Upload
vutuyen
View
227
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Angkutan Umum
Angkutan umum penumpang adalah angkutan penumpang dengan
menggunakan kendaraan umum dan dilaksanakan dengan sistem sewa atau bayar.
Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk
dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Angkutan umum penumpang
lebih dikenal dengan angkutan umum saja (Warpani, 2002).
Angkutan umum dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :
1. Angkutan umum yang disewakan (Paratransit)
Yaitu pelayanan jasa yang dapat dimanfaatkan oleh setiap orang berdasarkan
ciri tertentu, misalnya: tarif dan rute. Angkutan umum ini pada umumnya
tidak memiliki trayek dan jadwal yang tetap, misalnya: taksi. Ciri utama
angkutan ini adalah melayani permintaan.
2. Angkutan umum massal (Masstransit)
Yaitu layanan jasa angkutan yang memiliki trayek dan jadwal tetap,
misalnya: bus dan kereta api. Jenis angkutan ini bukan melayani permintaan
melainkan menyediakan layanan tetap, baik jadwal, tarif maupun lintasannya
(Warpani, 2002).
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 35 Tahun 2003, Bab
III, angkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek terdiri dari:
1. Angkutan Lintas Batas Negara adalah suatu angkutan dari satu kota ke kota
lain yang melewati lintas batas negara dengan menggunakan mobil bus
umum yang terikat dalam trayek.
2. Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) adalah angkutan dari satu kota
ke kota lain yang melalui antar daerah kabupaten/kota yang melalui lebih dari
satu daerah provinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat
dalam trayek.
3. Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) adalah angkutan dari suatu
kota ke kota lain yang melalui antar daerah kabupaten/kota dalam satu
5
wilayah provinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam
trayek.
4. Angkutan Kota adalah angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam satu
daerah kota atau wilayah ibukota kabupaten atau dalam Daerah Khusus
Ibukota Jakarta dengan menggunakan mobil bus umum atau mobil
penumpang umum yang terikat dalam trayek.
5. Angkutan Perdesaan adalah angkutan dari suatu tempat ke tempat lain dalam
suatu daerah kabupaten yang tidak termasuk dalam trayek kota yang berada
pada wilayah ibukota kabupaten dengan mempergunakan mobil bus umum
atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek.
6. Angkutan Perbatasan adalah angkutan kota atau angkutan perdesan yang
memasuki wilayah kecamatan yang berbatasan langsung pada kabupaten atau
kota lainnya baik yang melalui satu provinsi maupun lebih dari satu provinsi.
7. Angkutan Khusus adalah angkutan yang mempunyai asal atau tujuan tetap,
yang melayani antar jemput penumpang umum, antar jemput karyawan,
permukiman dan pemandu moda.
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 35 Tahun 2003, Bab
IV, angkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek terdiri dari:
1. Angkutan Taksi adalah angkutan yang menggunakan mobil penumpang
umum yang diberi tanda khusus dan dilengkapi dengan argometer yang
melayani angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi terbatas.
2. Angkutan Sewa adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang
umum yang melayani angkutan dari pintu ke pintu, dengan atau tanpa
pengemudi, dalam wilayah operasi yang tidak terbatas.
3. Angkutan Pariwisata adalah angkutan yang menggunakan mobil bus umum
yang dilengkapi dengan tanda–tanda khusus untuk keperluan pariwisata atau
keperluan lain diluar pelayanan angkutan dalam trayek, seperti untuk
keperluan keluarga atau sosial lainnya.
4. Angkutan Lingkungan adalah angkutan dengan menggunakan mobil
penumpang umum yang dioperasikan dalam wilayah operasi terbatas pada
kawasan tertentu.
6
2.2 Jaringan Trayek Angkutan Umum
Jaringan trayek adalah kumpulan trayek yang menjadi satu kesatuan
pelayanan angkutan orang. Berdasarkan (Departemen Perhubungan, 2002) faktor
yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan jaringan trayek
adalah sebagai berikut:
1. Pola tata guna tanah.
Pelayanan angkutan umum diusahakan mampu menyediakan aksesbilitas
yang baik. Untuk memenuhi hal itu, lintasan trayek angkutan umum
diusahakan melewati tata guna tanah dengan potensi permintaan yang tinggi.
Demikian juga lokasi-lokasi yang potensial menjadi tujuan bepergian
diusahakan menjadi prioritas pelayanan.
2. Pola penggerakan penumpang angkutan umum.
Rute angkutan umum yang baik adalah arah yang mengikuti pola pergerakan
penumpang angkutan sehingga tercipta pergerakan yang lebih efesien. Trayek
angkutan umum harus dirancang sesuai dengan pola pergerakan penduduk
yang terjadi, sehingga transfer moda yang terjadi pada saat penumpang
mengadakan perjalanan dengan angkutan umum dapat diminimumkan.
3. Kepadatan penduduk.
Salah satu faktor menjadi prioritas angkutan umum adalah wilayah kepadatan
penduduk yang tinggi, yang pada umumnya merupakan wilayah yang
mempunyai potensi permintaan yang tinggi. Trayek angkutan umum yang
ada diusahakan sedekat mungkin menjangkau wilayah itu.
4. Daerah pelayanan.
Pelayanan angkutan umum, selain memperhatikan wilayah-wilayah potensial
pelayanan, juga menjangkau semua wilayah perkotaan yang ada. Hal ini
sesuai dengan konsep pemerataan pelayanan terhadap penyediaan fasilitas
angkutan umum.
5. Karakteristik jaringan.
Kondisi jaringan jalan akan menetukan pola pelayanan trayek angkutan
umum, Karakteristik jaringan jalan meliputi konfigurasi, klasifikasi, fungsi,
lebar jalan, dan tipe operasi jalur. Operasi angkutan umum sangat
dipengaruhi oleh karakteristik jaringan jalan yang ada.
7
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2014, Bab IV, Pasal 26, jaringan
trayek angkutan umum terdiri dari:
1. Trayek Lintas Batas Negara, yaitu trayek yang melalui batas negara.
2. Trayek Antar Kota Antar Provinsi, yaitu trayek yang melalui lebih dari satu
wilayah Provinsi Daerah Tingkat I.
3. Trayek Antar Kota Dalam Provinsi, yaitu trayek yang melalui antar Daerah
Tingkat I dalam satu wilayah Provinsi Daerah Tingkat I.
4. Trayek Perkotaan, yaitu trayek yang keseluruhannya berada dalam
Kotamadya Daerah Tingkat II.
5. Trayek Pedesaan, yaitu trayek yang keseluruhannya berada dalam Kabupaten
Daerah Tingkat II.
2.3 Trayek/Rute
Trayek/rute angkutan umum didefinisikan sebagai tempat-tempat dimana
angkutan umum secara tetap melayani penumpang yaitu dengan menaikkan dan
menurunkannya. Suatu rute biasanya merupakan suatu lintasan tetap dari
angkutan umum yang melewati beberapa daerah, dimana angkutan umum secara
rutin melayani penumpang dan dilain pihak calon penumpang menggunakan
angkutan pada rute tersebut.
Rute angkutan umum biasanya ditempatkan di lokasi dimana memang
diperkirakan ada calon penumpang yang akan dilayani. Dalam suatu kota, pada
umumnya rute yang melayani masyarakat lebih dari satu maka ditinjau secara
keseluruhan akan ada suatu sistem jaringan rute yaitu sekumpulan rute yang
bersama-sama melayani kebutuhan umum masyarakat. Dalam sistem jaringan
tersebut akan terdapat titik-titik dimana akan terjadi pertemuan dua rute atau
lebih. Pada titik-titik yang dimaksud dimungkinkan terjadi pergantian rute, karena
pada kenyataannya seorang penumpang tidak selamanya dapat menggunakan
hanya satu rute untuk perjalanannya dari satu tempat asal ke tempat tujuannya
(Warpani, 2002).
8
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 35 Tahun 2003, trayek
angkutan umum terdiri dari:
a. Trayek Utama
Trayek utama memiliki jadwal yang tetap dan teratur. Trayek ini melayani
angkutan antar kawasan utama, antar kawasan utama dan pendukung dengan
ciri perjalanan ulang alik secara tetap.
b. Trayek Cabang
Sama halnya dengan sistem pengoperasian pada trayek utama namun trayek
cabang ini beroperasi pada kawasan pendukung, antara kawasan pendukung
dan pemukiman.
c. Trayek Ranting
Trayek ranting tidak memiliki jadwal yang tetap. Wilayah pelayanannya pada
kawasan pemukiman penduduk. Sedangkan moda yang digunakan berupa
mobil penumpang.
d. Trayek Langsung
Trayek langsung memiliki jadwal yang tetap. Melayani angkutan antara
kawasan utama dengan kawasan pendukung dan kawasan pemukiman, dan
berhenti pada tempat-tempat yang telah ditetapkan untuk angkutan kota untuk
menaik turunkan pemunpamg
2.4 Angkutan Kota
Angkutan kota adalah angkutan dari suatu tempat ke tempat lain dalam
wilayah kota dengan mempergunakan mobil bus umum dan atau mobil
penumpang umum yang terikat dalam trayek tetap dan teratur. Tujuan utama
keberadaan angkutan kota adalah untuk menyelenggarakan pelayanan yang baik
dan layak bagi masyarakat. Ukuran baik disini dilihat dari kinerja operasi
angkutan kota dan kualitas pelayanan angkutan kota. Untuk mengevaluasi
pelaksanaan operasi dalam memberikan pelayanan jasa transportasi kepada
penumpang, maka perlu diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi indikator
kinerja operasional dan kualitas pelayanannya.
2.4.1 Kinerja Operasional Angkutan Kota
Indikator kinerja operasional angkutan kota berdasarkan (Departemen
Perhubungan, 2002):
9
a. Jumlah Penumpang
Jumlah penumpang adalah rata-rata jumlah penumpang/armada/hari, untuk
periode harian umumnya jumlah penumpang mencapai puncaknya pada pagi
dan siang hari.
JPA = JPH / JAB (2.1)
Dimana:
JPA = Jumlah penumpang/armada/hari
JPH = Jumlah penumpang/hari
JAB = Jumlah armada yang beroperasi
b. Jarak Perjalanan
Jarak Perjalanan adalah jarak perjalanan yang dapat dilakukan oleh angkutan
umum yang ditempuh tiap armada/hari.
JP = JR/hr x Pr (2.2)
Dimana:
JP = Jarak perjalanan
JR /hr = Jumlah rata-rata rit/armada/hari
Pr = Panjang rute (km)
c. Tingkat Konsumsi Bahan Bakar
Volume bahan bakar (liter) yang dipergunakan untuk menempuh perjalanan.
KBB = JBB / JP (2.3)
Dimana:
KBB = Konsumsi bahan bakar (km/liter)
JBB = Jumlah bahan bakar (liter)
JP = Jarak perjalanan
d. Faktor Muatan (load factor)
Perbandingan antara jumlah penumpang yang diangkut dengan daya tampung
pada tiap segmen jalan sebagai load factor yang mewakili satu lintasan jalan.
Pembagian segmen jalan pada tiap trayek dapat dilihat lengkap pada
Lampiran B. Perhitungan load factor hanya berdasarkan pada penumpang
yang naik pada tiap segmen jalan.
LF = P/K x 100% (2.4)
10
Dimana:
LF = Faktor muatan (load factor)
P = Jumlah penumpang yang diangkut pada tiap segmen jalan
K = Kapasitas atau banyaknya tempat duduk yang diijinkan
2.4.2 Kualitas Pelayanan Angkutan Kota
Kualitas pelayanan Angkutan Kota meliputi beberapa indikator seperti :
a. Headway
Headway merupakan rata-rata waktu kedatangan dari dua kendaraan
angkutan kota yang merupakan interval waktu antara saat dimana bagian
depan suatu kendaraan melewati suatu titik pengamatan sampai bagian depan
kendaraan berikutnya melewati titik pengamatan yang sama.
b. Waktu Tunggu
Waktu tunggu adalah jumlah waktu rata-rata dan maksimum penumpang saat
menunggu angkutan umum. Dalam mengestimasi waktu tunggu diasumsikan
bahwa kedatangan angkutan umum bersifat acak dan tidak berdasarkan
jadwal yang jelas, sehingga rata-rata waktu tunggu yang diperlukan pengguna
angkutan umum diasumsikan sama dengan setengah headway.
WT = 0,5 x H (2.5)
Dimana :
WT = Waktu tunggu (menit)
H = Headway (menit)
c. Waktu Perjalanan
Waktu perjalanan yaitu waktu maksimum yang diperlukan dalam melakukan
perjalanan, termasuk dalam waktu perjalanan ini adalah waktu tunggu, waktu
berjalan menuju pemberhentian angkutan serta waktu selama bergerak.
WP = Wt - Wb (2.6)
Dimana:
WP = Waktu perjalanan
Wt = Waktu tiba
Wb = Waktu berangkat
d. Kecepatan
Kecepatan adalah kecepatan rata-rata yang ditempuh angkutan umum dalam
11
km/jam. Diperoleh dari pencatatan waktu saat kendaraan berangkat dan
kembali lagi ke tempat asal dari perjalanan.
V = JP / WP (2.7)
Dimana:
V = Kecepatan rata-rata (km/jam)
JP = Jarak perjalanan (km)
WP = Waktu perjalanan (jam)
2.4.3 Standar Kinerja Angkutan Kota
Standar kinerja dan kualitas pelayanan angkutan umum mengacu pada
pedoman teknis penyelenggaraan angkutan penumpang umum di wilayah
perkotaaan dalam trayek tetap dan teratur yang dikeluarkan oleh (Departemen
Perhubungan, 2002) Direktorat Jenderal Perhubungan Darat yang ditunjukkan
pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.
Tabel 2.1 Standar Kinerja Operasional Berdasarkan Departemen Perhubungan
no Aspek Parameter standar
1 Jumlah
penumpang
Jumlah penumpang/angkutan/hari
a. Bus besar lantai ganda
b. Bus besar lantai tunggal
c. Bus sedang
d. Bus kecil
e. Mobil penumpang umum
(orang/hr)
1.500-1.800
1.000-1.200
500-600
300-400
250-300
2 Jarak
perjalanan
angkutan
Rata-rata jarak tertempuh (km/hr)
a. Bus besar lantai ganda
b. Bus besar lantai tunggal
c. Bus sedang
d. Bus kecil
e. Mobil penumpang umum
(km/hr)
250
250
250
250
250
3 Tingkat
konsumsi bahan
bakar
Penggunaan bahan bakar (km/ltr)
a. Bus besar lantai ganda
b. Bus besar lantai tunggal
c. Bus sedang
d. Bus kecil
e. Mobil penumpang umum
(km/ltr)
2
3-3,6
5
7,5-9
7,5-9
4 Load Factor Perbandingan kapasitas terjual dan kapasitas
tersedia untuk satu perjalanan
70%
Sumber: Departemen Perhubungan, 2002
12
Tabel 2.2 Standar Kualitas Pelayanan Berdasarkan Departemen Perhubungan
No Aspek Parameter Standar
1 Waktu tunggu Waktu penumpang menunggu angkutan
a. Rata-rata
b. maksimum
(menit)
5-10
10-20
2 Waktu perjalanan Waktu perjalanan setiap hari dari/ ke tempat
a. Rata-rata
b. maksimum
(jam)
1,0-1,5
2,0-3,0
3 Headway Waktu antara kendaraan
a. Headway ideal
b. Headway puncak
(menit)
5-10
2-5
4 Kecepatan Angkutan Berdasarkan kelas jalan
a. Kelas I
b. Kelas II
c. Kelas III A
d. Kelas III B
e. Kelas III C
Berdasarkan jenis trayek
a. Utama
b. Cabang
c. Ranting
d. Langsung
(km/jam)
30
30
20-40
20
10-20
30
20
10
30
Sumber: Departemen Perhubungan, 2002
2.5 Biaya Operasional Kendaraan (BOK)
Biaya operasional kendaraan didefinisikan sebagai biaya yang secara
ekonomi terjadi dengan dioperasikannya kendaraan pada kondisi normal untuk
suatu tujuan tertentu. Pengertian biaya ekonomi yang terjadi disini adalah biaya
yang sebenarnya terjadi. Komponen biaya operasional kendaraan terdiri atas biaya
langsung dan biaya tidak langsung
2.5.1 Biaya Langsung
Biaya langsung adalah biaya yang berkaitan langsung dengan produk jasa
yang dihasilkan, biaya langsung terdiri atas:
A. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah semua biaya operasional kendaraan yang jumlah
pengeluarannya tidak dipengaruhi oleh jumlah frekuensi operasi kendaraan.
13
Biaya tetap tergantung dari waktu dan tidak terpengaruh dengan penggunaan
kendaraan. Komponen-komponen biaya tetap, terdiri dari (Departemen
Perhubungan, 2002):
1. Biaya penyusutan kendaraan
2. Biaya bunga modal
3. Biaya awak kendaraan
4. Biaya cuci kendaraan
5. Biaya administrasi STNK
6. Biaya administrasi KIR
7. Biaya asuransi
B. Biaya Tidak Tetap
Biaya tidak tetap merupakan semua biaya operasi kendaraan yang jumlah
pengeluarannya dipengaruhi oleh jumlah frekuensi operasi kendaraan,
misalnya biaya pemakaian bahan bakar. Komponen-komponen biaya tetap,
terdiri dari (Departemen Perhubungan, 2002):
1. Biaya Pemakaian Bahan Bakar
Biaya pemakaian bahan bakar adalah biaya yang dikeluarkan untuk
pembelian bahan bakar kendaraan yang digunakan untuk
mengoperasikan kendaraan dan tergantung dari jarak tempuh yang
dilakukan untuk tiap liter bahan bakar yang digunakan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian bahan bakar adalah :
a. Jenis/ukuran kendaraan
Rata-rata pemakaian bahan bakar meningkat hampir sebanding
dengan berat kendaraan.
b. Cuaca dan ketinggian lokasi
Cuaca dan iklim dapat mempengaruhi kinerja kendaraan, misal hujan
dan angin secara langsung berpengaruh terhadap kinerja kendaraan
dan suhu udara berpengaruh terhadap mesin kendaraan.
c. Cara mengemudi
Cara mengemudi dengan menjalankan kendaraan pada gigi rendah
dapat mempengaruhi penggunaan bahan bakar.
14
d. Kondisi kendaraan
Kondisi kendaraan yang usianya semakin tua dan tidak terawat
dengan baik akan meningkatkan penggunaan bahan bakar.
e. Tingkat pengisian penumpang/muatan
Apabila kendaraan diisi penumpang/muatan penuh dan digunakan
dalam kecepatan rendah akan meningkatkan penggunaan bahan bakar
dibandingkan dengan kendaraan dalam keadaan muatan kosong.
f. Kecepatan kendaraan
Pemakaian bahan bakar yang efisien pada kecepatan kendaraan
antara 40-60 km/jam.
2. Biaya Pemakaian Ban
Adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian ban luar dan ban dalam
yang jangka waktu penggunaannya dihitung berdasarkan jarak tempuh
kendaraan dalam kilometer, tetapi ada juga yang mengganti bannya
secara teratur dalam hitungan bulan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi umur ban :
a. Cara mengemudikan kendaraan
b. Kualitas ban
c. Kondisi permukaan jalan
d. Tingkat pengisian penumpang/muatan
e. Kecepatan kendaraan
3. Servis Kecil
Servis kecil dilakukan dengan patokan km tempuh, yang disertai
penggantian oli mesin dan penambahan gemuk serta minyak rem.
4. Servis Besar
Servis besar dilakukan setelah beberapa kali servis kecil atau dengan
patokan km tempuh, yaitu penggantian oli gardan, oli tranmisi, platina,
busi, filter oli, dan kondensor.
5. Pemeriksaaan
Biaya pemeriksaan adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemeriksaan
kondisi kendaraan. Pemeriksaan kendaraan ditentukan berdasarkan jarak
tempuh.
15
Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pemeriksaan kendaraan:
a. Umur dan kondisi kendaraan
Biaya perawatan dan pemeliharaan kendaraan pada dasarnya berubah
dari waktu ke waktu. Apabila tersedia data biaya perawatan maka
dari waktu ke waktu dapat diketahui bahwa biaya akan meningkat
seiring dengan umur dan waktu penggunaan kendaraan.
b. Kondisi permukaan jalan
Kendaraan yang dioperasikan pada jalan yang permukaan yang
dilapisi kerikil akan menyebabkan biaya perawatan lebih tinggi
dibandingkan apabila dioperasikan pada jalan dengan permukaan
beraspal.
c. Kecepatan kendaraan
Pengaruh kecepatan kendaraan terhadap biaya perawatan akan
berlaku pada kendaraan tertentu. Misalnya kecepatan kendaraan yang
tinggi akan mempercepat pemakaian suku cadang seperti kanvas rem.
6. Penambahaan oli
Penambahan oli mesin dilakukan setelah km-tempuh pada jarak km
tertentu. Hal ini dilakukan agar kendaraan selalu dalam kondisi yang
baik setiap beroperasi.
2.5.2 Biaya Tak Langsung
Biaya tak langsung adalah biaya yang secara tidak langsung berhubungan
dengan produk jasa yang dihasilkan, yang terdiri atas:
1. Biaya pegawai selain awak kendaraan
a. Gaji/upah
b. Uang lembur
c. Tunjangan sosial
2. Biaya pengelolaan
a. Penyusutan bangunan kantor
b. Penyusutan pool dan bengkel
c. Penyusutan inventaris/alat kantor
d. Penyusutan sarana bengkel
e. Biaya administrasi kantor
16
f. Biaya pemeliharaan kantor
g. Biaya pemeliharaan pool dan bengkel
h. Biaya listrik dan air
i. Biaya telepon dan telegram
j. Biaya perjalanan dinas selain awak kendaraan
k. Pajak perusahaan
l. Izin trayek
m. Izin usaha
n. Biaya pemasaran
o. Lain-lain
2.6 Perhitungan Biaya Operasional Kendaraan (BOK)
Perhitungan BOK yang dilakukan adalah Perhitungan BOK langsung dan
BOK tak langsung. Dalam perhitungan BOK menggunakan pedoman dari
(Departemen Perhubungan, 2002) pedoman ini dipilih dalam penelitian ini karena
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Departemen Perhubungan,
1996) tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di
wilayah perkotaan dalam trayek tetap dan teratur, sudah tidak sesuai dengan
perkembangan angkutan kota yang dinamis. Pedoman teknis (Departemen
Perhubungan, 2002) juga merupakan penyempurnaan dari pedoman teknis
sebelumnya (Departemen Perhubungan, 1996) yang telah diatur lebih lanjut oleh
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat. Pedoman biaya operasional
berdasarkan (Departemen Perhubungan, 2002) dapat dilihat pada Tabel 2.3.
17
Tabel 2.3 Pedoman biaya operasional kendaraan
No. Uraian Satuan
Angkutan Kota
Bus Besar Bus Sedang Bus Kecil
Mobil Penumpang
Umum (MPU) Bus DD Bus SD
1. Masa penyusutan kendaraan Th 5 5 5 5 5
2. Jarak tempuh rata-rata Km/hr 250 250 250 250 250
3. Bahan bakar minyak Km/lt 2 3,6-3 5 7,5-9 7,5-9
4. Jarak tempuh ganti ban Km 24.000 21.000 20.000 25.000 25.000
5. Ratio pengemudi/bus Org/kend 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2
6. Ratio kondektur/bus Org/kend 1,2 1,2 1,2 - -
7. Jarak tempuh antar servis kecil Km 5.000 5.000 4.000 4.000 4.000
8. Suku cadang/servis besar Km 10.000 10.000 10.000 12.000 12.000
9. Penggantian minyak motor Km 4.000 4.000 4.000 3.500 3.500
10. Penggantian minyak rem Km 8.000 8.000 8.000 12.000 12.000
11. Penggantian gemuk Km/kg 3.000 3.000 3.000 4.000 4.000
12. Penggantian minyak garden Km 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000
13. Penggantian minyak persneling Km 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000
14. Hari jalan siap operasi Hr/th 365 365 365 365 365
15. SO : SGO % 80 80 80 80 80
16. Nilai Residu % 20 20 20 - -
Sumber: Departemen Perhubungan, 2002
18
2.6.1 Perhitungan BOK Langsung
A. Biaya langsung tetap
1. Biaya Penyusutan Kendaraan
Biaya penyusutan dihitung dengan mengunakan metode garis lurus
karena metode ini perhitungan cukup sederhana dan mengalokasikan
depresiasi secara merata selama umur ekonomis. Jadi, laju depresiasinya
adalah sama setiap tahun selama umur ekonomis.
Biaya penyusutan kendaraan per tahun dihitung dengan rumus:
BP/th =
(2.8)
Biaya penyusutan kendaraan per km dihitung dengan rumus:
BP/km =
(2.9)
Dimana:
BP/th = Biaya penyusutan per tahun
BP/km = Biaya penyusutan per km
Tidak ada nilai residu dari mobil penumpang umum (MPU), dan masa
susut ditetapkan 5 tahun.
2. Biaya Bunga Modal
Biaya bunga modal per tahun dihitung dengan rumus:
BBM/th =
(2.10)
Biaya bunga modal per km dihitung dengan rumus:
BBM/km =
(2.11)
Dimana:
BBM/th = Biaya bunga modal per tahun
BBM/km = Biaya bunga modal per km
BM = Biaya Bunga Modal
HK = Harga Kendaraan
MS = Masa Susut
n = Pengembalian Modal, diambil selama 5 tahun
i = Tingkat suku bunga, diambil sebesar 20% /tahun
19
3. Awak Kendaraan
Dalam penelitian ini, biaya awak kendaraan (gaji pengemudi) diambil
jumlah tetap tertentu yang ditargetkan masing-masing sampel. Gaji
pengemudi tersebut dianggap sama setiap harinya selama setahun agar
dapat diperkirakan total biaya upah pengemudi terdiri satu supir.
Gaji pengemudi per tahun dihitung dengan rumus:
BGP/th = (2.12)
Gaji pengemudi per km dihitung dengan rumus:
BGP/km =
(2.13)
Dimana:
BGP/th = Biaya gaji pengemudi per tahun
BGP/km = Gaji pengemudi per km
GP/hr = Gaji pengemudi per hari
JHO/th = Jumlah hari operasi per tahun
4. Cuci Kendaraan
Kendaraan umum sebaiknya di cuci setiap hari agar para penumpang
merasa nyaman untuk menggunakan kendaraan umum sebagai moda
transprotasi mereka sehari-hari.
Biaya cuci kendaraan per tahun dihitung dengan rumus:
BCK/th = (2.14)
Biaya cuci kendaraan per km dihitung dengan rumus:
BCK/km =
(2.15)
Dimana:
BCK/th = Biaya cuci kendaraan per tahun
BCK/km = Biaya cuci kendaraan per km
CK/hr = Biaya cuci kendaraan per hari
JHO/th = Jumlah hari operasi per tahun
5. Biaya STNK Kendaraan
Perpanjangan STNK dilakukan setiap lima tahun sekali, tetapi
pembayaran pajak kendaraan dilakukan setiap tahun dan biaya STNK
kendaraan dihitung berdasarkan besaran tarif resmi dari pemerintah.
20
Biaya STNK per km dihitung dengan rumus:
BS/km =
(2.16)
Dimana:
BS/th = Biaya STNK kendaraan per tahun
BS/km = Biaya STNK kendaraan per km
6. Biaya KIR Kendaraan
Kir kendaraan dilakukan minimal sekali setiap enam bulan dan biaya
KIR kendaraan dihitung berdasarkan besaran tarif resmi dari pemerintah.
Biaya KIR per km dihitung dengan rumus:
BK/km =
(2.17)
Dimana:
BK/th = Biaya KIR kendaraan per tahun
BK/km = Biaya KIR kendaraan per km
7. Biaya Asuransi
Asuransi kendaraan pada umumnya hanya dilakukan oleh perusahaan
yang membeli kendaraan secara kredit bank. Namun, asuransi kendaraan
perlu diperhitungkan sebagai pengamanan dalam menghadapi resiko.
Selain asuransi kendaran pada umumnya awak kendaraan wajib
diasuransikan oleh perusahaan angkutan.
Biaya Asuransi per km dihitung dengan rumus:
BAKA/km =
(2.18)
Dimana:
BAKA/th = Biaya asuransi kendaraan dan awak kendaraan/tahun
BAKA/km = Biaya asuransi kendaraan dan awak kendaraan per km
Total biaya langsung tetap per tahun dihitung dengan rumus:
BLT/th = BP/th + BBM/th + BGP/th + BCK/th + BS/th +
BK/th +BAKA/th (2.19)
Total biaya langsung tetap per km dihitung dengan rumus:
BLT/km = BP/km + BBM/km + BGP/km +BCK/km +
BS/km + BK/km + BAKA/km (2.20)
21
Dimana :
BLT/thn = Biaya langsung tetap per tahun
BLT/km = Biaya langsung tetap per km
B. Biaya langsung tidak tetap
1. Biaya Bahan Bakar Minyak (BBM)
Yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan bakar kendaraan,
biaya ini menyangkut jarak tempuh yang dilakukan untuk tiap liter
bahan bakar yang digunakan.
Biaya BBM per tahun dihitung dengan rumus :
BBBM/th = JPBBM/hr x HBBM/ltr x JHO/th (2.21)
Biaya BBM per km dihitung dengan rumus:
BBBM/km =
(2.22)
Dimana :
BBBM/th = Biaya BBM per tahun
BBBM/km = Biaya BBM per km
JPBBM/hr = Jumlah pemakaian BBM per hari
HBBM/ltr = Harga BBM per liter
JHO/th = Jumlah hari operasi per tahun
2. Biaya Pemakaian Ban
Biaya pemakaian ban adalah biaya untuk pembelian ban yang digunakan
untuk pengoperasian kendaraan, yang terdiri dari ban dalam dan luar.
Biaya pemakaian ban per tahun dapat dihitung dengan rumus :
BPB/th =
x HB/Unit (2.23)
Biaya pemakaian ban per km dihitung dengan rumus:
BPB/km =
(2.24)
Dimana :
BPB/th = Biaya pemakaian ban per tahun
BPB/km = Biaya pemakaian ban per km
JPB = Jarak penggantian ban
HB/Unit = Harga ban per unit
22
3. Biaya servis kecil
Biaya servis kecil adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan
seperti oli mesin, gemuk dan minyak rem serta jasa dalam melakukan
Servis kecil. Servis kecil dilakukan dengan patokan km tempuh antar-
servis.
Perhitungan masing-masing bahan adalah sebagai berikut :
a. Biaya oli mesin
BOM/SK = JPOM/SK x HOM/ltr (2.25)
Dimana :
BOM/SK = Biaya oli mesin per servis kecil
JPOM/SK = Jumlah pemakaian oli mesin per servis kecil
HOM/ltr = Harga oli mesin per liter
b. Biaya gemuk
BG/SK = JPG/SK x HG/kg (2.26)
Dimana :
BG/SK = Biaya Gemuk per servis kecil
JPG/SK = Jumlah pemakaian gemuk per servis kecil
HG/kg = Harga gemuk per kg
c. Biaya minyak rem
BMR/SK = JPMR/SK x HMR/ltr (2.27)
Dimana :
BMR/SK = Biaya minyak rem per servis kecil
JPMR/SK = Jumlah pemakaian minyak rem per servis kecil
HMR/ltr = Harga minyak rem per liter
Biaya total bahan servis kecil dihitung dengan rumus:
BTB/SK = BOM/SK + BG/SK + BMR/SK (2.28)
Biaya servis kecil per km dapat dihitung dengan rumus :
BSK/km =
(2.29)
Biaya servis kecil per tahun dihitung dengan rumus:
BSK/th = BSK/km x Produksi kendaraan km/th (2.30)
23
Dimana :
BSK/th = Biaya servis kecil per tahun
BSK/km = Biaya servis kecil per km
JSK = Jarak servis kecil
BTB/SK = Biaya total bahan per servis kecil
BUSK/SK = Biaya upah/jasa servis kecil per servis kecil
4. Biaya servis besar
Biaya servis besar adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan
seperti oli gardan, oli tranmisi, platina, busi, filter oli, kondensor serta
jasa dalam melakukan Servis besar. Servis besar dilakukan dengan
patokan km tempuh.
Perhitungan masing-masing bahan adalah sebagai berikut :
a. Biaya oli gardan
BOG/SB = JPOG/SB x HOG/ltr (2.31)
Dimana :
BOG/SB = Biaya oli gardan per servis besar
JPOG/SK = Jumlah pemakaian oli gardan per servis besar
HOG/ltr = Harga oli gardan per liter
b. Biaya oli transmisi
BOT/SB = JPOT/SB x HOT/ltr (2.32)
Dimana :
BOT/SB = Biaya oli transmisi per servis besar
JPOT/SB = Jumlah pemakaian oli mesin per servis besar
HOM/ltr = Harga oli transmisi per liter
c. Biaya platina
BP/SB = JPP/SB x HP/Unit (2.33)
Dimana :
BP/SB = Biaya platina per servis besar
JPP/SB = Jumlah pemakaian platina per servis besar
HP/Unit = Harga platina per unit
d. Biaya busi
BB/SB = JPB/SB x HB/Unit (2.34)
24
Dimana :
BB/SB = Biaya busi per servis besar
JPB/SB = Jumlah pemakaian busi per servis besar
HB/Unit = Harga busi per unit
e. Biaya kondensor
BK/SB = JPK/SB x HK/Unit (2.35)
Dimana :
BK/SB = Biaya kondensor per servis besar
JPK/SB = Jumlah pemakaian kondensor per servis besar
HK/Unit = Harga kondensor per unit
f. Biaya filter oli
BFO/SB = JPFO/SB x HFO/Unit (2.36)
Dimana :
BFO/SB = Biaya filter oli per servis besar
JPFO/SB = Jumlah pemakaian filter oli per servis besar
HFO/Unit = Harga filter oli per unit
Biaya total bahan servis besar dihitung dengan rumus:
BTB/SB = BOG/SB + BOT/SB +BP/SB + BB/SB + BK/SB +
BFO/SB (2.37)
Biaya servis besar per km dapat dihitung dengan rumus :
BSB/km =
(2.38)
Biaya servis besar per tahun dihitung dengan rumus:
BSB/th = BSB/kend-km x Produksi kendaraan km/th (2.39)
Dimana :
BSB/th = Biaya servis besar per tahun
BSB/km = Biaya servis besar per km
JSB = Jarak servis besar
BTB/SB = Biaya total bahan per servis besar
BUSB/SB = Biaya upah/jasa servis kecil per servis besar
25
5. Biaya pemeriksaan
Biaya pemeriksaan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan
serta jasa dalam melakukan pemeriksaan kendaraan. Pemeriksaan
kendaraan dilakukan dengan patokan km tempuh.
Biaya pemeriksaan kendaraan per tahun dapat dihitung dengan rumus :
BPK/th =
x BPK (2.40)
Biaya pem pemeriksaan kendaraan per km dihitung dengan rumus:
BPK/km =
(2.41)
Dimana :
BPK/th = Biaya pemeriksaan kendaraan per tahun
BPB/km = Biaya pemeriksaan kendaraan per km
JPB = Jarak pemeriksaan kendaraan
BPK = Biaya pemeriksaan kendaraan
6. Biaya penambahan oli
Biaya penambahan oli adalah biaya untuk pembelian oli yang digunakan
untuk menambahkan oli mesin selama pengoperasian kendaraan.
Biaya penambahan oli per km dihitung dengan rumus:
BPO/km =
(2.42)
Biaya penambahan oli per tahun dapat dihitung dengan rumus :
BPO/th = BPO/kend-km x Produksi kendaraan km/th (2.43)
Dimana :
BPO/th = Biaya pemambahan oli per tahun
BPO/km = Biaya penambahan oli per km
PO/hr = jumlah penambahan oli per hari
HO/ltr = Harga oli per liter
7. Biaya suku cadang dan bodi
Biaya suku cadang dan bodi biaya untuk keperluan suku cadang mesin,
bagian rangka bawah (chassis) dan bagian bodi diperhitungkan per tahun
sebesar 5 % dari harga kendaraan.
26
Biaya suku cadang dan bodi per tahun dapat dihitung dengan rumus :
BSCB/th = HK x 5% (2.44)
Biaya suku cadang dan bodi per km dihitung dengan rumus:
BSCB/km =
(2.45)
Dimana :
BSCB/th = Biaya suku cadang dan bodi per tahun
BSCB/km = Biaya suku cadang dan bodi per km
HK = Harga kendaraan
Total biaya langsung tidak tetap per tahun dihitung dengan rumus:
BLTT/th = BBBM/th + BPB/th + BSK/th + BSB/th + BPK/th +
BPO/th + BSCB/th (2.46)
Total biaya langsung tidak tetap per km dihitung dengan rumus:
BLTT/km = BBBM/km + BPB/km + BSK/km + BSB/km +
BPK/km + BPO/km + BSCB/km (2.47)
Dimana :
BLTT/th = Biaya langsung tidak tetap per tahun
BLTT/km = Biaya langsung tidak tetap per km
Total biaya langsung per tahun dihitung dengan rumus:
BL/th = BLT/thn + BLTT/thn (2.48)
Total biaya langsung tetap per km dihitung dengan rumus:
BL/km = BLT/km + BLTT/km (2.49)
Dimana :
BL/th = Biaya langsung per tahun
BL/km = Biaya langsung per km
2.6.2 Perhitungan BOK Tidak Langsung
Biaya tidak langsung adalah biaya yang secara tidak langsung
berhubungan dengan produk jasa yang dihasilkan, yang terdiri atas biaya pegawai
selain awak kendaraan dan biaya penelolaan.
Biaya tak langsung kendaraan per tahun dihitung dengan rumus:
BTL/th =
(2.50)
27
Biaya tak langsung per km dihitung dengan rumus:
BTL/km =
(2.51)
Dimana:
BTL/th = Biaya tak langsung kendaraan per tahun
BTL/km = Biaya tak langsung kendaraan per km
JPP/th = Jumlah biaya pegawai dan pengelolaan per tahun
2.6.3 Perhitungan BOK Total
Dengan diketahui jumlah BOK langsung dan BOK tidak langsung diatas
maka estimasi total BOK untuk masing-masing sampel operator dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
1. Total biaya operasional kendaraan per tahun dihitung dengan rumus:
BOK/th = BL/th + BTL/th (2.52)
2. Total biaya operasional kendaraan per km dihitung dengan rumus:
BOK/km = BL/km + BTL/km (2.53)
Dimana :
BOK/th = Biaya Operasional Kendaraan per tahun
BOK/km = Biaya Operasional Kendaraan per km
2.7 Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang ingin diteliti dengan
menggunakan prosedur tertentu, yang ciri-ciri dan keberadaannya diharapkan
mampu mewakili atau menggambarkan ciri-ciri dan keberadaan populasi yang
sebenarnya (Sugiarto dkk, 2003). Banyaknya anggota suatu sampel disebut
ukuran sampel, sedangkan suatu nilai yang menggambarkan ciri sampel disebut
statistik (karena statistik diperoleh dari sampel, maka dengan adanya perbedaan
sampel yang diambil, nilai statistik yang diperoleh dapat berubah juga sehingga
dengan demikian bervariasi atau berubah-ubah merupakan ciri statistik).
Pengambilan sampel (sampling) adalah suatu proses yang dilakukan untuk
memilih dan mengambil sampel secara benar dari suatu populasi sehingga dapat
digunakan sebagai wakil yang sahih (dapat mewakili) bagi populasi tersebut.
Adapun jenis teknik sampling dapat diuraikan sebagai berikut :
28
1. Probability Sampling (Metode Acak)
Dalam probability sampling, pemilihan sampel tidak dilakukan secara
subyektif, dalam arti sampel yang dipilih tidak didasarkan semata-mata pada
keinginan peneliti sehingga setiap anggota populasi memiliki kesempatan
yang sama (acak) untuk terpilih sebagai sampel. Beberapa jenis probability
sampling (metode acak) adalah sebagai berikut :
a. Metode Pengambilan Sampel Acak Sederhana (Simple Random
Sampling)
Adalah metode yang digunakan untuk memilih sampel dari populasi
dengan cara sedemikian rupa sehingga setiap anggota populasi
mempunyai peluang yang sama besar untuk diambil sebagai sampel. Ini
berarti semua anggota populasi menjadi anggota dari kerangka sampel.
b. Metode Pengambilan Sampel Acak Sistematis (Systematic Random
Sampling)
Adalah metode untuk mengambil sampel secara sistematis dengan
interval (jarak) tertentu dari suatu kerangka sampel yang telah diurutkan.
Dengan demikian tersedianya suatu populasi sasaran yang tersusun
(ordered population target) merupakan prasyarat penting bagi
dimungkinkannya pelaksanaan pengambilan sampel dengan metode acak
sistematis.
c. Metode Pengambilan Sampel Acak Terstratifikasi (Stratified Random
Sampling)
Adalah metode pemilihan sampel dengan cara membagi populasi ke
dalam kelompok-kelompok yang homogen yang disebut strata dan
kemudian sampel diambil secara acak dari setiap strata tersebut.
d. Metode Pengambilan Sampel Bloking (Cluster Sampling)
Adalah metode yang digunakan untuk memilih sampel yang berupa
kelompok dari beberapa kelompok (groups atau cluster) dimana setiap
kelompok terdiri atas beberapa unit yang lebih kecil (elements). Jumlah
elements dari masing-masing kelompok (size of the clusters) bisa sama
maupun berbeda. Kelompok-kelompok (groups) tersebut dapat dipilih
29
baik dengan menggunakan metode acak sederhana maupun acak
sistematis dengan pengacakan pada kelompok pertamanya saja.
2. Non Probability Sampling (Metode Tak Acak)
Non probability sampling (penarikan sampel secara tak acak) dikembangkan
untuk menjawab kesulitan yang ditimbulkan dalam menerapkan metode acak,
terutama dalam kaitannya dengan pengurangan biaya dan permasalahan yang
mungkin timbul dalam pembuatan kerangka sampel. Hal ini dapat
dimungkinkan karena kerangka sampel tidak diperlukan dalam pengambilan
sampel secara non probability. Akan tetapi, ketepatan dari informasi yang
dapat diperoleh juga akan terpengaruh. Hasil dari non probability sampling
ini seringkali mengandung bias dan ketidak tentuan yang bisa berakibat lebih
buruk. Permasalahan yang muncul ini tidak dapat dihilangkan dengan hanya
menambah ukuran sampelnya. Alasan inilah yang mengakibatkan
keengganan para statistikawan untuk menggunakan metode ini. Beberapa
prosedur non probability sampling yang sering digunakan adalah sebagai
berikut:
a. Sampel Kemudahan (Convenience Sampling)
Pada pengambilan sampel dengan cara ini, sampel diambil berdasarkan
pada ketersediaan elemen dan kemudahan untuk mendapatkannya.
Dengan kata lain sampel diambil atau terpilih karena sampel tersebut ada
pada tempat dan waktu yang tepat. Penarikan sampel dengan cara ini
nyaris tidak dapat diandalkan, tetapi biasanya paling murah dan cepat
dilakukan karena peneliti memiliki kebebasan untuk memilih siapa saja
yang mereka temui.
b. Sampel Pertimbangan (Judgment Sampling)
Pada sampling pertimbangan, sampel yang diambil berdasarkan pada
kriteria-kriteria yang telah dirumuskan terlebih dahulu oleh peneliti.
Dalam perumusan kriterianya, subyektifitas dan pengalaman dari peneliti
sangat berperan. Sampling pertimbangan pada umumnya lebih cocok
dipakai pada tahap awal suatu studi eksploratif. Dalam hal ini, sampel
yang diambil dari anggota populasi dipilih sekehendak hati oleh peneliti
menurut pertimbangan dan intuisinya. Apabila dalam hal ini
30
subyektifitas dan intuisi dari peneliti tersebut benar, maka sampel yang
dipilih oleh peneliti tersebut akan dapat mencerminkan karakteristik
populasi.
c. Quota Sampling
Pada dasarnya, quota sampling ini sama dengan judgment sampling.
Quota sampling ini dapat dikatakan sebagai judgment sampling dua
tahap. Tahap pertama adalah tahapan dimana peneliti merumuskan
kategori kontrol atau quota dari populasi yang akan diteliti seperti jenis
kelamin, usia, ras yang terdefinisikan dengan baik sebagai basis dari
keputusan pemilihan sampel. Tahap kedua adalah penentuan bagaimana
sampel akan diambil, dapat secara convenience atau judgment tergantung
pada situasi dan kondisi pada saat akan dilakukan penelitian dan apa
yang akan diteliti serta kemampuan dari peneliti sendiri. Perbedaan
antara judgment sampling dan quota sampling terletak pada adanya suatu
batasan pada quota sampling bahwa sampel yang diambil harus sejumlah
tertentu yang dijatah (quotum) dari setiap subgroup yang telah
ditentukan dari suatu populasi.
d. Snowball Sampling
Snowball sampling ini sangat tepat digunakan apabila populasinya
sangat spesifik. Cara pengambilan sampel dengan teknik ini dilakukan
secara berantai, mulai dari ukuran sampel yang kecil. Semakin lama
menjadi semakin besar seperti halnya bola salju yang menggelinding
menuruni lereng gunung.
2.8 Perhitungan Jumlah Sampel
Sampel yang diambil agar dapat mewakili kondisi seluruh populasi pada
dasarnya dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu (Sugiarto dkk, 2003) :
1. Tingkat variabilitas dari parameter yang ditinjau dari seluruh populasi yang
ada.
2. Tingkat ketelitian yang dibutuhkan untuk mengukur parameter yang
dimaksud.
3. Besarnya populasi parameter yang akan disurvei.
31
Langkah-langkah untuk menentukan jumlah sampel yang representatif, yaitu :
1. Melakukan survei pecobaan untuk memeriksa apakah metode sudah sesuai
untuk data yang dibutuhkan dan kelengkapan formulir.
2. Berdasarkan besaran parameter tersebut dapat dihitung :
a. Rata-rata (mean) sampel
X = n
Xin
i
1 (2.54)
Dimana :
X = Nilai rata-rata
Xi = Nilai data sampel
n = Jumlah sampel
i = Batas bawah
n = Jumlah sampel yang diambil
b. Standar Deviasi
Sd =
1
1
2
n
XXin
i (2.55)
Sd =
n
XXin
i
1
2
(2.56)
Dimana :
(n - 1) = Untuk jumlah sampel 30.
n = Untuk jumlah sampel > 30.
Dalam pengambilan sampel tingkat ketelitian yang diinginkan sebesar
95% yang berarti bahwa besarnya tingkat kesalahan yang ditolerir tidak lebih dari
5%, dengan kondisi seperti ini maka besarnya standard error yang dapat diterima
yang ditunjukan dalam tabel distribusi normal adalah 1,96 dari acceptable
sampling error. Pada tingkat ketelitian 95% acceptable sampling error (Se)
adalah sebesar 5% dari sample mean, sehingga :
Se = 0,05 x mean parameter (2.57)
Dengan demikian besarnya acceptable standard error adalah
Se (X) = Se/1,96 (2.58)
32
Berdasarkan hasil perhitungan-perhitungan diatas, maka besarnya jumlah sampel
yang representatif (n’) dihitung dengan rumus :
n’ = 2
2
))(( XSe
Sd (2.59)
Dimana :
n’ = Jumlah sampel yang representatif
Sd2 = Standar deviasi kuadrat
Se(X)2 = acceptable standard error dikuadratkan
Untuk populasi yang jumlahnya hingga
n = Nn
n
/'1
'
(2.60)
Dimana :
n = Jumlah sampel minimal
N = Jumlah populasi