Upload
hangoc
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Proses Keperawatan
Standard praktik keperawatan professional merupakan pedoman bagi
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses
keperawatan Nursalam (2001). Proses keperawatan merupakan cara yang
sistematis yang dilakukan oleh perawat bersama klien dalam menentukan
kebutuhan asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian, menentukan
diagnosis, merencanakan tindakan yang akan dilakukan, melaksanakan
tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan dengan
berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan pada setiap tahap saling terjadi
ketergantungan dan saling berhubungan (Hidayat, 2000).
Standard proses keperawatan terdiri dari 5 standard yaitu pengkajian,
diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Adapun
yang termasuk 5 standard menurut Nursalam (2001) adalah :
1. Standard I: Pengkajian Keperawatan
Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara
sistematis, menyeluruh akurat, singkat dan berkesinambungan. Tahap ini
mencakup tiga kegiatan, yaitu :
a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik, dan mempelajari data penunjang (pengumpulan
9
data diperoleh dari hasil wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, dan mempelajari catatan klien lainnya).
b. Sumber data adalah klien, keluarga atau orang terkait, tim kesehatan,
rekam medis dan catatan lain.
c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:
1). Status kesehatan klien saat ini
2). Status kesehatan klien masa lalu
3). Status fisiologi, psikologis, sosial, spiritual
4). Respon terhadap terapi
5). Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal
6). Resiko-resiko tinggi masalah.
2. Standard II: Diagnosis Keperawatan
Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan
diagnosis keperawatan. Perumusan diagnosa keperawatan meliputi :
a. Proses diagnosis terdiri dari analisia, interpretasi data, identifikasi
masalah klien dan perumusan diagnosis keperawatan
b. Komponen diagnosis keperawatan terdiri dari: Masalah (P), penyebab
(E), dan tanda atau gejala (S) atau terdiri dari masalah dan penyebab
(PE).
c. Bekerjasama dengan klien, dekat dengan klien, petugas kesehatan lain
untuk memvalidasi diagnosis keperawatan.
d. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosis berdasarkan data
terbaru.
10
3. Standard III : Perencanaan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
masalah dan meningkatkan kesehatan klien. Tahap ini meliputi :
a. Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan
rencana tindakan keperawatan.
b. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan
keperawatan.
c. Perencanaan bersifat individual individual sesuai dengan kondisi atau
kebutuhan klien.
d. Mendokumentasikan rencanan keperawatan
4. Standard IV : Implementasi
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi
dalam rencana asuhan keperawatan. Adapun kegiatan dalam standard IV
meliputi :
a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
b. Kolaborasi dengan profesi kesehatan lain untuk meningkatkan status
kesehatan klien.
c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan
lain.
d. Melakukan supervisi terhadap tenaga pelaksana keperawatan dibawah
tanggung jawabnya.
e. Menjadi koordinator pelayanan dan advokasi terhadap klien untuk
mencapai tujuan kesehatan.
11
f. Menginformasikan kepada klien tentang status kesehatan dan fasilitas-
fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
g. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep,
ketrampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi
lingkungan yang digunakannya.
h. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan
berdasarkan respon klien.
5. Standard V : Evaluasi
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan dalam
pencapaian tujuan dan merevisi data dasar serta perencanaan. Kegiatan
dalam evaluasi ini adalah :
a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara
komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.
b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur
perkembangan kearah pencapaian tujuan.
c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan sejawat dan klien.
d. Bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana
asuhan keperawatan.
e. Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.
B. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi adalah informasi yang diperoleh dari klien yang
dituangkan dalam bentuk tertulis maupun elektronik yang menguraikan
12
tentang pelayanan atau tindakan yang diberikan pada klien. Catatan kesehatan
adalah suatu dokumen dalam bentuk kertas atau elektronik. Melalui
dokumentasi, perawat mengkomunikasikan observasi, keputusan, tindakan
dan hasil dari tindakan pada klien. Dokumentasi adalah suatu tanggung jawab
akurat dari apa yang terjadi dan kapan terjadi (CRNBC, 2007).
Nursing Board of Tasmania (2003) menyebutkan bahwa dokumentasi
keperawatan adalah catatan atau dokumen yang dibuat oleh perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada klien atau media komunikasi dan
informasi yang berhubungan dengan perawatan klien.
Menurut College of Nurses of Ontario (2005) dokumentasi
keperawatan mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
1. Sebagai Sarana Komunikasi
Dokumentasi yang dikomunikasikan secara akurat dan lengkap dapat
berguna untuk membantu koordinasi asuhan keperawatan yang diberikan
oleh tim kesehatan dan mencegah informasi yang berulang terhadap klien
atau anggota tim kesehatan atau mencegah tumpang tindih, bahkan sama
sekali tidak dilakukan untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan
ketelitian dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Selain itu
membantu tim perawat dalam menggunakan waktu sebaik-baiknya.
2. Sebagai Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat
Sebagai upaya untuk melindungi klien terhadap kualitas pelayanan
keperawatan yang diterima dan perlindungan terhadap keamanan perawat
dalam melaksanakan tugasnya, maka perawat diharuskan mencatat segala
13
tindakan yang dilakukan terhadap klien. Hal ini penting berkaitan dengan
langkah antisipasi terhadap ketidakpuasan klien terhadap pelayanan yang
diberikan dan kaitannya dengan aspek hukum yang dapat dijadikan settle
concern, artinya dokumentasi dapat digunakan untuk menjawab
ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diterima secara hukum.
3. Sebagai Informasi statistik
Data statistik dari dokumentasi keperawatan dapat membantu
merencanakan kebutuhan di masa mendatang, baik SDM, sarana,
prasarana dan teknis.
4. Sebagai Sarana Pendidikan
Dokumentasi asuhan keperawatan yang dilaksanakan secara baik dan
benar akan membantu para siswa keperawatan maupun siswa kesehatan
lainnya dalam proses belajar mengajar untuk mendapatkan pengetahuan
dan membandingkannya, baik teori maupun praktek lapangan.
5. Sebagai Sumber Data Penelitian
Informasi yang ditulis dalam dokumentasi dapat digunakan sebagai
sumber data penelitian. Hal ini erat kaitannya dengan yang dilakukan
terhadap asuhan keperawatan yang diberikan, sehingga melalui penelitian
dapat diciptakan satu bentuk pelayanan keperawatan yang aman, efektif
dan etis.
6. Sebagai Jaminan Kualitas Pelayanan Kesehatan
Melalui dokumentasi yang dilakukan dengan baik dan benar,
diharapkan asuhan keperawatan yang berkualitas dapat dicapai, karena
14
jaminan kualitas merupakan bagian dari program pengembangan
pelayanan kesehatan. Suatu perbaikan tidak dapat diwujudkan tanpa
dokumentasi yang kontinu, akurat dan rutin baik yang dilakukan oleh
perawat maupun tenaga kesehatan lainnya. Audit jaminan kualitas
membantu untuk menetapkan suatu akreditasi pelayanan keperawatan
dalam mencapai standar yang telah ditetapkan.
7. Sebagai Sumber Data Perencanaan Asuhan Keperawatan Berkelanjutan
Dengan dokumentasi akan didapatkan data yang aktual dan konsisten
mencakup seluruh kegiatan keperawatan yang dilakukan melalui tahapan
kegiatan proses keperawatan.
Menurut Handayaningsih (2007) prinsip pencatatan ditinjau dari dua
segi, yaitu dari segi isi maupun teknik pencatatan.
a. Isi Pencatatan
1). Mengandung Nilai Administratif
Misalnya rangkaian pendokumentasian kegiatan pelayanan
keperawatan merupakan alat pembelaan yang sah manakala terjadi
gugatan.
2). Mengandung Nilai Hukum
Misalnya catatan medis kesehatan keperawatan/kebidanan dapat
dijadikan sebagai pegangan hukum bagi rumah sakit, petugas
kesehaan, maupun klien.
15
3). Mengandung Nilai Keuangan
Kegiatan pelayanan medis keperawatan/kebidanan akan
menggambarkan tinggi rendahnya biaya perawatan yang merupakan
sumber perencanaan keuangan rumah sakit.
4). Mengandung Nilai Riset
Pencatatan mengandung data, atau informasi, atau bahan yang dapat
digunakan sebagai objek penelitian, karena dokumentasi merupakan
informasi yang terjadi di masa lalu.
5). Mengandung Nilai Edukasi
Pencatatan medis keperawatan/kebidanan dapat digunakan sebagai
referensi atau bahan pengajaran di bidang profesi si pemakai.
b. Teknik Pencatatan
1). Menulis nama klien pada setiap halaman catatan perawat.
2). Mudah dibaca, sebaiknya menggunakan tinta warna biru atau hitam
3). Akurat, menulis catatan selalu dimulai dengan menulis tanggal, waktu
dan dapat dipercaya secara faktual
4). Ringkas, singkatan yang biasa digunakan dan dapat diterima, dapat
dipakai.
Contoh : Kg untuk Kilogram
5). Pencatatan mencakup keadaan sekarang dan waktu lampau
6). Jika terjadi kesalahan pada saat pencatatan, coret satu kali kemudian
tulis kata “salah” diatasnya serta paraf dengan jelas. Dilanjutkan
16
dengan informasi yang benar “jangan dihapus”. Validitas pencatatan
akan rusak jika ada penghapusan.
7). Tulis nama jelas pada setiap hal yang telah dilakukan dan bubuhi tanda
tangan
8). Jika pencatatan bersambung pada halaman baru, tandatangani dan tulis
kembali waktu dan tanggal pada bagian halaman tersebut.
Beberapa jenis atau tipe pendokumentasian catatan asuhan
keperawatan yang digunakan dalam praktek keperawatan adalah:
a). Catatan Klien secara Tradisional
Catatan klien secara tradisional merupakan catatan yang berorientasi
pada sumber dimana setiap sumber mempunyai catatan sendiri. Sumber
bisa didapat dari perawat, dokter, atau tim kesehatan lainnya. Catatan
perawat terpisah dari catatan dokter dan catatan perkembangan. Biasanya
catatan ditulis dalam bentuk naratif. Sistem dokumentasi yang berorientasi
pada sumber yang ditulis secara terpisah-pisah sulit menghubungkan
keadaan yang benar sesuai perkembangan klien. Catatan tradisional
umumnya mempunyai enam bagian, yaitu : catatan khusus, lembar catatan
dokter, lembar riwayat medik, lembar identitas, catatan keperawatan, dan
laporan khusus lainnya.
b). Catatan Berorientasi pada Masalah
Pencatatan yang berorientasi pada masalah berfokus pada masalah
yang sedang dialami klien. Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh dr.
Lawrence Weed dari USA, dimana dikembangkan satu sistem pencatatan
17
dan pelaporan dengan penekanan pada klien tentang segala
permasalahannya. Secara menyeluruh sistem ini dikenal dengan nama
“Problem Oriented Method”.
Problem Oriented Method (POR) merupakan suatu alat yang efektif
untuk membantu tim kesehatan mengidentifikasi masalah-masalah klien,
merencanakan terapi, diagnosa, penyuluhan, serta mengevaluasi dan
mengkaji perkembangan klien. POR adalah suatu konsep, maka
disarankan untuk membuat suatu format yang baku. Tiap pelayanan dapat
menerapkan konsep ini dan menyesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi
setempat.
Komponen dasar POR terdiri dari empat bagian, yaitu :
(1). Data Dasar; identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang dan
sebelumnya. Riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik,
laboratorium, dan lain-lain, data dasar diperlukan tergantung dari unit
atau jenis asuhan yang akan diberikan, misalnya: data dasar unit
kebidanan akan berbeda dengan unit bedah.
(2). Daftar Masalah; masalah klien didapat dari hasil kajian. Pencatatan
dasar masalah dapat berupa gejala-gejala, kumpulan gejala, atau hasil
laboratorium yang abnormal, masalah psikologis, atau masalah sosial.
Masalah yang ada mungkin banyak sehingga perlu diatur menurut
prioritas masalah dengan memberi nomor, tanggal pencatatan, serta
menyebutkan masalahnya. Daftar memberikan keuntungan bagi
perawat sebagai perencana keperawatan.
18
(3). Rencana. Rencana disesuaikan dengan tiap masalah yang ada. Dengan
demikian perawat dapat merencanakan sesuai kebutuhan klien.
(4). Catatan Perkembangan Klien. Adalah semua catatan yang
berhubungan dengan keadaan klien selama dalam perawatan. Pada
umumnya catatan ini terdiri dari beberapa macam bentuk, antara lain
catatan Berkesinambungan (Flow Sheet)Digunakan untuk mencatat
hasil observasi perawatan secara umum, khususnya pada keadaan klien
yang sering berubah-ubah dengan cepat, catatan secara Naratif (Notes)
dan catatan akan Pulang/Sembuh (Discharge Notes) dimana dokter
maupun perawat membuat kesimpulan tentang keadaan klien selama
dirawat, baik mengenai permasalahan dan tindak lanjut yang
dibutuhkan
Ada beberapa bentuk format dokumentasi yang dapat
digunakan perawat untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah
klien antara lain :
(a). S O A P
Format SOAP umumnya digunakan untuk pengkajian awal klien.
S : Subjective, berisi tentang pernyataan atau keluhan dari klien
O: Objective, berisi tentang data yang diobservasi oleh perawat
atau keluarga.
A : Analisys, berisi tentang kesimpulan dari objektif dan subjektif
P : Planning, berisi tentang rencana tindakan yang akan dilakukan
berdasarkan analisis
19
(b). S O A P I E R
Format SOAPIER lebih tepat digunakan apabila rencana klien ada
yang akan dirubah dan proses evaluasi mulai dilakukan.
S : Subjective, berisi tentang pernyataan atau keluhan klien
O : Objective, berisi tentang data yang diobservasi
A : Analisis, berisi tentang kesimpulan berdasarkan data
objektif dan subjektif
P : Planning, berisi tentang apa yang dilakukan terhadap
masalah
I : Implementation, berisi tentang bagaimana dilakukan
E : Evaluation, berisi tentang respons klien terhadap tindakan
keperawatan
R : Revised, berisi tentang apakah rencana keperawatan akan
dirubah
(c). D . A . R.
Format dokumentasi D. A. R membantu perawat untuk mengatur
pemikirannya dan memberikan struktur yang dapat meningkatkan
pemecahan masalah yang kreatif. Komunikasi yang terstruktur
akan mempermudah konsistensi penyelesaian masalah di antara tim
kesehatan.
D : Data yaitu data objektif dan subjektif yang mendukung
masalah
20
A : Action yaitu tindakan yang segera harus dilakukan untuk
mengatasi masalah
R : Respons yaitu respons klien terhadap tindakan perawat
sekaligus melihat tindakan yang telah dilakukan berhasil/tidak
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan
Perilaku sehat dapat terbentuk karena berbagai pengaruh atau
rangsangan yang berupa pengetahuan dan sikap, pengalaman, keyakinan,
sosial, budaya dan sarana fisik. Pengaruh atau rangsangan ini bersifat internal
dan eksternal, dan diklasifikasikan menjadi faktor yang mempengaruhi
perilaku yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pemungkin
(enabling factors), dan faktor pendorong (reinforcement factors).
Faktor predisposisi merupakan faktor internal yang ada pada diri
individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang mempermudah individu
untuk berperilaku seperti pengetahuan, sikap, nilai, persepsi dan karakteristik
individu. Faktor pemungkin merupakan faktor yang memungkinkan individu
berperilaku, karena tersedianya sumber daya, keterjangkauan dan ketrampilan.
Faktor penguat merupakan faktor yang menguatkan perilaku seperti sikap dan
ketrampilan petugas kesehatan, teman sebaya dan lainnya (Suliha, dkk, 2001).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pendokumentasian asuhan
keperawatan meliputi :
1. Karakteristik Perawat
21
Faktor internal dari perawat yang mempengaruhi dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan yaitu :
a. Usia
Menurut Verner dan Davison yang dikutip oleh Lunardi dalam
Notoatmodjo (2003) dengan bertambahnya usia akan mempengaruhi
tingkat penglihatan, persepsi maupun kemampuan seseorang didalam
menerima informasi. Sehingga akan mempengaruhi pengambilan
keputusan. Ahmadi (2002) menyebutkan bahwa usia berhubungan
dengan sifat kedewasaan dan akan berdampak pada tanggung jawab.
Usia lebih dewasa umumnya lebih bertanggung jawab, lebih tertib,
lebih teliti, lebih bermoral dan lebih berbakti daripada usia muda.
b. Jenis Kelamin
Money dan Ehrhardt (1972) dalam Priharjo (2003) menunjukkan
kromosom seks diturunkan dari orangtua, perkembangan dari testis
maupun ovarium, sekresi dari hormon pria dan wanita dan
perkembangan genetalia pria dan wanita semuanya terlibat dalam
proses perkembangan yang kompleks yang mengarah pada
pembentukan jenis kelamin saat lahir.
Menurut BPPSDM Depkes (2007) menyebutkan bahwa pengaruh
jenis kelamin dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh jenis pekerjaan
yang akan dikerjakan. Ada pekerjaan yang secara umum lebih baik
dikerjakan oleh laki-laki akan tetapi pemberian ketrampilan yang
cukup memadai pada wanitapun mendapatkan hasil pekerjaan yang
22
cukup memuaskan. Ada sisi lain yang positif dalam karakter wanita
yaitu ketaatan da kepatuhan dalam bekerja. Hal ini akan
mempengaruhi kerja personal.
c. Tingkat Pendidikan
Pendidikan tinggi keperawatan diharapkan menghasilkan tenaga
keperawatan profesional yang mampu mengadakan pembaharuan dan
perbaikan mutu pelayanan atau asuhan keperawatan serta penataan
perkembangan kehidupan profesi keperawatan (Gartinah dkk, 2006)
d. Lama Kerja
Lama kerja seseorang mempengaruhi kualitas pekerjaan
seseorang karena adanya kejenuhan. Keberadaan orang baru lebih
mudah untuk mengadakan pembaharuan dalam ketrampilan
dokumentasi keperawatan. Semangat yang dimuliki dapat
meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan. Motivasi yang kuat akan
berdampak pada perubahan yang lebih baik (Hidayat, 2000).
e. Status Kerja
Adanya perbedaan status kepegawaian antara pegawai negeri
sipil dengan bukan pegawai negeri sipil menyebabkan kesenjangan
antar tenaga perawat yang bekerja pada satu sarana pelayanan
kesehatan dengan status dan penggajian yang berbeda. Selain itu bagi
perawat yang tidak honorer peluang ini makin terasa dengan
pemberlakuan angka kredit bagi perawat Sehingga hal ini akan
23
berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
masyarakat. (BPPSDM Depkes, 2002).
2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,
2003). Pengetahuan atau kognitif, merupakan domain yang sangat penting
dalam tindakan seseorang.
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Roger (1974) dalam Machfoedz dkk
(2005) mengungkapkan bahwa seseorang sebelum mengadopsi perilaku
baru (berperilaku baru), di dalam diri orang itu terjadi proses yang
berurutan, yakni :
1) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
2) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
3) Evaluation (menimbang-nimbang baik atau tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
24
5) Adaptation, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui
proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran atau sikap yang
positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting).
Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan
kesadaran maka tidak akan berlangsung. Seperti halnya penanggulangan
penyakit diare apabila tidak didasari oleh pengetahuan dari masyarakat
tentang pencegahan dan penanggulangan diare, maka peran serta
masyarakat pasti tidak akan berlangsung lama.
a. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif
Pengetahuan dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan
menurut Notoatmodjo (2003), yaitu :
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah dierima. Oleh
karena itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa
yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya. Contoh: dapat
menyebutkan tanda dan gejala diare.
25
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan
secara benar objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap
objek atau materi harus dapat menjelaskan atau menyebutkan.
Contoh: menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap
objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa diare
perlu dicegah dan ditanggulangi.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real
(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang lain.
Misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus
pemecahan masalah (problem solving cycle) didalam pemecahan
masalah kesehatan dari kasus yang diberikan, seperti kasus diare.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih
dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama
lain. Kemampuan analisis ini dapat diketahui dari penggunaan kata
26
kerja, seperti dapat menggambarkan atau membuat bagan,
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah
suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada.
Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat
meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu
teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada. Misalnya dapat membandingkan antara anak yang sehat
dengan anak yang terserang diare, dapat menanggapi munculnya
diare di suatu tempat, dapat menafsirkan faktor-faktor penyebab
diare yang muncul di tempat tersebut dan sebagainya.
b. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan (knowledge) dalam
masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1) Sosial Ekonomi
27
Lingkungan sosial akan mendukung tingginya tingkat
pengetahuan seseorang, sedangkan ekonomi dikaitkan dengan
pendidikan. Ekonomi baik, pendidikan akan tinggi sehingga tingkat
pengetahuan yang dimiliki akan tinggi juga.
2) Kultur (budaya, agama)
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan
seseorang karena informasi yang baru akan disaring kira-kira
sesuai tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut.
3) Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan maka ia akan lebih mudah
menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan dengan
perubahan yang baru tersebut.
4) Pengalaman
Disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu.
Maksudnya adalah pendidikan yang tinggi maka pengalaman akan
luas, sedangkan makin tua umur seseorang maka pengalaman akan
semakin banyak.
5) Paparan Media Massa
Melalui berbagai media cetak maupun elektronik berbagai
informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang
lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah, pamflet,
dan lain-lain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak. Ini
28
berarti paparan media massa mempengaruhi tingkat pengetahuan
yang dimiliki oleh seseorang.
6) Hubungan Sosial
Faktor hubungan sosial mempengaruhi kemampuan individu
sebagai komunikan untuk menerima pesan menurut model
komunikasi media. Dengan demikian hubungan sosial dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang tentang suatu hal.
c. Sumber atau Cara Mendapatkan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2005) ada berbagai cara untuk
mendapatkan kebenaran dari suatu pengetahuan, cara tersebut antara
lain sebagai berikut :
1) Cara traditional atau non-ilmiah
Cara kuno atau tradisional yang dipakai untuk menemukan
kebenaran dari pengetahuan sebelum ditemukan metode ilmiah
atau metode penelitian secara sistemik dan logis. Cara-cara
penemuan pengetahuan pada periode ini adalah sebagai berikut :
a) Cara-coba salah (Trail and Error)
Merupakan cara paling sederhana yang pernah digunakan
oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan yaitu dengan
cara mencoba-coba. Cara coba-coba ini dilakukan dengan
menggunakan kemungkinan dalam pemecahan masalah, dan
apabila kemungkinan itu tidak berhasil, dicoba kemungkinan
lain. Apabila kemungkinan kedua gagal pula, maka dicoba
29
kemungkinan yang ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga
gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai
masalah tersebut terpecahkan. Itulah sebabnya cara ini disebut
trail and error (gagal atau salah) atau metode coba-coba.
b) Cara kekuasaan atau otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali
kebiasaan-kebiasaan atau tradisi-tradisi yang dilakukan oleh
orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan itu baik
atau tidak. Kebiasaan tersebut diteruskan turun-temurun kepada
generasi berikutnya. Sampai pada jaman modern sekarang ini
tradisi masih menjadi kebiasaan yang sudah mendarah daging.
Kebiasaan-kebiasaan ini seolah-olah diterima sebagai
kebenaran mutlak. Sumber pengetahuan tersebut dapat berupa
pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal,
ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Dengan
kata lain, pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan otoritas
atau kekuatan baik tradisi, agama, pemerintah maupun ilmu
pengetahuan.
Para pemegang otoritas, baik pemimpin pemerintahan,
tokoh agama, maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya
mempunyai mekanisme yang sama dalam penemuan
pengetahuan. Prinsip ini adalah, orang lain menerima pendapat
yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa
30
terlebih dulu menguji atau membuktikan kebenarannya, baik
berdasarkan fakta maupun penalaran sendiri. Hal ini
disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut
menganggap bahwa apa yang dikemukakannya sudah benar.
c) Berdasarkan pengalaman
Pengalaman adalah guru yang terbaik, maksudnya bahwa
pengalaman ini merupakan suatu sumber pengetahuan, atau
pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi
pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman
yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi
pada masa yang lalu. Apabila dengan cara yang digunakan
tersebut dapat memecahkan masalah yang dihadapi, maka
untuk memecahkan masalah lain yang sama, orang dapat pula
menggunakan cara tersebut. Tetapi bila cara tersebut gagal, ia
tidak akan mengulangi cara tersebut dan akan berusaha mencari
cara lain untuk mengatasinya.
d) Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia,
cara berpikir pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah
mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh
kebenaran pengetahuan manusia. Dengan kata lain dalam
31
memperoleh pengetahuan manusia telah menggunakan jalan
pikirannya, baik induksi maupun deduksi
Induksi dan deduksi pada dasarnya adalah cara
melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui
pernyataan-pernyataan yang dikemukakan, kemudian dicari
hubungannya sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan melalui
pernyataan-pernyataan khusus kepada yang umum dinamakan
induksi. Sedangkan deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari
pernyataan-pernyataan umum kepada yang khusus.
2) Cara modern atau cara ilmiah
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada
dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut
metode penelitian ilmiah atau metodologi penelitian. Dalam
memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi
langsung, dan membuat catatan-catatan yang berisi fakta
sehubungan dengan objek yang diamati. Ada tiga hal yang perlu
diamati yaitu segala hal yang positif, hal yang negatif dan gejala-
gejala yang muncul secara bervariasi.
Berdasarkan hasil pencatatan ini kemudian ditetapkan ciri-ciri
atau unsur-unsur yang pasti pada suatu gejala. Selanjutnya hal
tersebut dijadikan sebagai dasar pengambilan kesimpulan atau
generalisasi.
32
d. Cara Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin
kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat
tersebut di atas (Notoatmodjo, 2003).
Cara mengukur tingkat pengetahuan dengan diberikan
pertanyaan- pertanyaan, kemudian dilakukan penilaian. Kemudian
digolongkan menjadi 3 kategori yaitu baik, sedang dan kurang
(Nursalam, 2003).
3. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003). Sikap
adalah kesiapan seseorang untuk bertindak (G.W.Alport, 1953 dalam
Ahmadi, 2002). Sedangkan menurut John H. Harvey dan William P. Smith
juga dalam Ahmadi (2002), sikap merupakan kesiapan merespon secara
konsisten dalam bentuk positif atau negatif terhadap suatu objek atau
situasi.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Berikut merupakan
penjelasan tentang sikap.
33
a. Struktur Sikap
Sikap mengandung tiga komponen yang membentuk struktur
dari sikap itu sendiri (Notoatmodjo, 2003), yaitu :
1). Komponen kognitif (komponen perseptual)
Merupakan komponen yang berkaitan dengan pengetahuan,
pandangan, keyakinan, kepercayaan terhadap hal-hal yang
berhubungan dengan cara seseorang mempersepsikan suatu objek
sikap.
2). Komponen afektif (komponen emosional)
Merupakan komponen yang menunjukkan dimensi emosional dari
sikap yaitu emosi yang berhubungan dengan objek berhubungan
dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek dari sikap itu
sendiri. Rasa senang merupakan hal yang positif dan rasa tidak
senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan
arah dari sikap, yaitu positif atau negatif.
3). Komponen konatif (komponen perilaku)
Merupakan komponen yang menunjukkan intensitas sikap, yaitu
yang menunjukkan besar kecilnya kecenderungan didalam dirinya
untuk bertindak atau berperilaku terhadap suatu objek sikap.
b. Ciri-ciri Sikap
Ciri-ciri sikap dikemukakan oleh Purwanto (1999), menyatakan
beberapa sikap yaitu :
34
1). Sikap tidak dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari
sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan
objeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif
biogenetis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.
2). Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan
karena itu pula sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat
keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah
sikap pada orang itu.
3). Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan
tertentu terhadap suatu objek . Dengan kata lain, sikap itu
terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan
suatu obyek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.
4). Obyek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga
merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
5). Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah
yang membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau
pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.
c. Tingkatan Sikap
Notoatmodjo (2003) menjelaskan tingkatan-tingkatan sikap,
yaitu :
1). Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
35
2). Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar
atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
3). Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4). Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
d. Cara Pengukuran Sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau
pertanyaan responden terhadap suatu objek. Sedangkan secara tidak
langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis,
kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2003).
36
D. Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka Teori
Sumber : Green (1988) dalam Suliha dkk (2001), Notoatmodjo (2003)
Faktor Predisposing (Predisposing Factor)
- Usia - Jenis kelamin - Lama Kerja - Pendidikan - Status Kerja - Tingkat
Pengetahuan
Faktor yang memperkuat (Reinforcing Factor)
- sikap dan perilaku perawat
Faktor yang memungkinkan (Enabling Factor) - format dokumentasi
PERILAKU PENDOKUMENTASIAN
ASUHAN KEPERAWATAN
37
E. Kerangka Konsep
Untuk sampai pada masalah dalam penelitian dapat dijelaskan pada gambar
Mutu Pelayanan RS Akreditasi Baik
Gambar 2. Kerangka Konsep
Sumber: Sugiyono (2005), Potter&Perry (2002), Purwanto (1999)
Karakteristik - Tingkat
pendidikan - Lama kerja - Status kerja - Jenis kelamin - Usia
Sikap Tingkat Pengetahuan
- Tinggi - Sedang - Buruk
Proses Keperawatan
- Pengkajian Keperawatan
- Diagnosa keperawatan
- Perencanaan - Implementasi - Evaluasi
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
38
F. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas meliputi karakteristik, tingkat pengetahuan dan sikap
perawat tentang proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
2. Variabel terikat meliputi hasil pendokumentasian asuhan keperawatan.
G. Hipotesis
1. Ha (Hipotesis alternatif) : Ada hubungan antara karakteristik, tingkat
pengetahuan dan sikap perawat tentang proses keperawatan dengan
pendokumentasian asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Kota
Semarang.
2. Ho (Hipotesis null) : Tidak ada hubungan antara karakteristik, tingkat
pengetahuan dan sikap perawat tentang proses keperawatan dengan
pendokumentasian asuhan keperawatan di ruang rawat inap RSUD Kota
Semarang.