19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Gaze Stabiliztion Exercise 1. Definisi Gaze Stabiliztion Exercise Menurut Khanna dan Singh (2014) mengemukakan bahwa Gaze Stabiliztion Exercise adalah suatu latihan yang bertujuan untuk melatih dan memperbaiki interaksi vestibule-visual ketika terjadi pergerakan kepala untuk menambah keseimbangan baik secara statis maupun dinamis berkaitan dengan kondisi saat informasi sensoris tidak teratur. 2. Manfaat Gaze Stabiliztion Exercise Gaze Stabiliztion Exercise membantu lansia dalam hal mempertahankan kemampuan mengolah informasi sensoris yang masuk, karena dalam proses penuaan wajar terjadi penurunan penangkapan informasi sensoris. Latihan ini juga bisa dilakukan kapan saja karena tidak membutuhkan alat apapun, hanya perlu duduk rileks. Khanna dan Singh (2014) menyatakan bahwa saat melakukan gaze stabilization exercise, vestibular system mengirimkan informasi ke oculomotor nucleus yang akan memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang berperan dalam visual field stabilization sehingga membantu menstabilkan mata serta mempertahankan postur agar stabil ketika berdiri maupun berjalan, Vestibular system dapat dilihat seperti gambar 2.1. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/43344/3/jiptummpp-gdl-arisbudiwi-50374-3-babii.pdf · memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang berperan

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/43344/3/jiptummpp-gdl-arisbudiwi-50374-3-babii.pdf · memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang berperan

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Gaze Stabiliztion Exercise

1. Definisi Gaze Stabiliztion Exercise

Menurut Khanna dan Singh (2014) mengemukakan bahwa Gaze

Stabiliztion Exercise adalah suatu latihan yang bertujuan untuk melatih dan

memperbaiki interaksi vestibule-visual ketika terjadi pergerakan kepala untuk

menambah keseimbangan baik secara statis maupun dinamis berkaitan

dengan kondisi saat informasi sensoris tidak teratur.

2. Manfaat Gaze Stabiliztion Exercise

Gaze Stabiliztion Exercise membantu lansia dalam hal

mempertahankan kemampuan mengolah informasi sensoris yang masuk,

karena dalam proses penuaan wajar terjadi penurunan penangkapan informasi

sensoris. Latihan ini juga bisa dilakukan kapan saja karena tidak

membutuhkan alat apapun, hanya perlu duduk rileks. Khanna dan Singh

(2014) menyatakan bahwa saat melakukan gaze stabilization exercise,

vestibular system mengirimkan informasi ke oculomotor nucleus yang akan

memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang

berperan dalam visual field stabilization sehingga membantu menstabilkan

mata serta mempertahankan postur agar stabil ketika berdiri maupun berjalan,

Vestibular system dapat dilihat seperti gambar 2.1.

8

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/43344/3/jiptummpp-gdl-arisbudiwi-50374-3-babii.pdf · memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang berperan

9

Gambar 2.1 Vestibular system

(Sumber : Venugopala, 2017)

3. Tehnik Gaze Stabiliztion Exercise

Tehnik gaze stabilization exercise menurut Bhardwaj dan Vats

(2014) terdiri dari berbagai tahap, yaitu :

a. Lansia duduk rileks pada kursi.

b. Usahakan posisi tubuh tegak lurus.

c. Satu jari ditaruh di depan kedua mata dengan jarak kurang lebih 30 cm

kemudian kepala menengok ke kiri dan ke kanan dengan kedua mata

tetap fokus pada jari seperti gambar 2.2.

Gambar 2.2 Gaze stabilization exercise

(Sumber : Pinsdaddy, 2010)

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/43344/3/jiptummpp-gdl-arisbudiwi-50374-3-babii.pdf · memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang berperan

10

d. Gerakan kedua satu jari ditaruh di depan kedua mata dengan jarak kurang

lebih 30 cm kemudian kepala menunduk dan dengan kedua mata tetap

fokus pada jari seperti gambar 2.3.

Gambar 2.3 Gaze stabilization exercise

(Sumber : Pinsdaddy, 2010)

e. Lakukan kurang lebih selama 5 - 10 menit.

4. Indikasi Gaze Stabilization Exercise

Menurut Hain (2009) indikasi dilakukan gaze stabilization exercise

adalah :

a. Seseorang dengan unilateral vestibular disturbances seperti vestibular

neuritis.

b. Seseorang dengan vestibular bilateral loss.

c. Seseorang dengan central vestibular disorder

Lebih lanjut Bhardwaj dan Vats (2014) menyebutkan bahwa

indikasi gaze stabilization exercise adalah :

a. Seseorang dengan vestibular hypo-function.

b. Lansia sehat dengan nonspecific dizziness.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/43344/3/jiptummpp-gdl-arisbudiwi-50374-3-babii.pdf · memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang berperan

11

5. Kontra Indikasi Gaze Stabilization Exercise

Menurut Hain (2009) kontra indikasi dilakukan gaze stabilization

exercise adalah :

a. Seseorang dengan positional vertigo.

b. Seseorang dengan cervical vertigo.

c. Seseorang dengan intermittent vestibular problem.

d. Seseorang yang memiliki fluktuasi tekanan darah.

B. Konsep Balance Exercise

1. Definisi Balance Exercise

Balance exercise merupakan exercise yang bertujuan meningkatkan

kekuatan otot terutama ekstremitas bawah serta meningkatkan

keseimbangan. Organ yang berperan dalam sistem keseimbangan tubuh

adalah balance percepsion. Latihan ini sangat membantu mempertahankan

tubuhnya agar stabil sehingga mencegah terjatuh yang sering terjadi pada

lansia (Jowir, 2009).

2. Manfaat Balance Exercise

Balance exercise memiliki manfaat penting bagi lansia, exercise ini

membantu lansia untuk tetap menjaga kemampuan mempertahankan tubuh

agar stabil yang akan mecegah kejadian jatuh pada lansia. Balance exercise

dilakukan setidaknya 3 hari dalam seminggu. Sebagian besar aktivitas

dilakukan pada intensitas rendah. Reddy dan Alahmari (2016) menyatakan

bahwa ketika dilakukan balance exercise maka akan mempengaruhi

propioseptif kemudian mengurangi kekakuan pada sendi, fasci dan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/43344/3/jiptummpp-gdl-arisbudiwi-50374-3-babii.pdf · memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang berperan

12

musculo-tendinous unit, perubahan ini kemudian mempengaruhi input dari

otot yang masuk ke sistem saraf pusat dan menjadi output baru yang berefek

pada kemampuan beradaptasi pada kegiatan yang memerlukan

keseimbangan.

3. Tehnik Balance Exercise

Tehnik balance exercie menurut Khanna dan Singh (2014) terdiri

dari berbagai tahap, yaitu :

a. Lansia berdiri di belakang kursi (benda yang memiliki tinggi yang

sama) sambil berpegangan.

b. Angkat kedua tumit kaki kemudian rapatkan kembali ke lantai,

lakukan secara bergantian selama 20 detik seperti gambar 2.4.

Gambar 2.4 Balance exercise

(Sumber : NHS choices, 2014)

c. Kaki kiri di dorong ke belakang kemudian tarik kembali ke depan,

lakukan langkah tersebut pada kaki kanan seperti gamber 2.5.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/43344/3/jiptummpp-gdl-arisbudiwi-50374-3-babii.pdf · memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang berperan

13

Gambar 2.5 Balance exercise

(Sumber : NHS choices, 2014)

d. Angkat kedua tumit kaki, lalu beberapa detik kemudian lepaskan

tangan dari kursi satu persatu secara perlahan dan tahan.

e. Angkat kaki kanan dengan ujung jari menyentuh mata kaki sebelah

kiri kemudian lepaskan kedua tangan dari kursi secara perlahan,

lakukan langkah tersebut pada kaki kiri (dilakukan 3 sesi).

f. Angkat kaki kanan dan hanya menggunakan satu tangan pada kursi

tahan selama 20 detik, lakukan secara perlahan dan ulangi beberapa

kali serta berlaku untuk kaki kanan seperti gambar 2.6.

Gamber 2.6 Balance Exercise

(Sumber : Harvard Health Publication, 2014)

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/43344/3/jiptummpp-gdl-arisbudiwi-50374-3-babii.pdf · memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang berperan

14

4. Indikasi Balance Exercise

Menurut Kisner dan Colby (2012) indikasi dilakukan balance

exercise adalah :

a. Seseorang yang mengalami bed rest dalam waktu yang lama.

b. Seseorang yang mengalami penurunan keseimbangan statis atau

dinamis.

c. Seseorang yang mengalami penurunan kewaspadaan dan reflek.

d. Memiliki masalah muskuloskeletal yaitu penurunan kekuatan,

mobilitas sendi, kelenturan dan postur yang buruk.

5. Kontra Indikasi Balance Exercise

Menurut Kisner dan Colby (2012) kontra indikasi dilakukan

balance exercise adalah :

a. Memiliki gangguan kognitif

C. Konsep Keseimbangan

1. Definisi Keseimbangan

Keseimbangan adalah kemampuan seseorang ketika pada posisi

tegak mampu mempertahankan pusat gravitasi tubuh pada bidang tumpu

(O’sullivan dan Schmitz, 2007). Selanjutnya O’sullivan dan Schmitz (2007)

menyatakan bahwa terdapat dua keseimbangan yaitu keseimbangan statis

dan dinamis:

a. Keseimbangan statis merupakan kemampuan tubuh seseorang

dalam mempertahankan keseimbangan pada posisi tetap seperti

berdiri di papan keseimbangan.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/43344/3/jiptummpp-gdl-arisbudiwi-50374-3-babii.pdf · memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang berperan

15

b. Keseimbangan dinamis merupakan kemampuan tubuh

seseorang dalam mempertahankan keseimbangan pada posisi

bergerak seperti berjalan di papan keseimbangan.

Kemampuan dalam mempertahankan keseimbangan dipengaruhi

oleh beberapa hal yaitu sistem sensorik yang termasuk didalamnya adalah

vestibular, visual dan somatosensorik termasuk proprioceptor, selanjutnya

adalah muskuloskeletal yang termasuk didalamnya yaitu otot, sendi dan

jaringan lunak lain yang kemudian diatur dalam otak melalui kontrol

motorik, sensorik, basal ganglia dan cerebellum sehingga menciptakan

respon terhadap perubahan kondisi internal dan eksternal. Interaksi

kompleks tersebut merupakan pengatur keseimbangan di dalam tubuh yang

merupakan organ keseimbangan (equilibrium). Equilibrium berarti tubuh

berada pada keadaan istirahat (static equilibrium) maupun bergerak dengan

stabil (dynamic equilibrium) (Kisner dan Colby, 2012). Lebih lanjut Kisner

dan Colby (2012) menyatakan bahwa keseimbangan terbaik adalah ketika

center of mass (COM) atau center of gravity (COG) dipertahankan pada

base of support (BOS).

COM adalah titik tengah dari total massa tubuh yaitu titik yang

menandakan tubuh pada equilibrium yang sempurna, ditentukan dengan

berat rata-rata setiap segmen tubuh. COG adalah garis vertikal proyeksi dari

COM ke tanah, dengan COG normal pada manusia dewasa adalah sedikit

anterior dari tulang sacrum 2. BOS merupakan batas area kontak antara

tubuh dengan permukaan yang dipijak, sehingga posisi kaki mempengaruhi

BOS dan kestabilan tubuh (Kisner dan Colby, 2012).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/43344/3/jiptummpp-gdl-arisbudiwi-50374-3-babii.pdf · memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang berperan

16

Lebih lanjut menurut Kisner dan Colby (2012) latihan untuk

meningkatkan keseimbangan pada lansia dapat dilakukan, penelitian telah

membuktikan latihan keseimbangan pada lansia selama 4 minggu

meningkatkan keseimbangan dan menurunkan risiko jatuh dibandingkan

mereka yang tidak melakukan latihan.

2. Cara Pengukuran

Pengukuran untuk keseimbangan bisa dilakukan dengan Functional

Reach Test (FRT). Menurut Flening, et al (2011) FRT adalah pengukuran

dengan cara berdiri dengan tangan lurus ke depan dengan subyek

mengulurkan tangan sejauh yang dia mampu, bila jaraknya kurang dari 15

cm maka ini mengindikasikan risiko jatuh. Ada beberapa hal yang harus

diperhatikan dalam menggunakan tes ini yaitu :

a. Kriteria pengukuran :

Mengukur jarak yang mampu dicapai dengan tangan tanpa beranjak

dari tempat berdiri.

b. Alat yang dibutuhkan :

Penggaris atau meteran

c. Pelaksanaan :

Posisi awal adalah berdiri, tangan 90 derajat lurus ke depan, kemudian

mencoba mengulurkan tangan sejauh yang subyek bisa akhirnya di

tulis catatan jarak tangan gambar 2.7.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/43344/3/jiptummpp-gdl-arisbudiwi-50374-3-babii.pdf · memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang berperan

17

Gambar 2.7 Functional Reach Test

(Sumber :UpToDate, 2011)

D. Konsep Lanjut Usia

1. Definisi Lanjut Usia

Seseorang dikategorikan sebagai lansia adalah orang dewasa yang telah

mencapai usia lanjut yaitu 60 atau 65 tahun (WHO, 2010). Menurut Stanley

dan Beare (2007), lansia bila didasarkan karakteristik sosial masyarakat orang

telah tua jika menunjukkan ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit,

dan hilangnya gigi. Perannya di dalam masyarakat tidak bisa lagi

melaksanakan fungsi peran orang dewasa, seperti pria yang tidak lagi terikat

dalam kegiatan ekonomi produktif dan untuk wanita tidak dapat memenuhi

tugas rumah tangga. Kriteria simbolik seseorang dianggap lansia ketika cucu

pertamanya lahir. Masyarakat kepulauan Pasifik menganggap seseorang

sebagai lansia adalah ketika ia berfungsi sebagai kepala dari garis keturunan

keluarganya. Menurut Ineko (2012), lansia adalah mereka yang telah berusia

60 tahun ke atas baik pria maupun wanita, yang masih aktif dalam

beraktivitas dan bekerja maupun mereka yang tidak berdaya untuk mencari

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/43344/3/jiptummpp-gdl-arisbudiwi-50374-3-babii.pdf · memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang berperan

18

nafkah sendiri sehingga bergantung kepada orang lain untuk menghidupi

dirinya.

a. Kategori Lanjut Usia

Kategori lansia menurut World Health Organization (WHO) (2002)

lanjut usia dibagi menjadi beberapa kategori yaitu:

1) Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59

tahun.

2) Lanjut usia (elderly) = antara 60 sampai 74 tahun.

3) Lanjut usia tua (old) = antara 75 sampai 90 tahun.

4) Sangat tua (very old) = diatas 90 tahun.

Menurut Effendi (2009) yang dijadikan patokan umur pada lansia

berbeda-beda, pada umumnya berkisar antara 60-65 tahun sedangkan

menurut Maryam, et all (2008) kategori lansia dibagi dalam 3 kategori

yaitu :

1) Klasifikasi Lanjut Usia

a) Pralansia (pasenilis) : usia 45 – 59 tahun

b) Lansia : usia 60 tahun ke atas

c) Lansia risiko tinggi : usia 70 tahun ke atas dengan masalah

kesehatan

d) Lansia potensial : lansia yang masih produktif, mampu

mencari nafkah

e) Lansia tidak potensial : tidak mampu mencari nafkah,

hidupnya bergantung pada orang lain

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/43344/3/jiptummpp-gdl-arisbudiwi-50374-3-babii.pdf · memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang berperan

19

2) Karakteristik Lanjut Usia

a) Kebutuhan dan masalah dari kesehatan, biopsikososial,

spiritual, kondisi adaptif dan mal adaptif.

b) Lingkungan tempat tinggal bervariasi.

3) Tipe Lanjut Usia

a) Tipe arif bijaksana : Lansia yang penuh hikmah, pengalaman,

yang mampu mengikuti perubahan zaman, biasanya memiliki

kesibukan, sederhana, dermawan, rendah hati dan menjadi

panutan.

b) Tipe mandiri : Mampu memilih apa yang bisa dikerjakan dan

menjaga pergaulan.

c) Tipe tidak puas : Belum menerima proses penuaan, sehingga

menjadi stres yang memunculkan sifat pemarah, tidak sabar,

mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak

menuntut.

d) Tipe pasrah : menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti

kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.

e) Tipe bingung : mudah kaget, kehilangan kepribadian,

mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan tidak peduli

dengan yang ada di sekitarnya.

b. Penurunan Fungsi pada Lanjut Usia

1) Fungsi Fisiologis

Perubahan sistem tubuh lansia menurut Nugroho (2000)

dalam Effendi (2009) :

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/43344/3/jiptummpp-gdl-arisbudiwi-50374-3-babii.pdf · memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang berperan

20

a) Sel

Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan

ukurannya akan lebih besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler

akan berkurang. Proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan

hati juga ikut berkurang. Jumlah sel otak akan menurun,

mekanisme perbaikan sel akan terganggu, dan otak menjadi atrofi.

b) Sistem persyarafan

Hubungan persyarafan cepat menurun, lambat dalam

merespons baik dari pergerakan maupun jarak waktu, khususnya

dengan stres, mengecilnya saraf panca indra, serta menjadi kurang

sensitif terhadap sentuhan.

c) Sistem pendengaran

Gangguan pada pendengaran (presbiakusis), membran

timpani mengalami atrofi, terjadi pengumpulan dan pengerasan

serumen karena peningkatan keratin, pendengaran menurun pada

lansia yang mengalami ketegangan jiwa atau stres.

d) Sistem penglihatan

Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respons

terhadap sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa

lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak, meningkatnya

ambang pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan

menjadi lebih lambat dan sulit untuk melihat dalam keadaan

gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang,

dan menurunnya daya untuk membedakan antara warna biru

dengan hijau pada skala pemeriksaan.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/43344/3/jiptummpp-gdl-arisbudiwi-50374-3-babii.pdf · memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang berperan

21

e) Sistem kardiovaskular

Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal

dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun

1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahu, hal ini menyebabkan

menurunnya kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas

pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer

untuk oksigenasi, sering terjadi postural hipotensi, tekanan darah

meningkat diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari

pembuluh darah perifer.

f) Sistem pengaturan temperatur tubuh

Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis

akibat metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil

dan tidak dapat memproduksi panas akibatnya aktivitas otot

menurun.

g) Sistem pernapasan

Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi

kaku, menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan

elastisitas sehingga kapasitas residu meningkat, menarik nafas

lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan

kedalaman bernafas menurun. Ukuran alveoli melebar dari normal

dan jumlahnya berkurang, kemampuan untuk batuk berkurang,

kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring

dengan pertambahan usia.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/43344/3/jiptummpp-gdl-arisbudiwi-50374-3-babii.pdf · memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang berperan

22

h) Sistem gastrointestinal

Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus

melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun, produksi asam

lambung dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltik

lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun,

hati (liver) semakin mengecil dan menurunnya tempat

penyimpanan, serta berkurangnya suplai aliran darah.

i) Sistem genitourinaria

Ginjal dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal

menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada

penurunan kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urine,

berat jenis urine menurun, proteinuria biasanya +1). Blood urea

nitrogen (BUN) meningkat hingga 22 mg, nilai ambang ginjal

terhadap glukosa meningkat. Otot-otot kandung kemih (vesica

urinaria) melemah, kapasitasnya menurun hingga 200 ml dan

menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat, kandung

kemih sulit dikosongkan sehingga meningkatkan retensi urine.

Pria dengan usia 65 tahun ke atas sebagian besar mengalami

pembesaran prostat hingga kurang lebih 75% dari besar

normalnya.

j) Sistem endokrin

Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH.

Adrenocorticotropic Hormone (ACTH) adalah hormon yang

berperan dalam mengontrol aksi korteks adrenal dalam

menurunkan produksi kortisol agar normal, bila kortisol

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/43344/3/jiptummpp-gdl-arisbudiwi-50374-3-babii.pdf · memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang berperan

23

berlebihan akan menyebabkan resistensi insulin, peningkatan

lemak dan penurunan sintesa protein (Toruan, 2007).Tyroid

Stimulating Hormone (TSH) adalah hormon yang diproduksi oleh

kelenjar pituitari yang berguna mengontrol jumlah hormon tiroid

dalam darah (Tandra, 2011).Follicle Stimulating Hormone (FSH)

dan Luteinizing Hormone (LH) merupakan glikoprotein yang

masing-masing disekresikan oleh gonadotrof, memiliki sub unit

alfa sama dengan sub unit beta berbeda , berperan penting dalam

reproduksi manusia (Heffner dan Schust, 2010).

Lansia juga mengalami penurunan aktivitas tiroid, basal

metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosteron,

serta sekresi hormon kelamin seperti progesteron, estrogen, dan

testosteron. Aldosteron adalah hormon yang berperan dalam

menurunkan jumlah sekresi hormon progesteron (Manuaba et al,

2007). Progesteron merupakan hormon yang mengatur jumlah

estrogen dalam tubuh serta meredakan kegelisahan dan membuat

tidur nyenyak (Waluyo dan Putra, 2010). Estrogen adalah hormon

yang berfungsi dalam efek feminisasi, proliferasi rahim dan

endometrium, mengatur menstruasi, mengatur laktasi, sebagai

anti-ovulasi, efek anabol, efek anti androgen, mengatur kolesterol,

retensi garam dan air serta menghambat kehilangan pesat pada

tulang (Akib, 2007). Testosteron adalah hormon kelamin yang

dominan pada laki-laki yang mengatur pertumbuhan kelamin

sekunder yaitu pertumbuhan janggut, suara berat dan pembesaran

genitalia (Pearce, 2009).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/43344/3/jiptummpp-gdl-arisbudiwi-50374-3-babii.pdf · memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang berperan

24

k) Sistem integumen

Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak,

permukaan kulit kasar dan berisik, menurunnya respons terhadap

trauma, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan

rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan

telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya

cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku

jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan

dan seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan

fungsinya, kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.

l) Sistem muskuloskeletal

Tulang kehilangan kepadatannya (density) dan semakin

rapuh, kifosis, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon

mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot sehingga

gerak seseorang menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi

tremor.

Menurut Santoso dan Ismail (2009) terdapat beberapa

penurunan fisiologis terutama komponen dasar kebugaran :

a) Daya tahan : Terjadi penurunan akibat berkurangnya massa otot,

bila lansia kurang beraktivitas maka akan meningkatkan

terjadinya penurunan yaitu dua kali lebih cepat.

b) Kekuatan : Pada proses penuaan, serabut otot berkurang yang

berakibat pada penurunan kekuatan otot. Penurunan massa otot

kaki lebih cepat dibandingkan otot lengan, sehingga sangat

terlihat ketika melakukan aktivitas jalan, terlihat tidak stabil

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/43344/3/jiptummpp-gdl-arisbudiwi-50374-3-babii.pdf · memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang berperan

25

karena lemahnya otot paha depan dan berkurangnya koordinasi

antar otot. Tidak hanya massa otot yang berkurang, massa tulang

juga ikut berkurang dan mudah terjadi osteoporosis membuat

kekuatan juga berkurang.

c) Kelenturan : Pada proses penuaan hal ini adalah yang pertama

dirasakan. Mengerutnya kapsul sendi, semakin menipis jarak

antar persendian, terutama pada sendi bahu, sehingga terjadi

pembatasan lingkup gerak sendi pada lansia. Contohnya pada

kekakuan otot betis memperlambat gerak berjalan pada lansia dan

otot tersebut gampang mengalami cedera.

d) Koordinasi dan keseimbangan : Gangguan koordinasi dan

keseimbangan akan menjadi penyebab utama lansia menjadi

mudah jatuh. Hal ini diakibatkan oleh proses penuaan yang

berkaitan dengan fungsi sensorik dan kekuatan otot.

2) Perubahan mental

Menurut Effendi (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi

perubahan mental adalah :

a) Perubahan fisik, khususnya organ perasa.

b) Kesehatan umum.

c) Tingkat pendidikan.

d) Keturunan (Hereditas).

e) Lingkungan.

f) Tingkat kecerdasan (IQ - Intelligence Quotient).

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/43344/3/jiptummpp-gdl-arisbudiwi-50374-3-babii.pdf · memicu reflek dari vestibulo-ocular reflex dan vestibulo-spinal reflex yang berperan

26

g) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan

verbal. Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan

psikomotor, terjadi perubahan pada daya membayangkan

karena tekanan-tekanan dari faktor waktu.

h) Kenangan (Memory).

Kenangan dibagi menjadi dua yaitu:

(1) Kenangan jangka panjang: Berjam-jam sampai

berhari-hari yang lalu mencakup beberapa perubahan.

(2) Kenangan jangka pendek atau seketika: 0-10 menit,

kenangan buruk.

3) Perubahan psikososial

Menurut Effendi (2009) terjadi perubahan yaitu secara ekonomi

akibat pemberhentian dari jabatan. Nilai seseorang sering diukur oleh

produktivitasnya dan identitas dikaitkan dengan peranan dalam

pekerjaan. Bila seseorang pensiun, ia akan mengalami

kehilangan-kehilangan, antara lain :

a) Kehilangan finansial (pemasukan berkurang).

b) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup

tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya).

c) Kehilangan teman atau relasi.

d) Kehilangan pekerjaan dan kegiatan.

Secara psikologi mereka juga mengalami perubahan yaitu mulai sadar

akan kematian (sense of awareness of mortality).