29
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Instansi 4.1.1 Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo dibentuk melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-195/PJ/2008 tanggal 27 Nopember 2008. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo merupakan penggabungan dari Kantor Pelayanan Pajak Gorontalo dan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Gorontalo. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo berada dibawah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo dan Maluku Utara. Pembentukan KPP Pratama Gorontalo bersamaan dengan pembentukan 39 KPP Pratama lainnya dengan sistem administrasi modern di seluruh Indonesia Bagian Timur, Tengah dan Barat dan saat mulai beroperasinya tanggal 1 Desember 2008. 4.1.2 Kedudukan dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo sebagai Instansi Vertikal dibawah Direktorat Jenderal Pajak mempunyai tugas melaksanakan kegiatan operasional pelayanan (melaksanakan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan Wajib Pajak) perpajakan di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Tidak Langsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam daerah wewenangnya berdasarkan kebijaksanaan teknis yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran …eprints.ung.ac.id/1103/5/2013-2-62201-921410093-bab4... · 2014-01-27 · BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Instansi

4.1.1 Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo dibentuk melalui Keputusan Direktur

Jenderal Pajak Nomor : KEP-195/PJ/2008 tanggal 27 Nopember 2008. Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo merupakan penggabungan dari Kantor Pelayanan

Pajak Gorontalo dan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Gorontalo. Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo berada dibawah Kantor Wilayah Direktorat

Jenderal Pajak Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo dan Maluku Utara. Pembentukan

KPP Pratama Gorontalo bersamaan dengan pembentukan 39 KPP Pratama lainnya

dengan sistem administrasi modern di seluruh Indonesia Bagian Timur, Tengah dan

Barat dan saat mulai beroperasinya tanggal 1 Desember 2008.

4.1.2 Kedudukan dan Fungsi

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo sebagai Instansi Vertikal dibawah

Direktorat Jenderal Pajak mempunyai tugas melaksanakan kegiatan operasional

pelayanan (melaksanakan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan Wajib Pajak)

perpajakan di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan

atas Barang Mewah dan Pajak Tidak Langsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan,

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam daerah wewenangnya

berdasarkan kebijaksanaan teknis yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak 48

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Daerah wewenangnya

adalah sebagai berikut :

1. Kota Gorontalo

2. Kabupaten Gorontalo

3. Kabupaten Gorontalo Utara

4. Kabupaten Bone Bolango

5. Kabupaten Boalemo

6. Kabupaten Pohuwato

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo juga membawahi 3 Kantor Pelayanan,

Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), yaitu:

1. KP2KP Limboto membawahi wilayah Kota Gorontalo dan Kab. Gorontalo

2. KP2KP Tilamuta membawahi wilayah Kab. Boalemo dan Kab. Bone Bolango

3. KP2KP Marisa membawahi wilayah Kab. Pohuwato dan Kab. Gorontalo Utara

Sedangkan potensi penerimaan pajak dari Pajak Penghasilan dan Pajak

Pertambahan Nilai sebagian besar bersumber dari Dana Anggaran Pendapatan

Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Dalam menjalankan tugas sebagaimana tersebut di atas, Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Gorontalo menjalankan fungsi sebagai berikut :

a. Pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan,

serta penyajian informasi perpajakan.

b. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan.

c. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan

Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat-surat lainnya.

d. Penyuluhan perpajakan.

e. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak.

f. Pelaksanaan Ekstensifikasi.

g. Penatausahan piutang pajak dan pelaksanan penagihan pajak.

h. Pelaksanaan pemeriksaan pajak.

i. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.

j. Pelaksanaananan konsultasi perpajakan.

k. Pelaksanaan intensifikasi dan Pelaksanaan administrasi KPP

4.1.3 Struktur Organisasi Instansi dan Pembagian Tugas

Pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut dalam rangka mewujudkan tujuan dan

program utama, yaitu menghimpun penerimaan negara dari sektor pajak. Dalam

pelaksanaannya, program tersebut dijabarkan dalam rencana strategis lima tahunan,

dan diperinci lagi dalam rencana kinerja tahunan. Hal ini akan memudahkan

pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi.

Uraian tugas masing Seksi di Lingkungan Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Gorontalo adalah sebagai berikut :

a. Sub Bagian Umum mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan,

tata usaha dan rumah tangga

b. Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan pengumpulan,

pencarian dan pengolahan data, perekaman dokumen perpajakan, pelayanan

dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-filling serta penyiapan

laporan kinerja

c. Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penertapan dan penerbitan produk

hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen serta penerimaan surat lainnya,

pelaksanaan Registrasi Wajib Pajak, pengukuhan pengusaha kena pajak

d. Seksi Penagihan mempunyai tugas melaksanakan urusan penatausahaan piutang

pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan

penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen penagihan

e. Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana

pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan

penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan

perpajakan lainnya

f. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, Seksi Pengawasan dan Konsultasi II dan Seksi

Pengawasan dan Konsultasi III masing-masing mempunyai tugas melakukan

pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, bimbingan/himbauan

kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan

g. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan mempunyai tugas mengkoordinasikan pelaksanaan

pengamatan potensi perpajakan, pendataan obyek dan subjek pajak, penilaian

obyek pajak dalam rangka ekstensifikasi perpajakan

h. Kelompok Fungsional Pemeriksa Pajak dan Fungsional Penilai PBB mempunyai

tugas melakukan kegiatan pemeriksaan pajak

i. KP2KP mempunyai tugas untuk melakukan pelayanan, penyuluhan dan konsultasi

perpajakan secara umum dengan menitikberatkan pada fungsi penyuluhan.

4.2 Analisis Data Dan Pembahasan

Analisis data yang digunakan peneliti dalam pembahasan penelitian ini adalah

analisis deskriptif komparatif untuk membandingkan setiap kegiatan penagihan aktif

yang dimulai dengan surat teguran, surat paksa, dan surat perintah melaksanakan

penyitaan tahun 2010, 2011 dan 2012 serta pencairan tunggakan pajak tahun 2010,

2011, dan 2012. Mula-mula, peneliti akan melakukan penilaian prosedur pelaksanaan

dengan berpedoman pada Standard Operating Procedures yang digunakan pada seksi

penagihan. Setelah itu, peneliti akan melakukan komparasi antara nominal Surat

Teguran, Surat Paksa, dan Surat Perintah Melakukan Penyitaan yang cair dengan

nominal yang terbit untuk menilai tingkat kefektivitasannya dan melakukan analisis

mengenai hasil tersebut.

Setelah diketahui kefektivitasannya, maka peneliti akan melihat kontribusi

penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan Surat Perintah Melakukan

Penyitaan terhadap seluruh pencairan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Gorontalo. Untuk lebih jelasnya, peneliti akan sedikit membahas mengenai

target yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada KPP Pratama, dan melihat

sejauh mana pencairan tunggakan pajak telah memenuhi target. Selain itu, peneliti

akan memberikan laporan perkembangan piutang pajak selama tiga tahun berturut-turut

untuk mengetahui posisi piutang akhir setiap tahunnya.

Pada akhir dari bab ini, peneliti akan menilai kontribusi pencairan tunggakan pajak

terhadap penerimaan negara dengan menggunakan Rasio Pencairan Tunggakan

Terhadap Penerimaan Pajak (RPTTP) selama tiga tahun berturut-turut, lalu melakukan

analisa akhir kinerja penagihan aktif di KPP Pratama Gorontalo.

1.2.1 Penilaian Prosedur Penagihan Dengan Surat Teguran

Seksi Penagihan KPP Pratama Gorontalo mempunyai tugas melakukan urusan

penatausahaan piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan

aktif, usulan penghapusan piutang, serta penyimpanan dokumen- dokumen penagihan.

Saat ini terdapat 5 (lima) orang fiskus dalam seksi ini, dan 2 (dua) orang diantaranya

adalah Jurusita yang aktif dan dua pelaksana di Seksi Penagihan serta Kepala Seksi

Penagihan.

Seksi Penagihan di KPP Pratama Gorontalo telah menggunakan SIDJP (Sistem

Informasi Direkotrat Jenderal Pajak) pada tahun 2011 dan 2012. Sedangkan Pada

tahun 2010 KPP Pratama Gorontalo masih menggunakan SIPMOD (Sistem Informasi

Perpajakan Modifikasi) .yang kedua-duanya telah terhubung secara intranet. Seiring

dengan modernisasi perpajakan di Direktorat Jenderal Perpajakan, agar lebih

mempermudah dalam administrasi perpajakannya sarana komputer digunakan.

Meskipun telah menggunakan media elektronik dalam penatausahaan penagihan pajak,

pencatatan secara manual masih tetap dilakukan untuk menghindari terjadinya hal-hal

yang tidak diinginkan, misalnya pencatatan pemberkasan dan kartu pengawasan

tunggakan pajak masih dicatat secara manual. Dalam proses pelaksanaan penagihan

aktif dengan Surat Teguran Seksi Penagihan KPP Pratama Gorontalo mengacu pada

Standard Operating Procedures Departemen Keuangan Republik Indonesia B008

tentang Tata Cara Penerbitan Dan Pemberitahuan Surat Teguran tertanggal 07

November 2007 dengan prosedur kerja sebagai berikut.

1. Berdasarkan data keterlambatan pembayaran tunggakan pajak yang diperoleh dari

sistem, Juru Sita Pajak mencetak konsep Surat Teguran Penagihan dan

meneruskannya kepada Kepala Seksi Penagihan. Surat Teguran Penagihan dicetak

minimal sebanyak rangkap 2 (dua) yaitu :

1) Lembar ke-1 untuk Wajib Pajak.

2) Lembar ke-2 untuk Arsip Kantor Pelayanan Pajak.

2. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memaraf konsep Surat Teguran Penagihan

dan meneruskannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. Dalam hal Kepala

Seksi Penagihan tidak menyetujui, Juru Sita Pajak harus memperbaiki dahulu

dokumen tersebut.

3. Kepala Kantor menandatangani Surat Teguran Penagihan kemudian

mengembalikannya kepada Kepala Seksi Penagihan untuk ditatausahakan dan

dikirimkan ke Wajib Pajak/Penanggung Pajak.

4. Kepala Seksi Penagihan menugaskan Juru Sita Pajak untuk mencatat Surat Teguran

pada Kartu Pengawasan Tunggakan Pajak, mengarsipkan Surat Teguran, dan

menyampaikan Surat Teguran Penagihan kepada Sub Bagian Umum untuk dikirim

kepada Wajib Pajak.

5. Proses selesai. Gambar prosedur penerbitan dan pemberitahuan Surat Teguran bisa

dilihat pada lampiran.

1.2.2 Efektivitas Penagihan Dengan Surat Teguran

Analisis penagihan tunggakan pajak dengan surat Teguran pada KPP Pratama

Gorontalo menggunakan metode deskriptif komparatif yaitu suatu metode yang

dinyatakan secara deskriptif dengan membandingkan pencairan tunggakan pajak

dengan target pencairan tunggakan pajak. Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat

Teguran merupakan tindakan peringatan dari pejabat yang berwenang kepada

Penanggung Pajak untuk melunasi utang pajaknya.

Berikut merupakan Tabel Penerbitan Surat Teguran Pada KPP Pratama

Gorontalo tahun 2010-2012.

Tabel 6: Penerbitan Surat Teguran Pada KPP Pratama Gorontalo tahun 2010-

2012

Tahun Surat Teguran

Kenaikan/

Penurunan

Lembar

Kenaikan/

Penurunan

Nominal Lembar Nominal

2010 548 923,391,743

2011 1333 4,218,266,981 785 3,294,875,238

2012 1633 4,185,466,981 300 (32,800,000)

Lembar Surat Teguran yang diterbitkan terus naik dalam kurun waktu dua tahun

terakhir, hal ini menunjukkan dua hal, yaitu banyaknya Surat Tagihan Pajak dan Surat

Ketetapan Pajak yang terbit pada tahun yang bersangkutan yang berarti banyak Wajib

Pajak yang menunggak pajaknya, selain itu target yang ditetapkan Direktorat Jenderal

Pajak terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun dari segi nominal,, tahun 2011 ke

2012 mengalami penurunan sebesar Rp. 32.800.000 namun pada tahun sebelumnya

justru terjadi kenaikan yaitu dari tahun 2012 ke tahun 2011 yaitu sebesar Rp.

3,294,875,238. Hal ini, menunjukkan pada tahun 2011, selain pencapaian target yang

besar juga memiliki tunggakan pajak yang besar juga yang harus dicairkan.

Untuk mengetahui tingkat efektivitas penagihan dengan Surat Teguran maka

digunakan Rasio Efektivitas. Peneliti melakukan perbandingan antara nominal Surat

Teguran yang cair dengan Surat Teguran yang terbit untuk mengetahui besar

persentase keefektivitas penagihan dengan Surat Teguran. Berikut formula yang

digunakan dalam mengukur kefektivitasan Surat Teguran.

Perbandingan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 7: Rasio Efektivitas Penagihan dengan Surat Teguran

Tahun

Nominal Surat

Teguran Cair

(Rp)

Nominal Surat

Teguran Terbit

(Rp)

Persentase

(%)

2010 343,975,659 923,391,743 37.25

2011 1,497,379,373 4,218,266,981 35.49

2012 512,107,367 4,185,466,981 12.23

Sesuai dengan klasifikasi pengukuran tingkat efektivitas yang peneliti gunakan, pada

tahun 2010 termasuk dalam range < 60% yang berarti tidak efektif. Pada tahun 2011

sebesar 35.49% juga masih berada dalam range yang sama, sedangkan 2012 turun

lebih dari setengahnya yaitu 12.23% dan juga masih berada dalam range yang sama.

Peneliti mengidentifikasi penyebab ketidakefektivan penagihan aktif dengan Surat

Teguran dari tahun ke tahun dengan beberapa point berikut ini.

1. Wajib pajak tidak mengakui adanya utang pajak.

2. Penanggung Pajak tidak bisa diidentifikasi keberadaanya.

3. Wajib Pajak yang mendaftarkan diri sebagai WP karena sedang menangani proyek,

beralasan sudah tidak menangani lagi proyek tersebut.

4. Penanggung Pajak mengaku tidak pernah menerima Surat Teguran yang

dikirimkan oleh kantor pajak.

5. Penanggung pajak mengajukan keberatan atas jumlah tunggakan pajaknya.

6. Penanggung pajak tidak mampu dalam melunasi utang pajaknya.

7. Penanggung pajak sudah membayar utangnya tapi belum melapor ke Kantor Pajak.

1.2.3 Penilaian Prosedur Penagihan Dengan Surat Paksa

Dalam hal proses penagihan aktif, terutama tata cara penerbitan dan

pemberitahuan Surat Paksa, seksi penagihan di KPP Pratama Gorontalo juga mengacu

kepada Standard Operating Procedures Departemen Keuangan Republik Indonesia

Direktorat Jenderal Pajak nomor B009 tertanggal 07 November 2007, dengan prosedur

kerja sebagai berikut.

1. Berdasarkan data Surat Teguran yang telah lewat waktu dari sistem, Jurusita Pajak

meneliti dan mencetak konsep Surat Paksa dan Berita Acara Pemberitahuan Surat

Paksa serta menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.

2. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memaraf konsep Surat Paksa dan Berita Acara

Pemberitahuan Surat Paksa serta menyampaikannya kepada Kepala Kantor

Pelayanan Pajak.

3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani Surat Paksa

kemudian menyampaikannya kepada Jurusita Pajak.

4. Jurusita Pajak menerima Surat Paksa dan memberitahukan Surat Paksa dan Berita

Acara Pemberitahuan Surat Paksa kepada Wajib Pajak/ Penanggung Pajak.

5. Jurusita Pajak membuat sekaligus menandatangani Laporan Pelaksanaan Surat Paksa

(LPSP) dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.

6. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan menandatangani Laporan Pelaksanaan Surat

Paksa (LPSP) kemudian menyerahkannya kembali kepada Jurusita Pajak untuk

ditatausahakan.

7. Jurusita menatausahakan LPSP dengan cara mencatat pada Kartu Pengawasan serta

mengarsipkan LPSP.

8. Proses selesai. Gambar prosedur penerbitan dan pemberitahuan Surat Paksa bisa

dilihat pada lampiran.

1.2.4 Efektivitas Penagihan Dengan Surat Paksa

Penagihan Tunggakan Pajak dengan Surat Paksa merupakan tindakan

penagihan yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan meyampaikan Surat Paksa

kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihannya. Berikut ini

Tabel Penerbitan Surat Paksa Pada KPP Pratama Gorontalo tahun 2010-2012.

Tabel 8: Penerbitan Surat Paksa 2010-2012

Tahun Surat Paksa Kenaikan/ Penurunan

Lembar

Kenaikan/ Penurunan

Nominal Lembar Nominal

2010 807 1,423,875,752

2011 1,928 4,297,201,458 1,121 3,294,875,238

2012 1,420 2,209,825,528 (508) (2,087,375,930)

Sumber: Seksi Penagihan KPP Pratama Gorontalo

Berdasarkan tabel di atas, penagihan pajak dengan surat paksa pada umumnya

mengalami fluktuasi dari tahun 2010-2012. Jumlah surat paksa yang terbit tahun 2010

meningkat sebanyak 1.121 lembar dengan jumlah nominal yang juga ikut naik sebesar

Rp. 3.294.875.238. Hal tersebut dikarenakan target pajak pada tahun tersebut

mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 penerbitan surat paksa kembali turun Pada

tahun 2012 penerbitan surat paksa kembali turun sebesar 508 lembar dengan nominal

Rp. 2.087.375.930.

Untuk menilai efektivitas penerbitan dengan Surat Paksa, maka peneliti

menggunakan formula sebagai berikut.

Perbandingan tersebut dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

Tabel 9: Rasio Efektivitas Penagihan dengan Surat Paksa

Tahun

Nominal Surat

Paksa Cair

(Rp)

Nominal Surat

Paksa Terbit

(Rp)

Persentase

(%)

2010 318,149,538 1,423,875,752 22.34

2011 1,401,398,447 4,297,201,458 32.61

2012 421,137,660 2,209,825,528 19.05

Sumber : Data diolah peneliti

Berdasarkan data yang telah diolah peneliti menggunakan formula efektivitas,

penagihan dengan surat paksa pada tahun 2010 menunjukkan angka sebesar 22.34%

dimana jika ditinjau dari klasifikasi pengukuran efektivitas, angka tersebut masuk dalam

range <60% yang berarti penagihan Surat Paksa pada tahun tersebut masih belum

efektif. Tidak jauh berbeda dengan tahun 2010, walaupun tahun 2011 mengalami

peningkatan pencairan sehingga rasio yang dihasilkan naik sebesar 32.61%, namun

rasio tersebut juga masih berada di dalam range yang sama dengan tahun 2010, yaitu

range <60% dimana hal tersebut menunujukkan bahwa penagihan pajak dengan Surat

Paksa masih belum efektif pada tahun tersebut. Pada tahun 2012, terjadi penurunan

angka pencairan yang cukup drastis, sehingga rasio efektivitas yang muncul hanya

sebesar 19.05% yang menunjukkan bahwa penagihan Surat Paksa Tahun 2012 juga

masih belum efektif.

Beberapa faktor yang menyebabkan tidak seluruh surat paksa yang diterbitkan

dilunasi oleh Penanggung Pajak, sehingga hasil analisis tidak efektif adalah sebagai

berikut.

1. Surat Paksa tidak dapat disampaikan ke Penanggung Pajak karena pindah alamat

dan tidak melapor ke kantor pajak.

2. Surat Paksa tidak dapat disampaikan karena alamat Penanggung Pajak tidak jelas

atau tidak dapat diidentifikasi.

3. Kesadaran wajib pajak yang masih kurang akibat ketidaktahuan wajib pajak.

Sosialisai perpajakan yang tidak merata dari pemerintah kepada masyarakat

menyebabkan masih banyak wajib pajak yang belum paham betul dengan

perpajakan sehingga menimbulkan tunggakan pajak.

4. Penanggung pajak tidak mampu melunasi utang pajaknya.

5. Penanggung pajak mengajukan permohonan angsuran pembayaran karena kondisi

keuangan yang tidak memungkinkan jika dibayarkan sekaligus.

6. Penanggung Pajak mengabaikan Surat Paksa karena ketidaktahuannya, dan

berpikir bahwa tidak ada denda yang harus dibayar berdasarkan Surat Tagihan

Pajak yang telah lebih dulu terbit.

7. Penanggung Pajak tidak mengakui adanya utang pajak karena meminjamkan

NPWPnya pada orang lain.

8. Penanggung pajak yang hanya membuat NPWP untuk tender, tidak mengakui

adanya denda keterlambatan melapor karena merasa tidak sedang menangi proyek

apapun.

9. Penanggung pajak mengaku tidak mengetahui kewajibannya dalam kepemilikan

NPWP karena tidak mengurus sendiri pembuatan NPWPnya.

10. Penanggung pajak sudah membayar utangnya tapi belum melapor ke Kantor Pajak.

11. Penanggung pajak lalai.

1.2.5 Penilaian Prosedur Penagihan Dengan Surat Perintah Melakukan Penyitaan

Dalam hal proses penagihan aktif, terutama tata cara penerbitan Surat Perintah

Melakukan Penyitaan (SPMP), seksi penagihan di KPP Pratama Gorontalo juga

mengacu kepada Standard Operating Procedures Departemen Keuangan Republik

Indonesia Direktorat Jenderal Pajak nomor B010 tertanggal 07 November 2007, dengan

prosedur kerja sebagai berikut.

1. Juru Sita Pajak meneliti data tunggakan pajak beserta pelunasannya

(SSP/STTS/SSB/bukti Pbk) atau pengurangan (keputusan pembetulan/keputusan

keberatan /putusan banding/keputusan pengurangan atau pembatalan ketetapan

pajak/keputusan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi), membuat

konsep SPMP dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.

2. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memaraf konsep SPMP, serta menyampaikan

kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.

3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani SPMP dan

meneruskan kepada Kepala Seksi Penagihan.

4. Juru sita menerima SPMP yang telah disetujui.

5. Proses selesai. Gambar prosedur penerbitan Surat Perintah Melakukan Penyitaan bisa

dilihat pada lampiran

1.2.6 Efektivitas Penagihan Dengan Surat Perintah Melakukan Penyitaan

Penagihan dengan Surat Perintah Melakukan Penyitaan adalah rangkaian

tindakan terakhir jika Surat Teguran dan Surat Paksa tidak diindahkan oleh

Penanggung Pajak. Peraturan Pemerintah No.135 Tahun 2000 menyebutkan bahwa

Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak,

guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Sedangkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan adalah

surat perintah yang diterbitkan oleh Pejabat untuk melaksanakan penyitaan. Dalam

penelitian ini, peneliti mengkhususkan untuk menilai efektivitas Surat Perintah

Melakukan Penyitaan yang digunakan dalam kegiatan sita barang bergerak maupun

tidak bergerak milik Penunggak Pajak dan tidak memperhitungkan SPMP yang

diterbitkan untuk kegiatan pemblokiran. Berikut merupakan tabel penerbitan Surat

Perintah Melakukan Penyitaan dalam beberapa tahun terakhir.

Tabel 10: Penerbitan Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP)

Tahun

Surat Perintah Melakukan

Penyitaan

Kenaikan/

Penurunan

Lembar

Kenaikan/

Penurunan

Nominal Lembar Nominal

2010 0 0 0 0

2011 1 1.012.491.000 1 1.012.491.000

2012 1 23.692.417 0 988,798,583

Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Gorontalo

Ditinjau dari segi lembar yang diterbitkan setiap tahun hampir tidak ada

pergeseran nominal maupun jumlah lembar yang berarti Hal tersebut ditunjukkan

dengan jumlah lembar pada 2010 bejumlah 0 lembar karena pada saat itu kantor pajak

memang sama sekali tidak menerbitkan SPMP. Namun, pada tahun 2011 kantor pajak

menerbitkan sebuah SPMP dengan nominal yang cukup besar yaitu Rp. 1.012.491.000.

Pada tahun 2012, kantor pajak juga kembali menerbitkan sebuah SPMP dengan nilai

nominal Rp. 23.692.417 yang berarti nominal SPMP pada 2012 turun sebesar Rp.

988.798.583 dari tahun 2011. Secara keseluruhan penerbitan SPMP tergolong kecil

dari segi lembar dan nominalnya. Hal ini karena Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selama

ini memang berupaya menghindari tindakan law enforcement terhadap Wajib Pajak.

Menurut Hartoyo, Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian DJP (2012) yang sering di

lakukan DJP adalah memberikan himbauan, sosialisasi, dan mengedukasi untuk

mengejar tambahan penerimaan pajak. Bila nanti dalam Sensus Pajak Nasional (SPN)

terdapat temuan, WP harus membayarkan pajak, DJP akan menghimbau kepada WP

bersangkutan untuk segera memenuhi kewajiban mereka. Peringatan itu tidak bersifat

memaksa, namun jika dalam batas yang ditentukan tidak ditanggapi, baru dilakukan

tindakan law enforcement. Selaras dengan hasil wawancara peneliti terhadap pihak di

KPP Pratama Gorontalo yang menyebutkan bahwa, sebisa mungkin aparat atau fiskus

menjauhi permusuhan dengan Wajib Pajak dengan menjauhi tindakan yang terlampau

keras terhadap Wajib Pajak. Hal tersebut bukan berarti Jurusita takut atau

menyepelehkan prosedur penagihan aktif yang sudah ditetapkan, tetapi dalam

pendidikan/diklat Jurusita, mereka memang diarahkan untuk lebih berpikir cerdas untuk

terlebih dahulu menggunakan cara-cara alternative seperti melakukan perjanjian yang

lebih bersifat win win solution untuk kedua belah pihak dibanding menggunakan

kekerasan. Dalam pelatihan jurusita pajak juga ditekankan bahwa, selain jurusita harus

memahami peraturan yang berlaku, jurusita juga harus memahami cara persuasif untuk

mendekati dan memahami Wajib Pajak yang menunggak agar melunasi tunggakan

pajaknya tanpa adanya konflik dan permusuhan antara aparat dan Wajib Pajak. Oleh

karena itu pihak KPP pratama Gorontalo selalu mengupayakan cara alternatif untuk

mengupayakan pencairan pajak salah satunya dengan pemblokiran, melakukan

himbauan kepada Wajib Pajak (soft collection) untuk melunasi utangnya, serta

membuat perjanjian dengan wajib pajak yang menunggak untuk segera melunasi utang

pajaknya sebelum SPMP dilayangkan. Selain itu, Jurusita juga mempertimbangkan

wajib pajak yang koperatif terhadap Pihak Kantor Pajak. Dalam hal ini, Direktorat

Jenderal Pajak masih mempertimbangkan nilai kemanusiaannya, sehingga berharap

tindakan law enforcement agent hanya akan digunakan disaat yang memang sangat

terdesak dan sebagian besarnya merupakan hasil kesadaran yang mulai tumbuh dari

wajib pajak itu sendiri.

Adapun untuk melihat efektivitas penagihan dengan Surat Perintah Melakukan

Penyitaan, maka peneliti menggunakan formula sebagai berikut.

Hasil perbandingan formula tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 11: Rasio Efektivitas Penagihan dengan SPMP

Tahun

Nominal SPMP

Cair

(Rp)

Nominal SPMP

Terbit

(Rp)

Rasio

Efektivitas

(%)

2010 0 0 0

2011 642,500,135 1,012,491,000 63.46

2012 23,692,417 23,692,417 100

Sumber: Data diolah peneliti

Ditinjau dari segi Rasio Efektivitasnya, pada 2011 sebesar 63.46% yang berada pada

range 60-80%. Hal ini berarti penggunaan SPMP pada tahun 2011 masih kurang efektif.

Sedangkan pada tahun 2012 menunjukkan rasio sebesar 100% yang berarti

penggunaan SPMP untuk tahun tersebut dinyatakan efektif. Dari segi rasio, memang

secara kesuluruhan penggunaan SPMP lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan

Surat Teguran dan Surat Paksa yang dalam tiga tahun terakhir selalu berada dirange <

50%. Namun, seperti yang telah dijelaskan peneliti sebelumya, penggunaan SPMP

tidak bisa dilakukan terus menerus karena Jurusita masih mempertimbangkan banyak

faktor yang telah dijelaskan sebelumnya.

Faktor-faktor yang menyebabkan hasil analisis efektivitas penagihan dengan

SPMP berada pada range yang lebih baik dibanding dengan Surat Teguran dan Surat

Paksa sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan Pihak KPP Pratama adalah

sebagai berikut.

1. Penaggung Pajak takut bila utang pajaknya terblow up di media massa.

2. Penanggung Pajak takut jika barang-barang miliknya yang berharga akan dilelang

di muka umum.

3. Penanggung Pajak lebih perhatian terhadap utang pajaknya dan segera berinisiatif

untuk membayar, saat jurusita sudah memblokir rekeningnya di bank.

4. Penanggung pajak menjaga kredibilitas dan nama baiknya.

1.2.7 Kontribusi Penagihan Aktif Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak

Dalam sub bab ini, peneliti akan melihat seberapa jauh Penagihan Aktif yang

telah dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Gorontalo telah

memberikan kontribusi terhadap Pencairan Tunggakan Pajak. Pencairan tunggakan

pajak dalam setahun tidak hanya diperoleh dari hasil penagihan aktif tetapi juga ada

yang diperoleh dari kompensasi, banding, Pemindahbukuan (PBK), dan lain lain.

Sebelum melihat kontribusi Penagihan Aktif terhadap Pencairan Tnggakan Pajak,

berikut merupakan tabel Pencairan tunggakan pajak dengan Penagihan aktif selama

2010-2012.

Tabel 12: Pencairan Tunggakan Pajak dengan Penagihan Aktif

Tahun Pencairan Tunggakan Pajak dengan Penagihan Aktif

Surat

Teguran

(a)

Surat Paksa

(b)

SPMP

(c)

Total

Penagihan

Aktif

(a+b+c)

2010 343,975,659 318,149,538 0 662,125,197

2011 1,497,379,373 1,401,398,447 642,500,135.00 3,541,277,955

2012 512,107,367 421,137,660 23,692,417 956,937,444

Sumber : Data diolah peneliti

Berdasarkan tabel di atas, maka bisa dilihat total penagihan aktif yang terjadi selama

tiga tahun terakhir masih berfluktuasi.Pada tahun 2011 terjadi kenaikan yang sangat

signifikan yaitu sebesar Rp. 2,879,152,758 atau jika dipersentasekan sebesar 434.84

%. Sedangkan untuk tahun 2012 pencairan tunggakan pajak melalui penagihan aktif

mengalami penurunan sebesar Rp. 2,584,340,511 atau jika dipersentasekan, terjadi

penurunan sebesar 72.97%.

Adapun untuk melihat kontribusi penagihan aktif terhadap pencairan tunggakan

pajak secara kesuluruhan, maka peneliti melakukan perbadingan antara total pencairan

tunggakan melalui penagihan aktif dengan pencairan tunggakan secara keseluruhan.

Hasil perbandingan tersebut dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

Tabel 13: Kontribusi Penagihan Aktif terhadap Keseluruhan Pencairan Tunggakan

Pajak

Tahun

Total Pencairan

dengan

Penagihan Aktif

(Rp)

Total Keseluruhan

Pencairan

Tunggakan Pajak

(Rp)

Kontribusi

(%)

2010 662,125,197 4,173,197,000 15.87

2011 3,541,277,955 5,176,431,619 68.41

2012 956,937,444 6,049,736,935 15.82

Sumber : Data diolah peneliti

Ditinjau dari segi kontribusi, pada tahun 2010 penagihan aktif memeliki kontribusi

sebesar 15.87%, yang jika diklasifikasikan dalam kriteria kontribusi berada pada range

10,10%-20% dengan kriteria “Kurang”. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya tingkat

pencairan tunggakan melalui penagihan aktif pada tahun yang bersangkutan.

Sedangkan untuk tahun 2011 penagihan aktif menyumbang sebesar 68.41% dari

semua total pencairan. Persentase tersebut berada pada range 50% ke atas, dimana

termasuk dalam kriteria “Sangat baik”. Pada tahun tersebut, penagihan aktif memang

sangat digencarkan mengingat target yang diberikan oleh Kantor Pusat pada saat itu

juga terbilang besar. Selain itu, pada tahun tersebut terdapat 3 (tiga) orang jurusita

yang berperan aktif dalam melaksanakan penagihan pajak. Hal tersebut yang

menyebabkan penagihan aktif pada saat itu memberikan kontribusi yang sangat baik

terhadap total keseluruhan pencairan tunggakan pajak. Namun pada tahun 2012,

persentase kontribusi penagihan aktif kembali turun pada angka 15.82% dimana

termasuk dalam kriteria “Kurang” seperti pada tahun 2010. Hal tersebut dikarenakan,

tindakan penagihan aktif kurang dilakukan ada tahun tersebut, dan sebagian besar

pencairan berasal dari Surat Perintah Membayar Kerugian Pajak (SPMKP).

1.2.8 Pencapaian Target Pencairan Tunggakan Pajak

Setiap tahunnya terdapat target pencairan tunggakan pajak yang harus dipenuhi

oleh Seksi Penagihan KPP Pratama Gorontalo. Besaran target tersebut ditentukan oleh

kantor pusat dengan mempertimbangkan saldo akhir piutang pajak dan pencairan

tunggakan pajak tahun sebelumnya. Jadi, bisa disimpulkan bahwa efektivitas kinerja

bagi KPP sendiri adalah pencapaian dari target tersebut. Target dan realisasi pencairan

tunggakan pajak selama tiga tahun terakhir dapat dilihat dalam tabel berkut ini.

Tabel 14: Target dan Realisasi Pencairan Tunggakan Pajak

Tahun

Pencairan Tunggakan Pajak Persentase

Ketercapaian

(%)

Target

(Rp)

Realisasi

(Rp)

2010 3,647,018,000 4,173,197,000 `114.43

2011 5,295,344,000 5,176,431,619 97.75

2012 5,254,093,838 6,049,736,935 115,14

Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama Gorontalo

Berdasarkan data di atas, pencapaian target KPP Pratama selama 3 (tiga) tahun

berturut-turut menunjukkan perkembangan yang baik. Hal tersebut ditunjukan oleh

angka persentase capaian yang dalam tahun 2010 dan 2012 telah melebihi target yang

ditetapkan, dan 2011 hampir mencapai target. Secara keseluruhan, bisa disimpulkan

bahwa pencapaian target pencairan tunggakan pajak di KPP Pratama Gorontalo

terbilang efektif.

Adapun tugas-tugas yang sudah dilakukan KPP Pratama Gorontalo baik dalam

segi administratif dan tindakan penagihan dalam menunjang pencapaian target

pencairan tunggakan pajak dari tahun ke tahun adalah sebagai berikut.

1. Pembuatan Laporan Rutin Seksi Penagihan.

Laporan rutin penagihan terdiri dari Laporan Perkembangan Piutang Pajak,

Laporan Kegiatan Penagihan, dan Laporan 100 Wajib Pajak Penunggak Terbesar

dibuat perbulan sedangkan Laporan Kriteria, Kualitas, Umur dan Cadangan Piutang

yang daluarsa yang secara keseluruhan dibuat persemester. Selain itu, ada

Indikator Kinerja Utama yang dibuat per triwulan dan Realisasi Prognosa yang

dibuat perbulan. Kesemuanya itu akan dilaporkan ke Kanwil DJP Manado.

2. Pelaksanaan tindakan penagihan, berupa penyampaian surat teguran, surat paksa,

SPMP, dan pemblokiran.

3. Membuat dan memperbaharui profil 100 WP Besar setiap tahunnya.

Hal ini termasuk dalam salah satu strategi penagihan pajak yang dilakukan oleh

KPP Pratama Gorontalo, yaitu dengan menagih 100 WP Penunggak Terbesar

terlebih dahulu untuk setiap tahunnya. Oleh karena itu, profil 100 WP perlu

diperbaharui setiap tahunnya.

4. Mengikuti Rekonsiliasi Piutang Pajak di Kanwil Manado.

Rekonsiliasi piutang pajak dimaksudkan untuk menyamakan jumlah piutang antara

Modul Penerimaan Negara (MPN) yang terekam di Kantor Pusat dengan yang

berada di KPP Pratama Gorontalo itu sendiri.

5. Pembenahan berkas Wajib Pajak.

Hal ini terkait dengan pemutakhiran jumlah piutang wajib pajak, mengarsipkan

semua dokumen-dokumen yang terkait dengan tindakan penagihan pajaknya dan

dokumen pelunasan tunggakan pajaknya serta daftar sisa piutang pajak

penunggak-penunggak pajak tersebut.

6. Menyusun daftar penelitian administrasi secara kolektif dalam rangka penghapusan

piutang pajak.

Hal ini dimaksudkan untuk meninjau kembali piutang pajak yang telah daluwarsa

dan yang telah memenuhi syarat untuk dilakukan penghapusan piutang.

7. Melaksanakan himbauan pelunasan tunggakan pajak (soft collection).

Soft Collection yang dilakukan oleh Pihak Penagihan KPP Pratama Gorontalo yaitu

dengan menghubungi Wajib Pajak melalui telepon dan mendatangani langsung

Wajib Pajak tersebut untuk memintanya segera melunasi utang pajaknya atau

untuk segera melapor pelunasan atas utang pajaknya. Soft collection tersebut

dilakukan dua kali yaitu sebelum diterbitkannnya Surat Teguran dan Sesudah

diterbitkannya Surat Paksa.

8. Melaksanakan Surat Tagihan Pajak Bunga Penagihan.

Surat Tagihan Pajak Bunga Penagihan diperuntukkan untuk menagih bunga

penagihan wajib pajak yang mengajukan pembayaran secara angsuran untuk utang

pajaknya . Bunga Penagihan sebesar 2% dari total utang pajak yang akan diangsur

selama 12 bula atau satu tahun.

9. Membuat evaluasi realisasi pencairan tunggakan pajak, baik dibandingkan dengan

target pencairan tunggakan tahun berjalan maupun pada periode tahun

sebelumnya.

Dalam menjalankan kewajibannya petugas di seksi penagihan berupaya

semaksimal mungkin agar target pencairan tunggakan dapat tercapai. Akan tetapi,

dalam kenyataanya seksi penagihan juga menemui berbagai hambatan dalam

menjalankan tugasnya. Hambatan-hambatan tersebut bisa bersifat eksternal (berasal

dari wajib pajak) seperti yang telah dijelaskan peneliti dalam sub bab sebelumnya, dan

ada juga yang bersifat internal yang turut menjadikan rasio efektivitas penagihan aktif

masih dalam kriteria belum efektif. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut ini.

1. Jumlah Jurusita Pajak masih kurang.

Seksi penagihan KPP Pratama Gorontalo hanya memiliki dua orang Jurusita Pajak

saja. Dengan jumlah Jurusita Pajak hanya 2 orang jelas tidak sebanding dengan

jumlah Surat Ketetapan Pajak yang beribu-ribu jumlahnya. Selain itu, dua orang

jurusita tersebut menangani beribu-ribu wajib pajak di Provinsi Gorontalo, yang

tersebar di beberapa Kabupaten, yang jarak antara semua Kabupaten tersebut

terbilang cukup jauh untuk hanya dirangkul oleh dua orang jurusita saja.

2. Akses SIDJP sering mengalami gangguan.

SIDJP telah terhubung secara intranet. Dengan adanya sistem informasi tersebut

diharapkan dapat memudahkan pelaksana seksi penagihan melakukan tugasnya.

Namun kenyantaan di lapangan, SIDJP sering mengalami gangguan karena

terbatasnya bandwith yang membuat para pelaksana penagihan tidak dapat bekerja

sebagaimana mestinya.

3. Tidak semua tunggakan pajak ditindaklanjuti dengan Surat Paksa Biaya penagihan

pajak harus sebanding dengan utang pajak yang akan ditagih. Apabila biaya

penagihan pajak terlalu besar sedangkan Wajib Pajak tidak mampu membayar

pajak yang akan ditagih, maka hal itu akan merugikan kas negara.

1.2.9 Laporan Perkembangan Piutang Pajak

Setiap akhir tahun, Seksi Penagihan KPP Pratama Gorontalo membuat Laporan

Perkembangan Piutang Pajak untuk memonitoring sejauh mana tunggakan pajak telah

tertagih. Pengurangan Piutang dalam hal ini hanya yang berasal dari Pencairan Surat

Setoran Pajak murni dan tidak memasukan hal-hal lain ke dalamnya. Berikut

merupakan tabel Laporan Perkembangan Piutang Pajak selama tiga tahun berturut-

turut.

Tabel 15 : Laporan Perkembangan Piutang Pajak

No Tahun Piutang Awal Bulan

(A)

Penambahan

Piutang Selama

Setahun

(B)

Pengurangan

Piutang

Selama

Setahun

(C)

Piutang Akhir

Tahun

(D=A+B-C)

Persentase

Pencairan

Tunggakan

Pajak

(E=C/A+B*100)

1 2010 20.282.261.000 6.002.403.000

4.173.162.000 22.111.502.000 16%

2 2011 22.111.502.000 3.019.888.224

3.773.285.192

21.358.105.032 15%

3 2012 21.358.105.032

3.789.570.247

6.705.941.106

18.441.734.173

27%

Sumber : Seksi Penagihan KPP Pratama 2013

Ditinjau dari jumlah piutang akhir setiap tahunnya, maka kinerja Seksi Penagihan KPP

Pratama Gorontalo bisa dikatakan telah membuahkan hasil dalam mengurangi jumlah

piutang pajak setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa keseluruhan tindakan

penagihan, baik penagihan pasif, maupun penagihan aktif telah dilakukan dengan baik

dan tentunya telah mengacu pada standar operasional prosedur yang telah ditetapkan.

1.2.10 Kontribusi Pencairan Tunggakan Pajak dengan Penagihan Aktif Terhadap

Penerimaan Pajak.

Penerimaan pajak di KPP Pratama Gorontalo setiap tahun terus mengalami

kenaikan. Meski begitu, sampai saat ini penerimaan pajak masih belum mencapai

target yang diharapkan. Berikut merupakan tabel Estimasi dan Realisasi Penerimaan

Pajak di KPP Pratama Gorontalo.

Tabel 16: Estimasi dan Realisasi Penerimaan Pajak di KPP Pratama Gorontalo

Tahun

Penerimaan Pajak Persentase

Pencapaian

(%) Estimasi

(Rp)

Realisasi

(Rp)

2010 461,692,825,260 406,781,516,630 89.68

2011 518,245,219,291 470,164,574,883 91.88

2012 472,967,471,591 432,294,440,572 92.38

Sumber : Seksi Pengolahan Data dan Informasi.

Berdasarkan tabel di atas, setiap tahunnya, persentase pencapaian target penerimaan

pajak berada pada range yang hampir efektif. Realisasi penerimaan pajak dari tahun

2010 ke tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 2.2%, dan 2011 sampai tahun 2012

mengalami kenailan sebesar 0.5%. Namun dari segi nominal, secara kasat mata terlihat

penurunan jumlah realisasi penerimaan pajak di tahun 2012. Penurunan tersebut

sebesar Rp. 37,870,134,311 atau jika dipersentasekan, realisasi penerimaan tersebut

turun sebesar 8.06%.

Kenaikan dan penurunan baik nominal maupun persentase penerimaan pajak

juga dipengaruhi oleh tunggakan pajak yang bisa dicairkan pada tahun bersangkutan,

Untuk melihat sejauh mana penagihan aktif, memberikan kontribusi terhadap

penerimaan pajak, maka peneliti menggunakan Rasio Penerimaan Tunggakan Pajak

(RPTP) untuk mengetahui. Formula yang digunakan untuk Rasio Penerimaan

Tunggakan Pajak (RPTP) dalam Velayati (2013) dan Erwis (2012) adalah sebagai

berikut.

Tabel di bawah ini menggambarkan hasil perbandingan rasio tersebut.

Tabel 17: Rasio Kontribusi Pencairan Tunggakan Pajak dengan Penagihan Aktif

terhadap Penerimaan Pajak

Tahun Total

Penagihan

Aktif

(Rp)

Penerimaan

Pajak

(Rp)

Persentase

Kontribusi

(%)

2010 662,125,197 406,781,516,630 0,16

2011 3,541,277,955 470,164,574,883 0,75

2012 956,937,444 432,294,440,572 0,22

Jika melihat persentase yang muncul, range persentase dari tahun 2010-2012 masih

berada pada range 1% ke bawah. Dalam klasifikasi pengukuran kontribusi yang

digunakan peneliti, range tersebut berada pada kategori “Sangat Kurang”. Hal ini

menunjukkan bahwa, Penagihan Aktif masih sangat kurang kontribusinya dalam

membentuk penerimaan pajak secara umum di KPP Pratama Gorontalo. Hal tersebut

disebabkan oleh ketidakfeketivan kegiatan penagihan aktif itu sendiri yang dipicu

sebagian besar oleh Kesadaran Wajib Pajak di Gorontalo yang masih sangat rendah

dalam membayar tunggakan pajaknya selain kendala internal yang juga terjadi di KPP

Pratama Gorontalo yang sudah dijelaskan peneliti pada sub bab sebelumnya.