22
1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Lokasi Penelitian dan Karakter Subjek Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Singorojo Kabupaten Kendal. Sekolah ini merupakan satu-satunya SMA di Kecamatan Singorojo yang memiliki 11 kelas, dimana kelas X terdiri dari 4 kelas, kelas XI ada 4 kelas terdiri dari 2 kelas XI IPA dan 2 kelas XI IPS. Kelas XII terdiri dari 3 kelas yaitu satu kelas XII IPA dan 2 kelas XII IPS. Ditinjau dari tingkat perekonomian orang tua siswa tergolong ekonomi lemah dengan pekerjaan sebagian besar sebagai buruh tani. Motivasi belajar siswa diperoleh dari penyebaran kuesioner terhadap 94 siswa kelas XI SMA N 1 Singorojo. Dari hasil penyebaran kuesioner pada siswa maka didapatlah siswa yang mengalami motivasi belajar rendah sebanyak 8 orang siswa. Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden No Jenis Kelamin F % 1 Laki-Laki 6 75 2 Perempuan 2 25 Jumlah 8 100 Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa sebagian besar peserta didik yang memiliki motivasi rendah adalah laki-laki yaitu 75%.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...Dilihat dari jarak rumah ke sekolah, sebagian besar di atas 5 km yaitu 62,5%. 4.2 Prosedur Penelitian Penelitian eksperimen ini dilaksanakan

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1 Lokasi Penelitian dan Karakter Subjek Penelitian

    Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1

    Singorojo Kabupaten Kendal. Sekolah ini merupakan

    satu-satunya SMA di Kecamatan Singorojo yang

    memiliki 11 kelas, dimana kelas X terdiri dari 4 kelas,

    kelas XI ada 4 kelas terdiri dari 2 kelas XI IPA dan 2

    kelas XI IPS. Kelas XII terdiri dari 3 kelas yaitu satu

    kelas XII IPA dan 2 kelas XII IPS. Ditinjau dari tingkat

    perekonomian orang tua siswa tergolong ekonomi

    lemah dengan pekerjaan sebagian besar sebagai buruh

    tani. Motivasi belajar siswa diperoleh dari penyebaran

    kuesioner terhadap 94 siswa kelas XI SMA N 1

    Singorojo. Dari hasil penyebaran kuesioner pada siswa

    maka didapatlah siswa yang mengalami motivasi

    belajar rendah sebanyak 8 orang siswa.

    Tabel 4.1

    Jenis Kelamin Responden

    No Jenis Kelamin F %

    1 Laki-Laki 6 75

    2 Perempuan 2 25

    Jumlah 8 100

    Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa sebagian besar

    peserta didik yang memiliki motivasi rendah adalah

    laki-laki yaitu 75%.

  • 2

    Tabel 4.2 Struktur Anak dalam Keluarga

    No Struktur Anak f %

    1 Sulung 4 50

    2 Tengah 1 12.5

    3 Bungsu 3 37.5

    Dilihat dari status anak dalam keluarga adalah

    anak sulung yaitu 50%.

    Tabel 4.3

    Usia Responden

    No Usia f %

    1 17 tahun 3 37.5

    2 18 tahun 3 37.5

    3 19 tahun 2 25

    Usia responden sebagian besar pada kisaran 17

    dan 18 tahun yaitu masing-masing 37,5%.

    Tabel 4.4 Pekerjaan Orang Tua Responden

    No Pekerjaan f %

    1 Buruh 6 75

    2 PNS 2 25

    Dilihat dari latar belakang keluarganya sebagian

    besar sebagai buruh yaitu 75%.

  • 3

    Tabel 4.5 Jarak Rumah Ke Sekolah Responden

    No Jarak f %

    1 0-5 km 3 37.5

    2 6-10 km 2 25

    3 11 - 15 km 3 37.5

    Dilihat dari jarak rumah ke sekolah, sebagian

    besar di atas 5 km yaitu 62,5%.

    4.2 Prosedur Penelitian

    Penelitian eksperimen ini dilaksanakan dengan

    tiga tahapan yaitu pre test, treatment dan post test. Pre

    test digunakan untuk mengetahui motivasi belajar

    siswa. Pre test diberikan pada 94 siswa dari kelas XI

    IPA dan XI IPS. Dari 94 siswa tersebut dapat diketahui

    siswa yang memiliki motivasi rendah dan diambil 8

    siswa untuk mengikuti treatment berupa layanan

    konseling kelompok Behavioral.

    Untuk melakukan treatment layanan konseling

    kelompok Behavioral, peneliti membuat satuan layanan

    sebanyak 5 kali. Setelah dilakukan treatment maka

    dilakukan post test untuk mengetahui motivasi belajar

    setelah kegiatan layanan konseling kelompok

    Behavioral.

    4.3 Analisis Deskriptif

    Gambaran motivasi belajar pada peserta didik

    dapat dilihat dari dua kondisi yaitu sebelum dan

    sesudah treatment layanan konseling kelompok

    Behavioral.

  • 4

    1. Data Kondisi Awal

    Data motivasi belajar siswa diperoleh dari

    pengisian kuesioner dengan skor terendah 1 dan

    tertinggi 4. Data yang diperoleh dari 44 item

    pernyataan. Selanjutnya setiap data ditransformasi ke

    dalam bentuk persentase dengan cara skor yang

    diperoleh dibagi skor maksimal (44 ⨯ 4) dan dikalikan

    dengan 100. Untuk mengetahui tingkatan motivasi

    belajar ini diperoleh dengan kriteria yang ditentukan

    sebagai berikut.

    Persentase maksimum = 100%

    Persentase minimum = 25%

    Rentang = 100% - 25% = 75%

    Panjang kelas interval = 75% : 4 = 18,75%

    Berdasarkan panjang kelas interval 18,75% maka dapat

    dibuat kriteria sebagai berikut.

    Tabel 4.6 Kriteria Motivasi Belajar

    No Interval Kriteria

    1 25,00 – 43,75 Sangat rendah

    2 43,76 – 62,50 Rendah

    3 62,51 – 81,25 Tinggi

    4 81,26 – 100,00 Sangat tinggi

    Berdasarkan data pre test terhadap 94 peserta

    didik terdapat 8 peserta didik yang memiliki motivasi

    belajar dengan persentase skor pada interval 43,76 –

    62,50 dalam kategori rendah. Peserta didik yang

    memiliki motivasi rendah ini selanjutnya dijadikan

    sebagai subjek layanan konseling kelompok Behavioral.

    Berikut gambaran motivasi belajar siswa sebelum

  • 5

    dilakukan treatment dari masing-masing subjek

    penelitian seperti terlihat pada tabel 4.7

    Tabel 4.7 Data Pree tes Motivasi Belajar

    No Responden Kode Kelas Skor

    awal

    Kriteria

    1 R-1 AIP IIS2-01 58.33 Rendah

    2 R-2 BHJ IIS2-07 58.33 Rendah

    3 R-3 DE IIS2-10 58.33 Rendah

    4 R-4 HSP IIS2-14 58.33 Rendah

    5 R-5 SH IIS1-21 58.33 Rendah

    6 R-6 AY MIA2-02 62.18 Rendah

    7 R-7 AR IIS2-02 62.18 Rendah

    8 R-8 KDP IIS2-17 62.18 Rendah

    Sumber: data penelitian, 2015

    Langkah selanjutnya dari ke 8 siswa yang

    diidentifikasi memiliki motivasi belajar rendah tersebut,

    dilakukan observasi secara langsung dan diberikan

    treatment secara berkelompok. Sebelum peneliti

    melakukan treatment, peneliti melakukan observasi

    kegiatan pembelajaran di kelas XI MIA dan Sosial. Hal

    ini dilakukan agar peneliti bisa mendapatkan data yang

    akurat tentang motivasi belajar siswa yang dijadikan

    sebagai responden tersebut.

    Dari hasil observasi dalam kegiatan pembelajaran

    dikelas Nampak hal-hal sebagai berikut:

    1. Perilaku siswa yang nampak dalam mengikuti

    pelajaran yaitu tidak percaya diri ketika ditunjuk

    guru untuk tampil di depan teman-temannya

    2. Minat belajar rendah

  • 6

    3. Adanya rasa takut dan malu yang mengakibatkan

    motivasi belajarnya kurang

    4. Semangat belajar yang kurang

    5. Tidak konsentrasi pada saat guru menjelaskan

    pelajaran di kelas

    6. Tidak ada gairah mengikuti pelajaran dan

    7. Sering mengantuk ketika mengikuti pelajaran.

    2. Data Kondisi Akhir

    Penilaian terhadap hasil konseling/treatment,

    dilakukan oleh peneliti melalui penyebaran kuesioner

    motivasi belajar. Sedangkan perubahan perilaku

    dilakukan melalui hasil observasi oleh peneliti saat

    proses pelajaran berlangsung di kelas. Berikut ini

    disajikan hasil peningkatan motivasi belajar siswa

    setelah dilakukan layanan konseling dan sebelum

    konseling.

    Tabel 4.8

    Data Post Test Motivasi Belajar

    No Res Kode Skor

    akhir Kriteria

    1 R-1 AIP 80.13 Tinggi

    2 R-2 BHJ 78.21 Tinggi

    3 R-3 DE 80.13 Tinggi

    4 R-4 HSP 75.64 Tinggi

    5 R-5 SH 80.13 Tinggi

    6 R-6 AY 80.77 Tinggi

    7 R-7 AR 83.33 Sangat Tinggi

    8 R-8 KDP 76.28 Tinggi

    Tabel 4.8 memperlihatkan bahwa dari 8 peserta

    didik yang mengikuti layanan konseling kelompok

    Behavioral selama 5 kali pertemuan, terdapat 1 peserta

  • 7

    didik (12,5%) memiliki motivasi belajar sangat tinggi,

    selebihnya 87,5% memiliki motivasi belajar tinggi.

    4.4 Analisis Uji Hipotesis

    Untuk menguji hipotesis yang menyatakan

    bahwa layanan konseling kelompok Behavioral dapat

    meningkatkan motivasi belajar siswa kelas XI SMA

    Negeri 1 Singorojo Kendal dapat dilihat dari hasil uji

    paired sample t-test.

    Tabel 4.9

    Data Perubahan Motivasi Belajar

    Sebelum dilakukan treatment layanan konseling

    kelompok diperoleh rata-rata motivasi belajar sebesar

    59,77 dalam kategori rendah, sedangkan setelah

    treatment diperoleh rata-rata 79,32 dalam kategori

    tinggi.

    1. Uji Normalitas Data

    Tabel 4.10

    Uji Normalitas Data

    Pre test Post test

    N 8 8

    Normal Parametersa Mean 59.7738 79.3275

    Std. Deviation 1.99256 2.51187

    Most Extreme Differences Absolute .391 .250

    Positive .391 .158

    Negative -.261 -.250

    Kolmogorov-Smirnov Z 1.105 .708

    Asymp. Sig. (2-tailed) .174 .698

  • 8

    Hasil analisis normalitas menggunakan uji

    Kolmogorov Smirnov diperoleh nilai signifikansi untuk

    pre test sebesar 0,174 dan untuk post test sebesar

    0,698. Kedua nilai signifikansi > 0,05, yang berarti

    bahwa data berdistribusi normal.

  • 9

    2. Uji t

    Tabel 4.11

    Hasil Uji t

    Tabel 4.11 memperlihatkan bahwa melalui

    layanan konseling kelompok mampu meningkatkan

    motivasi belajar dari rata-rata awal 59,77 menjadi

    79,32. Hasil uji t diperoleh nilai t = 20,006 dengan nilai

    signifikansi 0,000 < 0,05, yang berarti bahwa ada

    perbedaan yang signifikan motivasi belajar siswa

    sebelum dan setelah mengikuti layanan konseling

    kelompok.

    Dengan demikian hipotesis yang menyatakan

    layanan konseling kelompok dengan pendekatan

    Behavioral dapat meningkatkan motivasi belajar pada

    siswa kelas XI SMA Negeri 1 Singorojo Kendal diterima.

    4.5 Pembahasan

    Penelitian ini meggunakan layanan konseling

    kelompok untuk mengetahui peningkatan motivasi

    belajar siswa kelas pada kelas XI melalui penerapan

    konseling kelompok Behavioral. Dari hasil penyebaran

    kuesioner awal didapatkan subjek penelitian sebanyak

    8 orang. Kedelapan orang inilah yang nantinya

    mendapatkan treatment dalam pemberian layanan

  • 10

    konseling kelompok. Pada tahap awal peneliti

    melakukan observasi guna mengetahui penyebab

    kurangnya motivasi belajar siswa. Berdasarkan

    pengamatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara

    umum siswa yang memiliki motivasi belajar rendah

    memperlihatkan gejala seperti: tidak percaya diri ketika

    ditunjuk guru untuk tampil di depan teman-temannya,

    minat belajar rendah, rasa takut dan malu yang

    mengakibatkan motivasi belajarnya kurang, semangat

    belajar yang kurang, tidak konsentrasi pada saat guru

    menjelaskan pelajaran di kelas, tidak ada gairah

    mengikuti pelajaran dan sering mengantuk ketika

    mengikuti pelajaran.

    Selanjutnya peneliti juga melakukan kerjasama

    dengan guru mata pelajaran dan wali kelas dalam studi

    dokumentasi data tentang catatan pelanggaran siswa

    telah dibuat. Berdasarkan hasil data dokumentasi,

    peneliti memperoleh data secara umum seperti : siswa

    mengakui bahwa mereka tidak menyukai beberapa

    mata pelajaran yang diajarkan oleh guru di kelas

    sehingga sering kali merasa tidak antusias mengikuti

    pembelajaran, tidak merasa tampil percaya diri, merasa

    takut dan malu ketika ditunjuk oleh guru, mengantuk

    ketika proses pelajaran berlangsung dan merasa cuek

    terhadap pelajaran yang kurang dimengerti oleh siswa.

    Berdasarkan hasil observasi tersebut peneliti mendapat

    kan data-data pendukung untuk ditindaklanjuti dalam

    treatment.

    Treatment diberikan sebanyak 5 kali. Setelah

    treatment, peneliti kembali melakukan observasi

    sebagai bentuk tindak lanjut dari treatment yang telah

  • 11

    diberikan. Berdasarkan hasil observasi, peneliti

    menemukan bahwa siswa menunjukkan peningkatan

    motivasi belajar dengan gejala sebagai berikut. Tampak

    perubahan perilaku siswa dimana sebelumnya siswa

    masih memiliki minat belajar yang rendah seperti

    bercanda dengan teman, dan sering melihat ke luar

    kelas, tidak percaya diri ketika ditunjuk guru untuk

    tampil didepan teman-temannya, kurang mem

    perhatikan penjelasan guru, merasa takut dan malu

    yang mengakibatkan motivasi belajarnya kurang,

    semangat belajar yang kurang, tidak konsentrasi pada

    saat guru menjelaskan pelajaran di kelas, tidak ada

    gairah mengikuti pelajaran dan sering mengantuk

    ketika mengikuti pelajaran di kelas. Namun sekarang

    siswa bisa merubah perilakunya yaitu lebih minat

    dalam belajar seperti tidak bercanda dengan temannya

    dan tidak lagi main-main atau melihat keluar ketika

    pelajaran berlangsung. Siswa mampu tampil percaya

    diri di depan teman-temannya ketika ditunjuk oleh

    gurunya, mampu memperhatikan penjelasan guru

    dengan baik, siswa tidak merasa takut dan malu ketika

    menjawab pertanyaan dari guru, dan bisa

    berkonsentrasi pada saat guru menjelaskan pelajaran

    di kelas. Serta siswa lebih bergairah mengikuti

    pelajaran dan tidak mengantuk ketika mengikuti

    pelajaran di kelas.

    Dari hasil obsrvasi dalam kegiatan pembelajaran

    dikelas Nampak hal-hal sebagai berikut: 1) perilaku

    siswa yang nampak dalam mengikuti pelajaran yaitu

    tidak percaya diri ketika ditunjuk guru untuk tampil di

    depan teman-temannya. 2) Minat belajar rendah. 3)

  • 12

    Adanya rasa takut dan malu yang mengakibatkan

    motivasi belajarnya kurang. 4) Semangat belajar yang

    kurang. 5) Tidak konsentrasi pada saat guru

    menjelaskan pelajaran di kelas. 6) Tidak ada gairah

    mengikuti pelajaran dan 7) Sering mengantuk ketika

    mengikuti pelajaran.

    Tahap dalam pelayanan konseling kelompok

    melalui 6 tahap, adapun tahap-tahap tersebut antara

    lain identifikasi, diagnosa, prognosa, konseling/

    treatment, evaluasi dan refleksi.

    Dalam tahap identifikasi, kegiatan yang

    dilakukan peneliti adalah mengidentifikasi siswa-siswa

    yang memiliki motivasi belajar rendah sehingga perlu

    diberikan layanan konseling kelompok dengan

    menerapkan konseling Behavioral, dengan cara

    observasi, dan melihat hasil penyebaran kuesioner

    motivasi belajar. Dalam tahap diagnose, peneliti

    menggali faktor penyebab permasalahan yang dialami

    oleh siswa pada motivasi belajarnya yang rendah.

    Dalam tahap prognosa peneliti menentukan solusi atau

    pemecahan masalah apa yang akan digunakan untuk

    memecahkan masalah yang akan diberikan kepada

    siswa.

    Tahap konseling/ treatment bertujuan untuk

    membantu siswa meningkatkan motivasi belajarnya. Di

    akhir kegiatan treatmen, dilakukan tahap evaluasi

    yaitu suatu tindakan atau suatu proses untuk

    mengetahui hasil tindakan yang dilakukan. Dalam

    penelitian ini, tahap evaluasi yang dilakukan ialah

    berupa kuesioner untuk mengukur peningkatan

    motivasi belajar siswa. Tahap paling akhir adalah

  • 13

    refleksi yaitu merupakan upaya untuk mengkaji apa

    yang telah dicapai dan belum dicapai, apa yang

    dihasilkan, mengapa hal tersebut terjadi demikian dan

    apa yang perlu dilakukan selanjutnya, serta

    mempertimbangkan bagaimana dampak tindakan

    terhadap pelaksanaan konseling individu melalui

    penerapan konseling Behavioral untuk meningkatkan

    motivasi belajar siswa yang telah diberikan.

    Dalam pelaksanaan konseling kelompok tahap

    pertama/treatment ke 1 ini, langkah yang dilakukan,

    mempersiapkan subjek untuk melaksanakan proses

    konseling individu dengan pelaksanaan konseling

    kelompok Behavioral. Kedelapan siswa yang memiliki

    motivasi yang rendah kemudian dikumpulkan menjadi

    satu. Sebelum dilakukan konseling, terlebih dahulu

    siswa diberikan informasi tentang pelaksanaan

    konseling termasuk tujuan mereka mendapat konseling

    Behavioral. Hal ini dilakukan agar siswa merasa siap

    dan tahu maksud pemberian konseling tersebut.

    Menurut Corey (2008: 345), tahap awal dalam

    konseling kelompok Behavioral adalah menyampaikan

    tujuannya agar klien mengetahui tentang program yang

    akan dilaksanakan. Kegiatan konseling yang dilakukan

    pada pertemuan pertama ini dilakukan dengan penuh

    keterbukaan, agar faktor-faktor yang menjadi penyebab

    permasalahan klien dapat terungkap. Corey (2008: 345)

    mengungkapkan bahwa pemimpinpaa awanya harus

    berusaha membuat kelompok yang menarik bagi para

    anggotanya. Berdasarkan hasil layanan konseling

    kelompok Behavioral paa pertemuan pertama ini dapat

    terungkap bahwa yang mempengaruhi motivasi belajar

  • 14

    siswa selain dari diri sendiri juga dari faktor

    lingkungan. Dari fakta yang ada siswa SMA khususnya

    masih ada yang suka begadang sehingga ketika proses

    belajar di sekolah mereka merasa mengantuk di kelas.

    Selain itu juga, kurangnya metode pembelajaran yang

    dilakukan guru sehingga siswa merasa kurang tertarik

    dengan pembelajaran yang dilakukan. Faktor lain yang

    juga mempengaruhi motivasi belajar siswa ini adalah

    perhatian dari orang tua siswa yang masih kurang

    terhadap anak-anaknya. Dukungan dari keluarga

    sangat diperlukan untuk meningkatkan motivasi

    belajar siswa dengan mendukung dan memfasilitasi

    segala kebutuhan siswa berkaitan dengan belajarnya.

    Pada tahap konseling kelompok kedua atau

    treatment kedua ini dilakukan dengan memberikan

    berbagai solusi masalah siswa. Dalam hal ini peneliti

    memberikan suatu masalah yaitu berkaitan dampak-

    dampak apa saja yang dapat kita peroleh dengan

    rendahnya motivasi belajar yang dimiliki oleh siswa.

    Dalam kegiatan ini peneliti meminta kepada responden

    untuk memikirkan hal-hal yang bisa dialami ketika kita

    memiliki motivasi yang rendah. Permasalahan yang

    diberikan peneliti sebagai pemimpin layanan konseling

    kelompo ini dipandang penting bagi klien, karena titik

    awal permasalahan yang menyebabkan motivasi belajar

    rendah perlu diatasi dan dikurangi. Rose dalam Corey

    (2008: 36) menyatakan bahwa masalah yang dipilih

    yaguk pengobatan harus cukup penting bagi klien agar

    membuat komitmen mereka untuk bekerja sehari-hari.

    Pada treatment ketiga ini atas kesepakatan

    bersama dilakukan konseling kelompok dengan topik

  • 15

    masalah yang berkaitan dengan “Hakikat Belajar”.

    Pemberian topik tersebut bertujuan untuk mengetahui

    seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami

    arti belajar sehingga siswa lebih semangat belajar.

    Selama kegiatan berlangsung siswa masih malu dan

    merasa canggung dalam memberikan pendapat. Hal

    tersebut terlihat dari kurang aktifnya siswa dalam

    berpendapat dan hanya memberikan jawaban singkat

    saat diberikan pertanyaan. Dalam tahap pengakhiran

    guru bersama siswa menyimpulkan hasil dari tahap

    kegiatan yang telah dilakukan dan menginformasikan

    pelaksanaan kegiatan konseling kelompok lanjutan

    yang akan segera diaksanakan. Dari hasil pengamatan

    diperoleh bahwa dinamika kelompok mulai nampak

    namun masih belum secara utuh karena ada beberapa

    anggota kelompok yang terlihat bingung dan malu-

    malu untuk mengemukakan pendapat atau

    pertanyaanya.

    Pemahaman anggota tentang topik yang dibahas

    dapat dikatakan sudah cukup baik, tapi masih ada

    beberapa anggota yang mengaku bingung dengan topik

    yang dibahas tersebut. Secara keseluruhan anggota

    kelompok merasa sedikit memperoleh pemahaman baru

    mengenai konseling kelompok pada umumnya dan

    mengenai cara mengatasi masalah pada khususnya.

    Anggota kelompok merasa sangat tertarik untuk

    melakukan kegiatan konseling kelompok lanjutan yang

    akan dilaksanakan.

    Kegiatan yang dilaksanakan lebih menekankan

    pada sisi penguatan yang merupakan kunci prosedur

    intervensi dalam perilaku kelompok. Penguatan

  • 16

    dilakukan oleh pemimpin kelompok dan anggota lain,

    karena dalam setiap kegiatan layanan konseling

    kelompok, setiap klien mengungkapkan permasalahan

    sedangkan klien lain juga mengungkap ide-ide

    solusinya. Kegiatan tersebut merupakan dari bentuk

    dukungan dan perhatian dari anggota kelompok.

    Peserta kelompok juga diajarkan bagaimana

    memperkuat diri untuk kemajuannya (Corey, 2008:

    347).

    Pada konseling kelompok Behavioral tahap ke

    empat/treatment yang keempat ini masih melanjutkan

    pembahasan yang berkaitan dengan semangat belajar,

    pemimpin kelompok masih menyinggung keterkaitan

    antara bahasan sebelumya, namun topik bahasan

    ditambah yang sifatnya dapat mendorong siswa untuk

    meningkatkan meotivasi diri dalam belajar. Dengan

    maksud agar anggota kelompok semakin paham

    mengenai kegiatan konseling kelompok yang dibahas.

    Dalam tahap peralihan anggota kelompok meminta

    pemimpin kelompok untuk segera masuk dalam tahap

    kegiatan, anggota kelompok sangat antusias untuk

    segera masuk dalam tahap kegiatan. Pada tahap

    kegiatan kali ini topik yang dibahas adalah tentang

    Cara mengatur waktu. Tujuan dari pemberian topik

    tersebut adalah agar anggota kelompok mampu

    mengembangkan wawasan terhadap cara mengelola

    waktu dalam berbagai bidang, terutama belajar yang

    tepat dengan dirinya.

    Dengan manajemen belajar yang realistis, anggota

    kelompok dapat lebih mudah dalam memilih waktu

    belajar yang sesuai dengan dirinya dan lebih mudah

  • 17

    dalam membuat rencana belajar ke depannya. Dengan

    motivasi belajar yang cukup tentunya anggota

    diharapkan mampu bersaing dan mengembangkan

    kemampuan yang dimilikinya dalam rangka mencapai

    tujuan dalam hidup mereka. Kegiatan ini merupakan

    bagian dari pembinaan perilaku dengan memberikan

    solus-solusi yang tepat. Salah satuya bagaimana

    memberikan masukan kepada klien tentang

    manajemen waktu yang realistis. Hal ini sesuai dengan

    pendapat Corey (2008: 348) bahwa pembinaan perilaku

    untuk mempersiapkan anggota melakukan perilaku

    yang diinginkan di luar kelompok. Lebih lanjut

    menurut Cormier dalam Corey (2008: 349), praktek

    perilaku aktual yang diinginkan harus mengambil

    tempat di bawah kondisi yang serupa mungkin dala

    situasi lingkungan klien. Proses diskusi yang

    berlangsung mengarah pada kondisi riil klien, karena

    setiap klien mengungkapkan permasalahan yang

    dialami seara nyata.

    Pada tahap treatmen ke lima kegiatan ini, topik

    yang dibahas yaitu Kegagalan Awal dari Kesuksesan.

    Topik ini bertujuan agar anggota kelompok lebih

    mampu menyikapi dan memanfaatkan kesempatan

    yang ada dengan optimal dan menyadari makna

    kegagalan. Anggota kelompok terlihat sangat aktif

    dengan adanya pendapat dan tanggapan yang muncul

    dari anggota kelompok.

    Pada pelaksanaan layanan konseling kelompok

    yang ke 5 ini dinamika kelompok sangat baik. Semua

    anggota kelompok sudah mengeluarkan pendapatnya

    masing-masing tanpa harus diberikan dorongan dari

  • 18

    pemimpin kelompok. Pemahaman anggota kelompok

    tentang topik yang dibahas juga sudah baik karena

    anggota kelompok juga sudah mampu mengeluarkan

    pendapat dan idenya dengan baik pula.

    Pelaksanaan proses konseling/treatment ke 5

    sudah berjalan sesuai dengan yang diharapkan, para

    siswa tidak lagi menunjukkan keraguan terhadap

    peneliti karena sudah terbiasa melaksanakan

    konseling, siswa tidak mengalami kesulitan dalam

    menyampaikan penyebab masalah yang dihadapinya,

    sehingga lebih melancarkan proses konseling. Hal ini

    juga diketahui dari hasil penilaian konseli (siswa)

    terhadap proses konseling sangat positif. Siswa senang

    bekerjasama dengan peneliti dalam mendiskusikan

    masalah dan merasa puas pada awal dan selama

    proses konseling berlangsung.

    Kegiatan layanan konseling kelompok pada

    treatmen kelima ini lebih menekankan pada

    restrukturisasi kognitif karena mengidentifikasi dan

    mengevaluasi serta memahami dampak perilaku negatif

    dari pemikiran tertentu dan belajar untuk

    menggantikan kognisi pada pikiran yang lebih realistis

    dan sesuai (Corey, 2008: 349).

    Secara umum siswa yang masih memiliki motivasi

    belajar rendah pada kondisi awal menunjukan

    peningkatan motivasi belajar dan mencapai kriteria

    yang ditentukan yaitu 70%. Hal ini terlihat dari

    perilaku siswa ketika mengikuti pelajaran di kelas.

    Siswa menunjukkan peningkatan motivasi belajar

    seperti memperhatikan penjelasan guru dengan baik,

    lebih minat dalam belajar, bisa berkonsentrasi pada

  • 19

    saat guru menjelaskan pelajaran di kelas. Serta siswa

    lebih bergairah mengikuti pelajaran dan tidak

    mengantuk ketika mengikuti pelajaran di kelas.

    Terjadi peningkatan yang signifikan mengenai

    motivasi belajar siswa setelah diberikan layanan

    melalui penerapan konseling kelompok Behavioral. Hal

    ini membuktikan bahwa layanan konseling kelompok

    Behavioral dapat meningkatkan motivasi belajar siswa

    yang rendah. Jadi berdasarkan hasil penelitian ini,

    dapat disimpulkan bahwa layanan konseling kelompok

    Behavioral dapat digunakan untuk meningkat kan

    motivasi belajar siswa.

    Layanan konseling kelompok yang diberikan,

    dapat diketahui bahwa konseling kelompok Behavioral

    sangat efektif digunakan untuk meningkatkan motivasi

    belajar siswa. Siswa mengakui bahwa layanan yang

    diberikan sangat membantunya dalam mengentaskan

    permasalahan yang dialami sehingga terjadi

    peningkatan motivasi belajar siswa. Hasil ini bisa

    tercapai karena adanya kesadaran dan niat dari siswa

    itu sendiri untuk meningkatkan motivasi belajarnya

    dengan mengikuti kegiatan konseling kelompok dengan

    serius dan antusias. Selain itu, konseling kelompok

    Behavioral dapat memberikan pemahaman pada siswa

    bahwa keyakinan terhadap perubahan tingkah laku

    siswa itu sendiri sangat bermanfaat dan berguna bagi

    kehidupan selanjutnya ketika berada dilingkungan

    sekolah ataupun di luar sekolah.

    Layanan konseling kelompok Behavioral yang

    dilakukan lebih banyak membahas tentang motivasi

    belajar, memahami pentingnya belajar, mengambang-

  • 20

    kan sikap mental positif dalam belajar, cara mengatur

    waktu, dan kegagalan awal dari keberhasilan. Layanan

    konseling Behavioral yang dilakukan tidak lepas dari

    peran konselor yang berperan sebagai terapis tingkah

    laku yang memainkan peran aktif dan direktif dalam

    pemberian treatment konseling kelompok (Corey, 2012:

    205).

    Melalui pengetahuan ilmiahnya dengan proses

    pendekatan yang humanis dengan konseli melakukan

    proses mencari solusi-solusi yang menghambat

    motivasi belajar siswa. Dengan tema-tema yang

    diangkat dalam proses diskusi interaktif antara

    pembimbing dengan konseli maupun antara konseli

    melakukan pembahasan-pembahasan sesuai dengan

    tema dan mengakitkan permasalahan yang dialami oleh

    masing-masing konseli. Proses layanan konseling

    kelompok ini mampu mengaplikasikan prinsip

    mempelajari manusia untuk memberikan fasilitas agar

    konseli melakukan perilaku maladaptif menjadi

    perilaku adaptif dan menyediakan sarana untuk

    mencapai sasaran konseli secara demokratis (Corey,

    2012). Adanya komunikasi, diskusi dua arah

    menimbulkan keterbukaan diantara konseli dan

    pembimbing.

    Tahapan-tahapan dalam layanan konseling

    kelompok Behavioral menurut Corey (2008) digunakan

    dalam penelitian ini. Pada tahap awal, pembimbing

    menyampaikan tujuan layanan konseling kelompok,

    sehingga para konseli ini mengetahui tentang program

    yang akan dilakukan selama 5 pertemuan. Hal ini juga

    membuka kesadaran pada diri konseli, bahwa ada

  • 21

    sesuatu yang perlu diperbaiki pada dirinya. Lebih dari

    itu, pembimbing juga membangun keterpaduan,

    membuat akrab dan mengidentifikasi masalah yang

    muncul pada siswa untuk diperbaiki (Corey, 2008).

    Tahap selanjutnya adalah menuju pelaksanaan

    konseling kelompok Behavioral dengan memberikan

    diskusi dengan lima tema yang terdistribusi dalam lima

    kali pertemuan. Setiap materi yang diskusikan

    dikaitkan dengan permasalahan yang dihadapi dalam

    dinamikan kelompok. Satu demi satu konselin

    menyampaikan permasalahan, pembimbing membuat

    kesepakatan permasalahan siapa yang akan dibahas

    untuk mencari solusinya. Setiap konseli diberi

    kesempatan untuk mengemukakan pendapat solusinya

    dan pembimbing menyimpulkan dan membuat

    kesepakatan untuk melakukan kegiatan pada

    pertemuan berikutnya sampai pertemuan kelima.

    Layanan konseling kelompok Behavioral ini

    mampu meningkatkan motivasi belajar konseli, karena

    dari layanan ini timbul motivasi diri yang mendorong

    untuk melakukan proses belajar dengan baik. Hal ini

    sesuai dengan penelitian sebelumnya Wilantara (2013),

    Wirnawati (2013), Indayani (2014) menyatakan bahwa

    penerapan konseling Behavioral meningkatkan motivasi

    belajar, mutu belajar dan meminimalisasi perilaku

    membolos.

  • 22