Upload
etho-nabi
View
40
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengembangan usaha penangkapan
5.1.1 Penentuan Komoditas Ikan Unggulan
Analisis pemusatan ini dilakukan dengan metode location quotient (LQ).
Dengan analisis ini dapat ditentukan apakah jenis kegiatan perikanan tangkap
terkosentrasi pada suatu wilayah atau tersebar di beberapa wilayah. Hasil
penghitungan setiap nilai LQ dilihat dari jumlah dan nilai produksi ikan. Selain
itu, data produksi perikanan tangkap dibedakan atas kelompok ikan pelagis, ikan
demersal, mollusca, dan crustacea di Kabupaten Pandeglang dari tahun 2003
sampai tahun 2007.
5.1.1.1 Jenis ikan-ikan pelagis
Kelompok jenis ikan-ikan pelagis yang di Kabupaten Pandeglang terdapat
11 jenis ikan. Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1, LQ = 1, dan
LQ < 1. Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 12) dan nilai
produksi ikan (Tabel 13).
Tabel 12 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi ikan pelagis periode 2003-2007
No Jenis ikan Tahun Rata-rata
nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007
1 Layang 0,9106 1,0669 1,0189 1,1428 1,1041 1,0487
2 Selar 1,0444 1,0803 0,8212 0,9420 0,9010 0,9578
3 Tetengek 0,6950 0,7506 1,0939 1,0905 1,1598 0,9579
4 Julung-julung 1,8458 1,8109 1,9863 2,0938 2,2306 1,9935
5 Teri 0,8396 0,5049 0,5040 0,1207 0,1626 0,4263
6 Tembang 0,7561 0,7023 0,7441 0,6136 0,6278 0,6888
7 Lemuru 1,0821 1,3084 1,3116 1,2841 1,2423 1,2457
8 Kembung 0,8966 0,8618 0,8497 0,8837 0,9120 0,8808
9 Kuwe 0,5409 0,6268 0,6368 0,9120 0,8822 0,7198
10 Tongkol 1,3624 1,3574 1,2400 1,2412 1,1775 1,2757
11 Tenggiri 1,3476 1,3396 1,4620 1,5597 1,6124 1,4643
Tabel 12 menunjukan terdapat 5 jenis ikan pelagis yang memiliki nilai rata-
rata LQ > 1 dilihat dari jumlah produksi yaitu ikan layang (Decapterus russeli)
(LQ = 1,05), julung-julung (Hemirhampus far) (LQ = 1,99), lemuru (Clupea
35
longiceps) (LQ = 1,24), tongkol (Auxis sp) (LQ = 1,27) dan tenggiri
(Scomberomorus commerson) (LQ = 1,46), sehingga ikan-ikan tersebut
mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten
Pandeglang. Hal ini sesuai dengan Laporan Akhir Rencana Pengelolaan
Perikanan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan bahwa jenis ikan-ikan yang
dominan mendaratkan hasil tangkapan di Kabupaten Pandeglang adalah ikan
julung-julung, tongkol, dan tenggiri. Hal ini dikarenakan oleh wilayah Kabupaten
Pandeglang yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan Selat Sunda
memiliki potensi ikan pelagis yang cukup besar. Kelompok ikan pelagis yang
memiliki nilai rata-rata LQ < 1 ada 6 jenis ikan yaitu selar (Caranx leptolepis)
(LQ = 0,96), tetengek (Megalaspis cordyla) (LQ = 0,95), kembung (Rastrelliger
kanagurta) (LQ = 0,88), teri (Stelophorus indicus) (LQ = 0,43), tembang (Clupea
fimbriata) (LQ = 0,69), dan kuwe (Caranx malabaricus) (LQ = 0,72), sehingga
ikan-ikan tersebut mengalami defisit produksi dan merupakan sektor non basis di
Kabupaten Pandeglang. Hal ini menunjukan bahwa ikan-ikan ini memiliki pangsa
yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas perikanan tangkap di
Propinsi Banten.
Tabel 13 Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan pelagis periode 2003-2007
No Jenis ikan Tahun Rata-rata
nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007
1 Layang 0,4780 0,5556 0,4007 0,6834 1,1041 0,5459
2 Selar 0,9616 0,9536 0,8369 0,4243 0,4026 0,7158
3 Tetengek 0,3983 0,4213 0,7561 0,5556 0,5967 0,5456
4 Julung-julung 2,1570 2,0175 2,4146 2,0454 2,1951 2,1659
5 Teri 0,7941 0,4691 0,4403 0,1963 0,2462 0,4292
6 Tembang 0,4394 0,3353 0,4260 0,3235 0,3203 0,3689
7 Lemuru 0,8790 1,1146 1,2968 1,2671 1,2848 1,1685
8 Kembung 0,6848 0,6159 0,6122 0,9325 0,9526 0,7596
9 Kuwe 0,2660 1,1719 0,3766 0,9861 0,8928 0,7387
10 Tongkol 1,7357 1,5954 1,6507 1,4502 1,4965 1,5857
11 Tenggiri 1,3246 1,2345 1,4380 1,3652 1,4019 1,3528
Tabel 13 menunjukan bahwa kelompok ikan pelagis yang memiliki nilai
rata-rata LQ > 1 dilihat dari nilai produksinya ada 4 jenis ikan yaitu julung-julung
(Hemirhampus far) (LQ = 2,16), lemuru (Clupea longiceps) (LQ = 1,17), tongkol
36
(Auxis sp) (LQ = 1,58) dan tenggiri (Scomberomorus commerson) (LQ = 1,35),
sehingga ikan-ikan tersebut merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang.
Berbeda dengan jumlah produksi, dari segi nilai produksi ikan layang memiliki
nilai rata-rata LQ < 1. Hal ini dikarenakan oleh nilai produksi ikan layang yang
didaratkan di Kabupaten Pandeglang sebesar 22-25 % dari keseluruhan nilai
produksi di Propinsi Banten. Kelompok ikan pelagis yang memiliki nilai rata-rata
LQ < 1 ada 7 jenis ikan yaitu ikan layang (Decapterus russeli) (LQ = 0,54), selar
(Caranx leptolepis) (LQ = 0,71), tetengek (Megalaspis cordyla) (LQ = 0,54),
kembung (Rastrelliger kanagurta) (LQ = 0,76), teri (Stelophorus indicus) (LQ =
0,43), tembang (Clupea fimbriata) (LQ = 0,37), dan kuwe (Caranx malabaricus)
(LQ = 0,74), sehingga ikan-ikan tersebut merupakan sektor non basis di
Kabupaten Pandeglang.
5.1.1.2 Jenis ikan-ikan demersal
Kelompok jenis ikan-ikan demersal yang di Kabupaten Pandeglang terdapat
13 jenis ikan. Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1 , LQ = 1, dan
LQ < 1. Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 14) dan nilai
produksi ikan (Tabel 15).
Tabel 14 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi ikan demersal periode 2003- 2007
No Jenis ikan Tahun Rata-rata
nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007
1 Sebelah 1,9671 1,8964 1,9565 2,0965 2,1188 2,0070
2 Manyung 0,8647 0,9027 0,9508 0,7439 0,7588 0,8442
3 Biji nangka 1,5702 1,5430 1,4538 1,5662 1,5753 1,5417
4 Bambangan 0,6851 0,7956 0,8346 1,0856 1,0942 0,8990
5 Kerapu 0,0000 0,0000 0,0000 0,6420 0,7010 0,2686
6 Kakap 0,8713 0,8303 0,9312 1,1760 1,1879 0,9993
7 Kurisi 1,1203 1,0489 1,1605 1,1047 1,0498 1,0968
8 Tigawaja 1,0974 1,2532 1,3250 1,2656 1,2332 1,2349
9 Cucut 0,6812 0,6357 1,0185 1,0490 0,9449 0,8659
10 Pari 0,4504 0,4667 0,5675 0,5516 0,5528 0,5178
11 Layur 0,4874 0,4916 0,4611 0,5197 0,4960 0,4912
12 Peperek 1,0985 1,0239 0,7851 0,6930 0,6911 0,8583
13 Bawal hitam 1,9546 1,7062 1,9549 2,0931 2,1145 1,9647
37
Tabel 14 menunjukan bahwa kelompok ikan demersal yang memiliki nilai
rata-rata LQ > 1 dilihat dari jumlah produksinya ada 5 jenis yaitu ikan sebelah
(Psetodes erumei) (LQ = 2,01), biji nangka (Upeneus sulphurus) (LQ = 1,54 ),
kurisi (Nemipterus nematoporus) (LQ = 1,1), tigawaja (Johnius dussumieri) (LQ
= 1,23), dan bawal hitam (Formio niger) (LQ= 1,96), sehingga ikan-ikan tersebut
mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten
Pandeglang. Kelompok ikan demersal yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 ada 8
jenis ikan yaitu manyung (Arius spp) (LQ = 0,84), bambangan (Letrinus
sanguneus) (LQ = 0,89), kakap (Lates calcalifer) (LQ = 0,99), cucut (Squalus sp)
(LQ = 0,86), peperek (Mene maculata) (LQ = 0,85), kerapu (Epinephelus
bantoides) (LQ = 0,27), pari (Dasyatis) (LQ = 0,52), dan layur (Trichiurus savala)
(LQ = 0,49), sehingga ikan-ikan tersebut mengalami defisit dan merupakan
komoditas non basis di Kabupaten Pandeglang. Hal ini menunjukan bahwa ikan-
ikan ini memiliki pangsa yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas
perikanan tangkap di Propinsi Banten.
Tabel 15 Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan demersal periode 2003-2007
No Jenis ikan Tahun Rata-rata
nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007
1 Sebelah 3,4029 3,0852 3,0242 2,5517 2,5685 2,9265
2 Manyung 1,2851 1,3639 1,3347 0,9957 1,0216 1,2002
3 Biji nangka 2,0328 1,9156 1,5728 1,2948 1,2937 1,6219
4 Bambangan 0,8180 0,9181 0,9242 1,3688 1,3477 1,0754
5 Kerapu 0,0000 0,0000 0,0000 0,5888 0,7493 0,2676
6 Kakap 0,9466 0,8321 0,9243 0,8409 0,8123 0,8713
7 Kurisi 1,4041 1,5301 1,5313 0,8895 0,8124 1,2335
8 Tigawaja 0,7747 1,0566 1,1477 0,9949 0,9302 0,9808
9 Cucut 0,5094 0,4396 0,8144 1,1070 0,9578 0,7656
10 Pari 0,6575 0,5925 0,6525 0,8240 0,8056 0,7064
11 Layur 1,1454 1,0788 0,9774 0,5555 0,5434 0,8601
12 Peperek 1,3573 1,3783 0,8566 0,7156 0,7199 1,0055
13 Bawal hitam 3,3602 2,5308 3,0179 2,5363 2,5539 2,7998
Kelompok ikan demersal yang memiliki rata-rata LQ nilai produksi > 1 ada
7 jenis yaitu ikan sebelah (Psetodes erumei) (LQ = 2,93), manyung (Arius spp)
(LQ = 1,2), biji nangka (Upeneus sulphurus) (LQ = 1,62), bambangan (Letrinus
38
sanguneus) (LQ = 1,07), kurisi (Nemipterus nematoporus) (LQ = 1,23), peperek
(Mene maculata) (LQ = 1,01), dan bawal hitam (Formio niger) (LQ= 2,79),
sehingga ikan-ikan tersebut merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang.
Kelompok ikan demersal yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 ada 6 jenis ikan
yaitu kerapu (Epinephelus bantoides) (LQ = 0,27), kakap (Lates calcalifer) (LQ =
0,87), tigawaja (Johnius dussumieri) (LQ = 0,98), cucut (Squalus sp) (LQ =
0,76), pari (Dasyatis) (LQ = 0,71), dan layur (Trichiurus savala) (LQ = 0,86),
sehingga ikan-ikan tersebut merupakan komoditas non basis di Kabupaten
Pandeglang.
Berbeda dengan jumlah produksi untuk ikan manyung, bambangan, dan
peperek memiliki nilai LQ > 1. Hal ini mengindikasikan bahwa ikan-ikan
tersebut memiliki nilai produksi yang lebih besar bila dibandingkan dengan total
nilai produksi di Propinsi Banten. Sedangkan untuk nilai produksi ikan kurisi dan
tigawaja masuk dalam kategori LQ < 1.
5.1.1.3 Jenis mollusca
Kelompok jenis mollusca yang di Kabupaten Pandeglang terdapat 2 jenis.
Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1, LQ = 1, dan LQ < 1.
Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 16) dan nilai produksi
ikan (Tabel 17).
Tabel 16 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi mollusca periode 2003-2007
No Jenis ikan Tahun Rata-rata
nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007
1 Kerang darah 1,2923 1,4308 0,7751 0,7976 0,9145 1,0421
2 Cumi-cumi 0,7754 0,7337 0,9555 0,9285 0,8345 0,8455
Tabel 16 menunjukan bahwa kelompok mollusca yang memiliki nilai rata-
rata LQ jumlah produksi > 1 hanya komoditas kerang darah (Anadara granosa)
yaitu sebesar 1,04 sehingga mengalami surplus produksi dan merupakan sektor
basis di Kabupaten Pandeglang. Jenis cumi-cumi (Loligo sp) memiliki nilai rata-
rata LQ < 1 yaitu sebesar 0,84 sehingga mengalami defisit dan merupakan sektor
non basis di Kabupaten Pandeglang.
39
Tabel 17 Nilai rata-rata LQ nilai produksi mollusca periode 2003-2007
No Jenis ikan Tahun Rata-rata
nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007
1 Kerang darah 1,4453 1,3712 0,4746 0,3596 0,4047 0,8111
2 Cumi-cumi 0,9516 0,9550 1,0647 1,0680 1,0577 1,0194
Kelompok mollusca yang memiliki nilai rata-rata LQ nilai produksi > 1
hanya cumi-cumi (Loligo sp) yaitu sebesar 1,01 sehingga mengalami surplus
produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang, sedangkan kerang
darah (Anadara granosa) memiliki nilai rata-rata LQ < 1 yaitu sebesar 0,81
sehingga merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang.
Berbeda dengan jumlah produksi, nilai produksi untuk kerang darah
memiliki nilai LQ < 1, sedangkan untuk jenis cumi-cumi nilai rata-rata LQ > 1.
Hal ini dikarenakan nilai harga cumi-cumi yang relatif lebih besar bila
dibandingkan dengan kerang darah.
5.1.1.4 Jenis crustacea
Kelompok jenis crustacea yang di Kabupaten Pandeglang terdapat 2 jenis.
Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1, LQ = 1, dan LQ < 1.
Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 18) dan nilai produksi
ikan (Tabel 19).
Tabel 18 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi crustacea periode 2003-2007
No Jenis ikan Tahun Rata-rata
nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007
1 Udang putih 0,9258 1,0336 1,3033 1,3634 1,2207 1,1693
2 Udang lainnya 1,0738 0,9697 0,7553 0,7272 0,8319 0,8716
Tabel 18 menunujukan bahwa kelompok crustacea yang didaratkan di
Kabupaten Pandeglang selama 5 tahun adalah udang putih (Penaeus vannamei)
yang memiliki nilai rata-rata LQ jumlah produksi lebih dari 1 yaitu sebesar 1,17
sehingga mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten
Pandeglang. Jenis udang lainnya (Peneaus sp) memiliki nilai rata-rata LQ < 1
yaitu sebesar 0,87 sehingga mengalami defisit dan merupakan sektor non basis di
Kabupaten Pandeglang.
40
Tabel 19 Nilai rata-rata LQ nilai produksi crustacea periode 2003-2007
No Jenis ikan Tahun Rata-rata
nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007
1 Udang putih 0,8687 0,9200 1,0644 1,0834 1,0365 0,9946
2 Udang lainnya 1,4785 1,2645 0,8260 0,7869 0,9105 1,0533
Kelompok crustacea yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang selama 5
tahun adalah jenis udang lainnya (Peneaus sp) memiliki rata-rata LQ nilai
produksi > 1 yaitu sebesar 1,05 sehingga mengalami surplus produksi dan
merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang, sedangkan jenis udang putih
(Penaeus vannamei) yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 yaitu sebesar 0,99
sehingga merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang.
Penentuan sektor unggulan dan prioritas
Dalam menentukan komoditas ikan unggulan di Kabupaten Pandeglang
digunakan dengan teknik pembobotan nilai dengan menjumlahkan bobot LQ
jumlah dan nilai produksi ikan.
Tabel 20 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai
produksi ikan pelagis periode 2003-2007
No Jenis ikan Bobot LQ
jumlah produksi
Bobot LQ
nilai produksi
Total
bobot Keterangan
1 Layang 2 0 2 Bukan unggulan
2 Selar 1 0 1 Bukan unggulan
3 Tetengek 1 0 1 Bukan unggulan
4 Julung-julung 2 2 4 Unggulan
5 Teri 0 0 0 Bukan unggulan
6 Tembang 0 0 0 Bukan unggulan
7 Lemuru 2 1 3 Bukan unggulan
8 Kembung 1 0 1 Bukan unggulan
9 Kuwe 0 0 0 Bukan unggulan
10 Tongkol 2 2 4 Unggulan
11 Tenggiri 2 2 4 Unggulan
Tabel 20 dapat dilihat dari 11 spesies jenis ikan pelagis, ada 3 komoditas
unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang yaitu ikan julung-julung, tongkol,
dan tenggiri. Ikan-ikan tersebut memiliki bobot LQ jumlah dan nilai produksi
terbesar dengan total bobot 4. Ketiga ikan unggulan ini merupakan komoditas
prioritas yang baik untuk dikembangkan. Sedangkan yang masuk dalam kategori
41
bukan unggulan ada 8 jenis ikan yaitu layang, selar, tetengek, teri, tembang,
lemuru, kembung, dan kuwe.
Tabel 21 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai
produksi ikan demersal periode 2003-2007
No Jenis ikan Bobot LQ
jumlah produksi
Bobot LQ
nilai produksi
Total
bobot Keterangan
1 Sebelah 2 2 4 Unggulan
2 Manyung 1 2 3 Bukan unggulan
3 Biji nangka 2 2 4 Unggulan
4 Bambangan 1 2 3 Bukan unggulan
5 Kerapu 0 0 0 Bukan unggulan
6 Kakap 1 1 2 Bukan unggulan
7 Kurisi 2 2 4 Unggulan
8 Tigawaja 2 1 3 Bukan unggulan
9 Cucut 1 0 1 Bukan unggulan
10 Pari 0 0 0 Bukan unggulan
11 Layur 0 1 1 Bukan unggulan
12 Peperek 1 2 3 Bukan unggulan
13 Bawal hitam 2 2 4 Unggulan
Tabel 21 menunjukan bahwa dari 13 jenis ikan demersal yang ada di
Kabupaten Pandeglang terdapat 4 komoditas ikan unggulan yaitu ikan sebelah,
biji nangka, kurisi, dan bawal hitam. Kategori bukan unggulan terdapat 5 jenis
ikan yaitu ikan manyung, kerapu, pari, layur, dan peperek. Ikan-ikan tersebut
tidak dapat dikembangkan, karena rendahnya jumlah hasil tangkapan yang
didaratkan di Kabupaten Pandeglang dibandingkan dengan Propinsi Banten.
Tabel 22 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai
produksi mollusca periode 2003-2007
No Jenis ikan Bobot LQ
jumlah produksi
Bobot LQ
nilai produksi
Total
bobot Keterangan
1 Kerang darah 2 1 3 Bukan unggulan
2 Cumi-cumi 1 2 3 Bukan unggulan
Pada Tabel 22 dapat dilihat ada 2 jenis ikan yang masuk dalam jenis
mollusca yaitu kerang darah dan cumi-cumi. Kedua jenis ikan tersebut bukan
termasuk dalam komoditas unggulan karena total bobot LQ = 3, sehingga kerang
darah dan cumi-cumi ini bukan merupakan komoditas yang menjadi prioritas
pengembangan di Kabupaten Pandeglang.
42
Tabel 23 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai
produksi crustacea periode 2003-2007
No Jenis ikan Bobot LQ
jumlah produksi
Bobot LQ
nilai produksi
Total
bobot Keterangan
1 Udang putih 2 1 3 Bukan unggulan
2 Udang lainnya 1 2 3 Bukan unggulan
Tabel 23 menunjukan bahwa dari 2 jenis crustacea yang ada di Kabupaten
Pandeglang memiliki total bobot LQ = 3. Sama halnya dengan jenis mollusca,
jenis crustacea yang terdiri udang putih dan udang lainnya masuk dalam kategori
bukan unggulan.
Dari 28 jenis ikan yang didaratkan, terdapat 7 komoditas yang dapat
dijadikan sebagai salah satu prioritas pengembangan komoditas unggulan di
Kabupaten Pandeglang. Dengan pengembangan yang diprioritaskan pada
komoditas unggulan tersebut diharapkan dapat meningkatkan jumlah hasil
tangkapan yang didapatkan dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan
nelayan dan kontribusi perekonomian Kabupaten Pandeglang.
Jenis hasil tangkapan di PPP Labuan terdapat 12 spesies (Tabel 24). Jika
dibandingkan dengan komoditas unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang
terdapat 3 jenis ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Labuan yaitu
ikan tenggiri, tongkol, dan kurisi. Sedangkan jenis ikan dominan yang
mendaratkan hasil tangkapan di PPP Labuan adalah kembung, tembang, tenggiri,
layur, manyung, dan tongkol.
43
Tabel 24 Jumlah dan jenis ikan yang didaratkan di PPP Labuan
No Jenis ikan Jumlah produksi (ton)
1 Kuwe 24,597
2 Cumi 51,369
3 Tongkol 53,771
4 Tenggiri 113,712
5 Kembung 123,441
6 Layur 70,637
7 Manyung 54,578
8 Kakap 15,119
9 Kerapu 4,383
10 Kurisi 21,176
11 Pari 29,245
12 Tembang 117,443 Sumber : Laporan tempat pelelangan ikan PPP Labuan, 2008
5.1.2 Analisis Alat Tangkap Efektif yang Ramah Lingkungan
Berdasarkan survei yang dilakukan di PPP Labuan melalui wawancara dan
pengamatan langsung dapat teridentifikasi ada tujuh alat tangkap yang beroperasi
dan mendaratkan hasil tangkapan di PPP Labuan yaitu payang, mini purse seine,
pancing rawai, jaring arad, gillnet, dogol, dan jaring rampus.
Hasil skoring 2 dari 7 jenis alat tangkap yang dikaji tergolong sebagai alat
tangkap yang ramah lingkungan yaitu pancing rawai dan gillnet, 4 diantaranya
masuk kategori kurang ramah lingkungan yaitu jaring rampus, dogol/gardan,
payang, mini purse seine dan 1 alat tangkap tidak ramah lingkungan yaitu jaring
arad (Tabel 25).
Tabel 25 Penggolongan jenis alat tangkap berdasarkan tingkat keramahan
lingkungan di PPP Labuan
No Kategori Jenis alat tangkap
1 Tidak ramah lingkungan
(X < 0,407) Jaring arad
2 Kurang ramah lingkungan
(0,407 ≤ X ≤ 0,593)
Jaring rampus
Dogol/gardan
Mini purse seine
Payang
3 Ramah lingkungan (X > 0,593) Pancing rawai
Gillnet
Sumber : Data kuesioner yang diolah kembali
44
Tabel 26 Hasil perhitungan skoring pada masing-masing kriteria alat tangkap
efektif di PPP Labuan
No Kriteria
Alat tangkap
Payang
Mini
purse
seine
Pancing
rawai
Jaring
arad Gillnet Dogol
Jaring
rampus
1. Memiliki selektivitas yang tinggi 0 0 1 0 0,5 0 0,5
2. Tidak destruktif terhadap habitat 1 1 1 0 1 0,5 0,5
3. Tidak membahayakan operator 1 1 0 1 1 1 1
4. Ikan tangkapan bermutu baik 1 1 1 1 0 1 0
5. Produk tidak membahayakan
konsumen 0 0 0 0 0 0 0
6. Minimum discard dan by-catch 0,5 0,5 1 0 0,5 0,5 0,5
7. Tidak merusak keanekaragaman
hayati 0,5 0,5 1 0 0,5 0,0 0,5
8. Tidak menangkap protected
spesies 1 1 1 0 1 1 1
9. Diterima secara sosial 0 0 1 0 1 1 1
Jumlah 5 5 7 2 5,5 5 5
Rata-rata 0,556 0,556 0,778 0,222 0,611 0,556 0,556
Sumber : Hasil wawancara dengan nelayan
Jenis alat tangkap yang tidak ramah lingkungan adalah :
Jaring arad
Berdasarkan pengelompokkan tersebut, maka jenis alat tangkap yang tidak
ramah lingkungan adalah jaring arad dengan nilai rata-rata 0,222. Hal ini
didasarkan pada penilaian bobot skor yang diberikan dengan mengacu pada
panduan jenis-jenis penangkapan ikan ramah lingkungan. Alat tangkap jaring
arad terutama memiliki nilai yang rendah pada kriteria selektivitas dan hasil
tangkapan sampingan (by-catch) tinggi, hal ini disebabkan oleh jaring arad
menangkap semua jenis ikan yang ada di areal penangkapan dari berbagai jenis
dan ukuran. Arad adalah sejenis jaring yang digolongkan pukat harimau (trawl)
dalam bentuk kecil. Penggunaannya dilarang berdasarkan Keppres 39 Tahun
1980. Arad memiliki mata jaring kecil, di bawah 1 inchi (Anonim, 2007).
Kriteria tidak ramah lingkungan lainnya pada jaring arad adalah merusak habitat
pada wilayah yang sempit, merusak keanekaragaman hayati karena
pengoperasiannya didasar, pernah menangkap spesies yang dilindungi yaitu penyu
dan alat ini bertentangan dengan budaya setempat sehingga rawan konflik antar
nelayan. Penggunaan jaring arad di PPP Labuan paling banyak digunakan oleh
45
nelayan karena harga satu unit alat tangkap jaring arad relatif terjangkau sekitar
Rp.300.000-Rp.700.000.
Jenis alat tangkap yang kurang ramah lingkungan adalah sebagai berikut:
1. Jaring rampus
Alat tangkap jaring rampus ini memiliki skor yang rendah pada kriteria
selektivitas. Menurut Ayodhyoa 1981, jenis alat tangkap rampus termasuk yang
tidak selektif dan menangkap semua jenis biota dasar yang hidup di dasar laut.
Selektivitas yang rendah menyebabkan semua populasi ikan dan udang terambil,
serta biota lainnya. Kriteria kurang ramah lingkungan lainnya adalah ikan hasil
tangkapan mati, segar, dan cacat fisik karena cara ikan tertangkap ini umumnya
terjerat atau terpuntal dan bycatch yang tinggi.
2. Dogol
Alat tangkap dogol memiliki nilai yang rendah pada kriteria selektivitas,
destruktif terhadap habitat dan by catch yang tinggi. Alat tangkap dogol yang
beroperasi PPP Labuan dilengkapi dengan gardan yang berfungsi sebagai mesin
outboard engine untuk memudahkan penanganan alat tangkap dan memperingan
kerja nelayan diatas kapal pada saat hauling.
3. Mini purse seine
Alat tangkap mini purse seine memiliki nilai yang rendah terutama dari
aspek selektivitas alat tangkap dan by catch yang tinggi. Menurut muslim
tadjuddah dkk (2008) ada dua kriteria yang kurang memenuhi sebagai persyaratan
purse seine sebagai alat tangkap ramah lingkungan. Kedua kriteria tersebut
adalah : selektifitas dan biaya investasi yang tinggi dalam satu unit penangkapan.
4. Payang
Alat tangkap payang memiliki nilai yang cukup rendah pada kriteria
selektivitas dan by-catch. Menurut muslim tadjuddah dkk (2008) ada terdapat
satu kriteria yang kurang ramah lingkungan memenuhi sebagai persyaratan seine
net dalam hal ini payang yaitu selektifitas. Sama halnya dengan purse seine, seine
net juga diperlukan penelitian lebih lanjut dalam hal selektifitasnya ukuran catch
(panjang total dan lingkar tubuh) pada suatu fishing ground tertentu.
46
Jenis-jenis alat tangkap yang ramah lingkungan adalah sebagai berikut:
1. Pancing rawai
Alat tangkap pancing rawai memiliki skor yang tinggi pada semua kriteria
yaitu selektivitas tinggi karena jenis dan ukuran ikan yang tertangkap merupakan
target utama tangkapan, tidak destruktif terhadap habitat, ikan tangkapan bermutu
baik, produk tidak membahayakan konsumen, minimum discard dan bycatch,
tidak merusak keanekaragaman hayati, tidak menangkap protected spesies, dan
diterima secara sosial. Metode pengoperasian dan bahan yang digunakan aman
bagi lingkungan, maka alat tangkap pancing rawai memiliki skor yang paling
tinggi sebagai alat tangkap yang ramah lingkungan. Hal ini sesuai dengan
penelitian Heriawan 2008 yang menyatakan dari analisis selektivitas alat tangkap
yang dilakukan, maka yang memiliki selektivitas yang terbaik adalah pancing
rawai.
2. Gillnet
Kategori yang ramah lingkungan pada alat tangkap gillnet ini adalah tidak
destrukti terhadap habitat, tidak membahayakan nelayan, tidak merusak
keanekaragaman hayati, tidak menangkap protected spesies, dan diterima secara
sosial. Alat tangkap gillnet memiliki skor yang cukup rendah terdapat pada ikan
tangkapan yang dihasilkan mati, segar, dan cacat fisik karena cara
pengoperasiannya yang terjerat dan terpuntal sama seperti pada hasil tangkapan
jaring rampus.
Alat tangkap ramah lingkungan merupakan jenis teknologi penangkapan
ikan yang tidak merusak ekosistem dan layak untuk dikembangkan. Suatu alat
tangkap dapat dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria tersebut.
Permasalahan sumberdaya maupun lingkungan yang sedang dihadapi pada saat ini
telah menjadi dasar dan alasan penting bagi pengembangan teknologi
penangkapan ikan dimasa mendatang dengan menitikberatkan pada kepentingan
konservasi sumberdaya (Purbayanto dan Baskoro diacu dalam Sultan 2004).
5.2 Peranan Pengelola Dalam Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan
Pelabuhan perikanan merupakan infrastruktur perekonomian yang
mempunyai hubungan terhadap usaha penangkapan ikan. Fasilitas pelabuhan
perikanan dibangun dengan tujuan untuk mempermudah kegiatan penangkapan,
47
pengolahan, pemasaran, dan distribusi ikan hasil tangkapan nelayan. Hal ini
secara tidak langsung dapat mempengaruhi keberlangsungan usaha penangkapan
ikan. Peranan pelabuhan perikanan, yaitu sebagai pusat aktivitas produksi, pusat
distribusi dan pengolahan. Peranan tersebut dapat dikatakan baik apabila
penyediaan fasilitas, pengelolaan fasilitas serta pemanfaatannya telah optimal.
Dengan adanya peranan pelabuhan yang baik, diharapkan dapat mendukung usaha
penangkapan ikan di PPP Labuan. Peranan pelabuhan ini akan dilihat
parameternya yaitu sebagai pusat aktivitas produksi, meliputi penyediaan
perbekalan melaut, penyediaan tempat pendaratan, dan penyediaan tempat
perbaikan. Pusat distribusi pengolahan antara lain yang berkaitan dengan
penyediaan tempat pengolahan dan distribusi. Selain aktivitas-aktivitas tersebut,
adanya dukungan modal usaha penangkapan ikan juga dapat mempengaruhi
keberlangsungan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan.
Tabel 27 Peranan pengelola dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan
Peranan Penilaian (%)
(TB) 1 (KB) 2 (B) 3
1. Sebagai pusat aktivitas produksi
a. Penyediaan perbekalan melaut
Solar 60 40 0
Air bersih 0 40 60
Es 53,33 46,67
b. Penyediaan tempat pendaratan
Dermaga 0 60 40
Kolam pelabuhan 0 53,33 46,67
Alur pelayaran 0 53,33 46,67
c. Penyediaan tempat perbaikan
Tempat perbaikan jaring 100 0 0
Slipways 86,67 13,33 0
Bengkel 66,67 33,33 0
2. Sebagai pusat distribusi dan pengolahan
Penyediaan tempat pengolahan dan pemasaran
TPI 0 13,33 86,67
Tempat pengolahan ikan 66,67 33,33 0
Pasar ikan 0 33,33 66,67
3. Dukungan modal usaha penangkapan ikan
Koperasi 66,67 33,33 0
Sumber : Hasil wawancara dengan nelayan
Keterangan :
TB : Tidak Berperan
KB : Kurang Berperan
B : Berperan
48
Tabel 28 Jenis dan fasilitas di PPP Labuan serta kondisinya
No Fasilitas Ketersediaan
fasilitas
Kondisi fasilitas Pengelola
1 Solar Ada Tidak beroperasi DKP
2 Air bersih Ada Baik PPP
3 Es/Cold storage Ada Tidak beroperasi DKP
4 Dermaga Ada Tahap perbaikan PPP
5 Kolam pelabuhan Ada Pendangkalan Syahbandar
6 Alur pelayaran Ada Pendangkalan Syahbandar
7 Tempat perbaikan jaring Ada Tahap pembangunan Perseorangan
8 Slipways Ada Tahap perbaikan PPP
9 Bengkel Ada Baik Perseorangan
10 TPI Ada Baik CV. Abdi Bahari
11 Tempat pengolahan ikan Ada Tahap pembangunan Perseorangan
12 Pasar ikan Ada Tahap perbaikan DKP
13 Koperasi Ada Baik DKP
5.2.1 Pusat aktivitas produksi
Sarana yang diperlukan sebelum melakukan operasi penangkapan ikan
adalah mempersiapkan perbekalan melaut yang akan dibawa seperti solar, es, dan
air bersih.
Gambar 7 Peranan pengelola terhadap penyediaan solar.
Gambar 8 Peranan pengelola terhadap penyediaan air bersih.
Gambar 9 Peranan pengelola terhadap penyediaan es.
60%40% Tidak berperan
Kurang berperan
40%60%
Kurang berperan
Berperan
53%47% Tidak berperan
Kurang berperan
49
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap 15 responden
nelayan sebesar 60 % menyatakan pengelola tidak berperan dalam penyediaan
solar. Hal ini disebabkan oleh fasilitas SPDN belum beroperasi kembali karena
mengalami kebangkrutan sehingga belum bisa memenuhi kebutuhan solar dan
pasokannya dipenuhi dari luar PPP Labuan. Sebesar 40 % responden nelayan
menyatakan kurang berperan, walaupun SPDN mengalami kebangkrutan banyak
penduduk setempat yang menjual solar eceran disekitar daerah PPP Labuan tetapi
kebutuhannya masih dirasakan kurang oleh nelayan terutama untuk alat tangkap
seperti mini purse seine yang membutuhkan solar dalam jumlah besar. Kondisi
ini menjadi salah satu penghambat kelancaran dalam operasi penangkapan.
Gambar 8 menunjukan 60 % menyatakan bahwa peranan pengelola terhadap
penyediaan kebutuhan air bersih adalah berperan. Berdasarkan wawancara
dengan nelayan, pemenuhan kebutuhan air bersih terpenuhi untuk kebutuhan
sehari-hari dan kebutuhan melaut, seperti minum, masak, dan mandi. Air bersih
untuk kebutuhan melaut biasanya didapatkan dari rumah masing-masing nelayan.
Air bersih juga dipasok dari PDAM yang dimiliki oleh pelabuhan biasanya
digunakan untuk membersihkan lantai TPI yang kotor. Sebesar 40 % responden
nelayan menyatakan kurang berperan. Bagi sebagian nelayan yang melakukan
operasi penangkapan selama berhari-hari kebutuhan air bersih ini masih kurang
mencukupi karena kebutuhan air bersih harus membeli ke pelabuhan.
Sebesar 53,33 % responden nelayan menyatakan bahwa pengelola tidak
berperan terhadap penyediaan kebutuhan es. Hal ini disebabkan oleh pabrik es
yang tidak beroperasi. Pabrik es sempat berjalan selama beberapa bulan, tetapi
karena kualitas es yang dihasilkan rendah pada akhirnya pabrik es ditutup.
Sebesar 46,67 % responden menyatakan pelabuhan kurang berperan terhadap
penyediaan es, walaupun banyak penduduk setempat yang mendirikan depot-
depot es, tetapi masih banyak nelayan yang belum terpenuhi kebutuhannya
khususnya untuk nelayan-nelayan yang mengoperasikan alat tangkap selama
berhari-hari seperti mini purse seine dan pancing rawai.
Fasilitas-fasilitas lain yang diperlukan dalam operasi penangkapan ikan
adalah adanya penyediaan tempat pendaratan seperti dermaga, kolam pelabuhan,
dan alur pelayaran.
50
Gambar 10 Peranan pengelola terhadap penyediaan dermaga.
Gambar 11 Peranan pengelola terhadap penyediaan kolam pelabuhan.
Gambar 12 Peranan pengelola terhadap penyediaan alur pelayaran.
Gambar 10 menunjukan sebesar 60 % menyatakan peranan pengelola
terhadap penyediaan dermaga adalah kurang berperan. Dermaga di PPP Labuan
terletak di depan TPI II terpisah oleh lebar badan jalan kurang 200 m. Jauhnya
jarak dermaga menyulitkan nelayan ketika akan mendaratkan hasil tangkapannya.
Sedangkan sebesar 40 % menyatakan berperan. Dermaga tambat ini sekaligus
berfungsi sebagai dermaga muat. Dermaga ini menampung kapal-kapal yang
berukuran > 5 GT, sedangkan beberapa kapal kecil lainnya mendaratkan hasil
tangkapan di TPI I dan bertambat disisi sungai bagian selatan bangunan ini.
Kawasan perairan di PPP Labuan merupakan kawasan yang terbuka langsung
menghadap ke Samudera Hindia.
Sebesar 53,33 % responden nelayan menyatakan kurang berperan terhadap
penyediaan kolam pelabuhan dan alur pelayaran. Kolam pelabuhan di PPP
Labuan mengalami pendangkalan terjadi pada muara Sungai Cipunten Agung dan
area dermaga II yang merupakan batas kolam pelabuhan yang selama ini menjadi
kendala kelancaran keluar masuknya kapal ke sungai atau ke TPI. Menurut hasil
60%40% Kurang berperan
Berperan
53%47%Kurang berperan
Berperan
53%47% Kurang berperan
Berperan
51
pengamatan di lapangan ukuran kedalaman kolam pelabuhan mencapai ± 1 m.
Alur pelayaran di PPP Labuan banyak mengalami kendala seperti mengalami
pendangkalan karena banyaknya sedimen yang terbawa oleh arus dan tidak
adanya rambu-rambu navigasi. Keadaan tersebut seharusnya mendapat perhatian
dari pihak pengelola agar kelancaran kapal-kapal yang akan masuk menjadi
teratur. Sebesar 46,67 % responden nelayan menyatakan berperan terhadap
penyediaan kolam pelabuhan dan alur pelayaran. Berdasarkan hasil wawancara
nelayan, hingga saat ini perbaikan dan penataan kolam pelabuhan dan alur
pelayaran sering dilakukan sehingga kapal-kapal mini purse seine sudah bisa
mendaratkan hasil tangkapannya lebih dekat ke dermaga.
Gambar 13 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat perbaikan jaring.
Gambar 14 Peranan pengelola terhadap penyediaan slipways.
Gambar 15 Peranan pengelola terhadap penyediaan bengkel.
Gambar 13 menunjukan bahwa penyediaan tempat perbaikan seperti tempat
perbaikan jaring 100 % responden menyatakan tidak berperan. Hal ini disebabkan
belum ada lahan khusus yang disediakan oleh pelabuhan untuk fasilitas perbaikan
jaring di PPP Labuan sehingga untuk perbaikan jaring biasanya dikerjakan di
kapal atau rumah masing-masing nelayan.
100%
Tidak berperan
87%
13%Tidak berperan
Kurang berperan
67%
33% Tidak berperan
Kurang berperan
52
Sebesar 86,67 % responden nelayan menyatakan pengelola tidak berperan
terhadap penyediaan slipways. Berdasarkan wawancara dengan nelayan fasilitas
slipways yang biasa digunakan untuk memperbaiki atau merawat bagian bawah
kapal, misalnya lunas dan lambung kapal kurang berfungsi dengan baik karena
hingga saat ini masih dalam perbaikan.
Sebesar 66,67 % responden nelayan menyatakan pengelola tidak berperan
terhadap penyediaan fasilitas bengkel. Hal ini dikarenakan oleh kurang
berfungsinya fasilitas bengkel yang ada sehingga jika ada kerusakan mesin,
nelayan biasanya memperbaiki sendiri atau meminta jasa perbaikan mesin. Ada
sekitar 10 unit bengkel kecil di PPP Labuan yang diusahakan secara perorangan
oleh penduduk setempat.
5.2.2 Pusat tempat pengolahan dan pemasaran
Hal-hal yang berhubungan distribusi dan pengolahan antara lain berkaitan
dengan penyediaan tempat pengolahan dan pemasaran. Kegiatan distribusi dan
pengolahan yang lancar akan mendorong usaha penangkapan ikan di PPP Labuan
melalui peningkatan harga jual ikan dan kelancaran akses dalam pemasaran.
Sarana yang digunakan untuk penjualan hasil tangkapan adalah TPI (Tempat
Pelelangan Ikan), tempat pengolahan ikan, dan pasar ikan.
Gambar 16 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pelelangan ikan.
Gambar 17 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pengolahan ikan.
13%
87%Kurang berperan
Berperan
67%
33%Tidak berperan
Kurang berperan
53
Gambar 18 Peranan pengelola terhadap penyediaan pasar ikan.
Gambar 16 menunjukan sebesar 86,67 % responden menyatakan bahwa
pengelola berperan terhadap penyediaan fasilitas TPI. Hal ini disebabkan oleh
adanya dukungan dari proses lelang yang berjalan secara aktif dan pengelolaanya
yang baik dan sebagian besar nelayan menyatakan merasa diuntungkan dengan
adanya proses lelang. PPP Labuan memiliki dua TPI : TPI I yang memiliki
cabang TPI unit dan TPI II. Gedung TPI I terletak di sisi aliran sungai Cipunten
Agung, untuk cabangnya yaitu TPI unit berada dekat dengan pasar ikan. TPI II
terletak di tepi pantai. Pembagian TPI ini berdasarkan pada ukuran kapal yang
akan masuk untuk mendaratkan hasil tangkapannya ke TPI. TPI I dikhususkan
kapal-kapal kecil ukuran 0-5 GT. Sedangkan TPI II untuk kapal-kapal > 5 GT.
Dari segi sanitasi, lantai TPI ini cukup kotor karena masih terlihat banyak sampah
dan sisa hasil pencucian ikan yang tidak terbuang. Hal ini disebabkan oleh
pembuangan air limbahnya tidak berfungsi dengan baik. Berdasarkan kondisi
tersebut perlu adanya dukungan dari semua pihak untuk menjaga kebersihan dan
sanitasi di gedung TPI. Sedangkan 13,33 % menyatakan kurang berperan. Hal ini
dikarenakan oleh sebagian nelayan jaring arad yang tidak menjual hasil tangkapan
ke TPI melainkan langsung dijual melalui langgan.
Sebesar 66,67 % responden menyatakan pelabuhan tidak berperan terhadap
penyediaan tempat pengolahan ikan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya lahan
khusus untuk usaha pengolahan di PPP Labuan. Sedangkan sebesar 33,33 %
menyatakan pelabuhan kurang berperan terhadap penyediaan tempat pengolahan
ikan. Usaha pengolahan ikan di PPP Labuan masih tergolong tradisional,
sehingga masih dikelola perorangan.
Sebesar 66,67 % responden menyatakan berperan dalam penyediaan pasar
ikan karena lokasi yang bersebelahan dengan TPI unit memudahkan nelayan
untuk langsung menjual hasil tangkapan dan sebesar 33,33 % responden
33%
67%Kurang berperan
Berperan
54
menyatakan kurang berperan. Berdasarkan wawancara dengan nelayan, kondisi
lingkungan pasar yang tidak teratur dan kotor menyebabkan mutu hasil tangkapan
nelayan yang akan dijual cepat menurun.
5.2.3 Dukungan modal usaha penangkapan
Dari semua aktivitas-aktivitas tersebut, dukungan modal usaha penangkapan
ikan sangat dibutuhkan untuk kelangsungan usaha penangkapan ikan.
Gambar 19 Peranan pelabuhan terhadap penyediaan koperasi.
Dukungan mosal usaha penangkapan ikan seperti dengan adanya koperasi
sebesar 66,67 % menyatakan tidak berperan dan 33,33 % kurang berperan
(Gambar 19). PPP Labuan memiliki satu koperasi yaitu koperasi Mina Sejahtera.
Ada tiga program yang dijalankan yaitu:
1. Dana Ekonomi Produktif (DEP) simpan pinjam
2. Kedai pesisir, dan
3. Solar Paket Dealer Nelayan (SPDN).
Dari semua 3 program tersebut, hanya kedai pesisir yang berjalan aktif di
PPP Labuan. Kendala yang dijalankan program DEP simpan pinjam adalah
nelayan pribumi sulit berkembang seperti perubahan teknologi penangkapan,
pengolahan masih tradisional, faktor modal operasi sangat minim, dan bakul sulit
membayar langsung ikan hasil tangkapan yang telah dilelang. Sedangkan kendala
untuk Solar Paket Dealer Nelayan (SPDN) adalah sistem pengelolaan yang kurang
baik sehingga mengalami kebangkrutan.
67%
33% Tidak berperan
Kurang berperan
55
5.3 Bahasan Terangkum
Penentuan komoditas unggulan memberikan arahan untuk pengembangan
selanjutnya tentang komoditas ikan apa yang akan dikembangkan sehingga dapat
meningkatkan pendapatan nelayan dan mempunyai kontribusi yang besar terhadap
perekonomian Kabupaten Pandeglang. Komoditas unggulan dapat diartikan
dengan komoditas ikan yang memberikan nilai lebih. Salah satu pendekatan yang
dapat digunakan untuk menganalisis komoditas ikan unggulan adalah metode
location quotient (LQ). Teknik location quotient (LQ) banyak digunakan untuk
membahas kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi
kegiatan perekonomian atau mengukur kosentrasi relatif kegiatan ekonomi untuk
mendapatkan gambaran dalam penetapan sektor unggulan sebagai leading sector
suatu kegiatan ekonomi (industri). Teori ekonomi mengklarifikasikan seluruh
kegiatan ekonomi kedalam dua sektor yaitu sektor basis dan non basis. Sektor
basis adalah kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun
jasa ditujukan untuk diekspor ke luar dari lingkungan masyarakat atau yang
berorientasi keluar, regional, nasional, dan internasional. Sektor non basis adalah
kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun jasa
diperuntukkan bagi masyarakat itu sendiri dalam kawasan kehidupan ekonomi
masyarakat tersebut. Sektor basis mencerminkan nilai LQ > 1 dan non basis
mencerminkan nilai LQ < 1, dari bobot LQ tersebut didapatkan 7 komoditas ikan
unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang yaitu julung-julung, tongkol,
tenggiri, sebelah, biji nangka, kurisi, dan bawal hitam sedangkan ada 12 jenis ikan
yang mendaratkan hasil tangkapannya di daerah PPP Labuan adalah ikan kuwe,
cumi-cumi, tongkol, tenggiri, kembung, layur, manyung, kakap, kerapu, kurisi,
pari, dan tembang. Tiga jenis ikan diantaranya merupakan komoditas yang ada di
Kabupaten Pandeglang yaitu ikan tongkol, tenggiri, dan kurisi. Ikan-ikan inilah
yang akan memberikan kontribusi perekonomian yang lebih jika bisa
dikembangkan.
56
Gambar 20 Diagram alir pemikiran pengembangan usaha penangkapan ikan di
PPP Labuan.
Penyeleksian alat tangkap yang ramah lingkungan dipergunakan untuk
mengelola sumberdaya secara bijaksana dalam pembangunan yang
berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup tanpa mempengaruhi /
mengganggu kualitas dari lingkungan hidup. Alat tangkap ramah lingkungan
dapat diartikan sebagai jenis teknologi penangkapan ikan yang tidak merusak
ekosistem dan layak untuk dikembangkan. Jenis-jenis komoditas unggulan
ditangkap menggunakan alat tangkap payang (tongkol, tenggiri, julung-julung),
mini purse seine (tongkol, tenggiri, julung-julung), jaring rampus (sebelah,
kurisi), gillnet (tongkol, tenggiri, kurisi), pancing rawai (tenggiri, tongkol), dan
dogol (biji nangka, sebelah, bawal hitam).
Melimpahnya potensi perikanan tangkap di Kabupaten Pandeglang
menjadikan PPP Labuan perlu menyediakan sarana dan prasarana yang
menunjang kegiatan usaha penangkapan. Pembangunan di PPP Labuan perlu
Penyeleksian alat tangkap ramah
lingkungan
Kendala-kendala yang dihadapi
Arah pengembangan
Penentuan komoditas unggulan
Dukungan pelabuhan perikanan dan
permasalahannya
57
ditunjang dengan keberadaan fasilitas pelabuhan yang memadai. Fasilitas-
fasilitas tersebut adalah pertama, penyediaan perbekalan melaut seperti solar, air
bersih, dan es. Fasilitas SPDN mulai diresmikan pada tahun 2005. Penyediaan
solar langsung dipasok dari pertamina bekerjasama dengan PT. Elnusa Petrovin.
Namun karena pengelolaannya yang kurang baik, pada awal tahun 2008 SPDN
ditutup karena mengalami kebangkrutan sehingga untuk kebutuhan solar di PPP
Labuan hingga saat ini masih didatangkan dari luar pelabuhan. Penyediaan air
bersih untuk kebutuhan melaut, sebagian besar dipasok dari PDAM dan rumah
masing-masing nelayan dan kebutuhannya sudah mencukupi. Sama halnya
dengan solar, penyediaan kebutuhan es masih didatangkan dari luar pelabuhan
yaitu daerah sekitar Pandeglang dan Serang. Pabrik es yang dimiliki PPP Labuan
mulai dibuka pada tahun 2005, tetapi karena alat yang kurang baik dan kualitas es
yang dihasilkan masih rendah seperti cepat mencair dan air yang keruh pada
akhirnya pabrik es ini ditutup. Kedua, sarana penyediaan tempat pendaratan
seperti dermaga, kolam pelabuhan, dan alur pelayaran. Sarana tersebut masih
perlu perbaikan dan penataan oleh pihak pelabuhan seperti jauhnya jarak antar
dermaga dengan tempat pendaratan ikan, pengerukan kolam pelabuhan dan alur
pelayaran agar kapal-kapal yang berukuran > 50 GT dapat masuk ke area kolam
pelabuhan. Ketiga, sarana penyediaan tempat perbaikan seperti tempat perbaikan
jaring, slipways, dan bengkel. Fasilitas perbaikan jaring dan bengkel ini belum
disediakan oleh pihak pelabuhan tetapi diusahakan perorangan oleh penduduk
setempat. Sedangkan fasilitas slipways masih dalam tahap perbaikan. Keempat,
sarana pengolahan dan distribusi seperti TPI, tempat pengolahan ikan dan pasar
ikan. Tempat pelelangan ikan di PPP Labuan berjalan aktif dengan proses lelang
yang murni dan menjadi satu-satunya fasilitas yang dikelola dengan baik sehingga
nelayan banyak mendaratkan hasil tangkapan di PPP Labuan. Kelima, sarana
pendukung modal usaha penangkapan salah satunya adalah koperasi.
Keterbatasannya adalah dalam segi peminjaman modal usaha penangkapan ikan.
Biasanya untuk melakukan usaha penangkapan nelayan memiliki modal sendiri
atau meminjam modal usaha ke langgan atau juragan. Langgan adalah pedagang
besar (juragan ikan) yang menampung ikan hasil tangkapan dari nelayan dan
menjualnya/mendistribusikannya ke pasaran. Biasanya hasil tangkapan jaring
58
arad yang masuk ke langgan, sedangkan juragan adalah nelayan pemilik modal
yang membiayai operasi penangkapan ikan dan hasil tangkapannya langsung
masuk ke TPI.
Secara umum kendala-kendala yang dihadapi dalam pengembangan usaha
penangkapan ikan di PPP Labuan disebabkan oleh beberapa faktor. Dalam
Laporan Tahunan Bidang Kelautan di Kabupaten Pandeglang 2008 menjelaskan
ada beberapa masalah dan kendala yang dihadapi yaitu:
1) Masalah sumberdaya alam diantaranya adalah ketidakseimbangan ekosistem
laut akibat rusaknya ekosistem terumbu kerang, hutan mangrove dan padang
lamun yang fungsinya sebagai habitat dan tempat berkembangbiaknya biota
laut (fishing ground), penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan
berakibat rusaknya dan berkurangnya sumber daya alam yang ada, serta
mengancam biota laut lainnya,
2) Masalah sumberdaya manusia/masyarakat pesisir diantaranya adalah pada
umumnya penangkapan ikan masih didominasi oleh nelayan kecil/tradisional,
permodalan masyarakat sangat lemah, masih tergantung pada juragan/pemilik
kapal motor, umumnya nelayan menggunakan sarana tangkap masih sangat
terbatas yang dibuktikan dengan didominasinya kapal/perahu < 5 GT, alat
tangkap dan alat bantu penangkapan sangat terbatas sehingga untuk
menjangkau daerah fishing ground ikan belum semua nelayan mampu,
sedikitnya BBM dan harga tinggi tidak seimbang dengan hasil yang didapat,
kondisi sosial dan masyarakat yang masih kumuh dan menganut kebiasaan
lama, kegiatan usaha nelayan sulit berkembang dikarenakan pengetahuan,
sikap, dan keterampilan masyarakat yang masih rendah, sering terjadi konflik
sosial sesama nelayan, masih rendahnya penanganan hasil tangkapan ikan baik
oleh nelayan atau para pengolah ikan dan penerapan teknologi pasca panen
masih kurang.
Kaitannya dengan pengembangan usaha penangkapan ikan di Kabupaten
Pandeglang khususnya di PPP Labuan, maka pemanfaatan sumberdaya ikan
diarahkan untuk memanfaatkan komoditas unggulan yang ada baik dari kelompok
ikan pelagis (tongkol, tenggiri), demersal (kurisi). Jenis-jenis ikan inilah yang
akan diutamakan untuk dimanfaatkan. Unit penangkapan ikan yang prospek
59
untuk dikembangkan adalah unit penangkapan ikan yang ramah lingkungan
seperti pancing rawai dan gillnet. Khususnya alat tangkap pancing rawai
memiliki selektivitas yang tinggi. Kategori yang masuk kedalam kurang ramah
lingkungan seperti mini purse seine, payang, jaring rampus, dan dogol perlu
diarahkan bukan untuk meningkatkan efektivitas penangkapan ikan maupun
udang yang selama ini dilaksanakan, tetapi hendaknya lebih diarahkan kepada
perbaikan selektivitas alat yang diikuti pengurangan jumlah tangkapan ikan non
target atau hasil tangkapan sampingan yang kurang dimanfaatkan. Kemudian
perlu adanya penertiban alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti jaring
arad yang paling dominan di PPP Labuan karena jika terus dibiarkan akan
menimbulkan konflik yang berkepanjangan dan berakibat rusaknya sumber daya
alam yang ada. Dukungan pelabuhan perikanan sangat diharapkan dalam
mengembangkan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan. Pelabuhan perikanan
yang memiliki fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya ikan sudah seharusnya mendapat perhatian dari
pemerintah terutama pada jenis alat tangkap pancing rawai dan gillnet yang
menangkap ikan unggulan seperti tongkol, tenggiri, dan kurisi. Fasilitas-fasilitas
di PPP Labuan yang harus menunjang dalam kegiatan usaha penangkapan tersebut
adalah solar, es, air bersih karena pengoperasian pancing rawai dan gillnet
dilakukan selama 5-7 hari. Selain itu fasilitas dermaga, alur pelayaran, kolam
pelabuhan, bengkel, TPI, slipways, bengkel, dan pasar ikan sangat dibutuhkan
untuk menunjang kelancaran usaha penangkapan ikan pancing rawai dan gillnet.
Fasilitas-fasilitas ini sangat diperlukan untuk kelancaran usaha penangkapan ikan
sehingga perlu ada upaya perbaikan terhadap fasilitas kolam pelabuhan dan alur
pelayaran, SPDN, pabrik es, slipways, bengkel, tempat perbaikan jaring, dan
tempat pengolahan ikan. Selain itu, perlu dibangun fasilitas komunikasi dan
navigasi seperti rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas untuk
kelancaran keluar masuknya kapal.