23
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kejang Demam Diagnosis Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang disebabkan oleh demam di atas suhu 38 o C rektal tanpa disertai infeksi pada sistem saraf pusat atau gangguan keseimbangan elektrolit akut pada anak berumur lebih dari satu bulan, tanpa ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Kejang demam sering terjadi pada anak usia 6 bulan-5 tahun. Kejang demam terjadi pada bayi < 1 bulan tidak termasuk kejang demam. Data anamnesis pasien tidak sadar saat kejang memberi petunjuk bahwa proses kejang yang terjadi adalah proses serebral. Tidak adanya penurunan kesadaran, nyeri kepala, kelainan saraf otak, maupun perubahan tingkah laku sebelum kejang dapat menyingkirkan kecurigaan adanya infeksi susunan saraf pusat. Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami kejang setelah demam, namun suhu saat kejang tidak diukur karena pasien tidak memiliki termometer di rumah. Kejang bersifat tonik dan terjadi kekakuan pada tangan dan kaki. Saat kejang pasien tidak sadar, sebelum dan sesudah kejang pasien sadar. Pasien tidak memiliki riwayat trauma kepala dan kejang tanpa demam sebelumnya. Kakak pasien

Bab III - Print

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab III - Print

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kejang Demam

Diagnosis

Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang disebabkan

oleh demam di atas suhu 38oC rektal tanpa disertai infeksi pada sistem saraf pusat

atau gangguan keseimbangan elektrolit akut pada anak berumur lebih dari satu

bulan, tanpa ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Kejang demam sering

terjadi pada anak usia 6 bulan-5 tahun. Kejang demam terjadi pada bayi < 1 bulan

tidak termasuk kejang demam.

Data anamnesis pasien tidak sadar saat kejang memberi petunjuk bahwa

proses kejang yang terjadi adalah proses serebral. Tidak adanya penurunan

kesadaran, nyeri kepala, kelainan saraf otak, maupun perubahan tingkah laku

sebelum kejang dapat menyingkirkan kecurigaan adanya infeksi susunan saraf

pusat.

Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami kejang

setelah demam, namun suhu saat kejang tidak diukur karena pasien tidak

memiliki termometer di rumah. Kejang bersifat tonik dan terjadi kekakuan pada

tangan dan kaki. Saat kejang pasien tidak sadar, sebelum dan sesudah kejang

pasien sadar. Pasien tidak memiliki riwayat trauma kepala dan kejang tanpa

demam sebelumnya. Kakak pasien pernah mengalami kejang disertai demam saat

kecil. Dari anamnesis tersebut di atas dapat mengarahkan diagnosis ke arah

kejang demam.

Kejang demam dibagi atas 2 jenis

a. Kejang demam simpleks : 80% dari seluruh kejang demam, kejang demam

yang berlangsung < 15 menit, umumnya berhenti sendiri, kejang berupa

kejang umum tonik atau klonik tanpa gerakan fokal, kejang demam tidak

berulang dalam 24 jam.

Page 2: Bab III - Print

b. Kejang demam kompleks : kejang lama > 15 menit, kejang fokal atau

parsial satu sisi, kejang umum didahului kejang parsial, berulang lebih dari

1 kali dalam 24 jam.

Untuk mengklasifikasikan sebagai kejang demam sederhana maka seluruh

kriteria harus dipenuhi, sedangkan untuk kejang demam kompleks hanya salah

satu kriteria saja sudah termasuk kejang demam kompleks. Pada pasien ini kejang

berlangsung < 5 menit, tonik, dan terjadi 2 kali dalam 24 jam, sehingga sudah

dapat diklasifikasikan dalam kejang demam kompleks.

Untuk menyingkirkan infeksi intrakranial seperti meningitis,

meningoencephalitis, dan encephalitis perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan rangsang meningeal yang meliputi kaku

kuduk, Brudzinki I, Brudzinki II, dan Kernig’s sign yang positif menunjukkan

adanya iritasi pada menings dan mengarahkan diagnosis meningitis.

Tanda-tanda lain yang mengarah ke meningitis dapat berupa ubun-ubun besar

yang menonjol, demam > 40oC, adanya kejang disertai demam pada usia < 6

bulan serta peningkatan tonus otot.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding

antara lain dengan melakukan pemeriksaan neurologis yang meliputi pemeriksaan

nervus kranialis, rangsang meningeal, reflek fisiologis, dan reflek patologis.

Pemeriksaan nervus kranialis dipergunakan untuk melihat adakah defisit

neurologis setelah terjadinya kejang demam. Pemeriksaan nervus kranialis ini

meliputi N.I sampai dengan N. XII.

Pemeriksaan pungsi lumbal dapat membedakan kejang demam dengan

kejang lainnya. Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis.

Pungsi lumbal sangat dianjurkan pada bayi berumur < 12 bulan, bayi antara 12 –

18 bulan dianjurkan, dan tidak rutin pada penderita berumur > 18 bulan. Diagnosis

meningitis bakterial apabila CSS keruh, leukosit pada CSS > 5 sel/mm3 , protein >

40 mg/dl, penurunan kadar glukosa sampai di bawah 50% dari gula darah

sewaktu, hasil positif pada pengecatan Gram dan kultur bakteri.

Page 3: Bab III - Print

Hasil pemeriksaan fisik pasien pada kasus ini tidak didapatkan ubun-ubun besar

yang tegang atau membonjol, pemeriksaan saraf kranial I-XII dalam batas

normal, tidak ada tanda rangsang meningeal, tonus otot dalam batas normal.

Pasien ini berusia 15 bulan, sehingga pungsi lumbal hanya dianjurkan, akan

tetapi pada pasien ini telah dilakukan motivasi dan informed consent tentang

prosedur lumbal pungsi, tetapi orang tua pasien menolak. Sehingga hanya

disarankan apabila terjadi kejang kembali, lumbal pungsi akan dilakukan untuk

mencari kemungkinan penyebab intrakranial. Dari hasil pemeriksaan tersebut di

atas, diagnosis banding infeksi intrakranial dapat disingkirkan.

Gangguan metabolik yang dapat menyebabkan maupun memicu terjadinya

kejang antara lain adalah hipoglikemia, hipoksemia serta gangguan elektrolit

seperti hiponatremia, hipernatremia, hipokalsemia, dan hipomagnesemia.

Pada kasus ini, pasien telah menjalani pemeriksaan elektrolit dengan

hasil natrium, kalsium, kalium, klorida dalam batas normal. Pemeriksaan gula

darah sewaktu meningkat. Berdasarkan pemeriksaan tersebut, diagnosis banding

kejang karena gangguan elektrolit dapat disingkirkan.

Penatalaksanaan

Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu :

a. Pengobatan pada fase akut/saat kejang

b. Pemberiaan obat saat demam

c. Pengobatan rumat/pencegahan/profilaksis

Pengobatan pada fase akut/saat kejang

Tujuan pengelolaan pada fase ini adalah untuk mempertahankan

oksigenasi otak yang adekuat, mengakhiri kejang sesegera mungkin, mencegah

kejang berulang, dan mencari faktor penyebab.

Umumnya kejang berlangsung singkat dan berhenti sendiri. Pengelolaan

pertama diberikan diazepam per rektal dengan dosis 0,5 mg/kgBB per kali. Dosis

untuk pasien ini sebesar 6,25 mg per rektal (berat badan 12,5 kg). Pemberian

Page 4: Bab III - Print

dapat diulang setelah 5 menit kejang belum berhenti. Apabila setelah pemberian 2

kali diazepam per rektal belum berhenti, dianjurkan ke rumah sakit.

Pengelolaan di rumah sakit diberikan diazepam intravena 0,3-0,5

mg/kgBB diberikan dalam waktu 3-5 menit (kecepatan 2 mg/menit), dosis

maksimal 10 mg.

Sesuai dengan alur tatalaksana kejang tersebut, pada pasien ini telah diberikan

diazepam per rektal 5 mg saat di UGD RS dr. Kariadi. Selanjutnya pada rencana

terapi telah diresepkan injeksi diazepam intravena 2,5 mg apabila terjadi kejang

Page 5: Bab III - Print

berikutnya. Dosis 2,5 mg didapatkan dari (0,3 x 8,5 kg) = 2,5 mg. Sediaan

intravena dipilih karena anak sudah dipasang jalur intravena. Cara

pemberiannya adalah dengan perlahan-lahan (kecepatan 1 – 2 mg / menit) atau

dalam waktu 3 – 5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg.

Pemberian obat saat demam

Saat demam diberikan parasetamol dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali

diberikan 4 kali sehari, tidak lebih dari 5 kali. Obat lain dapat berupa ibuprofen 5-

10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.

Diazepam oral 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam dapat menurunkan

risiko berulangnya kejang demam pada 30-60% kasus, begitu pula diazepam

rektal 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu >38,5oC. Efek samping berupa ataksia,

iritabel, dan sedasi berat. Fenobarbital, fenitoin, dan karbamazepin saat demam

tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

Pada pasien ini telah diberikan parasetamol per oral 120 mg, 4-6 kali

sehari jika suhu > 38oC. Pemberian berupa parasetamol sirup 1 cth ( 1 cth = 120

mg).

Pengobatan rumat/pencegahan/profilaksis

Pemberian profilaksis untuk mencegah kejang demam berulang dapat berupa

profilaksis intermiten yang diberikan selama anak demam, maupun profilaksis

kontinyu yang diberikan terus-menerus baik saat anak demam maupun tidak

demam. Salah satu indikasi pemberian obat rumat untuk profilaksis kejang

demam adalah kejang demam kompleks, seperti yang terjadi pada kasus ini.

Pengobatan rumat diberikan jika kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut

(salah satu):

- Kejang lama >15 menit

- Kelainan neurologi yang nyata sebelum/ sesudah kejang:

hemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental,

hidrosefalus.

- Kejang fokal

Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika:

Page 6: Bab III - Print

- Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam

- Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan

- Kejang demam ≥ 4 kali per tahun

Jenis obat antikonvulsan yang diketahui efektif dalam menurunkan risiko

berulangnya kejang adalah fenobarbital (dosis 3-4 mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis)

atau asam valproat (dosis 15-40 mg/ kgBB/hari dibagi 2-3 dosis). Lama

pemberian profilaksis kontinyu adalah 1 tahun, kemudian dihentikan bertahap

dalam 1-2 bulan. Akan tetapi, perlu diingat bahwa kejang demam pada umumnya

tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping.

Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan

kesulitan belajar pada 40 – 50% kasus. Oleh sebab itu, pengobatan rumat hanya

diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.

Prognosis

Risiko cacat akibat komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.

Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang

sebelumnya normal. Kematian akibat kejang demam tidak pernah dilaporkan.

Risiko berulang

Faktor risiko berulangnya kejang demam antara lain :

a. Adanya riwayat kejang demam dalam keluarga

b. Usia < 12 bulan

c. Suhu rendah saat kejang demam

d. Cepatnya kejang setelah demam

Jika semua faktor risiko ada, risiko berulang 80%. Jika tidak ada maka hanya 10-

15%.

Pada pasien ini didapatkan riwayat kejang demam dalam keluarga yaitu

kakak penderita pernah kejang disertai demam saat kecil. Suhu saat kejang tidak

diketahui karena keluarga pasien tidak memiliki termometer. Kejang pertama kali

terjadi dalam waktu ± 24 jam setelah demam. Dari 4 faktor risiko di atas, 2 faktor

dimiliki oleh pasien, maka pasien tidak memiliki risiko terjadinya kejang demam

Page 7: Bab III - Print

berulang. Jika suhu saat kejang demam diketahui rendah maka risiko kejang

demam berulang mungkin terjadi.

Edukasi pada orang tua

Edukasi yang dapat diberikan kepada orang tua mengenai kejang demam

antara lain adalah:

- Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik

- Memberitahukan cara penanganan kejang

- Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

- Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus

diingat adanya efek samping obat

Selain itu, perlu diedukasikan pula mengenai penanganan sederhana yang

dapat dilakukan bila anak kembali kejang, antara lain:

- Tetap tenang dan tidak panik.

- Mengendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.

- Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.

Bersihkan muntahan atau lendir di ulut atau hidung. Walaupun

kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.

- Ukur suhu, observasi, dan catat lama dan bentuk kejang.

- Tetap bersama pasien selama kejang

- Berikan diazepam rektal (jangan diberikan bila kejang berhenti).

- Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung ≥ 5 menit.

3.2 Penyebab demam

Faringitis akut biasanya ditemukan bersamaan dengan tonsilitis akut.

Penyebabnya terbanyak adalah Streptokokus ß hemolitikus, Streptokukus

viridans, dan Streptokukus piogenes, selain itu dapat pula disebabkan oleh

virus seperti virus influenza, adenovirus, dan ECHO. Gejala dan tanda yang

muncul adalah nyeri tenggorok, nyeri menelan, demam, pembesaran kelenjar

limfa leher, faring hiperemis, udem dinding posterior faring yang bergranular.

Sedangakan Tonsilitis akut dapat disebabkan oleh kuman grup A

Page 8: Bab III - Print

Streptokokus ß hemolitikus, pneumokokus, Streprokokus viridans, dan

Streptokokus piogenes. Gejala dan tanda yang muncul adalah nyeri

tenggorok, sukah menelan, demam dengan suhu tubuh tinggi, rasa lesu,

tampak tonsil membengkak, hiperemis, adanya detritus (lekosit

polimorfonuklear, bakteri mati, dan epitel yang terlepas) yang tampak sebagai

bercak kuning, dan kripte yang melebar. Penilaian penggunaan antibiotik

dengan menggunakan skor Mc Isaac.

Kriteria klinis Skor

Adanya batuk 0

Pembesaran limfonodi servikal anterior 1

Suhu > 38oC 1

Eksudat atau pembesaran tonsil 1

Usia

3-14 tahun

15-44 tahun

> 45 tahun

1

0

-1

Pada kasus ini, pada anamnesis didapatkan ada batuk dan pilek. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan demam dengan suhu 38,1oC, faring hiperemis, tonsil

membesar dan hiperemis. Berdasarkan data tersebut maka pasien ini didiagnosis

Tonsilofaringitis akut. Hasil skor Mc Isaac adalah 2 sehingga pasien memerlukan

antibiotik, pada kasus ini diberikan Ampisilin 120mg/8jam.

Infeksi salurah kemih (ISK) merupakan salah satu infeksi yang sering

ditemukan pada anak selain infeksi saluran nafas atas dan infeksi telinga tengah..

Pada anamnesis akan didapatkan demam yang tidak jelas sebabnya. Pada anak

usia 1-5 tahun akan muncul demam, lemas, rasa tidak nyaman pada perut,

frekuensi berkemih yang sering, dan disuria. Pemeriksaan sampel urin memegang

peranan penting dalam diagnosis mikrobiologik. Pada bayi, pengambilan sampel

dianjurkan melalui aspirasi vesica urinaria dan kateter transuretra. Pada anak

umumnya sampel urin diperoleh dengan metoda urin mid-stream. Tes dipstik

Page 9: Bab III - Print

digunakan untuk menganalisa leukosit esterase, nitrit, darah, dan protein.

Pemeriksaan mikroskopik digunakan untuk menganalisa bakteri dan leukosit.

Pemberian antibiotik profilaksis tanpa gejala dan tanda klinis dan laboratoris yang

mendukung diagnosis ISK tidak disarankan dan akan menimbulkan resistensi

antibiotik.

Pada kasus ini didapatkan demam, tidak ada keluhan tidak nyaman pada

perut, buang air kecil tidak ada keluhan. Telah dilakukan pemeriksaan urin dan

didapatkan hasil pemeriksaan dalam batas normal. Berdasarkan data tersebut,

diagnosis banding infeksi saluran kencing dapat disingkirkan.

PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF DAN HOLISTIK

Sesuai dengan prinsip pengelolaan pasien secara komprehensif dan

holistik, maka pada pasien tidak hanya diperhatikan dari segi kuratifnya saja,

tetapi juga meliputi upaya promotif, preventif, rehabilitatif dan psikososial. Upaya

promotif dan preventif dilakukan agar anak tidak, sedangkan upaya kuratif dan

rehabilitatif dilakukan agar anak sembuh dan tidak cacat atau kembali pada

lingkungannya semula dengan memperhatikan faktor psikososial anak.

1. Kuratif

Adalah upaya untuk mendiagnosis seawal mungkin dan mengobati secara

tepat dan rasional terhadap individu yang terserang penyakit. Upaya

kuratif yang dilakukan pada penderita ini meliputi:

a. Terapi Suportif:

- Kecukupan kebutuhan cairan dan elektrolit

Infus D5 ½ N 480/20/5 tetes per menit

- Atasi demam

Parasetamol syrup 4-6 x 120 mg (bila t ≥ 380C)

b. Medikamentosa

Dalam penatalaksanaan kejang demam, perlu diperhatikan 4 faktor,

yaitu menghentikan kejang secepat mungkin, mencegah kejang

berulang, mencari etiologi kejang dan atasi kelainan lain.

Page 10: Bab III - Print

Anti konvulsan pemotong kejang:

o Short acting : diazepam, midazolam, obat-obat anestesi (i.v atau

anal)

o Long acting : injeksi fenobarbital 10 mg/kgBB i.v, injeksi fenitoin

20 mg/kgBB i.v

o Pada kasus ini diberikan injeksi Inj Diazepam 2,5 gram i.v pelan

(jika kejang)

Antikonvulsan Maintenance:

o Diazepam 3 x 2,5 mg

c. Dietetik

Pada kasus ini, kebutuhan cairan 24 jam adalah sebagai berikut:

Cairan (cc) Kalori (kkal) Protein (gr)

Kebutuhan 24 jam 850 850 10,45

Infus D5 ½ NS 480/20/5

tpm makro

3 x nasi

3 x 200 cc susu

480

300

600

81,6

1144,42

-

42

Jumlah Total 1380 1226,02 48,5

AKG (%) 162,4% 144,2% 401,7%

2. Preventif

Adalah usaha-usaha untuk mencegah timbulnya suatu penyakit dan

mencegah terjangkitnya penyakit tersebut. Ada tiga tingkat upaya

pencegahan yang dapat dilakukan yaitu pencegahan primer, sekunder dan

tertier. Pencegahan primer merupakan tingkat pencegahan awal untuk

menghindari atau mengatasi faktor resiko. Pencegahan sekunder untuk

deteksi dini penyakit sebelum penyakit menimbulkan gejala yang khas.

Pencegahan tertier dengan melakukan tindakan klinis untuk mencegah

Page 11: Bab III - Print

kerusakan lebih lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit

tersebut diketahui.

Terdapat beberapa upaya preventif yang perlu diedukasikan kepada

orang tua mengenai kejang demam kompleks, yaitu:

a. Pada saat anak demam, ukur dengan thermometer, bila suhu tubuh anak

diatas 37,50C , segera kompres anak dengan kain hangat. Obat penurun

panas yang mengandung parasetamol diberikan pada anak yang

panasnya terus meningkat, meskipun dengan kompres. Pada anak yang

pernah mengalami kejang demam, berikan informasi bahwa kejang

dapat berulang kembali bila anak demam.

b. Bila anak kejang:

- Pindahkan benda – benda keras atau tajam yang berada dekat

anak untuk mencegah cedera bila anak sedang kejang.

- Bila kejang disertai muntah, miringkan tubuh anak untuk

menghindari tertelannya cairan muntahnya sendiri yang bisa

mengganggu pernafasan, dan jangan memasukkan benda apapun

ke dalam mulut anak.

- Bila kejang terjadi, dapat diberikan obat diazepam rectal yang

dimasukkan ke dubur.

- Jangan memberi minuman ataupun makanan segera setelah berhenti

kejang, tunggu beberapa saat setelah anak benar – benar sadar untuk

menghindari anak tersedak.

c. Segera bawa anak ke dokter atau klinik untuk mendapat pertolongan

lebih lanjut. Jangan terpaku hanya pada lamanya kejang dan usahakan

untuk mencari dokter atau klinik yang terdekat dengan rumah untuk

menghindari resiko yang lebih berbahaya akibat terlambat mendapat

pertolongan pertama.

3. Promotif

Adalah upaya penyuluhan yang bertujuan untuk merubah kebiasaan

yang kurang baik dalam masyarakat agar berperilaku sehat dan ikut serta

Page 12: Bab III - Print

berperan aktif dalam bidang kesehatan. Dalam kasus ini, upaya promotif

yang dapat dilakukan yaitu:

a. Pengetahuan tentang kejang demam

Pada saat kejang, orang tua menganggap bahwa anaknya akan

meninggal, pemikiran ini dapat diubah dengan pengetahuan penyebab

kejang demam, penanganan kejang demam di rumah, dan hal – hal

yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kejang demam. Hal ini

dapat dilakukan dengan penyuluhan atau media massa, seperti poster,

atau brosur.

b. Mencukupi kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang yang

meliputi:

o Asuh : memenuhi kebutuhan dasar (pangan, papan, perawatan

kesehatan dasar, imunisasi, pengobatan yang layak) dan memenuhi

kebutuhan tambahan (bermain).

o Asih : memberi rasa aman dan nyaman, dilindungi dan

diperhatikan (minat, keinginan dan pendapat anak), diberi contoh

(bukan dipaksa), dibantu, diberi dorongan, dihargai, penuh

kegembiraan serta koreksi (bukan ancaman/ hukuman)

o Asah : memberikan stimulasi emosional-sosial, kognitif,

kreativitas, kemandirian, kepemimpinan moral dan mental.

4. Rehabilitatif

Adalah upaya untuk menolong atau membantu anak terhadap

ketidakmampuannya dengan berbagai usaha, agar anak sedapat mungkin

kembali pada lingkungannya baik lingkungan sosial maupun keluarga.

Untuk menjaga anak tetap sehat, maka orang tua diberitahu untuk:

- Menjaga kualitas dan kuantitas gizi anak sehari-hari di rumah agar

kebutuhan gizi anak tetap terpenuhi dengan baik dan anak memiliki

daya tahan tubuh yang baik pula sehingga tidak mudah terserang

penyakit infeksi yang mengakibatkan kejang demam.

Page 13: Bab III - Print

- Menganjurkan kepada orang tua untuk mengusahakan imunisasi

dasar yang belum lengkap pada anak dengan membawa anak ke

BKIA atau ke tempat pelayanan kesehatan lainnya.

5. Psikososial

Aspek psikososial adalah aspek yang berkaitan dengan emosi,

sikap, pengetahuan, perilaku, keterampilan, nilai-nilai sosial budaya,

kepercayaan, dan adat istiadat dilingkungan sekitar anak. Meliputi

mikrosistem, mesosistem, eksosistem dan makrosistem.

Mikrosistem meliputi interaksi anak dengan ibunya. Ibu berperan

dalam pendidikan, gizi, imunisasi, dan pengobatan sederhana pada anak.

Ibu adalah orang pertama di rumah yang memegang peranan penting

terhadap proses tumbuh kembang anak dan perawatan anak ketika anak

sakit. Rendahnya pengetahuan ibu tentang kesehatan juga mempengaruhi

sikap yang diambil ketika anak sakit, seperti usaha mengobati sendiri atau

terlambat membawa anak ke tempat pelayanan kesehatan. Edukasi dan

informasi mengenai penyakit pasien menjadi sangat penting agar dapat

ditangani segera dan tidak menimbulkan komplikasi.

Mesosistem meliputi interaksi anak dengan anggota keluarga lain,

lingkungan, tetangga, keadaan rumah dan suasana rumah dimana anak

tinggal.

- Interaksi sesama anggota keluarga

Keluarga yang tinggal serumah dengan pasien adalah ayah, ibu,

nenek, paman, tante, 1 kakak kandung, dan 2 saudara sepupu.

Lebih dekat dengan ibu karena ayah bekerja dari pagi hingga sore.

Sehari-hari anak diasuh oleh ibunya.

- Ventilasi dan pencahayaan yang kurang

Pencahayaan yang kurang, diedukasikan kepada orangtua agar

dapat menciptakan ventilasi rumah yang cukup guna pertukaran

udara dan pencahayaan. Rumah harus memiliki ventilasi luas >15

Page 14: Bab III - Print

% dari luas lantai rumah. Pencahayaan yang baik juga mendukung

pendidikan anak (untuk belajar di rumah).

- Mengedukasikan orangtua untuk mulai memperkenalkan anak

dengan teman – teman sebayanya di lingkungan tempat tinggal.

Eksosistem merupakan lingkungan yang meliputi wilayah yang

lebih luas. Meliputi kebijaksanaan pemerintah daerah maupun informasi

yang bisa diperoleh seperti dari surat kabar maupun televisi. Pada kasus ini

kurangnya akses tentang pengetahuan pentingnya mencegah infeksi dan

penanganan kejang demam menyebabkan ketidaktahuan orang tua dan

keterlambatan dalam penanganan.

Makrosistem yaitu berkaitan dengan kebijakan pemerintah, sosial

budaya masyarakat, dan lembaga non pemerintahan yang ikut andil dalam

usaha tumbuh kembang anak yang optimal.

- Pasien tidak dibawa rutin ke posyandu atau puskesmas untuk

memantau perkembangannya. Sehingga perlu edukasi lebih lanjut

mengenai perlunya memantau tumbuh kembang anak.

- Pentingnya pemerintah memperhatikan tata kota dan daerah

pemukiman penduduk, guna meningkatkan kesehatan warga dan

mencegah penyakit menular.

PROGNOSIS

Prognosis kejang demam baik. Sebagian besar penderita kejang

demam sembuh tanpa cacat, sebagian kecil berkembang menjadi epilepsi,

dan sangat jarang meninggalkan gejala sisa berupa cacat neurologis atau

gangguan mental. Sepertiga penderita kejang demam pertama akan

mengalami bangkitan ulang kejang demam.

Prognosis pada pasien ini baik. Risiko kejang demam berulang

minimal, selama fokus infeksi penyebab demam segera ditangani.

Page 15: Bab III - Print

Lingkungan :Ventilasi kurangPerumahan padat

Genetik Pengetahuan orang tua tentang kesehatan kurang

Sarana kesehatan : informasi tentang kejang demam

HOST

agen

Daya tahan tubuh ↓

Tonsilofaringitis Akut Rhinitis Akut

ISKKuratif :OksigenasiPutus kejangAntibiotikaDiet cukup

Demam

Kejang Demam

PromotifPreventif

Rehabilitatif

AsahAsihAsuh

TUMBUH KEMBANG OPTIMAL

BAGAN PERMASALAHAN