Upload
arie-falah
View
97
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
asafakdjfdaj adfajadnaonlca asaaakkdadnaaalxcjaklakjsadca lajsnfadjnoadjc asldanldknfalkdsfnldknf asdlfaksalkc laksfalkcnalc asjnaslknalskna asldask lajsfnadfsdjnfadlajnd alsfaknsla laskfaslaskdas laskdalskn alskapskdeinfad aslasfandlckanla aslasnfaldk lkvalskalscalscnalsnalsnnnnnnnnnlasj lanalksnalkfnals lasksalsssdfadj alsjnasjncakjsnca ajdnajne
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.1.1 Gambaran Umum Wilayah
1.1.1.1 Keadaan Geografis
Pada bulan Agustus 1966 di DKI Jakarta dibentuk beberapa “Kota
Administrasi”. Berbeda dengan kota otonom yang dilengkapi dengan DPRD tingkat
II, maka kota-kota administrasi di DKI Jakarta tidak memiliki DPRD tingkat II yang
mendampingi Walikota. Berdasarkan lembaran daerah No. 4/1966 ditetapkanlah lima
wilayah kota administratif di DKI Jakarta, yaitu : Jakarta Pusat, Jakarta Timur,
Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Utara, yang dilengkapi dengan 22
kecamatan dan 220 kelurahan. Pembentukan kecamatan dan kelurahan ini didasarkan
pada azas teritorial dengan mengacu pada jumlah penduduk yaitu 200.000 jiwa untuk
kecamatan, 30.000 jiwa untuk kelurahan perkotaan, dan 10.000 jiwa untuk kelurahan
pinggiran.
Secara adminstratif kotamadya Jakarta Pusat dibagi menjadi delapan
kecamatan, 44 kelurahan, 394 RW dan 4.711 RT. Delapan kecamatan tersebut, yaitu :
1. Kecamatan Gambir 5. Kecamatan Cempaka Putih
2. Kecamatan Tanah Abang 6. Kecamatan Johar Baru
3. Kecamatan Menteng 7. Kecamatan Kemayoran
4. Kecamatan Senen 8. Kecamatan Sawah Besar
1
Gambar 1.1. Peta Wilayah Jakarta Pusat
(Sumber : www. Jakarta.go.id)
Batas Wilayah :
Batas Utara : Jl. Duri Raya, Jl. KH Zainal Arifin, Jl. Sukardjo Wiryopranoto, rel
kereta api, Jl. Mangga Dua, Jl. Sunter Kemayoran.
Batas Timur : Jl. Jendral Akhmad Yani ( By Pass )
Batas Selatan : Jl. Pramuka, Jl. Matraman, Kali Ciliwung/Banjir Kanal, Jl. Jendral
Sudirman, Jl. Hang Lekir.
2
Batas Barat : Kali Grogol, Jl. Pal Merah, JL Pal Merah Utara, Jl. Aipda KS.Tubun,
Jl. Jembatan Tinggi, Banjir Kanal
Kecamatan Menteng merupakan salah satu dari delapan kecamatan yang ada
di wilayah Kotamadya Jakarta Pusat.
Batas wilayah kecamatan Puskesmas Menteng :
Utara : Jl. Kebon Sirih Raya (Kecamatan Gambir)
Barat : Kali Cideng (Kecamatan Tanah Abang)
Selatan: Kali Malang (Kecamatan Setia Budi)
Timur : Kali Ciliwung (Kecamatan Senen)
Kecamatan Menteng secara administrasi mempunyai luas wilayah 653,46 Ha.
Teritorial wilayah Menteng terdiri dari lima kelurahan, 38 RW (Rukun Warga)
dan 423 RT (Rukun Tetangga), dengan perincian sebagai berikut :
Gambar 1.2. Wilayah Kerja Kecamatan Menteng
(Sumber : www.jakarta.go.id)
Wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Menteng mencakup wilayah
Kelurahan Menteng, Kelurahan Kebon Sirih dan Kelurahan Cikini.
Sedangkan untuk wilayah Gondangdia dan Pegangsaan masing-masing di
Puskesmas Kelurahan Gondangdia dan Puskesmas Pegangsaan.
3
Tabel 1.1. Data Kelurahan di Wilayah Puskesmas Kecamatan Menteng
Tahun 2012
No.Kelurahan
Luas Wilayah
(Ha)
Jumlah
RW
Jumlah
RT
1. Menteng 243,90 Ha 10 136
2. Kebon Sirih 83,40 Ha 10 77
3. Pegangsaan 98,25 Ha 8 104
4. Cikini 82,90 Ha 5 66
5. Gondangdia 145,82 Ha 5 40
Jumlah 653,46 Ha 38 423
(Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Kecamatan Menteng 2012)
4
Tabel 1.2. Daerah Rawan Banjir dan Kumuh di Wilayah Kecamatan Menteng Tahun
2012
No. Kelurahan RW Rawan Banjir RW Kumuh
1. Kebon Sirih 02, 03, 04, 07, 08,
09, 10
02, 03, 04, 08,
10
2. Cikini 01, 02, 03 02, 03
3. Menteng 02 01, 02, 08, 09,
10
4. Pegangsaan 03, 08 01, 06, 07, 08
5. Gondangdia - -
(Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Kecamatan Menteng 2012)
1.1.1.2 Wilayah Kerja
Wilayah Kecamatan Menteng terdiri dari lima kelurahan, mempunyai satu
unit puskesmas tingkat kecamatan dan lima unit puskesmas tingkat kelurahan, yaitu :
1. BLUD Puskesmas Kecamatan Menteng : Jl. Pegangsaan Barat No.14
Menteng Jakarta Pusat
No. Tlp & Fax : 021 – 3193836 / 3103439 , Fax : 31904965
2. Puskesmas Kelurahan Pegangsaan : Jl. Tambak No. 28 Jakarta Pusat
No. Tlp : 021 – 3925445
3. Puskesmas Kelurahan Gondangdia : Jl. Sumatera No. 50 Jakarta Pusat
No. Tlp : 021 – 31934421
5
1.1.1.3 Keadaan Demografis
Jumlah penduduk Kecamatan Menteng sampai akhir bulan Desember 2012
adalah sebagai berikut :
Tabel 1.3. Jumlah Penduduk Kecamatan Menteng Tahun 2012
NO UMURWNI WNA JUMLAH SELURUHNYA
LK PR JMLH LK PR JMLH LK PR JMLH
1 0 – 4 3.336 3.185 6.521 1 2 3 3.337 3.187 6.524
2 5 – 9 3.894 3.564 7.458 3 4 7 3.897 3.568 7.465
3 10 – 14 4.059 3.547 7.606 3 1 4 4.062 3.548 7.610
4 15 – 19 3.743 3.606 7.349 4 2 6 3.747 3.608 7.355
5 20 – 24 3.800 3.547 7.347 3 - 3 3.803 3.547 7.350
6 25 – 29 3.919 3.909 7.828 - 1 1 3.919 3.910 7.829
7 30 – 34 4.298 4.062 8.360 2 3 5 4.300 4.065 8.365
8 35 – 39 4.020 3.657 7.677 - - - 4.020 3.657 7.677
9 40 – 44 2.961 3.441 6.402 2 1 3 2.963 3.442 6.405
10 45 – 49 2.930 3.354 6.284 2 4 6 2.932 3.358 6.290
11 50 – 54 2.980 2.590 5.570 3 1 4 2.983 2.591 5.574
12 55 – 59 2.701 2.023 4.724 - 1 1 2.701 2.024 4.725
13 60 – 64 1.271 1.996 3.267 3 3 6 1.274 1.999 3.273
14 65 – 69 659 809 1.468 1 - 1 660 809 1.469
15 70 – 74 637 766 1.403 - 4 4 637 770 1.407
16 75+ 502 591 1.093 1 1 2 503 592 1.095
JMLH 45.710 44.647 90.357 28 28 56 45.738 44.675 90.413
(Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Kecamatan Menteng 2012)
6
Tabel 1.4. Fasilitas Umum yang Menyangkut Kesehatan Lingkungan di Wilayah
Kecamatan Menteng Tahun 2012
No. Uraian Jumlah
rumah
SPT SGL PAM
1. Menteng 4589 225 17 1310
2. Kebon sirih 2059 106 33 1149
3. Pegangsaan 3950 82 181 774
4. Cikini 1292 53 118 624
5. Gondangdia 990 2 0 728
(Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Kecamatan Menteng 2012)
7
Tabel 1.5. Fasilitas Tempat-Tempat Umum
Uraian Kebon Sirih Gondangdia Cikini Menteng Pegangsaan JumlahPasar 8 - 6 4 5 23Rumah Makan
92 6 42 - 25 165
Masjid 10 2 4 11 9 36Mushola 10 3 9 18 25 65Gereja 3 2 6 5 1 15Klenteng - - - - - -Wihara - - 1 1 - 2Hotel 17 7 9 2 1 36Bioskop 1 - 1 - 1 3Salon 1 12 7 3 1 24Apotik 5 1 5 1 3 15Cafe 8 1 14 - 1 24Kantor 121 92 142 20 31 406Stasiun KRT
1 - - 1 1 3
Terminal - - - - - -MCK 31 2 12 11 32 88F.O.Raga 5 - 3 5 1 14
(Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Kecamatan Menteng 2012)
8
Tabel 1.6. Fasilitas Kesehatan di Wilayah Kecamatan Menteng Tahun 2012
No. Uraian Rumah sakit Rumah
bersalin
Klinik
1. Menteng 3 1 2
2. Kebon Sirih 2 - 2
3. Pegangsaan 2 1 4
4. Cikini 1 - 10
5. Gondangdia 2 1 4
Jumlah 10 3 22
(Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Kecamatan Menteng 2012)
Analisis Sosio-Ekonomi
1) Ekonomi
Potensi wilayah Kecamatan Menteng adalah :
Daerah pemukiman dengan sarana ekonomi
- Hotel : 36
- Bank : 30
- Pasar : 4
- Mini/Supermarket : 19
- Lokasi K 5 : 182
9
2) Pendidikan
Tabel 1.7. Fasilitas Pendidikan di Wilayah Kecamatan Menteng Tahun 2012
No. Uraian TK SDN/Swasta SMP/SMK SMA/SMK Akademi/PT
1. Menteng 5 7 4 4 -
2. Kebon Sirih 3 5 3 2 3
3. Pegangsaan 7 2 3 3
4. Cikini 9 6 3 1 3
5. Gondangdia 8 8 7 2 8
Jumlah 34 33 19 12 17
(Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Kecamatan Menteng 2012)
Tabel 1.8. Data Gakin Kecamatan Menteng Tahun 2012
No Kelurahan Jumlah
KK Jiwa Kartu
1 Kebon Sirih 81 1527 378
2 Menteng 84 1287 275
3 Cikini 67 389 119
4 Pegangsaan 83 2850 697
5 Gondangdia - 11 2
Total 315 6064 1471
(Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Kecamatan Menteng 2012)
10
1.1.2 Gambaran Umum Puskesmas
Indonesia sehat 2015 adalah visi pembangunan sehat di Indonesia. Puskesmas
dijadikan sebagai ujung tombak upaya kesehatan baik upaya kesehatan masyarakat
maupun kesehatan perorangan. Lebih dari tiga dasawarsa Republik Indonesia
mencoba berupaya menyelesaikan persoalan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan Republik Indonesia, telah
mengembangkan berbagai inovasi strategi peningkatan pelayanan kesehatan yang
lebih efektif, efisien dan terpadu. Gagasan–gagasan baru untuk menyelesaikan
berbagai persoalan pelayanan kesehatan dicoba namun demikian faktanya adalah
kualitas pelayanan kesehatan di negara Indonesia masih jauh dari memuaskan bila
dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
1.1.2.1. Pengertian
Puskesmas adalah unit pelaksanaan teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau
sebagian wilayah kecamatan.
1. Unit Pelaksana Teknis
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPTD) Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas
teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit
pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di
Indonesia.
2. Pembangunan kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh
bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang optimal.
11
3. Pertanggungjawaban penyelenggaraan
Penanggung jawab utama penyelenggaraan seluruh upaya
pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, sedangkan puskesmas bertanggung jawab hanya untuk
sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kemampuannya.
4. Wilayah kerja
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu
kecamatan. Tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu
puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas,
dengan memperhatikan kebutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW).
Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggung jawab
langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II, sehingga
pembagian wilayah kerja puskesmas ditetapkan oleh Bupati atau Walikota, dengan
saran teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota.
Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah puskesmas 30.000 – 50.000
penduduk setiap puskesmas. Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka
puskesmas perlu ditinjau dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yang
disebut Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling. Khusus untuk kota besar
dengan jumlah penduduk satu juta atau lebih, wilayah kerja puskesmas bisa meliputi
satu kelurahan. Puskesmas di ibukota kecamatan dengan jumlah penduduk 150.000
jiwa atau lebih, merupakan “Puskesmas Pembina” yang berfungsi sebagai pusat
rujukan bagi puskesmas kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi.
(Hatmoko, 2006)
12
1.1.2.2. Visi
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat 2015. Kecamatan
sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan di masa depan yang ingin dicapai
melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan
dengan perilaku sehat memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan
yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya.
Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup empat indikator
utama, yaitu : (1) lingkungan sehat, (2) perilaku sehat, (3) cakupan pelayanan
kesehatan yang bermutu serta, (4) derajat kesehatan penduduk kecamatan.
Rumusan visi untuk masing-masing puskesmas harus mengacu pada visi
pembangunan kesehatan puskesmas di atas yakni, terwujudnya Kecamatan Sehat,
yang harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat serta wilayah
kecamatan setempat.
1.1.2.3. Misi
Untuk mewujudkan “Indonesia Sehat 2015”, ditetapkan empat misi
pembangunan kesehatan, yaitu:
1. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,
merata dan terjangkau.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan
masyarakat lingkungannya.
Salah satu upaya untuk mendukung misi tersebut adalah dengan penyediaan
berbagai sarana pelayanan kesehatan. Sesuai dengan UUD 1945, pasal 28 ayat 1 dan
UU Nomor 23 tahun 1992 kesehatan merupakan hak asasi sekaligus investasi.
13
Sehingga, kesehatan perlu diupayakan, diperjuangkan dan ditingkatkan oleh setiap
individu serta seluruh komponen bangsa, agar masyarakat dapat menikmati hidup
sehat yang pada akhirnya dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
optimal. Hal ini perlu dilakukan karena kesehatan merupakan tanggung jawab
bersama pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta, tidak hanya tanggung jawab
pemerintah saja. Pembahasan tentang puskesmas telah tertuang dalam SK Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang kebijakan
dasar pusat kesehatan masyarakat.
1.1.2.4. Tujuan
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
yang tinggal di wilayah kerja puskesmas, agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2015.
1.1.2.5. Fungsi
Ada tiga fungsi puskesmas , yaitu :
1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau
penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan
dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung
pembangunan kesehatan. Disamping itu puskesmas aktif memantau dan
melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program
pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan,
upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan
kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan, mempunyai indikator :
a. Tersedianya air bersih
b. Tersedianya jamban yang sehat
14
c. Tersedianya larangan merokok
d. Adanya dokter kecil untuk SD atau PMR untuk SLTP
2. Pusat pemberdayaan masyarakat
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka
masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki
kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat
untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan
kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menetapkan,
menyelenggarakan, dan memantau upaya kesehatan. Pemberdayaan
perorangan, warga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan
memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat
setempat. Mempunyai indikator kegiatan :
a. Tumbuh kembang, Upaya Kesehatan Berbasis
Masyarakat
b. Tumbuh dan kembangnya LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat)
c. Tumbuh dan berfungsinya kesehatan masyarakat
3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama
Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan
kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan. Kegiatan pada pusat pelayanan kesehatan strata pertama
adalah :
a. Promosi kesehatan masyarakat
b. Kesehatan lingkungan
c. KIA ( Kesehatan Ibu dan Anak )
d. KB ( Keluarga Berencana )
e. Perbaikan gizi masyarakat
f. P2M ( Pengendalian Penyakit Menular )
15
g. Pengobatan dasar
Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung jawab puskesmas
meliputi:
a. Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat
pribadi (Private Goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan
pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan
dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan
dan untuk puskesmas tertentu ditambah rawat inap.
b. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik
(Public Goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan
serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan tersebut antara lain adalah promosi
kesehatan, pengendalian penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi,
peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa
masyarakat serta berbagai program kesehatan lainya.
1.1.2.6. Azas
Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya pengembangan harus
menerapkan azas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu. Azas penyelenggaraan
tersebut dikembangkan dari ketiga fungsi puskesmas. Dasar pemikirannya adalah
pentingnya menerapkan prinsip dasar dari setiap fungsi puskesmas dalam
menyelenggarakan setiap upaya puskesmas, baik upaya kesehatan wajib maupun
upaya kesehatan pengembangan. Azas penyelenggaran puskesmas yang dimaksud
adalah :
1. Azas pertanggungjawaban wilayah
16
Puskesmas bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya. Untuk ini puskesmas
harus melaksanakan berbagai kegiatan, antara lain sebagai berikut :
a. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan sehingga
berwawasan kesehatan.
b. Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan
masyarakat di wilayah kerjanya.
c. Membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan
oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya.
d. Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara merata
dan terjangkau di wilayah kerjanya.
2. Azas pemberdayaan masyarakat
Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan
masyarakat, agar berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap program
puskesmas. Untuk ini, berbagai potensi masyarakat perlu dihimpun melalui
pembentukan Badan Penyantun Puskesmas (BPP).
Beberapa kegiatan yang harus dilaksanakan oleh Puskesmas dalam
rangka pemberdayaan masyarakat antara lain :
a. KIA : Posyandu, Polindes, Bina Keluarga Balita (BKB)
b. Pengobatan : Posyandu, Pos Obat Desa (POD)
c. Perbaikan Gizi : Panti Pemulihan Gizi, Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)
d. Kesehatan Lingkungan : Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa
Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL)
e. UKS : Dokter Kecil, Saka Bakti Husada (SBH), Pos Kesehatan Pesantren
(Poskestren)
f. Kesehatan Usia Lanjut : Posyandu Usila, Panti Wreda
g. Kesehatan Kerja : Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)
h. Kesehatan Jiwa : Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM)
17
i. Pembinaan Pengobatan Tradisional : Tanaman Obat Keluarga (TOGA),
Pembinaan Pengobatan Tradisional (Battra).
3. Azas Keterpaduan
Untuk mengatasi keterbatasan sumber daya serta diperolehnya hasil
yang optimal, penyelenggaraan setiap program puskesmas harus
diselenggarakan secara terpadu.
Ada dua macam keterpaduan yang perlu diperhatikan yakni :
a. Keterpaduan Lintas Program
Upaya memadukan penyelengaraan berbagai upaya kesehatan yang
menjadi tanggung jawab puskesmas. Contoh keterpaduan lintas program
antara lain :
1) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) : Keterpaduan KIA
dengan P2M, gizi, promosi kesehatan & pengobatan.
2) UKS : Keterpaduan kesehatan lingkungan dengan promosi
kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja
dan kesehatan jiwa.
3) Puskesmas keliling : Keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB,
Gizi, promosi kesehatan, & Kesehatan gigi.
4) Posyandu : keterpaduan KIA dengan KB, gizi, P2M, Kesehatan
jiwa & promosi kesehatan.
b. Keterpaduan Lintas Sektor
Upaya memadukan penyelenggaraan program puskesmas dengan
program dari sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi
kemasyarakatn dan dunia usaha. Contoh keterpaduan lintas Sektoral antara
lain :
1) UKS : Keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala
desa, pendidikan & agama.
18
2) Promosi Kesehatan : Keterpaduan sektor kesehatan dengan dengan
camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama & pertanian.
3) KIA : Keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala
desa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga (PKK) & Petugas Lapangan Keluarga
Berencana (PLKB).
4) Perbaikan Gizi : Keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, pendidikan, agama, pertanian, koperasi, dunia usaha
& organisasi kemsyarakatan.
5) Kesehatan Kerja : Keterpaduan sektor kesehatan dengan dengan
camat, lurah epala desa, tenaga kerja & dunia usaha.
4. Azas Rujukan
Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan
yang dimiliki oleh puskesmas terbatas. Padahal puskesmas berhadapan
langsung dengan masyarakat dengan berbagai permasalahan kesehatan. Untuk
membantu puskesmas menyelesaikan berbagai masalah kesehatan tersebut
dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap program
puskesmas harus ditopang oleh azas rujukan.
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas
penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik,
baik secara vertikal dalam arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke
strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horizontal dalam
arti antar strata sarana pelayanan kesehatan yang sama
Ada dua macam rujukan yang dikenal yakni :
a. Rujukan Medis
Apabila suatu puskesmas tidak mampu menangani suatu penyakit
tertentu, maka puskesmas tersebut dapat merujuk ke sarana pelayanan
kesehatan yang lebih mampu (baik vertikal maupun horizontal). Rujukan
upaya kesehatan perorangan dibedakan atas :
19
1) Rujukan Kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan tindakan
medis (contoh : operasi) dan lain-lain.
2) Rujukan Bahan Pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap.
3) Rujukan Ilmu Pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang
lebih kompeten untuk melakukan bimbingan tenaga puskesmas
dan atau menyelenggarakan pelayanan medis spesialis di
puskesmas.
b. Rujukan Kesehatan
Rujukan kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam :
1) Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan
fogging, peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman
alat audio visual, bantuan obat, vaksin, bahan habis pakai dan
bahan pakaian.
2) Rujukan tenaga, antara lain tenaga ahli untuk penyidikan kejadian
luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hukum kesehatan,
gangguan kesehatan karena bencana alam.
3) Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan
dan tanggung jawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat
dan atau penyelenggaraan kesehatan masyarakat kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Rujukan operasional diselenggarakan
apabila puskesmas tidak mampu.
1.1.2.7. Upaya penyelenggaraan
Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) adalah pusat pengembangan,
pembinaan dan pelayanan kesehatan masyarakat yang sekaligus merupakan garda
terdepan dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Untuk tujuan tersebut,
Puskesmas berfungsi melayani tugas teknis dan administratif.
20
Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas yakni
terwujudnya Kecamatan Sehat menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggung
jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat, dan keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan
pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan
menjadi dua, yakni:
1. Upaya kesehatan wajib
Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai
daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya
kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di
wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:
a. Upaya promosi kesehatan
b. Upaya kesehatan lingkungan
c. Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana
d. Upaya perbaikan gizi mayarakat
e. Upaya pencehagan dan pengendalian penyakit menular
f. Upaya pengobatan
2. Upaya kesehatan pengembangan
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang
ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di
masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya
kesehatan pengembangan dipilih dari upaya kesehatan pokok puskesmas yang
telah ada, yakni:
a. Upaya kesehatan sekolah
b. Upaya kesehatan olahraga
c. Upaya perawatan kesehatan masyarakat
d. Upaya kesehatan kerja
e. Upaya kesehatan gigi dan mulut
f. Upaya kesehatan jiwa
21
g. Upaya kesehatan mata
h. Upaya kesehatan usia lanjut
i. Upaya pembinaan pengobatan tradisional
Upaya laboratorium medis dan laboratorium kesehatan masyarakat serta
upaya pencatatan pelaporan tidak termasuk pilihan, karena ketiga upaya ini
merupakan pelayanan penunjang dari setiap upaya wajib dan upaya pengembangan
puskesmas.
Perawatan kesehatan masyarakat merupakan pelayanan penunjang baik upaya
kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan. Apabila perawatan
kesehatan masyarakat menjadi permasalahan spesifik di daerah tersebutm, maka
dapat dijadikan sebagai salah satu upaya kesehatan pengembangan.
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula bersifat upaya inovasi,
yakni upaya lain diluar upaya puskesmas tersebut di atas yang sesuai dengan
kebutuhan. Pengembangan dan pelaksanaan upaya inovasi ini adalah dalam rangka
mempercepat tercapainya visi puskesmas.
Pemilihan upaya kesehatan pengembangan ini dilakukan oleh puskesmas
bersama Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan masukan dari
Konkes/BPKM/BPP. Upaya kesehatan pengembangan dilakukan apabila upaya
kesehatan wajib puskesmas telah terlaksana secara optimal dalam arti target cakupan
serta peningkatan mutu pelayanan telah tercapai. Penetapan upaya kesehatan
pengembangan pilihan puskesmas ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Dalam keadaan tertentu upaya kesehatan pengembangan puskesmas
dapat pula ditetapkan sebagai penugasan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Apabila puskesmas belum mampu menyelenggarakan upaya kesehatan
pengembangan padahal telah menjadi kebutuhan masyarakat, maka Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota perlu dilengkapi dengan berbagai unit fungsional lainnya.
22
Tabel 1.9. Indikator Upaya Kesehatan Wajib Puskesmas
Upaya Kesehatan Wajib
Kegiatan Indikator
Promosi Kesehatan Promosi hidup bersih dan sehat
Tatanan sehat Perbaikan perilaku sehat
Kesehatan Lingkungan Penyehatan pemukiman Cakupan air bersihCakupan jamban keluargaCakupan SPALCakupan rumah sehat
Kesehatan ibu dan anak ANC Cakupan K1, K4Pertolongan persalinan Cakupan linakesMTBS Cakupan MTBSImunisasi Cakupan imunisasi
Keluarga Berencana (KB)
Pelayanan KB Cakupan MKET
Pengendalian penyakit menular
Diare Cakupan kasus diareISPA Cakupan kasus ISPAMalaria Cakupan kasus malaria
Cakupan kelambunisasiTuberkulosis Cakupan penemuan kasus
Angka penyembuhanDHF Cakupan penemuan kasus
Angka kesakitanGizi Distribusi vit A/ Fe / cap
yodiumCakupan vit A /Fe / cap yodium
PSG % gizi kurang / buruk, SKDN
Promosi Kesehatan % kadarziPengobatan Medik dasar Cakupan pelayanan
UGD Jumlah kasus yang ditangani
Laboratorium sederhana Jumlah pemeriksaan
(Sumber : Trihono.2005. Manajemen Kesehatan, Arrimes,ed.)
23
Upaya kesehatan pengembangan Kegiatan IndikatorUpaya kesehatan sekolah UKS/UKGS Jml. Sekolah dg
UKS/UKGS% sekolah sehat
Upaya Kesehatan olah raga Memasyarakatkan olah raga untuk kesehatan
Jumlah kelompok senamJumlah klub jantung sehat
Upaya perawatan kesehatan masyarakat
Kunjungan rumah konseling
% keluarga rawan yang dikunjungi
Upaya kesehatan kerja Memasyarakatkan masker (norma sehat dalam bekerja)
% pos UKKTingkat perkembangan pos UKK
Upaya kesehatan gigi dan mulut Poliklinik gigi Jumlah kasus gigiUpaya kesehatan jiwa Konseling Jumlah kasus penyakit
jiwaUpaya kesehatan mata Mencegah
kebutaanJml pend. Katarak yg dioperasiJml kelainanvisus yang dikoreksi
Upaya kesehatan usia lanjut Memasyarakatkan perilaku sehat di usia lanjut
% posyandu usilaTingkat perkembangan posyandu usila
Usaha pembinaan pengobatan tradisional
Membina pengobatan tradisional yang rasional
Jumlah sarasehan battraJumlah battra yang dibina
Tabel 1.10. Indikator Upaya Kesehatan Pengembangan Puskesmas
( Sumber : Trihono.2005. Manajemen Kesehatan, Arrimes,ed.)
24
Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari
kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik dan
infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah
kerja Puskesmas.
Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka Puskesmas perlu
ditunjang oleh unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yang disebut
Puskesmas Pembantu atau Puskesmas Keliling. Khusus untuk kota besar dengan
jumlah penduduk satu juta atau lebih, wilayah kerja Puskesmas dapat meliputi satu
kelurahan. Pelayanan kesehatan menyeluruh yang diberikan Puskesmas meliputi :
1. Promotif ( peningkatan kesehatan )
2. Preventif ( upaya pencegahan )
3. Kuratif ( pengobatan )
4. Rehabilitatif ( pemulihan kesehatan )
Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk, tidak membedakan
jenis kelamin, umur, sejak pembuahan dalam kandungan sampai meninggal.
1.1.3 Gambaran Umum Puskesmas Kecamatan Menteng
Puskesmas Menteng merupakan salah satu unit pelaksanaan teknis dari Dinas
Kesehatan yang bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan maupun
upaya kesehatan masyarakat meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi di
wilayah kerjanya (dalam hal ini Kecamatan Menteng serta lima kelurahan di
dalamnya)
BLUD Puskermas Kecamatan Menteng dengan luas tanah 1.300 m2 dan tiga
lantai serta mempunyai Unit Rawat Inap Rumah Bersalin. Sedangkam dua Puskesmas
Kelurahan masih merupakan Puskesmas dengan tipe lama yaitu kurang dari luas
standart bangunan 547 m2. Puskesmas Kecamatan beroperasi pada Tahun 1990.
Sejak tahun 2003 Puskesmas ini ditetapkan melalui SK Gubernur No.15 tahun
2001 sebagai Puskesmas Swadana, kemudian pada tahun ini juga oleh Gubernur DKI
25
Jakarta semua Puskesmas Kecamatan harus membuka unit Puskesmas Siaga selama
24 jam.
Sesuai dengan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.2086/2006
tanggal 28 Desember 2006 tentang Penetapan 44 Puskesmas Kecamatan sebagai Unit
Kerja Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang menerapkam
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah secara bertahap, maka
Puskesmas Kecamatan Menteng sejak tahun 2008 menjalankan keputusan tersebut.
Puskesmas sebagai pusat kesehatan strata pertama melaksanakan dua kategori
Upaya Pelayanan Kesehatan, yaitu :
1. Upaya Kesehatan Wajib
a. Promosi Kesehatan
b. Upaya Kesehatan Lingkungan
c. Upaya Kesehatan Ibu, Anak dan Keluarga Berencana
d. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
f. Upaya Pengobatan
2. Upaya Kesehatan Pengembangan
a. UKS
b. Puskesmas
c. Kesehatan Gigi dan Mulut
d. Kesehatan Jiwa
e. Kesehatan Lansia, dll
Dalam melaksakan tugasnya diharapkan dapat memenuhi target standart
pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta serta
dapat mencapai target Millenium Development Goal’s (MDG’s), SPM tersebut
merupakan salah satu indikator kinerja puskesmas.
Untuk dapat memenuhi target kinerja yang sudah ditentukan diperlukan
sumberdaya berupa sumberdaya manusia, biaya serta sarana dan prasarana lain yang
mendukung. Disamping itu perlu adanya suatu perencanaan kegiatan yang disusun
dengan baik berdasar pada data yang akurat. Tahun 2011 Puskesmas Kecamatan
26
Menteng melaksanakan kegiatan yang didanai oleh APBD (berupa Subsidi dan
BLUD) dan APBN (berupa dana BOK dan Jampersal).
Pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas ditujukan untuk seluruh masyarakat
baik yang mampu maupun yang tidak mampu. Untuk masyarakat yang kurang
mampu diberikan layanan Kartu Gakin dan SKTM. Fasilitas tersebut dapat digunakan
untuk berobat jalan dan rawat inap di puskesmas maupun di rumah sakit kelas tiga.
Untuk menjamin mutu layanan, puskesmas menerapkan sistem manajemen
dengan standart ISO 9001 : 2008. Tujuan akhir dari kegiatan yang dilaksanakan oleh
Puskesmas adalah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat di wilayah Kecamatan
Menteng serta memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pelanggan.
1.1.3.1 Dasar Hukum Puskesmas Menteng
Sebagai salah satu Instansi dalam Lingkungan Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta, Puskesmas Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat berkewajiban memberikan
Laporan Penyelenggaraan Tahunan sebagaimana yang disebutkan dalam Surat
Keputusan Gubernur No. 108 tahun 2004.
1.1.3.2 Visi dan Misi BLUD Puskesmas Kecamatan Menteng
Visi
BLUD Puskesmas Kecamatan Menteng menjadi Pusat Kesehatan yang
bermutu, terjangkau dan berorientasi pada peningkatan kualitas menuju pelayanan
primer.
Misi
a. Menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan secara merata dan bermutu
b. Menyelenggarakan pembinaan pada upaya kesehatan masyarakat terutama
program promosi kesehatan dan pemberdayaan peranserta masyarakat
c. Menyelenggarakan pelayanan gawat darurat dan berencana
d. Menyelenggarakan peningkatan manajemen pelayanan kesehatan
e. Menyelenggarakan advokasi dalam mewujudkan lingkungan sehat melalui
pembangunan berwawasan kesehatan
27
f. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin atau kurang
mampu
g. Menyelenggarakan SDM yang mampu dibidangnya
1.1.3.3 Kebijakan Mutu
Memberikan Pelayanan Kesehatan Profesional dan Ramah yang berorientasi
pada peningkatan kepuasan pelanggan dan secara terus-menerus melakukan
perbaikan mutu melalui Penerapan Sasaran Menejemen Mutu ISO 9001 : 2008
1.1.3.4 Tujuan Umum
Meningkatkan derajat Kesehatan Masyarakat di Wilayah Kecamatan Menteng
serta peningkatan potensi masyarakat untuk melaksanakan perilaku hidup bersih dan
sehat.
1.1.3.5 Tujuan Khusus
1. Memperluasa Jangkauan Pelayanan
2. Pengembangan SDM
3. Pengembangan Fungsi Puskesmas
4. Meningkatkan Promosi
5. Meningkatkan Sistem Informasi
6. Pengembangan Asuransi Kesehatan
1.1.3.6 Fungsi Puskesmas
1. Memberikan Pelayanan Kesehatan Klinis yang meliputi : loket, rekam medik,
klinik umum, klinik ibu dan anak, klinik 24 jam, rumah bersalin,
laboratorium, apotik, farmasi, radiologi, klinik Harm Reduction serta klinik
lainnya sesuai kebutuhan
2. Melakukan pembinaan pengawasan pengendalian terhadap pengelolaan dan
pelayanan Puskesmas Kelurahan
28
3. Mengkoordinasikan Pelayanan Kesehatan Masyarakat yang dilaksanakan
Puskesmas Kelurahan yang meliputi program KIA, KB, perbaikan gizi,
Puskesmas, imunisasi, pembinaan kesehatan lingkungan, penyuluhan
kesehatan masyarakat, UKS, kesehatan usia, upaya kesehatan kerja, dll.
4. Mengkoordinasikan pemberdayaan masyarakat di Bidang Kesehatan yang
meliputi Kader kesehatan Posyandu, Karang Werda, dll.
5. Mengkoordinasikan temu lintas sektoral dalam penanggulanagan masalah
kesehatan
6. Menilai dan melaporkan kinerja puskesmas
29
Diagram 1.1. Struktur Organisasi
30
KEPALA BLUD PUSKESMAS KECAMATAN MENTENGdr. Purbo Antarsih, M.Kes
KEPALA SUB BAGIAN TATA USAHAH.Sugiharto, SH
KOORDINATOR PELAYANAN
dr. Deslina
KOORDINATOR PENUNJANG
dr. Rr. Dewi Suci R
PUSKESMAS KEL. GONDANGDIA
dr. Ratna Puspita S
PUSKESMAS KEL. PEGANGSAAN dr. Pramita Sari
- PENGADMINISTRASI UMUM
- PENGADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
- PENGELOLA RUMAH TANGGA
- PENGURUS BARANG
- TEKNISI MESIN / ELEKTRONIKA
- PRANATA KOMPUTER
- PENGELOLA KEUANGAN
- BENDAHARA PENGELUARAN
- PEMBANTU BENDAHARA
- BENDAHARA
KETUA KELOMPOK
JABATAN FUNGSIONAL
- DOKTER UMUM- DOKTER GIGI- PERAWAT- PERAWAT GIGI- BIDAN- ASISTEN
APOTEKER- PRANATA
LABORATORIUM- SANITARIAN
TERAMPIL
- APOTEKER- ASISTEN
APOTEKER- PRANATA
LABORATORIUM- EPIDEMIOLOG
KESEHATAN- SANITARIAN
TERAMPIL- SANITARIAN
AHLI- PENYULUHAN
KESEHATAN MASYARAKAT
- NUTRISIONIS TERAMPIL
- NUTRISIONIS AHLI
- DOKTER KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
- DOKTER GIGI- DOKTER UMUM- PERAWAT- BIDAN- PERAWAT GIGI
1.1.3.7 Sumber Daya Manusia di BLUD Puskesmas Kecamatan Menteng
Kepegawaian di BLUD Puskesmas Kecamatan Menteng terdapat dua jenis,
yaitu Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) & Pegawai Non PNS ( Honorer).
Jumlah PNS pada Tahun 2012 di BLUD Puskesmas Kecamatan Menteng
adalah 57 orang, sedangkan Pegawai Non PNS sejumlah 20 orang.
Tabel 1. 11. Keadaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) & Pegawai Non PNS BLUD
Puskesmas Kecamatan Menteng Tahun 2012
NO JENIS KEPEGAWAIANJUMLAH PEGAWAI
PNS NON PNS
1 Dokter Umum 8 12 Dokter Gigi 63 Kesehatan Masyarakat 14 Apoteker 25 Gizi 36 Perawat 11 17 Bidan 3 88 Rekam Medis 19 Radiografer 110 Analis Kesehatan 1 111 Perawat Gigi 212 Asisten Apoteker 3 113 Kesling 214 Hukum 115 Administrasi 11 516 Psikologi 117 Sos Politik 118 Supir 2
Jumlah 57 20
(Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Kecamatan Menteng 2012)
31
1.1.3.8 Jenis Layanan di BLUD Puskesmas Kec. Menteng
1. Pelayanan Umum
2. Pelayanan Gigi
3. Pelayanan Kesehatan Anak
4. Pelayanan Kesehatan Ibu
5. Pelayanan Kesehatan Anak Balita
6. Pelayanan Gizi
7. Pelayanan Laboratorium
8. Pelayanan TB Paru
9. Pelayanan Kesehatan Lingkungan
10. Pelayanan Rumah Bersalin 24 Jam
11. Pelayanan Jiwa
12. Pelayanan Rontgen
13. Pelayanan Harm Reduction
14. Pelayanan UGD 24 Jam
15. Pelayanan Bencana Tanggap Gawat Darurat
16. Pelayanan Ambulance AGD
17. Pelayanan Posyandu
18. Pelayanan Kelas Ibu
32
Tabel 1.12. Laporan Kunjungan Sekecamatan Menteng Tahun 2012
No. BulanUnit RB Pelayanan
24 jam (IGD)
JML
BPU BPG KIA KB KIR MTBS
1 Januari 2.897 885 492 114 109 369 57 1.434 6.384
2 Februari 3.444 851 522 137 74 424 45 1.299 6.796
3 Maret 4.134 806 497 127 89 491 42 1.291 7.477
4 April 2.926 816 490 91 73 363 27 1.132 5.918
5 Mei 2.738 640 563 147 87 279 54 1.132 5.631
6 Juni 3.618 685 481 118 145 404 27 1.112 6.590
7 Juli 3.558 745 482 124 246 315 54 1.159 6.683
8 Agustus 3.295 656 428 102 106 380 54 1.108 6.129
9 September 3.430 666 450 100 57 318 54 1.159 6.234
10 Oktober 3.108 725 544 159 191 338 21 1.226 6.312
11 November 3.672 673 409 170 75 338 36 1.034 6.407
12 Desember 4.192 721 406 200 109 363 33 1.379 7.407
Jumlah 41.013 8.869 5.767 1.361 1.361 4.409 495 14.465 77.968
(Sumber : Laporan tahunan BLUD Puskesmas Kecamatan Menteng Tahun 2012)
33
1.1.3.9 Sarana dan Prasarana Puskesmas Kecamatan Menteng
Wilayah Kecamatan Menteng Mempunyai tiga Puskesmas, yaitu satu buah
Puskesmas tingkat kecamatan dan dua buah Puskesmas tingkat kelurahan. Puskesmas
Kecamatan terletak di Kelurahan Menteng, satu buah Puskesmas terletak di
Kelurahan Gondangdia sedangkan satu Puskesmas Kelurahan terletak di Kelurahan
Pegangsaan.
Puskesmas Kecamatan Menteng dibangun tahun 1988 (usia bangunan 23
tahun) merupakan Puskesmas dengan luas 1300 m2 , terdiri dari tiga lantai dan
memiliki unit rawat inap Rumah Bersalin. Sedangkan kedua Puskesmas Kelurahan
tidak mempunyai unit rawat inap.
1. Transportasi
a. Satu buah mobil Kijang ambulans Puskesmas Keliling Inpres tahun
1989/1990.
b. Delapan buah sepeda motor, empat buah di Puskesmas Kecamatan dan
dua buah masing – masing di Puskesmas Kelurahan.
c. Satu Unit mobil ambulans untuk operasional Puskesmas (Mitsubishi L
300).
d. Satu unit mobil dinas Suzuki APV untuk operasional Puskesmas
diterima tahun 2005.
e. Satu unit mobil Puskesmas keliling (berupa Suzuki APV yang
diadakan oleh Puskesmas pada tahun 2010).
2. Alat komunikasi
Telepon ada enam buah, yaitu :
a. Puskesmas Kecamatan Menteng dengan nomor : 31935836, 3157164,
3103439, Fax 31904965.
34
b. Puskesmas Kelurahan Gondangdia dengan nomor : 31934421.
c. Puskesmas Kelurahan Pegangsaan dengan nomor : 31934355.
3. Alat medis dan non medis
a. Alat Rontgen di ruangan khusus, untuk ini dipasang dengan PB dan 1
petugas radiographer.
b. Alat pemeriksaan satu unit EKG.
c. Satu unit alat USG dan dua unit nebulizer (bantuan APBN dan
bantuan APBD).
d. Tiga Dental unit di Puskesmas Kecamatan Menteng dan masing –
masing satu unit di Puskesmas Kelurahan.
e. Peralatan laboratorium lengkap.
f. Alat Perlengkapan, Kartu Diagnosis, Kartu Pasien, Formulir laporan
sebagian dianggarkan dari swadana dan yang lainnya dari Dana
Subsidi Pemda DKI Jakarta.
g. Obat – obatan
Perencanaan obat – obatan disesuaikan dengan kebutuhan masing –
masing Puskesmas dengan melihat jumlah kunjungan pada tahun
sebelumnya.
35
Tabel 1.14. Jumlah Tenaga Kesehatan PNS dan Non PNS di Puskesmas
Wilayah Kecamatan Menteng Tahun 2012
No. Keterangan Dokter umum
Dokter gigi
Perawat umum
Perawat gigi
Bidan Analis Farmasi
1. Menteng
PNS
Non PNS
5 4 11 2 3 1 2
1 7 1
2. Pegangsaan
PNS
Non PNS
1 1 1 1 1
3. Gondangdia
PNS
Non PNS
1 1 2 1 1
(Sumber : Laporan tahunan BLUD Puskesmas Kecamatan Menteng 2012)
36
Tabel 1.14. (Lanjutan)
No. Keterangan radiographer Catatatn medis
gizi administratif Kesling
1. Menteng
PNS
Non PNS
1 2 7 3
1 6
2. Pegangsaan
PNS
Non PNS
3. Gondangdia
PNS
Non PNS
(Sumber : Laporan tahunan BLUD Puskesmas Kecamatan Menteng 2012)
37
1.1.4 Program Pengendalian Penyakit Berbasis Binatang (P2B2) di Puskesmas
Kecamatan Menteng
Kebijakan penanggulangan penyakit menular khususnya dalam
penanggulangan wabah telah diatur dalam bentuk peraturan perundangan, yaitu UU
No. 4 Tahun 1984 tentang Penyakit Menular serta Peraturan Pemerintah No. 40
Tahun 1991 tentang Penanggulangan Penyakit Menular. Peraturan tersebut pada
intinya mengatur :
1. Tata cara penetapan dan pencabutan penetapan daerah wabah.
2. Upaya penganggulangan.
3. Peran serta masyarakat.
4. Pengelolaan bahan-bahan yang mengandung penyebab penyakit.
5. Ganti rugi dan penghargaan.
6. Pembiayaan penanggulangan wabah.
7. Pelaporan.
Di berbagai wilayah di Indonesia terdapat perbedaan tingkat endemitas dan
jenis penyakit menular. Pada P2B2 penyakit yang endemis diwilayah Indonesia
adalah demam berdarah, malaria, filariasis, flu burung, leptospirosis dan rabies.
Tingkat endemitas penyakit menular sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan (fisik, sosial, ekonomi) dan perilaku masyarakatnya. Kecamatan Menteng
dengan karakteristik lingkungan dan perilaku masyarakat yang berbeda, sehingga
memiliki endemisitas penyakit menular yang berbeda.
Jumlah Petugas kesehatan yang berperan dalam program Pengendalian DBD
di Puskesmas Kecamatan Menteng :
38
1. Petugas kesehatan di puskesmas kecamatan Menteng : 2 orang
2. Petugas Jumantik se- kecamatan Menteng : 385 orang
Kegiatan program P2B2 di Puskesmas Menteng mendapat alokasi dana dari
puskesmas.
Adapun alat-alat yang dibutuhkan dalam kegiatan DBD sebagai berikut :
1. Alat Fogging
2. Senter
3. Bubuk Abate
4. Masker
5. Sepatu boot
Di bawah ini akan dijelaskan beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh P2B2 di
wilayah Kecamatan Menteng :
1.1.4.1. Flu Burung (H1NI)
Kegiatan yang dilakukan :
1. Pembentukan dan
pelatihan Tim Gerak Cepat / Tim Investigasi Terpadu terdiri dari :
a. Petugas Surveilans Puskesmas Kecamatan (2 orang )
b. Seksi Peternakan tingkat Kecamatan
c. Petugas Surveilans Sudin dan Dinas Kesehatan dan Peternakan
2. Kesepakatan kegiatan investigasi bersama pasca Pertemuan Lintas Batas
Jabodetabek bidang Kesmas.
3. Komitmen pelaksanaan investigasi kurang dari 1 x 24 jam setelah laporan
diterima.
39
4. Depopulasi dan sertifikasi unggas.
5. Pengawasan lalu lintas unggas
Langkah-langkah kegiatan yang akan datang :
a. Peningkatan biosekuriti
b. Vaksinasi
c. Depopulasi ( pemusnahan terbatas atau selektif ) di daerah tertular
d. Pengendalian lalu lintas keluar masuk unggas
e. Surveillans dan penelusuran ( tracking back )
f. Stamping out ( pemusnahan menyeluruh ) di daerah tertular baru
g. Peningkatan kesadaran masyarakat
h. Monitoring dan evaluasi
Di kecamatan Menteng tidak ditemukan penyakit flu burung pada periode Januari –
Juli 2013.
1.1.4.2. Leptospirosis
1. Surveilans
a. Surveilans penyakit
b. Surveilans vektor
c. Surveilans faktor risiko
2. Deteksi dini dan pengobatan atau perawatan dini
3. Pengendalian faktor risiko
4. Partisipasi masyarakat
Apabila ditemukan penderita suspect leptospirosis probable ataupun
confirmed maka harus dilakukan penyuluhan, penyelidikan epidemiologi lingkungan
40
dan case finding yaitu mencari kasus tambahan dengan radius 200 meter dari rumah
penderita untuk diobati atau dirujuk bila dengan komplikasi.
Bila ditemukan penderita tambahan dengan sebab lingkungan yang sama
maka segera dilaporkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) dengan menggunakan
formulir laporan W1 (laporan KLB/berpotensi KLB) dan kasus tambahan selanjutnya
dilaporkan dengan W2 (laporan berpotensi wabah/SKD KLB Sistem Kewaspadaan
Dini). Penanggulangan KLB diikuti penyelidikan kasus dan lingkungan serta
dilakukan pengambilan spesimen terhadap penderita dan hewan tersangka sekitar
lokasi dengan bantuan tim kota/ kab administrasi provinsi dan pusat. Serum sebelum
dikirim agar disimpan didalam freezer dengan menuliskan etiket pada label nama
penderita, umur, jenis kelamin, tanggal pengambilan spesimen pertama dan kedua.
Apabila dilakukan pengambilan spesimen terhadap hewan selain tikus harus bekerja
sama dengan sudin kelautan dan pertanian. Kemudian serum dikirim ke B. Balitvet
Bogor atau RS karyadi Semarang. Pengobatan tersangka penderita / tersangka:
pemeberian antibiotik seperti penicillin, sterpyomysin, doxycicline,tetracycline atau
eritromisin. Menurut Turner pemberian penicillin atau tetracyclin dosis tinggi dapat
memberikan hasil yang sangat baik. Pemberian diberikan 10 hari.
Pencegahan :
1. Kebersihan perorangan dan lingkungan
2. Penggunaan APD (alat pelindung diri)
3. Pengendalian vektor (tikus dan insektivora)
4. Vaksinasi hewan kesayangan dan hewan ternak dinas kelautan dan pertanian
Di kecamatan Menteng tidak ditemukan penyakit leptosprirosis pada periode Januari
– Juli 2013.
1.1.4.3. Rabies
Berdasarkan SK Menteri Pertanian No : 566/kpts/PD.640/10/2004 Provinsi
DKI Jakarta telah dinyatakan bebas rabies dan untuk mempertahankan telah dibentuk
41
Tim Koordinasi Pengaman Daerah Bebas Penyakit Rabies dan Penyakit Menular
Hewan Lainnya di Provinsi DKI Jakarta. Sesuai Surat Keputusan Gubernur No:
2070/2005 tanggal 25 Oktober 2005. Walaupun Provinsi DKI Jakarta telah bebas
Rabies, tetapi tetap merupakan daerah yang terancam penularan Rabies, karena
beberapa Kabupaten di Jawa Barat yang awalnya telah dinyatakan bebas, ditemukan
kembali kasus Rabies baik pada hewan maupun manusia. Demikian pula masih ada
Provinsi di Indonesia yang endemik Rabies.
Sehubungan dengan hal tersebut makan kebijakan Provinsi DKI Jakarta selain
yang telah tertuang dalam PERDA 11 tahun 1995. Tentang pengawasan hewan rentan
Rabies, serta pencegahan dan penanggulangan, juga melakukan :
1. Surveilans dan Intervensi ketat,
antara lain :
a. Tahapan Hewan :
Vaksinasi, Observasi, eliminasi yang dilaksanakan oleh jajaran Dinas
Perternakan, Perikanan dan Kelautan
b. Tahapan manusia
- Pertolongan pertama pada kasus gigitan di puskesmas dan UPK (Unit
Pelayanan Kesehatan) lainnya, sambil melaporkan hewannya ke
pemilik/Sudin Peternakan untuk dipantau dan diumpan balikkan
apakah termasuk HPR/Hewan Penular Rabies (hilang, mati, terjangkit
atau tidaknya akan rabies)
- Pemberian pasteur treatment atas indikasi di rabies treatment center
- Perawatan penderita rabies di rumah sakit yang mempunyai ruang
isolasi.
2. Adapun langkah-langkah yang
dilakuka apabila ada kasus gigitan HPR :
- Mencuci luka dengan sabun atau deterjen dan air yang mengalir
selama kurang lebih 15 menit. Mencuci luka sangatlah penting karena
virus rabies terbungkus lipid (lemak). Walaupun penderita gigitan atau
42
keluarga sudah dicuci pencucian luka harus tetap dilakukan atau
diulangi.
- Kemudian dapat diberikan antara lain : Alkohol 40 %, 70%, betadin,
iodium tincture, larutan yang mengandungamonium kuartener
3. Luka gigitan tidak boleh dijahit,
apabila harus dijahit maka jahitan yang dilakukan adalah jahitan situasi
4. Luka gigitan dibedakan: Resiko
rendah yaitu : badan dan kaki cukup di puskesmas atau UPK (Unit pelayanan
kesehatan) lainnya, resiko tinggi : jari-jari, lengan, bahu keatas atau muka
multipel harus dirujuk ke rabies treatment center.
5. Apabila HPR diketahui
pemiliknya, agar keluarga korban gigitanberkoordinasi dengan pemilik HPR
untuk menghubungi salah satu yaitu :
- Penilik/ sudin peternakan setempat
- Balai kesehatan hewan dan ikan, Jalan Harsono RM no 28 Ragunan,
telp 7805447 agar HPR dapat diobservasi.
6. Apabila HPR yang menggigit tidak diketahui
pemiliknya/ liar, kasus gigitan dirujukan ke rabies treatment center yang ada
di :
a. RSPI Sulianti Saroso, Jl. Sunter Permai Raya,
Jakarta Utara, telp 6506559, 64011412
b. RSUD Tarakan, Jl. Kyai Caringin no 7 Jakarta
Pusat telp 3842938
7. Vaksinasi yang digunakan saat ini adalah purivied
vero rabies vaksin (verorab) dengan cara pemberian hari ke 0 diberikan 2
angka suntikan di regio deltoideus kanan dan kiri masing-masing 0,5 ml IM,
kemudian hari ke 7 dan 21 masing-masing 1x suntikan IM deltoid kiri dan
kanan.
Di kecamatan Menteng tidak ditemukan penyakit rabies pada periode Januari – Juli
2013.
43
1.1.4.4. Malaria
Pemberantasan malaria bertujuan untuk mencegah kematian akibat malaria,
terutama jika terjadi KLB, menurunkan angka kematian, menurunkan angka
kesakitan (insidensi dan prevalensi), meminimalkan kerugian sosial dan ekonomi
akibat malaria. Pemberantasan malaria haruslah rasional, harus berbasis pada
epidemiologinya seperti: manusia, parasit malaria, vektor dan lingkungannya.
Pemberantasan malaria harus ditujukan untuk memutus penularan penyakit malaria,
dengan sasaran antara lain :
1. Penemuan penderita
Penemuan penderita secara dini merupakan salah satu cara memutus
penyebaran penyakit malaria. Kegiatan tersebut antara lain dilakukan dengan
penemuan penderita malaria secara aktif (ACD = Active Case Detection)
dilakukan oleh petugas juru malaria desa yang mengunjungi rumah secara
teratur. Penemuan penderita secara pasif (PCD = Passive Case Detection)
yakni berdasarkan kunjungan pasien di unit pelayanan kesehatan (Puskesmas
Kelurahan, Puskesmas Kecamatan, dan Rumah Sakit) yang menunjukkan
gejala klinis malaria.
2. Pengobatan penderita
Kegiatan pengobatan penderita antara lain :
a. Pengobatan malaria klinis, adalah pengobatan penderita malaria
berdasarkan diagnosa klinis tanpa pemeriksaan laboratorium.
b. Pengobatan radikal, adalah pengobatan penderita malaria berdasarkan
diagnosa secara klinis dan pemeriksaan laboratorium sediaan darah.
c. Pengobatan MDA (Mass Drug Administration), adalah pengobatan massal
pada saat KLB, mencakup > 80% jumlah penduduk di daerah tersebut yang
diobati.
d. Pelaksanaan pengendalian malaria menuju eliminasi dilakukan secara
bertahap dari satu pulau atau beberapa pulau sampai seluruh pulau tercakup
44
guna terwujudnya masyarakat yang hidup sehat yang terbebas dari
penularan malaria. (Menteri Kesehatan RI No.293/MENKES/SK/IV/2009).
Pengendalian malaria selalu mengalami perkambangan, salah satunya
dalam hal pengobatan. Dulu malaria diobati dengan klorokuin, setelah ada
laporan resistensi, saat ini telah dikembangkan pengobatan baru dengan tidak
menggunakan obat tunggal saja tetapi dengan kombinasi yaitu dengan ACT
(Artemisinin-based Combination Therapy).(WHO, 2009).
Obat antimalaria dapat dibagi berdasarkan cara kerja selektifnya pada
fase yang berbeda dari siklus hidup parasit. Obat yang bekerja terhadap
merozoit di eritrosit (fase eritrosit) sehingga tidak terbentuk skizon baru dan
tidak terjadi penghancuran eritrosit disebut skizontosida darah (klorokuin,
kuinin dan meflokuin). Obat yang bekerja pada parasit stadium pre-eritrositer
(skizon yang baru memasuki jaringan hati) sehingga dapat mencegah parasit
menyerang eritrosit disebut skizontosida jaringan (pirimetamin dan
primakuin). Obat yang dapat membunuh gametosit yang berada dalam
eritrosit sehingga transmisi ke nyamuk dihambat disebut gametosida
(klorokuin, kina, dan primakuin). Obat yang dapat menghambat
perkembangan gametosit lebih lanjut di tubuh nyamuk yang menghisap darah
manusia sehingga rantai penularan putus disebut sporontosida (primakuin dan
proguanil). (Depkes RI, 2007)
3. Pemberantasan vektor
Pengendalian vektor adalah tindakan untuk mengurangi atau
melenyapkan gangguan yang ditimbulkan oleh Arthropoda penular penyakit
termasuk reservoir (Depkes RI, 2006)
Beberapa cara pengendalian vektor malaria adalah :
Manipulasi lingkungan: Suatu bentuk kegiatan untuk menghasilkan keadaan
sementara yang tidak menguntungkan bagi nyamuk untuk berkembangbiak di
45
habitatnya, seperti mengangkat lumut dari laguna, pengubahan kadar garam
dan sistem pengairan secara berkala dibidang pertanian (Depkes, 2002)
Secara kimiawi: Upaya pengendalian vektor dilakukan secara kimiawi
misalnya penyemprotan rumah serta bangunan-bangunan lainnya dengan
menggunakan fenitrothion, Dichloro Diphenyl Trichloroethane (DDT) dan
lain-lain namun pengendalian ini membutuhkan biaya berlipat ganda, dan
harus disadari bahwa dengan penyemprotan adalah suatu kebijaksanaan
jengka pendek sedangkan jangka panjang adalah pengelolaan lingkungan.
Secara hayati: Pengendalian jentik nyamuk Anopheles sp. secara hayati
dilakukan dengan menggunakan beberapa agent biologis seperti predator
pemakan jentik (clarviyorous fish) yaitu gambusia, guppy, ikan nila dan ikan
kepala timah, patogen misalnya dengan virus yang bersifat cytoplasmic
polyhedrosis, dengan bakteri seperti Bacillus thuringiensis subsp dengan
protozoa seperti Nosema vavraia dan dengan fungi seperti Coelomomyces
Predator: Penebaran ikan pemakan jentik nyamuk yaitu suatu upaya
memanfaatkan ikan sebagi musuh alami (predator) jentik nyamuk yang
ditebarkan pada tempat perkembangbiakan potensi nyamuk dengan tujuan
pengendalian populasi jentik nyamuk, sehingga dapat mengurangi penularan.
Keuntungan penggunaan ikan pemakan jentik antara lain; sekali
dikembangkan pada tempat ynag cocok, populasinya akan berkembang sendiri
secara terus menerus sehingga mengurangi populasi jentik nyamuk, biaya
relatif murah, tidak mencemari lingkungan dan dapat dipelihara di rawa-rawa
yang dalam dan banyak tanaman air. (Depkes RI,2006)
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memberantas jentik nyamuk
Anopheles sp. :
1. Cara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan larvasida yaitu
zat kimia yang dapat membunuh larva nyamuk yang termasuk dalam
46
kelompok ini adalah solar/minyak tanah, parisgreen, fention altosid
dll. Selain zat kimia tersebut yang diatas dapat juga digunakan
herbisida yaitu zat kimia yang mematikan tumbuh-tumbuhan air yang
digunakan sebagai tempat berlindung larva nyamuk.
2. Cara Biologik
a. Ikan pemakan jentik seperti gambusia, guppy, ikan kepala
timah dan ikan mujair
b. Tumbuh-tumbuhan yang dapat menghalangi sinar matahari
seperti pohon bakau
c. Protozoa (nozema) jamur (Coelomomyces) dan berbagai jenis
nematoda lainyang sedang dalam proses penelitian.
Bentuk operasional RBMI (Roll Back Malaria Initiative) di Indonesia dikenal
dengan nama Gerakan Berantas Kembali Malaria (Gebrak Malaria) yang telah
dicanangkan oleh Menteri Kesehatan pada 8 April 2000. Jadi Gebrak malaria
merupakan upaya pemberantasan malaria melalui kemitraan dengan seluruh
komponen masyarakat. Lebih lanjut, Indonesia bertekad untuk melakukan eliminasi
malaria pada 2030, sesuai dengan Keputusan Menkes No.293/Menkes/SK/IV/2009
tanggal 28 April 2009 tentang Eliminasi malaria di Indonesia.
Indikator Program
Adapun Indikator Outcome meliputi :
1. API (Annual Parasite Incidence) : kegunaannya untuk mengetahui incidence
malaria pada satu daerah tertentu selama satu tahun.
2. AMI (Annual Malaria Incidence) : kegunaannya untuk mengetahui incidence
malaria klinis pada satu daerah tertentu selama satu tahun.
47
3. MoPI (Monthly Parasite Incidence) : Jumlah penderita positif malaria per
bulan Jumlah penduduk X 1.000. Kegunaannya untuk mengetahui incidence ,
malaria klinis pada satu daerah tertentu selama satu bulan.
4. MoMI (Monthly Malaria Incidence) : Jumlah penderita malaria klinis per
bulan Jumlah penduduk X 1.000. Kegunaannya untuk mengetahui incidence ,
malaria klinis pada satu daerah tertentu selama satu bulan .
5. CFR (Case Fatality Rate) : Kegunaannya untuk mengukur angka kematian
(kematian disebabkan malaria) dibandingkan dengan jumlah penderita
malaria, biasanya digunakan pada saat KLB.
Indikator output
1. PR (Parasite Rate), kegiatan Malariometrik Survey (MS) : Jumlah malaria
positif 0 – 9 th dibagi Jumlah anak 0 – 9 th yg diperiksa SD X 100 % .
Kegunaannya untuk mengetahui prevalence malaria pada suatu daerah
tertentu.
2. IPR (Infant Parasite Rate), kegiatan Malariometrik Survey (MS) : Jumlah
malaria positif 0 – 11 bl dibagi Jumlah anak 0 – 11 bl yg diperiksa SD X 100
% . Kegunaannya untuk mengetahui prevalence kasus malaria penularan
setempat (indigenous) pada satu daerah tertentu.
3. SR (Spleen Rate), kegiatan Malariometrik Survey Dasar (MSD): Jumlah
anak 2 – 9 th membesar limpanya dibagi Jumlah anak 2 – 9 th yg diperiksa
limpanya. Kegunaannya untuk mengetahui prevalence malaria pada suatu
daerah tertentu.
4. SPR (Slide Positivity Rate), dari kegiatan PCD di sarana pelayanan
kesehatan : Jumlah malaria positif dibagi Jumlah malaria klinis yg diperiksa
SD X 100 % . Kegunaannya untuk mengetahui proprosi ketepatan diagnosa.
48
5. 5 % P Falciparum + mix : Jumlah malaria dg P. falciparum + mix dibagi
Jumlah malaria positif X 100 % . Kegunaannya menentukan kebijakan
pengobatan pada Daerah tertentu salah satu indikator KLB malaria.
STRATIFIKASI
AMI :
o High Incidence Area (HIA) : AMI > 50 %
o Medium Incidence Area (MIA) : AMI 10 – 50 %
o Low Incidence Area (LIA) : AMI < 10 %
API :
o High Case Incidence (HCI) : API > 5%
o Moderate Case Incidence (MCI) : API 1 - < 5 %
o Low Case Incidence (LCI) : API < 1%
Spleen Rate :
o Hypo Endemis : SR < 10 %
o Meso Endemis : SR 10 – 50 %
o Hyper Endemis : SR > 50 %
Parasite Rate :
o Low Prevalence Area (LPA) : PR < 2 %
o Medium Prevalence Area (MPA) : PR 2 – 3 %
o High Prevalence Area (HPA) : PR > 4 %
Di kecamatan Menteng tidak ditemukan penyakit malaria pada periode Januari – Juli
2013.
1.1.4.5. Filariasis
49
Filariasis atau elephantiasis atau penyakit kaki gajah, adalah penyakit yang
disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit
ini tersebar luas di pedesaan dan perkotaan. Dapat dan menyerang semua golongan
tanpa mengenal usia dan jenis kelamin. Di dunia terdapat 1,3 miliar penduduk yang
berisiko tertular penyakit kaki gajah di lebih dari 83 negara dan 60% kasus berada di
Asia Tenggara.
Program Eliminasi Filariasis merupakan salah satu program prioritas nasional
pemberantasan penyakit menular sesuai dengan Peraturan Presiden Republik
Indonesia nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional tahun 2004–2009. Tujuan umum dari program eliminasi filariasis adalah
filariasis tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia pada tahun 2020.
Sedangkan tujuan khusus program adalah (a) menurunnya angka mikrofilaria
(microfilaria rate) menjadi kurang dari 1% di setiap Kabupaten/Kota, (b) mencegah
dan membatasi kecacatan karena filariasis.
Program eliminasi filariasis di Indonesia ini menerapkan strategi Global
Elimination Lymphatic Filariasis dari WHO. Strategi ini mencakup pemutusan rantai
penularan filariasis melalui POMP (Pemberian Obat Massal Pencegahan) filariasis di
daerah endemis filariasis dengan menggunakan DEC (Dietil Carbamazine Citrate)
yang dikombinasikan dengan albendazole sekali setahun minimal lima tahun, dan
upaya mencegah dan membatasi kecacatan dengan penatalaksanaan kasus klinis
filariasis, baik kasus akut maupun kasus kronis.
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota merupakan pengendali utama program
eliminasi filariasis di tingkat kabupaten/kota yang mempunyai tugas dan kewenangan
sebagai berikut:
a. Menetapkan kebijakan eliminasi filariasis di Kabupaten/Kota.
Menetapkan tujuan dan strategi eliminasi filariasis di tingkat Kabupaten/Kota.
50
b. Melaksanakan pengendalian pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program
eliminasi filariasis dengan memperkuat komitmen, mobilisasi sumber daya
Kabupaten/Kota.
c. Memperkuat kerjasama lintas program dan lintas sektor serta kerjasama
lembaga mitra kerja lainnya di Kabupaten/Kota.
d. Melaksanakan pembinaan dan asistensi teknis program eliminasi filariasis di
puskesmas, rumah sakit dan laboratorium daerah.
e. Melaksanakan pelatihan eliminasi filariasis di Kabupaten/Kota.
f. Melaksanakan evaluasi cakupan POMP filariasis dan penatalaksanaan kasus
klinis kronis filariasis di daerahnya.
g. Membentuk KOMDA (Komite Daerah) POMP filariasis.
h. Mengalokasikan anggaran biaya operasional dan melaksanakan POMP
filariasis.
i. Mengalokasikan anggaran dan melaksanakan pengobatan selektif,
penatalaksanaan kasus reaksi pengobatan, dan penatalaksanaan kasus klinis
filariasis.
j. Mengkoordinir dan memastikan pelaksanaan tugas puskesmas sebagai
pelaksana operasional program eliminasi filariasis Kabupaten/Kota.
Sejak tahun 2005, sebagai unit pelaksana atau IU (implementation unit)
penanganan filariasis adalah setingkat Kabupaten/Kota. Artinya, satuan wilayah
terkecil dalam program ini adalah Kabupaten/Kota, baik untuk penentuan endemisitas
maupun pelaksanaan POMP filariasis. Bila sebuah Kabupaten/Kota sudah endemis
filariasis, maka kegiatan POMP filariasis harus segera dilaksanakan.
Walau sudah berbasis kabupaten, upaya program tersebut belum dapat
menjangkau seluruh penduduk di wilayah Kabupaten/Kota tersebut. Pola program
semacam ini tidaklah efisien dan tidak efektif karena tetap terdapat risiko penularan
(re-infeksi) karena belum seluruh penduduk terlindungi. Untuk itu, pelaksanaan
51
POMP filariasis perlu direncanakan secara komprehensif dan mencakup seluruh
wilayah endemis di Indonesia.
Agar mencapai hasil optimal sesuai dengan kebijakan nasional eliminasi
filariasis dilaksanakan dengan memutus rantai penularan, yaitu dengan cara POMP
filariasis untuk semua penduduk di Kabupaten/Kota tersebut kecuali anak berumur
kurang dari dua tahun, ibu hamil, orang yang sedang sakit berat, penderita kronis
filariasis yang dalam serangan akut dan balita dengan marasmus/kwasiorkor dapat
ditunda pengobatannya.
Di kecamatan Menteng tidak ditemukan penyakit filariasis pada periode Januari –
Juli 2013.
1.1.4.6. Penyakit Demam Berdarah (DBD)
Kewaspadaan dini penyakit DBD atau upaya pemberantasan DBD
dilaksanakan dengan kegiatan sebagai berikut :
1. Penemuan, pelaporan dan pelacakan kasus penderita DBD
yang dilakukan oleh petugas. Diagnosa sementara penyakit DBD atau
tersangka DBD ditegakkan dengan kriteria yaitu panas tinggi selama 2-7 hari
disertai adanya tanda-tanda perdarahan:
a. Rumple Leed Test
b. Jumlah trombosit <100.000/ul.
c. Hematokrit meningkat ±20%.
2. Penanggulangan Fokus
A. Pengertian PE (Penyelidikan Epidemiologi)
Penyelidikan epidemiologi adalah kegiatan pencarian penderita
DBD atau tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan DBD lainnya dan
pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD ditempat tinggal penderita dan
rumah/bangunan sekitar termasuk tempat umum dalam radius sekurang
– kurangnya 100 meter52
Tujuan PE
1. Tujuan umum : mengetahui potensi penularan dan penyebaran
DBD lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu
dilakukan di wilayah sekitar tempat tinggal penderita.
2. Tujuan khusus :
a. Mengetahui adanya penderita dan tersangka DBD lainnya.
b. Mengetahui ada/tidaknya jentik nyamuk penular DBD.
c. Menentukan jenis tindakan yag akan dilakukan..
Langkah – langkah pelaksanaan kegiatan penyelidikan epidemiologi :
1. Setelah menemukan/menerima laporan adanya penderita DBD.
Petugas Puskesmas/koordinator DBD segera mencatat dalam buku
catatan harian penderita DBD
2. Menyiapkan peralatan survei, seperti : tensimeter, termometer,
senter, formulir PE (Penyelidikan Epidemiologi) dan surat tugas.
3. Memberitahukan kepada kades/lurah dan ketua RW/RT setempat
bahwa di wilayahnya ada penderita DBD dan akan dilaksanankan
PE.
4. Masyarakat di lokasi tempat tinggal penderita membantu
kelancaran pelaksanaan PE
5. Pelaksanann PE sebagai berikut :
a. Petugas Puskesmas memperkenalkan diri dan selanjutnya
melakukan wawancara dengan keluarga, untuk mengetahui
ada tidaknya penderita DBD lainnya ( sudah ada konfirmasi
dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya.
53
b. Bila ditemukan penderita tanpa sebab yang jelas, dilakukan
pemeriksaan kulit (petekie), dan uji torniquet.
c. Melakukan pemeriksaan jentik – jentik pada tempat
penampungan air (TPA) dan tempat-tempat lain yang dapat
menjadi tempat perkembangan nyamuk aedes aegypti baik di
dalam maupun di luar rumah / bangunan.
d. Kegiatan PE dilakukan dalam radius 100 meter dari lokasi
tempat tinggal penderita.
e. Bila penderita adalah siswa sekolah dan pekerja , maka PE
selain dilakukan di rumah PE juga dilakukan disekolah
/tempat kerja penderita oleh Puskesmas setempat.
f. Hasil pemeriksaan adanya penderita DBD lainnya dan hasil
pemeriksaan terhadap penderita demam (tersangka DBD) dan
pemriksaan jentik dicatat dalam formulir PE.
g. Hasil PE segera dilaporkan kepada kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, untuk tindak lanjut lapangan
dikoordinasikan dengan Kades/lurah.
h. Bila hasil PE positif ( ditemukan 1atau lebih penderita DBD
lainnya dan/atau ≥ 3 orang tersangka DBD, dan ditemukan
jentik (≥5%). Dilakukan penanggulanagan fokus (Fogging,
Penyuluhan, PSN dan larvasidasi selektif) sedangkan bila
negatif dilakukan penyuluhan, PSN, dan larvasidasi selektif.
Cakupan PE terhadap kasus DBD =
Jumlah kasus PE (+) x 100%
Jumlah kasus DBD
B. Pengertian penanggulan fokus
Penanggulan fokus adalah kegiatan pemberantasan nyamuk
penular DBD yang dilaksanakan dengan melakukan Pemeberantasan
54
Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD), larvasidasi,
penyuluhan dan pengabutan panas (pengasapan/fogging) dan
pengabutan dingin ULV (Ultra Low Volume) menggunakan insektisida
sesuai dengan kriteria.
Tujuan penanggulan fokus :
Penanggulangan fokus dilaksanakan untuk membatasi penularan
DBD dan mencegah terjadinya KLB di lokasi tempat tinggal penderita
DBD dan rumah/bangunan sekitar serta tempat-tempat umum berpotensi
menjadi sumber penularan DBD lebih lanjut.
Kegiatan
Tindak lanjut hasil PE adalah sebagi berikut :
1. Bila ditemukan penderita DBD lainnya ( satu atau lebih ) atau
ditemukan tiga atau lebih tersangka DBD dan ditemukan jentik ≥
5% dari rumah/bangunan yang diperiksa. Maka dilakukan
penggerakan masyarakat dalam PSN DBD, larvasidasi,
penyuluhan dan pengasapan dengan insektisida di rumah penderita
DBD dan rumah/bangunan sekitar radius 200 meter, dua siklus
dengan interval satu minggu.
2. Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut di atas,
tetapi ditemukan jentik. Maka dilakukan penggerakan masyarakat
dalam PSN DBD. Larvasidasi selektif dan penyuluhan.
3. Bila tidak ditemukan penderia lainnya seperti tersebut di atas dan
tidak ditemukan jentik. Maka dilakukan penyuluhan kepada
masyarakat.
Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan :
55
1. Setelah Kades atau Lurah menerima laporan hasil PE dari
Puskesmas dan rencana koordinasi penanggulangan fokus
meminta ketua RW dan RT agar warga membantu kelancaran
pelaksanaan penanggulangan fokus.
2. Ketua RW atau RT menyampaikan jadwal kegiatan yang diterima
dari petugas puskesmas setempat dan mengajak warga untuk
berpartisipasi dalam kegiatan- kegiatan penanggulangan fokus.
3. Kegiatan penanggulangan fokus sesuai hasil PE :
a. Pergerakan masyarakat dalam PSN DBD dan larvasidasi:
1) Ketua RW atau RT, Toma (tokoh masyarakat) dan kader
memberikan pengarahan langsung kepada warga pada
waktu pelaksanaan PSN DBD.
2) Penyuluhan dan penggerakkan masyarakat PSN DBD dan
larvasidasi dilaksanakan sebelum dilakukan pengabutan
dengan insektisida.
b. Penyuluhan
Penyuluhan dilaksanakan oleh petugas kesehatan/kader
atau kelompok kerja (Pokja) DBD desa/kelurahan
berkoordinasi dengan petugas puskesmas dengan materi antara
lain :
1. Situasi DBD di wilayahnya
2. Cara–cara pencegahan DBD yang dapat dilaksanakan
oleh individu, keluarga dan masyarakat disesuaikan
dengan kondisi setempat.
c. Pengabutan dengan insektisida
1. Dilakukan oleh petugas Puskesmas atau bekerjasama
dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Petugas
penyemprot adalah petugas puskesmas atau petugas
harian lepas tertatih.
56
2. Ketua RT, Toma atau kader mendampingi petugas
dalam kegiatan pengabutan.
4. Hasil pelaksanaan penganggulamgan fokus dilaporkan oleh
Puskesmas kepada petugas kesehatan Kabupaten/Kota dengan
tembusan kepada Camat dan Kades/Lurah setempat.
5. Hasil kegiatan pengendalian DBD dilaporkan oleh Puskesmas
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setiap bulan dengan
menggunakan formulir K-D.
Tabel 1.15. Indikator Program DBD Puskesmas Kecamatan Menteng
Periode Januari – Juli 2013
No. Program Target
1 Penanganan DBD 100%
2 Incidence Rate DBD < 50/100.000 penduduk
3 Angka Bebas Jentik >95%
4 Fogging Focus 100% untuk PE positif
(Sumber: Profil Kecamatan Menteng tahun 2012)
57
Kegiatan pencegahan dan penanggulangan penyakit demam berdarah
meliputi:
1. PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
Tujuan : Untuk memantau keberhasilan/kesinambungan Gerakan PSN
DBD “30” menit sekali seminggu secara Serentak Di Propinsi DKI Jakarta
dengan memeriksa ada tidaknya Jentik (Pemantauan Jentik Berkala/PJB) dan
dikaitkan dengan kejadian Kasus DBD di RW.
Sasaran : Tempat perindukan nyamuk di lokasi RW secara sampling
Perlengkapan : Surat tugas, form pencatatan dan pelaporan, senter, gayung
dan larvacid. Indikator :
Angka Bebas Jentik : Jumlah rumah diperiksa (-) jentik X 100%
Jumlah total rumah diperiksa
2. PJB (Pemeriksaan Jentik Berkala)
JUMANTIK
a. Dilaksanakan di RT yang ada JUMANTIK.
b. Seluruh bangunan diperiksa ada/tidaknya jentik secara total coverage.
c. Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat perindukan nyamuk di setiap
rumah/bangunan berdasarkan tatanan.
d. Mencatat hasil pemeriksaan jentik dan melaporkan ke Kantor Kelurahan.
e. Puskesmas Kelurahan/Kecamatan menganalisa dan melaporkan bulanan
ke Sudin Kesmas.
NON JUMANTIK
a. Pelaksana adalah petugas Puskesmas Kelurahan/Kecamatan. 58
b. Menentukan sasaran RW lokasi sekaligus data jumlah
rumah/bangunannya masing-masing.
c. Menyusun jadwal penyelesaian per tiga bulan.
d. Menentukan random sampling untuk 100 rumah/bangunan sampling di
setiap RW sasaran.
e. Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat perindukan nyamuk di setiap
rumah/bangunan sampling.
f. Mencatat dan menganalisa hasil pemeriksaan jentik dan per RW.
3. Fogging Fokus DBD KASUS (+)
a. Fogging Fokus dilakukan setelah hasil PE (+) / 2 x 24 Jam.
b. Radius Pengasapan 200 m.
c. Jumlah Pengasapan dua siklus (2x) dengan Interval tujuh hari.
Cakupan Fogging Fokus terhadap kasus DBD :
Jumlah kasus di Fogging Fokus x 100%
Jumlah kasus (+)
4. Pemberantasan Vektor Intensif di Kelurahan Endemis
Sebelum melakukan pemberantasan vektor intensif, harus didahului
tindakan penyuluhan agar masyarakat mau melakukan yang dianjurkan
petugas kesehatan.
Pemberantasan intensif dilakukan di kelurahan endemis tinggi dengan:
a. Fogging Focus, hanya dilakukan bila hasil PE betul-betul memenuhi
kriteria, terutama untuk masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
b. Abatisasi Selektif, dilaksanakan di kelurahan endemis terutama di
sekolah dan tempat-tempat umum. Semua tempat penampungan air di
rumah dan bangunan yang ditemukan jentik Aedes aegepty ditaburi
59
bubuk abate sesuai dosis satu sendok makan (10 G) abate untuk 100
liter air.
c. Gerakan PSN-DBD, dilaksanakan dengan kegiatan 3M oleh
masyarakat yang dilakukan setiap minggu sekali.
d. Kegiatan Bulan Bakti Gerakan 3M, adalah keseluruhan kegiatan
masyarakat dan pemerintah untuk mencegah penyakit DBD dengan
melakukan gerakan serentak membasmi jentik nyamuk penular
demam berdarah selama satu bulan saat kasus terendah. Kegiatan ini
merupakan perwujudan dari Kegiatan Jum’at Bersih serta
perwujudan dari aspek budaya bersih. Gerakan 3M dilakukan setiap
tahun sehingga dapat menjadi kegiatan sehari-hari yang selalu
dikerjakan masyarakat.
e. Penyuluhan, Kegiatan ini ditujukan agar masyarakat melakukan
usaha-usaha pencegahan dan membantu memberantas penyakit DBD
dengan cara :
1) Melaksanakan Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN) dan
melaksanakan usaha kebersihan lingkungan.
2) Berobat sedini mungkin ke Puskesmas atau dokter RS bila ada
tanda-tanda gejala DBD.
3) Mengikuti petunjuk petugas pelaksana pengasapan / abatisasi dan
bila diperlukan ikut serta secara aktif dan melaksanakan abatisasi.
4) Kegiatan kerja bakti dalam program DBD ditujukan agar
masyarakat melaksanakan usaha-usaha pencegahan dan membantu
pemberantasan penyakit DBD dengan cara memberantas jentik
nyamuk penularnya sehingga penularan DBD dapat dicegah.
Pencatatan dan Pelaporan Kasus DBD
60
Tabel. 1.16. Rekap Data kasus DBD di Wilayah Kecamatan Menteng sebelum PE
Periode Januari - Juli 2013
NO. KELURAHAN RW BULAN
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli
1. MENTENG 01 1 1 2 1 0 1 1
02 0 0 1 0 1 1 0
03 1 0 1 1 0 0 1
04 2 1 1 0 1 0 0
05 0 1 1 0 0 2 0
06 1 0 0 1 1 0 1
07 1 1 0 0 0 1 0
08 1 1 0 1 0 0 1
09 0 1 1 1 1 0 0
10 0 0 1 0 0 1 0
Jumlah 7 6 8 5 4 6 4
2. KEBON SIRIH 01 0 0 0 0 0 0 0
02 0 1 1 0 1 1 1
03 0 0 1 1 0 1 0
04 0 1 0 0 0 0 0
05 0 0 1 0 0 0 0
06 0 1 1 0 1 1 1
07 0 1 0 1 0 0 0
08 0 1 0 0 0 0 0
09 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 1 0 0 0 0
61
Jumlah 0 5 5 2 2 3 5
No. Kelurahan RW Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
3. PEGANGSAAN 01 0 0 0 0 0 0 0
02 0 0 0 0 0 0 0
03 0 0 0 0 0 0 0
04 0 0 0 0 0 0 0
05 1 0 0 0 0 0 0
06 0 0 0 0 0 0 0
07 0 1 0 2 0 0 0
08 0 0 0 0 0 1 0
Jumlah 1 1 0 2 0 1 0
4. GONDANGDIA 01 0 0 0 0 0 0 0
02 0 0 1 0 0 0 0
03 0 0 0 0 1 0 0
04 0 0 0 0 1 0 0
05 0 0 0 0 1 0 0
Jumlah 0 0 1 0 3 0 0
5. CIKINI 01 1 0 0 1 0 0 0
02 0 0 0 0 0 0 0
03 0 1 1 0 0 0 0
04 0 0 0 0 0 0 0
05 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 1 1 1 1 0 0 0
TOTAL 9 13 15 10 9 10 9
(Sumber: Rekapitulasi kerja Puskesmas Kecamatan Menteng Tahun 2013)62
Tabel. 1.17. Insidence Rate (IR) Kasus DBD di Kecamatan Menteng Sebelum
dilakukan PE Periode Januari – Juli 2013
No KelurahanSeluruh
Penduduk (a)
Penderita DBD
Periode Januari- Juli 2013
(b)
IR per 100.000 Penduduk
(b/a x 100.000)
Target <50/100.000
1 Menteng 26.983 40 149/100.000
2 Kebon Sirih 16.204 19 104/100.000
3 Pegangsaan 25.559 5 19/100.000
4 Cikini 12.733 4 31/100.000
5 Gondangdia 8.934 4 44/100.000
Jumlah 90.413 72 79/100.000
(Sumber: Rekapitulasi kerja Puskesmas Kecamatan Menteng Tahun 2013)
63
Tabel. 1.18. Laporan Hasil Kegiatan Penanggulangan Kasus DBD Wilayah Kecamatan Menteng tahun 2013
No. Kelurahan Hasil Penyelidikan Epidemiologi (PE) Kondisi penderita
Jumlah kasus
PE positif
PE negatif
Bukan DBD
Tidak ditemukan
sembuh Meninggal
1 Menteng 40 12 25 0 3 27 0
2 Kebon Sirih 19 10 3 0 6 13 0
3 Pegangsaan 5 2 1 0 2 3 0
4 Cikini 4 2 1 0 1 3 0
5 Gondangdia 4 1 2 0 1 3 0
Jumlah 72 27 32 0 13 49 0
(Sumber: Rekapitulasi kerja Puskesmas Kecamatan Menteng Tahun 2013)
64
Tabel. 1.19. Rekapitulasi Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 30 Menit di
Wilayah Kecamatan Menteng Periode Januari – Juli 2013
No.
Kelurahan
JentikJumlah bangunan
yang diperiksa
(c)
ABJ ( % )
(b/c x 100% )+
(a)
-
(b)
1. Menteng 29 231 260 88,8
2. Kebon Sirih 31 201 232 86,63
3. Pegangsaan 12 277 239 94,97
4. Cikini 48 464 512 90,62
5. Gondangdia 1 25 27 96,29
Jumlah 121 1149 1270 90,47
(Sumber : Rekapitulasi kerja Puskesmas Kecamatan Menteng Tahun 2013)
65
Tabel 1.20. Rekapitulasi Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) Puskesmas Wilayah Kecamatan Menteng Periode Januari-Juli 2013
No. Bulan Jumlah bangunan PE positif PE negatif ABJ (%)
1. Februari 500 71 429 85,8
2. Mei 500 66 434 86,8
(Sumber : Rekapitulasi kerja Puskesmas Kecamatan Menteng Tahun 2013)
Keterangan : Kegiatan PJB dilakukan per tiga bulan dimulai sejak bulan Februari.
Tabel. 1.21. Pelaksanaan Fogging Fokus Puskesmas Kecamatan Menteng
Periode Januari – Juli tahun 2013.
No.
Kelurahan
Fogging
Siklus I Siklus II
1. Menteng 12 12
2. Kebon Sirih 10 10
3. Pegangsaan 2 2
4. Cikini 2 2
5. Gondangdia 1 1
Jumlah 27 27
(Sumber : Rekapitulasi kerja Puskesmas Kecamatan Menteng Tahun 2013)
66
Tabel. 1.22. Distribusi Kasus Total DBD, Penyelidikan Epidemiologi dan Fogging
Fokus di wilayah Kecamatan Menteng Periode Januari–Juli 2013
No.
Kelurahan
Jumlah Kasus DBD
Total PENon DBD
Tidak ditemukan
Jumlah Fogging Fokus
(f)
Cakupan PE
terhadap kasus DBD
a/(b+c+d+e) x 100%
Cakupan Fogging Fokus
terhadap PE (+)
(f/b)x100%(a)
+(b)
-(c) (d) (e)
1. Menteng 40 12 25 0 3 12100 % 100 %
2. Kebon Sirih 19 10 3 0 6 10100 % 100 %
3. Pegangsaan 5 2 1 0 2 2100 % 100 %
4. Cikini 4 2 1 0 1 2100 % 100 %
5. Gondangdia 4 1 2 0 1 1100 % 100 %
Jumlah 72 27 32 0 13 27100% 100%
(Sumber: Rekapitulasi kerja Puskesmas Kecamatan Menteng Tahun 2013)
67
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH
1. Cakupan Angka Bebas Jentik nyamuk Aedes di Wilayah Kelurahan Kebon
Sirih Periode Januari 2013 – Juli 2013 sebesar 86,63%.
2. Cakupan Angka Bebas Jentik nyamuk Aedes di Wilayah Kelurahan
Menteng Periode Januari 2013 – Juli 2013 sebesar 88,8%.
3. Cakupan Angka Bebas Jentik nyamuk Aedes di Wilayah Kelurahan Cikini
Periode Januari 2013 – Juli 2013 sebesar 90,62%.
4. Cakupan Angka Bebas Jentik nyamuk Aedes di Wilayah Kelurahan
Pegangsaan Periode Januari 2013 – Juli 2013 sebesar 94,97%.
5. Cakupan Insidance Rate (IR) kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Wilayah Kelurahan Menteng Periode Januari 2013 – Juli 2013 sebesar
149/100.000.
6. Cakupan Insidance Rate (IR) kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di
wilayah Kelurahan Kebon Sirih Periode Januari 2013 – Juli 2013 sebesar
104/100.000.
1.3 RUMUSAN MASALAH
Setelah didapatkan identifikasi masalah dari salah satu program wajib di
Puskesmas Kecamatan Menteng maka dipilih satu program yang menjadi masalah,
dengan cara menghitung dan membandingkan nilai kesenjangan antara apa yang
diharapkan (expected) dengan apa yang telah terjadi (observed), selanjutnya
dilakukan perumusan masalah untuk membuat perencanaan yang baik sehingga
masalah yang ada dapat diselesaikan. Rumusan masalah dari program tersebut adalah
sebagai berikut :
68
1. Cakupan Angka Bebas Jentik nyamuk Aedes pada tatanan pemukiman yang
diperiksa di Wilayah Kelurahan Kebon Sirih Periode Januari 2013 – Juli 2013
sebesar 86,63% kurang dari target yaitu >95%.
2. Cakupan Angka Bebas Jentik nyamuk Aedes pada tatanan pemukiman yang
diperiksa di Wilayah Kelurahan Menteng Periode Januari 2013 – Juli 2013
sebesar 88,8% kurang dari target yaitu >95%.
3. Cakupan Angka Bebas Jentik nyamuk Aedes pada tatanan pemukiman yang
diperiksa di Wilayah Kelurahan Cikini Periode Januari 2013 – Juli 2013
sebesar 90,62% kurang dari target yaitu >95%.
4. Cakupan Angka Bebas Jentik nyamuk Aedes pada tatanan pemukiman yang
diperiksa di Wilayah Kelurahan Pegangsaan Periode Januari 2013 – Juli 2013
sebesar 94,97% kurang dari target yaitu >95%.
5. Cakupan Insidance Rate (IR) kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Wilayah Kelurahan Menteng Periode Januari 2013 – Juli 2013 sebesar
149/100.000 melebihi dari target yaitu < 50/100.000.
6. Cakupan Insidance Rate (IR) kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di
wilayah Kelurahan Kebon Sirih Periode Januari 2013 – Juli 2013 sebesar
104/100.000 melebihi dari target yaitu < 50/100.000.
69