47
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tata bahasa atau gramatika mempunyai beberapa komponen yaitu struktur gramatikal, sistem gramatikal, kategori gramatikal, fungsi gramatikal, dan peran gramatikal. Struktur gramatikal itu memperlihatkan tentang bangun gramatika suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur gramatikal, di samping hubungan sintagmatis dan paradigmatis di antaranya (Kridalaksana, 2005: 5). Sistem gramatika pada umumnya dibagi atas subsistem morfologi dan subsistem sintaksis. Subsistem sintaksis membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata itu ke dalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan-satuan sintaksis, yakni kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana (Chaer, 2009: 3). Pada studi tentang kelas kata, konsep kata perlu dijelaskan. Kata dalam hierarki gramatikal harus dilihat sebagai satuan sintaksis, bukan sebagai satuan leksikal atau satuan semantis. Sebagai satuan sintaksis, kata hanyalah salah satu tataran dalam hierarki gramatikal. Menurut Harimurti Kridalaksana (2009: 110), kata sebagai satuan dasar dalam suatu kalimat yang dapat berdiri-sendiri, terdiri dari morfem tunggal atau gabungan morfem. Berdasarkan kategorinya, kata terbagi menjadi beberapa macam. Kategori sintaksis adalah jenis atau tipe kata atau frase yang menjadi pengisi fungsi-fungsi sintaksis. Kategori sintaksis berkenaan dengan istilah nomina (N), verba (V), ajektiva (A), adverbia (Adv), numeralia (Num), preposisi (Prep), konjungsi , dan pronomina (Pron). Dalam hal

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tata bahasa atau gramatika mempunyai beberapa komponen yaitu struktur

gramatikal, sistem gramatikal, kategori gramatikal, fungsi gramatikal, dan peran

gramatikal. Struktur gramatikal itu memperlihatkan tentang bangun gramatika

suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur

gramatikal, di samping hubungan sintagmatis dan paradigmatis di antaranya

(Kridalaksana, 2005: 5). Sistem gramatika pada umumnya dibagi atas subsistem

morfologi dan subsistem sintaksis. Subsistem sintaksis membicarakan penataan

dan pengaturan kata-kata itu ke dalam satuan-satuan yang lebih besar, yang

disebut satuan-satuan sintaksis, yakni kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana

(Chaer, 2009: 3).

Pada studi tentang kelas kata, konsep kata perlu dijelaskan. Kata dalam

hierarki gramatikal harus dilihat sebagai satuan sintaksis, bukan sebagai satuan

leksikal atau satuan semantis. Sebagai satuan sintaksis, kata hanyalah salah satu

tataran dalam hierarki gramatikal. Menurut Harimurti Kridalaksana (2009: 110),

kata sebagai satuan dasar dalam suatu kalimat yang dapat berdiri-sendiri, terdiri

dari morfem tunggal atau gabungan morfem. Berdasarkan kategorinya, kata

terbagi menjadi beberapa macam. Kategori sintaksis adalah jenis atau tipe kata

atau frase yang menjadi pengisi fungsi-fungsi sintaksis. Kategori sintaksis

berkenaan dengan istilah nomina (N), verba (V), ajektiva (A), adverbia (Adv),

numeralia (Num), preposisi (Prep), konjungsi , dan pronomina (Pron). Dalam hal

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

2

ini N, V, dan A merupakan kategori utama; sedangkan yang lain merupakan

kategori tambahan. Pengisi fungsi sintaksis dapat berupa kata dapat pula berupa

frase, sehingga di samping ada kata nomina ada pula frase nominal (FN), ada juga

frase verbal (FV), frase ajektival (FA), frase adverbial (F Adv), frase numeral (F

Num), dan frase preposisional (F Prop) (Chaer, 2009: 27-28).

Secara sintaksis sebuah satuan gramatikal dapat diketahui berkategori

verba dari perilakunya dalam satuan yang lebih besar. Jadi, sebuah kata dapat

dikatakan berkategori verba hanya dari perilakunya dalam frase (Kridalaksana,

2005: 50-52). Hal serupa juga dikemukakan oleh Chaer (2007: 219) bahwa dalam

tataran morfologi, kata merupakan satuan terbesar (satuan terkecilnya adalah

morfem). Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang secara

hierarkial menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar yaitu

frase. Kata dibicarakan sebagai satuan terkecil dalam sintaksis yaitu dalam

hubungannya dengan unsur-unsur pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar,

yaitu frase, klausa, dan kalimat. Kata berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis,

sebagai penanda kategori sintaksis, dan sebagai perangkai dalam penyatuan

satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis.

Verba dilihat dari banyaknya nomina yang mendampinginya, dapat

dibedakan menjadi verba transitif dan verba intransitif. Transitif berarti verba

yang bisa mempunyai atau harus mendampingi objek. Berdasarkan banyaknya

objek, terdapat verba monotransitif, bitransitif, dan ditransitif. Verba

monotransitif yaitu verba yang mempunyai satu objek; verba bitransitif yaitu

verba yang mempunyai dua objek; dan verba ditransitif yaitu verba transitif yang

objeknya tidak muncul (Kridalaksana, 2005: 51-52). Penelitian ini berhubungan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

3

dengan verba transitif karena verba valensi mengacu pada jumlah unsur-unsur

yang di sekitarnya baik berupa objek maupun subjek.

Istilah valensi verba dalam bahasa Arab disepadankan dengan التكافؤ (at-

taka>fu’) (Baalbaki, 1990: 523). Valensi verba ini berhubungan dengan verba

transitif yang menjadikan verba sebagai pusat dan penguasaan verba atas

argumen-argumen yang berada di sekitarnya (Kridalaksana, 2009: 253).

Pengertian argumen (argument) adalah nomina atau frase nominal yang bersama-

sama predikator membentuk proposisi (Kridalaksana, 2009: 19). Argumen pada

verba bervalensi berbeda-beda, ada yang bervalensi satu, bervalensi dua, dan

bervalensi tiga. Peran-peran yang ditimbulkan oleh masing-masing verba valensi

tersebut juga berbeda-beda.

Valensi verba dalam bahasa Arab merupakan beberapa unsur bahasa yang

dibutuhkan oleh verba untuk kesempurnaan suatu kalimat. Suatu verba akan

mempunyai valensi di sekitarnya, seperti pelaku atau subjek (fa>’il), objek

langsung (maf’u>l bih al-muba>syir), objek tidak langsung (maf’u>l bih ghairul-

muba>syir) (Baalbaki, 1990: 523). Hubungan verba bervalensi di atas terdapat

dalam klausa verbal, yakni klausa dengan predikat berupa verba. Valensi verba

itu terkait dengan ketransitifan verba. Klausa verbal dengan verba transitif

(muta’addi >) mengharuskan adanya objek (maf’u>l bih). Verba transitif ada yang

memiliki satu objek, dua objek, dan tiga objek. Adapun klausa verbal dengan

verba intransitif (la>zim), tidak mengharuskan adanya objek (Ghulayainiy, 2007:

34,46). Verba zhanna wa akhwa>tuha> termasuk dalam verba bervalensi tiga. Selain

verba zhanna wa akhwa>tuha, terdapat juga verba yang mempunyai tiga valensi

seperti, أعطى /a’tha>/ ‘memberikan’; لو ان /na>wala/ ‘memberikan’; أىدى /ahda>/

‘menghadiahi‟. Sebagai contoh dalam kalimat bahasa Arab الدرىم اأعطيت علي

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

4

/a’thaitu ‘Aliyyan ad-dirhama/ ‘saya memberikan Ali uang’. Verba أعطى /a’tha>/

‘memberikan’ termasuk verba bervalensi tiga karena memiliki tiga argumen di

sekitar verbanya. Tiga argumen itu yakni, argumen pertama untuk menjawab

pertanyaan (siapa yang memberi uang?) dhamir /tu/ „saya‟ sebagai subjek;

argumen kedua untuk menjawab pertanyaan (siapa yang diberi uang?) اعلي /„Aliyyan/ „Ali‟ sebagai objek pertama; argumen ketiga untuk menjawab

pertanyaan (apa yang saya berikan kepada Ali?) الدرىم /ad-dirhama/ „uang‟ dan

sebagai objek kedua.

Guna mengetahui verba /a’tha >/ mempunyai tiga argumen dapat diuji

dengan melesapkan salah satu satuan lingual pada kalimat di atas. Jika kata

/Aliyyan/ „ali‟ dilesapkan, kalimat menjadi /a‟thaitu ad-dirhama/ „saya

memberikan uang‟. Hal ini menyebabkan kalimat menjadi kurang gramatikal dan

menimbulkan pertanyaan (siapa yang diberi uang?). Berarti kata yang dilesapkan

tersebut mempunyai kadar keintian yang mutlak diperlukan. Begitu juga jika kata

/ad-dirhama/ ‘uang’ dilesapkan, kalimat menjadi /a‟thaitu „Aliyyan/ „saya

memberikan Ali‟. Kalimat ini juga menimbulkan pertanyaan (apa yang diberikan

kepada Ali?). Berarti kata yang dilesapkan tersebut mempunyai kadar keintian

yang mutlak diperlukan.

Penelitian ini akan membahas tentang verba bervalensi tiga zhanna wa

akhwa>tuha> (zhanna dan saudara-saudaranya). Verba zhanna wa akhwa>tuha> terdiri

dari verba zhanna dan beberapa verba dalam bahasa Arab yang serupa dengan

zhanna. Verba zhanna wa akhwa>tuha> ini mempunyai tiga argumen yang mana

peran dari dua argumen objektif berasal dari subjek (mubtada’) dan predikat

(khabar) dalam klausa nominal (jumlah ismiyah). Verba zhanna wa akhwa>tuha>

dapat mengubah kedudukan fungsi yang semula sebagai subjek (mubtada’) dan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

5

predikat (khabar) dalam klausa nominal menjadi objek (maf’u >l bih) dalam klausa

verbal (jumlah fi’liyah).

Verba zhanna wa akhwa>tuha> dapat mempunyai tiga valensi bukan hanya

verba yang menunjukkan kala lampau (fi’l ma>dhi>), tetapi beberapa turunan

(tashri>f) dari verba tersebut, misal: verba yang menunjukkan kala sekarang dan

akan datang atau verba imperfek (fi’l mudha>ri’), subjek (ism fa>’il), objek (ism

maf’u>l bih), dan kata kerja yang dibendakan (mashdar) (Ibnu ‘Aqil, 1980: 44).

Adapun anggota verba zhanna wa akhwa>tuha> itu adalah ‘alima, ra’a>,

wajada, dara>, ja’ala, ta’allam, zhanna, kha>la, chasiba, za’ama, ‘adda, chaja>, ja’ala,

hab, shayyara, ittakhadza, takhidza, taraka, radda, dan wahaba. Semua verba

tersebut mempunyai fungsi yang sama dengan zhanna, yaitu menjadikan

mubtada’ dan khabar objek (ism maf’u>l) (Ibnu ‘Aqil, 2010: 270).

Penelitian ini akan mendeskripsikan mengenai verba bervalensi tiga

zhanna wa akhwa>tuha> (kajian morfosintaksis). Penulis mengkaji tentang objek ini

dikarenakan zhanna apabila berada dalam suatu kalimat akan merubah seluruh

kedudukan dan fungsi dari kalimat tersebut. Kata yang pada mulanya menduduki

fungsi mubtada’ dan khabar akan berubah kedudukannya setelah zhanna berada

dalam suatu kalimat. Kata yang menduduki fungsi mubtada’ dan khabar tadi akan

berubah menjadi objek kalimat (ism maf’u>l bi>h). Ketika verba zhanna berada

dalam suatu kalimat, maka dapat berpengaruh pada valensi yang ada di sekitar

verba tersebut. Zhanna mempunyai tiga valensi dalam suatu kalimat. Hal ini

menarik untuk dikaji lebih lanjut terkait dengan bentuk, peran, dan kategori dari

verba zhanna.

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu

mengembangkan teori linguistik khususnya bidang morfologi dan sintaksis,

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

6

sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut, serta memberikan pengetahuan

tentang verba valensi zhanna wa akhwa>tuha>.

Berkaitan dengan penelitian verba valensi, terdapat beberapa penelitian

terdahulu yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Penelitian yang dijadikan

tinjauan pustaka antara lain:

(1) Skripsi tahun 2009 oleh Ratih Parananingsih dari Fakultas Sastra dan

Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang berjudul “Verba Bervalensi

Dua dalam Kalimat Bahasa Jawa (Kajian Struktur dan Makna)”. Tulisan dalam

skripsi ini menjabarkan tentang bentuk, fungsi, dan peran verba bervalensi dua.

Verba bervalensi dua merupakan jenis verba aktif transitif. Secara morfologi

hanya terdapat satu bentuk verba bervalensi dua, yakni bentuk polimorfemis.

Bentuk polimorfemis terdiri lebih dari satu morfem. Bentuk verba bervalensi dua

polimorfemis yang ditemukan dalam penelitian ini yakni: bentuk N-D, bentuk N-

D-ake, bentuk N-D-ke, dan bentuk N-D-i. Adapun makna verba bervalensi dua

dalam kalimat Bahasa Jawa yaitu bermakna pasientif-benefaktif, pasientif-

benefaktif/ duratif, pasientif-benefaktif/ kontinuatif, pasientif-benefaktif/

pluralitas, pasientif-benefaktif/ intensif.

(2) Skripsi tahun 2007 oleh Ari Edi Handayani dari Fakultas Bahasa dan

Seni Universitas Negeri Surabaya yang berjudul “Valensi Verba dalam Ame No

Hi Bunko 1”. Hasil penelitian dalam skripsi ini menunjukkan bahwa dalam

kumpulan cerita Ame no Hi Bunko 1 ditemukan ketiga jenis valensi verba dalam

bahasa Jepang, yaitu: 1. Ikkou yang menyertai verba jidoushi dan berperan sebagai

subjek kalimat. 2. Nikou yang menyertai verba tadoushi dan berperan sebagai

subjek dan objek kalimat. 3. Sankou yang menyertai verba tadoushi dan berperan

sebagai subjek, objek langsung, dan objek tak langsung dalam kalimat. Dari

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

7

ketiga jenis valensi verba tersebut, valensi verba yang paling banyak digunakan

adalah Nikou.

(3) Tesis tahun 2009 oleh Indah Kurnia Dewi dari Prodi Linguistik

Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang berjudul “Verba

N-D-ake Bervalensi Tiga dalam Bahasa Jawa”. Tesis ini membahas masalah

argumen-argumen yang hadir di belakang verba N-D-ake, konstruksi/urutan

argumen-argumen di belakang verba N-D-ake, dan mengidentifikasi peran-peran

semantik argumen-argumen pada verba N-D-ake. Peran semantik yang ditemukan

dalam tesis tersebut ada empat peran semantik, yakni peran-peran semantik

argumen-argumen di belakang verba N-D-ake bitransitif yang berarti pasientif-

benefaktif, contoh: Amir nagihake utang aku „Amir menagihkan hutang (untuk)

saya‟, peran-peran semantik argumen-argumen di belakang verba N-D-ake

bitransitif benefaktif-pasientif, contoh: Amir njawilake Budi bocah kuwi „Amir

menyentuhkan Budi akan anak itu‟, peran-peran semantik argumen-argumen

verba N-D-ake bitransitif yang berarti pasientif-benefaktif/ direktif, contoh: Amir

nggelarake klasa simbah ‟Amir menggelarkan nenek tikar‟, peran-peran semantik

argumen-argumen di belakang verba N-D-ake bitransitif yang berarti pasientif-

direktif, contoh: Amir ngantemake tangane ing Ali ‟Amir memukulkan tangannya

pada Ali‟.

(4) Skripsi tahun 2007 oleh Dina Permatasari dari Program Studi Sastra

Belanda, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Belanda yang berjudul

“Perubahan valensi sintaksis verba bahasa Belanda”. Penelitian ini bertujuan

untuk mencari tabu jenis verba Belanda apa saja yang dapat mengalami perubahan

valensi, gejala beserta proses perubahannya, dan peran semantis verba tersebut

Hasil dari penelitian ini yaitu perubahan valensi banyak terjadi pada verba

intransitif, transitif, ditransitif, kopula dan mandiri. Dari analisis tersebut

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

8

didapatkan sepuluh gejala penyebab perubahan valensi verba, yang

dikelompokkan ke dalam gejala penyebab pengurangan valensi dan perluasan

valensi.

Bedasarkan uraian di atas, sejauh pengamatan penulis belum ada

penelitian tentang verba bervalensi dalam bahasa Arab. Penelitian mengenai verba

bervalensi tiga zhanna wa akhwa>tuha> (kajian morfosintaksis) dipandang perlu

untuk dilakukan. Penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian di atas.

Kebaruan terletak pada penelitian terhadap jumlah valensi yang dimiliki oleh

zhanna wa akhwa>tuha> dan hubungan verba dengan valensi yang menyertainya

dan peran-peran pada verba zhanna wa akhwa>tuha>. Hal lain yang menarik dikaji

dalam penelitian ini, yakni kekhasan verba zhanna wa akhwa>tuha> yang

mempunyai pembagian khusus terkait dengan peran dalam valensinya yaitu

af’a>lul-qulu>b dan af’a>lu’t-tahwi>l. Verba zhanna wa akhwa>tuha> merupakan verba

transitif yang mewajibkan tiga nomina setelah verba tersebut. Jumlah argumen

yang ada dalam verba zhanna wa akhwa>tuha> ada tiga, yakni dua argumen yang

berasal dari mubtada’ dan khabar dan satu argument lainnya. Hal ini akan diteliti

lebih lanjut guna mengetahui valensi verba tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk verba bervalensi tiga zhanna wa akhwa>tuha> ?

2. Bagaimana fungsi verba bervalensi tiga zhanna wa akhwa>tuha> dan

argumen-argumennya?

3. Bagaimana peran verba bervalensi tiga zhanna wa akhwa>tuha> dan

argumen-argumennya?

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

9

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan bentuk verba bervalensi tiga zhanna wa akhwa>tuha>

2. Mendeskripsikan fungsi verba bervalensi tiga zhanna wa akhwa>tuha> dan

argumen-argumennya

3. Mendeskripsikan peran verba bervalensi tiga zhanna wa akhwa>tuha> dan

argumen-argumennya

D. PEMBATASAN MASALAH

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan mengingat bahan dan data

seluruhnya diperoleh dari sumber-sumber tertulis yang berkaitan dengan objek

yang diteliti. Sehubungan dengan luasnya permasalahan mengenai verba

bervalensi, berdasar latar belakang di atas lingkup penelitian hanya terbatas pada

bentuk, fungsi, dan peran verba bervalensi tiga zhanna wa akhwa>tuha> yang

terdapat dalam suatu klausa atau kalimat. Kajian morfosintaksis yang diteliti

terbatas pada lingkup perubahan bentuk kata zhanna wa akhwa>tuha> dan kajian

struktur.

E. LANDASAN TEORI

Linguistik merupakan suatu kajian dengan objek bahasa. Guna

memudahkan analisis, para ahli bahasa membuat tataran-tataran bahasa. Tataran-

tataran ini menjadi subdisiplin tersendiri. Tataran tersebut yakni fonologi,

morfologi, sintaksis, dan semantik. Fonologi yaitu ilmu yang mempelajari bunyi

bahasa yang berfungsi dalam ujaran; morfologi yaitu ilmu yang mempelajari

bentuk kata dan perubahan bentuk kata; sintaksis yaitu ilmu yang mempelajari

tata kalimat; semantik yaitu ilmu yang mempelajari tentang makna (Pateda, 1988:

54).

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

10

1. Morfologi

Menurut Kridalaksana (2009: 159), morfologi adalah bidang linguistik

yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya. Morfologi menjadi

bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagiannya.

Sementara itu, Ramlan (1996: 16) menyebutkan bahwa morfologi adalah

bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk kata serta pengaruh

perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata atau

mempelajari seluk-beluk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata

itu, fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Berdasarkan dua pendapat di

atas, penulis menyimpulkan bahwa morfologi merupakan salah satu dari

cabang ilmu linguistik yang mempelajari dan menganalisis struktur, bentuk

serta klasifikasi kata.

Istilah morfologi dalam bahasa Arab disepadankan dengan علم الصرف (‘ilmu

a’sh-sharf) yaitu cabang ilmu kaidah yang membahas tentang struktur kata dari

penambahan, penggabungan, penyisipan, dan pemendekan (Al-Khuli, 1982:

175). Secara etimologi, kata sharf berasal dari bahasa Arab رفاص -يصرف- فصر

/sharafa-yashrifu-sharafan/ yang berarti perubahan (Munawir, 1997: 775).

Adapun secara terminologi, pada kamus Al-Wasi>th (Dhaif, 2004: 513)

disebutkan arti sharf sebagai berikut:

الصرف علم تعرف بو أبنية الكالم و اشتقاقو /A’sh-sharfu ‘ilmun tu’rafu bihi abniyatul-kala>mi wa isytiqa>quhu/

“Sharf dalam ilmu bahasa merupakan sebuah ilmu untuk mengetahui

struktur kalam dan pembentukannya”.

Menurut al-Ghulayani (2007: 13), sharf berarti:

ليتت بععرا و ا بنا.. تعرف هبا صيغ الكلمات العربية و أحواهلا اليت الصرف: علم بأصول"فهو علم يبحث عن الكلم من حيث ما يعرض لو من تصريف و إعالل و إدغام و إبدال، وبو

"نعرف ما جيب أن تكون عليو بنية الكلمة قبل إنتظامها ىف اجلملة

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

11

/A’sh-sharfu: ‘ilmun bi ushu>lin tu’rafu biha> shiyaghul-kalima>ti al-

‘arabiyyati wa achwa>luha> allati> laisat bi i’ra>bin wa la> bina>in. Fa huwa

‘ilmun yabchatsu ‘anil-kalimi min chaitsu ma> yu’radhu lahu min

tashri>fin wa i’la>lin wa idgha>min wa ibda>lin, wa bihi na’rifu ma

yujabu an taku>na ‘alaihi bunyatul-kalimati qabla intizha>miha> fil-

jumlati/ “Sharf adalah ilmu yang mempelajari tentang kaidah pembentukan

kata-kata Arab dalam hal-hal yang berkaitan dengan huruf dan

merupakan i’rab dan bina’. Sharf merupakan ilmu yang membahas

tentang bentuk kata dari sisi perubahan yang terjadi di dalamnya,

seperti mengenai bentuk turunannya, i’lal, idgham, dan ibdal. Dengan

demikian, sharf memberikan aturan pemakaian dan pembentukan

kata-kata sebelum digabung atau dirangkai dalam suatu kalimat”.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa morfologi

menyelidiki struktur intern kata, membahas tentang dasar-dasar pembentukan

kata, termasuk di dalamnya imbuhan. Sharf memberikan aturan pemakaian

masing-masing kata dari segi bentuknya.

1.1. Pembentukan Kata Bahasa Arab

Morfem (morpheme) adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya

secara relatif stabil yang tidak dapat lagi dibagi atas bagian makna yang

lebih kecil (Kridalaksana, 2009: 158). Proses Morfologis (morphological

process) adalah proses yang mengubah leksem menjadi kata. Dalam hal

ini, leksem adalah input dan kata merupakan output.

Melalui proses pembentukan kata diperoleh bentukan-bentukan yang

mungkin hanya berubah bentuk dasar atau asalnya. Perubahan dapat terjadi

pada identitas leksikalnya tanpa perubahan status kategorialnya atau

berubah kedua-duanya baik identitas leksikal maupun status kategorialnya.

Menurut Verhaar (2004: 143), perubahan morfemis dengan

mempertahankan identitas leksikal dari kata yang bersangkutan disebut

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

12

dengan infleksi. Sedangkan perubahan morfemis yang menghasilkan kata

dengan identitas morfemis lain disebut proses derivasi.

Bentuk adalah penampakan atau rupa satuan gramatikal atau leksikal

dipandang secara fonis atau grafemis. satuan bahasa atau rupa atau wujud

dari satuan gramatikal. Bentuk dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:

bentuk akrab, bentuk alego, bentuk antara, bentuk asal, bentuk asing,

bentuk asterisk, bentuk bebas, bentuk dasar, bentuk kata, dan bentuk

terikat (Kridalaksana, 2009: 32-33). Pada penelitian ini akan dibahas

mengenai bentuk terikat dan bentuk bebas yang secara morfologis

digolongkan pada bentuk polimorfemis dan monomorfemis.

Monomorfemis (monomorphemic) terjadi dari satu morfem, sedangkan

polimorfemis (polymorfemic) terjadi pada suatu kata yang terdiri lebih dari

satu morfem (Kridalaksana, 2009: 157).

a. Infleksi (التصريف) Infleksi atau inflection adalah perubahan bentuk kata yang

menunjukkan pelbagai hubungan gramatikal yang mencakup deklinasi

nomina, pronominal, ajektiva, dan konjungsi verba; unsur yang

ditambahkan pada sebuah kata untuk menunjukkan suatu hubungan

gramatikal. Misal : s dalam boys menunjukkan infleksi plural; s dalam

reads menunjukkan infleksi verba orang ketiga (Kridalaksana, 2009:

93).

Infleksi disepadankan dengan تصريف /tashri>f/ yang maknanya تغيري /taghyi>r/ yaitu “perubahan” (Baalbaki 1990: 246, Al-Khuli 1982:

131). Menurut Al-Khuli (1982: 131), infleksi adalah:

"التصريف: إضافة زوائد الكلمة لتدل على وظيفتها يف اجلملة وعالقتها بتواىا"/A’t-tashrīfu idhāfatu zawāidi al-kalimati litadulla alā

wazhifatihā fī -ljumlati wa ‘alāqatiha> bisiwāhā/

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

13

“Infleksi adalah afiksasi pada suatu kata untuk menunjukkan fungsi

gramatikal dalam suatu kalimat dan relasinya”.

Di bawah ini merupakan tabel yang menunjukkan perubahan kata

(infleksi) pada fi’l (verba):

Tabel 1

Perubahan Kata (Infleksi) pada Fi’l (Verba)

ريضم عل ماضيف فعل مضارع فعل أمر

و ى ر ص ن ر ص ن ي

ان ر ص ن ي اه ار ص ن

م ى او ر ص ن ن و ر ص ن ي

ى ى ت ر ص ن ر ص ن ت

اه ات ر ص ن ان ر ص ن ت

ن ى ن ر ص ن ن ر ص ن ي

ت ن أ ت ر ص ن ر ص ن ت ر ص ن ا

ام ت ن أ ادت ر ص ن ان ر ص ن ت ار ص ن ا

م ت ن أ ت ر ص ن ن و ر ص ن ت او ر ص ن ا

ت ن أ ت ر ص ن ن ي ر ص ن ت ي ر ص ن ا

ام ت ن أ ادت ر ص ن ان ر ص ن ت ار ص ن ا

ت ن أ ن ت ر ص ن ن ر ص ن ت ن ر ص ن ا

ان ا ت ر ص ن ر ص ن أ

ن ن ان ر ص ن ر ص ن ن

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

14

Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan contoh nomina (ism):

Tabel 2

Contoh Nomina (ism)

b. Derivasi (اشتقاق)

Derivasi atau derivation adalah pengimbuhan afiks non-inflektif

pada dasar untuk membentuk kata (Kridalaksana, 2009: 47). Istilah

derivasi dalam bahasa Arab disepadankan dengan اشتقاق /isytiqa>q/

Baalbaki (1990: 142). Berikut definisi derivasi menurut Baalbaki:

وزن هر ائضم جمع مذكر سالم جمع مؤنث سالم

ل اع ف انا ىو أنت مفرد مذكر ماد صائن

ان اد م صائنان ن ال اع ف نن ، أنتما، ها مذكرتثنية

ن و اد م ائن ون ص ن و ل اع ف نن ، أنتم ، ىم مذكر مجع

اد ص و ان ال ع ف نن ، أنتم ، ىم مجع تكثري م د

ل ع ف نن ، أنتم ، ىم مجع تكثري م د د ص و ن

ة ل ع ف نن ، أنتم ، ىم مجع تكثري مددة صونة

ة ل اع ف انا ، أنت ، ىى مفرد مؤنث ماد ة صائنة

ان ت ل اع ف نن ، أنتما ، ها مؤنث تثنية ماد تان صائنتان

ت ال اع ف نن ، أنت ،ىن مؤنث مجع ماد ت صائنات

صيغة منتهى مواد صوائن اجلموع

ل اع و ف نن ،أنت ، ىن

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

15

Derivation (gramm) = اشتقاق من tension تولد كلمة من أخرى )مثال: "ناجح" من "نح", أو : اشتقاق"

tenseحتويل صيغة الكلمة إىل صيغة أخرى ( , و ىو مامييزه عن التصريف, و ىوواهتا از العربية و أخت(. و دتeatمن eats)مثال : ناجحون من "ناجح" , أو

لمات جبذرىا كالتاميات بكثري تولدىا للكلمات هبذه الطريقة و باحتفاظ تلك ال "املشرتك

/Tawalludu kalimatin min ukhra> (matsalan: ‚ناجح‛ min ‚ نح‛

au tension min tense), wa huwa ma> yumayyizuhu ‘an a’t-

tashri>fi, wa huwa tahcwi>lu shi>ghati al-kalimati ila shi>ghatin

ukhra> (matsalan: ناجحون min ‚ناجح‛, au eats min eat). Wa

tamta>>zu al-‘arabiyyatu au akhawatuhaa a’s-sa>mmiyya>h bi

katsi>ri tawalludiha> al-kalima>ti bi ha>dzhi a’th-thari>qati wa bi

ichtifa>dzi tilka al-kalima>ti bijidzriha> al-musytarok/

“Derivasi adalah menghasilkan kata yang lain (misal: ناجح /na>jichun/ „orang yang sukses‟ dari kata نح /najacha/ „sukses‟

atau kata tension berasal dari kata tense). Hal ini berbeda

dengan infleksi, yang berarti merubah bentuk suatu kata

menjadi bentuk kata yang lain (misal: ناجحون /na>jichu>na/

„orang-orang yang sukses‟ berasal dari kata ناجح /na>jichun/

„orang yang sukses‟ atau kata eats berasal dari kata eat). Kata

dalam bahasa Arab dan bahasa yang serumpun (Semit)

dicirikan dengan banyaknya pembentukan kata dengan cara

derivasi ini yang menjaga kosakata itu dengan akar yang

berasal dari kosakata yang sama.

Al-Khuli (1982: 70) mendefinisikan derivasi sebagai berikut :

من املشتقة )كاتب( مثل، اجلذر يف معها تتحد أخرى مةلكلا تكوين :اإلشتقاق"واحدة زائدة بعضافة عادة األشتقاق ويكون write. املشتقة من writer( و)كتب

"التاق أو اجلذر إىل أكثر أو

/al-isytiqāqu: takwīnul-kalimati ukhrā tattachida ma`ahā fī al-

juzri, mitslu (kātibun) al-musytaqqatu min (kataba) wa writer

al-musytaqqatu min write. Wa yukawwinu al-isytiqāqu

`ādatan bi idhāfati zāidatin wāhidatin au aktsara ilā al-juzri au

a‟s-sāqi/.

“Derivasi adalah pembentukan satu kata baru yang serupa

dengan kata sebelumnya ditinjau dari akar kata

pembentukannya, seperti kata (ka>tibun) dibentuk dari kata

(kataba), sama halnya seperti kata writer yang dibentuk dari

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

16

kata write. Biasanya pembentukan kata derivasi yaitu dengan

menambahkan satu huruf tambahan atau lebih kepada akar

kata aslinya”.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa derivasi

adalah pembentukan kata satu kata baru yang serupa dengan akar kata

pembentukannya. Kosakata bahasa Arab akan menghasilkan banyak

kata-kata baru dengan akar pembentukan yang sama.

Derivasi menurut al-Ghulayaini (2007: 154) disepadankan tashri>f.

Berikut definisi tashri>f :

ومبا ألحرفها من أصالة وزيادة ، ىو العلم بأحكام بنية الكلمة اصطالحا التصريف" "شبو ذلكوصحة وإعالل و إبدال و

/A’th-Tashri>f isthila>chan huwa al-‘ilmu bi achka >mi bunyatil-

kalimati, wa bi ma> li achrufiha> min asha>latin wa ziya>datin

wa i’la>lin wa ibda>lin wa syibhu dza>lika/

“Tashri>f adalah ilmu yang membahas tentang hukum-hukum

suatu bentuk kata dan huruf-hurufnya, baik yang asli,

tambahan, shahih, i’lal, ibdal (perubahan) dan yang serupa

denganya”.

Dari definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa derivasi

merupakan sebuah proses pembentukan kata yang dapat menghasilkan

beberapa kata. Kata yang dihasilkan tersebut memiliki makna yang

serupa dengan makna kata dasarnya. Sebagai contoh: dari akar kata

/dharaba/ dapat dibentuk kata-kata berikut: ضار /dha>ribun/ „pemukul‟;

midhrabun/ „alat untuk/ مضر ;‟madhru>bun/ „yang dipukul/ مضرو

memukul‟; تضر ا /la> tadhrib/ „jangan pukul‟; dan seterusnya.

Meskipun bentuk kata di atas berbeda, namun antara satu kata dengan

kata yang lain memiliki hubungan makna dan berasal dari akar kata

yang sama yaitu ضر /dharaba/ „pukul‟.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

17

Terdapat dua pendapat ulama mengenai isytiqa>q ini, yaitu ulama

dari madzhab Bashrah menyebutkan bahwa sumber isytiqa>q adalah

mashdar. Sedangkan ulama dari madzhab Kufah menyebutkan bahwa

sumber isytiqa>q adalah fi’l (kata kerja). Penulis lebih condong ke

madzhab Kufah. Penulis menggunakan akar kata bahasa Arab dari fi’l

ma>dhi (kata kerja). Hal ini sesuai dengan penggunaan dasar suatu kata

di kamus-kamus yaitu fi’l ma>dhi >.

Menurut al-Ghulayaini (2007: 155), isytiqa>q dibagi menjadi tiga

macam yaitu isytiqa>qul-kabi>r, isytiqa>qul-akbar, dan isytiqa>qu’sh-

shagi>r. Pembahasan tentang derivasi pada penelitian ini termasuk dalam

cakupan isytiqa>qu a’sh-shaghi>r, yaitu proses pembentukan beberapa

kata dari sebuah kata dasar dengan tetap memperhatikan kesamaan

urutan morfem tetap seperti yang terdapat pada kata dasarnya. Seperti

morfem كتب /kataba/ „menulis‟, urutan morfem tetapnya yaitu: ك /kaf/

adalah urutan pertama, ت /ta‟/ adalah urutan kedua, dan /ba‟/ adalah

urutan ketiga.

Dengan demikian, isytiqa>qu a’sh-shaghi>r, mencakup bentuk kata

sebagai berikut:

مشتق منو المشتقات وزن مثال

ح ت ف فعل ماضى ل ع ف

ح ت ف ي ل ع ف ي فعل مضارع

ح ت اف فعل أمر ل ع اف

اح ت ف مصدر ال ع ف

اح ت ف م مصدر ميم ال ع ف م

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

18

Tabel 3

Cakupan Bentuk Kata Isytiqa>qu A’sh-Shaghi>r

1.2. Pembagian Verba dalam Bahasa Arab

a. Verba Berdasarkan Zaman atau Kala

Pembagian verba dalam bahasa Arab dapat diklasifikasikan menjadi

beberapa macam. Menurut Al-Ghulayaini (2007: 29-30), verba

berdasarkan zaman atau kala dibagi menjadi tiga, yaitu: fi’l ma >dhi>, fi’l

mudha>ri’, dan fi’l amr.

a) Fi’l ma>dhi> yaitu verba yang menunjukkan makna secara mandiri dan

menunjukkan kala lampau. Contoh: .جا /ja>a/: اجتهد /ijtahada/; تعلم /ta’allama/

b) Fi’l mudha>ri’ yaitu verba yang menunjukkan makna secara mandiri

dan menunjukkan kala sekarang dan yang akan datang. Contoh: ي. جي /yaji>u/; تهد جي /yajtahidu/; تعلم ي /yata‟allamu/

c) Fi’l amr yaitu verba yang menunjukkan perintah (imperatif) dengan

tanpa menggunakan lam amr. Contoh: جي. /ji>a/; اجتهد /ijtahada/; ت عل م /ta‟allam/

b. Verba Berdasarkan Bunyi Asal atau Akar Kata

Menurut al-Ghulayaini (2007: 159, 161), verba berdasarkan bunyi

asal atau akar kata dibagi menjadi dua, yaitu: fi’l mujarrad dan fi’l

mazi>d.

ح ت اف اسم فاعل ل اع ف

اسم مفعول ل و ع ف م ح و ت ف م

مكان/ اسم زمن مفعل / ل ع ف م مفتح / ح ت ف م

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

19

a) Fi’l mujarrad yaitu verba yang masih asli dan belum mendapatkan

imbuhan. Contoh: كتب /kataba/; جلس /jalasa/; فتح /fatacha/;

b) Fi’l mazi>d yaitu verba yang sudah mendapatkan imbuhan. Contoh: أكرم /akrama/ kata berasal dari kata كرم /karama/ kemudian mendapat

imbuhan huruf أ /alif/ di awal kata; فرح /farracha/ kata ini berasal dari

kata فرح /faracha/ kemudian mendapatkan imbuhan huruf ر /ra’/ di

tengah kata; سابق /sa>baqa/ berasal dari kata سبق /sabaqa/ kemudian

mendapat imbuhan huruf ا /alif/ setelah huruf /sin/.

c. Verba Berdasarkan Huruf ‘Illat

Verba (kata kerja) dalam bahasa Arab menurut huruf ‘illat (alif,

waw, dan ya‟) dibagi menjadi dua, yaitu shachi>h dan mu’ta >l (Al-

Ghulayaini 2007: 43).

a) Fi’l shachi>h

Fi’l shachi>h yaitu kata kerja yang huruf-hurufnya bukan berupa

huruf illat. Fi’l shachi>h terbagi menjadi tiga macam yaitu : 1) sa>lim 2)

mahmu>z dan 3) mudha>’af. Berikut keterangannya: 1. Sa>lim adalah kata kerja yang salah satu hurufnya bukan berupa huruf

illat, hamzah ataupun mudha>’af. Contoh: كتب kataba/; ذىب \ /dzahaba/; /alima’/علم

2. Mahmu>z adalah kata kerja yang salah satu hurufnya berupa huruf

hamzah. Kata kerja jenis ini terbagi lagi menjadi tiga macam, yaitu a)

mahmu>z fa’ (hamzah berada di awal), contoh: أخذ /akhadza/ b)

mahmu>z ‘ain (hamzah berada di tengah), contoh: سأل /sa’ala/ c)

mahmu>z lam (hamzah berada di akhir), contoh: قرأ /qara’a/

3. Mudha>’af adalah kata kerja penyusun huruf aslinya berupa dua huruf

yang sejenis, tapi bukan sebagai tambahan. Kata kerja jenis ini terbagi

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

20

menjadi dua macam, yaitu: a) mudha>’af tsula >tsi>, contoh: مد /madda/; زلزل :marra/ dan b) mudha>’af ruba>’i>, contoh/ مر /zalzala/; دمدم /damdama/.

b) Fi’l Mu’ta>l

Fi’il mu’ta>l yaitu kata kerja yang salah satu huruf aslinya berupa

huruf „illat. Contoh وعد /wa’ada/; قال /qa>la/; رمى /rama>/. Fi’l mu’ta>l ini

terbagi menjadi empat macam yaitu 1) mitsa>l, 2) ajwaf, 3) na>qish, dan

4) lafi>f. Berikut definisinya :

1. Mitsa>l adalah kata keja yang fa’ fi’l-nya berupa huruf „illat.

Contoh: وعد /wa'ada/, يتر /yasara/ 2. Ajwa>f adalah kata kerja yang ‘ain fi’l-nya berupa huruf „illat.

Contoh: قال /qa>la/, باع /ba>’a/ 3. Na>qish adalah kata kerja yang lam f’il-nya berupa huruf „illat.

Contoh: رضي /radhiya/; رمى /rama>/ 4. Lafi>f adalah kata kerja yang dua huruf penyusunnya berupa

hururf „illat asli. Kata kerja jenis ini terbagi menjadi dua jenis,

yaitu :

4.1. Lafi>f maqrun adalah kata kerja yang dua huruf „illat

penyusunnya terkumpul menjadi satu. Contoh: طوى /thawa>/;

/<nawa/ ن وى

4.2. Lafi>f mafruq adalah kata kerja yang dua huruf „illat

penyusunnya dipisah. Contoh: وىف /wafa>/; وقى /waqa>/ 1.3. Pola Verba Bahasa Arab [Mawa>zinul-Af’a>l عال( )موازن األف ]

Secara dominan verba dalam bahasa Arab terdiri dari tiga huruf, فعل fi’lun tsula>tsiyyun/ (trilateral verb). Al-Ghulayaini (2007: 158)/ ث الثي

menyebutkan bahwa pola kata dasar dalam penyusunannya dirumuskan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

21

dengan huruf ف /fa’/ (awal), ع /‘ain/ (tengah), dan ل /lam/ (akhir) menjadi

مةفا. الكل fa’/ dalam wazan disebut/ ف fa’ala/. Disebutkan/ فعل /fa’ al-

kalimah/ ع /‘ain/ disebut مةالكل عي /‘ain al-kalimah/ dan ل /lam/ disebut

ك .‟kataba/ ‘menulis/ كتب :la>m al-kalimah/ Seperti pada contoh/ مةم الكل ا

/kaf/ disebut مةفا. الكل مةالكل عي ta’/ disebut/ ت ; ; /ba’/ disebut مةكل ال ام

(Al-Ghulayaini, 2007: 159, 163).

Pola kata kerja trilateral (tsula>tsi mujarrad) memiliki enam pola

sebagai berikut:

Tabel 4

Pola Kata Kerja Trilateral (Tsula>tsi Mujarrad)

Pola kata kerja tsula>tsi mazi>d bicharfin memiliki pola sebagai berikut:

رقم فعل ماضى فعل مضارع فعل أمر مثال

1 عل ف ع ل ف ي ل ع ف ا ا نص ر –ي نص ر –نصر

عل ف ي ل ع ف ا اضر –يضر –ضر 2 عل ف

3 عل ف عل ف ي ل ع ف ا اف تح –ي فتح –ف تح

4 عل ف عل ف ي ل ع ف ا اعلم –ي علم –علم

ل ع اف ا حت ن –يت ن –حت ن 5 ع ل ف ع ل ف ي

عل اف احتب –يتب –حتب 6 عل ف عل ف ي

رقم فعل ماضى فعل مضارع فعل أمر مثال

1 فع ل فعلي ف عل ف رح –ي فرح –ف ر ح

علايف عل اف تل قا – ي قاتل – قاتل 2 عل اف

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

22

Tabel 5

Pola Kata Kerja Tsula>tsi Mazi>d Bicharfin

Pola kata kerja tsula>tsi mazi>d bicharfaini memiliki pola sebagai

berikut:

Tabel 6

Pola Kata Kerja Tsula>tsi Mazi>d Bicharfaini

Pola kata kerja tsula>tsi mazi>d bi tsala>tsati achrufin memiliki pola

sebagai berikut:

Tabel 7

Pola Kata Kerja Tsula>tsi Mazi>d bi Tsala>tsati Achrufin

3 أفعل ي فعل افعل اكرم –ي كرم –أكرم

مرق فعل ماضى فعل مضارع فعل أمر مثال

1 ت فاعل ي ت فاعل ت فاعل ت باعد –ي تباعد –ت باعد

2 ت فع ل ي ت فع ل ت فع ل تكت ر –ي تكت ر – تكت ر

3 عل ت فا ي فتعل اف تعل اجتمع – جيتمع – اجتمع

فعل ان فعل ر انكت –ي نكتر –انكتر 4 ان فعل ي ن

5 اف عل ي فعل اف عل احر – مر ي –احر

رقم فعل ماضى فعل مضارع فعل أمر مثال

ت فعل س ا استخرج –يتتخرج –استخرج 1 ت فعل س ا ت فعل ت ي

2 اف عوعل ي فعوعل اف عوعل احلول – لوىل ي –احلوىل

3 ال ع اف فعال ي اف عال احار –يمار – احار

4 ل و اف ع ي فعول اف عول علوط ا – علوط ي – علو ط ا

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

23

Selain bentuk fi’l yang terdiri dari tiga huruf (tsula>tsi>), terdapat fi’l

yang terdiri dari empat huruf yang disebut dengan fi’l ru>ba>’i>. Fi’l ru>ba>’i> ini

dibagi menjadi dua yaitu quadrilateral (ru>ba>’i> mujarrad) dan fi’l ru>ba>’i>

mazi>d. Berikut pola kata kerja quadrilateral (ru>ba>’i> mujarrad) :

Tabel 8

Pola Kata Kerja Quadrilateral (Ru>ba>’i> Mujarrad)

Pola kata kerja ru>ba>’i> mazi>d :

Tabel 9

Pola Kata Kerja Ru>ba>’i> Mazi>d

رقم فعل ماضى ضارعفعل م فعل أمر مثال

1 ف علل ي فعلل ف علل دحرج -ي دحرج –دحرج

2 ف وعل ي فوعل ف وعل حوقل -ي وقل –حوقل

عل ي فيعل ف يعل ب يطر -ي ب يطر –ب يطر 3 ف ي

ل ف عو جهور -جي هور –جهور 4 ف عول ي فعول

5 ل عي ف ي فعيل ف عيل شريف –ي شريف –شريف

6 ىل ف ع ىل ع ف ي ف عل سلق -ي تلقى –سلقى

7 ف عنل ي فعنل ف عنل ق لنس -ي قلنس –ق لنس

رقم فعل ماضى فعل مضارع فعل أمر مثال

1 ت فعلل ي ت فعلل ت فعلل تدحرج -ي تدحرج –تدحرج

م -احرنم م ا -يرن نلل ي فع اف عنلل حرن لل 2 اف عن

3 اف علل ي فعلل اف علل اق عنتس -ي قعنتس –اق عنتس

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

24

2. Sintaksis

Sintaksis berasal dari kata Yunani (sun = „dengan‟ + tattein „menempatkan‟.

Jadi, kata sintaksis secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama kata-

kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Menurut Ramlan (1996: 21), sintaksis

ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk

wacana, kalimat, klausa, dan frase, berbeda dengan morfologi yang membicarakan

seluk-beluk kata dan morfem. Sedangkan Chaer (2008: 3) berpendapat bahwa

subsistem sintaksis membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata ke dalam

satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan-satuan sintaksis, yakni kata,

frase, klausa, kalimat, dan wacana.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sintaksis

merupakan cabang dari sistem gramatika yang membahas tentang hubungan antar

kata dalam suatu tuturan, yakni kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana.

Sintaksis dalam bahasa Arab disepadankan dengan a’n-nachwu (Al-Khuli,

1982: 278). Menurut Ni‟mah (1988: 17) nahwu adalah kaidah untuk mengetahui

fungsi setiap kata dalam kalimat, mengetahui akhiran kata, dan mengetahui

metode i’rab-nya. Sedangkan Al-Ghulayaini (2007: 13) menyebutkan bahwa ilmu

nahwu merupakan ilmu yang membahas tentang susunan kata, perubahan fungsi

akhir suatu kata dalam bahasa Arab dari segi (nominatif) rafa’, (akusatif) nashab,

(genitif) jar, (imperatif) jazm, dan tetapnya bunyi akhir kata.

Penulis menyimpulkan bahwa nahwu merupakan bagian dari ilmu tata

bahasa yang membahas tentang kata yang sudah masuk dalam tataran kalimat

dengan memperhatikan perubahan akhir kata.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

25

Pada pembahasaan sintaksis ini, akan dijabarkan tentang kategori, fungsi,

dan peran dalam bahasa Arab. Selanjutnya, akan dibahas mengenai teori valensi,

dan zhanna wa akhwa>tuha>.

2.1. Kategori dalam Bahasa Arab

Menurut Veerhar (2006: 170) kategori sintaksis adalah apa yang sering

disebut “kelas kata”, seperti nomina, verba, ajektiva, adverbia, adposisi

(artinya, preposisi atau posposisi). Ada banyak perbedaan di antara bahasa-

bahasa di dunia dalam hal jenis dan jumlah kelas kata atau kategori itu.

Kategori sintaksis atau kelas kata dalam bahasa Arab disepadankan

dengan الكلمات نوع /nau’ul-kalima>t/ kelas kata (word of class) terbagi menjadi

empat macam yaitu kelas kata ke-1 (word of class I) berupa /al-asma>u/

(noun), kelas kata ke-2 (word of class II) berupa /al-af’a>l/ (verb), kelas kata

ke-3 (word of class III) berupa /a’n-nu’u>tu/ (adjective), kelas kata ke-4 (word

of class IV) berupa /a’zh-zhuru>f (adverb) (Al-Khuli,1982: 311).

Kata dalam bahasa Arab adalah lafazh yang menunjukkan suatu makna.

Kata dibagi menjadi tiga bagian yaitu ism, fi’l, dan charf (Al-Ghulayaini,

2007: 14). Di bawah ini akan dijelaskan lebih detil tentang nomina (ism),

verba (fi’l), dan partikel (charf).

a. Nomina (Ism)

Secara etimologi, ism berarti nama (Munawwir, 2007: 664).

Sedangkan secara terminologi, ism adalah kata yang menunjukkan makna

yang bebas yang dapat dipahami dan tanpa disertai dengan masa atau

zaman, contoh: انتان /insa>nun/; خنل /nakhlun/; ذىب /dzahabun/ (Nashif,

1988: 3). Al-Ghulayaini (2007: 14) mendefinisikan ism sebagai berikut:

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

26

"قرتن بزمانم ا اسم : ما دل على معىن ىف نفتو غري"

/Al-ismu ma> dalla ‘ala> ma’nan fi> nafsihi > ghairi muqtaronin bi

zama>nin/

“Ism adalah kata yang menunjukkan makna nomina tanpa disertai

dengan kala”.

Contoh: خالد /kha>lidun/; فرس /farasun/; عصفور /‘ushfu>run/; دار /da>run/; حنطة /chinthatun/; .ما /ma> un/

b. Verba (Fi’l)

Secara bahasa, fi’l adalah kata kerja (Munawwir, 2007: 1064).

Secara istilah, Al-Ghulayaini (2007: 16) mendefinisikan fi’l sebagai

berikut:

"بزمان مقرتن الفعل ما دل على معىن ىف نفتو"/Al-fi‟lu ma> dalla ‘ala> ma’nan fi> nafsihi muqtarinin

bizama>nin/.

“Fi’l adalah kata yang menunjukkan makna verba dengan disertai

oleh kala”.

Contoh: .جا /ja> a/; جييئ /yaji>´u/; .جي /ji>´a/

Ciri morfologis verba dilihat dari kondisi kata itu sendiri.

Beberapa ciri morfologis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi

sebuah verba yaitu dapat bergabung dengan ta’ ta’ni>ts a’s-sa>kinah dan

ta’ al-mutacharrikah pada verba lampau (fi’l ma>dhi>). Ta’ tani>ts a’s-

sa>kinah menunjukkan orang ketiga tunggal untuk muanats, seperti:

ف تحت ;/nasharat/ نصرت /fatachat/. Adapun ta’ al-mutacharrikah adalah

ta‟ yang berharakat dan menunjukkan kata ganti subjek, contoh: ت نصر /nashartu/; ت نصر /nasharta/ ت نصر /nasharti/.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

27

Menurut Al-Ghulayaini (2007: 30, 39), verba dilihat dari segi

ada dan tidak adanya objek, dibagi menjadi dua yaitu verba transitif

(fi’l muta’adi>) dan verba intransitif (fi’l la>zim).

1) Verba transitif (fi’l muta’adi>) yaitu verba yang tidak hanya cukup

memiliki pelaku (ism fa>’il), tetapi harus dilengkapi dengan objek

(ism maf’u>l bih). Contoh: -fatacha a’th-tha>riqu al/ فتح الطارق األندلس

Andalasa/ „Thariq telah menaklukan Andalusia‟. فتح /fatacha/

‘menaklukan‟ sebagai predikat; الطارق /a’th-tha>riqu/ „Thariq‟

sebagai subjek; dan .al-andalasa/ „Andalusia‟ sebagai objek/ األندلس

2) Verba intransitif (fi’l la>zim) adalah verba yang hanya memiliki

pelaku (ism fa>’il), tetapi tidak memiliki objek (ism maf’u>l bih).

Contoh: ذىب سعيد /dzahaba sa’i>dun/ ‘Sa’id pergi’. Kalimat ini

tidak memerlukan objek. ذىب /dzahaba/ ‘pergi’ sebagai

predikat; سعيد /sa’i>dun/ ‘Sa’i>d’ sebagai subjek.

c. Partikel (Charf)

Secara bahasa, charf adalah huruf (Munawwir, 2007: 255). Secara

istilah, Al-Ghulayaini (2007: 16-17) berpendapat sebagai berikut:

"احلرف ما دل على معىن ىف غريه"

/Al-Charfu ma> dalla ‘ala> ma’nan fi> ghairihi>/

“Charf adalah kata yang menunjukkan makna kata yang lain”.

Contoh: ،و مل، و على، و إن، و منىل، و ىف، و مل

Charf terdiri atas tiga bagian: (1) charf yang khusus berpasangan

dengan ism, seperti charf jar, contoh: /min/, /ila>/, /‘an/, /‘ala>/, /fi>/,

/rubba/, /bi/, /ka/, /li/, /mudz/, /mundzu/; (2) charf yang berfungsi

menempatkan ism atau mubtada’ pada kondisi akusatif (nashab) dan

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

28

menempatkan khabar pada kondisi nominatif (rafa’), seperti: inna wa

akhwa>tuha> [/inna/, /anna/, /ka´anna/, /lakinna/, /la’alla/, /laita/]; (3)

charf yang berpasangan dengan ism dan fi’l, seperti charf „athf

[/wawu/, /fa’/, /tsumma/, /au/, /am/, /la>/, /la>kin/, /bal/, /illa>/] dan charf

istifha>m [/hal/, /ma>/, /hamzah/, /hal/, /man/, /mata>/, /ayya>na/, /kaifa/,

/aina/, /kam/, dan /ayyu/].

2.2. Fungsi Sintaksis Bahasa Arab

Fungsi sintaksis adalah konstituen yang “formal” belaka – tidak

terikat pada unsur semantis tertentu (asalkan menjadi salah satu peserta

pada verba), tidak terikat juga pada unsur kategorial tertentu (asalkan

nominal, bermarkah dengan preposisi atau bentuk kasus, atau tanpa

pemarkahan tersebut) (Verhaar, 2004: 167). Secara umum fungsi itu

dapat dibagankan sebagai berikut, meskipun dalam praktik berbahasa

urutannya bisa tidak sama.

Dari bagan tersebut tampak bahwa secara formal fungsi S dan P

harus selalu ada dalam setiap klausa karena keduanya saling

“berkaitan”.

Guna mengetahui fungsi sintaksis dalam bahasa Arab, terlebih

dahulu akan dijelaskan tentang kalimat sempurna yang di dalamnya

terdapat kalimat nominal dan kalimat verbal dalam bahasa Arab.

Menurut Ni‟mah (1988: 19) kalimat sempurna (al-jumlah al-

mufi>dah) adalah kalimat yang tersusun atas dua kata atau lebih dan

S P (O/ Komp) (ket)

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

29

menghasilkan makna yang lengkap. Kalimat sempurna (al-jumlah al-

mufi>dah) dibagi menjadi dua:

a. Kalimat nominal (jumlah ismiyah) yaitu kalimat yang diawali

dengan nomina (ism) atau kata ganti (dhami>r), contoh: العلم نور /al-

‘ilmu nu>run>/; نن جماىدون /nachnu muja>hidu>n/

Kalimat

nominal al-‘ilmu nu>run

Arti „ilmu itu‟ „cahaya‟

Fungsi S P

„Ilmu itu cahaya‟

Kalimat

nominal nachnu muja>hidu>n

Arti „kami adalah‟ „orang-orang yang bersungguh-

sungguh‟

Fungsi S P

„kami adalah orang-orang yang bersungguh-

sungguh‟

Tabel 10

Contoh Jumlah Ismiyah

Kalimat nominal (jumlah ismiyah) terdiri atas subjek

(mubtada’) dan predikat (khabar). Subjek (mubtada’) adalah setiap

nomina yang ada di permulaan kalimat, contoh: العلم نور [subjek

(mubtada’) kalimat ini adalah العلم], sedangkan khabar (predikat)

adalah kata yang menyusun makna mubtada’ yakni نور) (Ni‟mah,

1988: 27, 28).

b. Kalimat verbal (jumlah fi’liyah) yaitu kalimat yang diawali dengan

verba (fi’l), contoh: ر العلم ي ني /yuni>ru al-‘ilmu/; طلب العلم د اى ن /nuja>hidu thalabal-‘ilmi/

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

30

Kalimat

verbal yuni>ru al-‘ilmu

Arti „bercahaya‟ „ilmu itu‟

Fungsi S P

„bercahaya ilmu itu‟

Kalimat

verbal nuja>hidu thalabal-‘ilmi

Arti „kami bersungguh-sungguh‟ „menuntut ilmu‟

Fungsi P + S O

„kami bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu‟

Tabel 11

Contoh Jumlah Fi’liyah

Kalimat verbal (jumlah fi’liyah) di atas terdiri dari predikat

(fi’l), subjek (ism fa>’il) dan objek (ism maf’u>l bih). Predikat (fi’l)

adalah semua kata yang menunjukkan peristiwa pada waktu tertentu,

contoh: م ل ع ال ي ني ر [Predikat (fi’l) kalimat ini adalah ي ني ر] (Ni‟mah, 1988:

18). Subjek (ism fa>’il) adalah nomina yang dibaca nominatif (rafa’)

yang terletak setelah kata kerja yang membutuhkan objek (fi’l mabni>

ma’lu>m) dan menunjukkan pekerjaan atau yang menyifati pekerjaan

tersebut, contoh: م ل ع ال subjek (ism fa>’il) kalimat ini adalah] م ل ع ال ي ني ر ]

(Ni‟mah, 1988: 43). Objek (ism maf’u>l bih) adalah sebuah nomina

yang menunjukkan sasaran atau yang dikenai pekerjaan oleh subjek

dan tidak berubah bentuk verbanya (Ni‟mah, 1988: 66), contoh: د اى ن .[طلب العلم objek (ism maf’u>l bih) kalimat ini adalah] طلب العلم

2.3. Peran Sintaksis Bahasa Arab

Peran sintaksis adalah segi semantis dari peserta-peserta verba

(Verhaar, 2004: 167). Chafe dalam (Chaer, 2008: 29) dan para pakar

semantik generatif berpendapat bahwa verba atau kata kerja yang

mengisi fungsi P merupakan pusat semantik dari sebuah klausa (istilah

yang mereka gunakan proposisi). Oleh karena itu, verba ini

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

31

menentukan hadir tidaknya fungsi-fungsi lain serta tipe atau jenis dari

kategori yang mengisi fungsi-fungsi lain itu. Misalnya verba membaca

akan menghadirkan fungsi S berkategori N atau FN yang berciri (+

manusia), dan sebuah fungsi O berkategori N atau FN yang berciri (+

bacaan). Sedangkan verba membacakan selain menghadirkan fungsi S

berkategori N atau FN berciri (+ bacaan), yang kini berubah menjadi

fungsi komp, juga menghadirkan sebuah fungsi O berkategori N atau

FN dan berciri (+ manusia).

Peran menagacu pada makna pengisi unsur-unsur fungsional

kalimat. Dalam pembentukan suatu konstruksi kalimat, tiap unsur

memiliki andil dalam membentuk makna secara gramatikal masing-

masing. Jenis peran ini ada banyak bentuk. Beberapa di antaranya

antara lain pelaku (agentif), tujuan (objektif), penerima (benefaktif),

penyebab (kausatif), alat (instrumental), waktu (temporal), tempat

(lokatif), tindakan (aktif), sandangan (pasif), dan pemilikan (posesif)

(Achmad H.P., 2012: 82).

Menurut Chaer, (2009: 30-32) peran-peran yang dimiliki oleh

pengisi fungsi P dalam bahasa Indonesia, selain peran „tindakan‟, juga

ada peran sebagai berikut:

a. Proses, seperti P dalam klausa “Padi menguning di sawah”.

b. Kejadian, seperti P dalam klausa “Bukit itu longsor”.

c. Keadaan, seperti P dalam klausa “Jalan raya itu rusak berat”.

d. Pemilikan, seperti P dalam klausa “Bang Ali punya uang 100 juta”.

e. Identitas, seperti P dalam klausa “Suaminya sopir angkot”.

f. Kuantitas, seperti P dalam klausa “Hartanya melimpah”.

Peran-peran yang ada pada S atau O, antara lain:

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

32

a. Pelaku, yakni yang bertindak seperti terdapat pada klausa “Ali

memegang senapan”.

Pelaku menurut (Alwi, 2003: 334) yaitu peserta yang melakukan

perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat. Peserta umumnya

manusia atau binatang. Akan tetapi, benda yang potensial juga

dapat berfungsi sebagai pelaku. Peran pelaku ini merupakan peran

semantis utama subjek kalimat aktif dan pelengkap kalimat pasif.

b. Sasaran, yakni yang dikenai tindakan, seperti terdapat pada klausa

“Adi menunggu Tuti”.

Sasaran menurut (Alwi, 2003: 334) yaitu peserta yang dikenai

perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat. Peran sasaran ini

merupakan peran utama objek atau pelengkap.

c. Hasil, yakni benda yang dihasilkan akibat tindakan, seperti terdapat

pada klausa “Ibu menanak nasi”.

d. Penganggap, yakni yang mengalami atau menginginkan, seperti

terdapat pada klausa “Anak itu pandai sekali”.

Penganggap dalam (Alwi, 2003: 335) disebut sebagai pengalam

yakni peserta yang mengalami keadaan atau peristiwa yang

dinyatakan predikat. Peran pengalam merupakan peran unsur

subjek yang predikatnya adjektiva atau verba taktransitif yang lebih

menyatakan keadaan.

e. Pengguna, yakni yang mendapat keuntungan dari P, seperti terdapat

pada klausa “Kakak membukakan ayah pintu”.

Peran pengguna dalam (Alwi, 2003: 335) disebut sebagai

peruntung yakni peserta yang beruntung dan yang memperoleh

manfaat dari keadaan, peristiwa, atau perbuatan yang dinyatakan

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

33

oleh predikat. Partisipan peruntung biasanya berfungsi sebagai

objek atau pelengkap, atau sebagai subjek verba jenis menerima

atau mempunyai.

f. Penyerta, yakni yang mengikuti pelaku, seperti pada klausa “Dia

pergi dengan teman-temannya”.

g. Sumber, yakni yang menyertakan pemilik semula, seperti terdapat

pada klausa “Tante Ita memberi kita bunga”.

h. Jangkauan, yakni yang menyatakan ruang lingkup, seperti terdapat

pada klausa “Jabodetabek meliputi Jakarta, Bogor, Tangerang, dan

Bekasi”.

i. Ukuran, yakni yang menyatakan banyaknya atau ukuran benda lain,

seperti terdapat pada klausa “Tiang bendera itu tingginya 10

meter”.

Peran-peran yang ada pada fungsi keterangan, antara lain:

a. Alat, yakni yang dipakai oleh pelaku untuk menyelesaikan

perbuatan, seperti terdapat pada klausa “Ibu memotong kue dengan

pisau”.

b. Tempat, yakni yang menyatakan di mana, ke mana, atau dari mana,

seperti terdapat pada klausa “Kapal itu bertolak ke Medan”.

c. Waktu, yakni yang menyatakan kapan terjadinya P, seperti terdapat

pada klausa “Minggu lalu dia datang”.

d. Asal, bahan terjadinya S, seperti terdapat pada klausa “Cincin ini

terbuat dari perak”.

e. Kemungkinan atau keharusan, yakni yang menyatakan mungkin,

harus, atau kepastian, seperti terdapat pada klausa “Barangkali hari

akan hujan”.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

34

Pelaku, penderita, penerima, dan pengalami merupakan peran.

Dalam bahasa Arab, belum diperoleh padanan yang tepat untuk istilah

peran ini (Asrori, 2004: 98). Baalbaki (1990: 83) dalam Dictionary of

Linguistic Terms menyepadankan peran sintaksis dalam bahasa Arab

dengan نو احلا ات /nachwul-cha>la>t/ (case grammar). Baalbaki

menyatakan :

Case grammar (gramm.) احلا ات نو

C. Filmoreكي ري األممل اللغة اع هلدراسة النحوية أنشأنو إعرايب ، منهج ىف ا)أى ن ، وقوامو قتمة اجلملة ىف تركيبيها العميق من ىذا القر ت ناىف أواخر الت

ىل إالتطحية ، و من ىنا اسم املنهج( حا اهتا" "ل"حا اهتا" العميقة ، خالفا ية ، و حتليلها على أساس من العالقة بي مكوناهتا مع غة و القضيقتمي : الص

الرتكيىز على دور الفعل خاصة /nachwul-cha>la>t/

/nachwu i’rabiy, manhaju fi’d-dira>satin-nachwiyah

ansya’ahu ‘a>limul-lughah al-Ami>riki> C. Filmore fi>

awa>khiri’s-sana>t min ha>dzal-Qarni, wa qawa>muhu

qismatul-jumlati fi> tarki>biha> al-‘ami>qi (ai ‚cha>la>tiha>‛ al-

‘ami>qah, khila>fan ‚cha>la>tiha>‛ a’s-sathchiyah, wa min

huna> ismul-manhaj) ila> qismaini: a’sh-shi>ghah wal-

qadhiyah, wa tachli>luha> ‘ala> asa>si minal-‘ala>qah baina

mukawwina>tiha> ma’a’t-tarki>zi ‘ala> dauril-fi’li kha>shatan/

„Peran Sintaksis‟

„Tata bahasa i’ra>b merupakan metode dalam pembelajaran

nahwu yang dicetuskan oleh seorang linguis Amerika C.

Filmore pada akhir abad 20 ini. Prinsipnya, pembagian

klausa menjadi dua bagian (pada strukturnya yang „dalam‟

atau kasusnya yang „dalam‟, bukan pada struktur

permukaan atau luar. Dari istilah ini berasal nama metode

tersebut). Dua bagian itu disebut /a’sh-shi>ghat/ „bentuk‟

dan /al-qadhiyah/ „preposisi‟. Analisis klausa dalam

metode ini di antara masing-masing konstituennya

didasarkan dengan fokus kepada peran verba secara

khusus.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

35

Sebagai contoh, Baalbaki menyepadankan peran tujuan atau

hasil (objektif) dengan املفعولية حالة (objective case) (Baalbaki, 1990:

344). Baalbaki menyatakan :

إلسم الذي ميكن وصف عالقتو باحلدث بأهنا األكثر ل حالة: املفعولية حالة حيادا

/cha>latul-maf’u>liyah: cha>latun lil-ismi yumkinu washfun

‘ala>qatuhu bil-chadatsi bi annaha> al-aktsaru chiya>dan/ „Peran objektif adalah suatu peran pada ism yang sifatnya

mungkin berhubungan dengan suatu kejadian atau

peristiwa karena banyak kenetralan‟.

Baalbaki mencontohkan kalimat he opened the door with a

stolen key „Dia membuka pintu dengan sebuah kunci yang dicuri‟.

The door „pintu‟ berperan objektif karena berhubungan dengan

kejadian opened „membuka‟. Selain itu, terdapat unsur-unsur lain

yang berhubungan dengan kejadian tersebut yaitu he „dia‟ berperan

sebagai pelaku dan a stolen key „sebuah kunci yang dicuri‟ berperan

instrumental atau alat.

Pada contoh di atas, Baalbaki tidak menyebutkan secara rinci

terkait peran objektif tersebut merupakan sesuatu yang dikenai

tindakan atau suatu benda yang dihasilkan akibat tindakan. Baalbaki

hanya menyebutkan bahwa peran objektif berhubungan dengan

kejadian atau peristiwa, sehingga peran objektif yang dinyatakan oleh

Baalbaki belum sepenuhnya menggambarkan peran objektif seperti

yang digambarkan peran objektif dalam bahasa Indonesia yang detil.

Peran objektif yang disebutkan dalam Baalbaki belum merujuk secara

khusus tentang tujuan atau hasil (merupakan benda yang dihasilkan

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

36

akibat tindakan). Keterangan peran objektif baru sebatas gambaran

umum dan tidak disebutkan tentang hasil ataupun tujuan. Hal ini jika

dipaksakan akan menimbulkan kerancuan karena informasi yang

disebutkan bisa merujuk kepada tujuan atau hasil (objektif) atau

sasaran (benefaktif).

Berdasarkan keterangan di atas, penulis lebih memilih

menggunakan peran bahasa Indonesia dan belum menggunakan

padanannya dalam bahasa Arab. Hal ini masih diperlukan penelitian

lebih lanjut tentang peran dalam bahasa Arab. Adapun analisis peran

yang digunakan, merujuk pada teori yang disampaikan oleh Chaer.

Penulis mencantumkan beberapa teori tentang peran dari Alwi dan

Ahmad H.P. Hal ini bertujuan untuk memperkuat penjelasan dan

menambah keterangan yang dibutuhkan.

2.4. Teori Valensi

Tata bahasa kasus (case grammar) lahir di dalam konteks Tata

Bahasa Transformasional. Oleh karena itu, kaidah-kaidah yang

digunakan untuk menurunkan struktur lahir dari struktur batin juga

mirip dengan yang dipercaturkan oleh tatabahasawan transformasional

(Purwo, 1989: 2).

Kelahiran karya Fiilmore di dalam konteks yang lebih luas,

berlangsung di dalam teori valensi yang lebih dulu berkembang di luar

Amerika Serikat. Pada karya awalnya, Fillmore mengutip karya

Tesniere (1959), yang mendahuluinya mengecimpungi teori valensi,

di Prancis. Teori valensi di Jerman, dikembangkan oleh Erben (1968)

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

37

dan Helbig (1971), dan di Rusia oleh Kholodovich (1960). Meskipun

ada perbedaan di antara para perancang teori valensi itu, terdapat

kesamaan pandangan atau gambaran, yaitu bahwa tata bahasa

dibangun di sekitar verba sebagai pusatnya. Verba memiliki valensi

atau seperangkat relasi yang menggantung; relasi yang menggantung

itu bersumber dari verba. Relasi-relasi itu terungkapkan dalam wujud

peran (Purwo, 1989: 3).

Tata bahasa kasus, yang lebih melimpahkan perhatian pada

bidang semantis, penting untuk dipadukan dengan teori valensi, yang

lebih berpijak pada bidang sintaksis (Fink 1978 dalam PELLBA).

Dalam membahas konsep kasus, Fillmore (1968: 24) dalam Ba‟dulu

(2010: 78) menyatakan bahwa konsep kasus itu terdiri atas

seperangkat konsep yang universal, mungkin dibawa sejak lahir yang

mengidentifikasikan jenis-jenis pertimbangan yang dapat dibuat oleh

manusia tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya,

pertimbangan-pertimbangan tentang hal-hal seperti siapa yang

melakukannya, kepada siapa hal tersebut terjadi, dan siapa yang

berubah. Fillmore menyarankan daftar minimal dari enam kasus.

Setiap kasus diusulkan sebagai suatu kesemestaan linguistik, yang

ditemukam dalam bentuk tertentu dalam semua bahasa alamiah.

Kasus-kasus tersebut adalah agentif, instrumental, datif, faktitif,

lokatif, objektif.

Valensi (valency) adalah hubungan sintaksis antara verba dan

unsur-unsur di sekitarnya, mencakup ketransitifan dan penguasaan

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

38

verba atas argumen-argumen di sekitarnya (Kridalaksana, 2009: 253).

Sedangkan yang dimaksud argumen (argument) adalah nomina atau

frase nominal yang bersama-sama predikator membentuk proposisi;

misal proposisi yaitu predikator, argumen 1, argumen n (Kridalaksana,

2009: 19).

Istilah valensi verba dalam bahasa Arab disepadankan dengan

dalam (التكافؤ) a’t-taka>fu’/ (Baalbaki, 1990: 523). Valensi verba/ التكافؤ

bahasa Arab merupakan beberapa unsur bahasa yang dibutuhkan oleh

verba untuk kesempurnaan suatu kalimat. Suatu verba akan

mempunyai valensi di sekitarnya. Sebagai contoh hubungan verba

dengan pelaku atau subjek (ism fa>’il), objek langsung (ism maf’u>l bih

al-muba>syir), objek tidak langsung (maf’u>l bih ghairul-muba>syir).

2.5. Zhanna wa akhwa>tuha>

Zhanna wa akhwa>tuha> merupakan verba yang membutuhkan

objek (fi’l muta’adi>) yang mempunyai dua objek (ism maf’u>l).

Zhanna wa akhwa>tuha> ini me-nashab-kan dua objek (ism maf’u>l)

yang berasal dari subjek (mubtada’) dan predikat (khabar) (al-

Ghulayaini, 2007: 31).

Pada Kitab Alfiyah Syarah Ibnu Aqil (2010: 270), zhanna wa

akhwa>tuha> terbagi menjadi dua bagian. Pertama af’a>lul-qulub

„pekerjaan hati‟, kedua af’a>lu’t-tachwi>l „menunjukkan makna

perpindahan‟. Adapun af’a>lul-qulu>b „pekerjaan hati‟ terbagi lagi

menjadi dua bagian :

a. Kata yang menunjukkan makna yakin, diantaranya :

ى، تعلمى، علم، وجد، در أر

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

39

b. Kata yang menunjukkan makna dugaan atau pertimbangan ىب، جعل، حجا، عد ، زعم، حتب، ظن، خال

Tabel 12

Pembagian Verba Af’a>lul-qulu>b „Pekerjaan Hati‟

Adapun af’a>lul qulu>b terbagi menjadi dua bagian, yaitu fi’l yang

mutasharrif (fi’l yang bisa di-tashri>f) dan fi’l yang tidak mutasharrif

(fi’l yang tidak bisa di-tashri>f). Fi’l yang mutasharrif yaitu selain kata

ta‟allam/. Fi’l yang mutasharrif ma>dhi>-nya dapat/ تعلم hab/ dan/ ىب

dipakai, Contoh :

)أفعال القلوب( أفعال الظن

معنى اليقين معنى الرجحان

Menduga /za’ama/ زعم Yakin /raa>/ راى

Mengira /chasiba/ حتب Yakin /’alima/ علم

Menduga /zhanna/ ظن Yakin /wajada/ وجد

Menduga /kha>la/ خال Yakin /dara>/ درى

Menganggap /hab/ ىب Yakin /ta’allam/ تعلم

makna اعتقد (mengira)

/ja’ala/ جعل

Menduga /chaja>/ حجا

Menganggap /’adda/ عد

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

40

(i) قائما ظننت زيدا /zhanantu zaidan qa>iman/ „saya telah menduga

Zaid berdiri‟

(ii) قائما ظن زيدا /zhunna zaidan qa>iman/ „dugalah (bahwa) Zaid

berdiri‟ (Ibnu ‘Aqil, 2010: 277)

Af’a>lu’t-tachwi>l merupakan jenis fi’l muta’adi > (verba yang

membutuhkan objek) kepada dua maf’u>l (objek) yang asalnya juga

berasal dari mubtada’ (subjek) dan khabar (predikat). Af’a>lu’t-tachwi>l

terdapat tujuh kata, sebagai berikut:

Tabel 13

Verba yang Tercakup dalam Af’a>lu’t-tachwi>l

Verba yang dapat dibuat turunan (di-tashri>f) selain/hab/ dan

/ta’allam/ dapat mempunyai fungsi yang sama dengan fi’l ma>dhi >-nya.

Contoh: fi’l ma>dhi> /zhanantu zaidan qa>iman/; fi’l mudha>ri’ /azhunnu

zaidan qa>iman/; fi’l amr /zhunna zaidan qa>iman/; ism fa>’il /ana>

)أفعال التحويل( أفعال الظن

Menjadikan /shayyara/ صري

Menjadikan /ja’ala/ لجع

Menjadikan /wahaba/ وىب

Mengambil /takhidza/ ختذ

Mengambil /ittakhadza/ ا ختذ

Membiarkan /taraka/ ترك

mengubah /radda/ رد

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

41

zha>nnun zaidan qa>iman/; ism maf’u>l /zaidun mazhnu>nun abu>hu

qa>iman/; dan mashdar /‘ajibtu min zhannika zaidan qa>iman/ (Ibnu

‘Aqil, 1980: 44). Verba yang tidak bisa dibuat turunan atau di-tashri>f

(ghairu mutasharrif) ada dua yaitu /hab/ dan /ta’allam/ yang

bermakna /i’lam/. Kedua verba ini tidak dapat dipakai kecuali dalam

bentuk kata kerja yang menunjukkan perintah (amr) (Ibnu ‘Aqil,

2010: 278).

3. Teori Kebahasaan Struktural

Pembahasan tentang teori kebahasaan struktural akan berpusat pada dua

tokoh pelopor linguistik strukturalis di Prancis dan Amerika Serikat. Teori

kebahasaan struktural mempunyai asumsi dan hipotesis tentang bahasa

berdasarkan pada hasil pemakaian yang otonom tentang bahasa. Asumsi dan

hipotesis tentang bahasa diuji atau diverifikasi dengan data bahasa baik yang

lisan maupun tertulis. Di samping itu, fakta dan data bahasa yang bersifat lisan

yang menjadikan dan memberikan kemungkinan penciptaan teori-teori bahasa

yang bersifat universal dan spesifik. Dengan kata lain, teori kebahasaan

struktural lebih mendasarkan diri pada data-data bahasa yang empiris. Hal ini

berarti mulai ada perekaman bahasa yang diujarkan (Parera, 1991: 10).

Berdasarkan karakteristik dari masing-masing bahasa, secara tipologi

struktural, perlu diperhatikan pula tipologi struktural dengan kasus. Oleh sebab

itu, dibedakan menjadi dua macam kasus, yakni (1) kasus morfologis-sintaksis

dan (2) kasus sintaksis-semantis.

Tipologi struktural dengan verbum sebagai sentral dan hubungan nomen

dengan verbum berkasus semantik. Relasi semantik antara nomen dan verbum

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

42

dibedakan atas: agentif, benefaktif, instrument, obyektif, pengalami, lokatif,

sumber, hasil/resultatif, dan komitatif (Parera, 1991: 10).

F. DATA DAN SUMBER DATA

Data utama dalam penelitian ini adalah berupa data tulis. Data tulis

memperlihatkan ciri yang lebih efisien daripada data lisan, baik dalam

penggunaan struktur kalimat maupun pemilihan kata. Selanjutnya, tingkat

interferensi dari bahasa Indonesia dan bahasa asing. Data tulis jauh lebih rendah

daripada data lisan. Kemudian, dalam bahasa ragam lebih mendekati tingkat

kebakuan daripada bahasa ragam lisan (Alwi, 2003: 25). Guna mendapatkan data

tulis yang diperlukan dalam penelitian ini, dapat diwakili dengan mengambil data

dari referensi bahasa Arab buku-buku yang berhubungan dengan ilmu nahwu serta

kamus-kamus bahasa Arab. Data tersebut diharapkan sudah dapat mewakili objek

dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan jarang digunakannya data zhanna wa

akhwa>tuha> dalam referensi berbahasa Arab.

Sumber data penelitian ini adalah kitab A’n-Nachwul-Wa>fi> karya Abbas

Hasan, kitab A’n-Nachwul-‘Arabi> karya Ibrahim Ibrahim Barakat, dan kitab

Syarah Ibnu ‘Aqi>l karya Bahauddin Abdullah bin „Aqil Al-„Aqli Al-Mishri Al-

Hamdani.

Penulis menggunakan kitab A’n-Nahwul-Wa>fi> dikarenakan kitab yang

berisi tentang gramatika Arab ini menawarkan komprehensifitas di samping

sistematika yang diklaim lebih mudah dan logis. Kitab nahwu ini termasuk kitab

kontemporer yang mengambil pendekatan baru, sehingga memudahkan siapa pun,

terutama masyarakat awam yang hendak mengkaji gramatika dan morfologi Arab.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

43

Selain itu kitab-kitab ini juga banyak mengandung contoh-contoh dan latihan

yang dapat mengasah kemampuan pembelajar.

Penulis juga menggunakan kitab Syarah Ibnu ‘Aqi>l yang berisi penjelasan-

penjelasan mengenai ilmu nahwu, karena penguasaan terhadap ilmu ini

merupakan kunci dan syarat mutlak untuk dapat mengkaji ajaran Islam secara luas

dan mendalam. Dalam literatur pesantren di Indonesia, sudah tak asing lagi

bahkan hampir seluruh pesantren menyertakan kitab Alfiyyah sebagai salah satu

pelajaran wajib dan menjadi tolak ukur sejauh mana kepandaian seorang santri

dalam ilmu gramatikal arab. Pembahasan kitab ini lebih menitikberatkan pada

kajian kebahasaan. Gaya bahasanya mudah dipahami dan sarat dengan materi

yang dapat menjabarkan pengertian yang luas. Syarah ini juga sangat sederhana

dan mudah dicerna oleh pemula yang ingin belajar gramatika bahasa Arab.

Pengarang kitab ini mampu menguraikan bait-bait Alfiyah secara metodologis.

Penulis menggunakan kitab A’n-Nachwul-‘Arabi > dikarenakan kitab ini

berisi banyak contoh-contoh yang dapat memudahkan pembaca dalam

mempelajari ilmu nahwu. Kitab ini terdiri dari lima jilid yang membahas secara

detil tentang ilmu gramatika Arab. Data-data yang berkaitan dengan Zhanna wa

akhwa>tuha> terdapat pada kitab A’n-Nachwul-‘Arabi> jilid dua.

Jumlah data yang terdapat pada ketiga kitab nahwu ini berjumlah 142 data.

41 data dari kitab A’n-Nachwul-Wa>fi> karya Abbas Hasan; 76 data dari kitab A’n-

Nachwul-‘Arabi> karya Ibrahim Ibrahim barakat; dan 25 data dari kitab kitab

Syarah Ibnu ‘Aqi>l karya Bahauddin Abdullah bin „Aqil Al-„Aqli Al-Mishri Al-

Hamdani.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

44

Data penelitian ini berupa kalimat atau klausa yang di dalamnya terdapat

zhanna wa akhwa>tuha>. Apabila suatu kalimat dalam bahasa Arab dimasuki oleh

zhanna wa akhwa>tuha>, maka kedudukan fungsi dan peran dari kalimat tersebut

akan berubah. Hal inilah yang akan diteliti penulis dalam kaitannya dengan verba

bervalensi tiga.

G. METODE PENELITIAN

Pada bagian metode penelitian dijelaskan cara penelitian yang akan

dilakukan. Menurut Sudaryanto (1993: 5-7), dalam kegiatan penelitian bahasa,

tahap pemecahan masalah dibagi menjadi tiga tahap yang saling berurutan, yaitu

penyediaan data, analisis data yang telah disediakan, dan penyajian hasil analisis

data.

Menurut Tammam (2009: 45), metodologi penelitian bahasa Arab tidak

dapat dipisahkan dari empat metode penelitian linguistik, yaitu metode deskriptif

(manhaj washfi>), metode historis (manhaj ta>ri>khi>), metode komparatif (manhaj

muqa>ran), dan metode kontrastif (manhaj taqa>buli). Adapun jenis penelitian

dalam kajian “Verba Bervalensi Tiga Zhanna Wa Akhwa>tuha>‛ adalah deskriptif

kualitatif yaitu sebuah penelitian yang kerjanya menyajikan data berdasarkan

objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang ada (Sudaryanto,

1992: 5).

Penelitian kualitatif bersifat deskriptif. Peneliti mencatat dengan teliti dan

cermat. Data yang berwujud kata-kata, kalimat-kalimat, wacana, gambar-gambar,

memorandum, video-tipe (Subroto, 1992: 7).Penelitian deskriptif menuturkan dan

menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, keadaan, variabel, dan fenomena

yang terjadi saat penelitian berlangsung dan menyajikannya apa adanya (Subana,

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

45

2011: 89). Data yang terkumpul berupa kata-kata dalam bentuk kalimat dan bukan

angka. Penelitian ini berupaya mencari kebenaran ilmiah mengenai fenomena

kebahasaan berupa verba bervalensi tiga zhanna wa akhwa>tuha> secara mendalam.

Sasaran penelitian akan mencakup bentuk, fungsi, peran, dan makna verba

bervalensi tiga zhanna wa akhwa>tuha>.

Data merupakan fenomena lingual khusus yang mengandung dan berkaitan

langsung dengan masalah yang dimaksud. Dengan demikian itu, substansinya

dipandang berkualifikasi valid atau shahih dan reliable atau terandal (Sudaryanto,

1993: 5).

1. Penyediaan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak. Metode simak atau

penyimakan yang dilakukan dengan menyimak pengguna bahasa (Sudaryanto,

1988: 2). Adapun teknik dasar yang dipakai adalah teknik sadap, kemudian teknik

lanjutan yang digunakan yaitu teknik catat.

Teknik sadap digunakan sebagai teknik dasar dalam pengumpulan data tulis.

Menurut Sudaryanto, penerapan teknik sadap pada data tulis diwujudkan dengan

cara menyimak (Sudaryanto, 1998: 2). Teknik catat adalah pencatatan data yang

menggunakan alat tulis tertentu dan dapat dipandang sebagai teknik lanjutan

(Sudaryanto, 1988: 5). Penerapan teknik catat yaitu data dicatat pada kartu dan

dengan memberi tanda lengkap dengan nama sumber datanya sesuai kebutuhan

dan masalah yang akan diteliti sehingga mempermudah dalam pengklasifikasian

dan analisis.

Data penelitian verba bervalensi tiga zhanna wa akhwa>tuha> ini dikumpulkan

melalui studi teks dengan membaca literatur atau sumber data yang telah

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

46

ditentukan. Penulis membaca dan mencari klausa atau kalimat yang mengandung

zhanna wa akhwa>tuha> kemudian mencatat dan mengklasifikasikannya.

2. Analisis Data

Metode yang digunakan dalam tahap analisis data adalah metode

distribusional (agih). Metode distribusional adalah metode analisis data yang alat

penentu unsurnya dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993:

15). Metode ini digunakan untuk menganalisis bentuk dan fungsi verba bervalensi

tiga zhanna wa akhwa>tuha>.

Teknik dasar metode agih disebut teknik bagi unsur langsung (BUL). Cara

yang digunakan pada awal kerja analisis ialah membagi satuan lingual datanya

menjadi beberapa bagian atau unsur; dan unsur-unsur yang bersangkutan

dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual yang

dimaksud (Sudaryanto, 1993: 31). Penerapan teknik ini yaitu dengan membagi

satuan-satuan kata dalam kalimat disesuaikan dengan kedudukan dan fungsi kata

tersebut, misal subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan.

Teknik lanjutan menggunakan teknik lesap. Teknik lesap adalah teknik

analisis yang berupa penghilangan atau pelesapan unsur satuan lingual data.

Kegunaan teknik ini adalah untuk mengetahui kadar keintian unsur yang

dilesapkan. Jika hasil dari pelesapan itu tidak gramatikal, maka unsur yang

bersangkutan memiliki kadar keintian yang tinggi atau bersifat inti (Sudaryanto,

1993: 41-42). Penerapan teknik ini dalam analisis yaitu kata yang sudah terbagi

sesuai dengan kedudukan dan fungsinya akan dilesapkan salah satu secara

berurutan. Misal, subjek dilesapkan maka akan diketahui kalimat tersebut

berterima atau tidak, begitu seterusnya.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · suatu bahasa sehingga dapat dilihat konstruksi dan konstituensi dari unsur-unsur ... Pada tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil yang

47

3. Penyajian Hasil Laporan

Penyajian hasil laporan dalam penelitian ini menggunakan metode

penyajian informal, yaitu perumusan dengan kata-kata biasa walaupun dengan

terminologi yang teknik sifatnya (Sudaryanto, 1993: 145).

H. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I :Pendahuluan, dalam hal ini penulis menguraikan tentang latar

belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan

masalah, landasan teori, data dan sumber data, metode

penelitian, dan sistematika penulisan

BAB II : Hasil penelitian dan pembahasan, yaitu bab yang menguraikan

tentang hasil penelitian dan pembahasan dari data yang telah

diperoleh. Bentuk, fungsi, dan peran verba bervalensi tiga zhanna

wa akhwa>tuha>

BAB III : Kesimpulan dan saran, yaitu bab yang berisi simpulan hasil

penelitian dan saran

Bagian terakhir dari laporan penelitian ini adalah daftar pustaka dan

lampiran.