33
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres 1. Pengertian Stres Stres adalah reaksi individu terhadap sumber stres (stresor), baik positif maupun negatif, yang individu nilai memiliki pengaruh signifikan serta mengancam kemampuan diri dalam menyesuaikan dengan tuntutan stresor (King, 2017). Stres melibatkan aspek emosi, biologis, kognitif, dan perilaku (Ogden, 2004; Sarafino & Smith, 2011; Scott, 2008). Sarafino dan Smith (2011) menyebutkan terdapat 2 komponen dalam menjelaskan stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang dihasilkan ketika seseorang dan lingkungan saling memengaruhi, baik nyata atau tidak nyata, antara tuntutan situasi dan sumber-sumber yang ada pada individu, menyangkut kondisi biologis, psikologis, atau psikososial. Dalam peristiwa stres, sekurang-kurangnya ada 3 hal yang saling terkait, yaitu hal, peristiwa, orang, keadaan yang menjadi sumber stres (stresor), orang yang mengalami stres dan hubungan antara keduanya yang merupakan transaksi. Lazarus dan Folkman (Aldwin, 2007) menilai stres sebagai hasil interaksi antara individu dan lingkungan. Interaksi tersebut menekankan pada peranan persepsi individu terhadap stres. Artinya, penilaian situasi

BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stres

1. Pengertian Stres

Stres adalah reaksi individu terhadap sumber stres (stresor), baik positif

maupun negatif, yang individu nilai memiliki pengaruh signifikan serta

mengancam kemampuan diri dalam menyesuaikan dengan tuntutan stresor

(King, 2017). Stres melibatkan aspek emosi, biologis, kognitif, dan

perilaku (Ogden, 2004; Sarafino & Smith, 2011; Scott, 2008). Sarafino

dan Smith (2011) menyebutkan terdapat 2 komponen dalam menjelaskan

stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa.

Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang dihasilkan ketika

seseorang dan lingkungan saling memengaruhi, baik nyata atau tidak

nyata, antara tuntutan situasi dan sumber-sumber yang ada pada individu,

menyangkut kondisi biologis, psikologis, atau psikososial. Dalam

peristiwa stres, sekurang-kurangnya ada 3 hal yang saling terkait, yaitu

hal, peristiwa, orang, keadaan yang menjadi sumber stres (stresor), orang

yang mengalami stres dan hubungan antara keduanya yang merupakan

transaksi.

Lazarus dan Folkman (Aldwin, 2007) menilai stres sebagai hasil

interaksi antara individu dan lingkungan. Interaksi tersebut menekankan

pada peranan persepsi individu terhadap stres. Artinya, penilaian situasi

Page 2: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

15

sebagai penyebab stres berbeda pada tiap-tiap individu. Aldwin (2007)

menambahkan bahwa stres terjadi karena adanya tuntutan lingkungan,

sumber daya yang dimiliki individu, dan proses kognitif. Ice dan James

(2007) mengartikan stres sebagai sebuah proses diawali dengan hadirnya

stimulus yang memunculkan reaksi emosi, perilaku, dan/atau fisiologis

individu yang dipengaruhi faktor personal, biologis, dan nilai-nilai budaya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa stres adalah

sebuah proses dimulai dari munculnya stimulus yang memunculkan reaksi

subjektif, baik emosi, biologis, kognisi, dan perilaku sebagai hasil

interaksi individu dengan lingkungannya yang menuntut sumber daya

individu dan dipengaruhi faktor personal, biologis, dan nilai-nilai budaya

individu.

2. Gejala-gejala Stres

Gejala – gejala stres menurut Sarafino dan Smith (2011), yaitu:

a. Gejala fisiologis, seperti gangguan sistem kekebalan tubuh, jantung

berdebar cepat dan kuat, kelelahan, gangguan pada tekanan darah,

gangguan tidur.

b. Gejala psikis/emosi, seperti cemas, takut, perasaan sedih, marah.

c. Gejala perilaku, seperti agresif, gangguan konsentrasi, impulsif, jarang

bersosialisasi, tidak peka terhadap kondisi orang lain, sikap

bermusuhan dengan orang lain.

d. Gejala kognisi, seperti kesulitan konsentrasi, gangguan pada ingatan,

kesulitan dalam menghadapi masalah, kontrol diri rendah.

Page 3: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

16

Ice dan James (2007) menyatakan bahwa reaksi individu terhadap stres

berbentuk perilaku, afeksi, dan fisiologis. Reaksi stres dapat muncul

bersamaan atau satu persatu. Hal ini juga memungkinkan reaksi stres

saling memengaruhi. Misalnya, respon perilaku (merokok atau konsumsi

alkohol) terhadap stres memengaruhi aspek fisiologis. Respon perilaku

terhadap stres dapat berwujud positif dan negatif. Wujud respon positif

antara lain olahraga, aktivitas spiritual, atau mencari dukungan sosial.

Wujud respon negatif antara lain meningkatnya perilaku merokok atau

konsumsi alkohol. Respon afeksi terhadap stres memunculkan emosi-

emosi negatif. Respon fisiologis terhadap stres membuat aktif kelenjar

hipotallami pituitari dan simpatetis arenal sistem adrenal.

Taylor (Kholidah, 2009) menjabarkan tentang respon terhadap stres

pada mahasiswa, yaitu:

a. Respon fisiologis

Respon fisiologis terhadap stres memiliki beragam bentuk dan

melibatkan sistem saraf dan endokrin. Stres memicu sistem saraf

simpatik menjadi aktif sehingga tekanan darah dan detak jantung

meningkat lebih cepat, konduksi kulit meningkat, dan pernapasan

bertambah berat. Mahasiswa dengan kondisi stres menunjukkan

kondisi wajah memucat, keringat dingin, dan jantung berdebar keras.

b. Respon kognitif

Respon kognitif stres meliputi hasil dari proses persepsi dan

kemampuan mahasiswa mengelola diri. Respon kognitif juga meliputi

Page 4: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

17

respon stres terhadap situasi yang tidak diharapkan, seperti

kebingungan dan hambatan untuk konsentrasi, hambatan performansi

pada tugas-tugas kognitif, dan pikiran-pikiran tidak wajar.

c. Respon emosional dan perilaku

Respon emosional meliputi ketakutan, kecemasan, merasa malu,

marah, stres, sikap sabar, tabah, dan penyangkalan. Respon perilaku

stres yang umum terjadi adalah melawan stresor (fight) atau melarikan

diri dari ancaman (flight).

Kesimpulannya adalah stres dapat dikenali dari respon individu

terhadap stres seperti aspek fisiologis, emosi, kognisi, dan perilaku.

Respon terhadap stres saling memengaruhi, seperti respon perilaku

memengaruhi aspek kognisi atau sosial. Seseorang dengan kondisi stres

akan mengalami kecemasan atau sedih dan secara kognisi cenderung

kesulitan untuk konsentrasi dan kontrol diri rendah. Gejala perilaku

terlihat cenderung agresif dan jarang bersosialisasi dan disertai dengan

keluhan fisik.

3. Faktor Penyebab Stres

Stres disebabkan persepsi terhadap stres, strategi koping, kemampuan

menguasai situasi, dan kepribadian (Ogden, 2004).

a. Faktor Kognisi

Lazarus dan Folkman (Ogden, 2004) menyebutkan bahwa stres

disebabkan persepsi (appraisal). Stres terjadi saat individu menilai

(primary appraisal) bahwa lingkungan menjadi potensi besar sebagai

Page 5: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

18

stresor dan kemampuan dirinya dalam berhadapan dengan stres

(secondary appraisal). Kondisi lingkungan yang dinilai memunculkan

membuat kondisi stres, yaitu pekerjaan, keluarga, tuntutan atau beban

berlebih, kejadian dengan banyak makna, dan peristiwa di luar kendali

(Ogden, 2004). Strategi koping menjadi faktor penentu individu

mengalami stres atau tidak. Koping sebagai cara individu berhadapan

dengan stresor yang dinilai telah melampaui kemampuan dan

usahanya dengan harapan dirinya tetap dalam kondisi

seimbang/normal. Koping dapat dilakukan dengan merubah cara

berpikir seseorang tentang masalahnya atau beragam cara untuk

menyelesaikan permasalahannya.

b. Faktor Psikologis

Faktor psikologis memengaruhi sistem kekebalan tubuh seseorang.

Penelitian menunjukkan peranan mood, nilai-nilai kepercayaan

(beliefs), ekspresi emosi, stres, kontrol diri (self-control), efikasi diri,

ketahanan (hardiness), tingkat penguasaan diri.

c. Faktor Dukungan Sosial

Wills (Ogden, 2004) menyebutkan beberapa tipe dukungan sosial,

seperti meningkatkan harga diri (self-estem) dari sosial, dukungan

informasi, kebersamaan, dan dukungan instrumental.

d. Faktor kepribadian

Kepribadian tipe A (terburu-buru, kompetitif, selalu bersemangat,

bermusuhan, berkata “harus”) yang cenderung berkaitan dengan

Page 6: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

19

kondisi stres dibandingkan tipe B (santai, cenderung diam, dan tidak

mendominasi).

Sarafino dan Smith (2011) menyatakan bahwa faktor penyebab stres

berasal dari individu, keluarga, dan komunitas sosial. Stresor yang

bersumber dari diri sendiri, seperti sakit fisik. Sakit fisik mengakibatkan

tuntutan secara fisiologis dan psikis. Stresor dari individu juga berasal dari

penilaian individu dan konflik yang muncul dari sebuah peristiwa atau

kejadian. Faktor penyebab stres kedua adalah keluarga, seperti kelahiran

anak. Kehadiran anak membawa kebahagiaan sekaligus menjadi stresor

bagi keluarga., seperti orangtua khawatir kondisi kesehatan bayi. Selain

kehadiran anggota keluarga baru, faktor penyebab stres dalam konteks

keluarga adalah perceraian pasutri, kematian anggota keluarga, dan

anggota keluarga sakit fisik. Faktor penyebab stres ketiga adalah

komunitas sosial. Stresor orang dewasa berkaitan dengan pekerjaan dan

lingkungan tempat mereka tinggal. Pekerjaan menjadi stresor, seperti

beban kerja berlebih, jenis pekerjaan (misalnya profesi dokter yang

berkaitan dengan keselamatan hidup orang lain), evaluasi pekerjaan dari

atasan, lingkungan fisik tempat bekerja, dan masa pensiun.

Uraian di atas merangkum bahwa faktor penyebab stres berasal dari

faktor dalam dan luar individu. Faktor dari dalam individu, seperti kondisi

fisik, persepsi individu terhadap stresor dan kemampuannya dalam

menghadapi stres, strategi koping, psikologis (misalnya mood, kontrol diri,

efikasi diri, ketahanan diri), faktor kepribadian. Faktor dari luar individu

Page 7: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

20

antara lain pekerjaan, lingkungan pekerjaan, situasi dalam keluarga

(kehadiran anggota keluarga baru, kematian anggota keluarga, atau

perceraian).

4. Efek Stres

Stres mengakibatkan efek negatif pada kondisi fisiologi, perilaku, dan

kehidupan sosial individu (Ogden, 2004; Sarafino & Smith, 2011). Stres

yang dialami terus menerus memengaruhi kesehatan melalui menurunnya

perilaku hidup sehat (meningkatnya konsumsi alkohol dan rokok atau

kembali merokok) dan perubahan pada sistem fisiologi (sistem endokrin

melepas catecholamines dan corticosteroids yang menyebabkan kerusakan

terhadap jantung dan pembuluh darah serta fungsi sistem kekebalan

tubuh). Stres juga berperan terhadap sejumlah gangguan kesehatan, seperti

asma, sakit kepala migraine, dan kanker.

Pada aspek kognitif, stres memengaruhi kemampuan seseorang untuk

mengingat informasi dan perhatian. Seseorang dalam kondisi stres

memengaruhi performansi tugas-tugas bersifat kognitif dan proses kognisi,

yaitu fungsi eksekutif (fungsi yang berperan dalam mengendalikan dan

mengarahkan perilaku). Stres memengaruhi perilaku dan sosial seseorang,

seperti menurunnya interaksi sosial dan hidup sehat, cenderung pemarah,

agresif, kurang kontrol diri, dan tidak peka terhadap kondisi orang lain.

Oleh karena itu, dapat diringkas bahwa stres memiliki efek negatif

terhadap aspek kognisi, fisiologi, perilaku, dan sosial. Efek negatif antar

Page 8: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

21

aspek saling memberi pengaruh, seperti stres kronis membuat perilaku

merokok yang berakibat pada menurunnya kesehatan.

5. Stres pada Mahasiswa

Stresor mahasiswa beragam, seperti persaingan prestasi diantara

mahasiswa, ujian, tugas kuliah, tekanan untuk mencapai prestasi akademik

yang ditunjukkan dengan IPK yang tinggi, adaptasi dengan lingkungan

(kampus atau kos), tuntutan hidup mandiri, strategi koping yang tidak

sesuai, ketidakpahaman terhadap pemicu stres, dan hambatan relasi

interpersonal (sesama mahasiswa atau dosen) (Kholidah, 2009;

Nurhidayati, 2011; Supradewi, 2006; Triaswari, 2014).

Stres mengakibatkan efek negatif pada kondisi fisik (fisiologis),

perilaku, dan kehidupan sosial individu (Ogden, 2004; Sarafino & Smith,

2011). Pada aspek fisiologis, seseorang dengan kondisi stres terus menerus

mengalami penurunan fungsi imun tubuh, penyakit jantung, dan sistem

endokrin. Pada aspek sosial dan perilaku, kondisi stres yang terus menerus

mengakibatkan seseorang menarik diri dari pergaulan sosial, kurang peka

terhadap kondisi orang lain, gampang marah sehingga lingkungan sosial

melakukan penolakan (Sarafino & Smith, 2011).

Penelitian-penelitian terkait stres pada mahasiswa cukup banyak

mendapat perhatian para peneliti. Triaswari (2014) menyimpulkan dari

hasil penelitiannya bahwa ada hubungan negatif antara stres dengan

kesejahteraan psikologis mahasiswa. Artinya, semakin tinggi tingkat stres

akan mengakibatkan turunnya kesejahteraan psikologis mahasiswa. Purba

Page 9: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

22

(2017) menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara stres

dan kecenderungan learned helplessness. Artinya, semakin tinggi tingkat

stres maka semakin tinggi kecenderungan learned helplessness.

Berdasarkan berbagai uraian yang telah dijelaskan, stres pada

mahasiswa diartikan sebagai situasi yang disebabkan oleh faktor

akademik, relasi interpersonal, kemampuan diri dalam berhadapan dan

mengelola stres sehingga berakibat negatif terhadap aspek fisik,

psikososial, dan perilaku mahasiswa.

6. Cara-cara untuk Menurunkan Tingkat Stres

Tingkat stres dapat ditanggulangi dan dikurangi dengan berbagai cara

seperti dukungan sosial dan memperkuat kontrol diri, manajemen diri,

olahraga, manajemen stres, farmasi, metode perilaku dan kognitif

(relaksasi, desensitisasi sistematis, biofeedback, atau meditasi), serta

strategi koping (problem focused dan emotion focused) (Sarafino & Smith,

2011). Penelitian-penelitian di Indonesia terkait penanganan stres pada

mahasiswa telah telah banyak dikerjakan, seperti pelatihan berpikir positif

(Kholidah, 2009), diskusi kelompok dan pelatihan efikasi diri (Rohmah,

2006), pelatihan mentoring (Nurhidayati, 2011), serta pelatihan dzikir

(Supradewi, 2006).

Metode lain dalam penanganan stres adalah penerapan konseling

singkat berfokus solusi (KSFS). Kim et al. (2017) dalam buku berjudul

“Solution-Focused Brief Therapy in Schools: A 360-Degree View of the

Research and Practice Principles”, menceritakan pengalaman-pengalaman

Page 10: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

23

penerapan KSFS di lingkungan pendidikan, pada usia sekolah dasar dan

remaja. Kasus-kasus yang ditemui antara lain usaha bunuh diri, kekerasan,

perilaku agresif, prestasi akademik, dan hambatan relasi sosial (guru

dengan murid atau murid dengan murid).

Lebih jauh lagi, penerapan KSFS pada usia remaja (usia SMP dan

SMA) di Indonesia cukup banyak telah dikerjakan dan memberikan hasil

positif. Miranda, Patmonodewo, Soetikno, dan Tehuteru (2017)

menerapkan KSFS pada remaja perempuan penderita leukimia. Peneliti

tidak menemukan perbedaan tingkat self-esteem subjek penelitian sebelum

dan sesudah pemberian KSFS. Kaharja (2016) menerapkan KSFS dengan

variabel tergantung self-esteem. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

perlakuan meningkatkan self-esteem subjek penelitian. Penelitian dengan

variabel tergantung serupa dikerjakan oleh Pratiwi dan Nuryono (2014)

dengan subjek penelitian siswa kelas XI. Hasilnya adalah terjadi

peningkatan self-esteem pada subjek penelitian. Fadilah dan Setiawati

(2015) menerapkan KSFS untuk meningkatkan keterbukaan diri. Subjek

penelitian mereka adalah siwa SMP. Hasil yang didapat bahwa perlakuan

meningkatkan sikap keterbukaan diri siswa SMP.

Penelitian dengan menguji penerapan KSFS di lingkungan perguruan

tinggi di Indonesia, sejauh peneliti ketahui, belum banyak dikerjakan.

Rusandi dan Rachman (2014) menerapkan KSFS untuk meningkatkan

self-esteem mahasiswa. Mereka menjelaskan bahwa self-esteem subjek

mengalami peningkatan sesudah pemberian perlakuan. Oleh karena itu,

Page 11: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

24

peneliti memilih KSFS sebagai metode perlakuan untuk menurunkan

tingkat stres mahasiswa pada penelitian ini.

KSFS, secara singkat, menilai individu mampu dan proses konseling

berpusat pada klien. Individu yang mendapatkan KSFS sudah mengalami

perubahan bahkan pada sesi pertama. Selain itu, KSFS memandang bahwa

seseorang adalah ahli dalam menyelesaikan masalah sehingga peranan

konselor sebagai orang yang membantu untuk menemukan kemampuan

klien dan menguatkannya.

B. Konseling Singkat Berfokus Solusi (KSFS)

1. Pendekatan KSFS

KSFS adalah konseling dengan pendekatan fokus pada tujuan dan

harapan di masa mendatang dengan proses singkat yang dikembangkan

oleh Steve De Shazer dan Insoo Kim Berg. Pendekatan ini

menitikberatkan pada pencarian solusi, kualitas positif diri, dan

keberhasilan di masa lampau klien. Konselor mendorong klien untuk

meneruskan perilaku positif yang sudah terjadi sehingga memberdayakan

klien (Corey, 2012). Franklin (2015) menambahkan bahwa KSFS

membantu klien untuk mengenali kapasitan dan keberhasilan masa

lampau, berpusat pada klien (clien-centered), kolaborasi klien-konselor.

Pendekatan KSFS ialah fokus solusi yang berbeda dengan problem-

focused approach. De Shazer (Brasher, 2009) menilai bahwa klien

memiliki daya dan kompetensi untuk menyejahterahkan diri sendiri.

Page 12: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

25

Visser (2013) menjelaskan bahwa praktek psikoterapi cenderung fokus

pada permasalahan dan faktor-faktor penyebab permasalahan, terapis

dinilai sebagai ahli dalam menganalisa permasalahan dan menemukan

solusi dari permasalahan, terapis memberi penjelasan tentang

permasalahan dan hasil akhir yang perlu dicapai, menggunakan beragam

teknik, seperti analisa mimpi, obat-obatan, hipnosis. Visser menambahkan

bahwa psikoterapi memerlukan sesi yang panjang dengan

mengesampingkan aspek manfaat riil dan berorientasi pada tujuan.

2. Prinsip KSFS

KSFS adalah pendekatan berbasis kompetensi yang lebih menekankan

kepada kekuatan, keberhasilan, dan mengarahkan klien kepada kondisi

yang akan terjadi di masa mendatang (Lutz, 2014). Lutz menambahkan

bahwa pendekatan yang digunakan di KSFS selaras dengan psikologi

positif, yaitu menekankan kesejahteraan, keberfungsian optimal,

pengalaman-pengalaman positif, serta karakter positif. Konselor percaya

bahwa klien memiliki kemampuan untuk membuat diri mereka sendiri

sejahtera, percakapan antara klien dan konselor berpusat pada kemampuan

dan kekuatan klien, serta konselor memperkuat kemampuan dan karakter

positif klien (Lutz, 2014).

O’Connell (Palmer, 2011) menjelaskan bahwa KSFS ialah bentuk

konseling dengan mendasarkan kekuatan klien, memberi penekanan pada

masa depan klien, kerjasama konselor dan klien dalam membangun solusi,

Page 13: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

26

dan mendefinisikan sejelas mungkin hal yang diinginkan klien dalam

hidupnya.

Franklin (Lutz, 2014) merangkum prinsip-prinsip KSFS, yaitu fokus

pada solusi ketimbang analisis masalah, fokus konseling pada masa depan

yang diharapkan klien, konselor mengarahkan klien untuk meneruskan

perilaku yang berguna bagi diri klien, permasalahan klien tidak terjadi

sepanjang waktu sehingga ada masa saat permasalahan tidak muncul

(exception), kolaborasi konselor dan klien guna menemukan beragam

alternatif pada pola-pola perilaku, pemikiran, dan interaksi yang tidak

diinginkan dan bersama-sama membangun ulang pola baru, keberhasilan-

keberhasilan kecil berdampak pada keberhasilan besar, solusi tidak harus

berkaitan langsung dengan permasalahan yang telah ditemukan klien dan

konselor, dan keterampilan dialog dibutuhkan oleh konselor untuk

bersama klien menemukan solusi.

Guterman (2013) menyebutkan prinsip-prinsip KSFS, yaitu fokus pada

solusi, pendekatan kolaborasi klien dan konselor, perubahan-perubahan

kecil menghasilkan perubahan besar, penekanan pada proses konseling,

terbuka pada ekletik, desain konseling singkat dan padat, serta menghargai

keberagaman nilai-nilai budaya individu.

Steve de Shazer et al. (Walsh, 2010) menyebutkan prinsip-prinsip

utama dalam solution-focused therapy, yaitu dinamika permasalahan

dilihat dengan sudut pandang relasi interpersonal, tujuan konseling adalah

membuat klien melakukan cara berbeda dalam mencapai sasaran, konselor

Page 14: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

27

memandang klien sebagai ahli dalam menyelesaikan masalah mereka,

resistensi dipandang sebagai cara klien berkomunikasi dengan konselor,

pemberian arti terhadap suatu perilaku dinilai sebagai hal yang penting

guna menghindari labelisasi, tujuan harus dibuat kecil dan dapat diraih

oleh karena perubahan-perubahan kecil membawa pada perubahan besar.

Steve de Shazer (Lutz, 2014) menambahkan bahwa solusi tidak harus

berkaitan langsung dengan permasalahan klien. Artinya KSFS langsung

fokus pada deskripsi rinci mengenai situasi berbeda yang akan terjadi pada

klien saat permasalahan selesai, bukan pada analisa permasalahan atau

kondisi patologis klien. KSFS fokus pada konteks saat ini dan masa yang

akan datang (De Shazer et al., 2007).

Dari beberapa uraian tentang prinsip KSFS, dapat dirangkum secara

ringkas tentang prinsip KSFS yang menjadi dasar kualifikasi konselor

KSFS, yaitu.

a. Menekankan pada kekuatan dan keberhasilan masa lampau klien.

b. Konselor percaya pada kemampuan klien untuk membuat dirinya

sendiri sejahtera.

c. Memberi penekanan pada masa depan yang diharapkan klien.

d. Konseling mendasarkan pada solusi dibandingkan pemecahan

masalah.

e. Kolaborasi antara konselor dan klien.

f. Perubahan-perubahan kecil mengarah kepada perubahan besar.

g. Proses menjadi hal yang lebih diutamakan dalam konseling.

Page 15: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

28

h. Solusi tidak harus berkaitan langsung dengan permasalahan.

3. Teknik KSFS

Teknik yang sering digunakan KSFS (Kottler & Shepard, 2011)

adalah sebagai berikut.

a. Miracle question

“Jika keajaiban terjadi dan masalah Anda hilang, apa yang

berbeda/berubah dan bagaimana Anda tau?”. Kalimat “apa yang

berbeda/berubah dan bagaimana Anda tau?” pada teknik ini

mengajak klien untuk membayangkan secara jelas kondisi dirinya saat

masalah terpecahkan. Jawaban dari klien mengandung solusi-solusi

atau strategi pemecahan masalah yang akan menjadi bahan diskusi

klien dan konselor terkait masalah klien. Teknik miracle question

bertujuan mengenali solusi dan sumber daya yang ada dan

mengklarifikasi tujuan klien secara realistis. Teknik miracle question

bisa digunakan pada sesi pertama dan sesi selanjutnya (O’Connell

dalam Palmer 2011).

b. Pretending

Teknik ini meminta klien untuk melakukan hal kebalikan.

Misalnya, klien ingin menurunkan berat badan dan konselor meminta

klien untuk menaikkan berat badannya. Kondisi ini akan

mengakibatkan, pertama, klien menaikkan berat badan atau

sebaliknya. Jika klien menaikkan berat badannya, maka konselor

mencermati ada kemampuan untuk menaikkan serta indikasi

Page 16: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

29

kemampuan untuk menurunkan berat badan. Kemungkinan kedua

adalah klien menilai konselor tidak masuk dan semakin kuat untuk

menurunkan berat badannya.

c. Exception Finding

Konselor dan klien bersama-sama menemukan saat masalah tidak

muncul. Situasi saat masalah tidak muncul menjadi indikasi bahwa

klien memiliki solusi dalam mengelola atau menyelesaikan masalah.

Konselor membantu klien untuk mengenali beragam metode yang

sudah dilakukan sehingga masalah dapat dikelola atau diselesaikan

dengan baik.

d. Scaling question

Konselor mengajak klien untuk mengukur perubahan yang telah

terjadi sepanjang proses konseling terkait pencapaian tujuan klien.

Teknik ini juga membantu klien menentukan langkah-langkah dalam

meraih perubahan. Misalnya, “sebutkan 1 atau 2 hal yang ingin Anda

lakukan dalam minggu ini guna meningkatkan atau menurunkan 2

poin?”.

e. Task assignments

Konselor akan meminta atau memberi tugas kepada klien untuk

mengulangi metode yang sudah ditemukan pada “exception finding”.

Konselor memegang prinsip bahwa tugas yang dikerjakan klien sesuai

dengan tujuan dan kemampuan klien.

Page 17: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

30

Dari uraian yang sudah ada, dapat dirangkum bahwa teknik-teknik yang

digunakan di KSFS adalah miracle question, pretending, finding exception,

scaling question, dan task assignments.

4. Tahap-tahap KSFS

Proses KSFS dibagi menjadi 3 garis besar (O’Connell, 2001), yaitu:

a. Problem talk

Konselor memperhatikan dan mendengarkan permasalahan klien.

Hal-hal yang dilakukan konselor pada proses ini, yaitu mengakui dan

membenarkan permasalahan klien; meminta klien untuk merangkum

permasalahan dalam satu kata dan menjabarkan kata dalam kalimat;

mengubah permasalahan menjadi tujuan; menggunakan deskripsi

operasional/deskripsi konkret ketimbang label; fleksibel dalam gaya

konseling; dan mendefinisikan ulang masalah.

b. Future talk

Konselor mengajak, memberi dukungan, dan memperkuat perilaku

positif klien. Konselor memperkuat orientasi masa mendatang selama

proses dialog yang harapannya klien terlibat. Klien mungkin tidak

mampu mempertahankan perspektif masa mendatang dalam jangka

waktu lama oleh karena klien cenderung berkutat pada penyebab

masalah atau perasaan dan pikiran yang ditimbulkan. Saat klien sudah

terlibat dalam dialog (berorientasi solusi), konselor mengikuti proses

dialog klien dengan membimbingnya menggunakan teknik miracle

question atau scalling.

Page 18: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

31

c. Strategy talk

Tahap strategy talk terjadi setelah klien mengetahui tujuan atau

harapan di masa depan. Tahap ini menggali sebanyak mungkin

langkah untuk sampai tujuan. Langkah-langkah yang didapatkan

mendasarkan pada langkah-langkah yang pernah berhasil dilakukan

klien. Strategi yang digunakan oleh konselor mendasarkan pada

prinsip utilisasi (utilization). Zeig dan Munion (O’Connell, 2001)

menjelaskan prinsip utilisasi sebagai usaha konselor menggunakan

beragam hal yang dibawa klien saat proses konseling, seperti

ketidaksadaran, kesadaran, sumber daya, pengalaman, kemampuan,

kegemaran, relasi, sikap, permasalahan, dan kekurangan.

Proses KSFS menurut Lutz (2014) adalah sebagai berikut.

a. Mengenali kekuatan dan sumber daya klien

Tahap awal dari proses KSFS, yaitu konselor memulai dengan

mengenali kekuatan dan sumber daya yang dimiliki klien, seperti

karakter positif, bakat, atau sosok penting dalam hidup klien yang

menjadi sumber penting dalam membantu proses konseling. Tahap

awal ini penting untuk membangun relasi antara klien dan konselor.

Konselor dapat menggunakan beberapa cara, seperti problem-free talk.

Artinya klien mendapatkan waktu untuk menceritakan kekuatan,

bakat, karakter positif diri, serta keberhasilan-keberhasilan yang sudah

mereka capai. Cara berikutnya adalah mengucapkan terima kasih

kepada klien. Sikap konselor berterimakasih kepada klien menjadi

Page 19: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

32

sarana yang sangat membantu untuk memperkuat fokus pada solusi.

Cara lainnya adalah pujian terhadap hal-hal positif atau pengalaman

sukses klien dalam menghadapi masalah.

b. Penentuan tujuan konseling

Penentuan tujuan konseling dilakukan bersama antara klien dan

konselor. Artinya ada kesepakatan antara klien dan konselor. Hal ini

dilakukan mengingat bahwa harapan atau keinginan klien tentu lebih

dari satu. Hal ini dapat dilakukan dengan menanyakan tentang situasi

yang diinginkan klien di masa mendatang. Penentuan tujuan

membantu proses dan keberhasilan konseling serta memperkuat relasi

klien-konselor. Tujuan konseling harus realistis, spesifik, dapat diraih

(skala kecil), operasional, positif, dan kalimat proaktif. Konselor

dalam membantu klien menentukan tujuan dapat menggunakan teknik

miracle question. Teknik Scaling membantu klien menyusun langkah

langkah dalam meraih tujuan konseling.

c. Akhir sesi

Konselor memberi pujian atau tugas kepada klien di akhir sesi.

Pujian difokuskan terhadap perilaku positif klien seperti, menemui

konselor, fokus pada karakter positif, kooperatif dalam mengikuti

proses konseling. Akhir sesi juga dapat digunakan konselor

memberikan saran kepada klien untuk melanjutkan cara atau usaha

yang sampai sekarang berhasil membantu klien, mengamati berbagai

perubahan positif yang terjadi (jika konselor menggunakan teknik

Page 20: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

33

scaling kepada klien), dan melakukan langkah-langkah kecil guna

mencapai tujuan yang diinginkan klien.

Guterman (2013) membuat tahapan yang berbeda, yaitu pelaksanaan

pretreatment change sebelum masuk ke sesi pertama. Guterman menyatakan

bahwa perubahan positif sudah terjadi pada rentang waktu klien memutuskan

untuk melakukan konsultasi dan pertemuan awal. Pretreatment change dapat

dilakukan pada konteks konselor sudah atau belum mendengarkan penjelasan

tentang permasalahan dari klien. Cara ini akan memicu tercapainya tujuan dan

penyelesaian lebih cepat terkait permasalahan klien. Konselor menggunakan

teknik exception pada tahap pretreatment change. Klien mampu mengidentifikasi

exception adalah tanda tercapai tujuan dan penyelesaian masalah klien.

Sesi pertama konseling terdiri atas memahami permasalahan dan menentukan

tujuan, mengenali dan memperkuat exception (kondisi saat klien bebas dari

permasalahan atau tetap mengalami permasalahan dalam tingkat rendah), serta

menyusun tugas. Tahap memahami permasalahan dapat dimulai dengan

pertanyaan konselor kepada klien, seperti, “apa yang mendorong Anda untuk

datang menemui saya?” atau “ada permasalahan apa sehingga Anda memutuskan

datang menemui saya pada hari ini?”. Cara lain dalam memahami permasalahan

adalah dengan cara problem talk. Artinya klien menceritakan tentang

permasalahan yang sedang dialaminya tanpa interupsi dari konselor. Cara kedua

adalah membuat peta pengaruh permasalahan. Artinya klien diajak untuk

mengenali pengaruh permasalahan pada diri mereka. Cara ini juga dapat menjadi

Page 21: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

34

pintu masuk untuk mengenali exception dan membantu klien untuk keluar dari diri

mereka.

Tahap berikutnya adalah membuat tujuan. Salah satu konsep yang bisa

digunakan adalah metode SMART (spesific, measureable, achieveable, relevant,

dan time-based). Jika klien belum mampu membuat tujuan, konselor dan klien

menggunakan teknik exception. Teknik Exception membantu klien dalam

menghadapi permasalahan mereka. Konselor memperkuat perilaku klien yang

menemukan exception dengan serangkaian pertanyaan tertentu, baik yang sudah

pernah terjadi maupun memiliki potensi untuk terjadi.

Penting untuk menentukan tujuan yang operasional dan konkret (Perry, 2010).

Tujuan yang operasional dan konkret membantu klien meraih tujuan sehingga

menaikkan harapan dan selanjutnya mampu meningkatkan motivasi klien untuk

terus mencoba. Salah satu metode menentukan tujuan ialah SPAMO (spesific-

tidak kabur atau umum; positive-apa yang diinginkan klien; achievable-klien

mampu meraih tujuan secara mandiri; measureable-dapat diukur; observable-

dapat diamati).

Tahap selanjutnya adalah menyusun tugas. Tahap ini diberikan setelah

konselor membuat rangkuman proses konseling, seperti hal-hal yang sudah

dicapai klien (memahami permasalahan, menyusun tujuan, menemukan exception)

dan memberikan penghargaan kepada klien. Tugas yang dikerjakan klien

mendasarkan pada hasil dari proses sebelumnya. Contohnya konselor meminta

klien untuk mengamati hal-hal yang terjadi sehingga klien dapat mencapai tujuan

Page 22: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

35

yang telah disusun dalam proses konseling, dimulai dari selesai sesi dan sesi

berikutnya.

Tahap sesi kedua dan selanjutnya terdiri atas evaluasi efektivitas tugas yang

dikerjakan klien serta evaluasi ulang permasalahan dan tujuan. Hal ini menjaga

fokus klien senantiasa berorientasi pada solusi sehingga perubahan terus terjadi.

Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini, yaitu:

a. Konselor mengulang rangkuman pada pertemuan sebelumnya dan bertanya

tentang tugas yang telah dikerjakan klien. Tujuannya adalah mengajak klien

untuk mengenali perubahan positif yang telah terjadi sejak pertemuan

sebelumnya. Konselor dapat mengajak klien mengenali exception dan

konselor memperkuat exception yang sudah disadari klien. Selain teknik

exception, konselor menggunakan teknik scaling atau buku catatan yang

dipakai klien untuk mencatat perubahan-perubahan positif atau kesuksesan

yang sudah dicapai klien.

b. Tahap selanjutnya adalah evaluasi ulang permasalahan dan tujuan. Konselor

menilai bahwa klien telah banyak melakukan perubahan positif yang semakin

mengarahkan klien pada tujuannya atau bahkan klien telah mencapai

tujuannya. Oleh karena itu, konselor perlu bertanya kepada klien untuk

melanjutkan konseling atau melakukan terminasi.

Dari beberapa uraian yang sudah dijelaskan disimpulkan tahapan KSFS ialah,

pertama pretreatment change sebelum masuk ke sesi 1 konseling. Tahap kedua

adalah sesi 1, yaitu konselor dan klien memahami permasalahan, menentukan

tujuan, mengenali, memperkuat exception klien, mengenali kekuatan klien,

Page 23: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

36

memberi pujian kepada klien di akhir sesi, mengajak klien untuk melanjutkan

usaha yang sudah dikerjakan dalam rangka mencapai tujuan, dan meminta klien

untuk mengamati perubahan-perubahan yang terkait pencapaian tujuan atau klien

menentukan tugas rumah. Tahap ketiga adalah sesi 2 dan selanjutnya adalah sesi

tindak lanjut dengan melakukan review pertemuan sebelumnya dan mengajak

klien mengenali beragam perubahan positif terkait permasalah atau tujuan,

mengevaluasi efektivitas tugas rumah, evaluasi ulang tentang tujuan dan

permasalahan. Tahap terakhir ialah terminasi dengan mengevaluasi ulang

permasalahan dan tujuaan serta mempertanyakan tentang kelanjutan konseling.

C. Konsep Teoritik Konseling Singkat Berfokus Solusi

Konsep teoritik KSFS mendasarkan pada rangkuman teori-teori KSFS yang

akan digunakan sebagai panduan alur kerja intervensi penelitian. Tahapan KSFS

ialah, pertama ialah problem-free talk, yaitu konselor mengajak klien mengenali

beragam kualitas positif diri klien, sumber daya klien, bakat dan minat, kesukaan,

dan keberhasilan atau prestasi klien. Selanjutnya, konselor masuk ke tahap kedua,

yaitu pretreatment change dengan tujuan mengenali perubahan-perubahan positif

terkait permasalahan partisipan.

Tahap kedua adalah sesi 1, yaitu konselor dan klien memahami permasalahan,

menentukan tujuan, mengenali, memperkuat exception klien, mengenali kekuatan

klien, memberi pujian kepada klien di akhir sesi, mengajak klien untuk

melanjutkan usaha yang sudah dikerjakan dalam rangka mencapai tujuan, dan

meminta klien untuk mengamati perubahan-perubahan yang terkait pencapaian

Page 24: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

37

tujuan atau klien menentukan tugas rumah. Tahap ketiga adalah sesi 2 dan

selanjutnya adalah sesi tindak lanjut dengan melakukan review pertemuan

sebelumnya dan mengajak klien mengenali beragam perubahan positif terkait

permasalah atau tujuan, mengevaluasi efektivitas tugas rumah, evaluasi ulang

tentang tujuan dan permasalahan.

Tahap terakhir ialah terminasi dengan mengevaluasi ulang permasalahan dan

tujuaan serta mempertanyakan tentang kelanjutan konseling. Hal yang penting

dilakukan konselor adalah memberikan apresiasi terhadap klien tentang perilaku

positif yang sudah dilakukan klien selama proses konseling di akhir pertemuan.

Page 25: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

38

Keterangan:

= rincian kegiatan

Gambar 1. Alur Kerja Intervensi

Sesi 1

Sesi 2

1. Klien mengenali kekuatan, kualitas positif diri,

keberhasilan masa lampau (problem free-talk)

2. Tujuan klien

3. Rangkuman kegiatan pujian kepada klien

4. Mengenali perubahan positif

Sesi 3

Sesi 4

1. Review kegiatan

2. Pretreatment change

3. Strategy talk

4. Rangkuman kegiatan dan apresiasi kepada

klien

5. Mengenali perubahan positif

1. Review kegiatan dan re-evaluasi tujuan

2. Rangkuman kegiatan dan apresiasi kepada

klien

3. Mengenali perubahan positif

1. Terminasi intervensi

2. Rangkuman kegiatan dan pujian kepada klien

3. Mengenali perubahan positif

Page 26: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

39

D. Konseling Singkat Berfokus Solusi

Untuk Menurunkan Tingkat Stres Pada Mahasiswa

Mahasiswa dalam kesehariannya menghadapi beragam situasi yang dapat

ditanggapi secara positif atau negatif, baik atau buruk (Lazarus & Folkman,

1984). Suatu peristiwa dinilai positif oleh mahasiswa, yaitu sebagai tantangan dan

kesempatan untuk berkembang dan pada sisi lain situasi ini berpotensi menjadi

sumber stres. Misalnya persaingan prestasi diantara mahasiswa, ujian, tugas

kuliah, adaptasi dengan lingkungan sosial, tuntutan hidup mandiri, strategi koping

yang tidak sesuai, ketidakpahaman terhadap pemicu stres, dan hambatan relasi

interpersonal (Kholidah, 2009; Nurhidayati, 2011; Supradewi, 2006; Triaswari,

2014). Kondisi stres yang berlangsung terus menerus pada individu berdampak

negatif pada kesehatan, perilaku, dan kehidupan sosial (Ogden, 2004; Sarafino &

Smith, 2011). Triaswari (2014) menyimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa

tingginya tingkat stres akan mengakibatkan kesejahteraan psikologis mahasiswa

menurun.

Mahasiswa dapat memandang bahwa situasi tersebut menjadi sumber stres

oleh karena kemampuan mahasiswa untuk menghadapinya terbatas dan di luar

kapasitas mahasiswa (O’Connell, 2001). Pada saat mahasiswa terus menerus

menilai bahwa dirinya tidak berdaya dan kemampuannya terbatas, akibat yang

ditimbulkan adalah pandangan negatif klien terhadap dirinya bahwa dirinya akan

terus berada di bawah masalah. Pandangan negatif pada diri sendiri yang

berkepanjangan menutup pandang positif diri klien tentang kapabilitas dan

kompetensi klien dalam menghadapi permasalahan (O’Connell, 2001). Oleh

Page 27: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

40

karena itu, diperlukan metode intervensi guna membantu mahasiswa berhadapan

dan mengelola stres serta tetap menjalankan tanggung jawabnya sebagai

mahasiswa. Salah satu metode tersebut adalah konseling singkat berfokus solusi

(KSFS).

KSFS percaya bahwa individu mampu secara mandiri membuat diri

mereka sejahtera dan pada saat kondisi tekanan dan stres kondisi tersebut menjadi

terhalangi (Luzt, 2014). Konselor masuk pada tahap problem-free talk, yaitu

proses konselor untuk mengenali kekuatan positif mahasiswa yang akan berguna

untuk menyelesaikan permasalahan atau mencapai harapan dan membangun relasi

antara konselor dengan klien (Luzt, 2014). Tahap ini juga membantu klien

mengenali dan mengoptimalkan sumber daya individu yang terlupakan sementara

oleh karena mahasiswa berada dalam kondisi stres (O’Connell, 2001). Pengenalan

karakter positif oleh klien (positive self esteem) terhadap diri sendiri

mengakibatkan klien menilai bahwa mereka berdaya dan mampu menghadapi

permasalahan (Lutz, 2014). Hasil penelitian Hubbs et al. (2012) dan Aboalshamat

et al. (2017) menyimpulkan bahwa stres dan self-esteem memiliki korelasi negatif.

Artinya, tingkat stres mahasiswa yang tinggi mengakibatkan self-esteem turun.

Self-esteem yang rendah mengakibatkan mahasiswa merasa sedih, kesepian, dan

pesimis (Orth & Robins, 2013).

KSFS memiliki asumsi bahwa mahasiswa yang berada dalam kondisi stres

tinggi disebabkan pemaknaan tentang peristiwa melampaui kapasitas dirinya

sehinga mahasiswa perlu menyusun ulang pemaknaan atau melihat dari sudut

pandang lain yang terjadi dalam proses dialog antara klien dan konselor

Page 28: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

41

(O’Connell, 2001). Hal ini terjadi di selanjutnya, yaitu problem talk (O’Connell,

2001). Quick (1996) menyebut problem talk sebagai tahap klarifikasi

permasalahan dan memilih yang penting bagi klien. Dialog interaktif antara klien

dan konselor membuat permasalahan menjadi jelas atau konkret sehingga klien

mengetahui permasalahan yang sebenarnya dan menjadi langkah baik bagi proses

konseling selanjutnya. Artinya, klien dan konselor mengetahui tujuan atau

harapan klien terhadap kegiatan konseling (Luzt, 2014; O’Connell, 2001). Tujuan

atau harapan yang jelas membantu klien dan konselor menyusun langkah-langkah

kecil yang bisa diraih oleh klien sehingga menimbulkan kepercayaan diri untuk

mencapai harapan konseling (O’Connell, 2001). Penelitian menyatakan bahwa

percaya diri (efikasi diri), optimisme, atau resiliensi memiliki korelasi negatif

dengan stres (Kaur & Amin, 2017; Kevereski et al., 2016). Artinya tingkat stres

individu rendah disebabkan naiknya tingkat rasa percaya diri individu. Lebih jauh

lagi, Patnaik (2013) menyebutkan bahwa sikap optimis berdampak positif pada

aspek afeksi dan motivasi serta membantu individu mengelola stres sehingga

mampu berfungsi secara optimal.

Pada tahap selanjutnya, yaitu pretreatment change, yaitu konselor mengajak

klien untuk mengenali perubahan positif yang telah terjadi pada hidup klien sejak

klien kali pertama memutuskan mengikuti kegiatan konseling sampai dengan

pertemuan perdana. Ajakan konselor untuk mengenali perubahan positif memicu

dan memperkuat hal-hal positif yang sudah dikerjakan klien (Corey, 2012).

Kesadaran klien terhadap perubahan yang terjadi memicu perubahan pada tahap

selanjutnya, meningkatkan kepercayaan diri dan optimisme pada diri klien

Page 29: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

42

(O’Connell, 2001). Hasil beberapa penelitian menyatakan bahwa percaya diri

(efikasi diri), optimisme, atau resiliensi memiliki korelasi negatif dengan stres

(Kaur & Amin, 2017; Kevereski et al., 2016). Artinya tingkat stres individu

rendah disebabkan naikknya tingkat rasa percaya diri individu. Patnaik (2013)

secara khusus melihat bahwa sikap optimis berdampak positif pada aspek afeksi

dan motivasi serta membantu individu mengelola stres sehingga mampu berfungsi

secara optimal.

Pada kedua dan selanjutnya, konselor dan klien akan melanjutkan

mengidentifikasi perubahan-perubahan positif. Konselor memperkuat perubahan

positif dan langkah-langkah yang sudah dilakukan sehingga perubahan positif

terus terjadi pada diri klien. Pada saat klien menilai diri mereka mampu untuk

mandiri dalam mengelola permasalahan dan mencapai harapan klien, maka proses

konseling dihentikan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknik

scaling untuk mengukur kesiapan klien mandiri dalam mengelola permasalahan

(O’Connell, 2001).

E. Landasan Teori

Mahasiswa dalam kesehariannya berhadapan dengan beragam situasi,

seperti tuntutan akademik, penyesuaian diri dengan lingkungan baru, belajar hidup

mandiri, dan relasi sosial, yang bisa mahasiswa nilai sebagai kesempatan

berkembang atau hal yang berada di luar kemampuan untuk dikelola (Lazarus &

Folkman, 1984). Stres terjadi oleh karena mahasiswa menilai kemampuan dirinya

berada di bawah tuntutan situasi (O’Connell, 2001). Pada saat mahasiswa terus

Page 30: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

43

menerus menilai bahwa dirinya tidak berdaya dan kemampuannya terbatas, akibat

yang ditimbulkan adalah pandangan negatif klien terhadap dirinya bahwa dirinya

akan terus berada di bawah masalah. Pandangan negatif pada diri sendiri yang

berkepanjangan menutup pandang positif diri klien tentang kapabilitas dan

kompetensi klien dalam menghadapi permasalahan (O’Connell, 2001). Selain

penilaian negatif, stres juga berdampak negatif terhadap aspek fisiologis, perilaku

dan emosi individu (Ice & James, 2007; Sarafino & Smith, 2011; Taylor, 1995).

KSFS memiliki asumsi bahwa mahasiswa mampu secara mandiri

membuat diri mereka sejahtera dan pada saat kondisi stres kondisi tersebut

menjadi terhalangi (Luzt, 2014). KSFS memunculkan dan menyadarkan individu

tentang kekuatan dan karakter positif yang mampu menjadi kekuatan untuk

mengurangi efek stres. Pengenalan karakter positif oleh klien (positive self

esteem) terhadap diri sendiri mengakibatkan klien menilai bahwa mereka berdaya

dan mampu menghadapi permasalahan (Lutz, 2014). Hasil penelitian Hubbs et al.

(2012) dan Aboalshamat et al. (2017) menyimpulkan bahwa stres dan self-esteem

memiliki korelasi negatif. Artinya, tingkat stres mahasiswa yang tinggi

mengakibatkan self-esteem turun. Self-esteem yang rendah mengakibatkan

mahasiswa merasa sedih, kesepian, dan pesimis (Orth & Robins, 2013).

Selain itu, proses konseling membuat mahasiswa mengenali keberhasilan di

masa lampau, hal-hal yang sudah dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan,

memperkuat perilaku positif terkait permasalahan, dan perubahan-perubahan

positif yang sudah dicapai dalam mengelola permasalahan atau mencapai tujuan.

Perubahan-perubahan kecil yang sudah dicapai meningkatkan kepercayaan diri

Page 31: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

44

dan optimisme individu. Hasil beberapa penelitian menyatakan bahwa percaya

diri (efikasi diri), optimisme, atau resiliensi memiliki korelasi negatif dengan stres

(Kaur & Amin, 2017; Kevereski et al., 2016). Artinya tingkat stres individu

rendah disebabkan naiknya tingkat rasa percaya diri individu. Patnaik (2013)

menyebutkan bahwa sikap optimis berdampak positif pada aspek afeksi dan

motivasi serta membantu individu mengelola stres.

Dinamika psikologis stres pada mahasiswa program studi magister psikologi

UMBY dapat diringkas dengan menggunakan bagan pada Gambar 2.

Page 32: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

45

Keterangan:

: dampak

: indikasi

: pengaruh perlakuan

KSFS : Konseling Singkat Berfokus Solusi

Gambar 2.

Skema Landasan Teori

Tingkat stres tinggi

Peristiwa pemicu stres, seperti hambatan relasi interpersonal, tuntutan prestasi akademik, ujian, mandiri, tugas

kuliah, dan penyesuaian diri dengan lingkungan baru

Stres yang terjadi terus menerus menyebabkan dirinya menjadi tidak berdaya dan menutup pandangan bahwa dirinya memiliki kapabilitas dan keberhasilan dalam mengelola permasalahan.

Indikasi: Fisik: kesehatan fisik

menurun Perilaku dan sosial:

menurun interaksi sosial, perilaku agresif, meningkat konsumsi rokok dan alkohol.

Psikis: cemas, takut, sikap bermusuhan.

Kognitif: gangguan konsentrasi dan tugas-tugas kognitif, kontrol diri rendah.

KSFS

Tingkat stres rendah

Indikasi: Perilaku dan sosial: meningkatkan kontak sosial (bertemu teman

atau bergabung dengan komunitas sosial), perilaku hidup sehat Psikis: emosi negatif menurun, optimisme meningkat dalam

menjalani kegiatan perkuliahan, persepsi positif meningkat terhadap diri sendiri.

Kognisi: strategi koping adaptif, konsentrasi terhadap tugas-tugas kognisi, kontrol diri, pikiran-pikiran positif

Tahap KSFS Sesi problem-free talk. Sesi Pre-treatment change. Sesi 1, yaitu pemahaman

masalah dan penentuan tujuan konseling dan tugas (jika diinginkan klien). Konselor menggunaan teknik KSFS (exception, scaling, miracle question, pujian di setiap akhir sesi).

Sesi 2, follow-up, review tugas (teknik exception, scaling)

Terminasi.

Page 33: BAB II A. 1.eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4636/3/BAB II.pdf · stres, yaitu perubahan fisiologi dan persepsi terhadap peristiwa. Stres (Sarafino, 1998) adalah suatu keadaan yang

46

F. Hipotesis

Hipotesis yang peneliti ajukan pada penelitian ini adalah tingkat stres

partisipan lebih rendah setelah mendapatkan konseling singkat-berfokus solusi

dibandingkan sebelum mendapatkan konseling singkat-berfokus solusi.