Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Bayi
Bayi merupakan manusia yang baru lahir sampai umur 12 bulan, namun
tidak ada batasan yang pasti. Menurut psikologi, bayi adalah periode
perkembangan yang merentang dari kelahiran hingga 18 atau 24 bulan. Masa bayi
adalah masa yang sangat bergantung pada orang dewasa. (Marmi dan Rahardjo,
2015).
Setelah lahir terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan dan
perkembangan sel-sel otak masih berlangsung dan terjadi pertumbuhan serabut-
serabut syarat dan cabang-cabangnya, sehingga terbentuk jaringan syaraf dan otak
yang kompleks. Jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antar sel syaraf ini
akan saling mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar
berjalan, mengenal huruf, hingga bersosialisasi. Pada masa balita, perkembangan
kemampuan bicara dan bahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan
imosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan
perkembangan berikutnya (Marmi dan Rahardjo, 2015).
B. Pertumbuhan
1. Pengertian Pertumbuhan
Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu
bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ, maupun individu.
Anak tidak hanya bertambah secara fisik, melainkan juga ukuran dan struktur
7
organ-organ tubuh dan otak. Sebagai contoh, hasil dari pertumbuhan otak adalah
anak mempunyai kapasitas lebih besar untuk belajar, mengingat, dan
menggunakan akalnya. Jadi anak tumbuh baik secara fisik maupun mental.
Pertumbuhan fisik dapat dinilai dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram),
ukuran panjang (cm, meter), umur tulang, dan tannda-tanda seks sekunder
(Seotjiningsih dan Gde, 2013).
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau
keseluruhan, sehingga dapat di ukur dengan satuan panjang dan berat. (Mulati,
Erna. 2016).
2. Cara Penilaian Pertumbuhan
a. Pengukuran antropometrik
Alat yang sangat penting untuk penilaian pertumbuhan adalah kurva
pertumbuhan (growth chart), yang dilengkapi dengan alat timbangan yang akurat,
papan pengukur, stadiometer, dan pita pengukur.
Langkah – langkah manajemen tumbuh kembang anak :
1) Pengukuran Anthropometri (Berat, Tinggi. Lingkar Kepala, Lingkar Dada,
Lingkar Lengan, dan Tebal kulit)
2) Penggunaan kurva pertumbuhan anak (KMS, NCHS)
3) Pelinaian dan Analisa status gizi dan pertumbuhan anak
4) Penilaian perkembangan anak, dan maturitas
5) Intervensi (Preventif, Promotif, Kuratif, dan Rehabilitatif)
(Kemenkes RI, 2016).
8
3. Cara Memantau Pertumbuhan Bayi dengan KMS
KMS (Kartu Menuju Sehat) untuk balita adalah alat yang sederhana dan
murah, yang dapat di guakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak.
KMS balita berisi catatan penting tetang pertumbuhan, perkembangan anak,
imunisasi, penaggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan
anak, pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI, pemberian
makanan anak dan rujuk ke Puskesmas/RS. KMS balita juga berisi pesan-pesan
penyuluhan kesehatan dan gizi bagi orang tua balita tentang kesehatan anaknya.
Pertumbuhan merupakan parameter kesehatan gizi yang cukup peka untuk
dipergunakan dalam menilai kesehatan anak bayi dan balita. Dalam pertumbuhan
anak itu menuju ke arah bawah, dan tidak banyak yang keluar dari jalur hijau ke
arah atas. Jadi kurva pertumbuhan yang baik kesehatannya akan terus terdapat di
dalam jalur hijau.
Dibawah jalur hijau terdapat jalur yang diberi warna kuning. Ini
menunjukan daerah KKP ringan, jadi anak mulai memperlihatkan gangguan
pertumbuhan ringan, yang menggambarkan pula adanya gangguan kesehatan.
Anak perlu dikonsultasikan kepada seorang dokter untuk diperiksa dan diperbaiki
makanannya atau memerlukan perbaikan kesehatan. Bila keadaan anak lebih
buruk lagi, garis kurva pertumbuhan anak akan lebih menurun lagi masuk ke
daerah bawah garis merah, yang meupakan batas bawah dari jalur kuning. Daerah
di bawah garis merah ini menunjukan KKP berat. Di sini anak sudah jelas
menderita gizi kurang dan tergangguan kesehatannya. (Jauhar, Ahmad. 2015)
Pertumbuhan balita dapat di ketahui apabila setiap bulan di timbang, hasil
penimbangan di catat di KMS, dan antara titik berat badan KMS dari hasil
9
penimbangan bulan lalu dan hasil penimbangan bulan ini di hubungkan dengan
sebuah garis. Rangkaian garis-garis pertumbuhan anak tersebut membentuk grafik
pertumbuhan anak. Pada balita yang sehat, berat badannya akan selalu naik,
mengikuti pertumbuhan sesuai dengan umurnya.
a. Balita yang naik berat badannya bila :
Garis pertumbuhannya naik mengikuti salah satu pita warna atau garis
pertumbuhannya naik dan pindah ke pita warna di atasnya.
b. Balita yang tidak naik berat badannya bila :
Garis pertumbuhannya turun, atau garis pertumbuhannya mendatar, atau pita
pertumbuhannya naik tapi pindah kepita warna di bawahnya.
c. Berat badan balita dibawah garis merah artinya pertumbuhan balita
mengalami gangguan pertumbuhan dan perlu perhatian khusus, sehingga
harus langsung dirujuk ke Puskesmas/Rumah Sakit
d. Berat badan balita 3 bulan berturut–turut tidak naik artinya balita mengalami
gangguan pertumbuhan, sehingga harus dirujuk ke Puskesmas/Rumah sakit.
e. Balita tumbuh baik bila: Garis berat badan anak naik setiap bulannya.
f. Balita sehat jika berat badannya selalu naik mengikuti salah satu pita warna
atau pindah ke pita warna diatasnya.
Berat badan yang tercantum pada KMS hanya menggambarkan pola
pertumbuhan berat badan balita bukan berat badan per umur. Berat badan di
bawah Garis Merah (BGM) bukan menunjukkan keadaan gizi buruk tetapi
sebagai peringatan untuk konfismasi dan tindak lanjut, tetapi perlu di ingat
tidak berlaku pada anak dengan berat badan awalnya memang sudah di bawah
garis merah. Naik-turunnya berat badan balita selalu mengikuti pita warna
10
pada KMS. KMS hanya di fungsikan untuk pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan balita serta promosinya, bukan utnuk penilaian status gizi.
Hasil penimbangan balita di Posyandu hanya dapat di manfaatkan atau di
gunakan untuk :
a. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan individu balita dengan
melihat berat badan yang di timbang (D) apakah naik (N), turun (T) atau
BGM.
b. Perkiraan perkembangan dan pertumbuhan balita di masyarakat yaitu
dengan melihat presentase balita yang Naik Berat Badannya di banding
dengan keseluruhan balita yang di timbang (%N/D), termasuk juga
presentase balita yang BGM banding dengan keseluruhan balita yang di
timbang (%BGM/D).
c. Perkiraan perkembangan keadaan gizi balita di masyarakat.
d. Pembinaan kegiatan posyandu dengan menilai cakupan program dan
partisipasi masyarakat dalam kegiatan Posyandu.
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak
Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan
normal yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Faktor dalam (internal) yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
a. Ras/etnik atau bangsa.
Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika, maka ia tidak memiliki
faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya.
11
b. Keluarga.
Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek,
gemuk atau kurus.
c. Umur.
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun
pertama kehidupan dan masa remaja.
d. Jenis kelamin.
Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada
laki laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-
laki akan lebih cepat.
e. Genetik.
Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi anak
yang akan menjadi ciri khasnya.
Ada beberapa kelainan genetik yang berpengaruh pada tumbuh kembang
anak seperti kerdil.
2. Faktor luar (ekstemal).
a. Faktor Prenatal
1) Gizi
Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan akan
mempengaruhi pertumbuhan janin.
2) Mekanis
Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan kongenital
seperti club foot.
12
3) Toksin/zat kimia
Beberapa obat-obatan seperti Amlnopterin, Thalldomid dapat
menyebabkan kelainan kongenital seperti palatoskisis.
4) Endokrin
Diabetes melitus dapat menyebabkan makrosomia, kardiomegali,
hiperplasia adrenal.
5) Radiasi
Paparan radium dan sinar Rontgen dapat mengakibatkan kelainan pada
janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas
anggota gerak, kelainan kongential mata, kelainan jantung.
6) Infeksi
lnfeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH (Toksoplasma,
Rubella, Sitomegalo virus, Herpes simpleks) dapat menyebabkan
kelainan pada janin: katarak, bisu tuli, mikros efali, retardasi mental
dan kelainanjantung kongenital.
7) Kelainan imunologi
Eritobaltosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan darah antara
janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibodi terhadap sel darah
merah janin, kemudian melalui plasenta masuk dalam peredaran darah
janin dan akan menyebabkan hemolisis yang selanjutnya
mengakibatkan hiperbilirubinemia dan Kem icterus yang akan
menyebabkan kerusakan jaringan otak.
13
8) Anoksia embrio
Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta
menyebabkan pertumbuhan terganggu.
9) Psikologi ibu
Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/kekerasan mental
pada ibu hamil dan lain-lain.
b. Faktor Persalinan
Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat
menyebabkan kerusakan jaringan otak.
c. Faktor Pasca Persalinan
1) Gizi
Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat.
2) Penyakit kronis/ kelainan kongenital, Tuberkulosis, anemia, kelainan
jantung bawaan mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani.
3) Lingkungan fisis dan kimia.
Lingkungan sering disebut melieu adalah tempat anak tersebut hidup
yang berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak (provider).
Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar matahari,
paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu (Pb, Mercuri, rokok, dll)
mempunyai dampak yang negatif terhadap pertumbuhan anak.
4) Psikologis
Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak
dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan,
14
akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan
perkembangannya.
5) Endokrin
Gangguan hormon, misalnya pada penyakit hipotiroid akan
menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan.
6) Sosio-ekonomi
Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan
lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan, akan menghambat
pertumbuhan anak.
7) Lingkungan pengasuhan
Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu-anak sangat mempengaruhi
tumbuh kembang anak.
8) Stimulasi
Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi khususnya dalam
keluarga, misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi anak,
keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak.
9) Obat-obatan
Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat
pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang
terhadap susunan saraf yang menyebabkan terhambatnya produksi
hormon pertumbuhan.
(Kemenkes RI, 2016).
15
D. Beberapa Gangguan Tumbuh-Kembang Yang Sering Ditemukan
1. Gangguan Pertumbuhan Fisik
Gangguan pertumbuhan fisik meliputi gangguan pertumbuhan diatas
normal dan gangguan pertumbuhan di bawah normal. Pemantauan berat badan
menggunakan KMS dapat dilakukan secara mudah untuk mengetahui pola
pertumbuhan anak. Menurut soetjiningsih (2003) bila grafik berat badan anak
lebih dari 120% kemungkinan anak mengalami obesitas atau kelainan hormonal.
Sedangkan, apabila grafik berat badan di bawah normal kemungkinan anak
mengalami gizi kurang, menderita penyakit kronis, atau kelainan hormonal.
(Marmi dan Rahardjo, 2015).
2. Gangguan bicara dan bahasa
Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak.
Karena kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan
pada sistem lainnya, sebab melibatkan kemampuan kognitif, motor, psikologis,
emosi dan lingkungan sekitar anak. Kurangnya stimulasi akan dapat menyebabkan
gangguan bicara dan berbahasa bahkan gangguan ini dapat menetap.
3. Cerebral palsy
Merupakan suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif,
yang disebabkan oleh karena suatu kerusakan/gangguan pada sel-sel motorik pada
susunan saraf pusat yang sedang tumbuh/belum selesai pertumbuhannya.
4. Sindrom Down
Anak dengan Sindrom Down adalah individu yang dapat dikenal dari
fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya
16
jumlah kromosom 21 yang berlebih. Perkembangannya lebih lambat dari anak
yang normal. Beberapa faktor seperti kelainan jantung kongenital, hipotonia yang
berat, masalah biologis atau lingkungan lainnya dapat menyebabkan
keterlambatan perkembangan motorik dan keterampilan untuk menolong diri
sendiri.
5. Perawakan pendek
Short stuture atau perawakan pendek merupakan suatu terminologi
mengenai tinggi badan yang berada di bawah persentil 3 atau -2 SD pada kurva
pertumbuhan yang berlaku pada populasi tersebut. Penyebabnya dapat karena
variasi normal, gangguan gizi, kelainan kromosom, penyakit sistemik atau karena
kelainan endokrin.
6. Gangguan Autisme
Merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak yang gejanya
muncul sebelum anak berumur 3 tahun. Pervasif berarti meliputi seluruh aspek
perkembangan sehingga gangguan tersebut sangan luas dan berat, yang
mempengaruhi anak secara mendalam. Gangguan perkembangan yang ditemukan
pada autisme mencakup bidang interaksi sosial, komunikasi dan prilaku.
7. Retardasi mental
Merupakan suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensia yang rendah (IQ
< 70) yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi
terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal.
17
8. Gangguan pemusatan perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)
Merupakan gangguan dimana anak mengalami kesulitan untuk
memusatkan perhatian yang seringkali disertai dengan hiperaktivitasi. (Kemenkes
RI, 2016).
E. Deteksi Dini Penyimpangan Pertumbuhan
Deteksi dini penyimpanggan pertumbuhan yaitu untuk mengetahui/
menentukan satus gizi kurang /buruk Dan mikro/macrosefal.
Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan di lakukan di semua tingkat
pelayanan. Adapun pelaksanaan dan alat yang di gunakan adalah sebagai berikut.
1. Pengukuran berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB)
Tujuan pengukuran BB/TB adalah menentukan status gizii anak
normal,kurus,kurus sekali atau gemuk Jadwal pengukuran bb/ tb di sesuaikan
dengan jadwal deteksi dini tumbuh kembang balita. Pengukuran dan penilaian
BB/TB di lakukan oleh tenaga kesehatan terlatih.
Cara pengukuran berat badan/tinggi badan sesuai tabel sebagai berikut:
Tabel 1
Cara pengukuran berat badan /tinggi badan
No Cara pengukuran
1 Menggunakan timbangan bayi
a. Timbangan bayi di gunakan untuk menimbang anak sampai umur 2
tahun atau selama anak masih bisa berbaring /duduk tenang `
b. Letakkan timbangan pada meja yang datar dan tidak mudah bergoyang
c. Lihat posisi jarum atau angka harus menunjuk ke angka o
d. Bayi sebaiknya telanjang tanpa topi,kaos kaki sarung tangan
e. Baringkan bayi dengan hati=hati di atas timbangan .
f. Lihat jarum timbangan sampai berhenti.
g. Baca angka yang di tunjukan oleh jarum timbangan atau angka
timbangan
h. Bila bayi terus menerus bergerak,perhatikan gerakan jarum,baca
tengah-tengah gerakan jarum ke kanan dan ke kiri
18
2 Menggunakan timbangan injak
a. Letakkan timbangan di lantai yang datar sehingga tidak mudah
bergerak.
b. Lihat posisi jarum atau angka harus menunjuk ke angka O.
c. Anak sebaiknya memakai baju sehari-hari yang tipis, tidak memakai
alas kaki, jaket, topi, jam tangan, kalung, dan tidak memegang sesuatu.
d. Anak berdiri di atas timbangan tanpa dipegangi.
e. Lihat jarum timbangan sampai berhenti.
f. Baca angka yang ditunjukkan oleh jarum timbangan atau angka
timbangan.
Sumber : Kemenkes RI. 2016. Pedoman Pelaksana Stimulasi Intervensi
Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak
Tabel 2
Cara pengukuran panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB)
No Cara pengukuran
1 Cara mengukur dengan posisi berbaring:
a. Sebaiknya dilakukan oleh 2 orang.
b. Bayi dibaringkan telentang pada alas yang datar.
c. Kepala bayi menempel pada pembatas angka O.
d. Petugas 1: kedua tangan memegang kepala bayi agar tetap menempel
e. pada pembatas angka 0 (pembatas kepala).
f. Petugas 2: tangan kiri menekan lutu bayi agar lurus, tangan kanan
menekan batas kaki ke telapak kaki
Petugas 2: membaca angka di tepi di luar pengukur
2 Gara mengukur dengan posisi berdiri
a. Anak tidak memakai sandal atau sepatu.
b. Berdiri tegak menghadap kedepan.
c. Punggung, pantat dan tumit menempel pada tiang pengukur.
d. Turunkan batas atas pengukur sampai menempel di ubun-ubun.
e. Baca angka pada batas tersebut.
Sumber : Kemenkes RI. 2016. Pedoman Pelaksana Stimulasi Intervensi
Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak
Penggunaan Tabel BB/TB
1) Ukur tinggi/panjang dan timbang berat badan anak, sesuai cara diatas.
2) Lihat kolom Tinggi/Panjang Badan anak yang sesuai dengan hasilpengukuran.
3) Pilih kolom Berat Badan untuk laki-laki (kiri) atau perempuan(kanan) sesuai
jenis kelamin anak, cari angka berat badan yangterdekat dengan berat badan
anak.
19
4) Dari angka berat badan tersebut, lihat bagian atas kolom untukmengetahui
angka Standar Deviasi (SD).
5) Untuk menentukan bagaimana dengan status gizi anak tersebut, menggunakan
grafik WHO 2006 dan terdapat pada buku KIA revisi 2015.
Gambar 1
Pengukuran panjang badan (< 2 tahun)
Gambar 2
Pengukuran panjang badan (> 2 tahun)
Sumber : Kemenkes RI. 2016. Pedoman Pelaksana Stimulasi Intervensi
Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak
20
2. Pengukuran Lingkaran Kepala Anak (LKA)
a. Tujuan pengukuran lingkaran kepala anak adalah untuk mengetahui
lingkaran kepala anak dalam batas normal atau di luar batas normal.
b. Jadwal, disesuaikan dengan umur anak. Umur 0–11 bulan, pengukuran
dilakukan setiap tiga bulan. Pada anak yang lebih besar, umur 12–72
bulan, pengukuran dilakukan setiap enam bulan. Pengukuran dan penilaian
lingkaran kepala anak dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih.
c. Cara mengukur lingkaran kepala
d. Alat pengukur dilingkarkan pada kepala anak melewati dahi, menutupi alis
mata, diatas kedua telinga, dan bagian belakang kepala yang menonjol,
tarik agak kencang.
e. Baca angka pada pertemuan dengan angka 0.
f. Tanyakan tanggal lahir bayi/anak, hitung umur bayi/anak.
g. Hasil pengukuran dicatat pada grafik lingkaran kepala menurut umur dan
jenis kelamin anak.
h. Buat garis yang menghubungkan ukuran yang lalu dengan ukuran
sekarang.
1) Interpretasi
a) Apabila ukuran lingkaran kepala anak berada di dalam ”jalur
hijau”, lingkaran kepala anak normal.
b) Apabila ukuran lingkaran kepala anak berada di luar ”jalur hijau”,
lingkaran kepala anak tidak normal.
c) Lingkaran kepala anak tidak normal ada 2 (dua), yaitu makrosefal
21
d) Apabila berada di atas ”jalur hijau” dan mikrosefal apabila berada
di bawah ”jalur hijau”.
2) Intervensi
Apabila ditemukan makrosefal maupun mikrosefal segera dirujuk ke
rumah sakit.
Gambar 3. Cara Pengukuran Lingkar Kepala
Sumber: Kemenkes RI. 2016. Pedoman Pelaksana Stimulasi Intervensi Deteksi
Dini Tumbuh Kembang Anak
F. Kebutuhan Gizi Pada Bayi
Untuk menanggulangi masalah pemenuhan kebutuhan gizi bayi pada
kondisi masyarakat seperti sekarang ini, diperlukan alternatif pemecahan masalah
agar terpenuhi kebutuhan gizi bagi bayi. Pemberian makanan tambahan sebagai
makanan pendamping ASI harus disesuaikan dengan umur bayi karena itu
alternatif pemenuhan gizi bayi pun disesuaikan dengan umur bayi.
1. Gizi Bayi Usia 0 – 4 bulan
Dalam usia bayi 0-4 bulan, makanan yang paling tepat untuk bayi adalah
air susu ibu atau ASI, karena memang komposisi zat gizi yang ada pada ASI
paling tepat untuk bayi pada usia ini. Para ibu yang bekerja dan merasa kesulitan
untuk memberikan ASI kepada bayinya, dapat memompa air susunya sebelum
berangkat bekerja untuk kemudian diberikan kepada bayi dengan menggunakan
22
sendok. Minuman yang terbuat dari susu hewan terutama susu sapi, dapat
diberikan kepada bayi sebagai pelengkap atau pengganti ASI dalam kondisi-
kondisi seperti telah disebutkan di atas
Tabel 3
Perbandingan kadar gizi dalam ASI dengan susu sapi murni.
Macam Zat Gizi Kadar Zat Gizi dalam Setiap 100 ml
ASI Susu Sapi (Murni)
Protein
Lemak
Laktosa
Kalori
Kapur
Besi
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin C
1,2 gr
3,8 gr
7,0 gr
75 gr
30 mg
0,15 mg
53 Kl
0,11 mg
4,3 mg
3,3 gr
3,8 gr
4,8 gr
66 Kal
123mg
0,10 mg
34 Kl
-
1,8 mg
Sumber : Sjahmien Moehji, B. Sc dalam Pemeliharaan Gizi Bayi dan
Balita, 1988.
Harus tetap diingat bahwa ASI adalah sumber makanan bayi yang paling
tepat untuk bayi. Tubuh ibu akan memproduksi ASI paling banyak pada malam
hari dan pagi hari karena itu, ibu sebaiknya tidak menghentikan menyusui pada
waktu-waktu tersebut. Pada kondisi ekonomi seperti saat ini, alternatif lain
sebagai pengganti AST dan susu formula perlu dikembanglan, seperti susu
kedelai. Susu kedelai memang memiliki kelebihan, yaitu baik diberikan kepada
bayi yang alergi sukrosa, namun kelemahannya adalah rasanya tidak seenak susu
formula. Pada saat ini Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi (Puslitbang Gizi)
Bogor, sedang mengembangkan susu kedelai supaya rasanya lebih enak dan
gizinya dapat sesuai dengan kebutuhan. Di samping susu kedelai sebagai
pengganti susu formula yang harganya mahal, perlu kembali ke kebiasaan nenek
moyang kita sejak zaman dahulu, yakni 'air tajin', meskipun kandungan gizinya
23
kurang memadai bagi kebutuhan bayi. Sedangkan pemberian air tajin yang
biasanya diberikan oleh orang tua kepada anaknya sejak zaman dahulu perlu
dikembangkan sehingga memenuhi kebutuhan gizi bagi anak. Apabila hal ini
berhasil, maka merupakan alternatif lain untuk mengantikan susu formula.
Tabel 4
Kebutuhan Protein
Golongan
Umur (bln)
Berat Badan
(kg)
Tinggi
Badan (cm) Energi (kkal) Protein (g)
0-6 5,5 60 560 12
7-12 8,5 71 800 15
13-36 12 90 1250 23
37-47 15 100 1500 28
48-72 18 110 1750 32
(Merryana & Bambang,2016)
Tabel 5
Kecukupan Gizi
No Kelompok Umur BB (kg) TB (cm) Protein (g)
Anak
1. 0-6 bulan 6,0 60 10
2. 7-11 bulan 8,5 71 15
3. 1-3 tahun 12,0 90 25
4. 4-6 tahun 17,0 110 45
(Merryana & Bambang,2016)
2. Gizi Bayi Usia 5 – 8 bulan
Pada usia 3 bulan akan menjadi dua kali lipat daripada brrat badan pada
waktu lahir. Jadi, bayi akan memerlukan makanan lebih banyak. Biasanya sampai
usia 4 bulan ASI masih dapat memenuhi kebutuhan bayi akan zat gizi. Jika pada
usia satu bulan pertama produksi ASI mencapai sekitar 500 mili liter per hari,
memasuki bulan kedua dan ketiga produksi ASI dapat naik sampai sekitar 650
mili liter per hari. Penelitian yang dilakukan oleh Blankhart di Bogor (1962)
menunjukkan produksi ASI rata-rata per hari adalah 320-690 mili liter pada waktu
24
bayi berusia antara 2-5 bulan. Waktu bayi berusia antara 8-12 bulan, produksi ASI
berkisar antara 190-460 mili liter. Suatu penelitian di Madura oleh Sri Karjati
antara tahun 1981-1984 menunjukkan bahwa produksi ASI pada waktu bayi
berusia 1-4 bulan adalah sekitar 600-700 mili liter. Memasuki usia 5 bulan
produksi ASI turun menjadí sekitar 600 mi liliter. Apabila tiap 100 ml ASI
memberikan 75 kalori, berarti dari ASl bayi hanzya akan memperoleh 450 kalori,
sedangkan jumlah kebutuhan adalah sekitar 750 kalori. Jadi masih kurang sebesar
300 kalori, dan kekurangan ini dapat dipenuhi dari makanan tambahan lain
(Sjahmien, 1988). Jenis makanan pendampin ASI yang dapat diberikan mulai bayi
berusia lebih dari 4 bulan adalah makanan bentuk setengah padat yang dapat
berupa :
a. Buah-buahan yang di haluskan atau dalam bentuk sari buah seperti pisang,
pepaya, jeruk dan tomat.
b. Bubur tepung beras atau bubur campur dari beras
Tabel 6
contoh makanan tambahan bagi bayi usia 5-8 bulan yang
diberikan untuk 3 kali makan
Bubur Tepung
Tepung susu25 gram Kalori = 163,25 kal
Air 200ml Protein = 6,83 gr
Tepung beras 10 gr
Bubur Campur dari Bahan makanan mentah
Beras
Tempe 1 kotak korek api Kalori = 33, 74 kal
Sayuran yang sudah di cincan halus Protein = 1,187 gr – 2 gr
Minyak kelapa ½ sdm
Bubur campur yang sudah di masak
Nasi panas 4 sdm
Tempe/tahu yang sudah di rebus 1 potong Kalori = 53,23 kal
Sayuran hijau 1 genggam Protein = 0,99 gr
Minyak kelapa ½ sdm
Sumber : Sjahmien Moehji, B. Sc dalam Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita,
1988. (Notoatmodjo, Soekidjo. 2011)
25
Tabel 7
Takaran Konsumsi Makanan Sehari
Kel. Umur Bentuk makanan Frekuensi Makanan
0-4 bulan ASI Ekslusif Sesering mungkin
4-6 bulan Makanan lumat 2x sehari
2 sendok makan setiap kali
makan
6-12 bulan Makanan lembek 3x sehari
Plus 2x makanan selingan
1-3 tahun Makanan keluarga
1 – 11/2 piring nasi/pengganti
2 – 3 potong lauk hewani
1 – 2 potong lauk nabati 1/2 mangkuk sayur
2 – 3 potong buah-buah
1 gelas susu
3x sehari
Sumber: (Depkes RI dalam andriani wirjatmadi, 2012;2019)
G. BANK ASI
Bank ASI amat diperlukan, mengingat betapa pentingnya pembentukan
bank ASI sebagai salah satu usaha dalam meningkatkan penggunaan ASI san
kesehatan bayi-bayi yang baru lahir, terutama di rumah sakit besar. Salah satu
keberhasilan menyusui adalah memiliki persediaan ASI atau bank ASI, sehingga
bayi dapat terus minum ASI walaupun ibunya bekerja.
1. Memerah dan Menyimpan ASI
Setidaknya sebulan sebelum masuk kerja, mulailah memerah ASI dengan
tangan. Cara memerah ASI adalah sebagai berikut.
a. Perah areola (bagian gelap sekitar puting) dengan ibu jari, telunjuk, dan jari
tengah.
b. Selanjutnya, tekan areola dengan ritme persis seperti ritme bayi yang
menghisap.
c. Arahkan aliran ASI ke gelas bersih.
26
d. Tuliskan tanggal pemerahan pada kantong plastik gula dengan spidol
permanen.
e. Masukan ASI ke dalam kantong plastik, ikat, dan simpan dalam freezer.
2. Dua Minggu Sebelum Bekerja
Mulailah berlatih memberikan ASI perahan dengan sendok. Saat kembai
bekerja, usahakan memerah dari kedua belah payudara minimal 4 jam sekali
sebanyak 3 kali selama jam kerja. Simpan ASI perahan dengan plastik di dalam
freezer kantor atau termos es.
3. Pola Penyusuan Ibu Bekerja
Malam hari susui bayi sesering mungkin dan selama mungkin. Jika bayi
sudah memasuki usia enam bulan, berikan makanan pendamping semipadat pada
saat iu bekerja, dan hentikan makanan/minuman apa pun pada pukul 17.00.
Berikut ini adalah jadwal penyusunan pemberian ASI pada ibu yang bekerja.
a. Pukul 06.00 susui bayi sekenyang-kenyangnya.
b. Pukul 07.00 ibu berangkat kerja.
c. Pukul 08.00-17.00 bayi diberi ASI perahan di rumah.
d. Ibu memerah ASI pada pukul 10.00, 14.00, dan 16.00.
e. Tepat pukul 17.00 ibu meninggalkan kantor.
Catatan:
Hentikan pemberian ASI perahan kepada bayi tepat pukul 17.00, hingga saat ibu
datang, bayi segera dapat menghisap ASI dari ibu. Pada malam hari susui bayi
sesering mungkin dan selama mungkin.
27
4. Mencairkan ASI Beku
Berikut ini adalah cara untuk mencairkan ASI yang beku.
a. Siapkan air hangat suam kuku di dalam rantang atau panci kecil.
b. Taruhlah plastik berisi ASI beku dalam air hangat tersebut. ASI akan
mencair dalam waktu kurang sari 5 menit.
Catatan:
a. Jangan biasakan memberikan susu formula, sebab ia akan kenyang dan
kurang mengisap ASI. Jika isapan berkurang, otomatis produksi ASI
menurun.
b. Jangan gunakan dot, agar bayi tidak bingung puting. Akibatnya bayi akan
menolak payudara ibu.
c. Jangan khawatir jika bayi yang diberi ASI tidah buang air setiap hari.
Sebab hampir seluruh bagian ASI bermanfaat dan tidak banyak yang harus
dibuang.
5. Penyimpanan ASI
ASI yang dikeluarkan dapat disimpan untuk beberapa saat dengan syarat
berikut ini.
a. Di udara bebas/terbuka : 6-8 jam.
b. Di lemari es(4°C) : 24 jam.
c. Di lemari pendingin/beku (-18°C) : 6 bulan.
(Saleha.2009)
28
H. Status Gizi
Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia adalah perbaikan status gizi, terutama gizi balita. Status gizi balita dapat
diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Variabel
umur, BB dan TB ini disajikan dalam bentuk 3 indikator antropometri yaitu berat
badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB).
Indikator BB/U dapat memberikan indikasi masalah gizi secara umum.
Indikator ini tidak memberikan indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya kronis
ataupun akut, karena berat badan berkorelasi secara positif dengan umur dan
tinggi badan. Berat badan yang rendah dapat disebabkan karena tinggi badan yang
pendek (kronis) atau karena diare atau penyakit (akut).
Cara untuk mengetahui BB/U adalah dengan melakukan penimbangan
rutin pada balita, sehingga diketahui status gizi balita melalui KMS apakah gizi
kurang, gizi baik atau gizi lebih. BGM (Bawah Garis Merah) adalah balita dengan
berat badan menurut umur berada di bawah garis merah pada KMS.
Anak usia 6-23 bulan merupakan salah satu kelompok umur yang sangat
rawan terhadap masalah gangguan status gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan
penyakit tertentu. KEP adalah suatu bentuk masalah gizi yang desebabkan oleh
berbagai factor utama makanan yang tidak memenuhi kebutuhan anak akan energi
dan protein serta infeksi, yang berdampak pada penurunan status gizi anak dari
gizi baik menjadi gizi kurang atau buruk (Soekirman, 2000). Kelompok umur
balita (0-5 Tahun) biasanya digunakan sebagai indikator adanya masalah KEP di
29
masyarakat dan untuk menentukan berapa proporsi anak KEP di suatu masyarakat
diperlukan baku rujukan yang digunakan sebagai patokan.
I. Penilaian Status Gizi
Untuk menentukan status gizi seseorang atau kelompok populasi
dilakukan dengan interpretasi informasi dari hasil beberapa metode penilaian
status gizi yaitu : penilaian konsumsi makanan, antropometri, laboratorium atau
biokimia dan klinis (Gibson,2005). Di antara beberapa metode tersebut,
pengukuran antrometri adalah relatif paling sederhana dan banyak dilakukan
(Soekirman, 2000).
Dalam antropometri dapat dilakukan beberapa macam pengukuran yaitu
pengukuran berat badan (BB), tinggi badan (TB), dan lingkar lengan atas (LILA).
Dari beberapa pengukuran tersebut BB, TB, LILA sesuai dengan umur adalah
paling sering digunakan untuk survey sedangkan untuk perorangan, keluarga,
pengukuran BB dan TB atau panjang badan (PB) adalah yang paling dikenal
(Soekirman, 2000).
1. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran
massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan perubahan yang
mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan
atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah
parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana
keadaan sehat baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi
terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur.
30
Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat 2 kemungkinan
perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari
keadaan normal. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks
BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional
status).
2. Tinggi badan Menurut Umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif
kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.
Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu
yang relatif lama. Berdasarkan karakteristik tersebut, maka indeks ini
menggambarkan status gizi masa lalu yang lebih erat kaitannya dengan status
sosial ekonomi.
3. Berat Badan Menurut Tinggi Badan
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan
tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB adalah merupakan indeks
yang independen terhadap umur (Supariasa, et al., 2001).
Penilaian Status Gizi secara tidak langsung salah satunya adalah
menggunakan survei konsumsi makanan. Survey konsumsi makanan merupakan
metode penilaian status gizi dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang
dikonsumsi. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.
Berdasarkan data yang diperoleh, pengukuran konsumsi makanan menghasilkan
31
dua jenis data konsumsi, yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode yang
bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi
konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang
kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan
tersebut. Metode-metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara
lain: frekuensi makanan (food frequency), dietary history, telepon, pendaftaran
makanan (food list). Metode yang bersifat kuantitatif dimaksudkan untuk
mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi
zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Makanan (DKBM) atau Daftar
Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah-Masak (DKMM) dan
Daftar Penyerapan Minyak. Metode-metode untuk pengukuran konsumsi secara
kuantitatif antara lain: metode recall 24 jam, perkiraan makanan (estimated food
records), penimbangan makanan (food weighing), metode food account, metode
inventaris (inventory method), dan pencatatan (household food records)
(Supariasa, et al., 2001).
Menurut SK Nomor 920/Menkes/SK/VIII/2002 penentuan gizi status gizi
tidak lagi menggunakan persen terhadap median, melainkan nilai Z-score pada
baku WHO-NCHS. Secara umum klasifikasi status gizi balita yang digunakan
secara resmi adalah seperti Tabel berikut :
Tabel 8
Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita)
INDEKS STATUS GIZI AMBANG BATAS ***)
Berat Badan menurut
Umur (BB/U)
Gizi Lebih > +2 SD
Gizi Baik >= -2 SD sampai +2 SD
Gizi Kurang < -2 SD sampai >= -3 SD
Gizi Buruk < -3 SD
32
Tinggi Badan menurut
Umur (TB/U)
Normal > = -2 SD
Pendek < -2 SD
Berat Badan menurut
Tinggi Badan (BB/TB)
Gemuk > +2 SD
Normal >= -2 SD sampai +2 SD
Kurus (wasted) < -2 SD sampai >= -3 SD
Kurus sekali < -3 SD
*) Sumber : SK Menkes 920/Menkes/SK/VIII/2002
**) SD = Standar deviasi
(Marmi dan Rahardjo, 2015)
33
Tabel 9
Standar Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Anak perempuan umur 0-60 bulan
-3 SD -2 SD -1 SD Median 1 SD 2 SD 3 SD
Bulan Berat Badan (Kg)
0 2,0 2,4 2,8 3,2 3,7 4,2 4,8
1 2,7 3,2 3,6 4,2 4,8 5,5 6,2
2 3,4 3,9 4,5 5,1 5,8 6,6 7,5
3 4,0 4,5 5,2 5,8 6,6 7,5 8,5
4 4,4 5,0 5,7 6,4 7,3 8,2 9,3
5 4,8 5,4 6,1 6,9 7,8 8,8 10,0
6 5,1 5,7 6,5 7,3 8,2 9,3 10,6
7 5,3 6,0 6,8 7,6 8,6 9,8 11,1
8 5,6 6,3 7,0 7,9 9,0 10,2 11,6
9 5,8 6,5 7,3 8,2 9,3 10,5 12,0
10 5,9 6,7 7,5 8,5 9,6 10,9 12,4
11 6,1 6,9 7,7 8,7 9,9 11,22 12,8
12 6,3 7,0 7,9 8,9 10,1 11,5 13,1
13 6,4 7,2 8,1 9,2 10,4 11,8 13,5
14 6,6 7,4 8,3 9,4 10,6 12,1 13,8
15 6,7 7.6 8,5 9,6 10,9 12,4 14,1
16 6,9 7,7 8,7 9,8 11,1 12,6 14,5
17 7,0 7,9 8,9 10,0 11,4 12,9 14,8
18 7,2 8,1 9,1 10,2 11,6 13,2 15,1
19 7,3 8,2 9,2 10,4 11,8 13,5 15,4
20 7,5 8,4 9,4 10,6 12,1 13,7 15,7
21 7,6 8,6 9,6 10,9 12,3 14,0 16,0
22 7,8 8,7 9,8 11,1 12,5 14,3 16,4
23 7,9 8,9 10,0 11,3 12,8 14,6 16,7
24 8,1 9,0 10,2 11,5 13,0 14,8 17,0
25 8,2 9,2 10,3 11,7 13,3 15,1 17,3
26 8,4 9,4 10,5 11,9 13,5 15,4 17,7
27 8,5 9,5 10,7 12,1 13,7 15,7 18,0
28 8,6 9,7 10,9 12,3 14,0 16,0 18,3
29 8,8 9,8 11,1 12,5 14,2 16,2 18,7
30 8,9 10,0 11,2 12,7 14,4 16,5 19,0
31 9,0 10,1 11,4 12,9 14,7 16,8 19,3
32 9,1 10,3 11,6 13,1 14,9 17,1 19,6
33 9,3 10,4 11,7 13,3 15,1 17,3 20,0
34 9,4 10,5 11,9 13,5 15,4 17,6 20,3
35 9,5 10,7 12,0 13,7 15,6 17,9 20,6
36 9,6 10,8 12,2 13,9 15,8 18,1 20,9
37 9,7 10,9 12,4 14,0 16,0 18,4 21,3
38 9,8 11,1 12,5 14,2 16,3 18,7 21,6
39 9,9 11,2 12,7 14,4 16,5 19,0 22,0
40 10,1 11,3 12,8 14,6 16,7 19,2 22,3
34
41 10,2 11,5 13,0 14,8 16,9 19,5 22,7
42 10,3 11,6 13,1 15,0 17,2 19,8 23,0
43 10,4 11,7 13,3 15,2 17,4 20,1 23,4
44 10,5 11,8 13,4 15,3 17,6 20,4 23,7
45 10,6 12,0 13,6 15,5 17,8 20,7 24,1
46 10,7 12,1 13,7 15,9 18,1 20,9 24,5
47 10,8 12,2 13,9 16,1 18,3 21,2 24,8
48 10,9 12,3 14,0 16,3 18,5 21,5 25,2
49 11,0 12,4 14,2 16,4 18,8 21,8 25,5
50 11,1 12,6 14,3 16,6 19,0 22,1 25,9
51 11,2 12,7 14,5 16,8 19,2 22,4 26,3
52 11,3 12,8 14,6 17,0 19,4 22,6 26,6
53 11,4 12,9 14,8 17,2 19,7 22,9 27,0
54 11,5 13,0 14,9 17,3 19,9 23,2 27,4
55 11,6 13,2 15,1 17,5 20,1 23,5 27,7
56 11,7 13,3 15,2 17,7 20,3 23,8 28,1
57 11,8 13,4 15,3 17,9 20,6 24,1 28,5
58 11,9 13,5 15,5 18,0 20,8 24,4 28,8
59 12,0 13,6 15,6 18,2 21,0 24,6 29,2
60 12,1 13,7 15,8 17,3 21,2 24,9 29,5
Sumber : SK Menkes 1995/MENKES/SK/XII/2010
J. Gizi Kurang
1. Pengertian Gizi Kurang
Gizi kurang merupakan keadaan tidak sehat (patologi) yang timbul karena
tidak cukup makan atau konsumsi energi dan protein kurang selama jangka waktu
tertentu. Apabila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang
mencukupi tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi yang dapat
menyebabkan kematian. Kekurangan gizi secara umum baik kurang secara
kualitas dan kuantitas menyebabkan gangguan pada proses-proses tubuh seperti
gangguan pertumbuhan, gangguan produksi kerja, dan gangguan struktur dan
fungsi otak. (Cakrawati & Mustika, 2014)
35
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gizi Kurang
a. Faktor penyebab langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang.
Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena asupan makanan yang kurang, tetapi
juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit,
pada akhirnya akan menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak
memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan
mudah terserang penyakit
b. Faktor Penyebab Tidak Langsung
1) Ketahanan Pangan Keluarga yang kurang memadai
Ketahanan pangan keluarga adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik
dalam jumlah maupun mutu gizinya. Ketahanan pangan keluarga terkait dengan
ketersediaan pangan (baik dari hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau
sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga serta pengetahuan tentang gizi
dan kesehatan.
2) Pola Asuh Anak Kurang Memadai
Penelitian yang dilakukan Made et al. (2004) menunjukkan adanya hasil
uji statistik yang bermakna antara pola asuh dengan status gizi yang artinya
semakin baik pola asuh semakin baik status gizi. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Bibi (2001) dalam Made et al. (2004) bahwa dengan adanya
pola asuh yang baik utamanya asuhan gizi maka status gizi akan semakin baik.
Pola asuh yang kurang baik berhubungan dengan pola pemberian ASI dan MP-
ASI yang kurang baik serta prioritas gizi yang salah dalam keluarga
36
Dalam penelitian Suryono dan Supardi (2004) disebutkan bahwa jika tidak
diberi ASI eksklusif akan terjadi 2,86 kali kemungkinan balita mengalami KEP
dan hal tersebut bermakna secara statistik. Menurut Azwar (2000), masih banyak
ibu yang tidak memberikan kolostrum pada bayinya. Selain itu, pemberian ASI
terhenti karena ibu kembali bekerja. Di daerah kota dan semi perkotaan ada
kecenderungan rendahnya frekuensi menyusui dan ASI dihentikan terlalu dini
pada ibu-ibu yang bekerja (Soekirman, 2001 dalam Rasni, 2009). Disebutkan pula
adanya mitos ataupun kepercayaan/adat-istiadat masyarakat tertentu yang tidak
benar dalam pemberian makanan sebelum ASI, yaitu pemberian air kelapa, air
tajin, air teh, madu dan pisang. Makanan yang diberikan pada bayi baru lahir
sebelum ASI keluar sangat berbahaya bagi kesehatan bayi dan mengganggu
keberhasilan menyusui (Azwar, 2000).
a) Pola pemberian MP-ASI yang kurang baik
Azwar (2000) mengungkapkan pemberian MP-ASI yang kurang baik
meliputi:
(1) Pemberian MP-ASI yang terlalu dini atau terlambat, dimana pemberian MP-
ASI sebelum bayi berumur 4 bulan dapat menurunkan konsumsi ASI dan
gangguan pencernaan/diare dan jika pemberian MPASI terlambat (bayi sudah
lewat usia 6 bulan) dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan anak;
(2) Pemberian MP-ASI pada periode umur 4-24 bulan sering tidak tepat dan tidak
cukup baik kualitas maupun kuantitasnya. Frekuensi pemberian MP-ASI
dalam sehari yang kurang akan berakibat kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi;
(3) Pemberian MP-ASI sebelum ASI pada usia 4-6 bulan, dimana pada periode
ini zat-zat yang diperlukan bayi terutama diperoleh dari ASI.
37
Memberikan MP-ASI terlebih dahulu berarti kemampuan bayi untuk
mengkonsumsi ASI berkurang yang berakibat menurunnya produksi ASI, hal
ini dapat berakibat anak menderita kurang gizi.
b) Prioritas gizi yang salah dalam keluarga
Prioritas gizi yang salah pada keluarga, dimana banyak keluarga yang
memprioritaskan makanan untuk anggota keluarga yang lebih besar (seperti ayah
atau kakak tertua) dibandingkan anak (terutama yang berusia di bawah dua tahun)
sehingga apabila makan bersama-sama maka anak yang berusia balita akan kalah
(Rasni, 2009).
3) Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan Kurang Memadai
Ketidakterjangkauan pelayanan kesehatan (karena jauh dan atau tidak
mampu membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan merupakan kendala
masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang
tersedia. Hal ini dapat berdampak juga pada status gizi anak. Pelayanan kesehatan
adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap upaya pencegahan
penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan
pertolongan persalinan, penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta
sarana kesehatan yang baik seperti posyantu, puskesmas, praktek bidan atau
dokter, rumah sakit dan persediaan air bersih. Menurut penelitian Husaini (1996)
dalam Made et al. (2004) yang mengemukakan bahwa dalam upaya memperbaiki
status gizi anak, dilakukan upaya pencegahan penyakit menyangkut perawatan
dasar terhadap anak yaitu dengan pemberian imunisasi secara lengkap, pemberian
vitamin A secara berkala (mengikuti bulan pemberian vitamin A) dan upaya
perbaikan sanitasi terhadap anak, ibu dan lingkungan. (Alamsyah, Dedi. 2013).
38
Adapun Faktor lain yang mempengaruhi Gizi Kurang adalah sebagai
berikut:
a) Akses terhadap pangan rendah
b) Makanan ibu hamil kurang kalori dan protein
c) Bayi baru lahir tidak diberi kolostrum
d) Bayi sudah diberi MP ASI sebelum usia 4/6 bulan
e) Pemberian makanan padat pada bayi terlalu lambat
f) Anak di bawah umur < 2 tahun, kurang diberi makanan atau densitas energy
kurang
g) Makanan tidak mempunyai zat gizi mikro yang cukup
h) Penanganan diare yang tidak benar
i) Makanan kotor / terkontaminasi
j) Kemiskinan
k) Kurangnya pendidikan dan keterampilan
l) Krisis ekonomi
(Alamsyah, Dedi. 2013).
3. Gejala dan Dampak Gizi Kurang
Gizi kurang akut biasanya mudah untuk dilakukan pendeteksian, adapun
gejala – gejala yang biasa dikenal apabila bayi dan balita mengalami gizi kurang
adalah sebagai berikut :
a. Berat badan anak akan kurus dan kurang
b. Tinggi badan yang tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan
c. Anak akan tumbuh dengan lambat
39
Apabila anak mempunyai gejala-gejala seperti di atas maka akan berakibat
pada perkembanagan otak dan psikologi anak, pertumbuhan anak dan rentan
terkena penyakit infeksi lainnya. (Alamsyah, Dedi. 2013). Dampak lain gizi
kurang yaitu pertumbuhan tubuh, struktur dan fungsi otak serta tingkat
kecerdasan balita terganggu.(Cakrawati & Mustika, 2014).
4. Penanggulangan Masalah Gizi Kurang
Penanggulangan gizi kurang perlu dilakukan secara terpaduantar
departemen dan kelompok profesi, melalui upaya-upaya peningkatan pengadaan
pangan, penganekaragaman produksi dan konsumsi pangan, peningkatan status
sosial ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat, serta peningkatan
teknologi hasil pertanian dan teknologi pangan. Semua upaya ini bertujuan untuk
memperoleh pola komsumsi pangan masyarakat yang beraneka-ragam, dan
seimbang dalam mutu gizi.
Upaya penanggulangan masalah gizi kurang yang dilakukan secara
terpadu antara lain: (1) upaya pemenuhan persediaan pangan nasional terutama
melalui peningkatan produksi beraneka ragam pangan; (2) peningkatan usaha
perbaikan gizi keluarga (UPGK) yang di arahkan pada pemberdayaan keluarga
untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga; (3) peningkatan
pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan dimulai dari tingkat Posyandu, hingga
Puskesmas dan Rumah Sakit; (4) peningkatan upaya keamanan pangan dan gizi
melalui sistem Kewaspadaan Pangan dan gizi masyarakat; (5) peningkatan
komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pangan dan gizi masyarakat; (6)
oeningkatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk pangan
yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat luas; (7) intervensi langsung
40
kepada sasaran melalui pemberian makanan tambahan (PMT), distribusi vitamin
A dosis tinggi, tablet dan sirop besi serta kapsul minyak beriodium; (8)
peningkatan kesehatan lingkungan; (9) upaya fortifikasi bahan pangan dengan
vitamin A, iodium dan zat besi; (10) upaya pengawasan makanan dan minuman;
dan (11) upaya penelitian dan pengembangan pangan dan gizi.(Almatzier, Sunita.
2010)
Melalui intruksi Presiden No 8 tahun 1999 telah dicanangkan Gerakan
Nasional Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi, yang di arahkan pada: (1)
pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan Pangan tingat rumah
tangga; (2) pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan cakupan, kualitas
pencegahan dan penanggulangan masalah pangan dan gizi masyarakat; (3)
pemantapan kerja sama lintas sektor dalam pemantauan dan penanggulangan
masalah gizi melalui SKPG; dan (4) peningkatan cakuoan dan mutu pelayanan
kesehatan (Azwar, A. 2000 dalam Sunita Almatsier. 2010)
5. Program Penanggulangan Gizi Kurang
Ada 9 (sembilan) program pokok penanggulangan gizi adalah sebagai
berikut :
a. Mainstream gizi pada kebijakan dan program pembangunan
b. Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi
c. Melindungi konsumen dengan meningkatkan kualitas dan keamanan pangan
d. Mencegah dan menanggulangi penyakit infeksi
e. Mempromosikan ASI Eksklusif
f. Memperhatikan golongan rentan
g. Mencegah dan menanggulangi kekurangan gizi mikro
41
h. Mempromosikan pola hidup sehat
i. Surveilands gizi.
(Alamsyah, Dedi. 2013)
K. Pijat Bayi
Pijat bayi biasa disebut dengan stimulus touch. Pijat bayi dapat diartikan
sebagai sentuhan komunikasi yang nyaman antara ibu dan bayi. Pijat bayi sudah
dikenal sejak berabad-abad yang lalu, pada berbagai bangsa dan kebudayaan,
dengan berbagai bentuk terapi dan tujuan. Pijat bayi merupakan pengungkapan
rasa kasih sayang antara orang tua dengan anak lewat sentuhan kulit yang
berdampak luar biasa (Maharani, 2009).
Ada beberapa mekanisme yang dapat menerangkan mekanisme dasar pijat
bayi, antara lain pengeluaran beta endorphin, aktifitas nervus vagus, dan produksi
serotonin.
1. Beta Endorphin Memengaruhi Mekanisme Pertumbuhan
Pijatan akan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Tahun
1989, schanberg dari Duke University Medical School melakukan penelitian
bahwa terdapat hubungan antara taktil dengan enzim ODC (Ornithine
decarboxylase), suatu enzim yang peka terhadap sel dan jaringan. Rangsangan
taktil akan menurunkan pengeluaran neurochemical beta-endhorphine yang akan
meningkatkan pembentukan hormon pertumbuhan karena naiknya jumlah dan
aktifitas ODC jaringan.
42
a. Pijat Bayi ––> Vasodilatasi pembuluh darah ––> asupan nutrisi tersebar baik
keseluruh tubuh dan zat penyebab tubuh pegal (Asam Laktat) bisa di angkut
dan daur ulang.
b. Pijat bayi ––> Merangsang sel-sel untuk mengeluarkan endorphine (morfin
endogen: Zat yang membuat badan terasa lebih segar dan nyaman)
c. Pijat bayi ––> Merangsang Homunculus Cerebri ––> meningkatkan proses
pertumbuhan otak
2. Aktivitas Nervus Vagus Mempengaruhi Penyerapan Makanan dan
Meningkatkan Volume ASI
Penelitian Field dan Scahnberg (1986) menunjukan pada bayi yang di pijat
mengalami peningkatan tonus vernus vagus (saraf otak ke-10) yang akan
menyebabkan peningkatan kadar enzim penyerapan gastrin dan insunlin. Dengan
demikian penyerapan makanan akan menjadi lebih baik. Itu sebabnya mengapa
berat badan bayi yang di pijat meningkat lebih banyak daripada yang tidak di
pijat. Hal tersebut juga menyebabkan bayi cepat lapar sehingga akan lebih sering
menyusu pada ibu.
3. Produksi Serotonin Meningkatkan Daya Tahan Tubuh.
Pemijatan akan meningkatkan aktifitas neurotransmitter serotonin, yaitu
meningkatkan kapasitas sel reseptor yang mengikat glucocorticoid (adrenalin).
Proses ini akan menyebabkan terjadinya kadar hormon adrenalin (hormon stress).
Penurunan kadar hormon stress ini akan meningkatkan daya tahan tubuh, terutama
IgM dan IgG.
43
4. Merubah Gelombang Otak
Pijat bayi akan membuat bayi tidur lebih lelab, meningkatkan kesiagaan
(alertness), dan konsentrasi. Ini karena pijatan akan mengubah gelombang otak,
yaitu dengan menurunkan gelombang alpha dan meningkatkan gelombang beta
serta tetha. Perubahan gelombang otak ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan
EEG (Electro encephalogram). (Griya Sehat Indonesia, Pelatihan Baby Spa
Treatment)