12
Aina Nurdiyanti, 2019 PEMBINAAN CIVIC VIRTUE DI BIDANG SOSIAL MELALUI PRAKTIK FILANTROPI DAN VOLUNTARISME (STUDI KASUS GERAKAN SOSIAL-KEMANUSIAAN LET’S ACT INDONESIA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perspustakaan.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sebuah studi yang dilakukan oleh Hudson Institute, Indiana University School of Philanthropy pada tahun 2018 melaporkan indeks filantropi dari 100 negara termasuk Indonesia. Studi bernama Global Philanthropy Environment Index ini mengasesmen negara-negara sampel berdasarkan pengaruh praktik filantropi warga negaranya terhadap kehidupan sosial secara luas. Hasilnya menunjukkan bahwa dari 6 golongan, Indonesia dikategorikan pada golongan keempat dengan indeks 3.0-3.49 dari skala 1.0- 5.0. Golongan pertama dengan indeks 4.5-5.0 diantaranya Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jerman, dan Finlandia. Golongan kedua dengan indeks 4.0-4.49 diantaranya Jepang, Korea Selatan, Filipina, Norwegia dan Swedia. Golongan ketiga dengan indeks 3.5-3.99 diantaranya Kazakhstan, Uni Emirat Arab, Pakistan, Georgia, dan Ukraina. Sementara itu, golongan keempat ditempati oleh diantaranya Thailand, Rusia, India, dan Indonesia sebagaimana telah disebutkan (Indiana University, 2018). Data di atas tentunya merupakan hasil yang perlu kita renungkan bersama. Indonesia sebagai salah satu negara dengan populasi penduduk terbesar, sudah sepatutnya memiliki sumber daya yang memadai untuk memberikan pengaruh yang lebih besar. Data tersebut juga menguatkan argumen bahwa partisipasi publik pada sektor sosial dan kemanusiaan di Indonesia masih harus terus dibangun. Kesadaran, kesediaan, kepedulian, dan rasa tanggung jawab warga negara untuk melibatkan diri mengatasi krisis sosial-kemanusiaan baik pada tingkat lokal hingga global harus senatiasa ditanamkan. Tren perilaku warga negara hari ini menujukkan sikap apatisme terhadap permasalahan sosial. Kondisi yang sangat bersebrangan dengan karkateristik warga negara sebagaimana disepakati para pakar yaitu warga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianrepository.upi.edu/36241/2/T_PKn_1706654_Chapter1.pdf · negara yang memiliki kemampuan untuk melihat dan mendekati masalah-masalah

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Aina Nurdiyanti, 2019 PEMBINAAN CIVIC VIRTUE DI BIDANG SOSIAL MELALUI PRAKTIK FILANTROPI DAN VOLUNTARISME (STUDI KASUS GERAKAN SOSIAL-KEMANUSIAAN LET’S ACT INDONESIA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perspustakaan.upi.edu

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Sebuah studi yang dilakukan oleh Hudson Institute, Indiana

University School of Philanthropy pada tahun 2018 melaporkan indeks

filantropi dari 100 negara termasuk Indonesia. Studi bernama Global

Philanthropy Environment Index ini mengasesmen negara-negara sampel

berdasarkan pengaruh praktik filantropi warga negaranya terhadap kehidupan

sosial secara luas. Hasilnya menunjukkan bahwa dari 6 golongan, Indonesia

dikategorikan pada golongan keempat dengan indeks 3.0-3.49 dari skala 1.0-

5.0. Golongan pertama dengan indeks 4.5-5.0 diantaranya Australia, Selandia

Baru, Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jerman, dan Finlandia. Golongan

kedua dengan indeks 4.0-4.49 diantaranya Jepang, Korea Selatan, Filipina,

Norwegia dan Swedia. Golongan ketiga dengan indeks 3.5-3.99 diantaranya

Kazakhstan, Uni Emirat Arab, Pakistan, Georgia, dan Ukraina. Sementara itu,

golongan keempat ditempati oleh diantaranya Thailand, Rusia, India, dan

Indonesia sebagaimana telah disebutkan (Indiana University, 2018).

Data di atas tentunya merupakan hasil yang perlu kita renungkan

bersama. Indonesia sebagai salah satu negara dengan populasi penduduk

terbesar, sudah sepatutnya memiliki sumber daya yang memadai untuk

memberikan pengaruh yang lebih besar. Data tersebut juga menguatkan

argumen bahwa partisipasi publik pada sektor sosial dan kemanusiaan di

Indonesia masih harus terus dibangun. Kesadaran, kesediaan, kepedulian, dan

rasa tanggung jawab warga negara untuk melibatkan diri mengatasi krisis

sosial-kemanusiaan baik pada tingkat lokal hingga global harus senatiasa

ditanamkan. Tren perilaku warga negara hari ini menujukkan sikap apatisme

terhadap permasalahan sosial. Kondisi yang sangat bersebrangan dengan

karkateristik warga negara sebagaimana disepakati para pakar yaitu warga

2

Aina Nurdiyanti, 2019 PEMBINAAN CIVIC VIRTUE DI BIDANG SOSIAL MELALUI PRAKTIK FILANTROPI DAN VOLUNTARISME (STUDI KASUS GERAKAN SOSIAL-KEMANUSIAAN LET’S ACT INDONESIA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perspustakaan.upi.edu

negara yang memiliki kemampuan untuk melihat dan mendekati masalah-

masalah baik sebagai warga bangsa dan sebagai warga global (Affandi, 2009).

Warga negara seharusnya memiliki spirit kerelawanan dan pemberdayaan

sosial yang kuat.

Disisi lain, masalah sosial dan krisis kemanusiaan terus berlangsung

dan semakin kompleks. Kondisi ini menuntut upaya penanganan dari semua

pihak termasuk warga negara. Mengutip dari Antara News bahwa beberapa

masalah sosial dan kemanusiaan di Indonesia seperti kemiskinan,

keterlantaran, kecacatan, ketunaan sosial, korban bencana, tingkat kekerasan,

dan keterpencilan masih menjadi tantangan bersama. (diakses dari

antaranews.com, Desember 2018). Permasalahan sosial di Indonesia juga

banyak disebabkan oleh bencana alam. Karakteristik geografis negara

Indonesia, menyebabkan Indonesia rawan diterpa bencana berupa gempa

bumi, tsunami, letusan gunung merapi, kekeringan dan kebakaran hutan saat

musim kemarau, banjir dan tanah longsor saat musim penghujan.

Masalah kemanusiaan lainnya pada tingkat global juga kian kompleks

sehingga semakin membutuhkan perhatian serius. Masalah-masalah tersebut

meliputi masalah bencana alam (natural disaster), kelaparan (famine), krisis

migrasi internasional (international migration crises), konflik global,

genosida, dan konflik Aparteid. Konflik global meliputi konflik Israel-

Palestina, konflik Suriah, konflik Yaman telah menjadi tragedi kemanusiaan.

Pada 2016, dilaporkan oleh Lembaga Studi Stategis Internasional (IISS)

bahwa korban tewas akibat konflik global telah mencapai 167.000 jiwa

(diakses dari http://nasional.kompas.com, Desember 2018). Angka tersebut

tentunya terus bertambah setiap harinya hingga detik ini. Pengentasan

masalah-masalah sebagaimana disebutkan menuntut kekuatan suatu bangsa

dengan basis keterlibatan warga negara. Urgensi keterlibatan warga negara

ditengah kompleksnya krisis yang terjadi semakin terasa.

Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang secara konstitutif mencita-

citakan perdamaian dunia yang dijiwai oleh nilai kemanusiaan dan keadilan

3

Aina Nurdiyanti, 2019 PEMBINAAN CIVIC VIRTUE DI BIDANG SOSIAL MELALUI PRAKTIK FILANTROPI DAN VOLUNTARISME (STUDI KASUS GERAKAN SOSIAL-KEMANUSIAAN LET’S ACT INDONESIA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perspustakaan.upi.edu

sosial semestinya memberikan kontribusi terbaik dengan modal sosial dan

sumber daya yang ada.

Gambaran kesenjangan yang telah penulis diuraikan menuntut adanya

upaya-upaya persuatif dalam rangka meningkatkan keterlibatan publik.

Partisipasi publik pada sektor sosial menjadi sangat urgen ditengah

keterpurukan sosial dan krisis kemanusiaan dewasa ini. Warga negara dalam

menghadapi hal ini haruslah memiliki kesadaran agar secara kolaboratif

maupun secara mandiri mengembangkan keterlibatannya. Esensinya tidak

hanya sebatas penyelesaian masalah sosial dan kemanusiaan. Lebih jauh dari

itu, keterlibatannya manifestasi dari pemahaman tentang responsibilities to

develop the nation and people (Jakinow, 2018).

Sebagaimana disepakati oleh para ahli bahwa keterlibatan warga

negara merupakan suatu kondisi atau norma dimana warga negara secara

individual ataupun kolektif berpartisipasi aktif di kehidupan bermasyarakat

berdasarkan keterampilan, keahlian, pengetahuan, yang berkombinasi dengan

nilai-nilai, motivasi dan komitmen untuk melakukan perubahan dalam rangka

meningkatkan kualitas hidup masyarakat menjadi lebih baik. (Jacoby, 2009;

Adler & Goggin, 2005; Ehrlich, 2000; Carpini & Keeter, 1996). Keterlibatan

ini dipandang sebagai bentuk keadaban warga negara, kesadaran dalam

berwarganegara, serta pemenuhan tanggung jawab moral warga negara.

Apatisme dan individualisme yang menjangkit harus segera tertangani

oleh upaya-upaya yang lebih efektif dan strategis. Salah satu yang dapat

ditempuh ialah melalui pemanfaatan internet dan media digital. Dewasa ini,

dalam hal berwarganegara secara signifikan juga dimediasi oleh komunikasi

digital. Beberapa ahli melihat bangkitnya cyberspace telah mengubah

perilaku warga negara baik dalam proses berdemokrasi maupun dalam

pemenuhan partisipasi kemasyarakatan yang lebih layak (the prerequisites for

equitable participation) (Baddeley, 1997; Jordan, 1999; Moore, 1999). Jones

dan Mitchell (dalam Yang, dkk, 2018) menjabarkan keterkaitan antara

kewarganegaraan digital dengan keterlibatan warga negara. Menurutnya,

kewarganegaraan digital dalam kaitannya dengan keterlibatan warga negara

4

Aina Nurdiyanti, 2019 PEMBINAAN CIVIC VIRTUE DI BIDANG SOSIAL MELALUI PRAKTIK FILANTROPI DAN VOLUNTARISME (STUDI KASUS GERAKAN SOSIAL-KEMANUSIAAN LET’S ACT INDONESIA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perspustakaan.upi.edu

ditandai dengan (1) perilaku daring (online behaviour) dan (2) keterlibatan

warga negara secara daring (online civic engagement).

Studi ini adalah penilitian PKn pada domain sosio kultural yang

berfokus pada pemanfaatan internet dan media digital dalam rangka

pembinaan keadaban warga negara di era digital. Penggunaan internet dan

sistem jejaring sosial sebagai gaya hidup warga negara hari ini, di satu sisi

berpotensi menggugah aktivisme, literasi warga negara, dan menyokong

kehidupan berdemokrasi. Namun, di sisi lain, terdapat pula tren warga digital

yang menunjukkan heavy viewers for leisure and pleasure bahkan tendensi

perilaku berdigital yang destruktif. Penelitian survey yang dilakukan oleh

Asoisasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Polling Indonesia

pada tahun 2018 tentang Penetrasi dan Profil Perilaku Pengguna Internet

Indonesia menunjukkan bahwa warga digital di Indonesia masih jauh dari

kewarganegaraan digital partisipatif.

Survey tersebut mengungkap bahwa 64,8 % pengguna internet di

Indonesia (171,17 juta jiwa) umumnya menggunakan internet untuk sarana

komunikasi personal, entertainment, leisure and pleasure. Data menujukkan

bahwa persentase alasan penggunaan internet untuk kepentingan mengisi

waktu luang, bermain game online, menonton film dan video, musik, masih

lebih besar dibandingkan dengan membaca berita online atau mengakses

layanan publik. Jika dibiarkan masyarakat digital bisa mengarah pada apa

yang disebut dengan masyarakat tontonan (heavy viewers). Tentunya sebuah

kecenderungan yang kurang produktif. Survey ini juga memuat data tren

berinternet yang destruktif. Salah satunya yaitu persentase pengguna yang

terpapar konten pronografi mencapai 55%. Belum lagi masalah maraknya

banalitas berinternet yang negatif diantaranya ujaran kebencian (hate speech)

atau cyber bullying, perjudian online, penipuan online, prostitusi online, dan

kejahatan atau pelanggaran-pelanggaran hukum siber lainnya.

Persoalan penggunaan internet sepenuhnya menjadi kedaulatan dan

otoritas dari penggunanya. Dialah yang yang menetukan apakah ia akan

mentransformasinya sebagai suatu yang konstuktif, status quo, atau destruktif.

5

Aina Nurdiyanti, 2019 PEMBINAAN CIVIC VIRTUE DI BIDANG SOSIAL MELALUI PRAKTIK FILANTROPI DAN VOLUNTARISME (STUDI KASUS GERAKAN SOSIAL-KEMANUSIAAN LET’S ACT INDONESIA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perspustakaan.upi.edu

Dalam kondisi ini, transformasi perangkat digital yang mampu mendorong

budaya internet yang positif akan menjadi fenomena. Maka, studi ini

berupaya melaporkan upaya community civic dalam mentransformasi internet

sebagai infrastruktur berwarganegara. Melalui penelitian ini, akan diungkap

gambaran efikasi infrastruktur filantropi dan voluntarisme digital dalam

membentuk budaya kewarganegaraan yang lebih partisipatif. Adapun

beberapa urgensi penelitian dapat penulis identifikasi sebagai berikut. Kesatu

bahwa penelitian ini mengasesmen sejauh mana infrastruktur

kewarganegaraan digital dapat meminimalisir tendensi pemanfaatan internet

secara destruktif dikalangan warga negara. Kedua, akan teridentifikasi

gambaran partisipasi publik pada sektor sosial kemanusiaan melalui

pemanfaatan digital. Dua hal tersebut bermuara pada perubahan sosial

menuju perbaikan masyarakat dan budaya kewarganegaraan yang lebih

partisipatif melalui pemanfaatan digital dan sistem jaringan.

Praktik filantropi dan voluntarisme tradisional sebetulnya telah

banyak mendapat fokus perhatian di kalangan akademisi dan peneliti. Gejala

ini dipandang menarik untuk diangkat menjadi topik penelititan. Sebagian

besar melihatnya sebagai perilaku normatif warga negara untuk tujuan-tujuan

sosial. Ada yang meredefiniskannya sebagai praktik prososial (Smith, 2008;

Sulek, 2010; Pospíšilová, 2018). Ada yang mengkajinya sebagai solusi dari

social injustice dan manifestasi dari penegakan HAM (Pagden, 2003; Fishcer,

1995). Dilain pihak beberapa ahli (Meijer, 2006; Van Sylke, dkk, 2007;

Hentorn, 2015; Foster, dkk, 2008; Jakimow, 2018, Helm, 1981)

memandangnya sebagai sebuah indikator penguatan civil society dan model

community development. Ahli-ahli lain mengkajinya dari perspektif

pendidikan formal yaitu tindakan yang dapat dibelajarkan melalui

pembelajaran berbasis nilai, service learning, kultur sekolah dan habituasi.

(Anggraeni, 2016; Abdillah, 2015; Ball, 2008; McDougle, dkk, 2016;

Reckhow dan Snyder, 2014). Namun, studi ini mencoba mengungkap

filantropi dan voluntarisme digital pada perspektif budaya kewarganegaraan

partisipatif dan keadaban warga negara di era digital.

6

Aina Nurdiyanti, 2019 PEMBINAAN CIVIC VIRTUE DI BIDANG SOSIAL MELALUI PRAKTIK FILANTROPI DAN VOLUNTARISME (STUDI KASUS GERAKAN SOSIAL-KEMANUSIAAN LET’S ACT INDONESIA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perspustakaan.upi.edu

Dua ilustrasi akan penulis uraikan sebagai gambaran bagaimana

filantropi digital di Indonesia dikampanyekan. Satu, ketika kita berkunjung ke

beberapa ruang publik seperti rumah ibadah, akan kita dapati standing banner

yang memuat barcode untuk filantropi. Misalnya untuk berzakat, bersedekah,

atau berwakaf, orang muslim yang mengunjungi mesjid hanya tinggal

memindainya. Dua, ketika kita sedang berselancar di internet atau media

sosial instagram, kemudian secara tiba-tiba muncul pop up sponsor yang

memuat potret kemiskinan berupa video atau foto disertai tautan untuk

berdonasi daring di bagian akhirnya. Kondisi ini adalah gambaran bagaimana

kemajuan teknologi informasi komunikasi dan jaringan hari ini telah

ditransformasikan menjadi infrastruktur untuk meningkatkan partisipasi

publik untuk tujuan-tujuan sosial dan kemanusiaan.

Atas dasar itu, maka penelitian ini berupaya untuk memperoleh

novelty berupa: Pertama model pengembangan gerakan sosial berbasis digital

di era revolusi industri 4.0. Temuan pertama diharapkan mampu menjelaskan

tentang peran community civic menciptakan aktivisme online dalam rangka

membina keadaban warga negara di bidang sosial. Temuan ini mencoba

mengeksplanasi upaya-upaya persuatif untuk membangun keterlibatan publik

dalam menciptakan perubahan sosial dengan melibatkan digital.

Kedua, ialah menyangkut realitas dan kekhasan filantropi dan

voluntarisme warga negara dalam gerakan Let’s ACT Indonesia. Gerakan

sosial Let’s ACT Indonesia adalah gerakan yang diprakarsai oleh lembaga

kemanusiaan global bernama Aksi Cepat Tanggap. Gerakan ini melibatkan

berbagai elemen seperti individu warga negara, para pegiat atau aktivis sosial

kemanusiaan, berbagai komunitas dan LSM, mahasiswa, serta masyarakat

umum. Gerakan sosial penulis pandang khas karena mampu menggugah

praktik filantropi dan voluntarisme masyarakat melalui pemanfaatan

teknologi digital dan partisipasi lokal-global.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan diperoleh gambaran program-

program gerakan Let’s ACT Indonesia. Program-program tersebut mencakup

program bidang sosial, kemanusiaan, tanggap darurat, dan pendidikan.

7

Aina Nurdiyanti, 2019 PEMBINAAN CIVIC VIRTUE DI BIDANG SOSIAL MELALUI PRAKTIK FILANTROPI DAN VOLUNTARISME (STUDI KASUS GERAKAN SOSIAL-KEMANUSIAAN LET’S ACT INDONESIA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perspustakaan.upi.edu

Program-program tersebut meliputi Gizi Anak Asmat, Bersama Bantu Palu

Donggala, Pendidikan Tepian Negeri, Indonesia Bersama Lombok, Bersatu

Hadapi Bencana, Indonesia Berqurban, Wakaf Retail Sodaqo. Adapula

program filantropi global yaitu meliputi Bebaskan Uighur Berislam, Let’s

Save Palestine, Angkat Asa Anak Suriah, Food For Somalia, Let’s Help

Rohingya, Let’s Help Syria, Winter Aid, dan sejumlah program-program

voluntarisme yang dikembangkan di kantor cabang.

Ketiga, novelty menyoal motivational factors dalam praktik filantropi

dan voluntarisme warga negara dalam konteks gerakan Let’s ACT Indonesia.

Beberapa studi telah mengungkap faktor pendorong praktik filantropi dan

volunatrisme tradisional warga negara (Hussin dan Arshad, 2012; Gabriel &

Goetschel, 2018). Namun, penelitian ini mencoba menemukenali faktor

pendorong praktik filantropi dan voluntatrisme digital yang tidak hanya

berskala lokal tetapi juga global. Oleh karenanya, temuan ketiga ini

diharapkan mampu memberikan informasi yang mendalam tentang motif

praktik filantropi dan volunatrisme warga negara di era digital.

Keempat, menyangkut dampak dari praktik filantropi dan

voluntarisme dalam gerakan sosial Let’s ACT Indonesia terhadap pembinaan

keadaban kewarganegaraan (civic virtue) di bidang sosial. Penelitian ini

mengasumsikan bahwa gerakan sosial yang ada dimasyarakat adalah bagian

dari Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) pada domain sosio-kutural. Pada

domain ini PKn diselenggarakan secara informal dan nonformal melalui

pengorganisasian colecictive action dalam rangka perbaikan kehidupan

masyarakat secara lebih luas. Maka, civic virtue (keadaban kewarganegaraan)

yang terdiri dari civic disposition (watak kewarganegaraan) dan civic

commitment (komitmen kewarganegaraan) dipandang sebagai tujuan PKn di

masyarakat yang mampu dibina oleh community civic melalui gerakan sosial-

kemanusiaan.

Kepekaan dan kesadaran akan krisis dalam kehidupan di masyarakat

harus senantiasa ditingkatkan dan dikembangkan. Maka, penelitian ini

dipandang perlu setidaknya karena beberapa hal. Kesatu, bahwa konsepsi

8

Aina Nurdiyanti, 2019 PEMBINAAN CIVIC VIRTUE DI BIDANG SOSIAL MELALUI PRAKTIK FILANTROPI DAN VOLUNTARISME (STUDI KASUS GERAKAN SOSIAL-KEMANUSIAAN LET’S ACT INDONESIA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perspustakaan.upi.edu

filantropi dan voluntarisme adalah akar demokrasi dan civil society. Warga

negara bertanggungjawab dalam pembangunan kualitas kehidupan

masyarakat dengan status yang disematnya. Tentunya konsep yang

bertolakbelakang dengan realitas sosial di Indonesia yang menujukkan sikap

apatisme dan penguatan sikap individualisme. Rendahnya kesediaan warga

negara untuk melibatkan diri dalam komunitas sosial, rendahnya kepekaan

sosial, serta pada tingkat global, adanya stigma bahwa penanganan krisis

sosial dan kemanusiaan tidak bersangku paut dengan statusnya sebagai warga

bangsa. Kedua bahwa pengembangan infrastruktur warga negara berbasis

digital memerlukan asesmen agar kedepan dapat terprediksikan model

infrastruktur digital yang bagaimana yang mampu memupuk budaya

kewarganegaraan digital yang partisipatif bukan hanya pada sektor sosial,

tetapi juga pada sektor-sektor lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, penelti terdorong untuk melakukan kajian

lebih mendalam tentang Pembinaan Civic Virtue Di Bidang Sosial Melalui

Praktik Filantropi dan Voluntarisme (Studi Kasus Gerakan Sosial

Kemanusiaan Let’s ACT Indonesia).

1.2. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah Penelitian

1.2.1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka, dapat penulis

identifikasi sejumlah masalah sebagai berikut. Kesatu, partisipasi publik pada

sektor sosial kemanusiaan, kesediaan warga negara untuk melibatkan diri

dalam komunitas sosial, kepekaan sosial, serta spirit pemberdayaan sosial

masih perlu untuk dibangun. Kedua perilaku digital warga negara yang

kurang produktif atau bahkan desktruktif. Ketiga, rendahnya kesadaran

kewarganegaraan global yang salah satunya disebabkan oleh minimnya

infrastruktur untuk memfasilitasi partisipasi publik pada level global.

1.2.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka dapat dirumuskan problem

statement penelitian yaitu “Apakah infrastruktur digital warga negara berupa

9

Aina Nurdiyanti, 2019 PEMBINAAN CIVIC VIRTUE DI BIDANG SOSIAL MELALUI PRAKTIK FILANTROPI DAN VOLUNTARISME (STUDI KASUS GERAKAN SOSIAL-KEMANUSIAAN LET’S ACT INDONESIA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perspustakaan.upi.edu

filantropi dan voluntarisme digital mampu menumbuhkembangkan budaya

kewarganegaraan yang lebih partisipatif di bidang sosial dan kemanusiaan?”

Untuk mempermudah proses penelitian, peneliti menspesifikannya dalam

beberapa rumusan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1.2.2.1. Bagaimana upaya lembaga kemanusiaan ACT mengorganisir

gerakan sosial Let’s ACT Indonesia dalam rangka pembinaan civic

virtue di bidang sosial?

1.2.2.2. Bagaimana realitas civic virtue di bidang sosial melalui praktik

filantropi dan volutarisme dalam gerakan sosial kemanusiaan Let’s

ACT Indonesia?

1.2.2.3. Bagaimana faktor pendorong praktik filantropi dan voluntarisme

warga negara dalam gerakan sosial Let’s ACT Indonesia sebagai

wujud civic virtue di bidang sosial?

1.2.2.4. Bagaimana dampak filantropi dan volutarisme dalam gerakan sosial

Let’s ACT Indonesia terhadap pembinaan civic virtue di bidang

sosial?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bermaksud mengkaji partisipasi kewarganegaraan yang

lebih iklusif di era digital. Fokus kajiannya ialah proses pembinaan keadaban

warga negara pada bidang kemasyarakatan termasuk didalamnya upaya

penyelesaian pelbagai masalah sosial dan masalah ketidakadilan yang

dikembangkan melalui pemanfaatan media digital.

1.3.2 Tujuan Khusus

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah sebagaimana tersurat

di atas, maka secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1.3.2.1. Mengeksplorasi upaya lembaga kemanusiaan ACT dalam

mengorganisir gerakan sosial kemanusiaan Let’s ACT Indonesia

dalam rangka pembinaan civic virtue di bidang sosial;

10

Aina Nurdiyanti, 2019 PEMBINAAN CIVIC VIRTUE DI BIDANG SOSIAL MELALUI PRAKTIK FILANTROPI DAN VOLUNTARISME (STUDI KASUS GERAKAN SOSIAL-KEMANUSIAAN LET’S ACT INDONESIA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perspustakaan.upi.edu

1.3.2.2. Mendeskripsikan realitas civic virtue di bidang sosial melalui praktik

filantropi dan volutarisme dalam gerakan sosial kemanusiaan Let’s

ACT Indonesia;

1.3.2.3. Menemukenali faktor-faktor pendorong keterlibatan warga negara

melalui praktik filantropi dan voluntarisme sebagai wujud civic

virtue di bidang sosial;

1.3.2.4. Mengelaborasi dampak filantropi dan volutarisme dalam gerakan

sosial kemanusiaan Lets ACT Indonesia terhadap pembinaan civic

virtue di bidang sosial.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini berupaya menelaah konsep dan proses pembinaan

keadaban kewarganegaraan melalui sebuah infrastruktur kewarganegaraan

digital. Studi ini diharapkanan mampu menjelaskan posisi dan kekuatan

masyarakat dalam rangka pemecahan masalah-masalah sosial kemanusiaan

secara riil. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan sejumlah

manfaat, baik dari segi teoretis, dari segi praktis, manfaat bagi kebijakan

maupun bagi aksi sosial. Manfaat-manfaat tersebut adalah sebagai berikut:

1.4.1. Manfaat Dari Segi Teoretis

Secara teoretis hasil penelitian dapat memberikan kontribusi terhadap

pengembangan keilmuan PKn terkait desain dan model pendidikan

kewarganegaraan pada domain sosio-kultural termasuk didalamnya: (a) teori

tentang budaya kewarganegaraan digital yang terkonstruk dari ketersediaan

infrastruktur kewarganegaraan digital; (b) teori tentang keadaban di bidang

sosial dan karakter warga negara yang terbina berkat ketersediaan

infrastruktur kewarganegaraan digital; (c) teori tentang budaya

kewarganegaraan global yang terkonstruk berkat ketersediaan infrastruktur

kewarganegaraan digital berskala global; (d) teori tentang dampak

ketersediaan infrastruktur kewarganegaraan digital bagi perbaikan dan

perubahan sosial termasuk didalamnya proses pembinaan warga negara.

11

Aina Nurdiyanti, 2019 PEMBINAAN CIVIC VIRTUE DI BIDANG SOSIAL MELALUI PRAKTIK FILANTROPI DAN VOLUNTARISME (STUDI KASUS GERAKAN SOSIAL-KEMANUSIAAN LET’S ACT INDONESIA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perspustakaan.upi.edu

1.4.2. Manfaat Dari Segi Praktis

Beberapa manfaat praktis yang dihasilkan dari penelitian ini adalah

ditemukannya konseptualisasi tentang model, aktivitas, desain dan pola-pola

pengembangan gerakan sosial yang mampu membina keadaban

kewarganegaraan di bidang sosial pada era digital.

1.4.3. Manfaat Dari Segi Kebijakan

Dilihat dari kebijakan pada sektor sosial, hasil penelitian diharapkan

dapat memberikan kontribusi dan rekomendasi bagi pengembangan gerakan

sosial khususnya di digital yaitu berupa kebijakan yang mendorong penguatan

gerakan sosial di bidang kemanusiaan dalam rangka pegembangan

keadababan warga negara dan pemberdayaan sosial khususnya yang

melibatkan teknologi digital. Dilihat dari aspek pendidikan, hasil penelitian

diharapkan dapat memberikan kontribusi dan rekomendasi bagi penguatan

kurikulum kewarganegaraan berbasis digital citizenship, global citizenship,

dan service learning.

1.4.4. Manfaat Dari Segi Aksi Sosial

Hasil penelitian diharapkan mampu menjadi stimulus bagi masyarakat

untuk lebih meningkatkan dan mengembangkan partisipasinya pada gerakan-

gerakan sosial.

1.5. Struktur Organisasi Tesis

Tesis ini terdiri dari lima bab yang meliputi: bab kesatu yaitu

Pendahuluan. Bab ini berisi uraian tentang latar belakang penelitian, identifikasi

dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur

organisasi yang merupakan sistematika penyusunan tesis ini. Bab kedua yaitu

Kajian Pustaka. Bab ini berisi tentang teori-teori, konsep-konsep, dan dalil-dalil

yang relevan dan mendasari topik penelitian. Bab ini juga memuat uraian singkat

substansial dari beberapa penelitian terdahulu yang menjadi rujukan peneliti. Bab

ketiga yaitu Metode Penelitian. Bab ini berisi uraian tentang pemilihan desain

penelitian beserta rasionalisasinya, partisipan dan tempat penelitian, teknik-teknik

pengumpulan data, dan analisis data yang dilakukan. Bab keempat yaitu Temuan

12

Aina Nurdiyanti, 2019 PEMBINAAN CIVIC VIRTUE DI BIDANG SOSIAL MELALUI PRAKTIK FILANTROPI DAN VOLUNTARISME (STUDI KASUS GERAKAN SOSIAL-KEMANUSIAAN LET’S ACT INDONESIA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perspustakaan.upi.edu

dan Pembahasan. Pada bab ini diuraikan temuan penelitian di lapangan dan

pembahasan berupa analisis dari hasil penelitian. Bab terkahir, bab kelima yaitu

Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi, berisi uraian padat yang merupakan

jawaban pertanyaan penelitian. Bagian ini memuat penafsiran dan pemaknaan

peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian sekaligus hal-hal penting yang

dapat dimanfaatkan dari hasil penelitian, serta rekomendasi yang ditujukan kepada