25
27 BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANG Dalam bab ini akan dibahas mengenai Aging Population, yakni lajunya pertumbuhan penduduk lansia. Fenomena yang tengah dihadapi oleh pemerintah Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis tenaga kerja khususnya dalam bidang kesehatan. 2.1 Fenomena Aging Population di Jepang Ada banyak sekali negara yang masuk kedalam daftar negara maju di dunia, salah satunya adalah Jepang. Secara geografis, Jepang berada pada posisi 35 o 41’LU – 139 o 46’BT dengan luas wilayahnya yang mencapai kurang lebih 377.944 km 2 . 49 Menjadi salah satu negara maju di dunia yang berasal dari Kawasan Asia Timur, tentu memiliki banyak sekali hal yang menarik untuk diperbincangkan. Tidak hanya membahas mengenai kemajuannya didalam sektor ekonomi dan industri, namun hal-hal terkait sosial politik hingga masyarakatnya juga menjadi hal yang menarik. Meskipun Jepang telah memiliki label sebagai salah satu negara maju di Asia Timur bahkan dunia, nampaknya negara tersebut masih memiliki permasalahan yang cukup signifikan terkait dengan tenaga kerja di negaranya. Permasalahan tenaga kerja yang tengah dihadapi oleh Jepang ini agaknya dilatar belakangi oleh berbagai faktor salah satunya adalah naiknya jumlah penduduk yang memasuki usia lanjut, hingga berdampak pada naiknya jumlah 49 JAPAN, diakses melalui www.bnp2tki.go.id/read/11941/JAPAN.html (18/08/2019, 08:45 WIB)

BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

27

BAB II

PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANG

Dalam bab ini akan dibahas mengenai Aging Population, yakni lajunya

pertumbuhan penduduk lansia. Fenomena yang tengah dihadapi oleh pemerintah

Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

tenaga kerja khususnya dalam bidang kesehatan.

2.1 Fenomena Aging Population di Jepang

Ada banyak sekali negara yang masuk kedalam daftar negara maju di

dunia, salah satunya adalah Jepang. Secara geografis, Jepang berada pada posisi

35o41’LU – 139o46’BT dengan luas wilayahnya yang mencapai kurang lebih

377.944 km2.49 Menjadi salah satu negara maju di dunia yang berasal dari

Kawasan Asia Timur, tentu memiliki banyak sekali hal yang menarik untuk

diperbincangkan. Tidak hanya membahas mengenai kemajuannya didalam sektor

ekonomi dan industri, namun hal-hal terkait sosial politik hingga masyarakatnya

juga menjadi hal yang menarik. Meskipun Jepang telah memiliki label sebagai

salah satu negara maju di Asia Timur bahkan dunia, nampaknya negara tersebut

masih memiliki permasalahan yang cukup signifikan terkait dengan tenaga kerja

di negaranya.

Permasalahan tenaga kerja yang tengah dihadapi oleh Jepang ini agaknya

dilatar belakangi oleh berbagai faktor salah satunya adalah naiknya jumlah

penduduk yang memasuki usia lanjut, hingga berdampak pada naiknya jumlah

49 JAPAN, diakses melalui www.bnp2tki.go.id/read/11941/JAPAN.html (18/08/2019, 08:45 WIB)

Page 2: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

28

pekerja yang mendekati usia pensiun dan minimnya jumlah pekerja usia

produktif.50 Sehingga, dengan adanya hal tersebut Jepang terancam akan

mengalami kekurangan tenaga kerja atau krisis tenaga kerja.

Meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut di Jepang yang berpengaruh

terhadap sektor ketenagakerjaannya, dipengaruhi oleh tingkat kesuburan

(fertilitas). Tingkat kesuburan (fertilitas) sendiri diartikan sebagai kemampuan

seorang wanita dalam menghasilkan keturunan hidup. Fertilitas berkaitan erat

dengan tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mundur

usia perkawinan maka semakin rendah tingkat fertilitas.51 Tinggi rendahnya

tingkat fertilitas penduduk umumnya berbanding terbalik dengan usia pernikahan

pertama, dimana ketika semakin muda usia pernikahan maka akan semakin tinggi

tingkat fertilitas dan begitu pun sebaliknya.52 Menurut Ida Bagus Mantra, tingkat

fertilitas penduduk dipengaruhi oleh berbagai faktor yang digolongkan kedalam

dua golongan yakni demografi dan non demografi53. Bukan hanya kedua faktor

50 Heryanah, Ageing Population dan Bonus Demografi Kedua di Indonesia, Jurnal Populasi, Vol.

23, No. 2 (2015), Sukabumi: Badan Pusat Statistik, hal. 3, diakses melalui

http://journal.ugm.ac.id/populasi/article/download/15692/10457 (09/06/2019, 12:15 WIB) 51 Lennaris Sinaga, dkk, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat fertilitas di Pedesaan (Studi

pada Desa Pelayangan Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten Batanghari), Jurnal Paradigma

Ekonomika, Vol. 12, No. 1 (Januari-Juni 2017), Prodi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi

dan Bisnis, Universitas Jambi, hal. 42-43, diakses melalui

https://media.neliti.com/media/publications/209637-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-tingkat.pdf

(27/06/2019, 23:05 WIB) 52 Ni Putu Vita Febriyanti, Made Dewi Urmila Sari, Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan

Demografi Terhadap Keputusan Perempuan Menikah Muda di Indonesia, Jurnal Kependudukan

dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Vol. XIII, No. 2 (Desember 2017), Bali: Fakultas

Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana, hal. 109, diakses melalui

https://ojs.unud.ac.id/index.php/piramida/article/view/39493 (27/06/2019, 23:20 WIB) 53 Dua golongan yang menjadi faktor penentu fertilitas menurut Ida Bagus yakni pertama, faktor

demografi yang mana mencakup perihal struktur penduduk, status perkawinan, usia perkawinan

pertama, dan proporsi penduduk yang kawin. Faktor kedua yakni non demografi yang meliputi

keadaan ekonomi, tingkat pendidikan, perbaikan status wanita, adanya urbanisasi dan juga

industrialisasi.

Page 3: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

29

tersebut, bahkan kebudayaan juga menjadi salah satu faktor yang menentukan

tingkat fertilitas penduduk suatu negara.54

Tingkat fertilitas untuk sebuah negara merupakan sebuah komponen yang

penting, apabila fertilitas menurun maka menurun pula angka kelahiran dalam

suatu negara salah satunya Jepang. Menurunnya jumlah kelahiran bayi di Jepang

yang dipengaruhi oleh fertilitas, kemudian berdampak pada aging population

yang saat ini tengah dihadapi oleh Jepang. Disebutkan bahwa jumlah penduduk

yang memasuki usia lanjut tiap tahun mengalami peningkatan.

Gambar 2. 1 Peningkatan Populasi Usia 65 Tahun ke Atas

Sumber : Population ages 65 and above, total, The World Bank55

54 Op.Cit.

Page 4: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

30

Dalam gambar grafik di atas ditunjukkan bahwa jumlah penduduk Jepang

yang berusia 65 tahun ke atas setiap tahun mengalami peningkatan. Jumlah

penduduk lansia terendah keseluruhan (laki-laki dan perempuan) adalah tahun

1960 yakni 5.199.270. Jumlah tersebut setiap tahun mulai meningkat, memasuki

tahun 1990 jumlah penduduk lansia mencapai angka 14.662.174. Setelah tahun

1990 pertumbuhan jumlah penduduk lansia di Jepang semakin meningkat hingga

mencapai angka tertinggi di tahun 2018 yakni total berjumlah 34.763.678 dari

total populasi penduduk Jepang yang ada.56

Dewasa ini aging population tidak hanya terjadi di satu atau dua negara,

namun hampir negara-negara maju di seluruh dunia mengalami aging population

atau populasi yang menua. Naiknya tingkat populasi yang menua ini

menimbulkan konsekuensi-konsekuensi baik dalam bidang ekonomi maupun

sosial, seperti turut meningkatnya angka ketergantungan, masalah pelayanan

publik dalam bidang kesehatan hingga perkembangan ekonomi seperti hal yang

berkaitan dengan tenaga kerja.57 Menurut apa yang tertulis dalam jurnal Alders

dan Broer (2005), struktur usia penduduk menjadi salah satu dari sekian banyak

faktor yang mempengaruhi pertumbuhan demografi, transisi ekonomi, kualitas

55 The World Bank, Population ages 65 and above, total, diakses melalui

https://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.65UP.TO?end=2018&locations=JP&start=1960&typ

e=points&view=chart (22/07/2019, 21:19 WIB) 56 Ibid. 57 Sreenivasarao Vepachedu, Aging Population, National Institutes of Health, Published on 12

February 2019, hal. 1, diakses melalui https://www.researchgate.net/publication/331071071

(27/06/2019, 16:38 WIB)

Page 5: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

31

dan mutu atau tingkat kehidupan, kesadaran sosial, kemajuan dalam bidang

kesehatan dan kebijakan mengenai keluarga berencana.58

Sebelum fenomena penurunan jumlah penduduk, menurunnya jumlah

kelahiran hingga aging population melanda Jepang, tercatat dalam sejarah bahwa

Jepang sebelumnya sempat mengalami baby boom59. Generasi baby-boomer

pertama yang dialami Jepang adalah pasca perang di tahun 1949. Pada saat itu

disebutkan, angka kelahiran di Jepang sekitar 2,69 juta kelahiran. Disusul generasi

baby-boomer kedua pada tahun 1970-an, dimana jumlah kelahiran kembali

meyentuh angka 2 juta setiap tahunnya.60

Namun setelah fenomena baby boom tersebut, jumlah populasi di Jepang

mengalami penurunan berikut dengan jumlah kelahiran, dimana tercatat tahun

1984 menurun hingga 1,5 juta. Jumlah tersebut kembali mengalami penurunan

hingga 1,1 juta di tahun 2015 dan turun kembali sebesar 1 juta pada tahun 2016.61

58 Zbigniew Dlugosz, Piotr Razniak, Risk of Population in Asia, Social and Behavioral Sciences,

Vol. 120 (Maret 2014), Polandia: Insitute of Geography, hal. 37, diakses melalui

http://scienedirect.com/science/article/pii/S1877042814016097 (13/06/2019, 21:21 WIB) 59 Baby-boomer merupakan generasi yang lahir di antara tahun 1946-1964, generasi ini merupakan

generasi yang memiliki sifat disiplin tinggi dan pekerja keras, kaku terhadap nilai-nilai, struktur

dan penghargaan, generasi yang begitu menjaga harga diri, merasa berpengalaman namun kurang

mengikuti perkembangan teknologi, dalam Tjitjik Hamidah, Mengenal Kohort: Veteran

Generation, Baby Boomers, Millennials, Gen X & Gen Z, Vol.4, No. 4 (Februari 2018), Fakultas

Psikologi, Universitas Persada Indonesia Y.A.I, diakses melalui https://buletin.k-

pin.org/index.php/arsip-artikel/242-mengenal-kohort-veteran-generation-baby-boomers-

millennials-gen-x-gen-z (20/07/2019, 22:29 WIB). Dalam sumber lain disebutkan bahwa, generasi

baby boom merupakan generasi yang lahir pada era berakhirnya perang dunia kedua, sehingga

perlu penataan ulang kehidupan. Generasi ini disebut sebagai generasi baby boom karena

tingginya kelahiran bayi di era tersebut, dalam Badan Pusat Statistik, 2018, Statistik Gender

Tematik: Profil Generasi Milenial Indonesia, Kerja sama Kementerian Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak dengan Badan Pusat Statistik, Jakarta: Kementerian Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak, hal. 17, diakses melalui

https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/9acde-buku-profil-generasi-milenia.pdf

(20/07/2019, 22:45 WIB) 60 The Japan Times, Face Challenges of A shrinking, Aging Population, diakses melalui

https://www.japantimes.co.jp/opinion/2019/01/10/editorials/face-challenges-shrinking-aging-

population/#.XTMGZFQzbIV (20/07/2019, 22:13 WIB) 61 Ibid.

Page 6: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

32

Munculnya aging population sebagai faktor yang mendorong penurunan jumlah

penduduk di Jepang saat ini, sejatinya berhubungan erat dengan fenomena

semakin menurunnya jumlah kelahiran bayi. Menurut perkiraan Kementerian

Kesehatan, jumlah penduduk Jepang tahun 2013 menurun sebanyak 244.000

penduduk, dimana jumlah tersebut lebih banyak jika dibandingakn dengan tahun

sebelumnya.62 Disisi lain, jumlah kelahiran bayi di tahun 2012 tercatat mengalami

penurunan hingga 6.000 kelahiran dari tahun sebelumnya. Sedangkan untuk angka

kematian naik sebesar 19.000 jiwa, apabila dibandingkan dengan tahun 2012.63

Menurut yang tercantum dalam data yang dikeluarkan oleh Biro Statistik

Jepang, pada tahun 2015 sebanyak 26,7% penduduk Jepang adalah mereka yang

telah berusia di atas 65 tahun. Jumlah tersebut diikuti oleh Italia yang memiliki

22,4% penduduk usia lanjut dan kemudian disusul oleh Jerman sebanyak 21,2%.

Dari data tersebut juga dipaparkan prediksi dimana tahun 2050 mendatang 38,8%

penduduk Jepang merupakan penduduk berusia lanjut.64

Menurut data yang diperoleh dari WorldBank, menunjukkan jumlah

penduduk usia produktif yakni usia 15-64 tahun di Jepang mengalami penurunan.

62 Rekor Penurunan Penduduk Jepang, diakses melalui

https://www.bbc.com/indonesia/dunia/2014/01/140101_jepang_penduduk (20/07/2019, 20:25

WIB) 63 Ibid. 64 Statistical Handbook of Japan 2016 dalam Putri Elsy, Fenomena Tenaga Kerja Asing di Jepang

Dewasa Ini, Outlook Japan: Journal of Japanese Area Studies, Vo. 6, No. 1 (Juni 2018),

Universitas Airlangga, hal. 2, diakses melalui

http://www.outlookjapan.com/index.php/outlookjapan/article/view/23/18 (15/08/2019, 23:12

WIB)

Page 7: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

33

Gambar 2. 2. Penurunan Jumlah Usia Produktif

Sumber : Population ages 15-64 (% of total population), The World Bank65

Data pada gambar grafik di atas menunjukkan persentase meningkat dan

menurunnya jumlah penduduk Jepang usia produktif, usia antara 15-64 tahun.

Tercatat di tahun 1960-an jumlah penduduk usia produktif menduduki di tingkat

64,11% kemudian jumlah tersebut perlahan mulai naik hingga mencapai angka

69,03% di tahun 1969. Setelah tahun 1969, perlahan jumlah penduduk usia

produktif di Jepang ini mengalami penurunan hingga di tahun 1977 berjumlah

65 The World Bank, Population ages 15-64% (% of total population), diakses melalui

https://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.1564.TO.ZS?end=2018&locations=JP&start=1960&t

ype=points&view=chart (22/07/2019, 20:50 WIB)

Page 8: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

34

67,47%, namun kemudian angka tersebut dapat kembali naik hingga mencapai

persentase tertinggi di tahun 1992 yakni sebanyak 69,78%.66

Akan tetapi mengingat fenomena yang saat ini tengah dihadapi oleh

Jepang, nampaknya jumlah penduduk usia produktif terus mengalami penurunan,

berbeda dengan jumlah usia lanjut yang terus menanjak. Bahkan, dalam grafik

tersebut juga tercatat setelah tahun 1992, jumlah usia produktif Jepang terus

menurun hingga tahun 2018 tercatat persentase penduduk Jepang yang berusia

produktif berjumlah 59,68%. Jumlah persentase tersebut merupakan jumlah

terendah yang tercatat dalam rentang waktu mulai tahun 1960 hingga 2018.67

Menurunnya jumlah usia produktif dan meningkatnya jumlah usia non produktif

di Jepang saat ini dialami hampir di seluruh Jepang dan berdampak di hampir

berbagai sektor pekerjaan. Hal tersebut bertolak belakang dengan beberapa tahun

lalu, dimana masyarakat yang telah lanjut usia kebanyakan adalah mereka yang

tinggal di pedesaan, sedangkan penghuni perkotaan adalah mereka yang berusia

produktif.68 Akibat dari hal tersebut Jepang mengalami krisis tenaga kerja yang

hampir terjadi di seluruh sektor pekerjaan.

Munculnya fenomena krisis tenaga kerja yang dilatar belakangi oleh aging

population di Jepang, nampaknya juga dipengaruhi oleh adanya globalisasi atau

masuknya pengaruh negara barat.69 Berbeda dengan Jepang pada saat ini yang

66 Ibid. 67 Ibid. 68 Japan for Sustainability, The Growing Senior Population in Japan's Metropolitan Areas:

Challenges fo Japan, Hints for the World, diakses melalui

https://www.japanfs.org/en/news/archives/news_id036044.html (20/07/2019, 20:04 WIB) 69 Berdasarkan pada tulisan yang terdapat dalam buku Drs. Leo Agung, dimana dalam buku

tersebut tertulis bahwa masyarakat Jepang adalah masyarakat yang terkenal gigih dalam

mempertahankan tradisi dan budaya, termasuk budaya yang melarang wanita yang telah menikah

untuk bekerja, dalam Leo Agung S., Sejarah Asia Timur 2, Yogyakarta, Penerbit Ombak, hal. 130

Page 9: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

35

telah mendapatkan pengaruh globalisasi, dimana wanita di Jepang telah berhasil

mendapatkan hak-hak yang sama dengan laki-laki khususnya dalam bidang

pemerintahan, pendidikan hingga kehidupan sosial.70

Masuknya globalisasi ke Jepang bersamaan dengan peristiwa dimana

Jepang untuk pertama kalinya membuka diri bagi dunia luar. Salah bentuk

pengaruh globalisasi tersebut adalah adanya pengaruh feminisme71 didalam

kehidupan masyarakat Jepang. Di jepang, sebenarnya feminisme bukanlah sebuah

pengaruh atau gerakan baru, dimana adanya Gerakan feminisme di Jepang telah

tumbuh sekitar akhir abad ke-19.72 Feminisme merupakan sebuah gerakan yang

mendorong para kaum perempuan untuk memperjuangkan hak-hak mereka,

hingga mereka benar-benar mendapatkan kesetaraan yang benar-benar setara

dengan kaum laki-laki. Akibat dari hal tersebut, banyak wanita di Jepang yang

kemudian berhasil mencapai jenjang pendidikan yang tinggi serta karir yang

cemerlang. Hal ini kemudian mendorong wanita menunda usia menikah atau

70 Sri Dewi Adriani, Pengaruh Paham Feminisme Terhadap Penurunan Populasi Penduduk di

Jepang, Humaniora, Vol. 5, No. 1 (April 2014), Jakarta: Faculty of Humanities, BINUS

University, hal. 350, diakses melalui http://www.neliti.com/publications/167047/pengaruh-paham-

feminisme-terhadap-penurunan-populasi-penduduk-di-jepang (02/07/2019, 22:30 WIB) 71 Feminisme merupakan gerakan kaum perempuan yang menuntut adanya kesamaan dan

membela keadilan mulai dari hak politik, ekonomi bahkan sosial, hingga setara atau sama dengan

kaum laki-laki. Gerakan ini pertama kali muncul di Perancis abad ke-18 lalu menyebar ke benua

lainnya seperti Eropa, Amerika, Afrika termasuk pula Asia. Gerakan feminisme terbagi menjadi

tiga gelombang, pertama yakni liberal yang berbicara mengenai stereotip permpuan yang

dikatakan sebagai makhluk yang lemah dan hanya cocok mengurusi keluarga, radikal yang

berfokus pada bagaimana memperoleh hak-hak politik, sosial berfokus pada penindasan gender

dan kelas, serta marxis mengenai hal yang menyebabkan adanya perbedaan fungsi dan status

perempuan. Gelombang kedua yakni sebagai akibat serta pengalaman-pengalaman yang diperoleh

ketika Perang Dunia II, tidak diterimanya perempuan dalam masyarakat patriakal. Kemudian yang

ketiga adalah feminisme post modern, multikultural, global dan ekofeminisme, dalam Ibid, 351-

352. 72 Endah H. Wulandari, Gerakan Feminisme Jepang Studi Tentang Gerakan Protes Ketidakadilan

terhadap Perempuan pada Awal Zaman Modern, Wacana, Vol. 5, No. 1 (April 2003), hal. 14,

diakses melalui

http://www.researchgate.net/publication279274287_Gerakan_Feminisme_Jepang_Studi_tentang_

Gerakan_Protes_Ketidakadilan_terhadap_Perempuan_pada_Awal_Zaman_Modern (20/10/2019,

15:45 WIB)

Page 10: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

36

menunda memiliki momongan, karena selain tingginya biaya hidup di Jepang,

mereka akan kesulitan membagi waktu antara keluarga dan pekerjaan.73 Akibat

dari kesetaraan hak yang dimiliki oleh kaum perempuan, maka perempuan di

Jepang tidak sedikit yang memilih untuk terus bekerja hingga pada akhirnya

menunda usia pernikahan. Hal tersebutlah yang kemudian berdampak pada

menurunnya jumlah kelahiran yang kemudian mendorong semakin bertambahnya

jumlah lansia. Dari fenomena tersebut diperkirakan kemungkinan besar jumlah

populasi Jepang akan terus mengalami penurunan hingga 30%, sekitar 87 juta di

tahun 2060 mendatang.74 Penundaan usia pernikahan oleh kaum perempuan di

Jepang, menyebabkan rendahnya tingkat fertilitas yakni sekitar 1,3 anak per

perempuan. Dimana untuk dikatakan subur dan dapat mempertahankan populasi,

memerlukan 2,08.75

Sejauh ini tingkat populasi siap kerja di Jepang mencapai angka

tertingginya pada tahun 1995 dimana jumlah tersebut mencapai 87,33 juta jiwa.

Jumlah tersebut kemudian terus menurun hingga berada di angka 79 juta jiwa

pada tahun 2013. Menurut riset dari The National Institute of Population and

Social Security, populasi siap kerja di Jepang akan terus mengalami penurunan

dari yang berjumlah 67,73 juta di tahun 2030 menjadi 44,18 juta di tahun 2060

mendatang.76 Berdasarkan data lain yang diperoleh dari laman Data Bank,

73 V. Mackie, 2003, Feminism in Modern Japan: Citizenship, Embodiment and Sexuality, UK:

Cambridge University Press, dalam Ibid, hal. 354. 74 Penyebab Populasi Jepang Terus Menurun, diakses melalui http://sukajepang.com/penyebab-

jatuhnya-populasi-jepang/ (20/07/2019, 20:38 WIB) 75 Ibid. 76 Niki Wahyu Sayekti, Kebijakan Terhadap Imigran: Analisis Pada Masa Pemerintahan Shinzo

Abe Periode Ke-2, Kebijakan Jepang Terhadap Tenaga Kerja Imigran, diakses melalui

http://docplayer.info/46448057-Kebijakan-jepang-terhadap-imigran-analisis-pada-masa-

pemerintahan-shinzo-abe-periode-ke-2.html (05/07/2019, 00:50 WIB)

Page 11: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

37

Population Estimates and Projections menyatakan bahwa populasi Jepang saat ini

terus menurun hingga 10 tahun mendatang, dimana berarti ini akan menjadi

masalah yang semakin serius bagi Jepang termasuk dalam masalah

perekonomiannya.

Jumlah populasi total di Jepang semakin mengalami penurunan di setiap

tahun, perkiraan total populasi di tahun 2041 populasi Jepang akan berada di

angka 113.316.000 jiwa. Proyeksi ini sudah berada jauh dibawah total populasi

pada tahun 2017 yang berjumlah 126.785.797, meskipun demikian, pada

kenyataannya angka tersebut akan terus menurun. Dalam predikisi tersebut juga

disebutkan jika di tahun 2045 populasi Jepang akan berjumlah sekitar

111.011.000 dan kembali menurun di tahun 2050 menjadi 108.040.000. Hal

tersebut terjadi diperkirakan karena minimnya jumlah kelahiran bayi yang

kemudian menjadi faktor yang melatarbelakangi merosotnya jumlah penduduk

Jepang.77

Meningkatnya jumlah populasi yang menua serta rendahnya jumlah

angkatan kerja berusia produktif menjadikan Jepang benar-benar berada didalam

kondisi gawat tenaga kerja. Permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah Jepang

sebagai negara maju, mendorong tingginya kebutuhan Jepang akan tenaga kerja,

bukan pada sektor lapangan pekerjaannya.78 Dimana hal tersebut merupakan

dampak dari adanya aging population yang tengah mereka hadapi. Dampak aging

population terhadap sektor tenaga kerja di Jepang cukup dirasakan oleh sektor

77 Population Estimates and Projections, diakses melalui

http://databank.worldbank.org/data/source/population-estimates-and-

projections/Type/TABLE/preview/on#advanceDownloadOptions (21/10/2018, 20:10 WIB) 78 Op.Cit.

Page 12: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

38

tenaga kerja kelas bawah atau kelas rendah (unskilled workers) seperti sektor

konstruksi, buruh, pegawai toko hingga petugas kebersihan, dimana sektor

tersebut mengalami kekurangan pekerja. Selain akibat adanya aging population,

krisis tenaga kerja di sektor tersebut juga dilatar belakangi akibat adanya sebuah

perspektif baru dari kalangan pemuda di Jepang. Dalam perspektif tersebut

menyatakan keengganan pemuda Jepang masuk dalam sektor pekerjaan kelas

bawah, yang disebut dengan 3K yakni kotor (kitanai), sulit (kitsui), dan berbahaya

(kiken).79 Namun nampaknya, bukan hanya pada sektor unskilled workers yang

merasakan dampak dari aging population, sektor tenaga kerja kelas atas atau

terampil (skilled workers) pun mengalami kekurangan tenaga kerja terutama di

bidang kesehatan.80

2.2 Meningkatnya Kebutuhan Tenaga Kerja Akibat Fenomena Aging

Population

Bagi sebuah negara kehadiran masyarakat merupakan hal yang penting,

dan dianggap sebagai sebuah komponen yang mutlak dimiliki. Dalam sebuah

negara, masyarakat baik kuantitas maupun kualitasnya mampu membantu

mendorong pertumbuhan baik dalam hal politik hingga dalam hal ekonomi.

Sebuah negara dengan masyarakat yang memiliki kualitas baik akan mampu

memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dengan baik pula. Namun bukan berarti

kuantitas masyarakat dalam sebuah negara tidak begitu penting, kuantitas

masyarakat sama pentingnya dengan kualitas masyarakat tersebut untuk saling

79 Ibid. 80 Jepang Butuh 450 Ribu Perawat Untuk Lansia; Siapkah Kita?, diakses melalui

https://www.wawasan.co/news/detail/8027/jepang-butuh-450-ribu-perawat-untuk-lansia-siapkah-

kita (05/07/2019, 01:10 WIB)

Page 13: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

39

melengkapi dan mendukung satu sama lain. Pentingnya kuantitas masyarakat

dapat dilihat dari, semakin berkembang suatu negara dengan berbagai sistem

ekonomi di berbagai industrinya tentu akan semakin banyak memerlukan tenaga

sebagai pekerja. Namun, apabila negara tersebut tidak memiliki persediaan

masyarakat khususnya Angkatan usia kerja maka negara tersebut harus mencari

alternatif lain apabila tidak ingin mengalami krisis tenaga kerja.

Seperti halnya yang dialami oleh Jepang, sebagai salah satu negara dengan

ekonomi besar Jepang tercatat memiliki permasalahan dalam bidang

ketenagakerjaannya. Masalah yang ia hadapi tersebut salah satunya adalah

merupakan dampak dari adanya aging population. Seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya bahwa aging population ini merupakan fenomena naiknya jumlah

usia non-produktif yang dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah median penduduk

di suatu wilayah, yang mana peningkatan tersebut merupakan dampak dari

menurunnya tingkat fertilitas.

Berdasarkan sumber, menginjak akhir tahun 2018 tercatat lebih dari 28%

penduduk Jepang masuk dalam klasifikasi usia tua. Para penduduk yang masuk

dalam klasifikasi tersebut merupakan generasi baby boomer, atau mereka yang

lahir di tahun 1946-1964 pasca Perang Dunia II. Dari data yang telah ditunjukkan

oleh PBB yang mewakili negara, proporsi penduduk tua di Jepang adalah yang

tertinggi di dunia. Tingkat tersebut menyaingi Italia yang memiliki persentasi

sebanyak 23,3%, Portugal 21,9% dan juga Jerman 21,7%.81

81 Lebih dari 28 Persen Populasi Jepang Berusia Tua, diakses melalui

https://www.republika.co.id/berita/internasional/asia/18/09/17/pf6zn8377-lebih-dari-28-persen-

populasi-jepang-berusia-tua (21/07/2019, 22:25 WIB)

Page 14: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

40

Menjadi negara yang memiliki tingkat penduduk lansia dengan jumlah

yang terus meningkat sebagai dampak dari aging population, nampaknya

membuat Jepang mengalami krisis dalam bidang tenaga kerja. Dimana tercatat

dalam Nikkei Asian Review, Departemen Kesehatan, Tenaga Kerja dan

Kesejahteraan Jepang mengumumkan bahwa, di tahun 2016 jumlah pekerja di

Jepang berdasarkan kelompok usia sebanyak 270.000 pekerja adalah usia 15-64

tahun, sedangkan jumlah pekerja di atas usia 65 tahun sebanyak 370.000.82

Kondisi yang ada tersebut begitu berbanding terbalik dengan jumlah tenaga kerja

di Jepang era tahun 1968, dimana pada saat itu pekerja produktif di Jepang

mencapai 74,3%.83

Kurangnya pekerja produktif yang dialami oleh Jepang ini ditengarai oleh

aging population yang mereka alami. Kekurangan tenaga kerja tersebut dialami

oleh hampir berbagai sektor, seperti sektror konstruksi, pertanian hingga

pembuatan kapal. Bukan hanya itu, kekurangan tenaga kerja tersebut juga turut

dirasakan oleh sektor kesehatan, begitu pula dengan sektor lain termasuk di

bidang pariwisata.84 Sebagai salah satu negara maju yang mengalami aging

population, pemerintah Jepang memiliki banyak penduduk lansia yang harus

diurus mulai dari segi materi hingga kesehatan. Disebutkan bahwa dimana sekitar

28% penduduk Jepang saat ini adalah penduduk lanjut usia, yang mana hal

tersebut membuat Negara Jepang menjadi negara dengan populasi tua tertinggi di

82 Lapangan Kerja di Jepang Meningkat, Tertinggi Dalam 25 Tahun, diakses melalui

https://ekbis.sindonews.com/read/1175862/35/lapangan-kerja-di-jepang-meningkat-tertinggi-

dalam-25-tahun-1485867681 (05/07/2019, 22:03 WIB) 83 Ibid. 84 Darurat Tenaga Kerja, Jepang Impor Pekerja Asing, diakses melalui

https://internasional.kontan.co.id/news/darurat-tenaga-kerja-jepang-impor-pekerja-asing

(05/07/2019, 21:54 WIB)

Page 15: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

41

dunia.85 Bahkan kecepatan pertumbuhan penduduk usia lanjut di Jepang melebihi

tingkat kecepatan pertumbuhan lansia di negara lain seperti Eropa Barat dan

Amerika Serikat.86 Pesatnya pertumbuhan penduduk lansia di Jepang tersebut

mendorong kebutuhan Jepang akan tenaga kerja, berdasarkan survey oleh Recruit

Works Institute bahwa sebanyak 67,9% perusahan di Jepang mampu memenuhi

target rekruitmen mereka, sedangkan 32,1% lainnya gagal memenuhi target.87

Sebagai negara dengan angka harapan hidup tertinggi, guna menyiasati

permasalahan krisis tenaga kerja yang tengah dihadapi, maka pemerintah Jepang

berinisiatif untuk menaikkan jumlah batas usia pensiun. Dari sebuah laman,

kepada Reuters pemerintah Jepang menyatakan bahwa kebijakan perubahan batas

usia pensiun tersebut akan mulai diberlakukan setelah April 2020. kenaikan batas

usia pensiun yakni pegawai negeri sipil dari yang awalnya 60 tahun menjadi 65

tahun, lalu untuk karyawan batas pensiun naik menjadi 70 tahun.88

Selain pegawai negeri sipil dan tenaga kerja di perusahaan-perusahaan,

krisis tenaga kerja juga dialami oleh toko-toko salah satunya toko kelontong atau

toko serba ada, hingga waralaba semacam Lawson dan lain sebagainya. Toko-

toko tersebut telah berdiri selama puluhan tahun di Jepang, sekitar tahun 1970-an

85 Jepang Jadi Negara dengan Populasi Usia Tua Terbesar di Dunia, diakses melalui

https://news.okezone.com/read/2018/09/17/18/1951618/jepang-jadi-negara-dengan-populasi-usia-

tua-terbesar-di-dunia (05/07/2019, 22:38 WIB) 86 Fitri Rizka Fairuz, Kebijakan Pemerintah Jepang Menerima Tenaga Kerja Filipina di Bidang

Kesehatan Dalam Japan-Philippines Economic Partnership Agreement, diakses melalui

https://repository.unri.ac.id/bitstream/handle/123456789/2802/KEBIJAKAN%20PEMERINTAH

%20JEPANG%20MENERIMA%20TENAGA%20KERJA%20FILIPINA%20DI%20BIDANG%2

0KESEHATAN%20DALAM%20JAPAN-PHILIP.pdf?sequence=1&isAllowed=y (06/07/2019,

12:06 WIB) 87 Tsunemi Youhei, Japan’s Labor Shortages in Perspective, dalam Niki Wahyu Sayekti, Op.Cit. 88 Krisis Tenaga Kerja, Usia Pensiun di Jepang Jadi 70 Tahun, diakses melalui

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/02/17/141806626/krisis-tenaga-kerja-usia-pensiun-di-

jepang-jadi-70-tahun (21/07/2019, 23:14 WIB)

Page 16: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

42

dimana toko-toko tersebut menawarkan akses 24 jam non-stop. Menurut Mitoshi

Matsumoto seorang anggota asosiasi toko serba ada di Jepang menyatakan bahwa,

dengan adanya kondisi keterbatasan tenaga kerja ini maka pemilik toko harus

kewalahan mengoperasikan toko mereka sendiri. Bahkan akibat dari hal tersebut,

tidak sedikit pemegang toko merek waralaba yang membujuk para pemilik merek

guna menutup toko lebih awal, yang artinya mengurangi jam operasional toko.89

Di awal-awal berdirinya, toko-toko serba ini mampu menyediakan

lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Akan tetapi, seiring berjalannya

waktu perlahan toko-toko ini mengalami keterbatasan tenaga kerja sehingga para

pemilik harus mengelolanya sendiri seperti yang dialami oleh Matsumoto.

Menurut seorang analis industri ritel di Jepang, Roy Larke menyampaikan bahwa

sektor-sektor ritel di Jepang tengah mengalami kejenuhan. Larke pun turut

menambahkan mengenai banyaknya toko serba ada yang dimiliki oleh Jepang,

bahkan tidak jarang toko-toko tersebut berdiri bersebelahan.90 Tidak hanya

dialami oleh sektor ritel atau toko-toko serba ada di Jepang, bahkan hampir 40%

perusahaan konstruksi juga penyatakan bahwa mereka sangat kekurangan tenaga

kerja yang mana hal tersebut semaki mengkhawatirkan mengingat sektor tersebut

akan membutuhkan lebih banyak lagi pekerja guna menyiapkan sarana prasarana

menyusul even besar Olimpiade Tokyo 2020 mendatang.91 Seiring bertambahnya

jumlah penduduk usia non produktif atau usia lanjut, maka semakin banyak pula

tenaga produktif yang dibutuhkan oleh Jepang. Kebutuhan akan tenaga kerja

89 Di Jepang, Toko Kelontong Modern 'Krisis' Tenaga Kerja, diakses melalui

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190321142610-92-379433/di-jepang-toko-kelontong-

modern-krisis-tenaga-kerja (21/07/2019, 23:35 WIB) 90 Ibid. 91 Japan Times, More Foreigners Working In Japan, dalam Niki Wahyu Sayekti, Op.Cit, hal.2

Page 17: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

43

tersebut dialami oleh berbagai sektor tidak terkecuali sektor kesehatan. Menyadari

semakin naiknya kebutuhan tenaga perawat dan tenaga kesehatan tersebut,

pemerintah Jepang kemudian mengupayakan untuk dapat menutup kebutuhan

akan tenaga kerja tersebut. Permasalahan krisis tenaga kerja ini menjadi sebuah

topik yang cukup menjadi perhatian pemerintah Jepang dibawah Perdana Menteri

Shinzo Abe.

Dalam hal tersebut pemerintah mencoba untuk melakukan tindakan yang

ditujukan dapat mengatasi permasalahan yang tengah dihadapi oleh Jepang. Di

awal pemerintahan Shinzo Abe periode kedua yang dimulai tahun 2012, sebelum

benar-benar menggantungkan pada tenaga asing Abe mencetuskan sebuah

kebijakan yang ditujukan untuk mengatasi permasalahan ekonomi, dimana

kebijakan yang dikeluarkan oleh Abe disebut sebagai Abenomics.92

Kebijakan Abenomics ini sendiri berasal dari kata Abe dan Economics.

Abenomics ini adalah kebijakan ekonomi sebagai sebuah respon untuk mengatasi

masalah ekonomi di Jepang, pada masa pemerintahan Shinzo Abe.93 Selain untuk

membantu mengatasi permasalah ekonomi yang dialami oleh Jepang, rupanya

kebijakan Abenomics ini juga ditujukan untuk menjaga keseimbangan ekonomi

internasional antara lain meningkatkan permintaan domestik, mendorong

peningkatan pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP), meningkatkan inflasi,

meningkatkan prospek negara melalui daya saing, mereformasi pasar tenaga kerja,

92 Niki Wahyu Sayekti, Op.Cit, hal. 43 93 Adi Abas, Analisis Implementasi Kebijakan Abenomics di Jepang Tahun 2012-2017, eJournal

Ilmu Hubungan Internasional, Vol, 6, No, 2 (2018), Samarinda: Ilmu Hubungan Internasional,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman, hal. 443, diakses melalui

https://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-

content/uploads/2018/02/ejurnal%20Adi%20Abas%20(02-12-18-05-30-19).pdf (25/07/2019,

22:15 WIB)

Page 18: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

44

lalu yang terakhir adalah untuk memperluas kemitraan perdagangan.94 Kebijakan

Abenomics yang dikeluarkan oleh Shinzo Abe ini terdiri dari tiga komponen,

dimana komponen tersebut adalah mengenai kebijakan fiskal, kebijakan moneter,

dan kebijakan struktural. Terkait dengan usaha yang diupayakan pemerintah

Jepang dibawah pemerintahan Shinzo Abe ini merupakan bagian dari kebijakan

struktural. Kebijakan tersebut adalah reformasi pekerja dan womanomics.95

Kebijakan yang telah diupayakan pemerintah Jepang untuk menutup

kekurangan tenaga kerja di berbagai sektor pekerjaan juga turut dilakukan dengan

adanya pemberlakuan kebijakan pengkaryaan kembali. Kebijakan pengkaryaan

kembali ini merupakan kebijakan yang bertujuan untuk memberikan kesempatan

bagi para pekerja senior96 yang telah memasuki usia pensiun, namun masih

memiliki keinginan untuk terus bekerja. Selain itu, kebijakan ini juga merupakan

salah satu upaya untuk menutupi kekurangan akan tenaga kerja.97 Kebijakan

pengkaryaan kembali tersebut mulai diberlakukan sejak April 2013, setelah

diadakannya revisi keputusan tahun 2012. Di dalam revisi tersebut disebutkan

adanya himbauan perpanjangan usia bagi para pekerja agar dapat terus bekerja

hingga melewati umur 60 tahun apabila mereka masih memiliki minat dan

94 Ibid, hal. 450 95 Ibid, hal. 454 96 Pekerja senior yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah para pekerja yang telah memasuki

usia pensiun. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa, senior adalah 1) lebih

tinggi dalam pangkat maupun dalam jabatan kedinasan, 2) lebih matang dalam hal pengalaman

dan juga kemampuan, 3)lebih tua dalam usia dalam sebuah keluarga, 5) lebih dulu dalam suatu

pekerjaan tugas atau pengalaman, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kamus versi

online/daring, diakses melalui https://kbbi.web.id/senior (25/07/2019, 23:10 WIB) 97 Dewi Saraswati Sakariah, Kebijakan Pengkaryaan Kembali Pekerja Senior Jepang Pasca

Pensiun (Sudut Pandang Perusahaan Manufaktur), Izumi, Vol. 4, No. 2 (2015),Semarang:

Program Studi Bahasa dan Sastra Jepang, Universitas Diponegoro, hal. 32 diakses melalui

http://ejournal.undip.ac.id/index.php/izumi (25/07/2019, 22:55 WIB)

Page 19: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

45

semangat untuk terus bekerja.98 Pengkaryaan kembali yang diberlakukan

pemerintah ini sebenarnya berkaitan dengan minat dari para pekerja senior.

Apabila mengingat pentingnya pekerja senior bagi pertumbuhan ekonomi karena

kurangnya tenaga kerja dari kelompok usia mudan dan usia pertengahan, maka

pemerintah harus memiliki cara guna terus mempertahankan tingkat minat dan

angka partisipasi pekerja senior dalam bidang ketenagakerjaan.99

Meskipun kebijakan pengkaryaan kembali ini bertujuan untuk menutup

kekurangan tenaga kerja, nampaknya rasa khawatir karena semakin bertambahnya

penduduk usia lanjut tetap dirasakan. Hal tersebut dikarenakan semakin hari

peningkatan jumlah penduduk usia lanjut terus bertambah. Salah satu penduduk

Jepang bernama Yuichi Aoki merupakan salah satu dari sekian banyak pekerja

senior yang kembali dipekerjakan menyatakan bahwa :

“Saya diminta untuk mengundurkan diri dari pekerjaan saya

dibidang industri Informasi dan Teknologi (IT) pada saat berusia

55 tahun. Sekarang saya harus bekerja sampai saya berusia enam

puluhan, saya khawatir bagaimana anak-anak saya dan cucu saya

nanti menghadapi Jepang dengan penduduk yang kebanyakan

berusia tua.”100

Dalam sesi wawancara tersebut, Aoiki sendiri tengah menjadi salah satu

pekerja dalam sebuah perusahaan pembongkaran yang berlokasi di Saitama.

Perusahaan yang menaungi dirinya tersebut merupakan milik pencari suaka101

98 Ibid, hal. 33 99 Ibid. 100 Can Japan Survive without immigrants?, diakses melalui

https://edition.cnn.com/2017/08/01/asia/japan-migrants-immigration/index.html (25/07/2019,

23:55 WIB) 101 Pencari suaka adalah mereka yang menyebut diri mereka sebagai pengungsi dengan permintaan

terkait perlindungan yang telah mereka ajukan belum selesai dipertimbangkan, dalam Pencari

Suaka, UNHCR Indonesia, diakses melalui https://www.unhcr.org/id/pencari-suaka (26/07/2019,

00:05 WIB)

Page 20: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

46

yang berasal dari Kurdi. Hadirnya perusahaan tersebut nampaknya membantu

Jepang untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja khususnya dalam sektor

kelas bawah atau sektor yang jarang diminati oleh kebanyakan masyarakat

Jepang.102 Selain sektor-sektor seperti konstruksi, pertanian maupun industri,

sektor di Jepang yang saat ini juga membutuhkan pasokan tenaga kerja yang

produktif adalah sektor kesehatan. Pesatnya peningkatan jumlah penduduk usia

lanjut menjadikan jumlah tenaga kesehatan tidak seimbang apabila dibandingkan

dengan jumlah penduduk saat ini.

2.2.1 Menurunnya Tenaga Kesehatan dan Perawat di Dalam Negeri

Jepang

Membahas mengenai kurangnya tenaga kerja produktif yang dialami oleh

Jepang, kekurangan tersebut terjadi hampir di seluruh sektor pekerjaan termasuk

pada sektor kesehatan. Semakin minimnya jumlah usia produktif membuat para

perawat dan tenaga kesehatan kewalahan menangani pasien, ditambah lagi dengan

jumlah penduduk usia lanjut semakin tinggi. Akibat dari hal tersebut, menurut

laporan dalam The All Japan Prefectural and Municipal Workers Union

menyatakan bahwa sering terjadi malpraktek dan tingginya tingkat kelalaian yang

dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan. Hal tersebut berkaitan dengan

perbandingan yang tidak sesuai antara jumlah perawat dan tenaga kesehatan

dengan pasien yang mereka rawat.103

Melonjaknya permintaan perawat dan tenaga kesehatan sebagai dampak

dari aging population tersebut adalah untuk ditempatkan di rumah-rumah sakit

102 Loc.Cit. 103 Fitri Rizka Fairuz, Op.Cit.

Page 21: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

47

maupun panti jompo guna merawat masyarakat usia lanjut.104 Apabila

berdasarkan penelitian dari Pusat Penelitian Aging, estimasi jumlah penduduk

Jepang usia 60 tahun keatas di tahun 2030 terdapat sebanyak 36,67 juta orang.

Dimana jumlah tersebut merupakan sekitar 31,8% dari total keseluruhan populasi

di Jepang, sementara tahun 2050 akan meningkat hingga mencapai 37,64 juta

orang.105

Menghadapi situasi dimana naiknya jumlah penduduk usia lanjut,

minimnya angka kelahiran di waktu yang bersamaan menjadikan Jepang

mengalami kekurangan tenaga kesehatan dan perawat, dimana mereka

membutuhkan kurang lebih 2,53 juta tenaga kesehatan untuk mengurus generasi

baby boomers berusia kisaran 75 tahun terhitung mulai tahun 2025. Jumlah yang

dibutuhkan tersebut masih sama sekali belum tersentuh oleh jumlah tenaga

kesehatan yang telah dimiliki yakni hanya berkisar kurang lebih 2,15 juta, jika

dilihat dari situasi yang tengah dihadapi saat ini. Tentu saja sebuah hal yang

cukup mustahil bagi Jepang untuk memenuhi kekurangan tenaga kesehatan dan

perawat jika hanya mengandalkan pekerja lokal mereka.106

104 Shobichatul Aminah, dkk, Pengiriman Tenaga Perawat dan Careworkers Indonesia ke Jepang

dalam Kerangka Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement (EPA), Bakti Budaya, Vol,

1, No. 1 (April 2018), hal. 94, diakses mlalui

https://journal.ugm.ac.id/bakti/article/view/37933/21832 (06/07/2019, 22:29 WIB) 105 Ibid, hal 96. 106 Sachi Takahata, Can Certified Care Workers Become Long-term Settlers?: Case Study of 49

Filipinos nder the Japan-Philippines Economic Partnership Agreement, International Journal of

Japanese Sociology, No. 25 (2016), hal. 28, diakses melalui

https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/57297868/Takahata-2016-

International_Journal_of_Japanese_Sociology.pdf?response-content-

disposition=inline%3B%20filename%3DCan_Certified_Care_Workers_Become_Long-t.pdf&X-

Amz-Algorithm=AWS4-HMAC-SHA256&X-Amz-

Credential=AKIAIWOWYYGZ2Y53UL3A%2F20190806%2Fus-east-

1%2Fs3%2Faws4_request&X-Amz-Date=20190806T051136Z&X-Amz-Expires=3600&X-Amz-

SignedHeaders=host&X-Amz-

Page 22: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

48

Meningkatnya penduduk usia lanjut mendorong meningkatnya kebutuhan

akan perawat dan tenaga perawat. Dalam laporan Kementerian Kesehatan, Tenaga

Kerja dan Kesejahteraan, tertulis data yang menyebutkan bahwa di tahun 2014

jumlah perawat dan tenaga kesehatan yang dibutuhkan Jepang sekitar 1,4 sampai

1,55 juta orang. Peningkatan kebutuhan akan perawat dan tenaga kesehatan

tersebut tidak dibarengi dengan jumlah perawat dan tenaga kesehatan, justru

banyak masyarakat Jepang yang enggan untuk menjadi perawat, bahkan tidak

sedikit pula perawat dan tenaga kesehatan yang memutuskan untuk berhenti

bekerja dengan alasan rendahnya jumlah gaji yang diterima jika dibandingkan

dengan pekerjaan di sektor lainnya.107

Meningkatnya kebutuhan pemerintah Jepang terhadap tenaga perawat dan

tenaga kesehatan adalah adanya kenaikan yang terus menerus dari penduduk usia

lanjut, sehingga hal tersebut membuat para penduduk usia lanjut ini membutuhkan

seseorang yang dapat merawat dan menemani mereka. Sebelumnya perlu

diketahui bahwa para orang tua di Jepang ini tidak lagi hidup dengan anak-anak

mereka, sehingga mereka membutuhkan orang lain untuk menemani dan merawat

mereka untuk menggantikan peran anak-anak mereka.108

Tingginya jumlah angka usia harapan hidup di Jepang dan sibuknya para

generasi muda di Jepang, membuat banyak anak-anak yang memiliki orang tua

yang telah memasuki usia lanjut, mengirimkan orang tuanya ke panti jompo.

Selain itu, masyarakat yang telah memasuki usia pensiun merupakan tanggung

Signature=801640269a7121719bfb5919e3e2b258ed45fe821cb4b1fe9b213286e11961b9

(15/08/2019, 23:45 WIB) 107 Ibid. 108 Fitri Rizka Fairuz, Op.Cit.

Page 23: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

49

jawab pemerintah, dimana kehidupan mereka ditanggung dan dibiayai pemerintah

memalui dana atau tabungan pensiun mereka. Hal tersebutlah yang kemudian

mendorong melonjaknya kebutuhan pemerintah Jepang akan perawat dan tenaga

kesehatan.109 Menurut data terbaru tahun 2018 yang tertulis dalam The Japan

Times menyatakan, bahwa melihat kian tingginya populasi lanjut usia di Jepang

khususnya 70 tahun ke atas, maka diperkirakan di tahun 2050 Jepang akan

memerlukan tambahan perawat dan tenaga kesehatan sekitar 340.000 tenaga110.111

Tingginya kebutuhan Jepang terhadap perawat dan tenaga kesehatan,

berbanding lurus dengan pertumbuhan jumlah penduduk usia lanjut yang kian

meningkat. Menurut survei yang dilakukan pada tahun 2010 lalu, permintaan

jumlah perawat diprediksi akan meningkat sekitar 6,9% pada tahun 2015 yakni

yang pada awalnya sejumlah 1.404.300 orang naik menjadi 1.500.900 jika

dibandingankan dengan tahun 2011.112 Dalam survei yang dilakukan tersebut juga

dikatakan bahwa kesediaan tenaga kerja perawat pun akan mengalami

peningkatan sebesar 10,2%, dari 1.348.300 di tahun 2011 menjadi 1.486.000 di

tahun 2015. Namun, sekalipun mengalami peningkatan kesediaan tenaga kerja

perawat, jumlah perawat yang akan pensiun juga tidak kalah banyak. Hal tersebut

109 Tia Ayu Sulistyana, Kerjasama Internasional Jepang Dengan Indonesia dan Filipina dalam

Memenuhi Kebutuhan Tenaga Kerja di Jepang, Skripsi, Yogyakarta: Program Studi Hubungan

Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, hal. 39, diakses melalui

http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/25932 (07/07/2019, 20:37 WIB) 110 Dalam sumber lainnya menyebutkan bahwa, selain untuk mengisi kekosongan dalam bidang

kesehatan, Jepang membutuhkan sekitar 345.000 tenaga kerja asing guna mengisi sektor-sektor

lain seperti konstruksi, pertanian, pembangunan kapal, perumahan dan termasuk perawat atau

kesehatan dalam lima tahun ke depan, dalam Darurat Tenaga Kerja, Jepang Impor Pekerja Asing,

diakses melalui https://www.google.com/amp/amo.kontan.co.id/news/darurat-tenaga-kerja-jepang-

impor-pekerja-asing (07/07/2019, 21:45 WIB) 111 Ibid. 112 ITPC Osaka, Market Intelligence, Perawat & Care-Worker, 2013, hal. 22, diakses melalui

https://djoen.kemendag.co.id/membership/data/files/4323d3-Martel-ITPC-Osaka-Perawat-%26-

Care-Worker-Final-2013.pdf (08/07/2019, 00:08 WIB)

Page 24: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

50

mengingat aging population yang tengah dialami oleh Jepang, sehingga jumlah

penduduk yang memasuki usia lanjut semakin meningkat.113

Tidak jauh berbeda dengan permintaan terhadap tenaga kesehatan yang

mana kian bertambah setiap harinya akibat semakin banyaknya jumlah penduduk

yang memasuki usia lanjut. Dalam sebuah data pada sebuah sumber disebutkan

bahwa Jepang akan mengalami penurunan tingkat fertilitas yang kemudian

mengakibatkan semakin rendahnya tingkat kelahiran di Jepang yakni sekitar

12,4% dan rendahnya jumlah penduduk yang berusia produktif sebesar 12,3%.

Menurunnya jumlah turut mempengaruhi jumlah penduduk usia lanjut, dimana

dengan adanya penurunan tersebut berarti jumlah penduduk usia pensiun atau usia

lanjut akan bertambah, yang mana berdampak pada peningkatan kebutuhan tenaga

kesehatan dengan persentase 102,9% di periode 2011 sampai 2025.114

Dalam sektor tenaga kerja kesehatan, permasalahan lain yang dihadapi

oleh pemerintah Jepang adalah minimnya jumlah perawat dan tenaga kesehatan

dari dalam negeri.115 Hal tersebut dikarenakan semakin sedikitnya jumlah usia

produktif dan semakin berkurangnya minat masyarakat Jepang di sektor

kesehatan. Mengingat semakin berkurangnya penduduk usia produktif dan

semakin meningkatnya jumlah lansia di Jepang tersebut, nampaknya kebijakan

dalam negeri yang diupayakan oleh pemerintah belum mampu mengatasi

permasalahan yang tengah dihadapi. Untuk itu, pemerintah Jepang kemudian

mempertimbangkan opsi lain yakni penerimaan tenaga kerja asing, dalam hal ini

dititik beratkan kepada tenaga kesehatan. Dimana upaya yang dilakukan oleh

113 Ibid. 114 Ibid, hal. 27. 115 Fitri Rizka Fairuz, Op.Cit.

Page 25: BAB II PERMASALAHAN KRISIS TENAGA KERJA DI JEPANGeprints.umm.ac.id/54604/3/BAB II.pdf · 2019. 11. 3. · Jepang tersebut kemudian menjadi faktor pemicu adanya permasalahan krisis

51

pemerintah Jepang adalah mendatangkan perawat dan tenaga kesehatan asing

melalui sebuah kerangka kerjasama dengan Indonesia yakni Indonesia-Japan

Economic Partenership Agreement (IJEPA) serta kerjasama dengan Filipina

dalam kerangka Philippines-Japan Economic Partnership Agreement (PJEPA).