darah ginjal, dan fungsi tubulus.
Penggunaan dalam klinis pada anak dengan NTA adalah terutama pada sesaat setelah
posttransplantasi, karena scanning dapat membantu membedakan antara NTA dan
penolakan transplantasi.
Elektrokardiografi
10
Pada keadaan hiperkalemia harus dilakukan pemeriksaan elektrokardiografi (EKG).
Perubahan EKG pada hiperkalemia adalah: gelombang T yang tinggi, perpanjangan interval
PR, pelebaran QRS kompleks, perubahan segmen ST, Ventricular tachycardia dan fibrilasi
ventrikel.
Biopsi Ginjal
Secara umum, biopsi ginjal belum perlu dilakukan pada tahap awal, namun jika penyebab
GnGA prerenal dan postrenal dan penyakit ginjal intrinsik selain NTA iskemik, NTA
nefrotoksik, SHU, atau glomerulonefritis postinfectious telah disingkirkan, pemeriksaan
biopsi ginjal mungkin berharga untuk menegakkan diagnosis, terapi dan menilai prognosis.
Temuan biopsi ginjal mungkin juga berguna pada periode segera setelah posttransplantasi
untuk membedakan antara NTA dan reaksi penolakan.
Temuan histologis
Temuan histopatologi yang khas pada NTA meliputi:
hilangnya sel epitel tubular tidak menyeluruh dengan kesenjangan resultan dan rusaknya
membran basalis.
Penipisan difus dan hilangnya brush border sel tubulus proksimal
Nekrosis Patchy, biasanya di medula luar segmen tubulus proksimal dan medula
ascending loop henle.
Dilatasi tubular dan casts intraluminal di segmen nefron distal
Adanya regenerasi sel. Pada biopsi, regenerasi sel sering terdeteksi bersamaan dengan sel
yang sedang rusak, menunjukkan terjadinya beberapa siklus cedera dan perbaikan.
Gambaran histologis berupa hilangnya epitel tubulus ginjal dan dilatasi tubulus, dapat
dilihat pada kedua gambar di bawah ini.11
PENATALAKSANAAN NTA
11
Pencegahan kejadian NTA perlu dilakukan, dengan melakukan kewaspadaan pada
kasus anak dengan risiko NTA. Pengobatan pasien anak dengan NTA membutuhkan koreksi
ketidakseimbangan volume cairan, elektrolit, dan keseimbangan asam-basa. Anak-anak
dengan NTA disertai hemodinamik tidak stabil atau memerlukan dialisis akut harus
dipindahkan ke unit perawatan intensif.13
1. Manajemen Cairan
Tujuan utama dari manajemen cairan adalah untuk memulihkan dan
mempertahankan volume intravaskular. NTA bisa bermanifestasi dengan hipovolemia,
euvolemia, atau volume overload, dan estimasi status cairan merupakan prasyarat untuk
terapi awal dan berkelanjutan. Hal ini dilakukan dengan mengukur input dan output, berat
badan serial, tanda-tanda vital, turgor kulit, pengisian kapiler, sodium serum, dan fraksi
ekskresi natrium (FENa).7
Anak-anak dengan penurunan volume intravaskular membutuhkan resusitasi cepat
cairan. Terapi awal meliputi normal saline atau RL 20 mL / kg berat badan secepatnya atau
maksimal 30 menit. Hal ini dapat diulang dua kali jika perlu, setelah pemantauan hati-hati
untuk menghindari kemungkinan overload cairan. Pemberian kalium merupakan
kontraindikasi sampai output urin cukup. Jika anuria berlanjut setelah 3 kali bolus cairan
(dikonfirmasi dengan kateterisasi kandung kemih), pemantauan vena sentral mungkin
diperlukan untuk memandu pengelolaan selanjutnya.6, 11
Oliguria dengan adanya volume overload memerlukan pembatasan cairan intravena
pemberian furosemide. Anak-anak dengan NTA mungkin tidak merespon furosemid. Pada
kasus tersebut, dipertimbangkan pemberian cairan dengan hemodialisis terutama jika
didapatkan tanda-tanda edema paru yang jelas.6, 14
Perlu dilakukan pengukuran balans cairan dan berat badan setiap hari, pemeriksaan
fisik, dan konsentrasi natrium selaam terapi. Indikator terapi cairan yang tepat adalah
penurunan berat badan sekitar 0,5% per hari, konsentrasi natrium serum harus tetap stabil.
Penurunan berat badan lebih cepat dan peningkatan natrium serum mengindikasikan
penggantian cairan yang tidak memadai. Sedangkan tidak adanya penurunan berat badan
dan penurunan natrium serum menunjukkan kelebihan pengganti cairan bebas.
Selama fase pemulihan, terjadi poliuria signifikan dan natriuresis dan dapat
menyebabkan dehidrasi jika tidak dilakukan penyesuaian kebutuhan cairan.
2. Koreksi Kelainan elektrolit dan Ketidakseimbangan asam-basa6, 7
12
NTA dapat menyebabkan hiperkalemia, hiponatremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia,
dan asidosis metabolik.
Hiperkalemia
Jika kadar kalium serum melebihi 5,5-6,5 mEq / L, dihindari pemberian semua sumber
kalium dari diet atau cairan intravena dan bisa diberikan resin penukar kation seperti
natrium polistiren sulfonat (Kayexalate). Kayexalate memerlukan beberapa jam kontak
dengan mukosa kolon untuk bekerja, sehingga pemberian perrektal lebih disukai.
Komplikasi terapi ini meliputi hipernatremia dan sembelit. Usaha menurunkan kalium
serum dapat pula dengan meningkatkan dosis diuretik.
Ketika kalium serum melebihi 6,5 mEq / L atau tinggi gelombang T memuncak jelas pada
EKG, harus segera dilakukan tindakan segera untuk menurunkan kalium. Selain Kayexalate,
bisa dengan memberikan natrium bikarbonat intravena, yang akan menyebabkan pergeseran
cepat kalium ke dalam sel. Terapi ini harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat memicu
hipokalsemia dan hipernatremia berat.
Uptake Natrium bikarbonat juga dapat dirangsang dengan pemberian infus glukosa dan
insulin atau dengan agonis beta (albuterol dengan nebulizer). Efikasi dan kenyamanan
nebulasi albuterol telah dibuktikan pada pasien hemodialisis kronis dengan hiperkalemia,
namun dapat menyebabkan takikardia, dan pengalaman pada anak masih terbatas.
Perubahan gambaran elektrokardiografi (EKG) memerlukan pemberian segera kalsium
glukonat (dengan pemantauan EKG kontinu) untuk melawan efek hiperkalemia pada
miokardium. Terapi ini dapat menimbulkan bradikardi dan aritmia jantung lainnya.
Terapi definitif untuk hiperkalemia berat pada NTA oliguri adalah hemodialisis.
Hiponatremia
Pengobatan utama hiponatremia adalah pembatasan cairan bebas. Pasien dengan kadar
natrium serum di bawah 120 mEq / L mungkin memerlukan infus Nacl hipertonik (3%),
terutama jika didapatkan gangguan sistem saraf pusat (SSP). Pemberian Nacl hipertonik
bisa memicu disfungsi SSP dan harus digunakan dengan hati-hati di ruang rawat intensif.
Hiperfosfatemia dan hipokalsemia
Manajemen hiperfosfatemia meliputi pembatasan diet dan pengikat fosfat oral (kalsium
karbonat atau kalsium asetat). Hipokalsemia biasanya respon terhadap pemberian garam
kalsium oral yang digunakan untuk mengontrol hiperfosfatemia tapi mungkin membutuhkan
10% kalsium glukonat atau infus intravena calcitrol jika berat.
Asidosis metabolik
13
Asidosis metabolik pada NTA biasanya ringan dan tidak memerlukan perawatan. Asidosis
sedang (pH <7.3) harus ditangani dengan natrium bikarbonat oral atau natrium sitrat.
Asidosis berat (pH <7,2), terutama disertai dengan hiperkalemia, membutuhkan terapi
bikarbonat intravena. Ventilasi yang memadai diperlukan untuk mengeluarkan karbon
dioksida yang dihasilkan.
Pemberian bikarbonat dapat menyebabkan hipernatremia atau hipokalsemia. Anak-anak
yang tidak dapat mentoleransi beban natrium besar (misalnya anak dengan gagal jantung)
dapat dirawat di ruang intensif dengan pemberian trometamin intravena (THAM), sambil
menunggu untuk dilakukan dialisis.
3. Dialisis7
Tujuan dari dialisis adalah untuk membuang racun endogen dan eksogen dan untuk
menjaga kesimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa sampai kembali fungsi ginjal
kembali normal.6 Indikasi untuk dialisis tidak mutlak, dan keputusan untuk melakukan
dialisis tergantung pada cepatnya onset, durasi, dan tingkat keparahan dari kelainannya.
Indikasi umum untuk dialisis pada ATN adalah sebagai berikut:6, 7
Kelebihan cairan yang tidak responsif terhadap diuretik, bisa didapatkan adanya edema
paru dan dekompensasi jantung.
Kelebihan cairan yang menghalangi pemberian nutrisi yang memadai
Hiperkalemia > 7,5 mEq/L
Ketidakseimbangan asam-basa
Hipertensi Refrakter
Uremia simptomatik (pleuritis, perikarditis, gejala SSP) atau bila kadar ureum >200
mg/dl
Natrium Bikarbonat serum <12 mEg/l yang tidak dapat dikoreksi (refrakter).
Bila telah mencapai GnGA tahap failure
Pilihan antara hemodialisis dan dialisis peritoneal tergantung pada kondisi klinis secara
keseluruhan, ketersediaan teknik, etiologi NTA, adanya indikasi atau kontraindikasi yang
spesifik.
Secara umum, peritoneal dialisis adalah metode lebih nyaman dan disukai pada bayi dan
anak-anak muda. Kontraindikasi spesifik termasuk cacat dinding perut, distensi usus,
perforasi atau perlengketan, dan adanya hubungan antara rongga perut dan dada.
Hemodialisis memiliki keuntungan yang berbeda, yaitu dapat dilakukan koreksi
yang cepat terhadap cairan, elektrolit, dan ketidakseimbangan asam-basa, dan mungkin bisa
menjadi terapi pilihan pada pasien dengan hemodinamik stabil, terutama anak-anak.
14
Kerugiannya meliputi kebutuhan untuk akses vaskular, volume darah ekstrakorporeal besar,
heparinisasi, dan memerlukan tenaga terampil.
Hemofiltration venovenous kontinyu (CVVH) telah muncul sebagai terapi alternatif
terutama untuk anak-anak dengan NTA yang membutuhkan pemindahan cairan dengan
kondisi tidak stabil atau sakit kritis. Keuntungan utama dari teknik ini terletak pada
kemampuan untuk mengeluarkan cairan pada anak hipotensi, disisi lain mungkin menjadi
kontraindikasi pada hemodialisis, sedangkan bila dengan peritoneal dialisis tidak efisien.
Pasien membutuhkan kehadiran terus-menerus personil terlatih dan peralatan khusus yang
tersedia saat ini hanya di pilih pusat perawatan tersier.6
CVVH juga dapat dimodifikasi dengan mudah untuk memungkinkan pengeluaran zat
terlarut yang signifikan, dan CCVH ini bisa menjadi pilihan terapi dialisis untuk pasien
dengan NTA di ruang intensif.7
Yang menjadi pertimbangan, bahwa dialisis mungkin bisa merugikan pemulihan
fungsi ginjal pada NTA. Tindakan dialisis dapat menurunkan output urin residu (yang
memperburuk obstruksi intratubular), dapat menyebabkan episode hipotensi (yang
selanjutnya dapat mengganggu perfusi ginjal), dan dapat mengaktifkan komplemen (yang
meningkatkan infiltrasi neutrofil ke dalam ginjal). Aktivasi komplemen dapat diminimalkan
dengan menggunakan membran biokompatibel, dan CVVH memungkinkan untuk dialisis
dengan pengawasan hemodinamik.14
4. Terapi medikamentosa6
Hindari agen nefrotoksik, karena dapat menyebabkan perburukan cedera ginjal dan
keterlambatan pemulihan fungsi ginjal. Yang termasuk dalam obat ini adalah zat kontras,
aminoglikosida, dan nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID).
Peresepan obat pada kasus NTA membutuhkan pengetahuan tentang jalur eliminasi, dan
harus dilakukan penyesuaian dosis atau frekuensi berdasarkan fungsi ginjal yang tersisa.
Ketika membuat penyesuaian ini, pasien dalam fase awal NTA dengan kadar kreatinin
serum meningkat harus diasumsikan memiliki laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 10
mL / menit, terlepas dari nilai kreatinin serum.
Pemberian Calsium Channel Blockers
Calcium channel blockers (CCB) dibuktikan dapat memperbaiki cedera ginjal
iskemik dalam berbagai studi hewan, meskipun mekanismenya belum jelas. Obat ini
mungkin menyebabkan peningkatan hemodinamik ginjal, menstabilkan membran pada sel
epitel tubulus, dan memiliki efek antagonis kalmodulin, selain juga mencegah overload
kalsium dalam sel.
15
CCB juga terbukti memberikan hasil yang menggembirakan pada NTA yang
mengenai manusia. Pemberian CCB untuk kedua donor dan penerima telah terbukti
mengurangi prevalensi GGA pada kasus tranplantasi ginjal. Namun, efek menguntungkan
dari CCB dalam hal ini mungkin karena kemampuannya untuk menurunkan efek
nefrotoksik dari siklosporin yang diberikan bersamaan.
Selain itu, administrasi CCB sebelum bahan radiokontras memberikan perlindungan
terhadap nefrotoksisitas.
5. Perawatan Bedah
Pasien dengan NTA obstruksi sekunder sering memerlukan perawatan urologi. Letak
obstruksi menentukan terapi.
Pada neonatus, obstruksi leher kandung kemih yang disebabkan oleh katup uretra posterior
harus segera dibebaskan dengan pemasangan kateter uretra. Manajemen pilihan berikutnya
adalah ablasi katup secara endoskopik. Vesicostomy sementara mungkin diperlukan pada
bayi kecil.
6. Manajemen Diet
Anak-anak dengan NTA sering berada dalam keadaan hiperkatabolik. Dukungan
nutrisi yang agresif adalah penting. Kalori yang memadai untuk memperhitungkan
kebutuhan pemeliharaan dan suplemen untuk mengatasi katabolisme yang berlebihan harus
diberikan. Pemberian diet peroral adalah rute yang paling disukai. Anak-anak yang mual
atau anoreksia dapat diberikan nutrisi parenteral.
Bayi harus menerima diet fosfor rendah (Similac PM 60/40), dan anak-anak harus diberikan
diet rendah kalium dan fosfor. Kalori tambahan mungkin diberikan dengan memberikan
Polycose dan minyak medium chain trigliserida (MCT).
Jika gizi yang memadai tidak dapat dicapai karena pembatasan cairan, pertimbangkan
tidakan dialisis.
7. Pembatasan Kegiatan
Anak-anak dengan NTA biasanya dirawat di rumah sakit dengan pembatasan aktivitas,
namun bedrest total tidak terbukti mempercepat pemulihan.
PENCEGAHAN NTA6
Pemberian cairan profilaksis kuat, untuk memastikan hidrasi yang cukup, telah
berhasil digunakan untuk mencegah NTA setelah operasi jantung, transplantasi ginjal,
16
trauma mayor, luka bakar, hemoglobinuria, myoglobinuria, sindrom tumor lisis, pemberian
zat kontras, terapi amfoterisin B, dan infus cisplatin.
Beberapa studi, meskipun tidak terkendali, menunjukkan bahwa diuretik mungkin
bermanfaat bila diberikan selama fase awal NTA. Pemberian diuretik diharapkan dapat
mengkonversi GnGA oliguri ke GnGA nonoliguria, yang lebih mudah dikelola karena
menghilangkan kebutuhan untuk pembatasan cairan dan memungkinkan untuk dukungan
nutrisi maksimal.
Rekomendasi saat ini adalah bahwa pemberian furosemide intravena bisa dicoba pada anak
dengan oliguria kurang dari 48 jam,yang tidak menanggapi hidrasi yang memadai, dengan
dosis 2-5 mg/kgbb).15
PROGNOSIS6
Anak dengan NTA karena penyebab prerenal atau tidak adanya kondisi
komorbiditas yang signifikan biasanya cukup baik prognosisnya, jika penanganan segera
dan diberikan terapi yang tepat. Kebanyakan pasien sembuh dengan fungsi ginjal yang baik
untuk menjalani kehidupan normal. Beberapa pasien mengalami kerusakan ginjal permanen.
Pada pasien tersebut, kelainan fungsi ginjal akan terus berlanjut sesuai dengan
bertambahnya usia, sehingga diperlukan tindak lanjut jangka panjang pada pasien ini.6
Tingkat mortalitas secara luas bervariasi sesuai dengan penyebab yang mendasari dan
kondisi medis yang terkait. Penyebab paling umum kematian adalah sepsis, jantung dan
disfungsi paru.6 Dikatakan bahwa angka kematian gnGA pada anak saat ini turun dari 46%
menjadi 27%. Tetapi mortalitas GnGA pada neonatus masih tinggi, sekitar 50-60% karena
penyakit dasarnya yang berat.7
Untuk pasien dengan NTA community acquired tanpa kondisi komorbiditas serius lainnya, mortalitasnya sekitar 5% dan telah menurun selama dekade terakhir karena ketersediaan terapi penggantian ginjal (renal replacement therapy). Mortalitas naik menjadi 80% pada pasien di ruang intensif dengan kegagalan multiorgan, meskipun kematian hampir tidak pernah disebabkan oleh gagal ginjal.
Meskipun kemajuan cukup signifikan dalam perawatan suportif dan terapi penggantian ginjal, tingkat kematian tinggi dengan kegagalan multiorgan masih tinggi dalam beberapa dekade terakhir. Pasien meninggal bukanlah karena gagal ginjal tetapi karena keterlibatan serius sistem lain selama periode NTA.
RINGKASAN
17
Nekrosis Tubular Akut (NTA) merupakan jenis dari gangguan ginjal akut (GnGA) intrinsik renal yang paling sering ditemukan. Diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat dan teliti pada kecurigaan NTA.
Diagnosis NTA, ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan gejala dan tanda GnGA secara umum, yaitu didapatkan adanya adanya penurunan jumlah urin dan disertai dengan peningkatan BUN (blood urea nitrogen) dan kreatinin serum.
DAFTAR PUSTAKA
1. Andreoli SP. Acute renal failure. Curr Opin Pediatr. 2002;14(2):183-8.
2. Alatas H. Gagal ginjal akut. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, editors. Buku ajar
nefrologi anak. Jakarta: Ikatan dokter anak Indonesia; 2002.
3. Devarajan P, Goldstein SL. Acute renal failure. In: Kher KK, Schnaper HW, Makker
SP, editors. Clinical Pediatric Nephrology. 2nd ed. UK: Informa Healthcare; 2007. p.
363-76.
4. Andreoli SP. Acute kidney injury in children. Pediatr Nephrol. 2009;24:253-63.
5. Abuelo JG. Normotensive ischemic acute renal failure. N Engl J Med.
2007;357(8):797-805.
6. Devarajan P, Langman CB, Neiberger R. Pediatric acute tubular necrosis2011:
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/980830-overview
7. Alatas H. Gagal ginjal akut. In: Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah K, Prasetyo RV,
Alatas H, Tambunan T, et al., editors. Kompendium nefrologi anak. Jakarta: UKK
Nefrologi IDAI; 2011.
8. Devarajan P. Update on Mechanisms of Ischemic Acute Kidney Injury. J Am Soc
Nephrol. 2006;17(6):1503-20.
9. Devarajan P. Cellular and molecular derangements in acute tubular necrosis. Curr Opin
Pediatr. 2005;17(2):193-9.
10. Schrier RW. Acute renal failure and sepsis. N Engl J Med. 2004;351(2):159-69.
11. Lerma EV, Batuman V. Acute Tubular Necrosis. 2011; Available from:
< http://emedicine.medscape.com/article/238064-overview >
12. Schrier RW, Wang W. Acute renal failure and sepsis. N Engl J Med. 2004;351(2):159-
69.
18
13. Schrier RW. Need to intervene in established acute renal failure. J Am Soc Nephrol.
2004;15(10):2756-8.
14. Lai W-M. Renal replacement therapy in acute renal failure: acute dialysis and
continuous renal replacement therapy. In: Chiu M-C, Yap H-k, editors. Practical
paediatric nephrology. Hong Kong: Medcom Limited; 2005.
15. Cantarovich F, Rangoonwala B, Lorenz H. High-dose furosemide for established ARF:
a prospective randomized double-blind placebo controlled multicenter trial. Am J
Kidneys Dis. 2004;44(3):402-9.
19