14
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan perubahan tingkah laku baik pengetahuan, pengertian, kebiasaan, ketrampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, budi pekerti serta sikap. Senada dengan Hamalik (2004) yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku seseorang, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Hal ini juga didukung oleh Sudjana (2005) yang mendefinisikan hasil belajar sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengalami pengalaman belajar. Menurut Gagne & Briggs dalam Suprijono (2009) yang menyatakan hasil belajar ialah kemampuan internal meliputi pengetahuan, ketrampilan dan sikap setelah siswa mengikuti pembelajaran dan siswa mampu menerapkan materi yang telah diajarkan dalam berbagai bidang. Hasil belajar juga merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, dan hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dan puncak proses belajar. Dampak pengajaran adalah hasil yang dapat diukur seperti tertuang dalam angka ulangan, angka rapot (Dimyati dan Mudjiono, 2009). Hal senada yang disampaikan Hamalik (2004) yaitu hasil belajar ialah nilai yang diperoleh siswa setelah setelah siswa mempelajari suatu pokok bahasan. Suprijono (2009) mengemukakan perlu diingat juga bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Hasil belajar yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut diatas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif. Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, penelitian ini sejalan dengan rumusan hasil belajar menurut Sudjana (2005) yang mendefinisikan hasil belajar sebagai kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Bukti dari usaha yang dilakukan dalam kegiatan belajar dan proses belajar adalah hasil belajar yang biasa diukur melalui tes yaitu tes formatif (Dimyati, 2002). Menurut Purwanto (2004) yang terpenting dalam dalam penilaian tes formatif adalah bahwa setiap soal

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1....6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 6

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. KAJIAN TEORI

    1. Hasil Belajar

    a. Pengertian Hasil Belajar

    Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah

    proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan perubahan tingkah

    laku baik pengetahuan, pengertian, kebiasaan, ketrampilan, apresiasi,

    emosional, hubungan sosial, jasmani, budi pekerti serta sikap. Senada

    dengan Hamalik (2004) yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah

    terjadinya perubahan tingkah laku seseorang, misalnya dari tidak tahu

    menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Hal ini juga

    didukung oleh Sudjana (2005) yang mendefinisikan hasil belajar sebagai

    kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengalami

    pengalaman belajar. Menurut Gagne & Briggs dalam Suprijono (2009)

    yang menyatakan hasil belajar ialah kemampuan internal meliputi

    pengetahuan, ketrampilan dan sikap setelah siswa mengikuti

    pembelajaran dan siswa mampu menerapkan materi yang telah

    diajarkan dalam berbagai bidang. Hasil belajar juga merupakan hasil

    dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Tindak mengajar

    diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, dan hasil belajar

    merupakan berakhirnya pengajaran dan puncak proses belajar. Dampak

    pengajaran adalah hasil yang dapat diukur seperti tertuang dalam angka

    ulangan, angka rapot (Dimyati dan Mudjiono, 2009). Hal senada yang

    disampaikan Hamalik (2004) yaitu hasil belajar ialah nilai yang diperoleh

    siswa setelah setelah siswa mempelajari suatu pokok bahasan. Suprijono

    (2009) mengemukakan perlu diingat juga bahwa hasil belajar adalah

    perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek

    potensi kemanusiaan saja. Hasil belajar yang dikategorisasi oleh para

    pakar pendidikan sebagaimana tersebut diatas tidak dilihat secara

    fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif.

    Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, penelitian ini sejalan dengan

    rumusan hasil belajar menurut Sudjana (2005) yang mendefinisikan hasil

    belajar sebagai kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima

    pengalaman belajar. Bukti dari usaha yang dilakukan dalam kegiatan

    belajar dan proses belajar adalah hasil belajar yang biasa diukur melalui

    tes yaitu tes formatif (Dimyati, 2002). Menurut Purwanto (2004) yang

    terpenting dalam dalam penilaian tes formatif adalah bahwa setiap soal

  • 7

    betul-betul mengukur tujuan instruksional yang hendak dicapai yang

    telah dirumuskan dalam program satuan pelajaran.

    b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

    Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua

    kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor

    tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga

    menentukan kualitas hasil belajar (Baharuddin dan Wahyuni, 2007)

    1. Faktor internal

    Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri

    individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-

    faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis.

    a. Faktor fisiologis

    Faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan

    kondisi fisik individu. Faktor ini dibedakan menjadi dua macam.

    Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada

    umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang.

    Kedua, keadaan fungsi jasmani atau fisiologis. Selama proses

    belajar berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia

    sangat mempengaruhi hasil belajar terutama panca indera.

    b. Faktor psikologis

    Faktor psikologis, adalah keadaan psikologis seseorang yang

    dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis

    yang utama mempengaruhi proses belajar yaitu kecerdasan siswa,

    motivasi, minat, sikap, dan bakat.

    2. Faktor eksogen atau eksternal

    Faktor eksternal juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.

    Menurut Syah sebagaimana dikutip dalam Baharuddin dan Wahyuni

    (2007), faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar

    dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan

    sosial dan faktor lingkungan nonsosial.

    a. Lingkungan sosial

    Lingkungan sosial terdiri dari lingkungan sosial sekolah,

    lingkungan sosial masyarakat dan lingkungan sosial keluarga.

    b. Lingkungan nonsosial

    Faktor-faktor yang termasuk dalam lingkungan nonsosial

    adalah: pertama, lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang

    segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau

    atau kuat, suasana yang sejuk dan tenang. Kedua, faktor

  • 8

    instrumenal, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua

    macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat

    belajar, fasilitas belajar, lapangan olahraga dan sebagainya. Kedua,

    software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah

    dan buku.

    c. Macam-macam Hasil Belajar

    Howard Kingsley sebagaimana di kutip dalam sudjana (2010)

    membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) ketrampilan dan kebiasaan,

    (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Sedangkan

    gagne membagi hasil belajar menjadi lima, yaitu (a) informasi verbal, (b)

    ketrampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e)

    ketrampilan motoris. Menurut benyamin bloom sebagaimana dikutip

    dalam Sudjana (2010), secara garis besar membagi hasil belajar menjadi

    tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.

    1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri

    dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman,

    aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.

    2) Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Hasil belajar afektif

    tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya

    terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan

    teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Ada lima

    aspek dalam ranah afektif, yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi,

    penilaian, organisasi dan internalisasi.

    3) Ranah psikomotoris, hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk

    ketrampilan maupun kemampuan bertindak individu. Ada enam

    aspek dalam ranah psikomotoris yaitu gerakan refleks, keterampilan

    gerakan dasar, kemampuan perceptual, keharmonisan atau

    ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif

    dan interpretatif.

    Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara

    ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para

    guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam

    menguasai isi bahan pelajaran.

    2. Motivasi Belajar

    a. Pengertian Motivasi Belajar

    Betapa pentingnya motivasi belajar dalam suatu proses

    pembelajaran, karena keberadaanya sangat berarti bagi pembuatan

    belajar. Pada diri siswa misalnya motivasi belajar menimbulkan kekuatan

  • 9

    mental yang membuat siswa terdorong. Kekuatan mental tersebut

    berupa perhatian, keinginan, kemauan, atau cita-cita. Kekuatan mental

    yang dimaksud dapat tergolong rendah atau tinggi. Kekuatan mental

    yang mendorong terjadinya belajar tersebut sebagai motivasi belajar.

    Hamzah (2006) berpendapat bahwa timbulnya motivasi belajar

    dikarenakan adanya hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan

    kebutuhan belajar harapan akan cita-cita.

    Menurut Sadirman (2012), motivasi dikatakan sebagai serangkaian

    usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang

    mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan

    berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu.

    Berelson dan Steiner dalam Sobur (2010), mengemukakan bahwa

    motivasi adalah suatu keadaan dari dalam yang memberi kekuatan, yang

    menggiatkan atau yang menggerakkan, dan yang mengarahkan atau

    menyalurkan perilaku kearah tujuan-tujuan. Menurut Mc. Donald dalam

    Yamin (2011) motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi)

    seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului

    dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Pengertian yang

    dikemukakan oleh Mc. Donald dalam Martinis (2011) ini mengandung

    tiga elemen atau ciri pokok dalam motivasi, yakni motivasi itu

    mengawali terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanya feeling

    dan dirangsang karena adanya tujuan. Motivasi dapat diartikan sebagai

    daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motivasi menjadi aktif pada

    saat-saat tertentu terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan

    sangat dirasakan atau mendesak (Sardiman, 2001). Motivasi adalah

    tenaga yang menggerakan dan mengarahkan aktivitas seseorang.

    Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi mobil (Gage

    dan Berliner dalam Dimyati & Mudjiono). “Motivation is the concept we

    use when we describe the force action on or within an organism to

    intitate dan direct behavior” yang berarti motivasi dapat merupakan

    tujuan dan alat dalam pembelajaran (Petri, Herbert L dalam Dimyati &

    Mudjiono).

    Motivasi belajar menurut Hamzah (2006) yaitu dorongan internal dan

    eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan

    perubahan tingkah laku, dengan beberapa indikator atau unsur yang

    mendukung. Hal berbeda yang diungkapkan Dimyanti & Mudjiono

    (2009) bahwa motivasi belajar merupakan segi kejiwaan yang

  • 10

    mengalami perkembangan, artinya terpengaruh oleh kondisi fisiologis

    dan kematangan psikologis siswa.

    Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, penelitian ini sejalan dengan

    pendapat Hamzah (2006) yang mendefinisikan motivasi belajar yaitu

    adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil dan dorongan kebutuhan

    belajar serta harapan akan cita-cita.

    b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

    Secara umum faktor-faktor motivasi belajar siswa diklasifikasikan

    menjadi dua yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah

    seluruh aspek yang terdapat dalam diri siswa yang belajar, baik aspek

    fisik (fisiologis) maupun aspek psikis (psikologis). Faktor intern yang

    pertama adalah aspek fisik (fisiologis) yaitu seseorang atau siswa yang

    sedang belajar tentunya membutuhkan fisik yang sehat. Keadaan fisik

    yang sakit akan mempengaruhi seluruh jaringan tubuh sehingga

    motivasi belajar tidak akan terarah. Siswa harus mengusahakan

    kesehatannya agar dapat belajar dengan baik. Aspek yang kedua adalah

    aspek psikologis dimana sedikitnya terdapat delapan faktor yang

    mempengaruhi motivasi belajar siswa. Faktor-faktor tersebut adalah

    perhatian, pengamatan, tanggapan, fantasi, ingatan, berpikir, bakat dan

    motif. Faktor ekstern adalah seluruh aspek yang terdapat diluar diri

    siswa yang sedang belajar. Faktor ekstern dapat dikelompokan menjadi

    lima faktor, yaitu faktor keluarga, sekolah, masyarakat, kelompok (peer

    group) dan budaya.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar ada dua yaitu

    motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik (Baharudin dan Wahyuni,

    2007). Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam

    diri individu yang memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu.

    Motivasi intrinsik yaitu adanya dorongan ingin tahu dan ingin

    menyelidiki dunia lebih luas; sifat positif dan kreatif yang ada pada

    manusia dan keinginan untuk maju; keinginan umtuk mencapai prestasi

    sehingga mendapat dukungan misalnya dari orang tua, saudara, guru,

    atau teman-teman, dan lain sebagainya; serta adanya kebutuhan untuk

    menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi dirinya.

    Pengertian dari motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar

    individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar.

    Faktor ekstrinsik misalnya pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru,

    orang tua, dan lain sebagainya.

  • 11

    Faktor-faktor lain yang mempengaruhi motivasi belajar adalah usia,

    jenis kelamin, kondisi fisik, kemampuan, dan suasana lingkungan

    (Makmun, 2004). Lebih lanjut Makmun (2004) mengemukakan usia yang

    berbeda akan menimbulkan motivasi yang berbeda pula, misalnya

    motivasi orang dewasa akan berbeda dengan motivasi anak. Adanya

    perbedaan jenis kelamin memungkinkan adanya perbedaan motivasi,

    hal ini karena perhatian, obsesi dan penafsirannya akan berbeda jika

    jenis kelaminnya berbeda. Kondisi fisik seseorang akan berpengaruh

    pada motivasinya karena hal ini terkait dengan kecenderungan

    perhatian siswa terhadap sesuatu melihat keadaan dirinya. Kemampuan

    sangat berpengaruh terhadap motivasi karena siswa akan melakukan

    sesuatu kegiatan jika sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

    Suasana lingkungan juga berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa

    karena suasana yang mendukung akan menarik perhatian siswa pada

    kegiatan belajar. Hamzah (2006) mengemukakan pada umumnya

    terdapat beberapa indikator atau unsur yang mendukung motivasi

    belajar antara lain adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya

    dorongan dan kebutuhan dalam belajar, adanya harapan dan cita-cita

    masa depan, adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang

    menarik dalam belajar, dan adanya lingkungan belajar yang kodusif.

    3. Problem Based Learning (PBL)

    a. Pengertian Problem Based Learning (PBL)

    PBL dikembangkan sekitar tahun 1970-an di McMaster University di

    Canada. Barrows dan Kelson dalam Amir (2010) mengungkapkan bahwa

    PBL adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya,

    dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan

    pengetahuan yang penting, membuat siswa mahir dalam memecahkan

    masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan

    berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan

    pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau

    menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karier dan

    kehidupan sehari-hari.

    PBL adalah metode instruksional yang menantang siswa agar belajar

    untuk belajar, bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi

    masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa

    keingintahuan serta kemampuan analisis siswa dan inisiatif atas materi

    pelajaran. PBL mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analitis,

  • 12

    dan untuk mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang

    sesuai (Dutch dalam Amir, 2010).

    Ibrahim dan Nur (Rusman, 2010) mengemukakan bahwa PBL

    merupakan salah satu metode pembelajaran yang digunakan untuk

    merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi

    pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar bagaimana

    belajar. Sependapat dengan Ibrahim dan Nur, Moffit (Depdiknas dalam

    Rusman, 2010) juga mengemukakan bahwa PBL merupakan suatu

    metode pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai

    suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan

    kemampuan pemecahan masalah serta untuk memperoleh

    pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.

    Tim Pengembang dan Aplikasi FIP UPI (2007) berpendapat bahwa PBL

    merupakan suatu metode pembelajaran yang dimulai dengan

    menghadapkan siswa pada masalah nyata atau masalah yang

    disimulasikan. Pada saat siswa menghadapi masalah tersebut, mereka

    mulai menyadari bahwa hal demikian dapat dipandang dari berbagai

    perspektif serta untuk menyelesaikannya diperlukan pengintegrasian

    informasi dari berbagai disiplin ilmu. Berbeda dengan Arend (Trianto,

    2009) yang mengungkapkan bahwa PBL adalah metode pembelajaran

    dimana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud

    untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inquiri,

    keterampilan dan percaya diri.

    Menurut Dewey (Trianto, 2009) PBL adalah pembelajaran yang

    mengandung interaksi antara stimulus dan respon, yang merupakan

    hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan

    memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah,

    sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara

    efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai,

    dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik.

    Penelitian ini menggunakan pendapat yang dikemukakan oleh Arend

    (Trianto, 2009) bahwa PBL adalah metode pembelajaran dimana siswa

    mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk

    menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inquiri,

    keterampilan dan percaya diri.

    b. Karakterisitik Problem Based Learning (PBL)

    Menurut Arends (Trianto, 2009), PBL memiliki karakteristik sebagai

    berikut: (a) Pengajuan pertanyaan atau masalah harus autentik, jelas,

  • 13

    mudah dipahami, luas dan sesuai tujuan pembelajaran serta

    bermanfaat, (b) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu, (c)

    Penyelidikan autentik (nyata), (d) Menghasilkan produk dan

    memamerkannya, (e) Kolaboratif.

    Berbeda dengan Arends, menurut Tan (dalam Amir, 2010)

    karakteristik PBL yakni: (a) Masalah digunakan sebagai awal

    pembelajaran, (b) Biasanya masalah yang digunakan merupakan

    masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang, (c) Masalah

    biasanya menuntut perspektif majemuk. Solusinya menuntut siswa

    menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa ilmu yang

    sebelumnya telah diajarkan atau lintas ilmu ke bidang lainnya, (d)

    Masalah membuat siswa tertantang untuk mendapatkan pembelajaran

    di ranah pembelajaran baru, (e) Sangat mengutamakan belajar mandiri

    (self directed learning), (f) Memanfaatkan sumber pengetahuan yang

    bervariasi, tidak dari satu sumber saja, (g) Pembelajarannya kolaboratif,

    komunikatif, dan kooperatif. Siswa bekerja dalam kelompok,

    berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan melakukan

    presentasi.

    Penelitian ini menggunakan pendapat yang dikemukakan oleh Arend

    (Trianto, 2009) bahwa PBL memiliki karakteristik sebagai berikut: (a)

    Pengajuan pertanyaan atau masalah harus autentik, jelas, mudah

    dipahami, luas dan sesuai tujuan pembelajaran serta bermanfaat, (b)

    Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu, (c) Penyelidikan autentik

    (nyata), (d) Menghasilkan produk dan memamerkannya, (e) Kolaboratif.

    c. Kelebihan dan Kekurangan Problem Based Learning (PBL)

    Setiap penggunaan metode dalam pembelajaran memiliki kelebihan

    dan kekurangan, begitu pula dengan penggunaan metode PBL. Menurut

    pendapat Arend (Trianto, 2009), kelebihan dari PBL sebagai berikut: (a)

    Realistik dengan kehidupan siswa, (b) Konsep sesuai dengan kebutuhan

    siswa, (c) Memupuk sifat inquiry siswa, (d) Retensi konsep menjadi kuat,

    (e) Memupuk kemampuan pemecahan masalah.

    Kekurangan dari PBL sebagai berikut: (a) Perlu persiapan

    pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks, (b) Sulitnya

    mencari problem yang relevan, (c) Sering terjadi miss-konsepsi, (d)

    Memerlukan waktu yang cukup panjang (Arend dalam Trianto, 2009).

    Menurut pendapat Sanjaya (2009) kelebihan dari PBL yaitu: (a) PBL

    merupakan metode pembelajaran yang cukup bagus untuk lebih

    memahami materi pelajaran, (b) Menantang kemampuan siswa serta

  • 14

    lebih memberikan kepuasan karena dapat menemukan pengetahuan

    baru bagi siswa, (c) Dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa,

    (d) Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan yang mereka

    miliki kedalam kehidupan sehari-hari, (e) Membantu siswa dalam

    pengembangan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam

    pembelajaran yang mereka lakukan, (f) Mengembangkan kemampuan

    siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka

    untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru, (g) Memberikan

    kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang

    mereka miliki dalam dunia nyata, (h) Mengembangkan minat siswa

    untuk secara terus menerus belajar meskipun belajar pada pendidikan

    formal telah berakhir.

    Sanjaya (2009) juga mengemukakan pendapatnya, bahwa

    kekurangan dari metode PBL, yaitu: (a) Ketika siswa tidak memiliki minat

    atau tidak memiliki kepercayaan, atau mereka merasa bahwa masalah

    yang dipelajari sulit untuk dipecahkan maka mereka akan enggan

    mencoba, (b) Keberhasilan pembelajaran berbasis masalah

    membutuhkan cukup waktu untuk persiapan, (c) Siswa tidak akan

    belajar apa yang mereka pelajari tanpa pemahaman awal mengapa

    mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari.

    Penelitian ini mengacu pada pendapat Arend (Trianto, 2009) bahwa

    kelebihan dari PBL sebagai berikut: (a) Realistik dengan kehidupan siswa,

    (b) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa, (c) Memupuk sifat inquiry

    siswa, (d) Retensi konsep menjadi kuat, (e) Memupuk kemampuan

    pemecahan masalah, sedangkan kekurangan dari PBL sebagai berikut:

    (a) Perlu persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang

    kompleks, (b) Sulitnya mencari problem yang relevan, (c) Sering terjadi

    miss-konsepsi, (d) Memerlukan waktu yang cukup panjang.

    d. Sintaks Problem Based Learning (PBL)

    Menurut Fogarty (Rusman, 2010) PBL dimulai dengan masalah yang

    tidak terstruktur-sesuatu yang kacau. Kekacauan ini mengakibatkan

    siswa menggunakan berbagai kecerdasannya melalui diskusi dan

    penelitian untuk menentukkan masalah nyata yang ada. Langkah-

    langkah yang akan dilalui oleh siswa dalam sebuah proses PBL adalah:

    (a) menemukan masalah, (b) mendefinisikan masalah, (c)

    mengumpulkan fakta dengan menggunakan KND, (d) Pembuatan

    hipotesis, (e) penelitian, (f) rephrasing masalah, (g) menyuguhkan

    alternatif, dan (g) mengusulkan solusi.

  • 15

    Ibrahim, Nur dan Ismail (Rusman, 2010) mengemukakan bahwa

    langkah-langkah dalam PBL adalah sebagai berikut:

    Tabel 1 Langkah-langkah Pembelajaran Problem Based Learning Fase Indikator Tingkah Laku Guru

    1 Orientasi siswa pada masalah Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah

    2 Mengorganisasi siswa untuk belajar

    Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

    3 Membimbing pengalaman individual/ kelompok

    Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

    4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

    Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya

    5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

    Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan

    Suprijono (2009) juga mengemukakan pendapatnya tentang langkah-

    langkah PBL. Langkah-langkah PBL, terdiri atas lima langkah sebagai

    berikut: (a) Fase pertama, sejak dimulai belajar hal-hal yang perlu

    dielaborasi antara lain: tujuan utama bukan untuk mempelajari

    sejumlah besar informasi baru tetapi untuk menginvestigasi berbagai

    permasalahan penting dan menjadi pembelajar mandiri, permasalahan

    atau pertanyaan yang diinvestigasikan tidak memiliki jawaban mutlak

    “benar” dan sebagian besar permasalahan kompleks memiliki banyak

    solusi yang kadang-kadang bertentangan, selama fase investigasi

    pelajaran, siswa didorong untuk melontarkan pertanyaan dan mencari

    informasi, guru memberikan bantuan tetapi siswa mestinya berusaha

    secara mandiri atau dengan teman-temannya, selama fase analisis dan

    penjelasan pelajaran siswa didorong untuk mengekspresikan ide-idenya

  • 16

    secara bebas dan terbuka, (b) Fase kedua, guru diharuskan untuk

    mengembangkan keterampilan kolaborasi diantara siswa dan

    membantu mereka untuk menginvestigasi masalah secara bersama-

    sama. Tahap ini guru diharuskan membantu siswa merencanakan tugas

    investigasi dan pelaporannya, (c) Fase ketiga, guru membantu siswa

    menentukkan metode investigasi. Penentuan tersebut didasarkan pada

    sifat masalah yang akan dicari jawaban atau solusinya, (d) Fase keempat,

    penyelidikan diikuti dengan pembuatan artefak dan exhibits. Artefak

    dapat berupa laporan tertulis, termasuk rekaman proses yang

    memperlihatkan situasi yang bermasalah dan solusi yang diusulkan.

    Artefak dapat berupa model-model yang mencakup representasi fisik

    dari situasi masalah atau solusinya. Exhibit adalah demonstrasion atas

    produk hasil investigasi atau artefak tersebut, (e) Fase kelima, tugas

    guru adalah membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses

    berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang mereka

    gunakan. Terpenting dalam fase ini siswa mempunyai keterampilan

    berpikir sistematik berdasarkan metode penelitian yang mereka

    gunakan.

    Menurut Arend dalam Trianto (2009) mengatakan bahwa

    pelaksanaan metode PBL, dapat dilakukan sebagai berikut: (a)

    Perencanaan, yang mecakup beberapa hal seperti mempersiapkan siswa

    untuk dapat berperan self-directed problem solvers yang dapat

    berkolaborasi dengan pihak lain, menghadapkan siswa pada suatu

    situasi yang dapat mendorong mereka untuk mampu menemukan

    masalahnya, dan meneliti hakikat permasalahan yang dipersiapkan

    sambil mengajukan dugaan-dugaan serta rencana penyelesaian

    masalah, (b) Penyelidikan, meliputi kegiatan mengeksplorasi berbagai

    cara menjelaskan kejadian serta implikasinya dan mengumpulkan serta

    mendistribusikan informasi, (c) Penyajian hasil yaitu menyajikan

    temuan-temuan, (d) Tanya jawab/diskusi yang meliputi kegiatan

    menguji kelemahan dan keunggulan solusi yang dihasilkan, dan

    melakukan refleksi atas efektivitas seluruh pendekatan yang telah

    digunakan dalam penyelesaian masalah.

    Berbeda dengan Arend dan Suprijono, Amir (2010) mengemukakan

    bahwa proses PBL terdiri dari 7 langkah, yakni: (a) Langkah pertama,

    mengklarifikasikan istilah dan konsep yang belum jelas, (b) Langkah

    kedua, merumuskan masalah, (c) Langkah ketiga, menganalisis masalah,

    (d) Langkah keempat, menata gagasan dan secara sistematis

  • 17

    menganalisisnya dengan dalam, (e) Langkah kelima, memformulasikan

    tujuan pembelajaran, (f) Langkah keenam, mencari informasi tambahan

    dari sumber yang lain, (diluar diskusi kelompok), (g) Langkah 7,

    mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan

    membuat laporan untuk guru/kelas.

    Penelitian ini menggunakan pendapat tentang langkah-langkah PBL

    yang dikemukakan oleh Arend (Trianto, 2009) bahwa pelaksanaan

    metode PBL, dapat dilakukan sebagai berikut: (a) Perencanaan, yang

    mecakup beberapa hal seperti mempersiapkan siswa untuk dapat

    berperan self-directed problem solvers yang dapat berkolaborasi dengan

    pihak lain, menghadapkan siswa pada suatu situasi yang dapat

    mendorong mereka untuk mampu menemukan masalahnya, dan

    meneliti hakikat permasalahan yang dipersiapkan sambil mengajukan

    dugaan-dugaan serta rencana penyelesaian masalah, (b) Penyelidikan,

    meliputi kegiatan mengeksplorasi berbagai cara menjelaskan kejadian

    serta implikasinya dan mengumpulkan serta mendistribusikan informasi,

    (c) Penyajian hasil yaitu menyajikan temuan-temuan, (d) Tanya

    jawab/diskusi yang meliputi kegiatan menguji kelemahan dan

    keunggulan solusi yang dihasilkan, dan melakukan refleksi atas

    efektivitas seluruh pendekatan yang telah digunakan dalam

    penyelesaian masalah.

    B. Penelitian yang Relevan

    Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang

    dilakukan oleh Saryantono (2013) di SMA Adiguna Bandar Lampung yang

    menyatakan bahwa adanya pengaruh signifikan motivasi belajar dan hasil

    belajar siswa dalam pembelajaran menggunakan metode Problem Based

    Learning (PBL) dibuktikan dengan hasil belajar siswa yang mengalami

    peningkatan di kelas X yang terdiri dari 5 kelas semester genap SMA Adiguna

    Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2008/2009.

    Anonim (2008) di MTs NW Loyok diperoleh hasil bahwa pembelajaran

    matematika menggunakan metode Problem Based Learning (metode

    pembelajaran berbasis masalah) berpengaruh secara signifikan terhadap hasil

    belajar siswa kelas VIII di sekolah tersebut.

    Rahmayanti pada tahun 2011 juga melakukan penelitian tentang

    “Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar

    Pokok Bahasan Pecahan Matematika pada Siswa Kelas IV SD Muhammadiyah I

    Blora (2011/2012). Dalam penelitiannya Rahmayanti mengungkapkan bahwa

  • 18

    Problem-Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas IV SD

    Muhammadiyah I Blora Tahun Pelajaran 2011/2012 dalam menyelesaikan soal

    pecahan dengan peningkatan kemampuan penyelesaian masalah pra siklus

    yaitu 49,32. Pada siklus 1 kemampuan menyelesaikan soal cerita meningkat

    mencapai 72,03 dan pada siklus 2 meningkat mencapai 82,02. Sedangkan

    ketuntasan klasikal pada pra siklus sebesar 33,33%. Pada siklus 1 ketuntasan

    klasikalnya sebesar 72,73%, dan pada siklus kedua ketuntasan klasikalnya

    sebesar 87,87%.

    Wijayanto (2009) mengungkapkan dalam penelitian berjudul Pengaruh

    Penerapan Metode Problem Based Learning Terhadap Motivasi Belajar Siswa

    (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri

    Kabupaten Wonogiri Tahun Pelajaran 2008/2009) bahwa pada pembelajaran

    Problem Based Learning (PBL) siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi

    akan memiliki hasil belajar yang lebih baik daripada siswa yang motivasi

    belajarnya rendah. Menurut Prastya mengutip hasil penelitian Fyan dan

    Maehr dalam (Suprijono, 2009) bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi

    hasil belajar yaitu latar belakang keluarga, kondisi atau konteks sekolah dan

    motivasi belajar, maka faktor yang terakhir yakni motivasi belajar merupakan

    faktor yang paling baik.

    Walberg dalam Suprijono (2009) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa

    motivasi belajar memiliki kontribusi 11 sampai 20% terhadap hasil belajar

    dengan menggunakan Metode Problem Based Learning (PBL).

    Berbeda dengan yang dikemukakan oleh Aritonang (2008) dalam jurnal

    penelitiannya di kelas VIII semester 1 SMPK 1 BPK PENABUR Jakarta tahun

    pelajaran 2007/2008, tidak adanya motivasi belajar siswa pada pelajaran

    matematika berdasarkan hasil rapot dengan hasil survey dengan

    menggunakan metode Problem Based Learning (PBL). Perbedaan dari

    penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah motivasi belajar tidak

    berpengaruh terhadap hasil belajar siswa di sekolah tersebut. Metode

    Problem Based Learning (PBL) terhadap hasil belajar dapat dilihat dari

    berpengaruh atau tidaknya pengaruh metode Problem Based Learning (PBL)

    terhadap hasil belajar, sebaliknya model Problem Based Learning (PBL)

    terhadap motivasi dapat dilihat pula dari berpengaruh atau tidaknya model

    Problem Based Learning (PBL) terhadap motivasi.

    Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumya maka penelitian ini dibuat

    dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh metode pembelajaran PBL

    terhadap motivasi belajar dan hasil belajar.

  • 19

    C. Kerangka Berpikir

    Karakteristik matematika yang abstrak dan sistematis menjadi salah satu

    alasan sulitnya siswa mempelajari matematika serta kurangnya motivasi

    dalam mempelajarinya. Hal ini yang terjadi pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1

    Pamona Utara dimana pembelajaran matematika yang semula berpusat pada

    guru akan mengakibatkan motivasi belajar dan hasil belajar menjadi rendah,

    sehingga siswa merasa tidak perlu mengerjakan tugas, mengantuk bahkan

    tidak menyukai matematika. Oleh sebab itu diperlukan suatu perubahan

    dalam kegiatan pembelajaran matematika supaya motivasi belajar dan hasil

    belajar siswa meningkat. Pembelajaran yang dapat digunakan untuk

    mengaktifkan siswa dan melibatkan siswa dalam proses pembelajaran adalah

    PBL.

    Metode PBL adalah metode pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya

    masalah yang membutuhkan pemecahan masalah dari masalah-masalah nyata

    dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, siswa terlatih untuk dapat

    menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari serta aktif dalam proses

    pembelajaran. Metode PBL juga diharapkan dapat mempengaruhi motivasi

    belajar dan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Pamona

    utara. Berdasarkan penjelasan di atas, kerangka berpikir dapat digambarkan

    sebagai berikut:

    Gambar 1

    Paradigma Penelitian

    D. Hipotesis Penelitian

    Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan hipotesis penelitian ini adalah

    sebagai berikut:

    1. Terdapat pengaruh metode problem based learning (PBL) terhadap

    motivasi belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Pamona Utara Sulawesi

    Tengah.

    2. Terdapat pengaruh metode problem based learning (PBL) terhadap hasil

    belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Pamona Utara Sulawesi Tengah.

    Metode Problem

    Based Learning

    (PBL)

    Motivasi Belajar

    Hasil Belajar

    Masalah