Upload
phamdien
View
216
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Semangat Kerja Karyawan
Semangat kerja mencerminkan kesenangan yang mendalam terhadap
pekerjaan yang dilakukan, sehingga dapat memberikan hasil yang lebih baik.
Semangat kerja yang tinggi dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja
karyawan, menurunkan tingkat absensi, menghindarkana perpindahan karyawan,
dan menghindari keluhan karyawan (Mudiartha, 2004:141).
Moekijat dikutip Tohardi (2002 : 427) menyatakan bahwa semangat
kerja merupakan sikap individu maupun sikap kelompok yang dimiliki oleh para
karyawan terhadap lingkungan kerjanya dalam satu organisasi kerjanya seperti
kesetiaan, kerjasama, ketaatan kepada kewajiban dan tugas-tugas organisasi yang
lebih baik dalam mengejar tujuan bersama. Sikap optimis karyawan mengenai
kegiatan, perasaan senang, dan ramah satu sama lain, menunjukkan tingginya
semangat kerja karyawan. Sebaliknya, ketidakpuasan karyawan, lekas marah,
sering sakit, suka membantah, gelisah, dan pesismis, menunjukkan semangat
kerja karyawan yang rendah. Dalam struktur organisasi, pengertian semangat
kerja berhubungan dengan perasaan seorang karyawan terhadap jenis pekerjaan
yang dilakukannya terhadap teman-teman kerjanya, terhadap martabat dan status
seorang karyawan.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa semangat
kerja adalah sikap mental individu atau kelompok yang menunjukkan kegairahan
12
untuk melaksanakan pekerjaannya, yang tercermin dari adanya minat dan
dorongan terhadap pekerjaan yang dilakukan sehingga tugas dapat selesai tepat
waktu dengan kesalahan yang kecil . Sikap kejiwaan dan perasaan senang
kelompok tercermin dengan adanya hubungan kerja diantara karyawan dalam
setiap kerjasama. Adanya minat dan dorongan, serta adanya hubungan kerjasama
tersebut memberikan kepuasan bagi karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.
2.1.1 Pentingnya Semangat Kerja
Menurut Tohardi (2002 : 425) semangat kerja karyawan sangat penting
bagi suatu organisasi karena :
1) Dengan semangat kerja yang tinngi tentunya dapat mengurangi angka absensi
(bolos) atau tidak bekerja karena malas.
2) Dengan semangat kerja karyawan yang tinggi, maka pekerjaan yang diberikan
atau ditugaskan kepaadanya akan dapat diselesaikan dengan waktu yang lebih
singkat dan lebih cepat.
3) Dengan semangat kerja yang tinggi, pihak organisasi atau perusahaan
memperoleh keuntungan dari sudut kecilnya angka kerusakan, karena seperti
diketahui bahwa semakin tidak puas dalam bekerja, semakin tidak
bersemangat dalam bekerja, semakin besar angka kerusakan.
4) Semangat kerja yang tinggi otomatis membuat karyawan akan senang (betah)
bekerja, kecil kemungkinan karyawan pindah bekerja ke tempat lain, dengan
demikian berarti semangat kerja tinggi akan dapat menekan angka
perpindahan tenaga kerja atau labour turn over.
13
5) Semangat kerja yang tinggi dapat mengurangi angka kecelakaan, karena
karyawan yang mempunyai semangat kerja tinggi cenderung bekerja dengan
hati-hati dan teliti, selalu bekerja sesuai prosedur kerja yang ada di organisasi
atau perusahaan tersebut, untuk itu pula kondisi tenaga kerja yang mempunyai
semangat kerja yang tinggi tersebut dapat menghindar dari kemungkinan
terjadinya kecelakaan.
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja Karyawan
Menurut Nawawi (2003:211), faktor-faktor yang mempengaruhi
semangat kerja karyawan adalah:
1) Faktor minat/perhatian terhadap pekerjaan
Karyawan yang memiliki perhatian atau berminat terhadap pekerjaan yang
dibebankan kepadanya akan memiliki modal dan semangat yang positif atau
tinggi.
2) Faktor upah atau gaji
Upah atau gaji yang diperoleh sangat besar pengaruhnya terhadap modal atau
semangat kerja. Upah yang cukup besar dengan pekerjaan yang relatif ringan,
dipandang sebagai salah satu penyebab yang besar pengaruhnya terhadap
peningkatan moral atau semangat kerja karyawan.
3) Faktor status sosial berdasarkan jabatan
Jenis jabatan dan pekerjaan yang dipangku oleh karyawan pada umumnya
berarti status sosial, baik di lingkungan kerjanya maupun di lingkungan
14
masyarakat. Pekerjaan atau jabatan yang diserahkan memberikan posisi yang
tinggi dan terhormat, cenderung akan mempertinggi semangat kerja karyawan.
4) Faktor tujuan yang mulia dan pengabdian
Karyawan yang bekerja dengan cita-cita mewujudkan tujuan yang mulia
menunjukkan sikap bersedia dalam pekerjaan meskipun tidak memperoleh
penghasilan yang memadai.
5) Faktor suasana lingkungan kerja
Lingkungan kerja yang menyenangkan karena bersih, teratur rapi, sejuk,
sirkulasi udara lancar, cukup luas, dan tidak menghambat gerakan dalam
bekerja, dapat meningkatkan semangat kerja karyawan.
6) Hubungan manusiawi yang dikembangkan
Kondisi hubungan sosial yang bersumber dari hubungan manusiawi, yang
dikembangkan antara pekerja dalam suatu organisasi kerja merupakan faktor
yang mempunyai pengaruh terhadap semangat kerja.
Lateiner dalam Ahmad Tohardi (2002 : 431) mengemukakan faktor-
faktor yang mempengaruhi semangat kerja karyawan, yaitu :
1) Kebanggaan pekerja akan pekerjaannya dan kepuasannya dalam menjalankan
pekerjaan dengan baik dan bertanggung jawab.
2) Sikap terhadap pimpinan.
3) Hasrat yang tinggi untuk maju.
4) Perasaan telah diperlakukan dengan baik.
5) Kemampuan untuk bergaul dengan kawan sekerjanya.
15
Menurut Halsey (1994:325) faktor yang mempengaruhi semangat kerja
karyawan adalah penempatan, kompensasi, kesempatan berprestasi, komunikasi,
dan budaya kerja dalam organisasi. Kelima faktor tersebut disebut dengan alasan
bahwa dengan penempatan yang tepat, pemberian kompensasi yang adil,
pemberian kesempatan berprestasi yang terbuka, hubungan kerja atau komunikasi
yang kondusif, dan budaya kerja yang baik, dapat meningkatkan semangat kerja
karyawan. Dengan semangat kerja karyawan yang tinggi, organisasi akan mampu
meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja.
Berdasarkan uraian tersebut, faktor yang mempengaruhi semangat kerja
karyawan adalah faktor minat/perhatian terhadap pekerjaan, kompensasi, status
sosial berdasarkan jabatan atau penempatan yang tepat, lingkungan kerja,
hubungan manusiawi, komunikasi, dan budaya kerja dalam organisasi.
2.1.3 Indikator Untuk Mengukur Semangat Kerja Karyawan
Menurut Heidjrachman, dkk (1999 :221), indikator yang dapat digunakan
untuk mengukur semangat kerja karyawan adalah:
1) Disiplin kerja dapat dilihat dari:
a) Kepatuhan karyawan terhadap jam-jam kerja
b) Kepatuhan pegawai pada perintah dari pimpinan serta taat pada peraturan
dan tata tertib yang berlaku.
c) Berpakaian seragam ke tempat kerja.
d) Bekerja dengan mengikuti cara-cara yang telah ditetapkan perusahaan.
16
e) Penggunaan dan pemeliharaan alat-alat perlengkapan perusahaan dengan
hati-hati.
2) Absensi dapat diukur sebagai berikut :
a) Ketidakhadiran karyawan selama satu bulan selain cuti dan hari libur yang
ditetapkan.
b) Tingkat ketidakhadiran disebabkan sakit.
c) Tingkat ketidakhadiran disebakan selain sakit.
3) Kerjasama dapat diukur dari:
a) Kesediaan para pegawai untuk bekerja sama dengan teman-teman sekerja
dalam melaksanakan tugas.
b) Kesediaan untuk saling membantu tugas-tugas diantara teman sekerja.
4) Kepuasan kerja
a) Tingkat kepuasan anggota organisasi terhadap tugas.
b) Tingkat kepuasan anggota organisasi terhadap jaminan-jaminan yang
diberikan
2.1.4 Indikasi Turunnya atau Rendahnya Semangat Kerja
Nitisemito dalam Tohardi (2002 : 431) juga mengungkapkan indikasi
menurunnya semangat kerja karyawan yaitu :
1) Turunnya produktivitas kerja
Menurunnya produktivitaas dapat terjadi karena semangat kerja menurun
seperti kemalasan dan penundaan pekerjaan.
17
2) Tingkat absensi naik
Naiknya tingkat absensi menunjukkan turunnya kegairahan karyawan untuk
bekerja.
3) Perpindahan karyawan tinggi
Tingkat keluar masuknya karyawan (turn over) meningkat karena tidak
memiliki minat dan semangat untuk bekerja dalam perusahaan.
4) Tingkat kerusakan naik
Tingkat kerusakan terhadap bahan baku, barang jadi, maupun peralatan
meningkat disebabkan kurangnya perhatian dalam melaksanakan pekerjaan.
5) Kegelisahan dimana-mana
Kegelisahan dapat dilihat dalam bentuk ketidaktenangan, keluh kesah, dan
sebagainya.
6) Tuntutan yang seringkali terjadi
Ketidakpuasan karyawan pada taraf tertentu akan menimbulkan motivasi
untuk melakukan tuntutan.
7) Pemogokan
Pemogokan merupakan indikator paling kuat yang menunjukkan rendahnya
semangat kerja karyawan.
2.2 Pengertian Budaya Organisasi
Penelitian terhadap budaya organisasi oleh para pemikir meningkat
drastis sejak tahun 1982. Kini budaya organisasi menjadi pembicaraan kalangan
eksekutif maupun di kalangan bisnis, karena budaya tersebut banyak yang berhasil
18
membuat organisasi lebih stabil, maju dan lebih antisipatif terhadap perubahan
lingkungan. Budaya mempengaruhi banyak aspek kehidupan, baik organisasi
maupun individu (Sherriton and Stren, 1997 : 212-220). Definisi budaya (culture)
secara umum dikemukakan oleh Holsted pada tahun 1980 seperti dikutip oleh
Bourantas et al., (1988) sebagai “the collective programming of the mind which
distinguishes the members of one human group from another”. Definisi budaya
dalam artian budaya kelompok dikemukakan Edgar (1997 : 12) sebagai suatu pola
asumsi dasar bersama yang dipelajari kelompok karena menyelesaikan masalah-
masalah adaptasi internal dan integrasi yang telah berjalan dengan valid, dan
karenanya diajarkan pada para anggota baru sebagai cara yang benar untuk
memandang, berpikir dan merasakan, dalam hubungannya dengan berbagai
masalah yang dihadapi.
Menurut Monday and Noe III (1993 : 321) terdapat 3 faktor yang
membentuk budaya dalam organisasi yaitu : (1) komunikasi (2) motivasi dan (3)
kepemimpinan. Komunikasi merupakan transfer informasi, ide pemahaman, dan
perasaan diantara para anggota organisasi . Pemimpin yang ingin berhasil dalam
organisasi harus mampu berkomunikaasi secara efektif. Motivasi merupakan
kemauan untuk berusaha dalam mengejar tujuan organisasi sebelumnya manajer
tidak dapat secara langsung memotivasi bawahan karena memotivasi adalah
masalah internal masing-masing individu. Manajemen bertugas untuk
menghadirkan budaya organisasi yang mendorong perilaku positif dari
bawahannya. Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi anggota
organisasi untuk bertindak sesuai dengan keyakinan pimpinan.
19
Robbins (2001:279) menyatakan ada kesepakatan luas bahwa budaya
organisasi menunjuk kepada suatu sistem pengertian bersama yang dipegang oleh
anggota-anggota organisasi yang membedakan organisasi tersebut dengan
organisasi lain.
Dari definisi yang dikemukakan para pakar tersebut, dapat diketahui
unsur-unsur dalam budaya organisasi, yaitu :
1) Asumsi dasar
Dalam budaya organisasi terdapat asumsi dasar yang dapat berfungsi sebagai
pedoman bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi untuk berperilaku.
2) Keyakinan yang dianut
Dalam budaya organisasi terdapat keyakinan yang dianut dan dilaksanakan
oleh para anggota organisasi. Keyakinan ini mengandung nilai-nilai yang
dapat berbentuk slogan atau motto, asumsi dasar, tujuan umum
organisasi/perusahaan, filosofi usaha, atau prinsip-prinsip menjelaskan usaha.
3) Pemimpin atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya organisasi.
Budaya organisasi perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpin
organisasi/perusahaan atau kelompok tertentu dalam organisaasi perusahaan
tersebut.
4) Pedoman mengatasi masalah
Dalam organisasi/perusahaan terdapat dua masalah integrasi dan internal.
Kedua masalah tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar dan keyakinan
yang dianut bersama anggota organisasi.
20
5) Berbagai nilai (sharing of value)
Dalam budaya organisasi perlu berbagi nilai terhadap apa yang paling
diinginkan atau apa yang lebih baik atau berharga bagi seseorang.
6) Pewarisan (learning process)
Asumsi dasar keyakinan yang dianut oleh anggota organisasi perlu diwariskan
kepada anggota baru dalam organisasi sebagai pedoman untuk bertindak dan
berperilaku dalam organisasi/perusahaan tersebut.
7) Penyesuaian (adaptasi)
Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan atau norma yang
berlaku dalam kelompok atau organisasi tersebut, serta adaptasi
organisasi/perusahaan terhadap perubahan lingkungan.
Budaya organisasi diprediksi menjadi faktor yang sangat penting dalam
menentukan keberhasilan atau kegagalan organisai di masa mendatang. Meskipun
budaya relatif sulit dirubah, tetapi budaya organisasi dapat dibuat agar lebih
meningkatkan semangat kerja yang juga berarti meningkatnya kinerja organisasi.
2.2.1 Faktor-faktor Dasar Budaya Organisasi
Berkaitan dengan dimensi budaya, Robbins and Coulter (2004:215)
mengemukakan sepuluh faktor yang merupakan dasar atau karakteristik dari suatu
budaya organisasi, yaitu :
1) Individual Initiative, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan, kemandirian,
dan kesempatan yang dimiliki individu untuk menggunakan inisiatifnya dalam
perusahaan.
21
2) Risk Tolerance, yaitu seberapa jauh tingkat resiko yang boleh atau mungkin
diambil oleh anggota dalam perusahaan.
3) Direction, yaitu seberapa jauh perusahaan memberikan penjelasan tentang
tujuan yang ingin dicapai dan kinerja yang diharapkan.
4) Integration, yaitu sejauh mana unit-unit kerja dalam perusahaan didorong
untuk bekerja dalam suatu sistem yang terkoordiansi.
5) Management Support, yaitu sejauh mana manajer-manajer dalam perusahaan
memberikan pengarahan, dukungan, dan berkomunikasi dengan bawahannya.
6) Control, yaitu sejumlah aturan kebijaksanaan dan pengawasan langsung yang
digunakan untuk mengawasi dan mengontrol perilaku karyawan.
7) Identity, yaitu sejauh mana anggota mngidentifikasi diri pada perusaahaan.
8) System, yaitu bagaimana tingkat penghargaan yang diberikan perusahaan
terhadap karyawan.
9) Conflict Tolerance, yaitu tingkat toleransi terhadap konflik yang terjadi dalam
perusahaan.
10) Communication Patterns, yaitu sejauh mana komunikasi dalam perusahaan
dibatasi berdasarkan susunan wewenang secara formal.
Supranto ( 1997:275 ) juga mengemukakan sepuluh faktor yang isinya
sama dengan Robbins, yang dinamakan sepuluh karakteristik budaya
organisasi/perusahaan. Menurutnya, kesepuluh karakteristik tersebut dapat
dijadikan ukuran kekuatan dari setiap organisasi untuk mencapai sasarannya dan
menjadi patokan Sumber Daya Manusia dalam memandang perusahaan tempat
mereka bekerja. Budaya organisasi bukan hanya gambaran sikap dan kepribadian
22
anggotanya, tetapi lebih dari itu, budaya sentralisasi atau desentralisasi, tingkat
interdependensi wewenang dan lain-lain.
2.2.2 Fungsi dan Peran Budaya Organisasi
Budaya melakukan sejumlah fungsi penting dalam sebuah organisasi,
karena budaya perusahaan sebagai nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama
memberikan beberapa fungsi penting. L. Smircich yang dikutip oleh Kreitner dan
Kinichi ( 2003:352 ) menyatakan bahwa budaya organisasi memiliki fungsi
sebagai berikut :
1) Membawa suatu perasaan identitas sebagai anggota organisasi.
2) Sebagai sarana untuk membangun komitmen akan sesuatu yang lebih besar
dari diri sendiri.
3) Budaya perusahaan meningkatkan stabilitas sistem sosial.
4) Budaya organisasi merupakan suatu sense-making divies yang dapat
memberikan pedoman dan mempertajam perilaku.
Budaya organisasi berfungsi sebagai sarana untuk mempersatukan
kegiatan para anggota perusahaan yang terdiri atas sekumpulan individu dengan
latar belakang kebudayaan yang khas, meningkatkan dan memelihara kohesi
diantara anggota perusahaan. Pengendalian melalui budaya perusahaan melihat
manusia itu emosional, pecinta simbol, butuh untuk dimiliki oleh suatu identitas
yang superior ataupun kolektivitas. Manifestasi atas budaya organisasi telah
menjadi suatu alternatif bentuk pengendalian yang mungkin paling efektif.
23
Menurut Robbins ( 2004:217 ), fungsi budaya organisasi adalah:
1) Menentukan peran yang membedakan perusahaan yang satu dengan
perusahaan yang lain.
2) Menentukan tujuan bersama yang lebih besar dari sekedar kepentingan
individu.
3) Menjaga stabilitas sosial perusahaan, yang membantu mempersatukan
organisasi.
4) Meningkatkan identitas bagi anggota perusahaan.
5) Memberi pengertian dan mekanisme control yang membantu membentuk
sikap dan perilaku karyawan.
2.2.3 Tolak Ukur Budaya Organisasi
Talizidulu dalam Pabundu (2005 : 114) berpendapat bahwa dalam
mengukur budaya organisasi kuat sebagai budaya yang dipegang semakin intensif
(semakin mendasar dan kokoh), semakin luas dianut, dan semakin jelas
disosialisasikan dan diwariskan. Tolak ukur budaya organisasi tersebut antara
lain:
1) Kejelasan Nilai-nilai dan Keyakinan (Clarity Of Ordering)
Nilai-nilai keyakinan yang disepakati oleh anggota organisasi dapat ditentukan
secara jelas. Kejelasan nilai-nilai tersebut ditentukan dalam bentuk filosofi
usaha, slogan/moto perusahaan, asumsi dasar, tujuan umum perusahaan, dan
prinsip-prinsip yang menjelaskan usaha.
24
2) Penyebarluasan Nilai-nilai dan Keyakinan (Extent of Ordering)
Penyebarluasan nilai-nilai ini terkait dengan beberapa banyak orang/anggota
organisasi yang menganut nilai-nilai dan keyakinan budaya organisasi.
Penyebarluasan nilai tergantung dari sistem sosialisai atau pewarisan yang
diberikan oleh pimpinan organisasi kepada anggota-anggota organisasi
khususnya anggota-anggota baru.
3) Intensitas Pelaksanaan Nilai-nilai Inti (Core Values Being Intensely Held)
Intensitas dimaksudkan seberapa jauh nilai-nilai budaya organisasi dihayati,
dianut, dan dilaksanakan secara konsisten oleh anggota-anggota organisasi.
Selain itu, intensitas juga dimaksudkan bagaimana cara organisasi/perusahaan
memperlakukan anggota-anggota organisasi (karyawan) yang secara
konsekuen menjalankan nilai-nilai budaya organisasi dan anggota organisasi
yang hanya separuh atau sama sekali tidak menjalankan nilai-nilai budaya.
2.2.4 Menciptakan dan Mempertahankan Budaya Organisasi
Robbins (2004 : 146) menyatakan bahwa budaya organisasi tidak
muncul dari ruang yang hampa atau dari langit. Jadi, suatu kekuatan dapat
mempengaruhi terciptanya suatu budaya organisasi. Asal mula budaya organisasi
adalah membangun nilai tertentu di organisasinya, kemudian dikembangkan dan
dipakai sebagai rujukan oleh anggota organisasi berikutnya. Kekuatan yang
berperan dalam mempertahankan budaya organisasi adalah praktek seleksi dalam
keputusan final, manajemen puncak dan sosialisasi para karyawan pada budaya
organisasi itu.
25
2.3 Pengertian lingkungan kerja
Menurut Ahyari (1999 : 121) lingkungan kerja merupakan suatu
lingkungan di mana karyawan tersebut bekerja. Secara umum lingkungan kerja di
dalam perusahaan merupakan lingkungan di mana, karyawan tersebut
melaksanakan tugas dan pikirannya sehari-hari. Reksohadiprojo (1999 : 153)
menyatakan bahwa pengaturan lingkungan kerja adalah pengaturan kebersihan
tempat kerja, penerangan, pengontrolan terhadap udara dan pengaturan tentang
keamanan tempat kerja.
Berdasarkan pendapat tersebut, yang dimaksud dengan lingkungan kerja
segala sesuatu yang ada di dalam ruangan atau di sekitar para pekerja sebagai
tempat kerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam melaksanakan tugas-
tugasnya.
2.3.1 Arti penting lingkungan kerja
Ahyari (1999 : 122) mengatakan bahwa lingkungan kerja yang
memuaskan bagi karyawan yang bersangkutan akan meningkatkan produktivitas
mereka, demikian sebaliknya lingkungan kerja yang sangat tidak memuaskan
akan dapat menurunkan gairah kerja menurunkan tingkat produktivitas karyawan.
Begitu pentingnya lingkungan kerja bagi karyawan suatu perusahaan
maka sudah selayaknya pihak perusahaan memperhatikan lingkungan kerja yang
ada pada perusahaan tersebut dengan tetap mengusahakan agar keadaan
lingkungan kerja dapat menciptakan suasana nyaman dan aman bagi karyawan
pada perusahaan tersebut. Keadaan lingkungan kerja yang kurang terjaga
26
kenyamanannya akan mcmbawa dampak negatif bagi karyawan dan juga
perusahaan hal ini dapat berpengaruh menurunkan kinerja karyawan.
2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja
Perusahaan perlu memperhatikan faktor-faktor dari lingkungan kerja
yang mempunyai peranan penting bagi karyawan dan perusahaan itu sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja adalah sebagai berikut:
1) Penerangan
Menurut Assauri (1999 : 65) penerangan yang baik dalam suatu pabrik akan
membantu terdapatnya suatu tempat kerja yang nyaman, membantu dalam
menghemat baik penglihatan maupun tenaga serta membantu dalam
memberikan semangat. Syarat-syarat penerangan yang baik menurut Assauri
(1999 : 66) adalah sebagai berikut:
(1) Sinar/cahaya yang cukup
(2) Sinar yang tidak menyilaukan
(3) Tidak terdapat kontras yang tajam
(4) Cahaya yang terang
(5) Sinar cahaya yang merata
(6) Warna yang sesuai
2) Suhu udara
Suhu udara ruangan kerja karyawan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kondisi kerja karyawan. Suhu udara yang terlalu panas atau
lembab akan menurunkan gairah kerja sehingga kesalahan-kesalahan yang
dibuat oleh karyawan semakin besar. Menurut Ahyari (1999 ; 172) pengaturan
27
suhu udara didalam ruangan kerja dapat dilakukan dengan memilih beberapa
alternatif seperti :
(1) Ventilasi yang cukup pada gedung
(2) Pemasangan kipas angin
(3) Pemasangan air conditioner
(4) Pemasangan humidifier
Agar dapat terjadi pertukaran udara secara baik di dalam ruangan, dalam
rangka mengurangi pengotoran udara didalam ruangan, mengurangi panas
timbul maka perlu diperhatikan lebar ventilasi dan penempatannya gedung itu
sendiri agar hembusan angin tidak terlalu kencang yang menyebabkan pekerja
menjadi sakit Di samping masalah pemasangan ventilasi perlu juga
diperhatikan cara pemasangan AC ini sendiri dalam hubungannya dengan
konstruksi gedung agar dapat berfungsi dengan baik.
3) Penyusunan warna.
Masalah warna pengaruhnya cukup besar terhadap para pekerja dalam
melaksanakan tugasnya, karena sifat warna dapat merangsang perasaan
manusia. Masalah pewarnaan ini meliputi elemen dinding, langit-langit, lantai,
peralatan kerja, mesin-mesin, Menurut Ahyari (1999 : 182) masalah
penggunaan warna harus memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
(1) Pemilihan warna
(2) Komposisi warna
(3) Hubungan warna yang dipakai dengan masalah penyinaran
28
4) Ruang gerak.
Ahyari (1999 : 182) menyatakan bahwa ruang gerak yang disediakan oleh
perusahaan hendaknya jangan terlalu sempit, tumpukan-tumpukan barang dan
perkakas lainnya yang membatasi ruang gerak karyawan dapat mengakibatkan
pemborosan, baik pemborosan dalam bekerja maupun dalam gerak. Jelas
kiranya bahwa seseorang tidak mungkin bekerja dengan baik jika tidak
tersedianya cukup tempat untuk bekerja, ruang kerja yang sempit dapat
mengakibatkan karyawan tidak dapat bekerja dengan baik.
5) Suara dalam ruang kerja.
Menurut Nitisemito (1996 : 116) kebisingan merupakan gangguan. Dengan
adanya kebisingan ini konsentrasi dalam bekerja akan terganggu. Hal ini
sudah tentu menimbulkan kerugian. Menurut Assauri (1999 : 99) suara bising
dalam suatu pabrik dapat dikurangi dengan suatu tindakan yaitu :
(1) Mengurangi intensitas suara atau bunyi itu pada sumber-sumbernya
dengan mengadakan modifikasi mesin-mesin suatu mekanis.
(2) Mencegah penyebaran atau meluasnya suara ribut dengan menutup rapat
sumber-sumber keributan.
(3) Menghindari adanya suara yang memantul dengan jalan menyerap suara
itu dengan peredam suara.
6) Kebersihan.
Kebersihan merupakan syarat guna menjaga kesehatan dan pelaksaannya
harus dilakukan secara teratur dan terus-menerus. Nitisemito (1996 : 114)
menyatakan bahwa lingkungan yang bersih akan menimbulkan rasa senang
29
yang dapat mempengaruhi seseorang untuk bekerja lebih bersemangat dan
bergairah.
7) Keamanan.
Menurut Nitisemito (1996 : 115) bahwa masalah keamanan dalam lingkungan
kerja ini menyangkut keamanan terhadap keselamatan dari setiap karyawan,
keamanan harta benda karyawan, dan konstruksi gedung. Apabila karyawan
merasa aman dalam bekerja maka karyawan akan dapat bekerja dengan lebih
bersemangat.
2.4 Pengertian Komunikasi
Komunikasi merupakan hal yang sangat penting di dalam organisasi,
karena komunikasi berlaku sebagai rantai koordinasi antara karyawan dengan
fungsi organisasi (Manulang, 2001 : 209). Pengertian komunikasi menurut Gorda
(2004 : 193) adalah suatu proses penyampaian informasi dari seseorang kepada
orang lain dengan harapan timbul kesamaan pengertian dan persepsi yang
kemudian untuk diarahkan kepada suatu tindakan tertentu untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Supardi dan Syaiful (2002 : 81) menyatakan bahwa komunikasi adalah
usaha untuk mendorong orang lain menginterpretasikan pendapat seperti apa yang
dikehendaki oleh orang yang mempunyai pendapat tersebut, sehingga diharapkan
diperoleh titik kesamaan saling pengertian. Menurut Siagian (2003 : 20) dalam
menunjang proses komunikasi, pemimpin memerlukan sarana dan prasarana yang
bagus dimana pimpinan harus mampu menjadi komunikator yang mampu
30
mengelola suatu informasi dan menciptakan cara penyampaian informasi tersebut.
Dalam hal ini, informasi yang dimaksud adalah informasi yang berpengaruh
terhadap semangat kerja karyawan sehingga informasi itu mudah dimengerti dan
diterima.
Berdasarkan pendapat beberapa pakar, dapat disimpulkan bahwa
komunikasi adalah suatu proses penyampaian atau pemindahan suatu infomasi
dari seseorang kepada orang lain sehingga menimbulkan adanya interaksi antara
kedua belah pihak untuk dapat saling mengerti dan mencapai suatu tujuan
organisasi.
2.4.1 Bentuk dan Jenis Komunikasi
Dalam suatu organisasi terdapat empat arus atau empat bentuk
komunikasi (Siagian, 2003: 308), yaitu :
1) Komunikasi vertikal ke bawah
Merupakan wahana bagi manajemen untuk menyampaikan berbagai hal
kepada bawahannya seperti perintah, instruksi, kebijakan baru, pengarahan,
pedoman kerja, nasehat, dan teguran.
2) Komunikasi vertikal ke atas
Menyangkut keinginan para anggota organisasi untuk menyampaikan berbagai
hal seperti laporan hasil pekerjaan, masalah yang dihadapi baik yang sifatnya
kedinasan maupun yang sifatnya pribadi kepada atasannya.
31
3) Komunikasi horizontal
Komunikasi yang berlangsung antara orang-orang yang berada pada tingkat
yang sama dalam hirarki organisasi, akan tetapi melaksanakan kegiatan yang
berbeda. Bentuk komunikasi ini pada dasarnya bersifat koordinatif dan
merupakan hasil dari konsep spesialisasi organisasi yang dapat membantu
koordinasi kegiatan-kegiatan operasional karyawan, juga menghindari
pemecahan masalah yang lambat.
4) Komunikasi diagonal
Merupakan komunikasi antara dua satuan kerja yang berbeda pada jenjang
hirarki organisasi yang berbeda, tetapi menyelenggarakan kegiatan yang
sejenis.
Handoko (2002 : 89) mengemukakan bahwa jenis-jenis komunikasi
dapat dibedakan menjadi dua yaitu sebagai berikut :
1) Komunikasi informal, merupakan komunikasi yang dilaksanakan tidak
berdasarkan atas ketentuan dalam struktur organisasi atau peraturan-peraturan
di lingkungan organisasi.
2) Komunikasi formal, yaitu komunikaasi yang terjadi berdasarkan ketentuan-
ketentuan dalam suatu organisasi yang berupa komunikasi vertikal maupun
komunikasi horizontal.
32
2.4.2 Fungsi Komunikasi
Menurut Gorda (2004 : 194), komunikasi mempunyai empat fungsi
utama sebagai berikut :
1) Fungsi kendali
Komunikasi bertindak untuk mengendalikan perilaku karyawan dalam
beberapa cara, misalkan mengkomunikasikan setiap keluhan yang berkaitan
dengan pekerjaan kepada atasan langsung, sesuai dengan tugas dan tanggung
jawabnya, atau sesuai dengan kebijakan perusahaan, dan selanjutnya atasan
mengambil berbagai langkah-langkah untuk memecahkan keluhan karyawan
tersebut, maka dalam hal ini komunikasi itu menjalankan fungsi kendali
(kontrol).
2) Fungsi motivasi
Komunikasi membantu perusahaan untuk mengembangkan motivasi dengan
menjelaskan kepada karyawan apa yang harus di kerjakan, bagaimana
mereka bekerja dengan baik, dan apa yang dapat di kerjakan untuk
memperbaiki kinerja yang dibawah standar.
3) Fungsi pengungkapan emosional
Bagi banyak karyawan, kelompok kerja mereka merupakan sumber pertama
interaksi sosial. Komunikasi yang terjadi di dalam kelompok merupakan
mekanisme fundamental dengan mana anggota-anggota menunjukkan
kekecewaan dan rasa puas mereka. Oleh karena itu komunikasi menyiarkan
ungkapan- ungkapan emosional dari perasaan dan pemenuhan kebutuhan
sosial.
33
4) Fungsi informasi
Komunikasi berhubungan dengan perannya dalam mempermudah
pengambilan keputusan. Komunikasi memberikan informasi yang
diperlukan individu dan kelompok untuk mengambil keputusan dengan
meneruskan data guna mengenali dan menilai pilihan-pilihan alternatif.
2.4.3 Unsur-unsur Komunikasi
Unsur-unsur komunikasi menurut Handoko ( 2002:90 ) adalah :
1) Komunikator, yaitu seseorang yang menyampaikan pikiran atau pesan kepada
orang lain.
2) Pesan, yaitu lambang yang membawakan pikiran komunikator kepada orang
lain.
3) Tahap-tahap penilaian dan mencoba.
Proses komunikasi tersebut nantinya diharapkan dapat memperluas pandangan
dan pengalamannya, serta lebih memungkinkan untuk memberikan
sumbangan yang lebih banyak kepada perusahaan. Hal tersebut dikarenakan
seberapa pun bagus dan matangnya perencanaan perusahaan tanpa didukung
oleh proses komunikasi yang baik, maka tujuan perusahaan tidak akan
tercapai.
34
2.4.4 Manfaat Komunikasi
Kartini Kartono (1997 : 86) mengemukakan bahwa komunikasi memiliki
manfaat, yaitu :
1) Menghubungkan semua unsur yang melakukan interaksi pada semua lapisan
sehingga menimbulkan kesetiakawanan dan legalitas antar sesama.
2) Semua jaringan pimpinan langsung mengetahui keadaan bidang-bidang yang
membawahi sehingga berlangsung pengendalian secara operasional dan
efisien.
3) Meningkatkan rasa tanggung jawab semua anggota dan melibatkan karyawan
pada kepentingan perusahaan.
4) Timbul rasa saling mengetahui dan menghargai tugas masing-masing,
sedangkan tujuan komunikasi adalah mengadakan perubahan dan
mempengaruhi tindakan untuk mencapai kesejahteraan perusahaan.
2.4.5 Halangan dan Hambatan Proses Komunikasi
Proses komunikasi sering mengalami halangan dan hambatan dalam
penerapannya. Menurut Handoko ( 2002:91 ), hambatan dalam komunikasi
tersebut adalah:
1) Tingkatan hirarki, berita mengalir dari atasan ke bawahan melalui beberapa
tahapan sehingga informasi yang disampaikan bisa bertambah, berkurang,
berubah, atau berbeda sama sekali dengan berita aslinya.
2) Wewenang manajerial, tanpa wewenang untuk membuat keputusan, tidak
mungkin manajer dapat mencapai tujuan dengan efektif. Disini terjadinya
35
kesenjangan antara manajer dengan bawahan karena pihak manajer sengaja
membuat hambatan-hambatan terhadap komunikasi.
3) Spesialisasi adalah prinsip dasar organisasi, tetapi juga menciptakan masalah-
masalah komunikasi akan cenderung memisahkan orang-orang, bahkan bila
mereka saling berdekatan.
2.4.6 Cara Mengatasi Halangan dan Hambatan Komunikasi
Segala halangan dan hambatan yang terjadi dalam proses penerapan
komunikasi dapat diatasi dengan cara menerapkan pedoman komunikasi yang
baik di dalam perusahaan,yaitu :
1) Mencari kejelasan-kejelasan gagasan terlebih dahulu sebelum
dikomunikasikan.
2) Teliti tujuan sebenarnya setiap proses komunikasi.
3) Pertimbangan keadaan fisik dan manusia keseluruhan kapan saja komunikasi
akan dilakukan.
4) Konsultasi dengan pihak lain saat perencanaan komunikasi.
2.5 Pengaruh Budaya Organisasi, Lingkungan Kerja, dan Komunikasi
terhadap Semangat Kerja Karyawan.
Tercapai atau tidaknya tujuan suatu organisasi sangat ditentukan oleh
semangat anggota-anggotanya dalam melaksanakan fungsi masing-masing. Dalam
perusahaan, semangat kerja yang tingi akan memacu karyawan untuk
melaksanakan tugas dengan lebih baik, sehingga perusahaan akan mendapat
36
keuntungan dari sedikitnya kesalahan yang terjadi dan waktu yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan akan lebih singkat. Menyadari hal tersebut,
pimpinan memberikan insentif yang layak diterima karyawan seperti : bonus,
uang makan, tunjangan hari raya, dan jaminan sosial. Apabila dengan pemberian
insentif yang layak tersebut belum juga dapat meningkatkan semangat kerja
karyawan, maka pimpinan perusahaan lebih memperhatikan faktor lain.
Budaya organisasi sangat berpengaruh terhadap semangat kerja
karyawan. Budaya organisasi yang diterapkan sejak awal dalam perusahaan, harus
dapat menggerakkan karyawan untuk melaksanakan tugasnya dengan baik,
menimbulkan gairah untuk melakukan kegiatan, tidak muncul rasa bosan
karyawan, sehingga semangat kerja karyawan dapat meningkat. Budaya
organisasi yang dikehendaki adalah budaya yang kuat (strong culture), yaitu suatu
budaya yang dipegangdan dilakukan dalam kehidupan kerja oleh banyak pegawai
atau mencakup semua pegawai (Robbins,2001). Semakin kuat budaya organisasi,
maka semakin tinggi semangat kerja yang akan dicapai oleh karyawan, sebaliknya
bila perusahaan budaya perusahaan lemah, maka semangat kerja karyawan pun
akan semakin rendah. Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat
hubungan positif antara budaya organisasi dengan semangat kerja karyawan.
Faktor lain yang mempengaruhi semangat kerja karyawan adalah faktor
lingkungan kerja. Menurut Ahyari (1999 : 121), lingkungan kerja merupakan
suatu lingkungan dimana karyawan tersebut bekerja. Secara umum lingkungan
kerja di dalam perusahaan merupakan lingkungan dimana karyawan tersebut
melaksankan tugas dan pikirannya sehari-hari. Lingkungan kerja yang nyaman
37
akan membuat karyawan bersemangat dalam melaksanakan pekerjaannya.
Sebaliknya, lingkungan kerja yang kurang baik akan menimbulakn kebosanan dan
rasa tidak nyaman yang dapat menurunkan semangat kerja karyawan.
Selain faktor budaya organisasi dan lingkungan kerja, faktor komunikasi
juga berpengaruh terhadap semangat kerja karyawan. Komunikasi merupakan
pelaksanaan proses fungsi manajemen dan pencapaian tujuan perusahaan yang
dapat mempengaruhi naik turunnya semangat kerja karyawan. Menurut Gorda
(2004 : 193), komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan atau
informaasi dari seseorang kepada orang lain dengan harapan akan timbul
kesamaan pengertian dan persepsi yang kemudian untuk diarahkan kepada suatu
tindakan tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Proses komunikasi yang efektif, membantu terciptanya hubungan yang harmonis
antara pimpinan dan karyawan. Pimpinan dapat mengetahui segala keluhan-
keluhan yang mempengaruhi semangat kerja karyawan, sehingga dapat mencari
solusi dan mengambil kebijakan yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.
Bagi karyawan, adanya komunikasi yang baik akan memudahkan karyawan untuk
memahami segala tugas yang diberikan, sehingga tugas tersebut dapat dikerjakan
dengan bersemangat.
Dari uraian yang telah disampaikan, dapat diketahui bahwa budaya
organisasi, lingkungan kerja, dan komunikasi mempengaruhi semangat kerja
karyawan. Semakin baik budaya organisasi, lingkungan kerja, dan komunikasi
suatu perusahaan, maka akan semakin tinggi pula semangat kerja karyawan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa budaya organisasi, komunikasi, dan
38
lingkungan kerja merupakan faktor yang dapat mendorong karyawan untuk
bekerja dengan semangat kerja yang tinggi.
2.6 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya yang dijadikan sebagai referensi adalah :
1) Penelitian oleh Utama (2004) dengan judul “Beberapa Faktor yang
Mempengaruhi Semangat Kerja Karyawan Kantor Rektorat Universitas
Udayana”. Semangat kerja karyawan Kantor Rektorat Universitas Udayana
yang rendah ditandai beberapa indikasi antara lain : terlambat masuk kerja,
mendahului pulang tanpa alasan, pekerjaan tidak selessai tepat waktu, dan
beberapa karyawan kurang berminat terhadap penggunaan peralatan yang
tersedia. Berdasarkan indikasi tersebut, maka dilakukan penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh secara simultan,
pengaruh positif secara parsial, dan mengetahui faktor yang paling dominant
dari faktor penempatan, kompensasi, kesempatan berprestasi, komunikasi,
dan lingkungan kerja terhadap semangat kerja karyawan. Metode yang
digunakan berdasarkan metode proporsi acak sederhana dan dianalisis
menggunakan metode Model Regresi Linier Berganda. Dari hasil penelitian
diketahui besarnya F hitung adalah 39,88 yang berarti kelima faktor
berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja karyawan. Perhitungan
determinasi diperoleh nilai R2 = 0,680 yang berarti sekitar 68% variasi
semangat kerja karyawan secara bersama-sama dijelaskan oleh variasi
perubahan penempatan, komunikasi, kesempatan berprestasi, kompensasi
39
dan lingkungan kerja 32% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan
dalam penelitian. Thitung menunjukkan bahwa faktor komunikasi mempunyai
pengaruh dominan terhadap semangat kerja karyawan Kantor Rektorat
Universitas Udayana. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama
menggunakan semangat kerja sebagai variabel terikat, dan perbedaannya
terletak pada waktu dan tempat penelitian.
2) Penelitian berikutnya yang terkait dengan penelitian ini adalah adalah
penelitian yang dilakukan oleh Soedjono, Staf Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu
ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya dengan judul “Pengaruh Budaya
Organisasi Terhadap Semangat Kerja Karyawan pada Terminal Penumpang
Umum di Surabaya”. Penelitian ini menggunakan metode survey, sample
dan kuisioner sebagai alat pengumpulan data utama. Lokasi penelitian
adalah di kantor-kantor pusat terminal Surabaya. Untuk menganalisis model
digunakan Structural Equation Modelling (SEM) dengan bantuan program
AMOS 4.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan
dari budaya organisasi terhadap semangat kerja karyawan. Dengan
memahami variabel yang berpengaruh pada terminal, pihak terkait akan bisa
menggunakan model tersebut untuk meningkatkan penghasilan terminal dan
menyempurnakan layanan kepada masyarakat. Persamaan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menganalisis pengaruh
budaya organisasi terhadap semangat kerja karyawan, dan perbedaannya
terletak pada waktu dan tempat penelitian.
40
3) Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ariestadi (2004) yang berjudul
“Hubungan Komunikasi dengan Semangat Kerja Karyawan PT. Jamsostek
(Persero) Cabang Bali”. Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa
komunikasi memiliki hubungan yang kuat dan positif terhadap semangat
kerja karyawan dengan menggunakan alat analisis korelasi Rank Spearman
dengan hasil sebesar 0,625. Hal tersebut menunjukkan bahwa apabila
komunikasi dalam perusahaan baik, maka semangat kerja karyawan akan
meningkat ddan begitu pula sebaliknya. Persamaan dengan penelitian ini
adalah sama-sama menganalisis variabel komunikasi dan semangat kerja
karyawan, sedangkan perbedaannya terletak pada tempat dan waktu
penelitian.
2.7 Rumusan Hipotesis
Berdasarkan uraian kajian pustaka yang telah dikemukakan dan uraian
hasil penelitian sebelumnya, dapat ditarik suatu hipotesis sebagai berikut :
1) Budaya organisasi, lingkungan kerja, dan komunikasi memiliki pengaruh
signifikan secara simultan terhadap semangat kerja karyawan pada
PT. Banyumas Denpasar.
2) Budaya organisasi, lingkungan kerja, dan komunikasi memiliki pengaruh
signifikan secara parsial terhadap semangat kerja karyawan pada
PT. Banyumas Denpasar.
3) Diduga bahwa faktor komunikasi merupakan variabel yang berpengaruh
paling besar terhadap semangat kerja karyawan pada PT. Banyumas Denpasar.