Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengendalian Internal
1. Pengertian Pengendalian Intern
Pengendalian Internal menurut Horngren (2009:390) dalam Dewi,
dkk, pengendalian intern adalah rencana organisasional dan semua
tindakan yang dirancang untuk mengamankan aktiva, mendorong
karyawan untuk mengikuti kebijakan perusahaan, meningkatkan efisiensi
operasi, memastikan catatan akuntansi yang akurat dan dapat diandalkan.
Sedangkan menurut Hery (2016:159) pengendalian internal adalah
seperangkat kebijakan dan prosedur untuk melindungi aset atau kekayaan
perusahaan dari segala bentuk tindakan penyalahgunaan, menjamin
tersedianya informasi akuntansi perusahaan yang akurat, serta memastikan
bahwa semua ketentuan (peraturan) hukum/Undang-Undang serta
kebijakan manajemn telah dipatuhi atau dijalankan sebagaimana mestinya
oleh seluruh karyawan perusahaan. Pengendalian internal dilakukan untuk
memantau apakah kegiatan operasional maupun financial perusahaan
telah berjalan sesuai dengan prosedur dan kebijakan yang telah ditetapkan
oleh manajemen.
10
Dengan adanya atau penerapan sistem pengendalian internal secara
ketat maka diharapkan bahwa seluruh kegiatan operasional perusahaan
dapat berjalan dengan baik menuju tercapainya maksimalisasi profit.
Pada dasarnya, faktor efisiensi dan efekvititas unit/perusahaan
merupakan dua hal yang juga merupakan sasaran dari diterapkannya
pengendalian internal, karena jika pengendalian internal tidak berjalan
sebagaimana yang diharapkan, maka kemungkinan besar (hampir dapat
dipastikan) akan timbul yang namanya inefisiensi (pemborosan sumber
daya), yang pada akhirnya tentu saja hal ini hanya akan membebani tingkat
profitabilitas (keuntungan) perusahaan menurut Hery (2016:159-160).
Menurut Dasaratha V.Rama-Frederick L.Jones (2008:132)
pengendalian internal (internal control) adalah suatu proses, yang
dipengaruhi oleh dewan direksi entitas, manajemen, dan personel lainnya,
yang dirancang untuk memberikan kepastian yang beralasan terkait
dengan pencapaian sasaran kategori sebagai berikut: (1) efektivitas dan
efisiensi operasi, (2) keandalan pelaporan keuangan, dan (3) ketaatan
terhadap huku, dan peraturan yang berlaku.
Menurut IAPI (2011:319.2) dalam Thorman Lumbanraja,
Pengendalian Intern adalah suatu proses yang dIjalankan oleh dewan
komisaris, manajemen dan personel lain entitas yang didesain untuk
memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan
11
berikut ini: (a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektivitas dan efisiensi
operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
Menurut Mulyadi (2013:163) sistem pengendalian intern meliputi
struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan
untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan
data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya
kebijakan manajemen. Definisi sistem pengendalian intern tersebut
menekankan tujuan yang hendak dicapai dan bukan pada unsur-unsur
yang membentuk sistem tersebut. Dengan demikian, pengertian
pengendalian intern tersebut diatas berlaku baik dalam perusahaan yang
mengolah informasinya secara manual, dengan mesin pembukuan,
maupun dengan komputer.
2. Komponen Pengendalian Internal
Menurut The Committee of Sponsoring Organization (COSO)
(2013), Pengendalian internal terdiri dari lima komponen yaitu:
a. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Lingkungan pengendalian adalah seperangkat standar, proses dan
struktur yang memberikan dasar untuk melaksanakan pengendalian
internal di seluruh organisasi. Dalam Committee of Sponsoring
Organization (COSO) (2013), terdapat lima prinsip yang berkaitan
dengan lingkungan pengendalian antara lain:
1) Komitmen terhadap integritas dan nilai etika
12
Organisasi menunjukkan komitmen terhadap integritas dan
nilai-nilai etika.
2) Melaksanakan tanggung jawab pengawasan
Dewan komisaris independen terhadap manajemen dan
melaksanakan pengawasan terhadap pengembangan dan kinerja
pengendalian internal.
3) Menetapkan struktur, wewenang dan tanggungjawab
Manajemen menetapkan, dengan pengawasan dewan komisaris,
struktur, jalur pelaporan, kewenangan, dan tanggung jawab
dalam mencapai tujuan.
4) Komitmen terhadap kompetensi
Organisasi menunjukkan komitmen untuk mendapatkan,
mengembangkan, dan mempertahankan individu yang kompeten
dalam upaya pencapaian tujuan organisasi.
5) Mendorong akuntabilitas atas sistem pengendalian internal
Organisasi mendorong individu mengemban akuntabilitas atas
tanggung jawabnya terhadap pengendalian internal.
b. Penilaian Risiko(Risk Assessment)
13
Setiap entitas menghadapi berbagai risiko dari sumber eksternal
maupun internal risiko didefinisikan sebagai kemungkinan suatu
peristiwa yang akan terjadi dan mempengaruhi pencapaian tujuan.
Penilaian risiko melibatkan proses yang dinamis dan berulang untuk
mengidentifikasi dan menilai risiko terhadap pencapaian tujuan.
Risiko terhadap pencapaian tujuan dianggap relatif atau tergantung
pada toleransi risiko yang ditetapkan entitas. Dengan demikian,
penilaian risiko membentuk dasar untuk menentukan bagaimana
risiko akan dikelola.
Dalam Committee of Sponsoring Organization (COSO) (2013),
terdapat empat prinsip yang berkaitan dengan penilaian risiko antara
lain:
1) Menentukan tujuan
Organisasi menetapkan tujuan dengan kejelasan yang cukup
untuk memungkinkan identifikasi dan penilaian risiko.
2) Mengidentifikasi dan menganalisis risiko
Organisasi mengidentifikasi risiko terkait dengan pencapaian
tujuan di seluruh entitas dan menganalisis risiko sebagai dasar
untuk menentukan bagaimana risiko harus dikelola.
3) Menilai risiko fraud
14
Organisasi mempertimbangkan potensi terjadinya fraud dalam
menilai risiko terhadap pencapaian tujuan.
4) Mengidentifikasi dan menganalisis perubahan signifikan
Organisasi mengidentifikasi dan menilai perubahan yang dapat
mempengaruhi sistem pengendalian internal secara signifikan.
c. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
Aktivitas pengendalian adalah tindakan yang ditetapkan melalui
kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan arahan
manajemen untuk mengurangi risiko terhadap pencapaian tujuan.
Aktivitas pengendalian dilakukan disemua tingkat entitas, pada
berbagai tahap dalam proses bisnis, dan pada lingkungan teknologi.
Aktivitas pengendalian bersifat preventif atau detektif dan dapat
mencakup berbagai kegiatan manual maupun otomatis, seperti
otorisasi dan persetujuan, verifikasi, rekonsiliasi, dan ulasan kinerja
bisnis. Dalam Committee of Sponsoring Organization (COSO)
(2013), terdapat tiga prinsip yang berkaitan dengan aktivitas
pengendalian antara lain:
1) Mengembangkan aktivitas pengendalian
15
Organisasi menyeleksi dan membangun aktivitas pengendalian
yang mendukung upaya mitigasi risiko sehingga risiko berada
pada level yang dapat diterima.
2) Mengembangkan kontrol umum atas teknologi
Organisasi telah menyeleksi dan membangun aktivitas
pengendalian umum dengan menggunakan teknologi untuk
mendukung tercapainya tujuan.
3) Merinci ke dalam kebijakan dan prosedur
Organisasi menerapkan aktivitas pengendalian sebagaimana
tercerminnya pada kebijakan yang menetapkan apa yang
diharapkan dan dalam prosedur yang relevan untuk
melaksanakan kebijakan
d. Informasi dan komunikasi (Information and Communication)
Informasi diperlukan entitas untuk melaksanakan tanggung jawab
pengendalian internal untuk mendukung pencapaian tujuan
manajemen menggunakan informasi yang relevan untuk mendukung
berfungsinya komponen lain dari pengendalian internal. Komunikasi
bersifat terus menerus yang menyediakan berbagai dan memperoleh
informasi yang diperlukan. Komunikasi internal adalah sarana untuk
menyebarkan informasi ke seluruh organisasi.
16
Hal tersebut memungkinkan personil atau karyawan menerima
pesan yang jelas dari manajer senior yang mengontrol tanggung
jawab. Komunikasi eksternal adalah dua kali lipat dari komunikasi
internal yang menyediakan informasi kepada pihak eksternal dalam
menanggapi kebutuhan dan harapan pihak eksternal. Dalam
Committee of Sponsoring Organization (COSO) (2013), terdapat tiga
prinsip yang berkaitan dengan informasi dan komunikasi antara lain:
1) Menggunakan informasi yang relevan
Organisasi memperoleh atau menghasilkan dan menggunakan,
informasi yang berkualitas dan relevan untuk mendukung
berfungsinya seluruh komponen pengendalian internal.
2) Komunikasi internal yang efektif
Organisasi mengkomunikasikan informasi secara internal,
termasuk tujuan dan tanggung jawab pengendalian internal yang
diperlukan untuk mendukung fungsi pengendalian internal.
3) Komunikasi eksternal yang efektif
Organisasi berkomunikasi dengan pihak luar mengenai hal
terkait dengan berbagai hal yang dapat mempengaruhi
berfungsinya seluruh komponen pengendalian internal.
17
e. Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan adalah evaluasi berkelanjutan, evaluasi terpisah atau
beberapa kombinasi dari keduanya yang digunakan untuk memastikan
apakah masing-masing dari lima komponen pengendalian internal ada
dan berfungsi.
Evaluasi berkelanjutan dibangung dalam proses bisnis pada
tingkat yang berbeda dari entitas, memberikan informasi yang tepat
waktu, sedangkan evaluasi terpisah dilakukan secara periodik, akan
bervariasi dalam lingkup dan frekuensi tergantung pada penilaian
risiko, efektivitas evaluasi yang berkelanjutan dan pertimbangan
manajemen lainnya, temuan akan dievaluasi terhadap kriteria yang
ditetapkan oleh regulator. Kriteria yang diakui badan penetapan
standar atau manajemen dan dewan direksi dan kekurangan
dikomunikasikan kepada manajemen dan dewan direksi yang sesuai.
Dalam Committee of Sponsoring Organization (COSO) (2013),
terdapat dua prinsip yang berkaitan dengan pengawasan antara lain:
1) Evaluasi berkelanjutan dan/atau terpisah
Organisasi memilih, mengembangkan, dan melakukan evaluasi
berkelanjutan dan/atau terpisah untuk memastikan apakah
komponen pengendalian internal eksis dan berfungsi baik.
18
2) Mengevaluasi dan melaporkan setiap kekurangan
Organisasi mengevaluasi dan mengkomunikasikan kekurangan
pengendalian internal secara tepat waktu kepada pihak-pihak
yang bertanggung jawab untuk mengambil tindakan korektif,
termasuk manajemen senior dan dewan direksi.
3. Tujuan Pengendalian Internal
a. Tujuan pengendalian internal menurut Mulyadi (2010:163) adalah
sebagai berikut:
1) Menjaga kekayaaan organisasi
Kekayaan fisik suatu perusahaan dapat dicuri, disalahgunakan
atau dihancurkan karena kecelakaan kecuali jika kekayaan
tersebut dilindungi dengan pengendalian yang memadai.
Begitu juga dengan kekayaan perusahaan yang tidak memiliki
wujud fisik seperti piutang dagang akan rawan oleh kekurangan
jika dokumen penting dan catatan tidak dijaga.
2) Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi
Manajemen memerlukan informasi keuangan yang diteliti dan
andal untuk menjalankan kegiatan usahanya. Banyak informasi
akuntasi yang digunakan oleh manajemen untuk dasar
pengambilan keputusan penting. Pengendalian internal
19
dirancang untuk memberikan jaminan proses pengolahan data
akuntansi mencerminkan perubahan kekayaan perusahaan.
3) Mendorong efisiensi
Pengendalian internal ditujukan untuk mencegah dipublikasi
usaha yang tidak perlu atau pemborosan dalam segala kegiatan
bisnis perusahaan dan untuk mencegah penggunaan sumber daya
perusahaan yang tidak efisien.
b. Tujuan dari pengendalian internal tidak lain adalah untuk memberikan
jaminan yang memadai menurut Hery (2016:160) bahwa:
1) Aset yang dimiliki oleh perusahaan telah diamankan sebagaimana
mestinya dan hanya digunakan untuk kepentingan perusahaan
semata, bukan untuk kepentingan individu (perorangan) oknum
karyawan tertentu. Dengan demikian, pengendalian internal
diterapkan agar seluruh aset perusahaan dapat terlindungi dengan
baik dari tindakan penyelewengan, pencurian dan
penyalahgunaan yang tidak sesuai dengan wewenangnya dan
kepentingan perusahaan.
2) Informasi akuntansi perusahaan tersedia secara akurat dan dapat
diandalkan. Ini dilakukan dengan cara memperkecil resiko baik
atas salah saji laporan keuangan yang disengaja (kecurangan)
maupun yang tidak disengaja (kelalaian).
3) Karyawan telah mentaati hukum dan peraturan.
20
4. Prinsip Pengendalian Internal
Prinsip pengendalian internal menurut Hery (2016:162-170)
dijelaskan sebagai berikut:
a. Penetapan tanggung jawab
Karakteristik yang paling utama (paling penting) dari
pengendalian internal adalah penetapan tanggung jawab ke
masing-masing karyawan secara spesifik. Penetapan tanggung jawab
di sini agar supaya masing-masing karyawan dapat bekerja sesuai
dengan tugas-tugas tertentu (secara spesifik) yang telah dipercayakan
kepadanya. Pengendalian atas pekerjaan tertentu akan menjadi lebih
efektif jika hanya ada satu orang saja yang bertanggung jawab atas
sebuah tugas/pekerjaan tertentu tersebut.
b. Pemisahan tugas
Pemisahan tugas di sini maksudnya adalah pemisahan fungsi atau
pembagian kerja. Ada 2 (dua) bentuk yang paling umum dari
penerapan prinsip pemisahan tugas ini, yaitu:
1) Pekerjaan yang berbeda seharusnya dikerjakan oleh karyawan
yang berbeda pula.
2) Harus adanya pemisahan tugas antara karyawan yang menangani
pekerjaan pencatatan aset dengan karyawan yang menangani
langsung aset secara fisik (operasional).
21
Rasionalisasi dari pemisahan tugas adalah bahwa
tugas/pekerjaan dari seorang karyawan seharusnya dapat
memberikan dasar yang memadai untuk mengevaluasi pekerjaan
karyawan lainnya.
c. Dokumentasi
Dokumen memberikan bukti bahwa transaksi bisnis atau
peristiwa ekonomi telah terjadi. Dengan membubuhkan atau
memberikan tanda tangan (atau inisial) ke dalam dokumen, orang
yang bertanggung jawab atas terjadinya sebuah transaksi atau
peristiwa dapat diidentifikasi dengan mudah.
d. Pengendalian fisik, mekanik, dan elektronik
Penggunaan pengendalian fisik, mekanik, dan elektronik
sangatlah penting. Pengendalian fisik terutama terkait dengan
pengamanan aset. Pengendalian mekanik dan elektronik juga
mengamankan aset.
Penggunaan pengendalian fisik, mekanik, dan elektronik yaitu
sebagai berikut:
1) Uang kas dan surat-surat berharga sebaiknya disimpan dalam safe
deposits box;
2) Catatan-catatan akuntansi yang penting juga harus disimpan
dalam filling cabinet yang terkunci;
22
3) Tidak semua atau sembarangan karyawan dapat keluar masuk
gudang tempat penyimpanan persediaan barang dagangan;
4) Penggunaan kamera dan televisi monitor;
5) Adanya sistem pemadam kebakaran atau alarm yang memadai;
6) Penggunaan password system dan lain-lain.
e. Pengecekan independen atau verifikasi internal
Kebanyakan sistem pengendalian internal memberikan
pengecekan independen atau verifikasi internal. Prinsip ini meliputi
peninjauan ulang, perbandingan, dan pencocokan data yang telah
disiapkan oleh karyawan lainnya yang berbeda.
Kebutuhan akan pengecekan independen meningkat karena
struktur pengendalian internal cenderung berubah setiap saat kalau
tidak terdapat mekanisme penelaahan yang sering. Pegawai mungkin
akan menjadi lupa atau dengan sengaja tidak mengikuti prosedur, atau
menjadi ceroboh jika tidak ada orang yang meninjau ulang dan
mengevaluasi hasil pekerjaannya. Salah saji baik yang disengaja
maupun yang tidak disengaja mungkin dapat saja terjadi tanpa melihat
kualitas dari sistem pengendalian yang selama ini telah dijalankan.
Cara yang paling murah untuk melakukan verifikasi internal adalah
dengan menerapkan pemisahan tugas. Dalam perusahaan besar,
oengecekan independen sering dilakukan oleh auditor internal.
Auditor internal di sini adalah karyawan perusahaan yang bertugas
23
secara terus menerus untuk melakukan evaluasi mengenai keefisienan
dan keefektivan sistem pengendalian internal perusahaan.
5. Keterbatasan Pengendalian Internal
Keterbatasan pengendalian internal menurut Hery (2016:170) sistem
pengendalian internal perusahaan pada umumnya dirancang untuk
memberikan jaminan yang memadai bahwa aset perusahaan telah
diamankan secara tepat dan bahwa catatan akuntansi dapat diandalkan.
Pada dasarnya, konsep jaminan yang memadai ini sangat terkait langsung
dengan sebuah asumsi yang mengatakan bahwa biaya yang dikeluarkan
untuk membentuk/menerapkan prosedur pengendalian seharusnya jangan
sampai melebihi manfaat yang diperkirakan akan timbul/dihasilkan dari
pelaksanaan prosedur pengendalian tersebut.
Keterbatasan pengendalian internal menurut Hery (2016:170)
meliputi:
1) Faktor Manusia
Faktor yang sangat penting sekali dalam setiap pelaksanaan
sistem pengendalian internal, sebuah sistem pengendalian yang
baik akan dapat menjadi tidak efektif oleh karena adanya
karyawan yang kelelahan, ceroboh, atau bersikap acuh tak acuh.
24
2) Persekongkolan (Kolusi)
Dimana kolusi ini akan dapat secara signifikan mengurangi
keefektivaa sebuah sistem dan mengeliminasi proteksi yang
ditawarkan dari pemisahan tugas.
3) Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan juga dapat memicu keterbatasan
pengendalian internal. Dalam perusahaan yang berskala kecil,
sebagai contoh, mungkin akan sangat sulit untuk menerapkan
pemisahan tugas atau memberikan pengecekan
independen/verifikasi internal, mengingat satu karyawan
mungkin saja dapat merangkap mengerjakan beberapa pekerjaan
yang berbeda sekaligus.
6. Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Pengendalian
Pengendalian, meskipun dibuat dengan cermat, tidak selalu mencapai
tujuan seperti yang diinginkan mereka yang membuatnya. Hal ini
disebabkan meskipun pada dasarnya pengendalian dirancang untuk
membantu manajer agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan lebih
baik, namun dalam kenyataannya banyak manajer yang memandang
pengendalian sebagai sebuah gangguan, ancaman ataupun tantangan yang
harus diatasi. Aldag dan Stearns (1987) dalam Sawyer (2005) dalam buku
Kurniawan (2012:104-105), mengidentifikasi empat macam reaksi negatif
terhadap sistem pengendalian antara lain:
25
a. Dianggap sebagai permainan
Pengendalian dilihat sebagai sebuah tantangan, sesuatu yang harus
dikalahkan dan bukan sebagai alat yang berguna bagi manajemen.
b. Dianggap sebagai objek sabotase
Pegawai organisasi berusaha untuk merusak sistem pengendalian,
menciptakan kebingungan, dan merancang proyek dengan
karakteristik yang kompleks. Tujuannya adalah untuk membuat
sistem tidak beroperasi, tidak dapat diandalkan dan terlalu rumit.
Atau, seseorang bahkan dapat mengabaikan keseluruhan sistem.
Reaksi ini merupakan bentuk penyimpangan perilaku yang terjadi
pada diri seorang pegawai sehingga pegawai yang bersangkutan
tidak hanya mengabaikan sistem namun juga dapat mengacaukan
sistem pengendalian yang ada.
c. Informasi yang tidak akurat
Manajer melakukan manipulasi informasi untuk membuat dirinya
dan unitnya kelihatan lebih baik atau menciptakan data yang salah
sehingga pengendalian tidak beroperasi dengan semestinya.
d. Ilusi pengendalian
26
Manajer memberikan kesan bahwa sistem pengendalian memang
berfungsi dengan baik sementara dalam kenyataannya sistem
tersebut diabaikan atau disalahartikan. Hasil yang baik dikatakan
sebagai hasil dari sistem. Hasil yang tidak baik dikatakan bersumber
dari kondisi yang tidak biasa yang berada diluar sistem.
B. Efektivitas Pengendalian Internal
Efektivitas terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan
hasil yang sesungguhnya dicapai (Mahmudi, 2005:94). Mardiasmo
(2016:134), efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi
mencapai tujuannya, apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka
organisasi tersebut di katakan telah berjalan dengan efektif. Menurut Akmal
(2007) ciri-ciri pengendalian internal efektif yaitu sebagai berikut:
1. Tujuannya jelas. Jika suatu pengendalian internal tidak dapat dimengerti,
prosedur pengendalian tersebut tidak akan digunakan dan tidak memiliki
nilai.
2. Dibangun untuk tujuan bersama. Suatu pengendalian internal harus dapat
dimanfaatkan oleh seluruh pengguna atau seluruh pihak yang berkaitan.
3. Biaya yang dikeluarkan dapat mencapai tujuan.
4. Didokumentasikan. Proses dokumentasi yang baik yakni proses
dokumentasi yang sederhana dan dapat dengan mudah dimengerti, jelas
hubungannya dengan rasio pengendalian, dan memberikan keyakinan
kepada manajemen bahwa pengendalian internal berada pada tempatnya.
27
5. Dapat diuji dan di-review. Proses pengendalian dan manajemen serta
dokumentasinya dapat diuji dan di-review untuk dapat disempurnakan
atau dapat diperbarui jika proses pengendalian internal yang dilakukan
sudah tidak sesuai dengan kondisi pada saat pengendalian dilakukan.
C. Persediaan
1. Pengertian Persediaan
Persediaan (Inventory) adalah sumber daya ekonomi fisik yang perlu
diadakan dan dipelihara untuk menunjang kelancaran produksi, meliputi
bahan baku (raw material), produk jadi (finish product), komponen
rakitan (component), bahan pembantu (substance material) dan barang
sedang dalam proses pengerjaan (working in process inventory) (Haming,
2014:4).
Menurut Kartikahadi et al, 2012:278, (dalam Fitriana Eka Binti)
Persediaan adalah sebuah asset lancar untuk perusahaan pada umumnya,
yaitu “perusahaan dagang, manufaktur, pertanian, kehutanan,
pertambangan, kontraktor bangunan, dan penjual jasa tertentu”. Hal ini
yang membuat akuntansi persediaan menjadi salah satu masalah
terpenting bagi perusahaan-perusahaan tertentu.
Persediaan adalah total bahan baku, bahan pada prosedur, dan bahan
jadi hak perusahaan dagang atas tujuan menjual atau memproses lebih
lanjut. Kesimpulannya bahwa persediaan adalah seluruh entitas yang
menunjukkan suatu istilah sari sumber daya yang ada dengan proses
28
bertujuan untuk mengantisipasi terhadap segala kemungkinan yang terjadi
adanya permintaan maupun ada masalah lainnya (Menurut Mulyadi, 2008,
dalam Wijaya Stefanny Hana).
Menurut (IAI, 2007:92, dalam Cynthia Amanda), melalui pernyataan
standar akuntansi keuangan (PSAK) N0.14 paragraf 03 mendefinisikan
persediaan adalah sebagai berikut:
a. yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa,
b. dalam proses produksi untuk penjualan tersebut,
c. dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa
Persediaan merupakan barang yang dimiliki oleh perusahaan yang
akan dijual, digunakan (diproduksi) atau dikonsumsi. Persediaan
diklasifikasi tergantung pada apakah perusahaan adalah perusahaan
dagang atau perusahaan manufaktur. Untuk perusahaan dagang,
persediaannya dinamakan persediaan barang dagangan, dimana barang
dagangan ini dimiliki oleh perusahaan dan sudah langsung dalam bentuk
siap untuk dijual dalam kegiatan bisnis norma perusahaan sehari-hari.
2. Jenis-Jenis Persediaan
Penggolongan persediaan secara garis besar yaitu menurut
(Stice,2009, dalam Kusuma) yaitu:
29
a. Persediaan bahan baku (raw material), perusahaan barang-barang
yang dibeli untuk digunakan dalam proses produksi. Sebagian bahan
baku diambil langsung dari sumber aslinya. Persediaan bahan baku
dibagi menjadi dua:
1) Bahan baku langsung (direct material)
2) Bahan baku tidak langsung (inderect material)
b. Barang dalam proses (goods in process), terdiri atas bahan-bahan
yang telah diproses, namun masih membutuhkan pengerjaan lebih
lanjut sebelum dapat dijual. Persediaan ini terdiri atas tiga komponen
biaya:
1) Bahan baku langsung
2) Tenaga kerja langsung
3) Overhead pabrik
c. Barang jadi (finished goods), merupakan produk/barang yang telah
selesai diproduksi dan menjadi persediaan perusahaan yang siap
untuk dijual.
3. Peranan persediaan
Persediaan pada dasarnya mempermudah atau memperlancar jalannya
operasi perusahaan yang harus dilakukan secara berturut-turut untuk
memproduksi barang-barang serta menyampaikan kepada pelanggan.
Persediaan bagi perusahaan, antara lain berguna untuk:
30
a. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang atau
bahan-bahan yang dibutuhkan perusahaan.
b. Menumpuk bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga
dapat digunakan bila bahan itu tidak ada dalam pasaran.
c. Mempertahankan stabilitas atau kelancaran operasi perusahaan.
d. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan sebaik-baiknya.
e. Membuat produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaan atau
penjualannya.
4. Fungsi Persediaan
Persediaan memiliki beberapa fungsi penting bagi perusahaan, yaitu
sebagai berikut menurut (Aini,2011) dalam Lakoy Prilly :
a. Agar dapat memenuhi permintaan yang diantisipasi akan terjadi.
b. Untuk menyeimbangkan produksi dengan distribusi.
c. Untuk memperoleh keuntungan dari kuantitas, karena membeli dalam
jumlah yang banyak ada mendapatkan diskon.
d. Untuk hedging dari inflasi dan perubahan harga.
e. Untuk menghindari kekurangan persediaan yang dapat terjadi karena
cuaca, kekurangan pasokan, mutu, dan ketidaktepatan pengiriman.
f. Untuk menjaga kelangsungan operasi dengan cara persediaan dalam
proses.
31
5. Tujuan Pengelolaan Persediaan
Menurut (Agus, 2009:4), suatu pengendalian persediaan yang
dijalankan oleh suatu perusahaan sudah tentu memiliki tujuan-tujuan
tertentu. Pengendalian persediaan yang dijalankan adalah untuk menjaga
tingkat persediaan pada tingkat yang optimal sehingga diperoleh
penghematan-penghematan untuk persediaan tersebut. Hal inilah yang
dianggap penting untuk dilakukan perhitungan persediaan sehingga dapat
menunjukkan tingkat persediaan yang sesuai dengan kebutuhan dan dapat
menjaga kontinuitas produksi dengan pengorbanan atau pengeluaran biaya
yang ekonomis.
Tujuan pengelolaan persediaan adalah:
a. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan
cepat (memuaskan konsumen).
b. Menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak
mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya
proses produksi, hal ini dikarenakan:
1) Kemungkinan barang (bahan baku dan penolong) menjadi langka
ssehingga sulit diperoleh.
2) Supplier terlambat mengirimkan barang yang dipesan.
c. Untuk mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan penjualan
dan laba perusahaan.
32
d. Fungsi yang terkait dengan persediaan.
6. Metode Pencatatan Persediaan
Menurut Kieso (2008:404-406), metode pencatatan ada dua yaitu:
a. Sistem Perpetual
Sistem perpetual yaitu semua pembelian dan penjualan barang
dicatat secara langsung ke akun persediaan pada saat terjadi.
Karakteristik akuntansi dari sistem persediaan perpetual adalah:
1) Pembelian barang dagang untuk dijual atau pembelian bahan
baku untuk produksi di debet ke persediaan bukan ke pembelian.
2) Biaya transportasi masuk, retur pembelian dan pengurangan
harga, serta diskon pembelian di debet ke persediaan dan bukan
ke akun terpisah.
3) Harga pokok penjualan diakui untuk setiap penjualan dengan
mendebet akun harga pokok penjualan dan mengkredit
persediaan.
4) Persediaan merupakan akun pengendalian yang didukung oleh
buku besar pembantu yang berisi catatan persediaan individual.
Buku besar pembantu memperlihatkan kuantitas dan biaya dari
setiap jenis persediaan yang ada ditangan.
b. Sistem Periodik
33
Sistem periodik yaitu kuantitas persediaan di tangan ditentukan,
seperti yang tersirat oleh namanya, secara periodik. Semua pembelian
persediaan selama periode akuntansi dicatat dengan mendebet akun
pembelian. Total akun pembelian pada akhir periode akuntansi
ditambah ke biaya persediaan ditangan pada awal periode untuk
menentukan total biaya barang yang tersedia untuk dijual selama
periode berjalan.
Perhitungan fisik persediaan yang diharuskan oleh sistem
persediaan periodik dilakukan sekali setahun pada setiap akhir tahun.
Akan tetapi, sebagian besar perusahaan membutuhkan informasi
mutakhir mengenai tingkat persediaan untuk melindunginya dari
stockout atau over purchasing dan untuk membantu penyusunan data
keuangan bulanan atau kuartalan. Sebagai akibatnya, banyak
perusahaan menggunakan sistem persediaan perpetual yang
dimodifikasi, dimana hanya penurunan dan kenaikan kuantitas yang
disimpan dalam catatan persediaan yang terinci. Catatan ini hanya
merupakan perangkat momerandum diluar sistem. Berpasangan yang
membantu menentukan tingkat persediaan pada suatu waktu tertentu.
7. Metode Penilaian Persediaan
a. Penilaian Persediaan Berdasarkan Harga Pokok
Menurut Stice et al. (2009:585-589) ada bebarapa macam metode
penilaian persediaan yang umum digunakan, yaitu:
34
1) Identifikasi Khusus
Pada metode ini, biaya dapat dialokasikan ke barang yang
terjual selama periode berjalan dan ke barang yang ada ditangan
pada akhir periode berdasarkan biaya aktual dari unit tersebut.
Metode identifikasi khusus memerlukan suatu cara untuk
mengidentifikasikan biaya historis dari setiap unit persediaan.
Dengan identifikasi khusu, arus biaya yang dicatat disesuaikan
denga arus fisik barang.
2) Metode Biaya Rata-Rata (Average)
Metode ini membebankan biaya rata-rata yang sama ke setiap
unit. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa barang yang
terjual seharusnya dibebankan dengan biaya rata-rata, yaitu
rata-rata tertimbang dari jumlah unit yang dibeli pada tiap harga.
Metode rata-rata dapat dianggap sebagai sebagai metode yang
realistis dan pararel dengan arus fisik barang khususnya ketika
ada percampuran dari unit persediaan yang identik.
3) Metode First In First Out (FIFO) atau Masuk Pertama Keluar
Pertama
Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa unit yang terjual
adalah unit yang terlebih dahulu masuk. FIFO dianggap sebagai
sebuah pendekatan yang logis dan realistis tehadap arus biaya
ketika penggunaan metode identifikasi khusus adalah tidak
35
memungkinkan atau tidak praktis. FIFO mengasumsikan bahwa
arus biaya yang mendekati paralel dengan arus fisik dari barang
yang terjual. FIFO memberikan kesempatan kecil untuk
memanipulasi keuntungan karena pembebanan biaya ditentukan
oleh urutan terjadinya biaya. Selain itu di dalam FIFO unit yang
tersisa pada persediaan akhir adalah unit yang paling akhir dibeli,
sehingga biaya yang dilaporkan akan mendekati atau sama
dengan biaya penggantian di akhir periode.
4) Metode Last In First Out (LIFO) Barang Masuk Terakhir Keluar
Pertama
Metode ini didasarkan pada asumsi bahawa barang yang
paling berulah yang terjual. Metode LIFO sering dikritik secara
teoritis tetapi metode ini adalah metode yang paling baik dalam
pengaitan biaya persediaan dengan pendapatan. Apabila metode
LIFO digunakan selama periode inflasi atau harga naik, LIFO
akan menghasilkan harga pokok yang lebih tinggi, jumlah laba
kotor yang lebih rendah dan nilai persediaan akhir yang lebih
rendah. Dengan demikian LIFO cenderung memberikan
pengaruh yang stabil terhadap margin kotor, karena pada saat
terjadinya kenaikan harga LIFO mengaitkan biaya yang tinggi
saat dalam perolehan barang-barang dengan harga jual yang
meningkat. Dengan menggunakan LIFO persediaan dilaporkan
dengan menggunakan biaya dari pembelian awal. Jika LIFO
36
digunakan dalam waktu yang lama, maka perbedaan antara nilai
persediaan saat ini dengan biaya LIFO akan semakin besar.
b. Penilaian Persediaan Selain dari Harga Pokok
Dalam beberapa kasus, persediaan dapat dinilai selain dari harga
pokok. Menurut Warren, dkk, (2005:456), mengatakan bahwa situasi
macam itu timbul apabila biaya penggantian barang-barang
persediaan lebih rendah dari biaya yang tercatat dan persediaan tidak
dapat dijual pada harga jual normal karena cacat, usang, perubahan
gaya, atau penyebab lainnya.
D. PENGELOLAAN PERSEDIAAN
1. Pengelolaan Persediaan Barang Dagang
Pengelolaan persediaan barang dagangan merupakan aktivitas yang
selalu melekat pada persediaan barang dagangan karena melalui
pengelolaan persediaan barang dagangan yang efektif akan memberikan
pendapatan maksimal bagi perusahaan. Menurut Wilson dan Campbell
(2001:428), pengelolaan persediaan secara luas meliputi pengarahan arus
dan penanganan barang secara wajar mulai dari penerimaan sampai
37
dengan pergudangan dan penyimpanan menjadi barang dalam pengelolaan
dan barang jadi sampai berada di tangan pelanggan.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur
pengelolaan barang dagangan terdiri dari:
a. Prosedur Pesanan Pembelian Barang Dagang
Biasanya dilakukan oleh departemen pembelian yang dipimpin
oleh kepala pembelian umum. Dalam keadaan apapun, prosedur
sistematis harus dinyatakan dalam bentuk tertulis untuk menetapkan
tanggungjawab dan untuk memberikan informasi yang lengkap
mengenai penggunaan seluruh barang yang diterima.
38
Bagian Gudang
Mulai
Membuat
Surat
Permintaan
Pembelian
2
1
Surat Permintaan
Pembelian
1
Prosedur Pesanan Pembelian Barang Dagang
T
Bagian Pembelian
1
1
Surat Permintaan
Pembelian
Membuat
Surat Order
Pembelian
3
2
Pemasok
T
1
Surat Order
Pembelian
2
Gambar 2.1 Flowchart Prosedur Pesanan Pembelian Barang Dagang
b. Prosedur Penerimaan Persediaan Barang Dagang
Kegiatan dalam prosedur penerimaan persediaan barang
dagangan adalah penanganan fisik atas persediaan barang dagangan
yang diterima dan mengirimkannya kepada bagian gudang. Jenis dan
kuantitas barang yang diterima harus diverifikasi secara hati-hati.
Verifikasi ini dalam perusahaan besar dilakukan dua kali, pertama
39
pada waktu barang diterima oleh bagian penerimaan dan yang kedua
pada waktu barang diterima oleh bagian gudang untuk disimpan.
c. Prosedur Penyimpanan Persediaan Barang Dagang
Prosedur penyimpanan barang dimulai dari penerimaan barang
dari departemen penerimaan yang dilampirkan dengan laporan
penerimaan yang diteruskan ke gudang. Tujuan penyimpanan barang
di gudang adalah untuk mencegah dan mengurangi kerugian yang
timbul akibat pencurian dan kerusakan barang. Yang bertanggung
jawab disini adalah kepala gudang, artinya barang harus disimpan
dalam gudang agar tetap terjaga baik kualitasnya maupun
kuantitasnya. Persediaan barang dagangan yang ada digudang harus
dikelompokkan menurut jenis, ukuran dan sifat sehingga akan
memudahkan bila diperlukan.
40
Prosedur Penerimaan dan penyimpana
Persediaan Barang Dagang
Bagian Penerimaan
2
Surat Order
Pembelian
2
Menerima
barang dari
pemasok
Melakukan
pencocokan
copy FP dan
fisik obat
Bagian Penyimpanan
3
3
Obat disimpan
pada Gudang/
Etalase
Selesai
Obat
Gambar 2.2 Flowchart Prosedur Penerimaan dan Penyimpanan Barang Dagang
d. Prosedur Pengeluaran Persediaan Barang Dagang
Kepala gudang sebagai pejabat bagian penyimpanan biasanya
menerima instruksi tertulis yang didalamnya tercantum ketentuan
mengenai pengeluaran barang yaitu bahwa barang hanya boleh
dikeluarkan berdasarkan instruksi dari pejabat yang berwenang atau
berdasarkan bon permintaan barang dari bagian yang memerlukan
barang dagangan tersebut. Kepala gudang bertanggung jawab atas
pelaksanaan pengeluaran barang maupun kelengkapan dokumen
41
permintaan barang yang ditujukan kepada bagian gudang agar
mengeluarkan dan mengangkat barang ke tempat yang telah
ditentukan dan menyerahkan kepada personil yang mengajukan
dengan prosedur yang sesuai. Bagian gudang kemudian mengeluarkan
bukti pengeluaran barang yang di distribusikan kepada bagian
akuntansi, bagian yang meminta pengeluaran barang, serta arsip untuk
bagian gudang sendiri.
42
Mulai
Menerima
pesanan
Menyediakan
barang yang
dibutuhkan
sesuai pesanan
Bagian Penjualan
1
Bagian Administrasi/kasir
Setoran
Penjualan &
bukti transaksi
Prosedur Pengeluaran Persediaan
Barang Dagangan
Transaksi
Penjualan
3
2
pelanggan
T
1
Laporan kas
masuk
Membuat slip
setoran
1
Bukti Transaksi
2
1
Laporan
Keuangan
Direktur
T
Gambar 2.3 Flowchart Prosedur Pengeluaran Persediaan Barang Dagang
43
2. Pengelolaan Sediaan Farmasi di Apotek
a. Perancangan
Perencanaan adalah prediksi kebutuhan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan. Adapun ketentuan-ketentuan perencanaan
adalah :
1) Doelmatig adalah pengadaan persediaan berupa Perbekalan
Farmasi, ALKES dan PKRT yang harus sesuai dengan tujuan
atau rencana sebelumnya.
2) Rechmatig adalah pengadaan persedian yang harus sesuai
dengan hak atau kemampuan.
3) Wetmatig adalah pengadaan persediaan yang harus sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Penerapan pelaksanaan perencanaan di Apotek Intan
memakai cara Konsumsi yaitu dengan melihat obat yang sering
keluar dalam Resep dokter dan dengan mempertimbangkan
penyakit yang sering terjadi.
b. Pengadaan
Pengadaan adalah obat-obat yang persediaannya sudah mulai
habis atau menipis kemudian dituliskan dalam buku Defecta yang
merupakan catatan sediaan yang akan dipesan pada PBF.
44
c. Penerimaan
Penerimaan obat merupakan salah satu tanggung jawab
Apoteker dan Karyawan yang bertujuan untuk menghindari
kesalahan pemesanan. Penerimaan obat harus disesuaikan dengan
Surat Pesanan (SP) dengan menyamakan segala hal yang terdapat
dalam obat yang telah dipesan.
d. Penyimpanan
Penyimpanan perbekalan farmasi diatur berdasarkan :
1) Penggolongan Obat
Yaitu Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas, Obat Tradisional,
Kosmetik, ALKES dan PKRT.
2) Bentuk Sediaan
a) Liquida : Potio, Tetes Mata, Inheler
b) Semisolid : Salep, Krim, Gel, Ointment
c) Solid : Tablet, Kaplet, Kapsul
3) Alphabetis
4) Kelas Terapi
Tujuan penyimpanan ini adalah untuk menghindari
kesalahan pengambilan obat karena nama dan kemasan yang
hampir sama.
5) Berdasarkan Suhu
6) Metode FIFO, FEFO, dan LIFO
45
a) First In First Out (FIFO) adalah penyimpanan obat
berdasarkan obat yang datang lebih dulu dan dikeluarkan
lebih dulu.
b) First Expired First Out (FEFO) adalah penyimpanan obat
berdasarkan obat yang memiliki tanggal kadaluarsa lebih
cepat maka dikeluarkan lebih dulu.
c) Last In First Out (LIFO) adalah penyimpanan obat
berdasarkan obat yang terakhir masuk dikeluarkan terlebih
dahulu.
7) Untuk obat Narkotik dan Psikotropik harus disimpan di lemari
khusus dua pintu dengan ukuran 40×80×100 cm dilengkapi
kunci ganda.
e. Pendistribusian
Pendistribusian obat di apotek bisa dialurkan dari pabrik sebagai
produksi kemudian PBF sebagai penyalur lalu apotek sebagai
pelayanan dan pasien sebagai konsumen. Sebuah pabrik farmasi
tidak diperbolehkan untuk menjual langsung produk obat jadi kepada
konsumen.
f. Pencatatan
Pencatatan adalah suatu kegiatan dimana setiap obat yang masuk
atau keluar harus dicatat dalam buku pembelian atau buku
pendapatan. Dalam buku pembelian berisi semua catatan pembelian
46
obat yang sudah dipesankan dan disesuaikan dengan faktur.
Dalam buku pendapatan berisi semua catatan pengeluaran obat.
Pengeluaran obat Narkotik dan Psikotropik dicatat dalam Buku
Register Narkotik dan Psikotropik dengan mencatatkan nama serta
alamat pasien, nama obat, jumlah obat yang keluar, tanggal keluar
obat dan dokter yang memberikan resep.
g. Pelaporan
Pelaporan obat Narkotik dan Psikotropik dilaporkan setiap 1
bulan sekali ke Dinas Kesehatan (DINKES) yang dilakukan oleh
Apoteker.
h. Pemesanan
Pemesanan obat bebas dan obat bebas terbatas dilakukan
menggunakan Surat Pesanan (SP) yang ditandatangani oleh APA
yang terdiri dari 2 rangkap Surat Pesanan.
Pemesanan obat Narkotika menggunakan 4 rangkap Surat
Pesanan (SP) diantaranya untuk PBF, Dinas Kesehatan, BPOM dan
Arsip Apotek. Khusus untuk Narkotik ditandatangani oleh APA dan
dilengkapi dengan nama jelas, nomor izin kerja, stempel Apotek.
Pemesanan obat Psikotropik menggunakan Surat Pesanan (SP)
2 rangkap diantaranya untuk PBF dan arsip Apotek.
47
E. Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Hasil Penelitian
1. Nova Sumual
2014
Evaluasi Pengendalian
Intern Untuk Siklus
Persediaan Barang
Dagangan Pada SPBU
Kolongan
pengendalian internal untuk
siklus persediaan barang
dagangan pada SPBU
Kolongan sudah
Menerapkan unsur-unsur
pengendalian intern
berdasarkan COSO, dengan
efektif.
2. Cynthia Amanda
2015
Analisis Efektivitas
Sistem Pengendalian
Internal Atas Persediaan
Barang Dagang Pada
Grand Hardware
Manado
Pengendalian Internal atas
persediaan barang dagang di
Grand Hardware sudah
efektif, dimana adanya
pemisahan diantara
fungsi-fungsi terkait dengan
penerimaan dan pengeluaran
barang. Pemantauan
terhadap persediaan barang
dagangan juga dilakukan
secara periodik oleh bagian
logistik melalui kegiatan
stok opname, hanya ada
beberapa faktor penyusun
lingkungan pengendalian
yang belum dimiliki oleh
Grand Hardware seperti
auditor internal yang
merupakan faktor penting
terciptanya pengendalian
internal yang baik.
3. Sitti Amanah
Tontoli
2017
Analisis Efektifitas
Pengendalian Intern
Persediaan Barang
Dagangan Pada
PT.Kimia Farma
Apotek 74 Manado
Pengendalian Internal atas
persediaan barang dagang
yang diterapkan oleh
PT.Kimia Farma Apotek
telah efektif, karena telah
menjalankan unsur-unsur
pengendalian internal
persediaan secara efektif.