20
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Hasil Belajar Manusia sebagai mahluk hidup yang mempunyai akal dan pikiran tidak akan pernah berhenti dari proses belajar. Belajar secara sadar atau tidak telah dilakukan manusia secara terus menerus untuk memenuhi segala kebutuhan akan pengetahuan.Berikut ini pendapat tentang pengertian belajar : 1. Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman (Morgan dalam Saptorini, 2004:3). 2. Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan seseorang yang dicapai melalui upaya yang dilakukan dan perubahan itu bukan diperoleh secara langsung dari proses pertumbuhan dirinya secara alamiah (Gagne dalam Slameto, 2003). 3. Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya (Burton W. H dalam Usman 2004:4). 4. Belajar adalah suatu proses dimana ditimbulkan atau diubahnya suatu kegiatan karena mereaksi dengan keadaan (Hilgard E.R dalam Sardiman 2004: 24). 5. Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan kepribadian atau suatu pengertian (Witherington H. C. dalam Purwanto, 2004:12). Dari berbagai pendapat mengenai belajar tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku dan kemampuan seseorang karena bereaksi dengan keadaan. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku atau kecakapan manusia. perubahan tingkah laku ini bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisiologis atau proses kematangan. Perubahan yang terjadi karena belajar dapat berupa perubahan-perubahan dalam kebiasaan, kecakapan- kecakapan atau dalam ketiga aspek yakni pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. Hal ini mengandung arti, bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Hasil Belajar

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Hasil Belajar

5

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Belajar dan Hasil Belajar

Manusia sebagai mahluk hidup yang mempunyai akal dan pikiran tidak akan pernah berhenti dari proses belajar. Belajar secara sadar atau tidak telah dilakukan manusia secara terus menerus untuk memenuhi segala kebutuhan akan pengetahuan.Berikut ini pendapat tentang pengertian belajar : 1. Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai

hasil latihan dan pengalaman (Morgan dalam Saptorini, 2004:3). 2. Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan seseorang yang dicapai

melalui upaya yang dilakukan dan perubahan itu bukan diperoleh secara langsung dari proses pertumbuhan dirinya secara alamiah (Gagne dalam Slameto, 2003).

3. Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya (Burton W. H dalam Usman 2004:4).

4. Belajar adalah suatu proses dimana ditimbulkan atau diubahnya suatu kegiatan karena mereaksi dengan keadaan (Hilgard E.R dalam Sardiman 2004: 24).

5. Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan kepribadian atau suatu pengertian (Witherington H. C. dalam Purwanto, 2004:12).

Dari berbagai pendapat mengenai belajar tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku dan kemampuan seseorang karena bereaksi dengan keadaan. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku atau kecakapan manusia. perubahan tingkah laku ini bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisiologis atau proses kematangan. Perubahan yang terjadi karena belajar dapat berupa perubahan-perubahan dalam kebiasaan, kecakapan-kecakapan atau dalam ketiga aspek yakni pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan. Hal ini mengandung arti, bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan

5

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Hasil Belajar

6

pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh peserta didik atau siswa.

Belajar bukan merupakan tujuan melainkan suatu proses untuk mencapai tujuan, jadi belajar merupakan langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh (Hamalik, 2001) sehingga dapat dikatakan belajar sebagai suatu kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat penting dalam setiap penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Hal ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu tergantung dari proses yang dialami siswa, baik ketika di sekolah, lingkungan rumah atau keluarga.

Prinsip-prinsip belajar adalah hal-hal yag sangat penting yang harus ada dalam suatu proses belajar dan pembelajaran. Yang harus memperhatikan prinsip-prinsip ini tidak hanya siswa yang belajar tetapi juga guru harus menerapkan prinsip-prinsip tersebut pada saat membelajarkan siswa. Prinsip-prinsip dalam belajar adalah (Saptorini, 2004): 1. Kesiapan belajar

Factor kesiapan, baik fisik maaupun psikologis, merupakan kondisi awal suatu kegiatan belajar. Sikap guru yang penuh pengertian dan mampu menciptakan situasi kelas yang menyenangkan merupakan implikasi dari prinsip belajar “kesiapan” ini.

2. Perhatian Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis tertuju pada suatu obyek. Dapat pula perhatian adalah banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai suatu aktifitas yang dilakukan. Perhatian ini pada siswa tidak timbul dengan sendirinya. Oleh karena itu guru perlu mengetahui berbagi kiat menarik perhatian siswa pada saat awal dan selama proses pembelajaran berlangsung.

3. Motivasi Motif adalah kekuatan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorong orang tersebut melakukan kegitan tertentu untuk mencapai tujuan (disposisi internal). Motivasi adalahmotif yang sudah menjadi aktif, saat seseorang melakukan suatu aktivitas. Dalam pembelajaran guru harus memotivasi siswa. Jika siswa dibiarkan untuk bermotivasi sendiri, maka siswa tidak akan mencapai tujuan belajar.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Hasil Belajar

7

4. Keaktian siswa Yang melakukan kegiatan belajar adalah siswa. Oleh karena itu siswa harus aktif tidak boleh pasif. Dengan demikian guru harus membelajarkan siswa sedemikian rupa, sehingga keaktfan siswa betul-betul terwujud.

5. Mengalami sendiri Siswa yang belajar dengan melakukan sendiri (tidak minta tolong orang lain) akan memberikan hasil belajar lebih cepat dan pemahaman yang lebih mendalam. Sehingga guru harus melakukan pembelajaran yang memungkinkan siswa mengalaminya sendiri, misalnya dengan metode inquiri. Eksperimen dsb, disamping penjelasan teoritis.

6. Pengulangan Untuk mempelajari materi sampai pada taraf insigt siswa perlu membaca, berfikir, mengingat dan tak kalah pentingnyaadalah latihan. Agar pengulangan terlaksana guru dapat mendorong siswa supaya melakukan penulangan, misalnya dengan cara memberikan pekerjaan lumah, membuat laporan, ulangan harian, dsb.

7. Materi pelajaran yang menantang Keberhasilan belajar sangat dipengaruhi pula oleh rasa tahu anak (curiosity) terhadap suatu persoalan. Dengan siikap seperti ini motivasi anak akan meningkat. Oleh karena itu hendaknya guru sering memberikan materi yang proplematis untuk merangsang rasa ingin tahu siswa yang pada gilirannya akan membuat anak aktif belajar.

8. Umpan balik dan penguatan Umpan balik (feed back) adalah masukan yang sangat penting baik bagi siswa maupun bagi guru. Penguatan (reinforcement) adalah suatu tindakan yang menyenangkan dari guru terhadap siswa yang telah berhasil melakukan suatu perbuatab pembelajaran. Prinsip umpan balik dan pengguatan hendaknya diterapkan oleh guru dalam pembelajarannya karena mempunya dampak positif bagi belajar siswa.

9. Perbedaan individual Siswa merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang yang sama persis, setiap siswa memiliki perbedaan yang satu dengan yang lain. Perbedaan itu

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Hasil Belajar

8

terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian, dan sifat-sifatnya. Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa.

Menurut Nana Sudjana hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan. Sedangkan Nasution (2003) berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (Cullen, 2003 dalam Himam, dalam Fatkhurrohman, 2004). Hasil belajar dapat dilihat dari hasil nilai ulangan harian (formatif), nilai ulangan tengah semester (Sub sumatif), dan nilai ulangan semester (sumatif).

Aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Peningkatan aktivitas siswa yaitu meningkatnya jumlah siswa yang terlibat aktif belajar, meningkatnya jumlah siswa yang bertanya dan menjawab, meningkatnya jumlah siswa yang saling berinteraksi membahas materi pembelajaran. Metode belajar mengajar yang bersifat partisipatoris yang dilakukan guru akan mampu membawa siswa dalam situasi yang lebih kondusif, karena siswa lebih berperan dan lebih terbuka serta sensitif dalam kegiatan belajar mengajar. Indikator aktivitas siswa dapat dilihat dari: pertama, mayoritas siswa beraktivitas dalam pembelajaran ; kedua, aktivitas pembelajaran didominasi oleh kegiatan siswa; ketiga, mayoritas siswa mampu mengerjakan tugas yang diberikan guru.

Dalam penelitian ini hasil belajar yang diukur adalah dalam aspek kognitif

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Hasil Belajar

9

berupa nilai siswa dari hasil tes formatif serta aspek keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar.

2.2. Pembelajaran Matematika Kamus besar Bahasa Indonesia kata pembelajaran adalah kata benda yang

diartikan sebagai “proses, cara, menjadikan orang atau mahluk hidup belajar” (Suratin, 2007). Kata ini berasal dari kata kerja belajar yang berarti “ berusaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman”(Surayin, 2007).

Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dan siswa (Suyitno,2004:1).

Dimyati & Mudjiono menjabarkan bahwa pembelajaaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.

Pembelajaran merupakan proses komunikatif-interaktif antara sumber belajar, guru, dan siswa yaitu saling bertukar informasi. Istilah keterampilan dalam Pembelajaran teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit.

Kata matematika berasal dari kata mathema dalam bahasa yunani yang artinya sains, ilmu pengetahuan atau belajar. Juga mathematikos yang diartikan sebagai suka belajar. Matematika secara umum ditegaskan sebagai penelitian pola-pola dari struktur, perubahan, dan ruang, seorang mungkin mengatakan adalah penelitian bilangan dan angka. Dalm pandangan formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika sebagai pelayanan dan sekaligus raja dari ilmu-ilmu lain.

Matematika menurut Ruseffendi (dalam Suherman, 2007) adalah bahasa symbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak di definisikan, ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil.

Menurut H.W. Fowler (Suyitno, 2004) matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang bilangan dan ruangan yang bersifat abstrak. Sehingga untuk

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Hasil Belajar

10

menunjang kelancaran pembelajaran disamping pemilihan metode yang tepat perlu digunakan suatu media pembelajaran yang tepat juga perlu digunakan suatun media pembelajaran yang sangat berperan untuk membimbing abstraksi siswa.

Matematika sebagai ilmu mengenai struktur dan hubungan-hubungannya, simbul-simbul diperlukan. Simbul-simbul itu penting untuk membantu memanipulasi aturan-aturan dengan operasi yang di terapkan (Suherman, 2007).

Berdasarkan pengertian-pengertian yang tersebut di atas dapat di simpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan (kelas atau sekolah yang memungkinkan kegiatan siswa belajar matematika di sekolah.l

Pembelajaran Matematika akan menuju arah yang benar dan berhasil apabila kita mengetahui karakteristik yang dimiliki Matematika. Seperti mata diklat yang lain, Matematika memiliki karakteristik tersendiri baik ditinjau dari aspek kompetensi yang ingin dicapai, maupun dari aspek materi yang dipelajari untuk menunjang tercapainya kompetensi. Ditinjau dari aspek kompetensi yang ingin dicapai, mata diklat Matematika menekankan penguasaan konsep dan algoritma serta keterampilan memecahkan masalah. Ditinjau dari aspek materi yang dipelajari, ruang lingkup mata pelajaran Matematika meliputi: Aljabar, Geometri, Logika Matematika, Peluang, dan Statistika.

Matematika juga bersifat hirarkis, yaitu suatu materi merupakan prasyarat untuk materi berikutnya. Untuk belajar Matematika hendaknya berprinsip pada (Nurhadi, 2003: 10): 1. pengorganisasian isi (materi) Matematika perlu memperhatikan urutan

(sequence) dalam pencapaian kompetensi dan pentahapan pemelajaran (learning hierarchy) yang sistematis.

2. mempertimbangkan faktor perkembangan anak didik serta proses pembentukan kompetensi secara bertahap.

Ciri utama Matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu pernyataan diperoleh sebagai akibat logis kebenaran sebelumnya, sehingga kaitan antar pernyataan dalam Matematika bersifat konsisten. Namun demikian, pemelajaran dan pemahaman suatu konsep dapat diawali secara induktif melalui

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Hasil Belajar

11

peristiwa nyata atau intuisi. Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep Matematika. Kegiatan dapat dimulai dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat yang muncul (sebagai gejala), memperkirakan hasil baru yang diharapkan, yang kemudian dibuktikan secara deduktif. Dengan demikian, cara belajar induktif dan deduktif dapat digunakan dan sama-sama berperan penting dalam mempelajari Matematika. Penerapan cara kerja Matematika seperti ini diharapkan dapat membentuk sikap kritis, kreatif, jujur, sistematis, logis dan komunikatif pada siswa. Dengan demikian diharapkan siswa akan memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.

Salah satu komponen yang menentukan ketercapaian kompetensi adalah penggunaan strategi matematika, yang sesuai dengan (1) topik yang sedang dibicarakan, (2) tingkat perkembangan intelektual siswa, (3) prinsip dan teori belajar, (4) keterlibatan siswa secara aktif, (5) keterkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari, (6) pengembangan dan pemahaman penalaran matematis.

Untuk mendukung usaha pembelajaran yang mampu menumbuhkan kekuatan matematika diperlukan guru yang profesional dan kompeten, yaitu guru yang menguasai pembelajaran matematika, memahami karakteristik belajar siswa dan dapat membuat keputusan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.

Beberapa komponen dalam standar guru matematika yang profesional adalah: (1) penguasaan dalam pembelajaran matematika, (2) penguasaan dalam pelaksanaan evaluasi pembelajaran matematika, (3) penguasaan dalam pengembangan profesional guru matematika, dan (4) penguasaan tentang posisi penopang dan pengembang guru matematika dalam pembelajaran matematika. Guru matematika yang profesional dan kompeten mempunyai wawasan landasan yang dapat dipakai dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran matematika.

Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Simbol-simbol itu penting untuk membantu memanipulasi aturan-aturan dengan operasi yang ditetapkan. Simbolisasi menjamin adanya komunikasi dan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Hasil Belajar

12

mampu memberikan keterangan untuk membentuk suatu konsep baru. Konsep baru terbentuk karena adanya pemahaman terhadap konsep sebelumnya, sehingga matematika itu konsep-konsepnya tersusun secara hirarkis. Dengan demikian simbol-simbol itu dapat digunakan untuk mengkomunikasikan ide-ide secara efektif dan efisien. Agar simbol-simbol itu berarti, kita harus memahami ide yang terkandung di dalam simbol tersebut. Karena itu hal terpenting adalah bahwa itu harus dipahami sebelum ide itu disimbolkan. (Suherman, 2007:54)

Tujuan pembelajaran matematika di SD adalah: (1) Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dalam kehidupan melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat, jujur dan efektif; (2) Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan; (3) Menambah dan mengembangkan ketrampilan berhitung dengan bilangan sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari; (4) mengembangkan pengetahuan dasar matematika dasar sebagai bekal untuk melanjutkan kependidikan menengah dan (5) membentuk sikap logis, kritis, kreatif, cermat dan disiplin. (Surayin, 2007)

Pembelajaran matematika yang diajarkan di SD merupakan matematika sekolah yang terdiri dari bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuh kembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi anak serta berpedoman kepada perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Hal ini menunjukkan bahwa matematika SD tetap memiliki ciri-ciri yang dimiliki matematika, yaitu: (1) memiliki objek kajian yang abstrak (2) memiliki pola pikir deduktif konsisten Suherman (2007: 55). Matematika sebagai studi tentang objek abstrak tentu saja sangat sulit untuk dapat dipahami oleh siswa-siswa SD yang belum mampu berpikir formal, sebab orientasinya masih terkait dengan benda-benda konkret. Ini tidak berarti bahwa matematika tidak mungkin tidak diajarkan di jenjang pendidikan dasar, bahkan pada hakekatnya matematika lebih baik diajarkan pada usia dini. Mengingat pentingnya matematika untuk siswa-siswa usia dini di SD, perlu dicari suatu cara mengelola proses belajar-mengajar di SD sehingga matematika dapat dicerna oleh siswa-siswa SD. Disamping itu, matematika juga harus bermanfaat dan

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Hasil Belajar

13

relevan dengan kehidupannya, karena itu pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar harus ditekankan pada penguasaan keterampilan dasar dari matematika itu sendiri. Keterampilan yang menonjol adalah keterampilan terhadap penguasaan operasi-operasi hitung dasar (penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian).

Untuk itu dalam pembelajaran matematika terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) matematika sebagai alat untuk menyelesaikan masalah, dan (2) matematika merupakan sekumpulan keterampilan yang harus dipelajari. Karena itu dua aspek matematika yang dikemukakan di atas, perlu mendapat perhatian yang proporsional (Syamsuddin, 2003: 11). Konsep yang sudah diterima dengan baik dalam benak siswa akan memudahkan pemahaman konsep-konsep berikutnya. Untuk itu dalam penyajian topik-topik baru hendaknya dimulai pada tahapan yang paling sederhana ketahapan yang lebih kompleks, dari yang konkret menuju ke yang abstrak, dari lingkungan dekat anak ke lingkungan yang lebih luas. Kurikulum matematika sekolah berbasis kompetensi (2004) memuat materi yang lebih ringkas dan memuat hal-hal pokok yang mencakup tiga komponen : 1. Kemampuan dasar 2. Materi standar 3. Indikator pencapaian hasil belajar Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan mempertimbangkan kesinambungan tujuan antara jenjang pendidikan yang lebih rendah ke jenjang yang lebih tinggi. Pada mata pelajaran matematika manyajikan tujuan instruksional sebagai berikut : 1. Siswa mampu menggunakan matematika sebagai alat untuk memecahkan

masalah atau soal yang mencakup : kemampuan memahami model matematika, operasi penyelesaian model, dan penafsiran solusi model terhadap masalah semula,

2. Menggunakan matematika sebagai cara bernalar dan untuk mengkomunikasikan gagasan secara lisan dan tertulis, misalnya menyajikan masalah ke bentuk model matematika.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Hasil Belajar

14

Tujuan umum matematika pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar adalah siswa mampu: (a). Melakukan operasi hitung : penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, beserta operasi campurannya termasuk yang melibatkan pecahan, (b). Menentukan sifat dan unsur suatu bangun datar dan bangun ruang sederhana, termasuk penggunaan sudut, keliling, luas dan volume, (c). Menentukan sifat simetri, kesebangunan dan sistem koordinat, (d). Menggunakan pengukuran, satuan, kesetaraan antar satuan, dan penaksiran pengukuran, (e). Menentukan dan menafsirkan data sederhana seperti ukuran tertinggi, terendah, rata-rata, modus, serta mengumpulkan dan menyajikan data.

2.3. Teori Bruner

Jerome Bruner (Trianto, 2008) dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan. Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih dipahami dan diingat anak.

Brunner, melalui teorinya itu, mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Melalui alat peraga yang ditelitinya itu, anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya itu. Keteraturan tersebut kemudian oleh anak dihubungkan dengan keterangan intuitif yang telah melekat pada dirinya.

Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.

Teori instruksi menurut Bruner hendaknya mencakup:

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Hasil Belajar

15

1. Pengalaman-pengalaman optimal bagi siswa untuk mau dan dapat belajar, ditinjau dari segi aktivasi, pemeliharaan dan pengarahan.

2. Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal, ditinjau dari segi cara penyajian, ekonomi dan kuasa.

3. Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajran secara optimal, dengan memperhatikan faktor-faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat materi pelajaran dan perbedaan individu.

4. Bentuk dan pemberian reinforsemen. Beliau berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara

menemukan struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan memilah benda-benda menurut ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu, pembelajaran didasarkan pada motivasi siswa terhadap konsep itu dengan benda yang ada di sekitarnya. Misalnya, anak-anak membentuk konsep segiempat dengan mengenal segiempat mempunyai 4 sisi dan memasukkan semua bentuk bersisi empat ke dalam kategori segiempat,dan memasukkan bentuk-bentuk bersisi tiga ke dalam kategori segitiga.

Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.

Teori Pembelajaran menurut Bruner memiliki ciri khas yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Empat Tema tentang Pendidikan Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini

perlu karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat,

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Hasil Belajar

16

bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain.

Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan terdiri atas penguasaan ketrampilan-ketrampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih tinggi.

Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupaka kesimpulan yang sahih atau tidak.

Tema keempat adalah tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.

2. Model dan Kategori Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi

pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan penganut teori perilakau Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri.

Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkontruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya, suatu model alam (model of the world). Model Bruner ini mendekati sekali struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas bagi dirinya. Dengan menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan membentuk suatu struktur atau model yang mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan antara hal-hal yang diketahui.

3. Belajar sebagai Proses Kognitif Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang

berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Hasil Belajar

17

baru, (2) transformasi informasi dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Bruner, 1973).

Informasi baru dapat merupaka penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi itu dapat dersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang mempelakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain.

Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tig sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuanny secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang disebut tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh Bruner (1966). Ketiga cara itu ialah: cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik.

Nampaklah, bahwa Bruner sangat menyarankan keaktifan anak dalam proses belajar secara penuh. Lebih disukai lagi bila proses ini berlangsung di tempat yang khusus, yang dilengkapi dengan objek-objek untuk dimanipulasi anak misalnya laboratorium. Bruner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya anak melewati 3 tahap, yaitu :

1. Tahap enaktif Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada tahap ini anak belajar sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata, pada penyajian ini anak tanpa menggunakan imajinasinya atau kata-kata. Ia akan memahami sesuatu dari berbuat atau melakukan sesuatu.

2. Tahap ikonik Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan siswa dalam tahap enaktif.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Hasil Belajar

18

Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imaginery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan kongkret atau situasi kongkret yang terdapat pada tahap enaktif tersebut. Bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media berpikir. Kemudian seseorang mencapai masa transisi dan menggunakan penyajian ikonik yang didasarkan pada pengindraan kepenyajian simbolik yang didasarkan pada berpikir abstrak.

3. Tahap Simbolik Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbul-simbul atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek seperti pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract symbols), yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain. Sebagai contoh, dalam mempelajari penjumlahan dua bilangan cacah, pembelajaran akan terjadi secara optimal jika mula-mula siswa mempelajari hal itu dengan menggunakan benda-benda konkret (misalnya menggabungkan 3 kelereng dengan 2 kelereng, dan kemudian menghitung banyaknya kelereng semuanya ini merupakan tahap enaktif). Kemudian, kegiatan belajar dilanjutkan dengan menggunakan gambar atau diagram yang mewakili 3 kelereng dan 2 kelereng yang digabungkan tersebut (dan kemudian dihitung banyaknya kelereng semuanya, dengan menggunakan gambar atau diagram tersebut/ tahap yang kedua ikonik, siswa bisa melakukan penjumlahan itu dengan menggunakan pembayangan visual (visual imagenary) dari kelereng tersebut. Pada tahap berikutnya yaitu tahap simbolis, siswa melakukan penjumlahan kedua bilangan itu dengan menggunakan lambang-lambang bialngan, yaitu : 3 + 2 = 5.

Berdasarkan tahapan pembelajaran menurut teori Bruner tersebut maka dapat disimpulkan langkah-langkah pembelajaran menurut teori tersebut sebagai berikut:

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Hasil Belajar

19

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran

Menurut Teori Bruner

No Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1 Enaktif - Guru menunjukkan bola yang masih utuh

- Guru menjelaskan bahwa bola yang utuh itu dapat dibelah menjadi beberapa bagian

- Siswa menggambar bagian-bagian bola yang telah dibelah menjadi beberapa bagian

2 Ikonik - Guru menjelaskan dengan menggambarkan bagian-bagian bola tersebut

- Siswa memperhatikan gambar belahan bola yang sudah menjadi beberapa bagian

3 Simbolik Guru memperlihatkan nama bagian dari bola menjadi angka pecahan

- Siswa dapat menuliskan lambang bilangan pecahan

Dalam pembelajaran matematika cara penyajian enaktif ialah melalui

tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara ini siswa mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya guru menjelaskan bahwa benda yang utuh terdiri dari beberapa bagian, misalnya untuk menjelaskan materi pecahan guru menggunakan bola yang terdiri dari beberapa belahan.

Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga menyatakan konsep kesegitigaan.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Hasil Belajar

20

Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan daripada objek-objek, memberikan struktur hirarkis pada konsep-konsep dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara kombinatorial. Misalnya berdasarkan bola yang dibelah tadi, setiap bagian belahan guru memberikan nama pecahan, sehingga siswa mudah memahaminya.

Langkah-langkah pembelajaran berdasarkan Teori Bruner yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tahap Enaktif: Guru menjelaskan materi dengan menggunakan contoh. Siswa

mulai aktif mengotak-atik dan memahami contoh yang diberikan 2. Tahap Ikonik: Contoh yang disampaikan kemudian diwujudkan dalam gambar

atau berupa wujud benda yang dipecah menjadi beberapa bagian untuk memudahkan pemahaman siswa. Siswa memahami gambar contoh/ benda yang ada.

3. Tahap Simbolik: Guru memberikan pemahaman mengenai cara penulisan lambang bilangan pecahan berdasarkan contoh. Siswa menggunakan simbol dalam pecahan.

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Menurut Slameto (2003) Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah sebagai berikut. 1. Faktor Internal

a. Sikap terhadap belajar Sikap terhadap belajar dapat menerima, menolak atau mengabaikan kesempatan belajar. Sikap tersebut dapat berpengaruh terhadap hasil belajar.

b. Motivasi belajar Motivasi belajar pada siswa dapat lemah, lemahnya motivasi dapat melemahkan kegiatan belajar dan selanjutnya akan menurunkan hasil belajar.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Hasil Belajar

21

c. Konsentrasi belajar Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran, untuk meningkatkan konsentrasi diperlukan strategi pembelajaran yang tepat dan mempertimbangkan waktu belajar serta selingan istirahat.

d. Mengolah bahan belajar Merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa.

e. Menyimpan perolehan hasil belajar Kemampuan siswa untuk menimpan perolehan belajar dapat berlangsung dalam waktu lama dan pendek. Bagi siswa yang kemampuan tinggi hasil belajar dapat melekat lama. Siswa yang berkemampuan sedang hasil belajar lebih mudah lupa.

f. Rasa percaya diri Timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil.

g. Inteligensi dan keberhasilan belajar Inteligensi merupakan suatu kecakapan global untuk dapat bertindak secara terarah. Perolehan hasil belajar yang rendah disebabkan inteligensi yang rendah atau kurangnya kesungguhan belajar.

h. Kebiasaan belajar Kebiasaan belajar sangat mempengaruhi kesuksesan dalam mencapai tujuan.

2. Faktor Eksternal a. Guru sebagai pembina siswa belajar

Guru adalah pengajar yang mendidik, bukan sekedar mentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga membentuk sikap.

b. Sarana dan prasarana Sarana dan prasarana yang baik dapat meningkatkan hasil belajar.

c. Kebijaksanaan penilaian

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Hasil Belajar

22

Keputusan tentang hasil belajar merupakan pemecah harapan siswa. Secara kejiwaan terpengaruh oleh hasil belajar, oleh karena itu guru harus aktif dan bijaksana dalam penilaian.

d. Lingkungan sosial siswa di sekolah Lingkungan sosial belajar yang kondusif sangat berpengaruh pada hasil belajar dan menumbuhkan penilaian yang positif.

2.5. Materi Pecahan di Sekolah Dasar Dalam penelitian ini pokok bahasan yang dipelajari siswa kelas IV adalah

pecahan. Materi pecahan di kelas IV merupakan materi yang baru, sehingga membutuhkan metode pembelajaran yang tepat dalam pelaksanaan pembelajaran. Bilangan pecahan yang digunakan oleh penulis menggunakan materi pelajaran matematika kelas IV Sekolah Dasar. Materi tersebut masih merupakan materi yang cukup sulit untuk dipahami siswa. Bilangan pecahan dalam pembelajarannya harus menggunakan alat peraga dan metode pembelajaran yang tepat, karena siswa akan lebih mudah memahaminya dan tidak cepat lupa.

Menurut Ichsan (2005) dalam bukunya yang berjudul Pembelajaran Pecahan di SD. Pecahan atau bilangan pecah mempunyai dua pengertian yaitu : 1. Bilangan untuk menyatakan banyaknya bagian dari suatu benda utuh yang

dibagi menjadi dua bagian-bagian yang sama besar. 2. Bilangan untuk menyatakan suatu bilangan. Pada siswa kelas IV dalam mengajarkan pecahan masih dalam tahap pengenalan pecahan. Ichsan (2005) memberi contoh pada siswa yang sering dijumpai sehari-hari dengan menggunakan apel, roti, telur asin, untuk mengenalkan pecahan 1/2, 1/3, 1/4, 1/6 dan lain sebagainya.

2.6. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Saparahayuningsih (2004) (http://www.digilibupi.co.id) yang berjudul Kaji Tindak Penerapan Teori Bruner dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika menunjukkan bahwa dengan adanya pembelajaran dengan penerapan teori Bruner motivasi siswa dalam belajar

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Hasil Belajar

23

mengalami peningkatan, mengingat siswa lebih aktif dalam kelompok untuk memahami materi, sehingga hasil belajar mengalami peningkatan.

Sumarsono (2008) melakukan penelitian dengan judul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika melalui pembelajaran dengan penerapan Teori Bruner (http://www.pakguruonline.com) menunjukkan bahwa penerapan teori Bruner pada siswa mampu meningkatkan motivasi dan keaktifan siswa dalam belajar. Dampak lebih lanjut adalah adanya peningkatan hasil belajar di atas batas ketuntasan minimal.

2.7. Kerangka Pikir

Pembelajaran matematika di kelas IV SD N 4 Tanggung sebelum pelaksanaan tindakan masih menggunakan cara-cara konvensional, dimana guru lebih banyak mendominasi kegiatan belajar dengan ceramahnya. Dampaknya adalah rendahnya hasil belajar siswa. Dengan adanya hal tersebut kemudian dilakukan suatu langkah penelitian dengan menggunakan penerapan teori Bruner dalam pembelajaran matematika. Perbaikan pembelajaran pada siklus I dimulai dari perencanaan berdasarkan pengamatan awal pada kegiatan pembelajaran sebelumnya dengan menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran yang menerapkan teori Bruner, lembar observasi, lembar kerja siswa serta alat tes. Selanjutnya dilaksanakan pembelajaran dengan penerapan teori Bruner. Hasil pelaksanaan pembelajaran pada siklus I kemudian diobservasi dan di refleksi kekurangan dan kelebihan sehingga dapat diperbaiki pada siklus II.

Pembelajaran pada siklus II direncanakan berdasarkan kekurangan pada kegiatan pembelajaran Siklus I. Penekanan pembelajaran pada siklus II adalah penerapan teori Bruner yaitu tahap enaktif, ikonik dan simbolik dalam pembelajaran pecahan di kelas 4 SD N 4 Tanggung. Melalui ketiga tahapan itu, siswa dapat memahami materi sehingga siswa aktif dalam pembelajaran dan mencapai ketuntasan dalam belajarnya. Berdasarkan uraian di atas maka dapat digambarkan kerangka berpikir sebagai berikut:

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Hasil Belajar

24

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir 2.8. Hipotesis

Berdasarkan uraian kerangka pikir, maka hipotesis tindakan yang akan diajukan adalah sebagai berikut. Melalui penerapan teori Bruner dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 4 Tanggung tahun pelajaran 2011/2012.

Pembelajaran masih terfokus

pada guru ceramah, KKM belum tercapai

Guru masih mendominasi

kegiatan pembelajaran

Hasil belajar meningkat tetapi belum mencapai

KKM Pembelajaran

dengan penerapan teori Bruner

Hasil belajar dan keaktifan siswa meningkat dan telah mencapai

Tindakan/ Observasi

Rencana awal/ Rancangan

Rencana yang direvisi

Rencana yang direvisi

Pra Siklus

Siklus I

Siklus II