Upload
vukhanh
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Supply Chain Management
Supply chain management berawal dari kegiatan supply chain
management militer yang memiliki peran dalam menentukan kemenangan
perang, khususnya pada Perang Dunia II.
Ketika jaman perang berlalu, supply chain management dimanfaatkan
untuk membatu proses pengiriman barang. Dalam hal ini terjadi kerjasama
antara perusahaan pengiriman dengan gudang, dan pihak ketiga ambil bagian
dalam mengatur kerjasama ini.
Perkembangan selanjutnya, pada era globalisasi mulai banyak
perusahaan yang mencari cara bagaimana menurunkan biaya produksi.
Banyak perusahaan multinasional memindahkan pabrik ke negara-negara
dengan upah buruh murah. Indonesia dan beberapa kawasan di Asia adalah
contohnya. Di sini tampak bahwa peranan supply chain management
memegang peranan yang lebih penting lagi.
Perkembangan supply chain management didukung dengan
perkembangan teknologi informasi pada tahun 1980-an. Beberapa faktor,
antara lain harga komputer yang semakin terjangkau, kecepatan komputer
7
yang semakin baik, semakin luasnya penggunaan internet, serta bandwidth
yang semakin murah, membuat orang semakin mudah berkomunikasi dan
berkolaborasi dengan cara yang semakin efisien. Penerapan teknologi
informasi yang semakin luas ini menekan kesalahan manusia, menekan biaya
produksi, dan meningkatkan kualitas sampai pada tingkat yang signifikan.
Supply Chain Management pada akhirnya berkembang menjadi satu
bidang ilmu, dengan pendekatan sistem yang terintegrasi, yang meliputi
gudang penyimpanan, transporasi, inventory, pemesanan barang, dan jumlah
barang. Kelima komponen tersebut harus dioptimalisasi secara keseluruhan.
2.1.1 Pengertian Supply Chain Management
Definisi Supply Chain Management oleh The Council of Logistics
Management :
“Supply Chain Mangement is the systematic, strategic coordination of
the traditional business functions within a particular company and
across businesses within the supply chain for the purpose of improving
the long-term performance of the individual company and the supply
chain as a whole.”
Menurut Schroeder, supply chain management adalah sebuah proses
bisnis dan informasi yang berulang yang menyediakan produk atau layanan
dari pemasok melalui proses pembuatan dan pendistribusian kepada
konsumen.
8
Sedangkan menurut Indrajit dan Djokopranoto, supply chain
management adalah suatu sistem organisasi menyalurkan barang produksi dan
jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan dari
berbagai organisasi yang saling berhubungan dan mempunyai tujuan yang
sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyalur
barang tersebut.
Dari beberapa definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
supply chain management merupakan pengelolaan berbagai kegiatan dalam
rangka memperoleh bahan mentah, dilanjutkan kegiatan transformasi sehingga
menjadi produk setengah jadi, kemudian menjadi produk jadi dan diteruskan
dengan pengiriman ke konsumen melalui sistem distribusi. Kegiatan-kegiatan
tersebut mencakup pembelian secara tradisional dan berbagai kegiatan penting
lainnya yang berhubungan dengan supplier dan distributor.
Adapun tujuan dari supply chain adalah untuk memaksimalkan
hubungan potensial antara setiap bagian di dalam rantai supply chain dengan
maksud untuk memberikan hasil atau produk yang terbaik kepada konsumen
dan mengurangi biaya-biaya pada produk akhir. Pada akhirnya, tujuan yang
hendak dicapai dari setiap rantai suplai adalah untuk memaksimalkan nilai
yang dihasilkan secara keseluruhan (Chopra, 2001, page 5). Rantai suplai
yang terintegrasi akan meningkatkan keseluruhan nilai yang dihasilkan oleh
rantai suplai tersebut. Di dalam mencapai tujuan-tujuan supply chain tersebut,
maka diperlukan suatu pengembangan kompetensi supply chain secara
9
menyeluruh. Di dalam perspekstif supply chain management, ada tiga tipe
dasar dari kompetensi di dalam supply chain, yaitu :
1. Distinc, hal ini berhubungan dengan kompetensi yang menjamin adanya
unit bisnis yang unik sebagai keuntungan yang kompetitif.
2. Qualifying, hal ini berhubungan dengan persaingan kebutuhan di market
tertentu, seperti sertifikasi ISO-9000.
3. Basic, berhubungan dengan keperluan dalam mengejar kemampuan untuk
mengerjakan tugas-tugas yang tidak berhubungan langsung dengan
produk, misalnya pembayaran rekening telpon perusahaan. (Pires, Silvio,
Aravechia, dan Carlos, 2001)
2.1.2 Input dan Output Proses Supply Chain
Input proses supply chain meliputi sumber daya alam, manusia,
financial, dan sumber informasi. Perencana supply chain merencanakan,
melaksanakan, dan mengendalikan input ini ke dalam berbagai bentuk,
meliputi bahan mentah, barang setengah jadi, serta barang siap pakai.
Output proses supply chain meliputi keuntungan kompetitif untuk
organisasi, hasil dari orientasi pemasaran dan keefisienan serta keefektifan
operasional, pemanfaatan waktu dan tempat, dan perpindahan yang efisien ke
pelanggan. Output lainnya terjadi ketika pelayanan supply chain bercampur
sedemikian rupa sehingga menjadi aset milik organisasi.
10
2.1.3 Aktivitas Supply Chain Management
Menurut Miranda (2001), aktivitas-aktivitas utama supply chain
management ada 13, yaitu :
1. Customer Service (Pelayanan Pelanggan)
2. Demand Forecasting (Peramalan Permintaan )
3. Inventory Management (Manajemen Persediaan)
4. Logistics Communication (Komunikasi Supply Chain Management)
5. Material Handling (Penanganan Material)
6. Order Processing (Proses Pemesanan)
7. Packaging (Pengemasan)
8. Dukungan Komponen dan Jasa
9. Pemilihan Lokasi dan Gudang
10. Procurement (Pengadaan Barang)
11. Reverse Logistics
12. Transportation
13. Gudang dan Penyimpanan
2.1.3.1 Customer Service (Pelayanan Pelanggan)
Customer service adalah salah satu aspek supply chain management
yang berkaitan antara pembeli, penjual, dan pihak ketiga. Yang menjadi ujung
tombak dari customer service suatu perusahaan adalah sumber daya manusia,
baik dari segi kemampuan kerja maupun pengalamannya.
11
Suatu proses yang berlangsung di antara pembeli, penjual, dan pihak
ketiga yang menghasilkan suatu nilai tambah untuk pertukaran produk atau
jasa dalam jangka waktu pendek seperti transaksi tunggal, ataupun jangka
panjang seperti hubungan berdasarkan kontrak. Nilai tambah ini juga terbagi
dalam masing-masing kelompok transaksi atau kontrak, yang dalam keadaan
lebih baik pada penyelesaian transaksi dibandingkan sebelum transaksi.
Dengan demikian, customer service merupakan proses penyediaan
keuntungan nilai tambah yang penting pada supply chain secara efektif.
2.1.3.2 Demand Forecasting (Peramalan Permintaan)
Peramalan adalah suatu seni atau ilmu membuat suatu proyek
mengenai kebutuhan yang akan datang dan bagaimana kondisi pada saat itu.
Bila ingin mendapatkan informasi mengenai peramalan secara berkala harus
digunakan teknik khusus untuk meramalkan permintaan yang akan datang dan
kondisi pasar. (Chopra, 2001)
Ramalan permintaan supply chain management yang akan datang
menentukan berapa banyak dari tiap barang yang diproduksi perusahaan yang
harus diangkut ke berbagai pasar. Selain itu, supply chain management harus
mengetahui dimana asalnya permintaan sehingga dapat menempatkan dan
menyimpan produk dengan jumlah yang tepat setiap area pasar. Perkiraan
akurat tentang permintaan yang akan datang memungkinkan supply chain
management untuk menyediakan sumber (anggaran belanja) pada aktivitas-
12
aktivitas yang akan melayani permintaan tersebut. Pengambilan keputusan
tanpa keyakinan akan menjadi kurang optimal, karena sangatlah sulit untuk
menyediakan sumber-sumber diantara aktivitas supply chain management
tanpa mengetahui jenis produk dan jasa yang akan diperlukan. Untuk itu,
sangatlah penting bagi organisasi untuk menjalankan beberapa tipe peramalan
permintaan dan mendiskusikan hasil tersebut dengan bagian pemasaran,
produksi, dan departemen supply chain management. Software komputer,
analisis trend, perkiraan pokok penjualan, ataupun metode lain, dapat
membantu pembuatan ramalan yang diperlukan.
2.1.3.3 Inventory Management (Manajemen Persediaan)
Aktivitas pengendalian persediaan (invetory control activity) bersifat
kritis karena membutuhkan dukungan financial atau pemeliharaan persediaan
produk yang cukup untuk mempertemukan kebutuhan pelanggan dengan
kebutuhan produksi. Bahan baku dan komponennya, WIP (work in process)
dan persediaan barang jadi, semuanya menghabiskan ruang fisik, waktu kerja,
dan modal. Uang yang diinvestasikan pada persediaan tidak tersedia untuk
dipergunakan.
Alasan pengadaan persediaan dalam perusahaan antara lain :
a. Memungkinkan perusahaan mencapai skala ekonomi.
b. Menyeimbangkan persediaan dan permintaan.
c. Memungkinkan spesialisasi produk.
13
d. Melindungi ketidakpastian permintaan dan siklus pemesanan.
2.1.3.4 Logistics Communication (Komunikasi Supply Chain
Management)
Sukses dalam lingkungan bisnis jaman ini membutuhkan manajemen
sistem komunikasi yang kompleks. Komunikasi yang efektif harus
berlangsung dalam:
a. Organisasi, suppliers, dan pelanggan.
b. Fungsi utama dalam organisasi, seperti supply chain management,
perekayasaan, keuangan, pemasaran, dan produksi.
c. Ketiga belas aktivitas lainnya.
d. Berbagai jenis aspek dari tiap aktivitas supply chain management, seperti
koordinasi gudang material, WIP, dan barang akhir.
e. Berbagai anggota kegiatan supply chain management lain, seperti
pelanggan, atau penyedia sekunder yang secara tidak langsung
berhubungan dengan perusahaan.
2.1.3.5 Material Handling (Penanganan Material)
Penanganan material berhubungan dengan setiap aspek gerakan atau
aliran bahan baku, bahan setengah jadi, dan barang jadi dalam pabrik atau
gudang. Tujuan penanganan material adalah:
14
a. Menyederhanankan dan menghapuskan sistem penanganan material
apapun yang memungkinkan.
b. Meminimalkan jarak tempuh.
c. Meminimalkan barang setengah jadi.
d. Menyediakan aliran bebas yang serentak dari bottleneck.
e. Meminimalkan kerugian akibat pembuangan, kerusakan dan pencurian.
Perusahaan mengeluarkan biaya setiap saat dilakukan penanganan
barang. Bila dirasakan penanganan tidak memberikan nilai bagi setiap produk,
seharusnya dibuat seminimum mungkin. Untuk barang-barang dengan nilai
unit yang rendah, proporsi biaya penanganan material untuk biaya total
produk merupakan salah satu hal yang perlu dipertimbangkan. Dengan
analisis material yang cepat, manajemen material dapat menyimpan sejumlah
yang berarti bagi organisasi.
2.1.3.6 Order Processing (Proses Pemesanan)
Komponen-komponen proses pemesanan terbagi ke dalam 3 kelompok
sebagai berikut:
a. Elemen Operasional (Operational Elements)
Meliputi pemasukan pesanan atau perubahan pesanan, penjadwalan,
persiapan pengiriman pesanan dan pemfakturan.
b. Elemen Komunikasi (Communication Elements)
15
Meliputi modifikasi pesanan, status penyelidikan pesanan, peniruan dan
percepatan pesanan, koreksi kesalahan, dan permintaan informasi produk.
c. Kredit dan Elemen Pengumpulan (Credit and Collection Elements)
Meliputi pemeriksaan kredit dan proses penerimaan atau pengumpulan
rekening.
2.1.3.7 Packaging (Pengemasan)
Fungsi dari proses pengemasan memiliki peran ganda, yaitu:
a. Melindungi produk dari kerusakan ketika akan disimpan atau diangkat.
b. Pengemasan yang pantas dapat memudahkan penyimpanan serta
pemindahan produk, sehingga mengurangi biaya penanganan material.
2.1.3.8 Parts and Service Support (Komponen-komponen dan
Pelayanan Pendukung)
Salah satu aktivitas pemasaran perusahaan adalah memberikan
pelayanan pasca penjualan kepada pelanggan, seperti penyediaan bagian-
bagian pengganti ketika produk rusak atau tidak berfungsi sebagaimana
mestinya.
16
2.1.3.9 Plant and Warehouse Site Selection (Seleksi Lokasi
Pabrik dan Tempat Penyimpanan)
Pergudangan merupakan bagian integral dari semua sistem supply
chain management yang berperan penting dalam melayani pelanggan dengan
total biaya seminimum mungkin. Gudang juga merupakan jaringan primer
diantara produsen dan pelanggan yang digunakan untuk menyimpan
persediaan selama seluruh bagian proses supply chain management berjalan.
Terdapat dua tipe dasar persediaan, yaitu:
a. Bahan mentah, komponen-komponen dan bagian-bagiannya (persediaan
fisik).
b. Barang jadi akhir (distribusi fisik).
2.1.3.10 Purchasing and Procurement (Pembelian dan
Pengadaan Barang)
Istilah purchasing dan procurement sering tertukar, meskipun berbeda
pelaksanaannya. Purchasing pada umumnya berhubungan dengan pembelian
aktual material dan segala aktivitas yang berhubungan dengan proses
pembelian. Sedangkan aktivitas procurement dikenal sebagai process-oriented
dan strategic.
Tujuan dari purchasing:
a. Memberikan aliran material, persediaan, dan pelayanan yang
berkesinambungan yang dibutuhkan unutk menjalankan organisasi.
17
b. Meminimalkan investasi persediaan dan kerugian.
c. Menjaga dan memperbaiki kualitas.
d. Menemukan dan mengembangkan keinginan supplier.
e. Menstandarisasi di mana kemungkinan barang dibeli.
f. Pembelian barang yang diperlukan dan pelayanan pada tingkat total biaya
terendah.
g. Mengembangkan posisi organisasi ynag kompetitif.
h. Mencapai keharmonisan, hubungan kerja yang produktif dengan area
fungsional lainnya dalam organisasi.
i. Menyempurnakan sasaran pembelian pada kemungkinana tingkat biaya
administrasi terendah.
2.1.3.11 Reverse Logistics
Penanganan barang-barang retur, baik berupa salvage dan scrap
disposal, merupakan bagian dari proses yang berkaitan erat dengan reverse
logistics, dan juga merupakan komponen supply chain management yang
memerlukan perhatian lebih. Apalagi pelanggan menuntut kebijaksaan retur
yang lebih fleksibel yang lebih berhubungan dengqan proses daur ulang dan
lingkungan hidup. Barang-barang diretur disa diakibatkan karena kerusakan
produk, kadaluarsa, kesalahan pengiriman, dan alasan lainnya.
18
2.1.3.12 Transportation (Tansportasi)
Fungsi transportasi berhubungan dengan bagian dalam dan luar
departemen supply chain management. Dengan bagian financial (freight
bills/biaya pengiriman), engineering (pengemasan, transportasi peralatan),
manajemen persediaan (bahan baku, komponen, gudang barang jadi), hukum
(kontrak gudang dan alat angkut), produksi (pengiriman tepat waktu),
purchasing (pemilihan supplier), marketing/sales (standar pelayanan
pelanggan), receiving (klaim, dokumentasi), dan pergudangan (supply
peralatan dan penjadwalan).
Mode transportasi merupakan bagian utama dalam perpindahan
produk dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Perusahaan dapat memilih mode
transportasi dari 6 mode transportasi yang tersedia:
a. Air : mode transportasi paling mahal tapi paling cepat.
b. Truck : mode transportasi relatif cepat, tidak mahal dengan fleksibilitas
tinggi.
c. Rail : mode transoprtasi yang tidak mahal, biasanya digunakan untuk
pengiriman dalam jumlah sangat besar.
d. Ship : mode transportasi terlambat namun biasanya sering digunakan
karena mode ini merupakan satu-satunya pilihan untuk pengiriman ke
luar pulau.
e. Pipeline : biasa digunakan untuk mengalirkan minyak atau udara.
19
f. Electronic transportation : mode transportasi terbaru elektronik melalui
internet.
2.1.3.13 Warehouse and Storage (Pergudangan dan
Penyimpanan)
Produk harus disimpan dalam pabrik atau pada suatu tempat sebelum
dijual. Semakin besar waktu antara produksi dan konsumsi, semakin besar
pula tingkat atau jumlah persediaan yang dibutuhkan. Aktivitas pergudangan
dan penyimpanan meliputi keputusan mengenai apakah fasilitas penyimpanan
seharusnya milik sendiri dikontrakkan atau disewakan, perencanaan dan
perancangan fasilitas penyimpanan, pertimbangan produk gabungan (seperti
apakah produk seharusnya disimpan), prosedur pengamanan dan pemeliharaan
pelatihan personalia dan pengukuran produktvitas.
2.2 Kualitas
Di bawah ini dijelaskan mengenai pengertian kualitas dari sisi
memenuhi keinginan dan kebutuhan dengan biaya yang kompetitif, variasi,
dimensi-dimensi kualitas dan biaya kualitas.
2.2.1 Pengertian Kualitas
Kualitas atau mutu suatu barang atau jasa selalu menjadi patokan
penilaian bagi konsumen untuk menentukan apakah ia akan menggunakan
20
produk atau jasa dari perusahaan tesebut. Kualitas dapat dipandang dari
berbagai sudut pandang yang berbeda. Garvin (1989) berdasarkan
pengalamannya menyimpulkan pandangan mengenai kualitas produk ke
dalam delapan bagian yang disebutnya sebagai delapan dimensi, yaitu kualitas
(performance), keistimewaan produk (features), kehandalan (reliability),
kesesuaian (conformance), keawetan (durability), kegunaan (serviceability),
estetika (aesthics), dan kualitas yang dipersepsikan (perceived quality). A.V.
Feigenbaum mengatakan bahwa mutu produk dan jasa dapat diidentifikasikan
sebagai “keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran,
rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan yang memuat produk dan jasa yang
digunakan dapat memenuhi harapan-harapan pelanggan”.
Sementara itu, pendapat-pendapat yang diungkapkan oleh ahli kualitas
juga memberikan pengaruh normatif terhadap pengertian mengenai kualitas.
Misalnya Deming, menyatakan kualitas sebagai kesesuaian (conformance),
Juran menyatakannya sebagai kemampuan untuk digunakan (fitness for use),
atau kerugian yang diberikan kepada masyarakat (lost imparted to society)
oleh Taguchi.
Adanya berbagai pendapat mengenai kualitas seperti yang disebutkan
di atas mempunyai pengaruh dalam berbagai bidang. Orang sering
mempunyai kesan yang salah mengenai kualitas dan kemudian
menterjemahkan kualitas sebagai efek atau indikator yang tidak selalu
berhubungan secara langsung dengan kualitas itu sendiri. Misalnya sebagai
harga, biaya, pangsa pasar, kemampulabaan, dan produktivitas. Karena itu,
21
untuk mendapatkan kesamaan pengertian, The International Standard
Organization mendefinisikan kualitas sebagai berikut :
Kualitas adalah totalitas dari keistimewaan dan karakteristik suatu produk
atau jasa yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memenuhi
kebutuhan konsumen baik yang tersirat maupun yang tersurat.
2.2.2 Kualitas Proses Supply chain management
Byrne dan Markham (1991) mengatakan bahwa kualitas dalam proses
supply chain management berarti memenuhi keinginan dan harapan pelanggan
dalam hal-hal sebagai berikut :
a. Kemudahan penempatan order dan transmisi order.
b. Keakuratan, kelengkapan, dan ketidakrusakan order.
c. Ketepatan waktu dan kecepatan respon para pendukung penjualan.
d. Keakuratan, ketepatan waktu penyampaian informasi di antara fungsi-
fungsi bisnis yang ada dan dengan bagian eksternal untuk mendukung
perencanaan, manajemen, dan pengambilan keputusan untuk aktivitas-
aktivitas yang ada di atas.
2.2.3 Teknik Pengukuran
Menurut Byrne dan Markham (1991), pada dasarnya pengukuran dapat
digunakan untuk :
1. Memfasilitasi komunikasi
22
Pengukuran membantu menetapkan suatu definisi mengenai suatu hal
sehingga semua bagian dapat bekerja berdasarkan suatu dasar pengertian
yang sama. Penyeleksian dan definisi pengukuran pada dasarnya sangat
penting. Misalnya, sangat tidak berguna bila kita membicarakan tentang
kualitas ketepatan waktu kecuali bila perusahaan dan pelanggannya setuju
mengenai pengertian ketepatan waktu sebenarnya.
2. Mengidentifikasi bagian-bagian yang memerlukan perbaikan
Orang cenderung membandingkan kegiatan-kegiatan mereka. Orang ingin
mengetahui apakah mereka telah melakukan hal yang lebih baik dari
tahun kemarin atau apakah biaya yang dikeluarkan sekarang telah
memenuhi anggaran? Atau apakah kita sudah membuat pelanggan
bahagia? Kebanyakan para profesional tidak puas dengan jawaban ya atau
tidak saja. Mereke menginginkan suatu pengukuran yang akan
memberitahu seberapa baik kegiatan mereka dibandingkan dengan tahun
yang lalu, seberapa besar mereka memenuhi kuota mereka, seberapa jauh
hasil kompetisi mereka, melalui seberapa besar memenuhi anggaran, dan
seberapa bahagianya pelanggan mereka. Apabila jawaban dari pertanyaan
di atas tidak sesuai dengan harapan manager, pengukuran membantu
untuk mengidentifikasi bagian yang memerlukan perbaikan.
3. Mengumpulkan data-data untuk membantu kita untuk mengerti tentang
masalah tertentu
Dengan hanya mengetahui seberapa besar, seberapa banyak dan seberapa
jauh, belumlah cukup untuk mengkoreksi suatu masalah atau membuat
23
suatu perbaikan. Untuk mengerti suau permasalahan terkadang diperlukan
data-data yang melihat ke belakang mengenai apa yang terjadi dan
mengapa ini terjadi.
4. Mengevaluasi alternatif-alternatif
Pengukuran membantu dalam mengevaluasi alternatif-alternatif untuk
perbaikan dengan menyediakan suatu pengertian objektif dari
perbandingan.
5. Mencari kemungkinan pencapaian target
Ketika perusahaan memilih suatu alternatif dan mengimplementasikan
perbaikan, pengukuran memegang peranan penting untuk mengukur
kemungkinan pencapaian target.
6. Mengkuantifikasi dan memberikan laporan hasil perbaikan
Pengukuran merupakan faktor yang sangat diperlukan dalam
mengkuantifikasi dan memberikan laporan hasil perbaikan. Untuk
beberapa perusahaan, proses kualitas dan perbaikan produktivitas
merupakan investasi utama dalam hal manjemen waktu, komitmen, dan
pendukung. Kegiatan perbaikan memerlukan beberapa tingkat investasi.
Dengan memiliki pengukuran untuk mengkuantifikasi hasil, manajemen
dapat mengidentifikasi keuntungan dari investasi ini.
24
2.3 Pengukuran Kualitas Supply Chain
Sejak beberapa tahun terakhir ini, isu mengenai penilaian kualitas
menarik perhatian sejumlah perusahaan di dunia. Akan tetapi, kebanyakan
studi-studi yang ada hanya difokuskan pada kualitas proses manufacturing
dan diasosiasikan dengan indikator keuangan. Dengan semakin pesatnya
perkembangan industri dunia, maka penting adanya pengembangan dari
konsep penilaian kualitas di bidang supply chain management. Di dalam
bidang ini, konsep-konsep seperti partnership, outsourcing, vendor managed
inventory, dan lain sebagainya diperlukan untuk membantu di dalam
pengukuran suatu kualitas supply chain. (Pires, Silvio, Aravechia, dan Carlos,
2001)
Ukuran kualitas merupakan suatu nilai atau karakteristik untuk
mengukur suatu output atau hasil. Pengukuran kualitas di dalam supply chain
sangat penting dilakukan di industri-industri yang ingin meningkatkan
kompetensinya sebagai industri yang kuat. Industri-industri pada umumnya
melakukan pengukuran kualitas terhadap supply chain nya dengan tujuan
untuk mengurangi biaya-biaya, memenuhi customer satisfaction, dan
meningkatkan keuntungan mereka. (Klapper dan Vivar, 1999)
Sebagian besar perusahaan-perusahaan tidak mempunyai pandangan
yang luas mengenai kualitas supply chain sehingga sulit melakukan
perbaikan-perbaikan yang diperlukan bagi perusahaannya. Di dalam
pengukuran kualitas terdiri dari dua bagian utama, yaitu pengukuran kualitas
25
itu sendiri dan analisa terhadap hasil pengukuran kualitas. Pengukuran
kualitas dan analisanya dapat digunakan untuk :
‐ Memberi pandangan yang luas dalam proses supply chain dan cara-cara
perbaikannya.
‐ Memberi pandangan mengenai permintaan di dalam proses supply chain.
‐ Pengontrol biaya.
‐ Pengontrol kualitas.
‐ Menentukan level dan pengontrol dari pelayanan terhadap konsumen.
(Trienekens dan Hvolby, 2000)
Pengukur kualitas supply chain harus mengandung indikator-indikator.
Indikator tersebut sebaiknya harus berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut :
‐ Aspek-aspek apa saja yang harus diukur?
‐ Bagaimana mengukur aspek-aspek tersebut?
‐ Bagaimana menggunakan hasil pengukuran itu untuk menganalisa,
memperbaiki, dan mengontrol kualitas rantai produktivitas?
Di dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, bukanlah merupakan
tugas yang mudah. Banyak indikator-indikator yang harus disiapkan dan
perlu menggunakan ukuran-ukuran yang disesuaikan dengan kondisi
perusahaan.
Ada beberapa sifat yang harus dipenuhi oleh indikator, yaitu :
‐ Universality (bersifat umum dan mudah diukur).
26
‐ Measurability (menjamin bahwa data-data yang diperlukan memang
dapat diukur).
‐ Consistency (menjamin konsistensi pengukuran).
(Pires, Silvio, Aravechia, dan Carlos, 2001)
2.3.1 Supply Chain Operators Reference (SCOR) Model
Salah satu metode pengukuran kualitas supply chain adalah Supply
Chain Operations Reference (SCOR) Model , yang dikembangkan oleh suatu
lembaga profesional, yaitu Supply Chain Council (SCC). Process Reference
Model merupakan proses untuk mendapatkan suatu kerangka (framework)
pengukuran yang terintegrasi. (Supply Chain Council,2001)
SCOR Model merupakan suatu cara sebuah perusahaan untuk
mengkomunikasikan sebuah kerangka yang menjelaskan mengenai supply
chain secara detail, mendefinisikan, dan mengkategorikan proses-proses yang
membangun sebuah supply chain. Selain itu SCOR Model juga membangun
metriks-metriks pengukuran yang diperlukan dalam pengukuran kualitas
supply chain. (Klapper dan Vivar, 1999). Adapun bentuk dari supply chain
yang digambarkan oleh SCOR Model adalah :
27
Gambar 2.1 : Supply Chain Model
Sumber : Supply-Chain Council, www.supply-chain.org
Ada lima ruang lingkup dari proses SCOR, yaitu :
a. PLAN, yaitu proses-proses yang berkaitan dengan keseimbangan
antara permintaan aktual dengan apa yang telah direncanakan.
b. SOURCE, yaitu proses-proses yang berkaitan dengan pembelian
material atau bahan baku untuk memenuhi permintaan yang ada.
c. MAKE, yaitu proses-proses yang berhubungan dengan proses
transformasi bahan baku menjadi produk setengah jadi maupun
produk jadi untuk memenuhi permintaan yang ada.
d. DELIVER, yaitu proses-proses yang berkaitan dengan persediaan
barang jadi, termasuk didalamnya mengenai manajemen transportasi,
warehouse yang semuanya itu untuk memenuhi permintaan
konsumen.
e. RETURN, yaitu proses-proses yang berkaitan dengan proses
pengembalian produk karena alas an tertentu, misalnya karena
28
produk tidak sesuai dengan permintaan konsumen, dan lain
sebagainya.
Di dalam SCOR Model dibagi menjadi level-level untuk melakukan
kualitasnya. Di dalam level satu SCOR Model dimunculkan setiap aspek yang
akan diukur, misalnya realibility, responsiveness, flexibility, cost, dan assets.
Dari masing-masing aspek itu, di dalamnya terdapat metriks-metriks
pengukuran yang akan diukur. Adapun contoh-contoh metriks yang ada di
dalam metode SCOR Model adalah sebagai berikut :
A. Aspek Reliability
1. Delivery performance, yaitu jumlah produk yang diterima tepat pada
waktunya.
2. Inventory inaccurancy, yaitu besarnya penyimpangan antara jumlah
fisik persediaan yang ada di gudang dengan catatan / dokumentasi
yang ada.
3. Defect rate, yaitu tingkat pengembalian material cacat yang
dikembalikan ke supplier.
B. Aspek Responsiveness
1. Planning Cycle Time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyusun
jadwal produksi.
2. Source Item Responsiveness, yaitu waktu yang dibutuhkan supplier
untuk memenuhi kebutuhan perusahaan apabila terjadi peningkatan
jumlah jenis material tertentu dari permintaan awal suatu order.
29
C. Aspek Flexibility
1. Minimum Order Quantity, yaitu jumlah unit minimum yang bisa
dipenuhi supplier dalam setiap kali order.
2. Make Volume Flexibility, yaitu prosentase peningkatan yang dapat
dpenuhi oleh produksi dalam kurun waktu tertentu.
D. Aspek Cost
1. Defect Cost, yaitu biaya yang digunakan untuk menggantikan produk
cacat.
2. Machine Maintenance Cost, yaitu biaya perawatan mesin-mesin
industry.
E. Aspek Assets
1. Payment Term, yaitu rata-rata selisih waktu antara permintaan material
dengan waktu pembayaran ke supplier.
2. Cash-to-cash cycle Time, yaitu waktu dari perusahaan mengeluarkan
uang untuk pembelian material sampai dengan perusahaan menerima
uang pembayaran dari konsumen.
Level dua dari SCOR, digambarkan mengenai mapping supply chain
perusahaan yang akan diukur kualitasnya. Sedangkan untuk level tiganya,
setiap komponen yang ada di-mapping level dua, di-breakdown sehingga
mendapatkan sesuatu yang detail dari komponen-komponen tersebut. Pada
level tiga juga sudah mulai dilakukan penentuan parameter dari setiap metriks
dan komponen yang akan diukur. (Supply Chain Council)
30
2.4 Perancangan Strategi Supply Chain Management
(Supply Chain Design Strategy)
Marshall Fisher membuat suatu kerangka kerja (frame work) yang
dapat membantu manajer perusahaan untuk memahami ciri-ciri dari
permintaan (demand) akan produk mereka dan menyesuaikan supply chain
management untuk memenuhi permintaan tersebut.
Fisher menyebutkan bahwa suatu produk dapat dikategorikan sebagai
produk fungsional atau produk inovatif dan setiap kategori produk
membutuhkan manajemen supply chain management yang berbeda.
2.4.1 Permintaan dan Penawaran
1. Produk (Permintaan) Fungsional
Merupakan produk yang dapat memenuhi kebutuhan dasar, bersifat
stabil dan tidak banyak berubah sepanjang waktu, mempunyai permintaan
yang lebih mudah diprediksi dan siklus hidup yang panjang (long life
cycle) dan tersedia di banyak outlet penjualan, seperti toko grosir dan
SPBU.
Sifat produk ini yang stabil membuat terjadinya kompetisi dengan
tingkat margin keuntungan yang rendah.
Menurut Fisher, ciri-ciri produk fungsional adalah sebagai berikut :
• Product life cycle lebih dari dua tahun.
31
• Contribution margin yang rendah ( lima hingga 20 persen).
• Variasi produk yang rendah (hanya sepuluh sampai 20 macam
variasi produk).
• Kesalahan (error) dalam peramalan permintaan sebesar 10
persen.
• Lead time dari waktu pemesanan hingga produksi
membutuhkan waktu enam bulan hingga satu tahun.
2. Produk (Permintaan) Inovatif
Merupakan produk yang dibuat dengan inovasi teknologi dan
design yang lebih tinggi, dengan tingkat variasi produk yang tinggi, yang
dapat menghasilkan profit margin yang lebih besar. Produk inovatif ini
dapat membuat alasan tambahan bagi konsumen untuk membeli produk
tersebut. Produk inovatif mempunyai life cycle yang singkat (hanya
beberapa bulan), karena dengan inovasi teknologi dan design yang selalu
terjadi membuat perusahaan harus selalu membuat produk yang baru.
Menurut Hau Lee, perbedaan antara produk fungsional dan produk
inovatif adalah sebagai berikut :
32
Demand Characteristics Supply Characteristic
Functional Innovative Stable Envolving Low demand uncertainty High demand uncertainty Less breakdowns Vulnerable to breakdowns More predictable demand Difficult to forecast Stable and higher yields Variable and lower yields Stable demand Variable demand Less quality problems Potential quality problems Long product life Short selling season More supply sources Limited supply sources Low inventory cost High inventory cost Reliable suppliers Unreliable suppliers Low profit margin High profit margin Less process changes More process changes
Low product variety High product variety Less capacity constraints
Potential capacity constrained
Higher volume Low volume Easier to change over Difficult to change over Low stockout cost High stockout cost Flexible Inflexible Low obsolescence High obsolescence Dependable lead times Variable lead time
Tabel 2.1 : Demand and Supply Uncertainty Characteristics
Sumber : Operations Management : For Competitive, 2001
Hau Lee berpendapat bahwa produk inovatif dan fungsional
mencerminkan karakteristik permintaan (demand) akan suatu produk, dan
sisi supply juga merupakan faktor yang mempengaruhi strategi supply
chain management. Pada sisi supply, ada dua macam karakteristik yaitu
proses penawaran yang stabil (stable supply process) dan proses
penawaran yang berkembang (evolving supply process).
3. Proses Penawaran yang stabil
Merupakan proses penawaran dimana proses manufaktur dan
teknologi yang digunakan sudah matang (mature) dan supplier sudah
33
jelas. Proses manufaktur pada umumnya sudah terotomatisasi, tingkat
kompleksitas dalam proses manufaktur rendah dan supplier bahan baku
lebih banyak.
4. Proses Penawaran yang berkembang
Merupakan proses penawaran dimana proses manufaktur dan
teknologi yang digunakan masih dalam tahap pengembangan dan berubah
dengan cepat. Supplier bahan baku masih terbatas baik dari sisi
pengalaman maupun dalam memasok bahan baku. Proses manufaktur
membutuhkan banyak penyesuaian dan perubahan.
Berdasarkan kategori permintaan dan penawaran di atas, maka
dapat dibuat matriks permintaan dan penawaran sebagai berikut :
Demand Uncertainty
Low (Functional Products) High (Innovative
Products)
Supp
ly U
ncer
tain
ty
Low (Stable Process) Grocery, basic apparel, food, oil and gas
Fashion apparel, computers, popular music
Efficient Supply Chain Responsive Supply Chain
High (Envolving Process)
Hydroelectric power, some food produce
Telecom, high-end computers, semiconductor
Risk-Hedging Supply Chain Agile Supply Chain
Tabel 2.2 : Hau Lee’s Uncertainty Framework
Sumber : Operations Management : For Competitive, 2001
34
2.4.2 Strategi Supply Chain Management
Menurut Lee, ada empat macam strategi supply chain management
berdasarkan karakteristik permintaan dan penawaran.
1. Efficient Supply Chain (Supply Chain Management yang Efisien )
Merupakan supply chain management yang menggunakan strategi dengan
tujuan mencapai tingkat efisiensi biaya tertinggi. Untuk mencapai tingkat
efisiensi tersebut, aktivitas yang bersifat non value added harus
dihilangkan, teknik / strategi harus dijalankan untuk mendapatkan
kapasitas optimal di dalam produksi dan distribusi, dan membangun
jaringan informasi untuk memastikan terjadinya perpindahan informasi
dengan efektif, efisien, dan akurat.
2. Risk Hedging Supply Chain (Supply Chain Management yang
Membatasi Resiko)
Merupakan supply chain management yang menggunakan strategi dengan
tujuan mengumpulkan dan menyebarkan sumber daya di dalam aliran
barang sehingga resiko terjadinya gangguan dapat diperkecil.
Jika hanya mengandalkan satu macam supply source dan terjadi suatu
resiko gangguan, maka akan mengganggu keseluruhan proses produksi.
Namun, jika perusahaan menggunakan lebih dari satu supply source atau
alternatif supply source, maka resiko terjadinya gangguan akan
diperkecil.
35
Teknologi informasi menjadi key success factor, mengingat informasi
real time pada inventory dan demand (permintaan) akan memberikan
keuntungan berupa efektivitas dan efisiensi pengaturan dan pengiriman
barang di antara perusahaan-perusahaan yang saling menyimpan supply
source di inventory.
3. Responsive Supply Chain (Supply Chain Management yang
Responsif)
Merupakan supply chain management yang menggunakan strategi dengan
tujuan membuat perusahaan menjadi responsif dan fleksible terhadap
tantangan yang ada serta dapat menjawab kebutuhan konsumen dengan
diversifikasi produk. Untuk dapat menjadi bersifat responsif, suatu
perusahaan menggunakan sistem produksi build to order dan proses
produksi yang customized dalam jumlah besar untuk dapat memenuhi
kebutuhan konsumen yang spesifik.
4. Agile Supply Chain (Supply Chain Management yang Tangkas)
Merupakan supply chain management yang menggunakan strategi dengan
tujuan menjadi responsif dan fleksible terhadap kebutuhan konsumen, dan
menghadapi resiko kekurangan supply source atau gangguan proses
produksi dengan melakukan pooling inventory / pengumpulan persediaan
dan sumber daya lainnya.
Intinya, supply chain management ini menggabungkan strategi dari
supply chain management responsif dan supply chain management
pembatas resiko. Supply chain management ini disebut tangkas karena
36
mampu menjadi responsif terhadap perubahan, diversifikasi dan
ketidakpastian permintaan konsumen, sambil meminimalkan terjadinya
resiko gangguan proses produksi akibat kurangnya supply source.