Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
Bab II
Konsep Kepemimpinan dan Sistem Presbiterial Sinodal
2.1 Pemimpin dan Kepemimpinan
Pemimpin dan kepemimpinan adalah dua hal yang berbeda namun disisi lain
diibaratkan seperti sekeping mata uang logam yang tidak bisa dipisahkan. Pemimpin dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai orang yang memimpin sedangkan
kepemimpinan adalah perihal memimpin, cara memimpin. Pemimpin juga diartikan sebagai
“orang yang berjalan terlebih dulu untuk memandu atau menunjukkan jalan. Orang utama
dalam suatu organisasi yang berkembang. Orang yang memiliki pengikut.1 Andrew J. Dubrin
juga mengatakan bahwa pemimpin adalah orang yang memberi inspirasi, membujuk,
mempengaruhi dan memotivasi orang lain. 2
Pemimpin diperlukan dalam setiap organisasi atau kelompok dimana terbentuknya
sebuah relasi manusia dengan yang lainnya. Seseorang dapat disebut sebagai pemimpin jika
ia mempunyai pengikut atau bawahan. Sejarah mencatat bahwa proses perubahan yang
dramatis dalam sejarah manusia dicetuskan, dimotivasi atau digerakkan oleh seorang
pemimpin atau sekelompok pemimpin. Betapa penting peran dan pengaruhnya seorang
pemimpin dalam kelompok yang ada dalam masyarakat maupun dalam kehidupan bergereja
sehingga berbagai upaya selalu dilakukan agar tercipta pemimpin yang berkualitas. Sekalipun
menurut Max Weber, pemimpin itu dapat muncul oleh karena karisma /pemberian ilahi dan
bukan karena pelatihan ataupun karena kursus yang diikutinya. Seorang pemimpin harus
menyadari bahwa apapun yang dilakukannya sangat berhubungan dengan pengikutnya. Hal
ini menjadi jelas ketika dipahami bahwa pemimpin mempunyai peran untuk menggerakkan,
mengambil keputusan, dan harus siap menjadi figur, contoh, teladan, panutan dari seluruh
orang – orang yang dipimpinnya serta lingkungan masyarakatnya. Citra pemimpin bukan
pada tampilan luar dirinya, melainkan lebih merupakan seluruh sistem nilai yang ditunjukkan
terus menerus. Ketika manifestasi ini jelas dan konsisten serta mereflesksikan suatu karakter
integritas pribadi, citra ini menjadi instrument efektif. Integritas mengindikasikan bahwa
1 Robert P. Neuschel, The Servant Leader : Pemimpin yang melayani, (Jakarta : Akademia, 2008), 33
2 Andew J. DuBrin, The Complete Ideal’s Guide Leadership,( Jakarta, Prenada Media Group:2009),10
8
seorang telah terus – menerus mengembangkan suatu klasifikasi sistem nilai, sikap dan tujuan
yang konsisten.3
Irham Fahmi dalam bukunya mengutip George R. Terry yang mengemukakan delapan
ciri pemimpin, yaitu :4
1. Energi: mempunyai kekuatan mental dan fisik
2. Stabilitas emosi : Seorang pemimpin tidak boleh berprasangka jelek terhadap
bawahannya, ia tidak boleh cepat marah dan percaya pada diri harus cukup besar
3. Human relationship : mempunyai pengetahuan tentang hubungan manusia
4. Personal motivation : keinginan untuk menjadi pemimpin harus besar dan dapat
memotivasi diri sendiri.
5. Communication Skill : mempunyai kecakapan untuk berkomunikasi
6. Teaching Skill : mempunyai kecakapan untuk mengajarkan, menjelaskan dan
mengembangkan bawahannya.
7. Social Skill : mempunyai keahlian di bidang sosial, supaya terjamin kepercayaan dan
kesetiaan bawahannya. Ia harus suka menolong, senang jika bawahannya maju, peramah
serta luwes salam pergaulan.
8. Technical competent: mempunyai kecakapan menganalisa, merencanakan,
mengorganisasi, mendelegasikan wewenang, mengambil keputusan dan mampu
menyusun konsep.
Dalam melaksanakan tugasnya seorang pemimpin harus memiliki Visi. Memiliki dan
memahami visi merupakan langkah pertama bagi seorang pemimpin untuk menjalankan
kepemimpinannya. Tanpa ketiadaan atau ketidakjelasan visi diantara para pemimpin
membuat kelelahan, ketidakpastian, kebingungan, ketidakteraturan, inefiensi dan yang
terburuk adalah anarki. 5 Visi apabila dihubungkan dengan panggilan hidup (purpose),
didefinisikan sebagai kemampuan berpikir atau merencanakan masa depan dengan bijak dan
imajinatif, menggunakan gambaran mental tentang situasi yang mungkin dapat terjadi di
masa mendatang. 6
3 Robert, 37
4 Irham Fahmi, Manajemen Kepemimpinan : Teori dan Aplikasi, (Bandung: Alfabeta, 2012) 15
5 Victor P.H. Nikijuluw, Arstarchus Sukarto, Kepemimpinan di Bumi Baru, ( Jakarta, Literatur Perkantas,
:2014),29 6 Retnowati, Kepemimpinan Transformatif, Menuju Kepemimpinan Baru Gereja (Jakarta:BPK Gunung Mulia),11
9
Dalam konteks kekristenan selain visi, faktor utama yang mendapatkan perhatian pada
seorang pemimpin adalah Spritualitas. Hal ini menjadi penting karena spritualitas seorang
pemimpin akan mempengaruhi pada pola berpikir dan tindakannya. Seorang pemimpin
Kristen dalam melaksanakan tugasnya tidak terlepas dari nilai atau kaidah yang selalu
menghubungkannya dengan Kristus sebagai Tuhannya. Nilai itulah yang menjadi gambaran
bahwa ada ketaatan untuk melakukan tugasnya sebagai pemimpin yang juga sekaligus adalah
seorang pelayan. Spritualitas pemimpin menuntut ketaatan sepenuhnya kepada Allah dan
kasih yang sepenuhnya kepada sesama dan seluruh ciptaan. Senada dengan hal ini, Roberth
juga menyatakan bahwa sumber daya utama pemimpin adalah ketika ia mampu bekerja keras
dan lama secara terus menerus terutama di bawah tekanan, kekecewaan atau bahkan rasa
sakit. Semua ini dapat dilakukan karena ia digerakkan oleh api spritual.7
Pemimpin yang memiliki spritualitas akan melihat kepemimpinannya sebagai
pelayanan. Pelayanan yang diwujudkan dalam bentuk identifikasi dan solidaritas (tidak
berdiri lebih tinggi dan lebih rendah daripada orang yang dilayani), ikut merasakan apa yang
dirasakan oleh orang yang dilayani. Karena itu pelayanan Kristen perlu disertai dengan
respek, simpati, empati dan merupakan pelayanan yang holistik. Holistik artinya melihat
kebutuhan manusia secara secara keseluruhan baik rohani maupun jasmani.8
Keberhasilan seorang pemimpin akan terlihat pada para pengikut atau bawahannya
yang merasakan dampak dari kepemimpinannya. Para pengikutnya dengan sukarela
mengikutinya, mereka percaya dengan apa yang yang dikerjakannya dan bergerak bersama
mencapai tujuan bersama.
2.2 Konsep Kepemimpinan
Sejarah mencatat bahwa kepemimpinan sudah berlangsung lama, bahkan bisa
dikatakan sama tuanya dengan manusia. Kepemimpinan selalu ada dalam situasi yang
berubah dan bisa saja tergantung pada adat budaya atau konteks dimana kepemimpinan itu
dibutuhkan. Dalam situasi seperti ini banyak orang yang berupaya agar dapat menentukan
bagaimana kepemimpinan dapat berhasil. Konsep tentang kepemimpinan selalu berkembang
dari waktu ke waktu dan selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Sehingga
berbagai disiplin ilmu yang terkait dengan manusia ; Filosopi, Psikologi, Sosiologi,
7 Roberth, 83 -84
8 Retnowati, 14
10
Antropologi, bisnis, politik dan teologi juga berupaya untuk melihat konsep kepemimpinan
itu.
Dalam sebuah organisasi, kepemimpinan merupakan hal yang penting karena tanpa
kepemimpinan akan berdampak terjadinya kekacauan pada sebuah organisasi. Hal ini
disebabkan karena tanpa kepemimpinan setiap orang akan melakukan kehendaknya sendiri
tanpa memperhatikan kehendak orang lain dan tanpa mau diatur. Padahal, kepemimpinan
seharusnya berdampak positif kepada yang dipimpin, kepada tujuan organisasi dan kepada
masyarakat juga dunia dalam spektrum yang lebih luas.9
Dalam mempelajari tentang kepemimpinan perlu kita ketahui apa yang dimaksud
dengan kepemimpinan. Beberapa ahli mendefinisikan Kepemimpinan sebagai berikut;
John C. Maxwel menyatakan bahwa kepemimpinan adalah soal pengaruh, bagaimana orang
lain dapat terpengaruh oleh sikap atau perbuatan kita.10
Andrew J. DuBrin mengatakan bahwa
Kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk
mencapai tujuan dengan petunjuk atau perintah, sehingga orang lain bertindak atau merespon
dan menimbulkan perubahan positif.11
Charles E. Keating menyatakan bahwa kepemimpinan
merupakan suatu proses dengan berbagai cara mempengaruhi orang atau sekelompok orang
untuk mencapai tujuan bersama.12
Sedangkan Irham Fahmi mencatat definisi kepemimpinan
sebagai suatu ilmu yang mengkaji secara komprehensif tentang bagaimana mengarahkan,
mempengaruhi dan mengawasi orang lain untuk mengerjakan tugas sesuai dengan perintah
yang direncanakan. 13
Memperhatikan berbagai definisi kepemimpinan maka dapat dikatakan bahwa
kepemimpinan dapat diartikan cara pemimpin yang mempengaruhi orang - orang yang ada
di sekitarnya dalam bertindak baik itu mengarahkan maupun memberi perintah kepada orang
lain agar mencapai visi bersama.
Menurut Charles J. Keating tugas kepemimpinan meliputi dua bidang utama: pekerjaan yang
harus diselesaikan dan kekompakan orang-orang yang dipimpinnya. Tugas kepemimpinan
yang berhubungan dengan kerja kelompok antara lain :14
9 Victor P.H. Nikijuluw, Arstarchus Sukarto, Kepemimpinan di Bumi Baru ( Jakarta, Literatur Perkantas,
:2014),23 10
John Maxcwell, Semua Orang Bisa Memimpin (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2014),170 11
Andew J. DuBrin, The Complete Ideal’s Guide Leadership ( Jakarta: Prenada Media Group:2009), 4 12
Charles J. Keating, Kepemimpinan : Teori dan pengembanngannya ( Yogyakarta: Kanisius,1986),9 13
Irham Fahmi, Manajemen Kepemimpinan : Teori dan Aplikasi (Bandung: Alfabeta, 2012), 15 14
Charles J. Keating, Kepemimpinan : Teori dan pengembanngannya ( Yogyakarta: Kanisius,1986),9
11
1. Memulai, initiating : usaha agar kelompok mulai kegiatan atau gerakan tertentu.
Misalnya mengajukan masalah kepada kelompok dan mengajak para anggota
kelompok mulai memikirkan dan mencari jalan pemecahannya.
2. Mengatur, regulating : tindakan untuk mengatur arah dan langkah kegiatan
kelompok.
3. Memberitahu, informing : kegiatan memberi informasi, data, fakta dan pendapat
yang diperlukan.
4. Mendukung, supporting : usaha untuk menerima gagasan, pendapat usul dari
bawah dan menyempurnakannya dengan menambah atau menguranginya untuk
digunakan dalam rangka penyelesaian bersama.
5. Menilai, evaluating : tindakan untuk menguji gagasan yang muncul atau cara kerja
yang diambil dengan menunjukkan konsekuensi-konsekuensimya dan untung
ruginya.
6. Menyimpulkan, summarizing : kegiatan untuk mengumpulkan dan merumuskan
gagasan, pendapat dan usul yang muncul , menyingkat lalu menyimpulkannya
sebagai landasan untuk pemikiran yang lebih lanjut.
Tugas kepemimpinan yang berhubungan dengan kekompakan kelompok antara lain :
1. Mendorong, encouraging : bersikap hangat, bersahabat, menerima orang –orang.
2. Mengungkapkan perasaan, expressing feeling : tindakan menyatakan perasaan
terhadap kerja dan kekompakkan kelompok, seperti rasa puas, rasa senang, rasa
bangga dan ikut seperasaan dengan orang – orang yang dipimpinnya pada waktu
mengalami kesulitan, kegagalan san lain-lain.
3. Mendamaikan, harmonizing : tindakan mempertemukan dan mendamaikan
pendapat-pendapat yang berbeda dan merukunkan orang –orang yang bersitegang
satu dengan yang lain.
4. Mengalah, compromising : kemauan untuk mengubah dan menyesuaikan
pendapat dan perasaan sendiri dengan pendapat dan perasaan orang-orang yang di
pimpinnya.
5. Memperlancar, gatekeeping : kesediaan membantu mempermudah keikutsertaan
para anggota dalam kelompok, sehingga semua rela menyumbangkan dan
mengungkapkan gagassan – gagasan.
6. Memasang aturan permainan, setting standarts: tindakan menyampaikan aturan
dan tata tertib yang membantu kehidupan kelompok.
12
Menarik dikatakan bahwa kekuatan organisasi biasanya dihasilkan dalam sebuah struktur,
sedangkan kekuatan kepemimpinan sering dihasilkan dari hubungan dan proses yang
berlangsung antara manusia. 15
Hal ini berarti kepemimpinan yang baik tidak dapat terlepas
dengan hubungan manusia dengan sesamanya, yang di dalam hubungan tersebut terjadi
sebuah upaya yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, .
Seiring dengan berkembangnya penelitian yang terus menerus melakukan inovasi
dalam konsep kepemimpinan, maka dalam bidang keagamaan kepemimpinan juga
mendapatkan perhatian yang penting. Hal ini tentu saja dilatarbelakangi oleh keberadaan
manusia yang pada hakekatnya selalu berupaya melakukan peranannya dalam hubungan
manusia dengan sesamanya. Gereja yang merupakan persekutuan umat percaya juga hadir
dalam konteks ini. Sebagai Gereja yang yang memiliki visi dan misi, tentu saja gereja juga
terus berupaya untuk melakukan berbagai cara agar dapat melaksanakan tugas dan
panggilannya di tengah- tengah dunia sebagai tujuan utamanya sesuai dengan misi Kristus.
Berbagai pendekatan kepemimpinan dilakukan agar apa yang visi dan misi bersama dapat
tercapai.
2.2.1 Kepemimpinan Transformatif
Teori kepemimpinan transformasional telah menarik perhatian banyak peneliti di
bidang kepemimpinan organisasi selama tiga dekade terakhir. Teori ini dikembangkan oleh
Burns (1978) dan kemudian diperkuat oleh Bass (1985, 1998).16
Bass mengatakan bahwa
seorang pemimpin adalah "orang yang memotivasi kita untuk melakukan lebih dari yang
seharusnya kita lakukan".17
Dia mengatakan bahwa motivasi ini dapat dicapai dengan
meningkatkan tingkat kesadaran tentang pentingnya hasil dan cara untuk mencapainya. Bass
juga mengatakan bahwa para pemimpin mendorong pengikut untuk melampaui kepentingan
pribadi demi kebaikan tim atau organisasi.
Kepemimpinan transformasional berfungsi sebagai sarana untuk "menciptakan dan
mempertahankan konteks untuk membangun kapasitas manusia dengan mengidentifikasi dan
mengembangkan nilai inti dan tujuan pemersatu, membebaskan potensi manusia dan
menghasilkan peningkatan kapasitas, pengembangan kepemimpinan dan penguasaan yang
15
Allan Alan Bryman, David Collinson, Keith Grint, Brad Jackson and Mary Uhl-Bien, Leadership ( Sage, 2011) 53 16
Roger J. Givens, Transformational Leadership: The Impact on Organizational and Personal Outcomes,Emerging Leadership Journeys, Vol. 1 Iss. 1, 2008 17
Bass, B.M. (1985), Leadership and performance beyond expectations ( New York : The free press. Vol.1 lss.1.2008) 4-24
13
efektif, dengan memanfaatkan desain organisasi yang berfokus pada interaksi, dan
pembangunan. 18
Pemimpin transformasi bekerja untuk mewujudkan transformasi manusia
dan ekonomi. Dalam organisasi mereka menghasilkan visi, misi, sasaran, dan budaya yang
berkontribusi pada kemampuan individu, kelompok, dan organisasi untuk "mempraktikkan
nilai-nilainya dan melayani tujuannya”. Pola kepemimpinan transformatif menunjuk pada
seorang pemimpin yang mampu menggerakan para pengikutnya melalui idealized influence,
inspiration, intellectual stimulation dan individualized consideration.
Bass dalam penelitiannya tentang pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja
karyawan, menjelaskan kepemimpinan transformatif mengakibatkan kinerja karyawan
meningkat dan mengalami perkembangan melebihi harapan sebagai akibat dari adanya
pengaruh pemimpin. Kepemimpinan transformasional adalah proses dimana seorang
pemimpin menumbuhkan kinerja kelompok atau organisasi melebihi ekspektasi berdasarkan
keterikatan emosional yang kuat dengan para pengikutnya yang dikombinasikan dengan
komitmen kolektif untuk tujuan moral yang lebih tinggi. 19
Kemampuan yang dimiliki oleh
pemimpin dapat mempengaruhi orang lain yang bekerja dengannya, pengaruh itu bisa
dilakukan melalui attributes dan behaviors. Sikap, nilai moral dan standar etika seorang
pemimpin sangat penting artinya bagi pengikutnya.
Dalam penjelasan mengenai kepemimpinan Transformatif, Retnowati dalam bukunya
Kepemimpinan Transformatif menyatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu dilihat dalam
kepemimpinan transformatif, 20
yaitu pertama, perilaku pemimpin yang menjadi teladan akan
menjadi model bagi para pengikutnya (idealized influence). Perilaku pemimpin akan dilihat
oleh pengikut dan mampu menjadi teladan atau model bagi mereka, sehingga pada gilirannya
akan mempengaruhi kehidupan berorganisasi. Kedua, motivasi (inspirational motivation).
Pemimpin yang transformatif adalah pemimpin yang mampu memotivasi dan menginspirasi
pengikutnya, sehingga mereka mempunyai arah tujuan yang jelas yang hendak dicapai di
masa depan. Seorang pemimpin transformatif juga mampu menumbuhkan team spirit, yaitu
antuasiasme dan optimism, memberikan arti dan tantangannya kepada pengikutnya, serta
mampu menciptakan atmosfer kondusif demi terciptanya komitmen untuk mencapai tujuan
dan visi bersama, sekalipun harus menghadapi berbagai kesulitan. dari pemimpin dapat
18
Roger J. Givens, 3 19
Héctor R . Díaz – Sáenz, Kepemimpinan Transformatif, The SAGE Handbook Leadership, 2011SAGE Publications Ltd1 Oliver’s Yard 55 City Road London EC1Y 1SP SAGE, 299 20
Retnowati, Kepemimpinan Transformatif, Menuju Kepemimpinan Baru Gereja (Jakarta:BPK Gunung Mulia) 15
14
menginspirasi para pengikutnya untuk mencapai arah dan tujuan yang jelas yang hendak
dicapai di masa depan. Ketiga, kemampuan pemimpin dalam merangsang kreativitas dan
mendorong para pengikutnya untuk menemukan pendekatan – pendekatan baru terhadap
penyelesaian masalah.
Pemimpin transformatif terus – menerus mendampingi pengikutnya, sehingga
mereka memiliki kesadaran diri dan idealisme tinggi agar tujuan organisasi dapat dicapai.
Kepemimpinan transformasional adalah suatu proses di mana para pemimpin dan anggota
saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Pemimpin
berupaya untuk mengubah perilaku anggotanya agar menjadi orang yang merasa mampu dan
bermotivasi tinggi serta berupaya mencapai prestasi kerja yang tinggi dan berkualitas guna
mencapai tujuan organisasi. Para anggota organisasi yang dipimpin secara transformasional
akan merasakan adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat terhadap pimpinan,
dan mereka termotivasi untuk melakukan pekerjaan dengan cara lebih baik dari yang
diharapkan. Dengan demikian, kepemimpinan transformatif dapat dikatakan sebagai
bentuk kepemimpinan yang baik karena memberikan pengaruh yang dapat mengubah orang
dan organisasi menjadi lebih baik.
2.2.2 Kepemimpinan partisipatif 21
Kepemimpinan Partisipatif adalah kepemimpinan yang memimpin lewat pemimpin
yang lain. Kepemimpinan Partisipatif ini terinsiprasi oleh kepemimpinan Musa.
Kepemimpinan Partisipatif merupakan kemampuan untuk mengerahkan potensi orang-orang
yang di sekitar yang menentukan keberhasilan akhir pemimpin dan organisasi. Dalam
kepemimpinan Partisipatif delegasi pembuat keputusan, manajemen partisipatif dan
memimpin lewat pemimpin lain adalah penting untuk meningkatkan kekuatan total dari
pemimpin dan organisasi. Namun pendelegasian dan keterlibatan pihak lain, secara alamiah
melawan sebagian kecil dari banyak pemimpin atau pemimpin potensial karena sifat dasar
mereka, mereka ingin dan senang membuat keputusan mereka sendiri. Hal ini tentunya
merugikan diri sendiri karena pada akhirnya tidak dapat menciptakan pengelolaan yang
efektifitas dalam organisasi, menghasilkan sedikit kontribsi dan kegagalan dalam
mengembangkan atau menggunakan proses yang membuat oang lain dapat menghasilkan
keputusan dan melakukan tindakan sebenarnya. Kekuatan dari kepemimpinan Partisipatif ini
adalah pemimpin mendapatkan kekuatan ganda dalam kepemimpinannya. Kepemimpinan
21
Robert P. Neuschel, The servant Leader- Pemimpin Yang melayani,( Jakarta : Akademia, 2008), 121-125
15
Patisipatif memperluas keefektifan dan kekuatannya tidak hanya dengan memiliki segala
sesuatu untuk dirinya sendiri, tetapi dengan menumbuhkan pemimpin lain untuk membuat
keputusan dan memotivasi pengikut di semua tingkatan dii seluruh organisasi. Prestasi
tertinggi dari pemimpin besar adalah ketika ia mampu menciptakan pemimpin junior
kemudian memimpin melalui mereka.
2.3 Sistem Presbiterial Sinodal
Gereja yang hadir dunia dipahami sebagai mandataris Allah. Gereja sebagai tubuh
Kristus menyatakan dirinya untuk mengerjakan apa yang ditugaskan oleh Yesus Kristus
sebagai kepala gereja. Tugas dan panggilan gereja dinyatakan dalam kesaksian, persekutuan
dan pelayanan. Dalam melaksanakan tugasnya, gereja sebagai organisasi membutuhkan
tatanan, pengaturan, penyusunan maupun pengelolaan. Proses dalam menata inilah yang
membutuhkan pelayan- pelayan yang bersedia untuk bersama-sama melaksanakannya.
Hubungan diantara mereka yang menata, mengelola dan mereka yang menerima
pelayanan tersebut tentunya membutuhkan sebuah sistem. Sistem yang diyakini dapat
melaksanakan misi yang diembannya. Salah satu sistem pemerintahan itu adalah presbiterial
sinodal.
Istilah Presbiterial Sinodal adalah sebuah istilah yang muncul dalam pemerintahan
Gereja. Presbiterial Sinodal sebagai asas penataan struktur organisasi dan pelayanan gereja
dikembangkan oleh Johanis Calvin, sebagai upaya untuk membebaskan diri dari pola
kepemimpinan Gereja yang hirarkhis di abad-abad pertengahan.22
Sistem ini kemudian berkembang ke berbagai negara di Eropa hingga ke Indonesia,
yang dibawa oleh bangsa Belanda. Sistem ini kemudian digunakan oleh gereja- gereja
reform. Presbiterial Sinodal23
terdiri dari dua kata yang diambil alih dari bahasa Yunani.
Kata Presbiterial adalah salah satu kata sifat dalam bahasa Yunani yang berarti tua-tua.
Bentuk dasarnya adalah kata keadaan Presbie yang berarti keadaan sebagai orangtua atau
ketua-an seseorang. Dalam hubungannya dengan jabatan gerejawi istilah ini dipakai untuk
jabatan penatua dalam bentuk kata benda presbyteros. Istilah inilah yang yang dibawa masuk
ke dalam gereja di zaman para rasul. Dari sinilah istilah presbyteros di wariskan ke dalam
kehidupan gereja dari abad keabad hingga sekarang dan lebih di kenal dengan presbiter.
22
J.A. Telnoni, Gereja berasaskan Presbiterial Sinodal,( Kupang NTT: CV INARA, 2011), 30 23
Telnoni, 16-19
16
Dalam perkembangan gereja, khususnya di Indonesia istilah Presbytros diterjemahkan
dengan penatua atau tua-tua. Dengan asas presbyterial yang dimaksudkan ialah kehadiran,
kedudukan , fungsi dan peranan penatua-penatua sebagai pejabat gerejawi di dalam menata
dan menyelenggarakan pelayanan gereja. Pata penatua yang dimaksudkan adalah mereka
yang menerima jabatan gerejawi tersebut melalui pemilihan berdasarkan kriteria-kriteria
alkitabiah ( Tit.1:5-9; bdk I Tim 3:1-13). Ketua-an para pejabat gerejawi ini pertama-tama
tidak hanya berhubungan dengan usia tinggi seseorang , melainkan pertama-tama adalah
ketua-an dalam pengertian kualitas kedewasaan dalam berbagai aspek. Aspek-aspek tercakup
dan terlihat dalam kematangan iman, kematangan emosional, kematangan intelektual,
kematangan soial dan kematangan pastoaral. Semuanya ini dibebankan kepada para presbiter
sebagai syarat dan tanggungjawab untuk diwujudkan dalam penataan kehidupan dan
penyelenggaraan pelayanan gereja serta struktur organisasinya.
Kedua kata Sinodal, adalah kata sifat yang terbentuk dari dua kata Yunani. Yang
satu adalah Syn yang berarti bersama-sama; dan yang yang lain adalah hodos yang berarti
jalan. Jadi synode yang kemudian di Indonesiakan menjadi sinode berarti jalan bersama-
sama. Bobot dari kebersamaan yang dimaksudkan di sini pertama-tama adalah persekutuan,
yaitu soal sehati dan sepikir sebagai pelayan – pelayan yang menerima panggilan pelayanan
dalam gereja Tuhan, Para penatua yang terpanggil masuk dalam satu badan pelayanan tidak
hanya hadir bersama-sama di dalam satu badan pelayanan atau kepemimpinan pada satu
periode pelayanan, melainkan benar-benar mereka sehati, sepikir di dalam pelayanan yang
mereka dan kerjakan.
Ciri-ciri utama dari sistem atau susunan presbiterial-sinodal ialah24
(1) titik tolaknya
ialah jemaat (gereja) setempat. Gereja setempat adalah manifestasi dari gereja Kristen yang
kudus dan am yang diakui dalam Apostolicum karena itu ia adalah Gereja dalam arti yang
sesungguhnya. Sebagai gereja dalam arti yang sesungguhnya ia lengkap: disitu berlangsung
pemberitaan firman, dan pelayanan sakramen, disitu berlangsung Pelayanan Pastoral dan
disiplin, di situ berlangsung pelayanan diakona dan pelayanan-pelayanan yang lain. Di situ
jabatan-jabatan berfungsi. Bahkan jemaat setempat dapat dikembangkan hingga lebih dari
satu, selain itu, jemaat (Gereja) setempat secara prinsipal mempunyai hak untuk mengurus
keuangan dan harta-miliknya sendiri. Ia juga mempunyai hak untuk memiliki misalnya
gedung-gedung seperti gedung-gedung gereja, gedung pertemuan, pastori dan lain-lain. (2)
24
J. L. Ch. Abineno, Jemaat, Ujud, Peraturan,Susunan,Pelayanan,dan Pelayan-pelayannya, ( Jakarta: BPK
Gunung Mulia,1983), 40
17
pimpinan (pemerintah) gereja dipercayakan kepada suatu majelis, yang beranggotakan
pejabat-pejabat gerejawi. Biasanya disebut majelis jemaat terdiri dari pendeta, pengajar atau
doktor (pada waktu Calvin), sejumlah penatua dan diaken. Mereka semua adalah pejabat
gerejawi. Pejabat-pejabat itu sama tidak ada lebih tinggi atau lebih rendah daripada yang
lain. Namun demikian tiap-tiap anggota Majelis jemaat memiliki tugasnya masing-masing
dalam dirumuskan dalam peraturan (ordinasi) jemaat atau gereja. Pada waktu Calvin, tugas
anggota-anggota Majelis jemaat (gereja) diatur seperti berikut. Tugas pendeta ialah
memberitakan firman, (dan melayani sakramen). Tugas pengajar atau Doktor ialah
memimpin pengajaran katekisasi dan pengajaran teologis. Bersama-sama mereka- pendeta
dan pengajar- bertugas memanggil” (mengangkat dan memnempatkan) pendeta-pendeta.
Tugas penatua ialah mengembalakan anggota-anggota jemaat. Bersama-sama mereka-
pendeta dan penatua-memimpin jemaat dan menjalankan disiplin gerejawi. Tugas diaken
ialah membatu orang-orang sakit dan orang-orang miskin. Bersama-sama sebagai pejabat-
pejabat mereka bertanggungjawab atas pelayanan jemaat atau gereja. (3) selain sidang
majelis jemaat ada pula sidang sidang yang lain. (4) gereja mempunyai suatu kemandirian
yang tertentu terhadap pemerintah, khususnya di bidang tugas dan pelayanan pejabat-pejabat
gerejawi
Kristus sebagai kepala hendak menunjuk bahwa gereja tidak dapat dipisahkan dari
Kristus dan Kristus merupakan orientasi gerejanya sekaligus menjadi prinsip hidup gereja (ef
1:122. 4:15, 5:23, kol 1:18)..25
Pada kenyataannya, Jemaat bukanlah sesuatu yang abstrak. Ia
adalah persekutuan yang konkrit, yang menurut kesaksian Perjanjian Baru, dilayani,
dibangun, oleh anggota-anggota jemaat (Ef 4:11,12). Ia bertumbuh,berkembang (ayat 16).
Pembangunan (pelayanan) dan pertumbuhan (perkembangan) itu terjadi dalam suatu bentuk
yang tertentu. Tanpa bentuk tidak dapat berkata-kata, tentang pembangunan, dan
pertumbuhan. Dan jika ada bentuk, maka ada pula hukum, ada pula peraturan-peraturan.
Itulah sebabnya maka Rasul Paulus menasehatkan jemaat supaya, “segala sesuatu
berlangsung dengan baik dan teratur” (1 kor 14: 40) dan itulah sebabnya maka ia sendiri telah
memberikan beberapa peraturan untuk ibadah jemaat.
Menurut Telnoni ada dua keistimewaan dari sistem Presbiterial Sinodal ini dalam
kehidupan bergereja:26
pertama, Jemaat sebagai basis. Di tiap-tiap jemaat ditemukan
penyelengaraan pelayanan gereja secara lengkap. Seluruh komponen jemaat dalam arti 25
Jacobs, Gereja Menurut Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), 68-69. 26
Telnoni,25-27
18
kategori anggota gereja ada disini dan bersama-sama melakukan pelayanan. Tiap-tiap jemaat
adalah jemaat yang otonom dalam mengurus dirinya sendiri, tetapi tetap terikat di dalam satu
persekutuan gereja secara sinodal. Jadi otonomi jemaat di dalam asas presbiterial sinodal
bukan independensi atau kemerdekaan yang mengarah pada kongregasionalme. Dalam
ikatan ini para pejabat gerejawinya berada dalam satu persekutuan presbiter. Mereka adalah
satu barisan persekutuan pelayan-pelayan Tuhan yang bersama-sama terpanggil dan
bertanggung jawab atas pelayanan gereja. Kedua, Pimpinan pemerintahan gereja adalah
suatu persekutuan para pelayan. Tidak ada kepemimpinan tunggal di dalam organisasi gereja.
Para pejabat gerejawi yang menjalankan pemerintahan Kristus dalam gerejaNya terhimpun
dalam satu persekutuan pelayan – pelayan dengan kedudukan sama. Sekalipun di dalam tata
organisasi gereja, kedudukan structural mereka berbeda, seorang ketua bukanlah kepala,
melainkan dia hanyalah orang yang dituakan karena kualitas – kualitas tertentu di dalam
pelayanan gereja. Oleh karena itu pejabat organisasi yang satu tidak lebih tinggi daripada
yang lain. Kedudukan pendeta tidak lebih tinggi dari penatua dari penatua dan kedudukan
penatua tidaklah lebih dari diaken. Tugas yang mereka kerjakan di dalam pelayanan gereja
sesuai dengan kesaksian Perjanjian Baru memang berbeda, tetapi perbedaan itu tidak menjadi
sebab atau alasan bagi perbedaan status dan kedudukan mereka di dalam pelayanan gereja.
Dalam hal inilah mereka berjalan bersama-sama. Yang satu tidak mendahului yang lain dan
yang satu tidak mengatasi yang lain. Mereka adalah sesama pelayan yang melayani dalam
iklim sehati sepikir. Dalam Tata Gereja GPIB, dipahami ada yang beberapa hal yang
mendapatkan penekanan dalam sistem Presbiterial sinodal ini diantaranya adalah : 27
1. Peranan para presbiter yang terpanggil untuk melayani dan memimpin gereja
2. Pengelolaan secara bersama dan sehidup sepelayanan
3. Hubungan yang dinamis antara majelis jemaat dan Majelis Sinode.
Pikiran dasar dari sistem Presbiterial Sinodal adalah bahwa Kristuslah yang
memerintah atas gerejaNya atau yang lebih dikenal dengan istilah Kristokrasi. Pemahaman
ini mau menyatakan bahwa Kristus sebagai kepala dan Tuhan atas jemaatnya. Untuk
menjalankan pemerintahan Kristus atas jemaatnya, gereja membutuhkan jabatan- jabatan
gerejawi sebagai alat sekaligus saluran untuk melaksanakan kuasa tersebut. Kata jabatan
sendiri diterjemahkan dari kata Yunani leitourgos yang berarti pelayan publik atau penolong.
Dalam PB kata jabatan dikaitkan dengan sejumlah tugas yang berkaitan dengan pelayanan
27
Majelis Sinode, Tata Gereja,( Jakarta: Majelis Sinode GPIB, 2015) 5-6
19
rohani dalam gereja, jabatan gerejawi merupakan pemberian Kristus yang dimaksudkan
untuk memperlengkapi anggota jemaat bagi pekerjaan pelayanan dalam gereja dan
masyarakat. Sehingga istilah jabatan pada hakekatnya adalah jabatan pelayanan. jabatan
yang dikaruniakan oleh Allah kepada pejabat gereja sebagai hamba Allah yang berkedudukan
setara namun berbeda dalam fungsinya. Jabatan tersebut diberikan kepada orang-orang
tertentu, sehingga mereka menjadi pejabat pejabat gerejawi.