55
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gagal Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah. Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulasinya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan eksresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit serta asam- basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai peyakit urinary tract dan ginjal (Arif Muttaqin, 2011) Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner and Suddart, 2002) Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate/GFR) yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau pertanda kerusakan gagal ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit gagal

BAB 2 Seminar

  • Upload
    ekaf570

  • View
    16

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 Seminar

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gagal Ginjal Kronik

2.1.1 Definisi Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk

mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi

penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah. Gagal ginjal

terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh

atau melakukan fungsi regulasinya. Suatu bahan yang biasanya

dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan eksresi

renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan,

elektrolit serta asam-basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan

merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai peyakit urinary tract dan

ginjal (Arif Muttaqin, 2011)

Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif

dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan

uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner

and Suddart, 2002)

Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal atau penurunan

kemampuan filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate/GFR) yang

terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau

pertanda kerusakan gagal ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda

kerusakan ginjal, diagnosis penyakit gagal ginjal kronis ditegakkan jika

nilai laju filtrasi glomerolus kurang dari 60ml/menit/1,73 m2 (National

Kidney Disease Outcomes Quality Initiative dikutip dari Arora. 2009)

Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal yang progresif yang

berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen

lainnya beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan

dialysis atau transplantasi ginjal) (Nursalam dan Fransisca B.B. 2009)

Page 2: BAB 2 Seminar

2.1.2 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik

Klasifikasi sesuai dengan test kreatinin klien,maka GGK dapat terbagi

menjadi:

100 – 76 ml/mnt disebut insufiensi ginjal berkurang

75 – 26 ml/mnt disebut insufiensi ginjal kronik

25 – 5 ml/mnt disebut GGK

<5ml/mnt disebut gagal ginjal terminal

Derajat Primer LFG (%) Sekunder Kreatinin (mg%)

A Normal Normal

B 50-80 Normal-2,4

C 20-50 2,5-4,9

D 10-20 5-7,9

E 5-10 8-12

F <5 >12

Berdasarkan stadiumnya gagal ginjal di bedakan menjadi 3 stadium :

Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal (GFR turun 50%)

- Tahap ringan dimana faal ginjal masih bagus

- Asimptomatik

- Kreatinin dan BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal

- Gangguan dapat di lihat dengan : tes pemekatan urin dan GFR teliti

Stadium 2 : insufisiensi ginjal

- Tahap dimana dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi telah rusak,

yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari normal.

Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan

sendiri karena beratnya beban yang mereka terima.

- Kreatinin dan BUN mulai meningkat diatas batas normal (tergantung

dari kadar protein diet pasien)

- Nokturia dan poliuria (dapat terjadi karena gagal untuk melakukan

pemekatan urin)

- Ada 3 derajat insufisiensi ginjal :

1. Ringan

40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal

Page 3: BAB 2 Seminar

2. Sedang

15% - 40 % fungsi ginjal normal

3. Berat

<20% fungsi ginjal normal

Stadium 3 : tahap akhir (GGK terminal) atau uremia

- GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron

fungsional yang tersisa (sekitar 90% dari massa nefron telah hancur

dan rusak).

- Kreatinin dan BUN meningkat sangat mencolok sehingga penurunan

fungsi ginjal.

- Gejala parah karena ketidakmapuan ginjal menjaga homeostasis

cairan dan elektrolit tubuh

- Oliguria bisa terjadi (output urin kurang dari 500 ml/ hari karena

kegagalan glomerulus)

- Uremia terjadi.

- Pada seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.

Klasifikasi gagal ginjal kronik berdasarkan nilai laju glomerulus, yaitu

stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang

lebih rendah. (Parazella, 2005)

Tabel Klasifikasi dari GFR (Clarkson, 2005 dan K. K. Zadeh (2011) dan E.

Chang (2010):

Std Deskripsi LFG (ml/mnt/1,73m2)

0 Risiko meningkat >90 dengan faktor

risiko

1 Kerusakan ginjal dengan LFG

normal/meningkat

>90

2 Penurunan ringan LFG 60-89

3 Penurunan moderat LFG 30-59

4 Penurunan berat LFG 15-29

5 Gagal ginjal <15 dan dialisis

Klasifikasi GGK (Tryani, 2005)

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik

Stadium 1 Kelainan ginjal dengan albuminuria persisten dan LFG

Page 4: BAB 2 Seminar

yang masih normal >90ml/menit

Stadium 2

(ringan)

Kelainan ginjal dengan albuminuria persisten dan LFG

antara 60-89 ml/menit

Stadium 3

(sedang)

Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 ml/menit

Stadium 4

(berat)

Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29 ml/menit

Stadium 5

(terminal)

Kelainan ginjal dengan LFG antara 15 ml/menit

Klasifikasi atas dasar diagnosis dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu

– penyakit ginjal diabetis seperti penyakit diabetes tipe 1 dan tipe 2,

– penyakit ginjal nondiabetis seperti penyakit glomerular, penyakit vascular

(penyakit pembuluh darah besar, hipertensi dan mikroangiopati), penyakit

tubulointerstitial (infeksi saluran kemih, batu obstruksi dan toksisitas obat),

penyakit kistik

– penyakit pada transplantasi seperti penyakit rejeksi kronis, keracunan obat,

penyakit recurren, transplantasi glomerulopathy (Suhardjono, 2003 dikutip dari

Susalit). Krause (2009) menambahkan bahwa penyebab dari gagal ginjal

kronik sangat beragam. Pengetahuan akan penyebab yang mendasari

Page 5: BAB 2 Seminar

penyakit penting diketahui karena akan menjadi dasar dalam pilihan

pengobatan yang diberikan. Penyebab gagal ginjal tersebut diantaranya

meliputi :

a. Penyebab dengan frekuensi paling tinggi pada usia dewasa serta anak-

anak adalah glomerulonefritis dan nefritis interstitial.

b. Infeksi kronik dari traktus urinarius (menjadi penyebab semua golongan

usia).

c. Gagal ginjal kronik dapat pula dialami ana-anak yang menderita

kelainan kongenital seperti hidronefrosis kronik yang mengakibatkan

bendungan pada aliran air kemih atau air kemih mengalir kembali dari

kandung kemih.

d. Adanya kelainan kongenital pada ginjal.

e. Nefropati herediter.

f. Nefropati diabetes dan hipertensi umumnya menjadi penyebab pada

usia dewasa.

g. Penyakit polisistik, kelainan pembuluh darah ginjal dan nefropati

analgesik tergolong penyebab yang sering pula.

h. Pada beberapa daerah, gangguan ginjal terkait dengan HIV menjadi

penyebab yang lebih sering.

i. Penyakit yang tertentu seperti glomerulonefritis pada penderita

transplantasi ginjal. Tindakan dialisis merupakan pilihan yang tepat pada

kondisi ini.

j. Keadaan yang berkaitan dengan individu yang mendapat obat

imunosupresif ringan sampai sedang karena menjalani transplantasi

ginjal. Obat imunosupresif selama periode atau masa transisi setelah

transplantasi ginjal yang diberikan untuk mencegah penolakan tubuh

terhadap organ ginjal yang dicangkokkan menyebabkan pasien beresiko

menderita infeksi, termasuk infeksi virus seperti herpes zoster.

2.1.3 EPIDEMIOLOGI

Menurut United State Renal Data System (USRDS, 2008) di Amerika

Serikat prevalensi penyakit gagal ginjal kronis meningkat sebesar 20-25% setiap

tahunnya. Di Kanada insiden penyakit gagal ginjal tahap akhir meningkat rata-

rata 6,5 % setiap tahun (Canadian Institute for Health Information (CIHI), 2005),

dengan peningkatan prevalensi 69,7 % sejak tahun 1997 (CIHI, 2008).

Page 6: BAB 2 Seminar

Sedangkan di Indonesia prevalensi penderita gagal ginjal hingga kini belum ada

yang akurat karena belum ada data yang lengkap mengenai jumlah penderita

gagal ginjal kronis di Indonesia. Tetapi diperkirakan, bahwa jumlah penderita

gagal ginjal di Indonesia semakin meningkat. WHO memperkirakan di Indonesia

akan terjadi peningkatan penderita gagal ginjal antara tahun 1995-2025 sebesar

41,4%. Berdasarkan data dari Yayasan Ginjal Diatras Indonesia (YGDI) RSU AU

Halim Jakarta pada tahun 2006 ada sekitar 100.000 orang lebih penderita gagal

ginjal di Indonesia.

2.1.4 PATOFISIOLOGI (terlampir)

Menurut Smeltzer, dan Bare (2001) proses terjadinya CKD adalah akibat

dari penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang normalnya

diekresikan kedalam urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia yang

mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka

setiap gejala semakin meningkat. Sehingga menyebabkan gangguan kliren renal.

Banyak masalah pada ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomerulus

yang berfungsi, sehingga menyebabkan penurunan klirens subtsansi darah yang

seharusnya dibersihkan oleh ginjal.

Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi dengan

mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatinin. Menurunya filtrasi

glomelurus atau akibat tidak berfungsinya glomeluri klirens kreatinin. Sehingga

kadar kreatinin serum akan meningkat selain itu, kadar nitrogen urea darah

(NUD) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif

dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. NUD

tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal tahap akhir, tetapi juga oleh masukan

protein dalam diet, katabolisme dan medikasi seperti steroid.

Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi

cairan dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan ginjal

tidak mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal

pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan

masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering

tertahan dalam tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal

jantung kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi

aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi

aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam,

Page 7: BAB 2 Seminar

mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare

menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status

uremik.

Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan ginjal mensekresikan

muatan asam (H+) yang berlebihan. Sekresi asam terutama akibat

ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH) dan

mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan sekresi fosfat dan asam

organik lain juga terjadi. Kerusakan ginjal pada CKD juga menyebabkan produksi

eritropoetin menurun dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina dan

keletihan. Eritropoetin yang tidak adekuat dapat memendekkan usia sel darah

merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan

karena status pasien, terutama dari saluran gastrointestinal sehingga terjadi

anemia berat atau sedang. Eritropoitin sendiri adalah subtansi normal yang

diproduksi oleh ginjal untuk menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan

sel darah merah.

Page 8: BAB 2 Seminar

Pathway (Terlampir)

2.1.5 ETIOLOGI

Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan gagal ginjal kronis

bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal (Arif Muttaqin, 2011) :

1. Penyakit dari Ginjal

Glomerulonefritis

Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis

Batu ginjal: nefrolitiasis

Kista di Ginjal: polcystis kidney

Trauma langsung pada ginjal

Keganasan pada ginjal

Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/struktur.

Page 9: BAB 2 Seminar

Penyakit tubulus primer: hiperkalemia primer, hipokalemia kronik,

keracunan logam berat seperti tembaga, dan kadmium.

Penyakit vaskuler: iskemia ginjal akibat kongenital atau stenosis arteri

ginjal, hipertensi maligna atau hipertensi aksekrasi.

Obstruksi: batu ginjal, fobratis retroperi toneal, pembesaran prostat

striktur uretra, dan tumor.

Menurut David Rubenstein dkk. (2007), penyebab GGK diantaranya:

Penyakit ginjal herediter, Penyakit ginjal polikistik, dan Sindrom Alport

(terkait kromosom X ditandai dengan penipisan dan pemisahan

membrane basal glomerulus)

2. Penyakit dari Luar Ginjal

DM, hipertensi, kolesterol tinggi

Dyslipidemia

SLE

TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis

Preeklamsi

Obat-obatan

Luka bakar

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal

Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak

sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%)

dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).

a. Glomerulonefritis : Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit

ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan

gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus (Markum, 1998).

Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer

dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari

ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal

terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus

eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis

(Prodjosudjadi, 2006).

Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan

secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau

Page 10: BAB 2 Seminar

keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti

dialisis (Sukandar, 2006).

b. Diabetes melitus : Menurut American Diabetes Association (2003) dalam

Soegondo (2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena

penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai

macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul

secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya

perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih

sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat

berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi

ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya (Waspadji, 1996).

c. Hipertensi: tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥

90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer, 2001).

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu

hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya

atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal

(Sidabutar, 1998).

d. Ginjal polikistik: Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi

cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada

keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di

korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat

disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik

merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang

lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic

kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di

atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan

anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada

istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.

2.1.6 FAKTOR RESIKO

Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes mellitus

atau hipertensi, obesitas , perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan dengan

Page 11: BAB 2 Seminar

riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam

keluarga. (National Kidney Foundation, 2009)

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi, antara lain :

Diabetes : Diabetes tipe 2 merupakan penyebab nomor satu. Dengan

mengendalikan kadar gula darah risiko terjadinya kerusakan ginjal dapat

dicegah.

Tekanan darah tinggi (hipertensi) : Hipertensi yang berkelanjutan dapat

merusak atau mengganggu pembuluh darah halus dalam ginjal yang lama

kelamaan dapat mengganggu kemampuan ginjal untuk menyaring darah.

Dengan menjaga berat badan tetap ideal, berolahraga teratur, dan

menggunakan obat yang sudah diresepkan dokter dapat membantu

mencegah atau memperlambat perkembangan penyakit ginjal menjadi gagal

ginjal.

Mengkonsumsi obat pereda rasa nyeri yang mengandung ibuprofen

berlebihan maupun dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan

timbulnya nefritis intersitialis, yaitu peradangan ginjal yang dapat mengarah

pada gagal ginjal. Jika Anda mengalami gangguan fungsi ginjal dan sedang

mengkonsumsi obat secara rutin, coba konsultasikan ke dokter. Untuk obat

baru, konsultasikan dengan dokter bila Anda mengalami gejala tertentu.

Penyalahgunaan obat / zat tertentu Pemakaian obat terlarang, seperti heroin

atau kokain, dapat menyebabkan kerusakan fungsi ginjal yang dapat

mengarah pada gagal ginjal.

Agent : NTA akibat toksik terjadi akibat menelan zat-zat nefrotoksik. Ada

banyak sekali zat atau obat-obat yang dapat merusak epitel tubulus dan

menyebabkan GGA, yaitu seperti : Antibiotik : aminoglikosoid, penisilin,

tetrasiklin, amfotersisin B, sulfonamida, dan lain-lainnya. Obat-obat dan zat

kimia lain : fenilbutazon, zat-zat anestetik, fungisida, pestisida, dan kalsium

natrium adetat. Pelarut organik : karbon tetraklorida, etilon glikol, fenol, dan

metal alkohol. Logam berat : Hg, arsen, bismut, kadmium, emas, timah,

talium, dan uranium. Pigmen heme : Hemoglobin dan mioglobin

Radang : Penyakit tertentu, seperti glomerulonefritis (radang pada

glomerulus/unit penyaring ginjal) dapat merusak ginjal, sehingga ginjal tidak

bisa lagi menyaring zat-zat sisa metabolisme tubuh. Untuk mengetahui lebih

Page 12: BAB 2 Seminar

lanjut, biasanya dokter akan meminta Anda melakukan serangkaian

pemeriksaan di laboratorium.

Pekerjaan : Orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan bahan-

bahan kimia akan dapat mempengaruhi kesehatan ginjal. Bahan-bahan

kimia yang berbahaya jika terpapar dan masuk kedalam tubuh dapat

menyebabkan penyakit ginjal. Misalnya pada pekerja di pabrik atau industri.

Perilaku minum : Air merupakan cairan yang sangat penting di dalam tubuh.

Lebih kurang 68% berat tubuh terdiri dari air. Minum air putih dalam jumlah

cukup setiap hari adalah cara perawatan tubuh terbaik. Air ini sebagai

simpanan cairan dalam tubuh. Sebab bila tubuh tidak menerima air dalam

jumlah yang cukup, tubuh akan mengalami dehidrasi. Di mulai dengan

simpanan air tubuh yang menurunan dapat mengakibatkan gangguan

kesehatan. Organ-organ tubuh yang vital juga sangat peka terhadap

kekurangan air, salah satunya adalah ginjal. Ginjal tidak dapat berfungsi

dengan baik bila tidak cukup air. Pada proses penyaringan zat-zat racun,

ginjal melakukannya lebih dari 15 kali setiap jam, hal ini membutuhkan

jumlah air yang banyak sebelum diedarkan ke dalam darah. Bila tidak cukup

cairan atau kurang minum, ginjal tidak dapat bekerja dengan sempurna

maka bahan-bahan yang beredar dalam tubuh tidak dapat dikeluarkan

dengan baik sehingga dapat menimbulkan keracunan darah dan

menyebabkan penyakit ginjal.

Environment : Cuaca panas dapat mempengaruhi terjadinya penyakit ginjal.

Jika seseorang bekerja di dalam ruangan yang bersuhu panas, hal ini dapat

mempengaruhi kesehatan ginjalnya. Yang terjadi adalah berkurangnya aliran

atau peredaran darah ke ginjal dengan akibat gangguan penyediaan zat-zat

yang diperlukan oleh ginjal dan pada ginjal yang rusak hal ini akan

membahayakan

Beberapa faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, adalah:

Riwayat Keluarga Penyakit Ginjal : Jika ada anggota keluarga menderita

GGK, atau yang sedang menjalani dialisis, atau transplantasi ginjal, Anda

memiliki risiko mengalami penyakit ini. Salah satu jenis penyakit yang

bersifat diturunkan adalah penyakit ginjal polikistik, yaitu penyakit ketika

jaringan normal ginjal secara perlahan digantikan oleh kista-kista berisi

cairan.

Page 13: BAB 2 Seminar

Kelahiran Premature : Bayi prematur (lahir kurang dari 32 minggu kehamilan)

berisiko memiliki penumpukan endapan kalsium di bagian nefron ginjal, yang

dikenal dengan nefrokalsinosis. Hal ini mungkin disebabkan oleh

menurunnya kemampuan menghambat proses penggumpalan kristal akibat

beban kalsium yang disaring meningkat dan ekskresi sitrat berkurang. Bila

tidak diatasi, bayi yang memiliki kondisi seperti ini memiliki risiko untuk

menderita gangguan fungsi ginjal di kemudian hari.

Usia : Seiring dengan pertambahan usia, fungsi ginjal pun dapat menurun.

Usia penderita gagal ginjal berkisar antara 40-50 tahun, tetapi hampir semua

usia dapat terkena penyakit ini. Menurut penelitian D.W. Bates penyakit

gagal ginjal paling banyak pada penderita yang berumur 45 tahun.

Jenis kelamin : Kejadian pada laki-laki dan wanita hampir sama. Menurut

penelitian Orfeas Liangas dkk (2001), dari 558.032 penderita gagal ginjal

51,8% adalah laki-laki, sedangkan perempuan sebesar 48,2%.

Ras/etnik : (African-American, Hispanic, American Indian,Asian)

Trauma atau Kecelakaan : Kecelakaan, cedera, beberapa jenis operasi,

juga dapat mengganggu atau merusak ginjal.

Jenis Penyakit Tertentu dapat meningkatkan risiko terjadinya GGK. Penyakit

ini antara lain penyakit lupus, anemia sel sabit (sickle cell anemia), kanker,

AIDS, hepatitis C dan gagal jantung berat. (Bahan dari Koesh-Bandung)

2.1.7 MANIFESTASI KLINIS

Gejala menurut (Long,1996 : 369)

Gejala dini : lethargi,sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan

berkurang,mudah tersinggung, depresi

Gejala yg lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah,nafas dangkal

Gejala berdasarkan organ yang terkena, antara lain:

1. Kardiovaskuler: Hipertensi,nyeri dada, gagal jantung kongesti, edema

pulmoner,perikarditis, Pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema

periorbital, friction rub pericardial, pembesaran vena leher (peningkatan

JVP)

2. Dermatologi : Warna kulit abu-abu mengkilat, pucat,kulit kering bersisik,

pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar

3. Pulmoner : Krekels, sputum kental dan liat, nafas dangkal, dan pernafasan

kussmaul

Page 14: BAB 2 Seminar

4. Gastrointestinal : Anoreksia, mual, muntah, cegukan, nafas berbau

ammonia, Ulserasi,perdarahan mulut, konstipasi, diare, perdarahan saluran

cerna.

5. Neurologi : Tidak mampu konsentrasi, kelemahan, keletihan, perubahan

tingkat kesadaran, disorientasi, kejang, rasa panas pada telapak kaki,

perubahan perilaku

6. Muskuloskeletal : Keram otot, kekuatan otot hilang, pegal kaki sehingga

selalu digerakkan (kesemutan dan terbakar, terutama di telapak kaki),

tremor, miopati (kelemahan dan hipertrofi otot-otot ekstremitas)

7. Endokrin: gangguan seksualitas, libido fertilisasi dan ereksi menurun,

gangguan menstruasi dan aminore, gangguan metabolik glukosa, lemak

dan vitamin D

8. Persendian : Gout, pseudogout, kalsifikasi ekstra tulang

9. Kelainan mata : Azotemia ameurosis, retinopati, nistagmus, miosis dan

pupil asimetris, red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi,

Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronis

akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.

10. Sistem hematologi : Kelainan hemopoeisis, Anemia normokrom normositer

dan normositer (MCV 78-94 CU), Kelelahan dan lemah karena anemia atau

akumulasi substansi buangan dalam tubuh. Perdarahan karena

mekanisme pembekuan darah yang tidak berfungsi. Selain itu hemopoesis

dapat terjadi karena berkurangnya produksi eritropoitin, hemolisis,

defisiensi besi

11. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam basa: Biasanya

retensi garam dan air tetapi dapat juga kehilangan natrium, asidosis,

hiperkalemia, hipomagnesia, hipokalsemia

12. Farmakologi : Obat-obatan yang diekskresi oleh ginjal

13. Gejala lain : Gangguan pengecapan, berat badan turun dan lesu, gatal-

gatal, gangguan tidur, cairan diselaput jantung dan paru-paru, otot-otot

mengecil, Gerakan-gerakan tak terkendali, kram, Sesak nafas dan

confusion, Perubahan berkemih : Poliuria, nokturia, oliguria

2.1.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIKA

Pemeriksaan Laboratorium

Page 15: BAB 2 Seminar

Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan

hipoalbuminemia

Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan

Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan

menurunnya diuresis

Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia: umumnya disebabkan

gangguan metabolisme dan diet rendah protein

Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada

gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer)

Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang

menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya

disebabkan retensi asam-basa organik pada gagal ginjal.

Ht: menurun karena pasien mengalamii anemia Hb < 7-8 gr/dl

BUN/Kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir.

Rasio BUN dan kreatinin = 12:1 – 20:1

GDA: asidosis metabolic, PH <7,2

Protein albumin : menurun

Natrium serum: rendah, Nilai normal 40-220 mEq/l/hari tergantung berapa

banyak cairan dan garam yang dikonsumsi.

Kalium, magnesium : meningkat

Kalsium : menurun

Pemeriksaan Urin

Volume : biasanya < 400-500ml/24 jam atau bahkan tidak ada urin

(anuria)

Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh zat

yang tidak terreabsorbsi maksimal atau terdiri dari pus, bakteri, lemak,

fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah,

Hb, mioglobin.

Berat jenis : < 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal tubular

Klirens kreatinin : mungkin menurun.

Natrium : > 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.

Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan

kerusakan glumerulus bila SDM dan fragmen juga ada.

Osmolalitas: < 350 mOsm/kg, rasio urin/serum = 1:1

Page 16: BAB 2 Seminar

Pemeriksaan Radiologi: ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan

menilai derajat dari komplikasi yang terjadi

a. USG: untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,

kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter

proksimal, kandung kemih serta prostat.

b. IVP (Intra Vena Pielografi): untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.

Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan

tertentu, misalnya: usia lanjut, DM dan nefropati Asam urat.

c. Foto Polos Abdomen : untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah

ada batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai dengan tomogram

memberikan hasil keterangan yang lebih baik.Dehidrasi akan

memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak

puasa.

Endoskopi : untuk menentukkan pelvis ginjal, batu, hematuria, dan

pengangkatan tumor selektif

d. Renogram: untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari

gangguan (vaskuler, parenkim, eksresi), serta sisa fungsi ginjal.

e. EKG : untuk mengetahui kemungkinan hipertropi ventrikel kiri dan kanan,

tanda-tanda perikarditis, disritmia, gangguan elektrolit.

f. Renal anterogram : mengkaji terhadap sirkulasi ginjal dan

ekstravaskularisasi serta adanya masa.

g. Rotgen thorak : mengetahui tanda-tanda kardiomegali dan odema paru.

Pemeriksaan Patologi Anatomi

Biopsy ginjal : Dilakukan bila ada keraguan diagnostic gagal ginjal kronik

atau perlu diketahui etiologi daru penyakit ini

2.1.9 PENATALAKSANAAN MEDIS

a. Terapi konservatif : tujuannya mencegah memburuknya faal ginjal secara

progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin

azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara

keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).

Peranan Diet: 1) Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal

dengan memperhitungkan sisa fungsi ginjal, agar tidak memberatkan

kerja ginjal.2)Mencegah dan menurunkan kadar ureum darah yang

Page 17: BAB 2 Seminar

tinggi (uremia).3)Mengatur keseimbangan cairan dan

elektrolit.4)Mencegah atau mengurangi progresifitas gagal ginjal,

dengan memperlambat turunnya laju filtrasi glomerulus (Almatsier,

2006). Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk

mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama

dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.

Protein rendah, yaitu 0,6 – 0,75 gr/kg BB. Sebagian harus bernilai

biologik tinggi.Lemak cukup, yaitu 20-30% dari kebutuhan total energi,

diutamakan lemak tidak jenuh ganda. Karbohidrat cukup, yaitu :

kebutuhan energi total dikurangi yang berasal dari protein dan

lemak.Natrium dibatasi apabila ada hipertensi, edema, acites, oliguria,

atau anuria, banyak natrium yang diberikan antara 1-3 g. Kalium

dibatasi (60-70 mEq) apabila ada hiperkalemia (kalium darah > 5,5

mEq), oliguria, atau anuria.

Kebutuhan Jumlah Kalori: untuk GGK harus adekuat dengan tujuan

utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,

memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi. Energi cukup

yaitu 35 kkal/kg BB.

Kebutuhan Cairan: Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan

harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. Cairan

dibatasi yaitu sebanyak jumlah urine sehari ditambah dengan

pengeluaran cairan melalui keringat dan pernapasan (±500 ml).

Kebutuhan Elektrolit dan Mineral: bersifat individual tergantung dari

LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).

Vitamin cukup, bila perlu berikan suplemen piridoksin, asam folat,

vitamin C, vitamin D.

b. Terapi Simtomatik

Asidosis Metabolic: harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium

(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat

diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera

diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

Anemia: Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan

salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian

transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian

mendadak.

Page 18: BAB 2 Seminar

Keluhan Gastrointestinal: Anoreksi, cegukan, mual dan muntah,

merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan

gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK.

Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari

mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi

dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.

Kelainan kulit : Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis

keluhan kulit.

Kelainan neuromuskular: Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan

yaitu terapi hemodialisis regular yang adekuat, medikamentosa atau

operasi subtotal paratiroidektomi.

Hipertensi : Pemberian obat-obatan anti hipertensi.

Kelainan sistem kardiovaskular : Tindakan yang diberikan tergantung dari

kelainan kardiovaskular yang diderita.

c. Terapi Medis

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,

yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa

hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal .

Dialisis : Dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang

serius seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki

abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat

dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan perdarahan,

dan membantu penyembuhan luka. Dialisis adalah suatu proses difusi zat

terlarut dan air secara pasif melalui suatu membran berpori dari suatu

kompartemen cair menuju kompartemen cair lainnya. Terdapat dua teknik

yang digunakan dalam dialisis, yaitu :

Hemodialisis adalah suatu proses yang digunakan untuk

mengeluarkan cairan atau produk limbah karena dalam tubuh

penderita gagal ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut

(Brunner&Suddarth, 2002). Menurut corwin (2000), hemodialisis

adalah dialisa yang dilakukan di luar tubuh. Selama hemodialisa

darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk

kedalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah

membran semipermeable (dializer) yang terdiri dari dua ruangan.

Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan

Page 19: BAB 2 Seminar

dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah dilakukan

pembersihan oleh dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh

melalui arterio venosa shunt (AV-shunt). Tindakan terapi dialisis

tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan

malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien

GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).

Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi

elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu

perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan

kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi

refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) >

120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara

5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia

berat. Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan

sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.

Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya

adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).

Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang

tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya

yang mahal.

Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan

hemodialisa antara lain :

a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi eksresi, yaitu

membuang sisa-sisa metabolisme (ureum, kreatinin, dll).

b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan

tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat

ginjal sehat

c. Meningkatan kualitas hidup klien yang menderita

penurunan fungsi ginjal.

Page 20: BAB 2 Seminar

Dialisis peritoneal merupakan alternatif hemodialisa pada

penanganan gagal ginjal akut dan kronis. Pengobatan ini jarang

dipakai untuk jangka panjang. Akhir-akhir ini sudah populer

Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di

luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien

Page 21: BAB 2 Seminar

anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien

yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien

yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan

hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan

stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin

masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan

co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri,

tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di

daerah yang jauh dari pusat ginjal.

Koreksi Hiperkalemi : Mengendalikan kalium darah sangat penting karena

hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama

diingat jangan menimbulkan hiperkalemia. Bila terjadi hiperkalemia, maka

obati dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan

pemberian infuse glukosa.

Koreksi Anemia: Usaha pertama harus dilakukan untuk mengatasi factor

defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin

dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat

meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi

kuat, misalnya: insufisiensi koroner.

Koreksi Asidosis: Pemberian makanan dan obat harus dihindari. Natrium

Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100

mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan. Jika diperlukan

dapat diulang. Hemodialisis dan dialysis peritoneal juga dapat mengatasi

asidosis.

Pengendalian Hipertensi : Pemberian obat Beta-Blocker, Alpa Metildopa,

dan vasodilator dilakukan. Mengurangi intake garam dan mengendalikan

hipertensi harus hati-hati karena tidak sama gagal ginjal disertai retensi

natrium.

Transplantasi Ginjal: Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien

GGK, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal baru. Pertimbangan

program transplantasi ginjal :

Cangkok ginjal dapat mengambil alih seluruh 100% fungsi dan faal

ginjal

Kualitas hidup normal kembali

Survival rate meningkat

Page 22: BAB 2 Seminar

Komplikasi (biasanya dapat di antisipasi) terutama berhubungan

dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.

Tindakan standar adalah dengan merotasi ginjal donor dan meletakkan

pada fosa iliaka kontralateral resipien. Ureter kemudian lebih mudah

beranastomosis atau berimplantasi kedalam kemih resipien. Arteri

renalis berimplantasi pada arteri iliaca interna dan vena renalis

beranastomosis dengan vena iliaca komunis atau eksterna.

Terapi Obat

hindari antacids or laxatives àmagnesium to prevent magnesium

toxicity.

antipruritics, such as diphenhydramine (Benadryl)

vitamin supplements (particularly B vitamins and vitamin D)

loop diuretics, such as furosemide (if some renal function remains),

along with fluid restriction to reduce fluid retention

digoxin (Lanoxin) to mobilize edema fluids

antihypertensives to control blood pressure and associated edema

antiemetics taken before meals to relieve nausea and vomiting

famotidine (Pepcid) or nizatidine (Axid) to decrease gastric irritation.

Penatalaksanaan Menurut Derajat CKD

DerajatLFG

(ml/mnt/1,873 m2)

Perencanaan

Penatalaksanaan Terapi

1 >90

Dilakukan terapi pada penyakit dasarnya,

kondisi kormobid, evaluasi perburukan

(progresion) fungsi ginjal, memperkecil risiko

kardiovaskuler.

Page 23: BAB 2 Seminar

2 60-89Menghambat perburukan (progresion) fungsi

ginjal

3 30-59Mengevaluasi dan melakukan terapi pada

komplikasi

4 15-29 Persiapan untuk pengganti ginjal (dialisis)

5 <15Dialysis dan mempersiapkan terapi

penggantian ginjal (transplantasi ginjal)

2.1.10 KOMPLIKASI

Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami

beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001)

serta Suwitra (2006) antara lain adalah :

a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme,

dan masukan diit berlebih.

b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk

sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin

angiotensin aldosteron. Tekanan Darah Tinggi. Karena salah satu fungsi

ginjal adalah mengatur tekanan darah,maka anda bisa mengalami

tekanan darah tinggi ketika terjadi gangguan kronis dari fungsi ginjal.

Selanjutnya kondisi demikian akan mempercepat peningkatan risiko

penyakit jantung.

d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.

e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar

kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan

peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion

anorganik.

f. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.

g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.

h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.

i. Hiperparatiroid dan Hiperfosfatemia.

j. Anemia

k. Perdarahan

l. Neuropati perifer

Page 24: BAB 2 Seminar

m. Esofagitis, Pankreatitis, Infeksi

n. Hipertrofi ventrikel kiri

o. Kardiomiopati dilatasi, Oateodistrofi

p. Penyakit Jantung. Ketika anda mengalami GGK, maka anda sangat

berisiko terkena penyakit jantung. Dan dilaporkan lebih dari

separuhkematian pada orang dengan GGK berasal dari adanya penyakit

jantung ini. Serangan Jantung dan Stroke. Penyakit jantung dan

pembuluh darah merupakan penyebab utama kematian lebih dr 20 juta

org di Amerika Serikat yang menderita GGK. Penderita dg GGK memiliki

risiko lebih tinggi utk mengalami serangan jantung atau stroke, bahkan

pada penderita yg masih pada stadium awal atau ringan sekalipun.

q. Perubahan Kulit. Ketika fungsi ginjal anda terganggu, akan tjd endapan

garam kalsium-fosfat di bawah kulit hingga menimbulkan rasa gatal. Rasa

gatal ini secara alamiah anda akan menggaruknya, hingga kadang2

sampai terluka dan terinfeksi. Proses ini tidak kunjung membaik hingga

keindahan kulit menjadi rusak, bahkan terkesan kotor & berubah seperti

kulit jagung (kasar & kering)

r. Kematian. Risiko kematian pada penderita GGK cukup tinggi. Dalam

kejadian di lapangan, kematian sering diawali dengan sesak nafas, atau

kejang otot jantung, atau tidak sadarkan diri, atau infeksi berat

sebelumnya.

Page 25: BAB 2 Seminar

2.1.11 PENCEGAHAN

Pencegahan Primer : Pengaturan diet protein, menghindari obat

netrotoksik, menghindari kontak radiologik yang tidak amat perlu,

mencegah kehamilan pada penderita yang berisiko tinggi, konsumsi

garam sedikit. makin tinggi konsumsi garam, makin tinggi pula

kemungkinan ekskresi kalsium dalam air kemih yang dapat

mempermudah terbentuknya kristalisasi ikatan kalsium urat oleh sodium.

Pencegahan Sekunder : berupa penatalaksanaan konservatif yang terdiri

atas pengobatan penyakit-penyakit co morbid (penyakit penyerta) untuk

menghambat progresifitas dan persiapan pengobatan pengganti yang

terdiri dari dialisis dan transplantasi ginjal. Pengobatan Konservatif :

memanfaatkan faal ginjal yang masih ada, menghilangkan berbagai faktor

pemberat, dan bila mungkin memperlambat progresivitas gagal

Page 26: BAB 2 Seminar

Pengaturan diet kalium, natrium dan cairan

Diet rendah kalium .Asupan kalium dikurangi, diet yang dianjurkan adalah

40-80 mEq/hari. Penggunaan makanan dan obat-obatan yang tinggi

kadar kaliumnya dapat menyebabkan hiperkalemia. Selain itu,Diet rendah

natrium Diet Na yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 gr Na).

Dapat mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema paru,

hipertensi gagal jantung kongestif. Pengaturan cairan Asupan yang bebas

dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi berlebihan, dan edema.

Sedangkan asupan yang terlalu rendah mengakibatkan dehidrasi,

hipotensi dan gangguan fungsi ginjal

Pencegahan Tersier : upaya mencegah terjadinya komplikasi yang lebih

berat atau kematian, tidak hanya ditujukan kepada rehabilitasi medik

tetapi juga menyangkut rehabilitasi jiwa. Pencegahan tersier bagi

penderita GG dapat berupa: mengurangi stress, menguatkan sistem

pendukung sosial atau keluarga untuk mengurangi pengaruh tekanan

psikis pada penyakit GGK, meningkatkan aktivitas sesuai toleransi,

hindari imobilisasi karena hal tersebut dapat meningkatkan demineralisasi

tulang, meningkatkan kepatuhan terhadap program terapeutik, mematuhi

program diet yang dianjurkan untuk mempertahankan keadaan gizi yang

optimal agar kualitas hidup dan rehabilitasi dapat dicapai.

2.2 Hemodialisa

2.2.1 Pengertian

Hemodialysis adalah bentuk dialysis yang menggunakan mesin (alat

dialysis ginjal) untuk membuang kelebihan cairan, bahan kimia dan

produk sisa dari darah. (Litin, 2009)

Hemodialysis adalah terapi pengganti ginjal pada pasien gagal ginjal

akut, gagal ginjal kronis, dan gagal ginjal terminal melalui mesin.

Hemodialysis termasuk jenis membrane dialysis selain cangkok ginjal.

Kelebihan dengan hemodialysis adalah pasien hanya datang ke rumah

sakit minimal 2 kali perminggu sedangkan cangkok ginjal hanya dapat

digantikan dengan ginjal asli yang diberikan oleh donor ginjal. (Rizal,

2011)

Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tingkat tinggi sebagai

terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun

Page 27: BAB 2 Seminar

tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium,

hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membrane

semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal

buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa

hemodialisa adalah suatu terapi pengganti ginjal yang menggunakan

mesin ginjal buatan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dalam

tubuh kita, dimana menggantikan ginjal yang sudah tidak dapat berfungsi

dengan baik lagi.

2.2.2 Tujuan Hemodialisa

Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :

1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan

asam urat.

2. Membuang kelebihan air.

3. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.

4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

5. Memperbaiki status kesehatan penderita.

2.2.3 Proses Hemodialisa

Mekanisme proses pada mesin hemodialisa, darah dipompa dari

tubuh masuk kedalam mesin dialysis lalu dibersihkan pada dialyzer (ginjal

buatan), lalu darah pasien yang sudah bersih dipompakan kembali ke

tubuh pasien.

Mesin dialysis yang paling baru telah dilengkapi oleh system

komputerisasi dan secara terus menerus memonitor array safty-critical

parameter, mencangkup laju alir darah dan dialysate, tekanan darah,

tingkat detak jantung, daya konduksi, pH dan lain-lain. Bila ada yang tidak

normal, alarm akan berbunyi. Dalam hemodialysis memerlukan akses

vascular (pembuluh darah) hemodialysis (AVH) yang cukup baik agar

dapat diperoleh aliran darah yang cukup besar, yaitu diperlukan

kecepatan darah sebesar 200 – 300 ml/menit secara kontinyu selama

hemodialysis 4 – 5 jam.

AVH dapat berupa kateter yang dipasang di pembuluh darah vena di

leher atau paha yang bersifat temporer. Untuk yang peramanen dibuat

hubungan antara arteri dan vena, biasanya di lengan bawah disebut

Page 28: BAB 2 Seminar

arteriovenous fistula, lebih populer bila disebut (brescia) cimino fistula.

Kemudian darah dari tubuh pasien masuk ke dalam sirkulasi darah mesin

hemodialysis yang terdiri dari selang inlet/arterial (ke mesin) dan selang

outlet/venous (dari mesin ke tubuh), kedua ujungnya disambung ke jarum

dan kanula yang ditusuk ke pembuluh darah pasien. Darah setelah

melalui selang inlet masuk ke dialisar. Jumlah darah yang menempati

sirkulasi darah di mesin berkisar 200 ml. Dalam dialiser darah

dibersihkan, sampah-sampah secara kontinyu menembus membrane dan

menyeberang ke kompartemen dialisat, di pihak lain cairan dialisat

mengalir dalam mesin hemodialysis dengan kecepatan 500 ml/menit

masuk ke dalam dialiser pada kompartemen dialisat. Cairan dialisat

merupakan cairan yang pekat dengan bahan utama elektrolit dan

glukosa, cairan ini dipompa masuk ke mesin sambil dicampur dengan air

bersih yang telah mengalami proses pembersihan yang rumit (water

treatment). Selama proses hemodialysis, darah pasien diberi heparin agar

tidak membeku bila berada di luar tubuh yaitu dalam sirkulasi darah

mesin.

Prinsip hemodialysis sama seperti metoda dialysis. Melibatkan difusi

zat terlarut ke sembarang suatu selaput semipermeable. Prinsip

pemisahan menggunakan membran ini terjadi pada dialyzer. Darah yang

mengandung sisa-sisa metabolisme dengan konsentrasi yang tinggi

dilewatkan pada membrane semipermeable yang terdapat dalam dialyzer,

dimana dalam dialyzer tersebut dialirkan dialysate dengan arah yang

berlawanan (counter current).

Driving force yang digunakan adalah perbedaan konsentrasi zat

yang terlarut berupa racun seperti partikel-parttikel kecil, seperti urea,

kalium, asam urea, fosfat dan kelebihan khlorida pada darah dan

dialysate. Semakin besar konsentrasi racun tersebut di dalam darah dan

dialisat maka proses difusi semakin cepat. Berlawanan dengan peritoneal

dialysis, dimana pengangkutan adalah antar kompartemen cairan yang

statis, hemodialysis bersandar pada pengangkutan konvektif dan

menggunakan konter mengalir, dimana bila dialysate mengalir ke dalam

berlawanan arah dengan mengalir axtracorporeal sirkuit. Metode ini dapat

meningkatkan efektifitas dialysis.

Page 29: BAB 2 Seminar

Dialysate yang digunakan adalah larutan ion mineral yang sudah

disterilkan, urea dan sisa metabolisme lainnya, seperti kalium dan fosfat,

berdifusi ke dalam dialysate. Selain itu untuk memisahkan yang terlarut

dalam darah digunakan prinsip ultrafiltrasi. Driving force yang digunakan

pada ultrafiltrasi ini adalah perbedaan tekanan hidrostatik antara darah

dan dialyzer. Tekanan darah yang lebih tinggi dari dialyzer memaksa air

melewati membrane. Jika tekanan dari dialyzer diturunkan maka

kecepatan ultrafiltrasi air dan darah akan meningkat.

Jika kedua proses ini digabungkan, maka akan didapatkan darah

yang bersih setelah dilewatkan melalui dialyzer. Prinsip inilah yang

digunakan pada mesin hemodialysis modern, sehingga keefektifannnya

dalam menggantikan peran ginjal sangat tinggi. (Rizal, 2011).

2.2.4 Alasan dilakukan Hemodialisa

Hemodialisa dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan:

1. Kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik)

2. Perikarditis (peradangan kantong jantung)

3. Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan

respon terhadap pengobatan

4. Gagal jantung

5. Hiperkalemia (kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah)

2.2.5 Frekuensi Hemodialisa

Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang

tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dalisa sebanyak 3

kali/minggu. Program dialisa dikatakan berhasil jika :

1. Penderita kembali menjalani hidup normal

2. Penderita kembali menjalani diet yang normal

3. Jumlah sel darah merah sulit ditoleransi

4. Tekanan darah normal

5. Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif

Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk

gagal ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum

penderita menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa

dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa minggu, sampai

fungsi ginjal kembali normal.

Page 30: BAB 2 Seminar

2.2.6 Komplikasi Hemodialisa

Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama

tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi,

antara lain :

1. Kram otot

Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya

hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram

otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat

dengan volume yang tinggi.

2. Hipotensi

Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,

rendahnya dialysate natrium, penyakit jantung aterosklerotik,

neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan cairan.

3. Aritmia

Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa,

penurunan kalsium, magnesium, kalium dan bikarbonat serum yang

cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.

4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa

Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat

diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang

kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu

gradient osmotic diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradient

osmotic ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang

menyebabkan edema serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya

terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan

azotemia berat.

5. Hipoksemia

Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu

dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi

kardiopulmonar.

6. Perdarahan

Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit

dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Pengguanaan

Page 31: BAB 2 Seminar

heparin selama hemodialisa juga merupakan factor resiko terjadinya

perdarahan.

7. Gangguan pencernaan

Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah

yang disebabkan karena hipoglikemi. Gangguan pencernaan sering

disertai dengan sakit kepala. Infeksi atau peradangan bisa terjadi

pada akses vaskuler.

8. Pembekuan darah

Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin

yang tidak sesuai ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

2.3 Nyeri Otot

2.3.1 Pengertian

Menurut Basoeki (2005) kram otot merupakan kontraksi otot tertentu yang

berlebihan, terjadi secara mendadak tanpa disadari. Otot yang mengalami kram

sulit untuk menjadi rileks kembali. Bisa dalam hitungan menit bahkan jam untuk

meregangkan otot yang kram itu. Kontraksi dari kram otot sendiri dapat terjadi

dalam waktu beberapa detik sampai beberapa menit. Selain itu, kram otot dapat

menimbulkan keluhan nyeri. Kram otot dapat mengenai otot lurik atau bergaris,

otot yang berkontraksi secara kita sadari. Kram otot dapat juga mengenai otot

polos atau otot yang berkontraksi tanpa kita sadari. Kram otot dapat terjadi pada

tangan, kaki, maupun perut.

2.3.2 Mekanisme Kram Otot

Ganong (1998) menguraikan bahwa rangsang berulang yang diberikan

sebelum masa relaksasi akan menghasilkan penggiatan tambahan terhadap

elemen kontraktil, dan tampak adanya respon berupa peningkatan kontraksi.

Fenomena ini dikenal sebagai penjumlahan kontraksi. Tegangan yang terbentuk

selama penjumlahan kontraksi jauh lebih besar dibandingkan dengan yang

terjadi selama kontraksi kedutan otot tunggal. Dengan rangsangan berulang

yang cepat, penggiatan mekanisme kontraktil terjadi berulang-ulang sebelum

sampai pada masa relaksasi. Masing-masing respon tersebut bergabung menjadi

satu kontraksi yang berkesinambungan yang dinamakan tetanik atau kontraksi

otot yang berlebihan (kram otot).

Menurut Corwin (2000) setiap pulsa kalsium berlangsung sekitar 1/20

detik dan menghasilkan apa yang disebut sebagai kedutan otot tunggal.

Page 32: BAB 2 Seminar

Penjumlahan terjadi apabila kalsium dipertahankan dalam kompartemen intrasel

oleh rangsangan saraf berulang pada otot. Penjumlahan berarti masing-masing

kedutan menyebabkan penguatan kontraksi. Apabila stimulasi diperpanjang,

maka kedutan-kedutan individual akan menyatu sampai kekuatan kontraksi

maksimum. Pada titik ini, terjadi kram otot sampai dengan tetani yang ditandai

oleh kontraksi mulus berkepanjangan.

Menurut Ganong (1998) satu potensial aksi tunggal menyebabkan satu

kontraksi singkat yang kemudian diikuti relaksasi. Kontraksi singkat seperti ini

disebut kontraksi kedutan otot. Potensial aksi dan konstraksi diplot pada skala

waktu yang sama. Kontraksi timbul kira-kira 2 mdet setelah dimulainya

depolarisasi membran, sebelum masa repolarisasi potensial aksi selesai.

Lamanya kontraksi kedutan beragam, sesuai dengan jenis otot yang dirangsang.

2.3.3 Penyebab

Menurut Mohamad (2001) kram otot dapat terjadi karena letih, biasanya

terjadi pada malam hari, dapat pula karena dingin, dan dapat pula karena panas.

Pada otot bergaris, kram dapat disebabkan kelelahan, dehidrasi atau kekurangan

cairan dan elektrolit (terutama kekurangan kalium dan natrium), dapat juga akibat

trauma pada tulang dan otot yang bersangkutan, atau kekurangan magnesium.

Selanjutnya Basoeki (2005) menegaskan bahwa beberapa obat juga dapat

menyebabkan terjadinya kram otot, seperti obat pelancar kemih, penurun lemak,

kekurangan vitamin B1 (thiamine), vitamin B5 (pantothenic acid) dan B6

(pyridoxine). Kram otot juga dapat terjadi akibat sirkulasi darah ke otot yang

kurang baik.

2.3.4 Hubungan Hemodialisa dengan Kram Otot

Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh

penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dializer

(NKF 2006). Dengan adanya sebagian darah pasien yang keluar dari tubuh dan

beredar dalam sebuah mesin (extracorporeal) bisa menyebabkan sirkulasi darah

ke otot kurang baik sehingga dapat mengakibatkan kram otot.

Menurut Tisher dan Wilcox (1997) alat dialisa juga dapat dipergunakan

untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan

melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar

dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Adanya

penarikan cairan (ultrafiltrasi) selama hemodialisa menyebabkan dehidrasi atau

kekurangan cairan yang dapat menyebabkan terjadinya kram otot.

Page 33: BAB 2 Seminar

Menurut Price dan Wilson (1995) komposisi cairan dialisat diatur

sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion darah normal, dan sedikit

dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit yang sering

menyertai gagal ginjal. Unsur-unsur yang umum terdiri dari Na+ , K+, Ca++ , Mg+

+ , Cl- , asetat dan glukosa. Urea, kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi

dengan mudah dari darah ke dalam dialisat karena unsur-unsur ini tidak terdapat

dalam dialisat. Adanya perbedaan unsur-unsur elektrolit dalam dialisat dengan

komposisi elektrolit darah pasien bisa mengakibatkan kekurangan elektrolit.

Adanya kekurangan cairan dan elektrolit bisa mengakibatkan kram otot (Basoeki,

2005).

2.3.5 Pencegahan Kram Otot

Biasanya kram otot dapat berhenti dengan meregangkan otot yang

mengalami kram, agar otot itu menjadi rileks kembali (Basoeki, 2005).

Sedangkan, kram otot yang terus menerus dan sering terjadi dapat

menyebabkan distonia. Jika terjadi kram otot selama tindakan hemodialisa

segera lakukan pengobatan dengan langsung memulihkan volume cairan

intravaskuler melalui pemberian bolus cairan isotonic saline natrium clorida

(NaCL 0,9 %) (NKF, 2006).

2.4 Streching

2.4.1 Pengertian

Pada saat akan memulai suatu aktifitas olahraga, stretching (peregangan)

atau lebih dikenal orang dengan istilah pemanasan (warm-up) ini sangat

diperlukan. Stretching adalah bentuk dari penguluran atau peregangan pada

otot-otot di setiap anggota badan agar dalam setiap melakukan olahraga

terdapat kesiapan serta untuk mengurangi dampak cedera yang sangant rentan

terjadi.

2.4.2 Manfaat Stretching

Terdapat beberapa manfaat apabila seseorang melakukan gerakan

peregangan sebelum memulai aktifitas olahraga, diantaranya dapat dijelaskan di

bawah ini:

1. Meningkatkan suhu (temperature) tubuh beserta jaringan-jaringannya.

2. Menaikkan aliran darah melalui otot-otot yang aktif.

3. Meningkatkan detak jantung sehingga akan mempersiapkan

bekerjanya system cardiovascular (jantung dan pembuluh darah).

Page 34: BAB 2 Seminar

4. Menaikkan tingkat energi yang dikeluarkan oleh metabolisme tubuh.

5. Meningkatkan kecepatan perjalanan sinyal syaraf yang

memerintahkan gerakan tubuh.

6. Memudahkan otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara lebih cepat

dan efisien.

7. Meningkatkan kapasitas kerja fisik.

8. Mengurangi adanya ketegangan pada otot.

9. Meningkatkan kemampuan jaringan penghubung dalam gerakan

memanjang (meregang).

10. Terjadi peningkatan kondisi secara psikologis.

11. Mengurangi dampak cedera.

2.4.3 Tipe-tipe Stretching

a.      Peregangan aktif

Peregangan aktif (active stretching) dilakukan dengan

menggunakan otot-otot anda tanpa mendapatkan bantuan dari kekuatan

eksternal. Satu contoh peregangan aktif ini: Berdiri tegak lurus dan secara

perlahan-lahan mengangkat salah satu kaki ke arah sudut 45 derajat.

Peregangan aktif ini penting karena akan membangun kelenturan otot

secara aktif, yang mana telah diketahui memiliki korelasi yang lebih tinggi

dengan prestasi olahraga dibandingkan peregangan pasif. Kelemahan-

kelemahan utama dari peregangna aktif ini adalah bahwa peregangan ini

dapat menginisiasi stretch reflex, serta mungkin saja peregangan ini

menjadi tidak efektif dikarenakan adanya gangguan-gangguan tertentu

pada tubuh anda dan juga adanya cedera seperti keseleo yang akut,

peradangan atau patah tulang (retak tulang).

b.      Peregangan Dinamis

Peregangan dinamis adalah gerakan peregangan yang dilakukan

dengan melibatkan otot-otot dan persendian, gerakan peregangan ini

dilakukan secara perlahan dan terkontrol dengan pangkal gerakannya

adalah pangkal persendian. Kunci dan penekanan pada peregangan ini

adalah pada cara garakannya yang dilakukan secara perlahan dan

terkontrol tersebut. Adapun yang dimaksud dengan gerakan perlahan,

yaitu dilakukan dengan cara yang halus dan tidak menghentak-hentak.

Sedangkan gerakan yang terkontrol, artinya gerakan yang dilakukan

Page 35: BAB 2 Seminar

hingga mencapai seluas ruang gerak dari persendian yang dikenai

latihan.

Sasaran peregangan dinamis adalah untuk memelihara dan

meningkatkan kelentukan persendian, tendon, ligament dan otot. Adapun

perbedaan yang terjadi antara peregangan statis dan dinamis, terutama

pada saat melakukan gerakanny dan sasaran yang dikenai dalam latihan.

Gerakan pada peregangan statis setelah mencapai rasa nyeri (tidak

nyaman) dipertahankan dalam beberapa waktu, sedangkan pada

peregangan dinamis adalah sebaliknya. Yaitu diregang-regangkan sacara

aktif seluas ruang gerak persendian yang dilatihkan. Sasaran pada

peregangan statis adalah kelenturan (elastisitas otot), sedangkan

peregangan dinamis adalah kelentukan persendian.

c.       Peregangan pasif

Peregangan pasif (passive stretching) merupakan suatu tehnik

peregangan di mana anda dalam keadaan rileks dan tanpa mengadakan

kontribusi pada daerah gerakan. Malahan, kekuatan (tenaga) eksternal

dapat dibangkitkan oleh alat baik dengan cara manual maupun mekanis.

Di antara manfaat yang dapat diperoleh dari peregangan pasisf tersebut

adalah:

Tehnik ini efektif apabila otot agonist (yaitu otot utama yang berperan

dalam gerakan yang terjadi) dalam kondisi yang terlalu lemah untuk

menerima respon gerakan.

Tehnik ini efektif apabila percobaan-percobaan tidak berhasil untuk

menghalangi otot-otot yang ketat (otot-otot antagonist.

Arah lamanya waktu melakukan peregangan dan intensitasnya dapat

diukur.

Dapat memajukan kekompakan tim bilamana peregangan tersebut

dilakukan bersama-sama dengan atlet lainnya.

Kelemahan utama dari peregangan pasif adalah resiko adanya

rasa sakit maupun mengalami luka-luka (cedera) yanglebih besar, apabila

teman anda mempergunakan tenaga eksternal secara tidak tepat.

Selanjutnya, tehnik ini dapat menimbulkan adanya stretch reflex, apabila

pergangan tersebut dilakukan dengan cepat, serta meningkatnya

kemungkinan terjadi cedera (luka) karena adanya perbedaan yang lebih

Page 36: BAB 2 Seminar

besar di antara daerah peregangan aktif dan pasif. Tetapi pemakaian

tehnik ini dapat juga membangun kelenturan aktif anda.

d.      Peregangan Balistik

Peregangan balistik menurut Bowers dan Fox (1992: 245)

bentuknya sama dengan senam calisthenics, yaitu bentuk dari

peregangan pasif yang dilakukan dengan cara gerakan yang aktif. Cirri-

ciri dari peregangan balistik adalah dilakukan secara aktif dan gerakannya

dipantul-pantulkan artinya, gerakan otot yang sama dan pada persendian

yang sama dilakukan secara berulang-ulang. Contoh ; gerakan mencium

lutut yang dilakukan berulang ukang, dengan pososo duduk kedua

tungkai lurus kedepan, dan saat kedua tangan berusaha meraih kedua

ujung kaki lutut harus tetap menempel dilantai. Gerakan mencium lutut di

entul-entul dari perlahan menjadi cepat, dengan luas ruang gerak

persendian pungung kira-kira hanya mencapai 80% saja, berikut ini

disijikan beberapa contoh gambar gerakan latihan untuk meningkatkan

fleksibilitas dengan cara peregangan stretching balistik.

e.       Peregangan Statis

Peregangan statis adalah gerakan peregangan pada otot-otot

yang dilakukan perlahan-lahan hingga terjadi ketegangan dan mencapai

rasa nyeri atau rasa tidak nyaman pada otot tersebut. Untuk selanjutnya

posisi pada rasa tidak nyaman tersebut dipertahankan untuk beberapa

saat. Adapun lama waktu menahan posisi tidak nyaman tersebut 20-25

detik. Sasaran peregangan statis adalah untuk meningkatkan dan

memelihara kelenturan (elastisitas otot yang direngangkan).

Langkah-langkah peregangan statis:

a. Regangkan otot secara perlahan-lahan tanpa kejutan

b. Segera terasa regangan pada otot, berhentilah

sebentar kemudian lanjutkan sampai agak sakit,

berhenti lagi, lanjutkan regangan sampai sedikit

melewati titik/limit rasa saki. Bukan sampai terasa

sakit/ekstrim

c. Pertahankan sikap terakhir ini selama 20-25 detik

d. Seluruh anggota tubuh rileks terutama otot-otot

antaginisnya (yang diregangkan), agar gerak sendi

mampu untuk meregang lebih luas

Page 37: BAB 2 Seminar

e. Bernafaslah terus, jangan menahan nafas

f. Selesai mempertahankan sikap statis selama 20-25

detik kembalilah ke sikap sempurna secara perlahan-

lahan, tidak mengejut, agar ototnya tidak berkontraksi.

f.       Contrax Relax Stretching

Contract relax stretching merupakan salah satu teknik dalam

proprioceptive neuromuscular fascilitation (PNF) yang melibatkan kontraksi

isometric dari otot yang mengalami spasme/ketegangan yang diikuti fase

relaksasi kemudian diberikan stretching secara pasif dari otot yang

mengalami ketegangan tersebut. Biasanya contract relax stretching ditujukan

pada otot-otot mobilitas. Alasan penerapan teknik ini adalah bahwa kontraksi

isometrik yang diberikan sebelum stretching dari otot yang mengalami

ketegangan akan menghasilkan rileksasi sebagai hasil dari autogenic

inhibition. Pada contract relax stretching, ketika otot berkontraksi mencapai

initial stretch, maka kebalikannya stretch reflex membuat otot tersebut

menjadi relaksasi(reverse innervation), dimana relaksasi ini membantu

menurunkan berbagai tekanan dan siap untuk melakukan peregangan

selanjutnya. Dengan menggunakan metode auto stretching untuk

menambah panjang otot hamstring diharapkan terjadinya pemanjangan otot

hamstring yang lebih maksimal dibandingkan dengan contract relax

stretching.

g.      Contrax -Relax Agonist-Contract Stretching Tahan-Relax Agonis

Merupakan metode yang digunakan untuk memperpanjang keluarnya

tight muscle dan meningkatkan jangkauan gerak pasif. Dalam teknik ini, tight

muscle adalah antagonis, maka kontrak tersebut agonis (asalkan agonis

cukup kuat). Terapis meminta pasien untuk isometrically kontrak agonis

sekitar 6 detik sebelum pindah lebih jauh ke dalam jangkauan. Melalui

Penghambatan Reciprocal, tight muscle sedang beristirahat, dan dibiarkan

memperpanjang.

DAFTAR PUSTAKA

Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black H.R., CushmanW.C., Green L.A., Izzo J.L.,

Jr., et al, 2003. The seventh report of the Joint National Committee on

Page 38: BAB 2 Seminar

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure:

The JNC 7 Report. JAMA;289:2560-72.

Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, edisi 3. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn, dan Alice C. Geissler. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan

Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.

Jakarta: EGC.

Ganiswarna, S. G. (2003). Famakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian Farmakologi

FK-UI.

Gareth Beevers. Para patofisiologi hipertensi. British Medical Journal.

FindArticles.com.

Hopper D.P, dan William S.L. 2007. Understanding Medical Surgical Nursing

Third Edition. Philadelphia: FA Davis Company

Hughes AD, Schachter M. Hypertension and blood vessels. Hughes AD,

Schachter M. Hipertensi dan pembuluh darah. Br Med Bull 1994;50:356-70.

Br Med Bull 1994; 50:356-70.

Mansjoer A, et al. 2002. Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II

Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.

NIH. 2008. The National Kidney and Urologic Diseases Information

Clearinghouse (NKUDIC). the National Institute of Diabetes and Digestive

and Kidney Diseases (NIDDK). (http://www.kidney.niddk.nih.gov).

Patel, P. R. 2007. Lecture Notes: Radiologi Ed. 2. Surabaya: Erlangga.

Purnomo, B. Basuki.2000.Dasar-dasar Urolog , cetakan I. Jakarta : CV.

Infomedika

Purnomo, Basuki. B. 2011. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Ke Tiga.

Jakarta :Sagung Seto

Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik Ed. 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Renal Services & Urology Directorate. 2005. Nephrotic Syndrome. a patients’

guide. (http://www.kidney.org.uk).

Rindiastuti, Yuyun. 2006. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta: EGC.

Silvia A. Price, Lorraince M. Wilson. Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2003.

Sjamsuhidajat, R. & Jong, Wim de. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EG

Smeltzer C.S. dan Bare Brenda. 2003. Brunner and Suddarth’s Textbook of

Medical Surgical Nursing 10th edition. Philadelphia: Lippincott.

Soeparman & Waspadji . 2001. Ilmu Penyakit Dalam, Jld.I. Jakarta: BP FKU

Page 39: BAB 2 Seminar

Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. ed. IV. Jakarta: FKUI.

2006.

Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. 2001. Gagal Ginjal Kronik. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI.427-434.

Susanne, C Smelzer. 2002. Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart) ,

Edisi VIII, Volume 2. Jakarta: EGC

Suwitra K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I

Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FKUI. 581-584.

Tierney LM, et al. 2003. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran

Penyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika

Universitas Sumatera Utara. 2011. Bab 2 Tinjuan Pustaka.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16742/4/Chapter

%20II.pdf. diakses pada tanggal 09 Juli 2015