Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Gaze Stabiliztion Exercise
1. Definisi Gaze Stabiliztion Exercise
Menurut Khanna dan Singh (2014) mengemukakan bahwa Gaze
Stabiliztion Exercise adalah suatu latihan yang bertujuan untuk melatih dan
memperbaiki interaksi vestibule-visual ketika terjadi pergerakan kepala untuk
menambah keseimbangan baik secara statis maupun dinamis berkaitan
dengan kondisi saat informasi sensoris tidak teratur.
2. Manfaat Gaze Stabiliztion Exercise
Gaze Stabiliztion Exercise membantu lansia dalam hal
mempertahankan kemampuan mengolah informasi sensoris yang masuk,
karena dalam proses penuaan wajar terjadi penurunan penangkapan informasi
sensoris. Latihan ini juga bisa dilakukan kapan saja karena tidak
membutuhkan alat apapun, hanya perlu duduk rileks. Khanna dan Singh
(2014) menyatakan bahwa saat melakukan gaze stabilization exercise,
vestibular system mengirimkan informasi ke oculomotor nucleus yang akan
memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang
berperan dalam visual field stabilization sehingga membantu menstabilkan
mata serta mempertahankan postur agar stabil ketika berdiri maupun berjalan,
Vestibular system dapat dilihat seperti gambar 2.1.
8
9
Gambar 2.1 Vestibular system
(Sumber : Venugopala, 2017)
3. Tehnik Gaze Stabiliztion Exercise
Tehnik gaze stabilization exercise menurut Bhardwaj dan Vats
(2014) terdiri dari berbagai tahap, yaitu :
a. Lansia duduk rileks pada kursi.
b. Usahakan posisi tubuh tegak lurus.
c. Satu jari ditaruh di depan kedua mata dengan jarak kurang lebih 30 cm
kemudian kepala menengok ke kiri dan ke kanan dengan kedua mata
tetap fokus pada jari seperti gambar 2.2.
Gambar 2.2 Gaze stabilization exercise
(Sumber : Pinsdaddy, 2010)
10
d. Gerakan kedua satu jari ditaruh di depan kedua mata dengan jarak kurang
lebih 30 cm kemudian kepala menunduk dan dengan kedua mata tetap
fokus pada jari seperti gambar 2.3.
Gambar 2.3 Gaze stabilization exercise
(Sumber : Pinsdaddy, 2010)
e. Lakukan kurang lebih selama 5 - 10 menit.
4. Indikasi Gaze Stabilization Exercise
Menurut Hain (2009) indikasi dilakukan gaze stabilization exercise
adalah :
a. Seseorang dengan unilateral vestibular disturbances seperti vestibular
neuritis.
b. Seseorang dengan vestibular bilateral loss.
c. Seseorang dengan central vestibular disorder
Lebih lanjut Bhardwaj dan Vats (2014) menyebutkan bahwa
indikasi gaze stabilization exercise adalah :
a. Seseorang dengan vestibular hypo-function.
b. Lansia sehat dengan nonspecific dizziness.
11
5. Kontra Indikasi Gaze Stabilization Exercise
Menurut Hain (2009) kontra indikasi dilakukan gaze stabilization
exercise adalah :
a. Seseorang dengan positional vertigo.
b. Seseorang dengan cervical vertigo.
c. Seseorang dengan intermittent vestibular problem.
d. Seseorang yang memiliki fluktuasi tekanan darah.
B. Konsep Balance Exercise
1. Definisi Balance Exercise
Balance exercise merupakan exercise yang bertujuan meningkatkan
kekuatan otot terutama ekstremitas bawah serta meningkatkan
keseimbangan. Organ yang berperan dalam sistem keseimbangan tubuh
adalah balance percepsion. Latihan ini sangat membantu mempertahankan
tubuhnya agar stabil sehingga mencegah terjatuh yang sering terjadi pada
lansia (Jowir, 2009).
2. Manfaat Balance Exercise
Balance exercise memiliki manfaat penting bagi lansia, exercise ini
membantu lansia untuk tetap menjaga kemampuan mempertahankan tubuh
agar stabil yang akan mecegah kejadian jatuh pada lansia. Balance exercise
dilakukan setidaknya 3 hari dalam seminggu. Sebagian besar aktivitas
dilakukan pada intensitas rendah. Reddy dan Alahmari (2016) menyatakan
bahwa ketika dilakukan balance exercise maka akan mempengaruhi
propioseptif kemudian mengurangi kekakuan pada sendi, fasci dan
12
musculo-tendinous unit, perubahan ini kemudian mempengaruhi input dari
otot yang masuk ke sistem saraf pusat dan menjadi output baru yang berefek
pada kemampuan beradaptasi pada kegiatan yang memerlukan
keseimbangan.
3. Tehnik Balance Exercise
Tehnik balance exercie menurut Khanna dan Singh (2014) terdiri
dari berbagai tahap, yaitu :
a. Lansia berdiri di belakang kursi (benda yang memiliki tinggi yang
sama) sambil berpegangan.
b. Angkat kedua tumit kaki kemudian rapatkan kembali ke lantai,
lakukan secara bergantian selama 20 detik seperti gambar 2.4.
Gambar 2.4 Balance exercise
(Sumber : NHS choices, 2014)
c. Kaki kiri di dorong ke belakang kemudian tarik kembali ke depan,
lakukan langkah tersebut pada kaki kanan seperti gamber 2.5.
13
Gambar 2.5 Balance exercise
(Sumber : NHS choices, 2014)
d. Angkat kedua tumit kaki, lalu beberapa detik kemudian lepaskan
tangan dari kursi satu persatu secara perlahan dan tahan.
e. Angkat kaki kanan dengan ujung jari menyentuh mata kaki sebelah
kiri kemudian lepaskan kedua tangan dari kursi secara perlahan,
lakukan langkah tersebut pada kaki kiri (dilakukan 3 sesi).
f. Angkat kaki kanan dan hanya menggunakan satu tangan pada kursi
tahan selama 20 detik, lakukan secara perlahan dan ulangi beberapa
kali serta berlaku untuk kaki kanan seperti gambar 2.6.
Gamber 2.6 Balance Exercise
(Sumber : Harvard Health Publication, 2014)
14
4. Indikasi Balance Exercise
Menurut Kisner dan Colby (2012) indikasi dilakukan balance
exercise adalah :
a. Seseorang yang mengalami bed rest dalam waktu yang lama.
b. Seseorang yang mengalami penurunan keseimbangan statis atau
dinamis.
c. Seseorang yang mengalami penurunan kewaspadaan dan reflek.
d. Memiliki masalah muskuloskeletal yaitu penurunan kekuatan,
mobilitas sendi, kelenturan dan postur yang buruk.
5. Kontra Indikasi Balance Exercise
Menurut Kisner dan Colby (2012) kontra indikasi dilakukan
balance exercise adalah :
a. Memiliki gangguan kognitif
C. Konsep Keseimbangan
1. Definisi Keseimbangan
Keseimbangan adalah kemampuan seseorang ketika pada posisi
tegak mampu mempertahankan pusat gravitasi tubuh pada bidang tumpu
(O’sullivan dan Schmitz, 2007). Selanjutnya O’sullivan dan Schmitz (2007)
menyatakan bahwa terdapat dua keseimbangan yaitu keseimbangan statis
dan dinamis:
a. Keseimbangan statis merupakan kemampuan tubuh seseorang
dalam mempertahankan keseimbangan pada posisi tetap seperti
berdiri di papan keseimbangan.
15
b. Keseimbangan dinamis merupakan kemampuan tubuh
seseorang dalam mempertahankan keseimbangan pada posisi
bergerak seperti berjalan di papan keseimbangan.
Kemampuan dalam mempertahankan keseimbangan dipengaruhi
oleh beberapa hal yaitu sistem sensorik yang termasuk didalamnya adalah
vestibular, visual dan somatosensorik termasuk proprioceptor, selanjutnya
adalah muskuloskeletal yang termasuk didalamnya yaitu otot, sendi dan
jaringan lunak lain yang kemudian diatur dalam otak melalui kontrol
motorik, sensorik, basal ganglia dan cerebellum sehingga menciptakan
respon terhadap perubahan kondisi internal dan eksternal. Interaksi
kompleks tersebut merupakan pengatur keseimbangan di dalam tubuh yang
merupakan organ keseimbangan (equilibrium). Equilibrium berarti tubuh
berada pada keadaan istirahat (static equilibrium) maupun bergerak dengan
stabil (dynamic equilibrium) (Kisner dan Colby, 2012). Lebih lanjut Kisner
dan Colby (2012) menyatakan bahwa keseimbangan terbaik adalah ketika
center of mass (COM) atau center of gravity (COG) dipertahankan pada
base of support (BOS).
COM adalah titik tengah dari total massa tubuh yaitu titik yang
menandakan tubuh pada equilibrium yang sempurna, ditentukan dengan
berat rata-rata setiap segmen tubuh. COG adalah garis vertikal proyeksi dari
COM ke tanah, dengan COG normal pada manusia dewasa adalah sedikit
anterior dari tulang sacrum 2. BOS merupakan batas area kontak antara
tubuh dengan permukaan yang dipijak, sehingga posisi kaki mempengaruhi
BOS dan kestabilan tubuh (Kisner dan Colby, 2012).
16
Lebih lanjut menurut Kisner dan Colby (2012) latihan untuk
meningkatkan keseimbangan pada lansia dapat dilakukan, penelitian telah
membuktikan latihan keseimbangan pada lansia selama 4 minggu
meningkatkan keseimbangan dan menurunkan risiko jatuh dibandingkan
mereka yang tidak melakukan latihan.
2. Cara Pengukuran
Pengukuran untuk keseimbangan bisa dilakukan dengan Functional
Reach Test (FRT). Menurut Flening, et al (2011) FRT adalah pengukuran
dengan cara berdiri dengan tangan lurus ke depan dengan subyek
mengulurkan tangan sejauh yang dia mampu, bila jaraknya kurang dari 15
cm maka ini mengindikasikan risiko jatuh. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam menggunakan tes ini yaitu :
a. Kriteria pengukuran :
Mengukur jarak yang mampu dicapai dengan tangan tanpa beranjak
dari tempat berdiri.
b. Alat yang dibutuhkan :
Penggaris atau meteran
c. Pelaksanaan :
Posisi awal adalah berdiri, tangan 90 derajat lurus ke depan, kemudian
mencoba mengulurkan tangan sejauh yang subyek bisa akhirnya di
tulis catatan jarak tangan gambar 2.7.
17
Gambar 2.7 Functional Reach Test
(Sumber :UpToDate, 2011)
D. Konsep Lanjut Usia
1. Definisi Lanjut Usia
Seseorang dikategorikan sebagai lansia adalah orang dewasa yang telah
mencapai usia lanjut yaitu 60 atau 65 tahun (WHO, 2010). Menurut Stanley
dan Beare (2007), lansia bila didasarkan karakteristik sosial masyarakat orang
telah tua jika menunjukkan ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit,
dan hilangnya gigi. Perannya di dalam masyarakat tidak bisa lagi
melaksanakan fungsi peran orang dewasa, seperti pria yang tidak lagi terikat
dalam kegiatan ekonomi produktif dan untuk wanita tidak dapat memenuhi
tugas rumah tangga. Kriteria simbolik seseorang dianggap lansia ketika cucu
pertamanya lahir. Masyarakat kepulauan Pasifik menganggap seseorang
sebagai lansia adalah ketika ia berfungsi sebagai kepala dari garis keturunan
keluarganya. Menurut Ineko (2012), lansia adalah mereka yang telah berusia
60 tahun ke atas baik pria maupun wanita, yang masih aktif dalam
beraktivitas dan bekerja maupun mereka yang tidak berdaya untuk mencari
18
nafkah sendiri sehingga bergantung kepada orang lain untuk menghidupi
dirinya.
a. Kategori Lanjut Usia
Kategori lansia menurut World Health Organization (WHO) (2002)
lanjut usia dibagi menjadi beberapa kategori yaitu:
1) Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
2) Lanjut usia (elderly) = antara 60 sampai 74 tahun.
3) Lanjut usia tua (old) = antara 75 sampai 90 tahun.
4) Sangat tua (very old) = diatas 90 tahun.
Menurut Effendi (2009) yang dijadikan patokan umur pada lansia
berbeda-beda, pada umumnya berkisar antara 60-65 tahun sedangkan
menurut Maryam, et all (2008) kategori lansia dibagi dalam 3 kategori
yaitu :
1) Klasifikasi Lanjut Usia
a) Pralansia (pasenilis) : usia 45 – 59 tahun
b) Lansia : usia 60 tahun ke atas
c) Lansia risiko tinggi : usia 70 tahun ke atas dengan masalah
kesehatan
d) Lansia potensial : lansia yang masih produktif, mampu
mencari nafkah
e) Lansia tidak potensial : tidak mampu mencari nafkah,
hidupnya bergantung pada orang lain
19
2) Karakteristik Lanjut Usia
a) Kebutuhan dan masalah dari kesehatan, biopsikososial,
spiritual, kondisi adaptif dan mal adaptif.
b) Lingkungan tempat tinggal bervariasi.
3) Tipe Lanjut Usia
a) Tipe arif bijaksana : Lansia yang penuh hikmah, pengalaman,
yang mampu mengikuti perubahan zaman, biasanya memiliki
kesibukan, sederhana, dermawan, rendah hati dan menjadi
panutan.
b) Tipe mandiri : Mampu memilih apa yang bisa dikerjakan dan
menjaga pergaulan.
c) Tipe tidak puas : Belum menerima proses penuaan, sehingga
menjadi stres yang memunculkan sifat pemarah, tidak sabar,
mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak
menuntut.
d) Tipe pasrah : menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.
e) Tipe bingung : mudah kaget, kehilangan kepribadian,
mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan tidak peduli
dengan yang ada di sekitarnya.
b. Penurunan Fungsi pada Lanjut Usia
1) Fungsi Fisiologis
Perubahan sistem tubuh lansia menurut Nugroho (2000)
dalam Effendi (2009) :
20
a) Sel
Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan
ukurannya akan lebih besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler
akan berkurang. Proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan
hati juga ikut berkurang. Jumlah sel otak akan menurun,
mekanisme perbaikan sel akan terganggu, dan otak menjadi atrofi.
b) Sistem persyarafan
Hubungan persyarafan cepat menurun, lambat dalam
merespons baik dari pergerakan maupun jarak waktu, khususnya
dengan stres, mengecilnya saraf panca indra, serta menjadi kurang
sensitif terhadap sentuhan.
c) Sistem pendengaran
Gangguan pada pendengaran (presbiakusis), membran
timpani mengalami atrofi, terjadi pengumpulan dan pengerasan
serumen karena peningkatan keratin, pendengaran menurun pada
lansia yang mengalami ketegangan jiwa atau stres.
d) Sistem penglihatan
Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respons
terhadap sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa
lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak, meningkatnya
ambang pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan
menjadi lebih lambat dan sulit untuk melihat dalam keadaan
gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang,
dan menurunnya daya untuk membedakan antara warna biru
dengan hijau pada skala pemeriksaan.
21
e) Sistem kardiovaskular
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal
dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun
1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahu, hal ini menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas
pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi, sering terjadi postural hipotensi, tekanan darah
meningkat diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari
pembuluh darah perifer.
f) Sistem pengaturan temperatur tubuh
Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis
akibat metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil
dan tidak dapat memproduksi panas akibatnya aktivitas otot
menurun.
g) Sistem pernapasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi
kaku, menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan
elastisitas sehingga kapasitas residu meningkat, menarik nafas
lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan
kedalaman bernafas menurun. Ukuran alveoli melebar dari normal
dan jumlahnya berkurang, kemampuan untuk batuk berkurang,
kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring
dengan pertambahan usia.
22
h) Sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus
melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun, produksi asam
lambung dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltik
lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun,
hati (liver) semakin mengecil dan menurunnya tempat
penyimpanan, serta berkurangnya suplai aliran darah.
i) Sistem genitourinaria
Ginjal dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal
menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada
penurunan kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urine,
berat jenis urine menurun, proteinuria biasanya +1). Blood urea
nitrogen (BUN) meningkat hingga 22 mg, nilai ambang ginjal
terhadap glukosa meningkat. Otot-otot kandung kemih (vesica
urinaria) melemah, kapasitasnya menurun hingga 200 ml dan
menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat, kandung
kemih sulit dikosongkan sehingga meningkatkan retensi urine.
Pria dengan usia 65 tahun ke atas sebagian besar mengalami
pembesaran prostat hingga kurang lebih 75% dari besar
normalnya.
j) Sistem endokrin
Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH.
Adrenocorticotropic Hormone (ACTH) adalah hormon yang
berperan dalam mengontrol aksi korteks adrenal dalam
menurunkan produksi kortisol agar normal, bila kortisol
23
berlebihan akan menyebabkan resistensi insulin, peningkatan
lemak dan penurunan sintesa protein (Toruan, 2007).Tyroid
Stimulating Hormone (TSH) adalah hormon yang diproduksi oleh
kelenjar pituitari yang berguna mengontrol jumlah hormon tiroid
dalam darah (Tandra, 2011).Follicle Stimulating Hormone (FSH)
dan Luteinizing Hormone (LH) merupakan glikoprotein yang
masing-masing disekresikan oleh gonadotrof, memiliki sub unit
alfa sama dengan sub unit beta berbeda , berperan penting dalam
reproduksi manusia (Heffner dan Schust, 2010).
Lansia juga mengalami penurunan aktivitas tiroid, basal
metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosteron,
serta sekresi hormon kelamin seperti progesteron, estrogen, dan
testosteron. Aldosteron adalah hormon yang berperan dalam
menurunkan jumlah sekresi hormon progesteron (Manuaba et al,
2007). Progesteron merupakan hormon yang mengatur jumlah
estrogen dalam tubuh serta meredakan kegelisahan dan membuat
tidur nyenyak (Waluyo dan Putra, 2010). Estrogen adalah hormon
yang berfungsi dalam efek feminisasi, proliferasi rahim dan
endometrium, mengatur menstruasi, mengatur laktasi, sebagai
anti-ovulasi, efek anabol, efek anti androgen, mengatur kolesterol,
retensi garam dan air serta menghambat kehilangan pesat pada
tulang (Akib, 2007). Testosteron adalah hormon kelamin yang
dominan pada laki-laki yang mengatur pertumbuhan kelamin
sekunder yaitu pertumbuhan janggut, suara berat dan pembesaran
genitalia (Pearce, 2009).
24
k) Sistem integumen
Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak,
permukaan kulit kasar dan berisik, menurunnya respons terhadap
trauma, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan
rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan
telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya
cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku
jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan
dan seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan
fungsinya, kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.
l) Sistem muskuloskeletal
Tulang kehilangan kepadatannya (density) dan semakin
rapuh, kifosis, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon
mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot sehingga
gerak seseorang menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi
tremor.
Menurut Santoso dan Ismail (2009) terdapat beberapa
penurunan fisiologis terutama komponen dasar kebugaran :
a) Daya tahan : Terjadi penurunan akibat berkurangnya massa otot,
bila lansia kurang beraktivitas maka akan meningkatkan
terjadinya penurunan yaitu dua kali lebih cepat.
b) Kekuatan : Pada proses penuaan, serabut otot berkurang yang
berakibat pada penurunan kekuatan otot. Penurunan massa otot
kaki lebih cepat dibandingkan otot lengan, sehingga sangat
terlihat ketika melakukan aktivitas jalan, terlihat tidak stabil
25
karena lemahnya otot paha depan dan berkurangnya koordinasi
antar otot. Tidak hanya massa otot yang berkurang, massa tulang
juga ikut berkurang dan mudah terjadi osteoporosis membuat
kekuatan juga berkurang.
c) Kelenturan : Pada proses penuaan hal ini adalah yang pertama
dirasakan. Mengerutnya kapsul sendi, semakin menipis jarak
antar persendian, terutama pada sendi bahu, sehingga terjadi
pembatasan lingkup gerak sendi pada lansia. Contohnya pada
kekakuan otot betis memperlambat gerak berjalan pada lansia dan
otot tersebut gampang mengalami cedera.
d) Koordinasi dan keseimbangan : Gangguan koordinasi dan
keseimbangan akan menjadi penyebab utama lansia menjadi
mudah jatuh. Hal ini diakibatkan oleh proses penuaan yang
berkaitan dengan fungsi sensorik dan kekuatan otot.
2) Perubahan mental
Menurut Effendi (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan mental adalah :
a) Perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b) Kesehatan umum.
c) Tingkat pendidikan.
d) Keturunan (Hereditas).
e) Lingkungan.
f) Tingkat kecerdasan (IQ - Intelligence Quotient).
26
g) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan
verbal. Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan
psikomotor, terjadi perubahan pada daya membayangkan
karena tekanan-tekanan dari faktor waktu.
h) Kenangan (Memory).
Kenangan dibagi menjadi dua yaitu:
(1) Kenangan jangka panjang: Berjam-jam sampai
berhari-hari yang lalu mencakup beberapa perubahan.
(2) Kenangan jangka pendek atau seketika: 0-10 menit,
kenangan buruk.
3) Perubahan psikososial
Menurut Effendi (2009) terjadi perubahan yaitu secara ekonomi
akibat pemberhentian dari jabatan. Nilai seseorang sering diukur oleh
produktivitasnya dan identitas dikaitkan dengan peranan dalam
pekerjaan. Bila seseorang pensiun, ia akan mengalami
kehilangan-kehilangan, antara lain :
a) Kehilangan finansial (pemasukan berkurang).
b) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup
tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya).
c) Kehilangan teman atau relasi.
d) Kehilangan pekerjaan dan kegiatan.
Secara psikologi mereka juga mengalami perubahan yaitu mulai sadar
akan kematian (sense of awareness of mortality).